PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Karakter merupakan hal sangat esensial dalam berbangsa dan bernegara, oleh sebab itu
hilangnya karakter akan menyebabkan hilangnya generasi penerus bangsa. Karakter juga
memiliki fungsi sebagai penggerak dan kekuatan sehingga bangsa ini tidak terombang-
ambing. Di sisi lain, karakter tidak datang dengan sendirinya, namun harus dibangun dan
dibentuk untuk menjadikan suatu bangsa bermartabat (Pemerintah Republik Indonesia, 2010:
3). Uraian tersebut meninggalkan pesan bahwa karakter harus diwujudkan secara nyata
melalui tahapan-tahapan tertentu. Salah satu tahapan yang dapat dilakukan yaitu membangun
karakter melalui pendidikan guna membuat bangsa ini memiliki karakter yang kuat,
bermartabat, dan memiliki great civilitation.
Remaja terlibat dalam jaringan teman sebaya yang sangat kuat selama menggali jati diri
mereka. Di masa ini, selain mengalami perubahan pada diri seseorang yang menginjak
remaja, juga terjadi perkembangan-perkembangan terutama dari sisi psikologis. Pada, tahap
perkembangan remaja ini terdapat beberapa teori perkembangan remaja termasuk konsep,
tahap dan karakteristik remaja.
Upaya mendidik anak-anak menjadi pribadi yang baik, perlu diwujudkan bersama
sebagai prioritas dalam hubungan kerjasama antara keluarga, masyarakat maupun pemerintah
khususnya melalui bidang keluarga
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana pengertian remaja dan perkembangannya?
2. Apa saja tujuan perkembangan remaja?
3. Bagaimana peran keluarga atau orang tua dalam menghadapi anak remajanya?
4. Bagaimana konseling Keluarga sebagai Upaya Perbaikan Perilaku Anak?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertian remaja dan perkembangannya
2. Untuk mengetahui tujuan perkembangan remaja
3. Untuk mengetahui peran keluarga atau orang tua dalam menghadapi anak remajanya
4. Untuk mengetahui bagaimana konseling Keluarga diterapkan sebagai Upaya Perbaikan
Perilaku Anak
BAB II
PEMBAHASAN
Beberapa kesulitan atau bahaya yang mungkin di alami oleh remaja, antara lain:
3. Peran keluarga atau orang tua dalam menghadapi anak remaja nya.
a. Tokoh Ibu dan Ayah dalam Keluarga
Keluarga kata Syihab (1992: 225) adalah “umat kecil” yang memiliki pimpinan
dan anggota, mempunyai pembagian tugas dan kerja, serta hak-hak dan kewajiban
masing-masing. Bahkan keluarga dipandang sebagai pranata sosial pertama dan
utama sebagai titik awal keberangkatan, sekaligus sebagai modal awal perjalanan
hidup mereka yang kemudian dilengkapi dengan rambu-rambu perjalanan yang
digariskan oleh pranata sosial lainnya di lingkungan pergaulan sehari-hari
(Syamsuddin, 1993: iv). Termasuk di dalam usaha mensoisalisasikan nilai-nilai
tertentu, keluarga memberikan pengaruh yang besar terhadap seluruh anggota
keluarganya. Sebab terjadi interaksi yang paling bermakna, mendasar, dan intim
(Dahlan, 1993: 49)
Ibu adalah tokoh yang mendidik anak-anaknya, yang memelihara perkembangan
anak-anak nya dan juga mempengaruhi aktivitas-aktivitas anak di luar rumah. Hal ini
dapat terlaksana bilamana ibu memainkan peranannya dengan hangat dan akrab
melalui hubungan berkesinambungan dengan anaknya. Melalui hubungan kasih
sayang dan kedekatan dengan tokoh ibu ini, anak belajar mengintimidasi tingkah
lakunya yang lemah lembut, rendah hati, layaknya seorang wanita bertingkah laku.
Anak yang gagal dalam melakukan hubungan yang aman pada masa ini kemungkinan
akan mengalami gangguan dalam menyesuaian sosial pada saat ia bertambah besar.
Dibandingkan dengan ibu, maka ayah pada permulaan kehidupan seorang anak
memang memiliki kesempatan dan peranan yang lebih kecil dalam mengembangkan
anak-anaknya. Dengan meningkatnya usia anak, maka peranan ayah semakin banyak
dan kompleks. Ayah sebagai orang yang mengepalai keluarganya, selalu menjadi
otoritas terakhir dalam membuat keputusan-keputusan yang utama. Bila tokoh ibu
bagi seorang anak merupakan tokoh yang dupercayainya dan mempunyai hubungan
yang dekat dengan anaknya, maka tokoh ayah merupakan benteng kekuatan pada
siapa anak dan ibu biasanya bergantung. Seorang ayah harus dapat menjadi orang
kuat, ia membimbing anak-anaknya untuk beraani menghadapi kehidupan di dunia
ini.
b. Hal-hal yang perlu dilakukan bila merasa cemas dengan perilaku anak
Langkah pertama, ialah bertanya kepada diri sendiri apakah perilaku yang
mencemaskan itu ialah perilaku yang normal pada anak remaja (misalnya: pemurung,
suka melawan, lebih senang sendiri, atau bersama teman-temannya daripada bersama
orangtua).
Tindakan selanjutnya, ialah menetapkan batas dan mempertahankannya. Menetapkan
batas ini sangatlah penting, tetapi batas-batas ini haruslah cukup lebar untuk
memungkinkan eksplorasi yang sehat.
Bila perilaku anak membahayakan atau melampaui batas-batas yang diharapkan,
langkah berikutnya adalah memahami apa yang tidak beres.
Depresi dan perilaku yang membahayakan diri selalu merupakan respons terhadap
stres yang tidak dapat diatasinya.
Anak remaja yang suka berperilaku atau suka membolos sering kali akibat meniru
dan mengikuti teman-temannya, dan merupakan respons dari sikap orang tua
yang terlalu ketat atau longgar.
Minum-minuman alkoho dan menghisap ganja biasanya merupakan respons
terhadap stres dan akibat meniru teman. Masalah seksual paling sering
mencerminkan adanya kesulitan diri dalam proses pendewasaan.
Secara umum, masalah yang terjadi pada remaja dapat diatasi dengan baik jika orang
tuanya termasuk orang tua yang “cukup baik”. Donalld Winnscott, seorang
psikoanalisis dari inggris memperkenalkan istilah good enough mothering, ia
menggunakan istilah ini untuk mengacu pada kemampuan seorang ibu mengenali dan
memberi respon terhadap kebutuhan anaknya, tanpa harus menjadi ibu yang
sempurna. Sekarang laki-laki pun telah “diikutsertakan”, sehingga cukup beralasan
untuk membicarakan tentang “menjadi orang tua yang cukup baik”.
c. Tugas-tugas yang dilakukan oleh orang tua secara garis besar, antara lain:
1) Memenuhi kebutuhan fisik yang paling pokok seperti; sandang, pangan, dan
kesehatan
2) Memberikan ikatan dan hubungan emosional, hubungan yang erat ini merupakan
bagian penting dari perkembangan fisik dan emosional yang sehat dari seorang
anak.
3) Memberikan suatu landasan yang kokoh, hal ini berarti memberikan suasana
rumah dan kehidupan keluarga yang stabil
4) Membimbing dan mengendalikan perilaku
5) Memberikan berbagai pengalaman hidup yang normal, hal ini diperlukan untuk
membantu anak lebih matang dan akhirnya mampu menjadi seorang dewasa yang
mandiri.
6) Mengajarkan cara berkomunikasi dan menuangkan pikiran ke dalam kata-kata
dan memberi nama pada setiap gagasan, mengutarakan gagasan-gagasan yang
rumit, dan berbicara tentang hal-hal yang terkadang sulit untuk dibicarakan
seperti ketakutan dan amarah.
7) Membantu anak untuk menjadi bagian dari keluarga
8) Memberi teladan.
4. Konseling Keluarga sebagai Upaya Perbaikan Perilaku Anak.
a. Pengertian konseling keluarga
Pada mulanya konseling keluarga terutama diarahkan untuk membantu anak agar
dapat beradaptasi lebih baik untuk mempelajari lingkungannya melalui perbaikan
lingkungan keluarga (Brammer dan Shostrom, 1982). Begitu juga Golden dan
Sherwood (1991) yang menjelaskan bahwa konseling/ terapi keluarga merupakan
metode yang difokuskan pada keluarga dalam usaha untuk membantu memecahkan
problem perilaku anak. Dasar diselenggarakan konseling keluarga karena keluarga
memiliki kekuatan untuk mendorong atau menghambat usaha yang baik dari konselor
atau guru yang berusaha membantu guru meningkatkan pertumbuhan dan
perkembangan kliennya.
Dalam beberapa hal, konseling keluarga tampaknya menguntungkan. Semua
anggota keluarga mengerti dan bertanggung jawab terhadap upaya perbaikan perilaku
anak. Konseling ini sangat efektif untuk mengatasi masalah-masalah anak yang
berhubungan dengan sikap dan perilaku orang tua sepanjang berinteraksi dengan
anak.
b. Pendekatan konseling keluarga
1) Pendekatan sistem keluarga.
Murray Bowen merupakan peletak dasar pendekatan sistem. Menurutnya keluarga
itu bermasalah jika keluarga itu tidak berfungsi.
2) Pendekatan
Menurut Satir (1967), masalahyang dihadapi oleh anggota keluarga berhubungan
dengan self-esteem dan komunikasi.
3) Pendekatan struktural
Minuchin (1974) beranggapan bahwa masalah keluarga sering terjadi karena
struktur keluarga dan poa transaksi yang dibangun tidak tepat. Seringkali dalam
membangun struktur dan transaksi ini batas-batas antara sub sistem dari sistem
keluarga tidak jelas.
c. Proses dan Tahapan Konseling Keluarga
Tahapan konseling keluarga secara garis besar dikemukakan oleh Crane (1995:
231-232) yang mencoba menyusun tahapan konseling keluarga untuk mengatasi anak
berperilaku oposisi. Dalam mengatasi problem, Crane menggunakan pendekatan
behavioral yang memiliki tahapan sebagai berikut:
1) Orangtua membutuhkan untuk dididik dalam bentuk perilaku-perilaku alternatif.
Hal ini dapat dilakukan dengan kombinasi tugas-tugas membaca dan sesi
pengajaran.
2) Setelah orangtua membaca tentang prinsip yang telah dijelaskan materinya,
konselor menunjukkan kepada orangtua bagaimana cara mengimplementasikan
ide tersebut. Pertama kali mengajarkan kepada anak, sedangkan orangtua melihat
bagaimana hal itu dikerjakan.
Secara tipikal, orang tua akan membutuhkan contoh yang menunjukkan
bagaimana cara mengonfrontasikan anak-anak yang beroposisi. Sangat penting
menunjukkan kepada orangtua yang kesulitan dalam memahami dan menerapkan
cara yang tepat dalam memperlakukan anaknya.
3) Selanjutnya orangtua mencoba mengimplementasikan prinsip-prinsip yang telah
mereka pelajari menggunakan situasi sesi terapi.
4) Stelah terapis memberi contoh kepada orang tua cara menangani anak secara
tepat. Setelah mempelajari dalam situasi terapi, orangtua mencoba
menerapkannya di rumah. Saat dicoba di rumah, konselor dapat melakukan
kunjungan untuk mengamati kemajuan yang dicapai. Jika masih diperlukan
penjelasan lebih lanjut, terapis dapat memberi contoh lanjutan di rumah dan
diobservasi orangtua , selanjutnya orang tua mencoba sampai mereka merasa
dapat menangani kesulitannya mengatasi persoalan sehubungan dengan masalah
anaknya.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Pada masa remaja tejadi perubahan yang sangat cepat baik secra fisik, maupn
psikologis. Adapun ciri-ciri nya ialah Peningkatan emosional, perubahan ketertarikan,
perubahan fisik, perubahan nilai, dan bersikap ambivalen. Dan dalam masa
perkembangannya, remaja membutuhkan peran orang tua sebagai pemberi pengaruh yang
besar terhadap seluruh anggota keluarganya. Sebab terjadi interaksi yang paling
bermakna, mendasar, dan intim. Secara umum, masalah yang terjadi pada remaja dapat
diatasi dengan baik jika orang tuanya termasuk orang tua yang “cukup baik”. Untuk itu,
diupayakan konseling/ terapi keluarga sebagai usaha untuk membantu memecahkan
problem perilaku anak.
B. SARAN
Bahwa, menjadi orang tua sangat lah penting dalam mendidik anak serta memberi
perhatian penuh. Apalagi pada masa-masa remaja mereka sangat rentang tehadap
perilaku menyimpang. Bahwa dengan berada di lingkungan yang baik, maka
kemungkinan besar seorang anak dapat tumbuh dan berkembang pula dengan baik. Oleh
karena itu, orang tua hendaknya menyadari peranannya.
DAFTAR PUSTAKA
Singgih dan Yulia.(2011). Psikologi perkembangan anak dan remaja. Penerbit LIBRI: Jakarta