Anda di halaman 1dari 11

TEKNIK EMPTY CHAIR BERLANDASKAN SYARIAT UNTUK MENGATASI

MASALAH-MASALAH REMAJA

Dian Saufia Athari, Baiq Rohmatullah, Hulpiatun Husna

Abstrak

Tujuan dari artikel ini adalah untuk mencari solusi dari norma-norma yang ada
sehingga teknik kursi kosong (empty chair) bisa digunakan untuk mengentaskan
masalah dalam kerangka budaya bangsa Indonesia yang religius. Adapun konsep
yang ditawarkan dalam atikel ini adalah mengkolaborasikan teknik kursi kosong
dengan syariat islam beserta norma budaya yang ada di Indonesia. Metode
penelitian yang digunakan yaitu penelitian dan pengembangan. Teknik
pengumpulan data yang diguanakan adalah studi dokume. Sementar itu analisis
data yang digunakan adalah kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian ditemuka
konsep bahwa teknik kursi kosong tidak cocok digunakan untuk mengentaskan
masalah hubungn konseli dengn orangtua dan saudaranya. Dapat disimpulkan
bahwa teknik kursi kosong hanya boleh digunakan untuk mengentaskan masalah
dengan teman sebaya. Namun, banyak ditemukan dalam praktik konseling
dengan teknik kursi kosong ini melupakan norma budaya dan syariat islam.
Banyak dalil Al-Quran dan hadits memaparkan adab kepada orangtua dan
saudara. Menerapkan teknik kursi kosong dengan teman sebaya sebagai objek
juga ada tata caranya. Hasil penelitian ini merekomendasikan agar dilakukan uji
empirik untuk mengetahui efektifitasnya.

Kata kunci: empty chair, syariat, masalah remaja

PENDAHULUAN

Tuhan menurunkan syariat Islam ke bumi agar manusia bahagia (lihat QS. al-
Maidah [05]: 3). Untuk mencapai kebahagiaan, kehidupan di bumi selalu memberikan hal
baru, manusia perlu mampu mengambil pelajaran darinya; dan manusia dengan segala keku-
rangan yang dimilikinya sesungguhnya mampu ditutupi oleh kelebihan-kelebihannya. Se-
hingga dengan itu manusia senantiasa akan bahagia. Tetapi sangat sedikit manusia yang ber-
terima kasih kepada Tuhan (QS. as-Sajdah [32]: 9). Setiap makhluk hidup, khususnya

1
manusia pasti diberikan akal; tetapi ada yang mengikuti jalan lurus, dan tidak sedikit yang
melakukan keburukan (lihat QS.asy-Syams [91]: 8). Namun, Tuhan menghendaki agar ma-
nusia dengan akalnya dapat mengambil pembelajaran untuk menjalani kehidupannya. Hal ini
sesuai dengan firman Allah Swt. “Hanya orang-orang yang berakal saja yang dapat meng-
ambil pelajaran” (QS. ar-Ra’d [13]: 19). Akan tetapi sangat sedikit yang dapat mengambil
pelajaran.

Dalam kenyataan, manusia dalam menghadapi masalah, atau ujian serta cobaan,
sedikit sekali yang dapat melaluinya dengan kemampuan sendiri; karena manusia memang
diciptakan sebagai makhluk sosial. Mereka membutuhkan kehadiran ahli untuk membantu
mengatasi masalah mereka. Proses bantuan yang diberikan seseorang ahli kepada individu
yang bermasalahdikenal dengan layanan konseling atau psikoterapi (Nelson-Jones, 2011).
Dalam praktiknya, layanan tersebut memiliki bermacam-macam pendekatan, teori dan
berbagai teknik (Erford, 2017). Salah satunya adalah teknik kursi kosong (empty ehair).
Teknik ini berasal dari Pendekatan Konseling Gestalt yang dikembangkan oleh Fritz Perls
(Corey, 2010). Perls menggunakan teknik kursi kosong ini pertama kalinya untuk membantu
individu-individu dalam bermain peran yakni mengenai apa yang ingin mereka katakan
kepada, atau bagaimana mereka ingin bertindak terhadap orang lain (Erford, 2017, hlm. 117).

Corey (2013:134) menjelaskan bahwa teknik empty chair membantukonseli agar


bisa berhubungan dengan perasaan atau sisi dari dirinya sendiri yangdiingkarinya. Melalui
teknik empty chair ini konseli dapat mengalami secarapenuh dan mengekspresikan seluruh
perasaannya yang bertentangan antarakeinginan dan keharusan.Corey juga menyatakan
bahawa fokus utama dalam konseling Gestaltialah pemisahan dalam fungsi kepribadian.
Yang utama adalah pemisahan antara topdog dan underdog. Topdog adalah perasaan marah
bila sesuatu tidak sesuaidengan nilai dan norma, autoritarian, dan mengetahui yang terbaik.
Sedangkanunderdog manipulatif dengan menjadi defensif, berperan sebagai korban,
defensif,membela diri, tak berdaya, lemah dan tak berkekuasaan (Komalasari,dkk, 2014).

Selanjutnya menurut Corey (2010), terdapat konflik umum yang bisa digunakan
pada teknik permainan dialog (empty chair) ini antara lain: (1) sisi orang tua lawan sisi anak;
(2) sisi yang bertanggung jawab lawan sisi yang impulsif; (3) sisi yang puritan (merasa diri
salah) lawan sisi yang sexy; (4) ‘anak baik’ lawan ‘anak nakal’; (5) diri yang agresif lawan
diri yang pasif; (6) sisi yang otonom lawan sisi yang marah. Pada kutipan ini dapat dilihat
bahwa penggunaan teknik kursi kosong disini melibatkan banyak sisi sampai sisi yang sangat

2
sensitif seperti sisi orangtua lawan sisi anak (lihat butir pertama). Di dalam syariat Islam,
tidak diperbolehkan bagi seorang anak mengumbar aib orangtuanya kepada pihak lain. Pada
sebuah tayangan video di You tube digambarkan penerapan teknik tersebut, di mana ringkas-
annya dialog seperti ini. Dalam video ini menggambarkan seorang konseli yang sedang
bermasalah dengan ayahnya, kemudian ia mencoba mencurahkan semuanya pada konselor.
Konseli mengungkapkan bahwa ayahnya memaksa dia untuk kuliah dengan mengambil
jurusan kedokteran, tapi konseli sendiri ingin masuk jurusan psikologi. Dan mereka berdua
tetap pada pendirian masing-masing. Namun, selama ini konseli hanya diam ketika dimarahi
oleh ayahnya. Konselor memberikan teknik kursi kosong untuk dipraktikkan oleh konseli
guna membantu si konseli bisa mengungkapkan apa yang diinginkannya pada ayahnya.
Dalam video ini jelas sekali terjadi perdebatan antara konseli (sebagai seorang anak) dengan
ayahnya sendiri. Berikut percakapan singkatnya:

Ayah: “ ehh Rika, kamu kan mau kuliah. Kamu harus turuti apa kata ayah,
masuk jurusan kedokteran seperti anak-anak teman ayah yang sudah sukses.
Konseli: “aku gak mau jadi dokter, yah. Itu susah, aku mau jadi psikolog aja.”
Ayah : “gak bisa gitu, kamu harus ikuti kata ayah. Ayah yang bayar uang kuliah
kamu. Lagian jurusan psikologi mau kerja apa nanti.
Konseli : “kerja psikolog itu banyak, ayah. Seharusnya hanya itu apa yang aku
mau!”
Ayah : “kamu kok membantah ayah sih. Ayah yang membiayai kamu sampai
sekarang. Kalau kamu gakmau ikuti kata ayah, kamu keluar dari rumah.”
Konseli : “ Ayah kok tega sama anak sendiri. Seharusnya ayah senang dong anak
ayah punya gambaran masa depan. Kok jadi begini sih, ayah.” (Sumber: Nanda Dwi
Nafisa. (2017, Januari 05). Teknik Terapi Kursi Kosong Gestalt (Unversitas 17 Agus-
tus 1945 Surabaya). (Berkas video Diperoleh dari https://youtu.be/-BWZpBH_0ok

Dalam video tersebut dapat dilihat bagaimana si anak mengungkap aib keluarga
mereka. Mungkin dalam budaya Barat hal tersebut tidak mengapa, tetapi bagaimana dengan
budaya Timur yang religius? Menurut Rassool (2019) bahwa Islam tidak sependapat dengan
budaya Barat yang individualis, dan liberalis. Maka video tadi menunjukkan bahwa teknik
kursi kosong ini sangat tidak etis digunakan untuk mengentaskan masalah konseli terkait
dengan orang tua. Banyak ungkapan yang tidak semestinya dilontarkan konseli terhadap
orang tuanya. Namun, dalam video tersebut menunjukkan konseli yang bebas membantah

3
apapun yang disampaikan ayahnya. Tentu saja hal itu tidak sepantasnya diakukan oleh
seorang anak.

Bila disimak penggunaan teknik tersebut, teknik empty chair ini terlalu memberikan
penekanan pada emosi. Dalam praktiknya, konseli tidak dapat mengendalikan tangisnya atau
bahkan kemarahannya sehingga muncul masalah baru dalam diri konseli. Itu artinya dalam
memberikan layanan terhadap konseli, seorang konselor perlu memperhatikan norma,
budaya, serta adat yang berlaku. Tanpa hal tersebut, masalah yang dialami konseli akan terasa
sulit dientaskan. Terlebih lagi teknik empty chair melibatkan teori katarsis dalam prosesnya.
Dyastuti (2012, hlm. 34) mengemukakan bahwa katarsis di dalam teknik empty chair ini
merupakan sebuah bentuk pelepasan energi, maksudnya adalah jika seseorang merasa marah
dan ingin melampiaskannya maka tindakan yang dilakukan selanjutnya akan mengurangi
intensitas perasaannya. Katarsis ini juga dapat berupa penyampaian unek-unek atau meng-
ungka`pkan perasaan-perasaan yang selama ini terpendam dalam diri konseli. Hal ini sangat
berbahaya bagi perkembangan pribadi konseli.

Beberapa peneliti telah berupaya untuk memperbaiki penggunaan teknik tersebut.


Menurut Ratna (2013) kelebihan teknik kursi kosong antara lain konseli berperan aktif dalam
konseling sebagai top dog dan under dog, dapat memotivasi konseli untuk berubah menjadi
lebih baik dapat digunakan untuk membantu konseli yang mengalami konflik-konflik internal
yang hebat. Sementara kelemahannya antara lain tidak semua konseli mampu memerankan
menjadi orang lain, konseli sering kali tidak jujur terhadap perasaannya sendiri sehingga
menghambatdalam teknik ini, ketidaksiapan konseli untuk mengekspresikan sikap, perasaan,
dan pikirannya secaraterbuka, dan lemahnya konsentrasi, serta minimnya kemampuan
konselor yang berperan sebagai frustator.

Di samping itu, Ratnasari dan Solehuddin. (2016) berupaya mengkominasikan tek-


nik tersebut dengan reframing. Salah satunya cara penerapannya adalah konselor meminta
konseli mengungkapkan pengalaman yang paling menimbulkan perasaan sakit hati dan
kecewa dan selanjutnya konselor menumbuhkan kesadaran konseli tentang konsep “di sini
dan sekarang” (bagian empty chair). Kemudian konselor meminta konseli memerankan
persepsi negatif yang muncul dalam situasi masalah melalui permainan “kartu warna”
(bagian reframing). Nauli, Ratnasari dan Perma-tasari (2017) menerapkan kombinasi teknik
tersebut untuk konseling keluarga, dengan mendorong siswa untuk mengungkapkan

4
pengalaman negatifnya. Akan tetapi, sebagaimana dikemukakan di atas penerapan di
keluarga akan berpotensi menyimpang dari ajaran Agama.

Oleh karena itu, penggunaan teknik tersebut perlu hati-hati digunakan oleh konselor.
Sebagai konselor yang arif milenial, Ridwan (2019) mengatakan bahwa, pengembangkan
pribadi individu adalah perjalanan peningkatan iman dan takwa kepada Allah Swt. Adapun
prinsip dalam mengembangkan pribadi antara lain: (1) pengembangan pribadi haruslah dalam
rangka peningkatan keimanan dan ketakwaan pada Allah Swt. Karena makin bertakwa makin
berkualitas pribadi; (2) makin mulia akhlak makin berkualitas pribadi, dan makin baik dalam
menolong orang lain; (3) pengembangan pribadi tersebut fokus pada akal ke-hati, dengan
menekankan interaksi dinamis antara pontensi hati, diri, dan jiwa serta tubuh (fisik); (4)
peningkatan keimanan, ketakwaan, dan akhlak karimah merupakan sebuah perjalanan hidup
yakni yang dilakukan melalui tahapan-tahapan perjalanan ruhani; (5) sikap dan prilaku efek-
tif, perlu terus dibuktikan dalam kenyataan, melalui penelitian-penelitian.

Dengan demikian, artikel menghendaki penggunaan teknik empty chair dengan ber-
landaskan budaya bangsa yang religius. Oleh karena itu, artikel ini bertujuan untuk mencari
solusi berdasarkan norma, budaya, dan agama yang sesuai dalam pengggunaan empty chair
untuk mengentaskan masalah.

HASIL

Penerapan teknik tersebut seharusnya berlandaskan kepada etika, agar dalam peng-
gunaannya tidak memunculkan masalah yang lebih besar. Hasil studi ini adalah dengan
menegaskan kembali firman Allah Swt.

Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia
dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang diantara
keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu,
maka janganlah sekali-kali engkau mengatakan kepada keduanya perkataan
‘ah’ dan jangan lah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada
keduanya perkataan yang baik. Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya
dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah “Wahai Tuhanku! Sayangilah
keduanya sebagaimana mereka berdua telah menyayangiku waktu kecil”. (QS.
Al-Isra’ [17]: 23-24).

5
Ayat di atas menujukkan bahwa manusia tidak diperbolehkan berkata kasar atau
menyanggah perkataan orangtua. Itu artinya, harus mampu menghormati keduanya terlepas
dari segala kekurangan maupun kelebihan yang mereka miliki. Berikut disajikan hasil penelu-
suran larangan penggunaan teknik tersebut, dan rekomendasi yang dapat diberikan.

1. Larangan untuk teknik empty chair dalam masalah yang hubungan dengan orang tua
Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt; “Dan kami perintahkan kepada manusia
(berbuat baik) kepada dua orang ibu bapak; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan
lemah yang bertambah-tambah , dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-
Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu (terjemahan QS.
Luqman [31]: 14).
Ayat di atas memerintahkan setiap individu untuk berbuat baik kepada kedua
orangtuanya. Selanjutnya Nabi Muhammad Saw.juga bersabda bahwa, “Dari Abdullah bin
Amr bin al-‘Ash radhiallahu ‘anhuma, dari Nabi Saw. bersabda;
Termasuk dalam golongan dosa-dosa besar ialah jikalau seseorang itu mema-
ki-maki kedua orangtuanya sendiri.” Para sahabat bertanya; “Ya Rasulullah
adalah seseorang itu memaki-maki kedua orang tuanya sendiri .” Beliau
Saw.menjawab; “Ya, iaitu apabila seseorang memaki-maki ayah seseorang,
lalu orang yang dimaki-maki ayahnya itu lalu memaki ayahnya sendiri. Atau
se-seorang itu memaki-maki ibu orang lain, lalu orang yang dimaki-maki
ibunya ini, memaki-maki ibunya sendiri.” (Muttafaq alaih)

Dengan demikian, yang dilarang tidak hanya membawa masalah anak dengan orang
tuanya ke dalam konseling, tetapi juga membawa masalah orangtua lainnya. Bila hal tersebut
dilanggar maka akan menimbulkan masalah yang lebih besar dan meluas.

2. Larangan untuk teknik empty chair dalam hubungannya kepada saudara


Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt; “Sesungguhnya orang-orang mu’min ada-
lah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada
Allah supaya kamu mendapat rahmat” ( terjemahan QS Al-Hujurat [149]: 10). Dalam kaitan-
nya dengan firman Allah ini menunjukkan bahwa kesadaran akan diri sendiri terhadap orang
lain bahwa kita bersaudara, perselisihan faham yang dilakukan tidak akan membuat orang
tersebut menjadi lebih baik, bahkan akan terlihat buruk serta tidak akan mendapatkan kasih
sayang dari Sang Maha Pencipta.

6
Juga berdasarkan firman Allah Swt.
Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesung-
guhnya sebagian dari prasangka itu adalah dosa, dan janganlah kamu mencari-
cari kesalahan orang lain, dan janganlah kamu menggunjing sebagian yang
lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging dari saudaranya
yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya … (terjemahan
QS.al-Hujurat [49]: 12).

Dalam kenyataannya, teknik empty chair ini terlalu memberikan penekanan emosi.
Konseli tidak dapat mengendalikan tangisnya atau bahkan kemarahannya. Maka dalam
keadaan seperti itu konseli akan mengumpumpat-ngumpat, yang cenderung kepada pra-
sangka, atau melampiaskan kekesalannya dengan mencari-cari kesalahan orang lain. Itu
artinya dalam memberikan layanan terhadap konseli, seorang konselor perlu memperhatikan
norma, budaya, serta adat yang berlaku. Tanpa hal tersebut, masalah yang dialami konseli
akan terasa sulit dientaskan. (Hal ini berdasarkan hasil praktik perkualiahan tahun akademik
2019/2020).

3. Rekomendasi untuk teknik empty chair dalam hubungannya dengan teman


Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt yang menegaskan agar “nasehat menasehati
supaya menaati kebenaran dan nasehat-menasehati supaya menetapi kesabaran” (terj. QS
Al-‘Asr [103]: 3). Dalam hal ini teknik tersebut harus hati-hati dengan batasan-batasan
diantaranya dalam proses penggunaan teknik menghindari kalimat-kalimat saling memaki,
saling mencaci, dengan mengubahkan dalam bentuk saling memberi semangat, saling mena-
sehati sehingga akan terbangun tali persaudaran yang kuat tanpa harus saling mencaci.

PEMBAHASAN

Kecenderungan penggunaan teknik tersebut adalah sering digunakan untuk masalah


anak dengan keluarganya. Padahal seperti dikemukakan oleh Olson & De Frain(2003) bahwa
keluarga dapat dijadikan sebagai sesuatu untuk “saling komitmen”antara dua orang atau lebih
dalam rangka berbagi keintiman, sumber daya,pengambilan keputusan, tanggung jawab, dan
nilai. Oleh karena begitu pentingnyaikatan keluarga ini.Menurut Hamidah (2002) hampir
setiaporang tua mengharapkan anaknya menjadi anak yang baik sesuai dengan harapan
orangtua pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, taat dan patuh pada nilai-nilai
yangberlaku bagi masyarakat dan menjadi orang yang bermanfaat baik bagi

7
dirinya,keluarganya, dan lingkungannya.Whitaker (dalam Handayani, 2008) mengemukakan
bahwa yang adadalam hidup ini adalah kepingan keluarga, bukan individu. Dengan kata lain,
manusiasebagai individu tidak dapat dilepaskan dari keterikatannya dengan
keluarga,sehingga salah satu cara yang baik untuk memahami individu adalah
denganmemahami keluarganya. Menurut Baldwin & Hoffman(2002), keluarga yang kohesif
akanmemiliki anggota keluarga yangsaling berinteraksi satu sama lain danmembuat
keseimbangan yangmemungkinkan individu untuk bermasalah. Sarwono (2012)menyatakan
bahwa teknologi komunikasimenyebabkan masuknya norma dan nilaibaru dari luar dan
perkembangan dalam masyarakat sendiripun menyebabkan timbulnya dan normabaru yang
masuk pada diri remaja. Pada gilirannya, nilai dan norma baru tersebutmasuk ke dalam
lingkungan keluargasehingga timbullah berbagai macamkonflik dan kesenjangan dalam
keluarga.
Teknik kursi kosong bertujuan untuk mengatasi konflik interpersonal danintra-
personal (Thomson, et.al dalam Komalasari, et.al., 2014:318). Empty chairdigunakan untuk
mengeksplorasi dan memperkuat konflik antara topdog danunderdog di dalam diri klien.
Topdog atau underdog ini merupakan sebuah kiasanuntuk menggambarkan konflik internal
dalam diri konseli antara introyeksi danperlawanan terhadap introyeksi tersebut. Topdog
menggambarkan “apa yangwajib atau seharusnya dilakukan” sedangkan underdog meng-
gambarkanpenolakan dan pemberontakan terhadap introyeksi tersebut (Joyce & Sill
dalamSafaria 2005:115-116). Namun penggunaan teknik tersebut perlu disesuaikan dengan
etika dalam hubungan dengan sesama, terlebih-lebih dengan orangtua.
Pada dalil di atas telah dikemukakan bahwa teknik tersebut dihindari penggunaannya
untuk masalah dalam hubungan orangtua. Terhadap orangtua bahkan seorang anak harus
mencium kakinya. Ridwan (2019) dengan mengutip al-Ghazali mengungkapkan hadis Nabi
Muhammad Saw. sepertii ni. Di riwayatkan olehath-Thabrani disebutkan bahwa seseorang
datang kepada Nabi Saw., llau berkata, “Ya Rasulullah, saya ingin berjihad dijalan Allah,”/
Beliau berkata, “ Masih hidupkah ibumu?”/ Ia menjawab, “Ya masih.”/ Beliau bersabda,
“Ciumlah kakinya. Di situlah surga.”/ Demikian pula Ibnu Majah meriwayatkan bahwa
seseorang bertanya kepada Nabi Saw., “Ya Rasulullah, apa hak orang tua dari anaknya?’/
Beliau menjawab, “Mereka itu adalah surgamu dan nerakamu.” (Kapan orang tua menjadi
surge dan kapan menjadi nerakamu.”/
Kemudian Ibnu Majah, an-Nasai dan al-Hakim meriwayatkan bahwa seseorang
datang kepada Nabi Saw., dan bertanya, “Ya Rasulullah, saya ingin berjihad. Saya datang ke
sini untuk meminta nasihat Anda.”/“Apakah engkau masih mempunyai ibu?”/ “Ya, masih.”/
8
“Rawatlah ia, karena surga ada di bawah telapak kakinya.”/ Imam Buchari dan Imam
Muslim meriwayatkan bahwa seseorang sahabatnya bertanya, “Ya Rasulullah, siapakah yang
paling berhak untuk diperlakukan dengan baik?”/ “Ibumu.”/“Kemudian siapa?”/ “Ibumu.”/
“Kemudian siapa lagi?”/ “Ibumu.”/ “Kemudian siapa?”/ “Bapakmu.”/ At-Thirmizi, Ibnu
Hibban dalam Shahihnya dan al-Hakim meriwayatkan hadis Nabi Muhammad Saw., bahwa
seseorang laki-laki datang kepaad beliau Saw., ia berkata, “Saya telah berbuat dosa sangat
besar, bisakah saya bertaubat?”/ “Masih ngkau mempunyai ibu?” Tanya Nabi saw./
“Tidak.”/ “Apakah engkau punya bibik?”/ “Ya./“Berbuat baiklah kepadanya,” jawab Nabi
Muhammad Saw.
Oleh karena itu, dalam hubungan dengan orang disarankan agar patuh pada ayah dan
ibu, berkata lemah lembut, bersifat benas, memelihara amanah mereka, berlaku adil, kasih
sayang kepada mereka, malu kepada mereka, dan menepati janji (M. Yatimin 2006:halaman).
Akhirnya, dengan adanya etika dan akhlak dalam berhubungan dengan orangtua, maka
konselor tidak disarankan untuk menggunakan teknik tersebut untuk konseli dalam masalah
mereka yang berhubungan dengan orangtua, saudara. Penggunaan teknik tersebut untuk
teman perlu digu-nakan dengan hati-hati. Bila masalah konseli menyangkut keluarga, maka
disarankan meng-gunakan konseling dengan teknik-teknik yang bersifat Islami.

PENUTUP

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa dalam menggunakan teknik kursi
kosong (empty chair) untuk keluarga dalam kaitannya dengan syari’at Islam tidaklah sejalan
atau tidak dibenarkan. Karena di dalam proses penggunaan teknik kursi kosong (empty chair)
sangat menghendaki untuk membuka prilaku yang sebenarnya dari orang orang tua khusus-
nya. Didalam syari’at Islam tidak diperkenankan bahkan sampai untuk perannya memaki-
maki orang tua, seperti dalam hadis Dari Abdullah bin Amr bin al-‘Ash radhiallahu ‘anhuma
dari Nabi SAW, bersabda; “Dosa-dosa besar itu ialah menyekutukan kepada Allah, berani
kepada kedua orang tua, membunuh seseorang tidak sesuai dengan haknya-serta bersumpah
secara palsu (HR. Bukhari, dalam Kitab Riyadatu Sholihin, hal 41)

REFERENSI

Abdullah, M. Yatimin. (2006). Studi Etika. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada

Al-Qur’anul Karim Mushaf Al-Qur’an Kementerian Agama Republik Indonesia. (2017)

9
Arif Khalilu Rahman. (2019). Kefektifitan Pendekatan Konseling Gestal dengan Teknik
Empty Chair untuk Meningkatkan Kepercayaan Diri Siwa di Kelas VII MTs NU
Ungaran. Skripsi dipubliaksikan. Semarang: Program Pascasarjana Universitas Negeri
Semarang.

Burju Ruth Nauli, Devi Ratnasari, Rezky Permaatsari. (2017). Meningkatkan Kohesivitas
Keluarga Pada Siwa Remaja Menggunakan Kombinasi Strategi Empty Chair dan
Reframing. Jurnal Konselor. Volume 6, Nomor 3. hal. 83-90.

Corey, Gerald. 2010. Teori Dan Praktek Konseling Dan Psikoterapi. Bandung: PT. Refika
Aditama.

Devi Ratnasari, M. Solehuddin. (2016). Meningkatkan Kekohesifan Keluarga Siwa dengan


Kombinasi Strategi Empty Chair dan Reframing. Jurnal Ilmu Pendidikan dan
Pengajaran. Volume 3. Nomor 2. hal. 162-174.

Eny Kusumawati. (2019). Teknik empty chair untuk mengurangi ketidakmampuan menjaga
hubungan pertemanan dalam antisocial personality disorder pada mahasiswa.
Prosiding SNBK. Volume 3, Nomor 1. hal. 49-55.

Nanda Dwi Nafisa. (2017, Januari 05). Teknik Terapi Kursi Kosong Gestalt (Unversitas 17
Agus-tus 1945 Surabaya). (Berkas video Diperoleh dari https://youtu.be/-
BWZpBH_0ok

Nelson, Richard. 2011. Teori dan Praktik Konseling dan Terapi. Edisi keempat. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.

Nurbaity, Fitri Yana Wanti, Siti Rahmah, Windi Sushanti.(2018). The Development of Empty
Chair Techniques Module for Teachers to Improve Students Self-Dialogue. Vol 12.
Nomor 14. hal. 284-291.

Rassool, G.Hossen. (2019). Konseling Islami. Sebuah Pengantar ke Teori dan Praktik.
Penerjemah Anwar Sutoyo. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Ridwan. (2018). Konseling dan Terapi Qur’ani. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Ridwan. (2019). Konseling Kasus. Bandung: Alfatbeta

10
Susanti Dyastuti. (2012). Mengatasi Perilaku Agresif Pelaku Bullying Melalui Pendekatan
Gestalt Teknik Kursi Kosong. Indonesian Journal of Guidance and Counseling.
Volume 1. Nomor 1. hal. 31-35.

T. Erford, Bradley. 2015. 40 Teknik yang Harus Diketahui Setiap Konselor. Yogyakart:
Pustaka Belajar.

Tri Lestari, Elni Yakub, Zulfan Saam. (2019). Pengaruh Teknik Kursi Kosong Terhadap
Peningkatan Komunikasi Asertif Siswa SMPN 34 Pekanbaru. JOM FKIP-UR,
Volume 6, Edisi 2, hal. 1-13.

11

Anda mungkin juga menyukai