Anda di halaman 1dari 5

Altruistik : Jurnal Konseling dan Psikologi Pendidikan

https://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/altruistik
Vol. x No. x (Juni / Desember 202x), xx-xx
DOI : https://doi.org/

Received : | Accepted : | Published :

Kurangnya Seks Education Menyebabkan Tingginya Angka Pelecehan Dan Kekerasan Seksual Dan Terjadinya
Penyimpangan Seksual.

Nafa Dwi Apriliani.


1 2
Affiliations 1, Country , Affiliations 2, Country

nafadwiapriliani@gmail.com

Abstract

Ditulis dalam bahasa Inggris; ringkas dan faktual dan mampu berdiri sendiri sebagai unit informasi; menjelaskan poin-poin utama dari penelitian, termasuk latar belakang, tujuan dan fokus
penelitian, metode yang digunakan, temuan atau hasil dan kesimpulan dari artikel lengkap. Tetap jelaskan hubungan yang logis (atau transisi) antara informasi yang disertakan. Akhiri dengan
kalimat terakhir yang mencakup apa yang paling Anda inginkan agar pembaca dapat berpikir dan menganalisis ketika mereka mulai membaca artikel. Ketik dengan satu spasi dan panjang artikel
antara 150-250 kata. Jika mungkin, hindari yang tidak mengandung informasi yang tidak termasuk dalam kertas, nama dagang, akronim, singkatan, atau simbol. (Arial Narrow 10pt).
Keywords: Ditulis dalam bahasa Inggris. Memilih kata kunci yang tepat adalah penting, karena ini digunakan untuk keperluan pengindeksan. Harap pilih maksimum 5 kata untuk memungkinkan
naskah Anda lebih mudah diidentifikasi dan dikutip, serta pisahkan menggunakan titik koma ( ; ).

Abstrak

Tuliskan abstrak dalam Bahasa Indonesia maksimum 250 kata. Walaupun artikel bahasa Inggris, tetap untuk melampirkan abstrak B. Indonesia.

Kata Kunci: Ditulis dalam bahasa Indonesia. Memilih kata kunci yang tepat adalah penting, karena ini digunakan untuk keperluan pengindeksan. Harap pilih maksimum 5 kata untuk

memungkinkan naskah Anda lebih mudah diidentifikasi dan dikutip, serta pisahkan menggunakan titik koma ( ; ).

This is an open access article distributed under the Creative Commons Attribution License, which permits unrestricted use, distribution, and reproduction in any medium, provided the original work is properly cited. ©2021 by author.

PENDAHULUAN

Seks education pada saat sekarang ini seharusnya bukan hal yang tabu lagi,namun di masyarakat masih banyak yang beranggapan bahwa membahas tentang seks adalah

sesuatu yang mengarah kepada hal yang menjijikan.Menurut Sarwono (2004), pandangan sebagian besar masyarakat yang menganggap seksualitas merupakan suatu hal

yang alamiah, yang nantinya akan diketahui dengan sendirinya setelah menikah sehingga suatu hal tabu untuk dibicarakan secara terbuka nampaknya secara perlahan–

lahan harus diubah. Bahkan para orang tua yang seharusnya menjadi tempat belajar pertama anak kadang merasa risih jika harus memberikan pelajaran tentang seks,ada

rasa malu,risih,segan yang ada pada orang tua jika membahas tentang seks education tersebut.

Seks education merupakan proses mengubah sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan

pelatiha (KBBI, 2001). Seks education adalah salah satu hal yang sangat penting bagi remaja karena hal ini bertujuan untuk membuat suatu sikap emosional yang sehat

terhadap masalah seksual dan membimbing remaja ke arah hidup sehat dan bertanggung jawab terhadap kehidupan seksual nya.

Di era teknologi yang sudah canggih pada saat sekarang ini membuat akses para remaja akan hal-hal yang berbau dewasa sangat mudah, hampir semua remaja memakai

smartphone yang dimana akses untuk melihat yang nama nya menonton Vidio porno itu akan semakin mudah,setelah mereka melihat hal-hal yang berbau dewasa itu

1
maka akan timbul rasa penasaran ingin mencoba hal tersebut, mereka akan mulai melakukan hal seperti berciuman, seks bebas, bahkan sampai pelecehan seksual atau

kekerasan seksual.

Pelecehan seksual pada saat ini banyak terjadi dimana-mana, banyak korban-korban yang kebanyakan terjadi kepada anak-anak, remaja perempuan, bahkan sampai

kepada anak laki-laki. Pelecehan bukan hanya tentang kontak fisik namun bisa juga terjadi secara nonfisik seperti menunjuk alat kelamin pelaku pada anak, memaksa anak

memperlihatkan alat kelamin nya, menunjukan gambar yang berbau seksual, selain itu berupa perkataan, dan lain-lain, namun yang menjadi fokus hanyalah pelecehan

kontak fisik yang di anggap sebagai kasus berat. Banyak yang hanya memfokuskan pelecehan hanya pada korban kontak fisik saja, seharusnya yang non fisik juga bisa di

tangani atau di berikan hukuman.

Fenomena pelecehan seksual ini seperti gunung es yang tampak kecil dari luar, namun fakta nya tersembunyi besar di dalam nya. Banyak korban-korbam yang merupakan

orang terdekat mereka. Salah satu dampak ketika seseorang mengalami pelecehan seksual atau kejahatan seksual cenderung dia akan melakukannya kemudian hari,

seperti contoh nya saja kejahatan seksual pedopilia.

Pada saat sekarang ini perempuan sedang menjadi objek pengebirian dan pelecehan hak-hak nya. Perempuan sedang tidak berdaya menghadapi kebiadaban individual,

kultural, dan strukturan yang di benarkan. Banyak perempuan-perempuan di luar sana yang menjadi korban pelecehan seksual dan kekerasan seksual yang dimana bukan

hanya terjadi pada perempuan dewasa tapi juga sampai pada perempuan-perempuan yang masih di bawah umur. Pelecehan seksual dan kekerasan seksual sudah begitu

kompleks, meresahkan serta mencemaskan masyarakat.

Kurangnya seks education sangat berdampak kepada pelecehan seksual. Oleh karena itu, dua hal tersebut saling berkaitan. Hasil penelitian dari leinteberg & Gibson

(Utami 2016) mengungkapkan bahwa pendidikan seks dalam sekolah terbukti mampu menurunkan resiko terjadi nya kekerasan seksual pada anak dan tidak

mengakibatkan kelainan perilaku seksual pada masa dewasa anak tersebut. Erlinda (2014) mengungkapkan anak perlu di bekali pengetahuan seks supaya anak mengerti

dan memahami peran dan jenis kelamin, setiap perubahan fisik, serta memperkuat rasa percaya diri dan tanggung jawab terhadap diri nya. Memberi seks education pada

anak harus di bicarakan melalui tahapa-tahapan sesuai usia mereka, topik yang di pilih pun harus makin mendetail ketika mereka bertambah usia, sesuai dengan

kemampuan berfikir dan perkembangan emosi si anak.

Dari latar belakang di atas tujuan dari penelitian ini adalah memaparkan seberapa penting seks education baik dari orang tua atau guru-guru di sekolah, bagaimana proses

seks education itu. Hubungan antara seks education dengan pelecehan dan kekerasan seksual. Penelitian ini akan menjelaskan penting nya seks education untuk

mengurangi angka pelecehan dan kekerasan seksual yang masih banyak pada saat sekarang ini.

METODE

Study ini menggunakan penelitian literature rivew atau biasa di sebut kajian pustaka. Penelitian dengan study literature adalah sebuah

penelitian yang persiapannya sama dengan penelitian lain nya akan tetapi sumber dan metode pengumpulan data dengan mengambil data di

pustaka, membaca, mencatat, dan mengelola bahan penelitian (Melfionora, 2019).

HASIL TEMUAN

Bagian hasil berisi temuan penelitian yang diperoleh dari data penelitian secara deskriptif dan terkait dengan hipotesis.

PEMBAHASAN
Masih banyak masyarakat kita yang belum memahami apa itu seks education, penyebab ketidakpahaman mengenai seks education ini dikarenakan anggapan bahwa seks

education merupakan hal yang tabu sehingga menjauh kan informasi seks education di kalangan remaja (D.T. Pakasi, eta. 2013). Masyarakat perlu mengubah pola pikir

yang pada umum nya menganggap seks education adalah hal yang tabu menjadi hal yang penting untuk di pahami karena seks education merupakan pendidikan yang

wajib dan perlu di sampaikan pada kalangan remaja (D. A. Triningtyas. 2017).

Keluarga mempunyai peran yang sangat penting dan bertanggung jawab guna memberikan edukasi mengenai sex. Pengetahuan mengenai sex education dapat optimal

jika terjalin komunikasi yang efektif dan berkualitas dalam keluarga. Komunikasi antara anak dan keluarga bersifat efektif dan berkualitas bila anak dan orang tua mampu

saling memahami dan mempercayai satu sama lain sehingga anak mampu terbuka serta kebutuhan biologis dan psikologis dalam hal ini terkait dengan sex education

terpenuhi (M. S. Pratiwi, 2014). Selain hal tersebut keluarga juga bisa disebut komunitas pertama dan utama karena dalam segala aktivitas manusia dimulai dari lingkup

keluarga termasuk memberi pendidikan mengenai sex , pendidikan mengenai sex bisa dimulai dari pembicaraan antara anak dan orang, dalam keluarga, orang tua

sebagai pendidik, memberi informasi, melindungi, mengawasi dan juga sebagai teman dalam berbagi cerita mengenai sex (S.A Rasyidah, 2018).

2
Sex education merupakan usaha preventif guna menghindari sex bebas hingga merusak kesehatan reproduksi dan ketidaksiapan mental dalam menjalani hari-harinya

sebagai orang tua. Berdasarkan hal tersebut setiap jenjang SMP, SMA, dan SMK mendapatkan pendidikan awal mengenai sex baik perkembangan dan perubahan biologis

pada dirinya (N. I. M. Nasriyani et al, 2017). Pada pendidikan sekolah menengah maupun atas terdapat kurikulum yang mempelajari sex education yang mempelajari

organ-organ reproduksi dan kesehatannya (S. Ulinuha et al, 2017). Padahal sex education tidak hanya mempelajari tentang organ reproduksi dan kesehatannya saja

melainkan terdapat banyak hal yang meliputi sex education yaitu bahaya sex pranikah, dampak yang ditimbulkan sex bebas, dan lain-lain.

Pemberian pendidikan seks yang tepat dapat merubah pengetahuan remaja yang semula menganggap bahwa berpacaran dan mengakses situs pornografi merupakan hal

yang biasa sekarang menjadi mengerti bahwa hal-hal tersebut merupakan sebuah perilaku yang kurang baik.Untuk mempertahankan hal tersebut diperlukan upaya

peningkatan pengetahuan secara berkesinambungan menerus dengan berbagai cara pendidikan seks, pelatihan ataupun kegiatan lain yang melibatkan remaja dengan

dukungan kepala sekolah, guru, orang tua dan kader kesehatan di daerah setempat.(Umah & Saputro, 2016)

Pendidikan seks dapat mengubah perilaku seseorang mengetahui stimulus atau objek pencegahan penyimpangan perilaku seksual, kemudian mengadakan penilaian atau

pendapat terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya ia akan melaksanakan atau mempraktekkan apa yang diketahui atau disikapinya (dinilai baik) melalui proses

awareness, interest, evaluation, trial, dan adaption. Perubahan perilaku atau mengadopsi perilaku barumengikuti tahap tahap yang telah disebutkan diatas, yakni melalui

proses perubahan pengetahuan kemudian sikap dan tindakan. Hal ini dapat dibuktikan dari hasil penelitian bahwa terjadi peningkatan pengetahuan, sikap, dan tindakan

sebelum dan sesudah diberikan pendidikan seks, yang berarti bila pendidikan kesehatan seks dilakukan secara berkesinambungan maka perilaku (pengetahuan, sikap, dan

tindakan) responden dapat ditingkatkan lebih baik lagi dan penyimpangan seksual pada remaja tidak terjadi lagi.(Umah & Saputro, 2016)

Selain kepada remaja seks education juga penting di tanamkan sejak dini. Psikoedukasi seks atau pendidikan seks sendiri merupakan upaya transfer informasi tentang

perbedaan jenis kelamin dan pelecehan seksual. Psikoedukasi dilakukan untuk meningkatan pengetahuan anak, hal tersebut dapat terjadi karena beberapa faktor yaitu

banyaknya informasi yang diberikan akan meningkatkan pengetahuan, dalam penelitian tersebut psikoedukasi seks yang didalamnya terdapat materi seperti perbedaan

jenis kelamin dan pelecehan seksual yang disampaikan dengan bahasa sederhana dan contoh yang kongkret atau menggunakan alat peraga, sehingga anak dengan

mudah dalam menerima informasi yang diberikan.(Sulistiyowati et al., 2018)

Faktor lingkungan seperti tidak pernah mendapatkan materi atau pembelajaran tentang seks dan pelecehan seksual baik dirumah maupun disekolah karena dianggap

suatu hal yang tabu sehingga tidak jarang menggunakan istilah yang berbeda dengan nama yang sebenarnya, namun rasa ingin tahu yang tinggi pada anak membuat

subyek penelitian antusias dalam mengikuti psikoedukasi tersebut hal tersebut menjadi salah satu faktor meningkatnya pengetahuan pelecehan seksual pada anak

prasekolah setelah diberikan psikoedukasi.(Sulistiyowati et al., 2018)

Pentingnya psikoedukasi seks diberikan sejak dini terutama pada anak usia prasekolah karena dalam perkembangan psikoseksual menurut Freud (dalam Boeree, 2008)

usia prasekolah berada pada tahap phallus dimana pada tahap tersebut anak mendapatkan kepuasan libidonya dengan memanipulasi alat kelaminnya, namun ketika

orang tua melarang maka akan timbul perasaan bersalah, hal tersebut dapat menghambat perkembangan psikoseksual anak selanjutnya. Freud mengungkapkan pada

tahap perkembangan ini anak harus diberikan pendidikan seksual yang benar, karena jika tidak, maka akan menjadi awal terjadinya penyimpangan seksual dikemudian

hari.(Sulistiyowati et al., 2018)

Anak dapat diberikan pengetahuan seks sejak anak bertanya tentang perbedaan alat kelamin pada laki-laki dan perempuan, oleh karena itu pengetahuan dasar yang perlu

diberikan sejak dini ialah dengan melatih anak mengenalan anatomi tubuh laki-laki dan perempuan terutama tentang alat kelamin, cara bergaul dengan lawan jenis, cara

mencegah anak dari pelecehan seksual selanjutnya yaitu dengan mengajari anak untuk melarang orang lain menyentuh, meraba, atau lainnya pada alat kelamin anak.

(Sulistiyowati et al., 2018)

Beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk mencegah terjadinyakekerasan seksual pada anak:(1)Tanamkan rasa malu sejak dini dan ajarkan si kecil untuk tidak

membuka baju ditempat terbuka, juga tidak buang air kecil selain di kamar mandi; (2) Berikan pakaian pada anak yang terlalu terbuka, karena bisa menjadi rangsangan

bagi tindakan pelecehan seksual; (3) Jaga si kecil dari tayangan pornografi baik film atau iklan; (4) Ketahui dengan siapa anak menghabiskan waktu dan temani saat ia

bermain bersama teman-temannya. Jika tidak memungkinkan maka sering-seringlah memantau kondisi mereka secara berkala; (5) Jangan membiarkan anak

menghabiskan waktu di tempat-tempat terpencil dengan orang dewasa lain atau anak laki-laki yang lebih tua; (6)Jika menggunakan pengasuh, ketahuilah latar belakang

pengasuh tersebutpilihlah oenga yang anda kenal dengan baik atau jika anda belum kenal denganbaik rencanakan untuk mengunjungi pengasuh anak anda tanpa

pemberitahuan terlebih dahulu; (7) Beritahu anak agar jangan berbicara,menerima pemberian dan diajak orang asing; (8) Dukung anak jika ia menolak dipeluk atau

dicium seseorang (walaupun masih keluarga), anda bisa menjelaskan kepada orang bersangkutan bahwa si kecil sedang tidak mood. Dengan begitu anak anda belajar

bahwa ia berwewenang atas tubuhnya sendiri; (9) Dengarkan ketika anak berusaha memberitahu anda sesuatu, terutama ketika iaterlihat sulit untuk menyampaikan hal

tersebut; (10) Berikan anak waktu cukup sehingga anak tidak akan mencari-cari perhatian dari orang dewasa lain.(Karomah, 2018)

3
Untuk anak yang lebih besar:(1) Ajarkan penggunaan internet yang aman dengan memberikan batasan waktubaginya dalam menggunakan internet, selalu awasi situs-

situs yang ia buka. Jelaskan juga bahwa tidak semua orang yang ia kenal di internet sebaik yang ia kira, jadi ia tak boleh sembarangan memberi informasi atau bercerita

kepada mereka; (2) Minta anak untuk segera memberitahu Anda jika ada yang mengirimkan pesan atau gambar yang membuat anak tak nyaman; (3) Awasi juga

penggunaan gadget seperti seperti ponsel atau smartphone jangan sampai anak terekspos dengan hal berbau porno melalui alat-alat tersebutmeskipun tidak disengaja

karena bisa berdampak pada perkembangan seksual anak.(Karomah, 2018)

Simpulan.

Psikoedukasi dilakukan untuk meningkatan pengetahuan anak, hal tersebut dapat terjadi karena beberapa faktor yaitu banyaknya informasi

yang diberikan akan meningkatkan pengetahuan, dalam penelitian tersebut psikoedukasi seks yang didalamnya terdapat materi seperti

perbedaan jenis kelamin dan pelecehan seksual yang disampaikan dengan bahasa sederhana dan contoh yang kongkret atau menggunakan

alat peraga, sehingga anak dengan mudah dalam menerima informasi yang diberikan.

Faktor lingkungan seperti tidak pernah mendapatkan materi atau pembelajaran tentang seks dan pelecehan seksual baik dirumah maupun

disekolah karena dianggap suatu hal yang tabu sehingga tidak jarang menggunakan istilah yang berbeda dengan nama yang sebenarnya,

namun rasa ingin tahu yang tinggi pada anak membuat subyek penelitian antusias dalam mengikuti psikoedukasi tersebut hal tersebut

menjadi salah satu faktor meningkatnya pengetahuan pelecehan seksual pada anak prasekolah setelah diberikan psikoedukasi.

Anak dapat diberikan pengetahuan seks sejak anak bertanya tentang perbedaan alat kelamin pada laki-laki dan perempuan, oleh karena itu

pengetahuan dasar yang perlu diberikan sejak dini ialah dengan melatih anak mengenalan anatomi tubuh laki-laki dan perempuan terutama

tentang alat kelamin, cara bergaul dengan lawan jenis, cara mencegah anak dari pelecehan seksual selanjutnya yaitu dengan mengajari anak

untuk melarang orang lain menyentuh, meraba, atau lainnya pada alat kelamin anak.

UCAPAN TERIMA KASIH

DAFTAR PUSTAKA

Erlinda. (2014). Stop Child Abuse : Upaya Peningkatan Perlindungan Anak dari Bahaya

Kekerasan, Pelecehan, dan Eksploitasi. Diakses pada tanggal 08 Mei 2017 di

https://web.kominfo.go.id
Karomah, W. (2018). Mencegah Pelecehan Seksual Pada Anak Dengan Pendidikan Kesehatan Reproduksi dan Seksualitas Sejak Dini. ALAMTARA: Jurnal

Komunikasi Dan Penyiaran Islam, 2(Vol 2 No 1 (2018): Alamtara: Jurnal Komunikasi dan Penyiaran Islam), 44–50.

http://ejournal.iai-tabah.ac.id/index.php/alamtaraok/article/view/233

Nasriyani, N. I. M., Nawangsih, U. H. E., & Kes, M. (2017). Pengaruh Pendidikan Seks Terhadap Pengetahuan Tentang Organ Reproduksi Pada Remaja

Disabilitas (Tunadaksa) Di Smp Dan Sma Slb Negeri 1 Bantul Yogyakarta (Doctoral dissertation, Universitas' Aisyiyah Yogyakarta).

Pakasi, D. T., & Kartikawati, R. (2013). Antara kebutuhan dan tabu: pendidikan seksualitas dan kesehatan reproduksi bagi remaja di SMA. Jurnal Makara

Seri Kesehatan, 17(2), 79-87.

Pratiwi, M. S. (2014). Keterbukaan Komunikasi Interpersonal Antara Remaja Dengan Orang Tua Mengenai Pendidikan Seks (Studi pada Remaja dan Orang

Tua di Perumahan Batumas Pandaan) (Doctoral dissertation, University of Muhammadiyah Malang).

Rasyidah, S. A. (2018). Pendidikan Seks dalam Keluarga (studi Komunikasi Interpersonal Orang Tua dan Remaja dalam Mencegah Perilaku Seks Pra Nikah

di Kecamatan Darul Makmur Kabupaten Nagan Raya. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial & Ilmu Politik, 3(1).

Sarwono, S. W. (2004). Psikologi Remaja-Ed. Rev., Cet, 8.

Sulistiyowati, A., Matulessy, A., & Pratikto, H. (2018). Psikoedukasi Seks untuk Mencegah Pelecehan Seksual pada Anak Prasekolah. Jurnal Ilmiah Psikologi

Terapan, 6(1), 17. https://doi.org/10.22219/jipt.v6i1.5171

4
Triningtyas, D. A., & Muhayati, S. (2017, November). Introduction To Sex Education Through Premarital Counseling. In Prosiding Seminar Nasional Hasil

Penelitian LPPM Universitas PGRI Madiun (pp. 87-89).

Ulinuha, S., & Herfanda, E. (2017). Pengaruh Penyuluhan Sex Education Terhadap Pengetahuan Tentang Seks Bebas Pada Siswa Kelas Vii Smp 1 Sedayu

(Doctoral dissertation, Universitas' Aisyiyah Yogyakarta).

Umah, K., & Saputro, T. (2016). Pendidikan seks terhadap pencegahan perilaku penyimpangan seksual pada remaja (. Journal of Ners Community, 07, 71–76.

Utami, D. R. R. B. (2016). Peningkatan Efikasi Guru Mengajarkan Pencegahan Kekerasan Seksual pada Anak Usia Prasekolah Digugus Wijaya Kusuma.

Jurnal INFOKES, 6(2), 26-31.

Anda mungkin juga menyukai