Anda di halaman 1dari 5

NURUL AIFAH

7319201015
“PENERAPAN SELF HEALING DALAM KONSELING INDIVIDU UNTUK
MENGURANGI DAMPAK BULLYING DI SEKOLAH”
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Sekolah merupakan salah satu institusi yang menjadi ujung tombak keberhasilan
atau kegagalan pencapaian tujuan pendidikan nasional. Pendidikan bertujuan untuk
mengembangkan potensi peserta didik sehingga menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga
negara yang bertanggungjawab (UU No. 20 tahun 2003: Pasal 3). Untuk bisa
mewujudkan itu, tentunya banyak factor yang mempengaruhi kelancaran pelaksanaan
program pendidikan di sekolah. Apalagi sekolah sebagai wadah yang menampung
beragam peserta didik dari berbagai latar belakang berbeda, hal ini memungkinkan
mereka membawa berbagai permasalahan ke sekolah yang akan mengganggu kegiatan
belajarnya.
Sekolah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kepribadian dan
pembentukan konsep diri anak. Telah diakui dari berbagai pihak tentang peranan
sekolah bagaimana sekolah ikut membina anak tentang kecerdasan, sikap, minat dan
sebagainya. Sekolah juga merupakan tempat individu untuk mendapatkan pengalaman
bersosialisasi dengan lingkungan dan berkembang dengan teman sebayanya agar ia dapat
tumbuh serta menjadi pribadi yang matang baik secara mental, emosional dan sosial.
Di sekolah remaja juga diharapkan dapat mempelajari proses pengembangan nilai
yang membentuk karakter/ watak sehingga ia menjadi pribadi dewasa, mandiri, dan dapat
mengontrol emosinya dengan baik. Masa remaja juga mulai memahami keadaan dirinya
sendiri. anak diharapkan dapat mengatasi tantangan dan masalah dengan baik yang
berhubungan dengan fisik, emosi, moral maupun bahasa. Dan pada tahapan ini,
diharapkan ia memiliki kemampuan untuk mengatur dan mengelola emosinya dengan
baik agar dapat terpenuhi kebutuhan pada perkembangan pribadinya (Purwanti, 2008:
14).
Selama berabad-abad kekerasan telah menjadi ciri yang biasa dari kehidupan
sekolah, dengan penyebabnya yang terkandung dalam konteks sosial, kultural, historis,
dari periode itu. Namun, di pertengahan abad dua puluh, kekerasan terhadap anak telah
dianggap sebagai pelanggaran hak-hak dasar mereka; terutama hak keselamatan fisik dan
keamanan psikologis serta kesejahteraannya (Cowie & Jennifer, 2009). Menurut data
KPAI 87,6 persen anak mengaku pernah mengalami kekerasan di lingkungan sekolah
dalam berbagai bentuk. Dari angka 87,6 persen tersebut, sebanyak 29,9 persen kekerasan
dilakukan oleh guru, 42,1 persen dilakukan oleh teman sekelas, dan 28,0 persen
dilakukan oleh teman lain kelas (Prima, 2012).
Masalah yang sering diberitakan di media massa seperti tauran antar pelajar, guru
memukul peserta didik, senior menindas junior, pelecehan seksual, senior menghukum
junior dengan push up dan masih banyak lagi yang lainnya. Semuanya itu termasuk
dalam kategori tindakan bullying.Bullying merupakan sebuah situasi di mana terjadinya
penyalahgunaan kekuasaan/kekuatan yang dilakukan oleh seseorang/kelompok (Yayasan
Semai Jiwa Insani, 2008). Menurut Beane (2008:2) “The term bullying describes wide
range of behaviors that can have an impact on a person's property, body, feelings,
relationships, reputation and social status”. Istilah bullying menggambarkan berbagai
perilaku yang dapat berdampak pada kepemilikan seseorang, fisik, perasaan, hubungan,
reputasi dan status sosial. Korban bullying biasanya tidak memiliki daya atau kekuatan
untuk membela atau mempertahankan dirinya karena lemah secara fisik atau mental, hal
ini akan memicu terjadinya stres karena rasa takut yang luar biasa.
Kasus bullying yang dimuat di detik.com hanya sebagian kecil yang sudah
terungkap, karena masih banyak kejadian bullying terjadi di sekolah-sekolah yang belum
terungkap atau muncul ke publik. Kasus bullying yang banyak terungkap adalah bullying
yang bersifat fisik, sebab dampaknya bisa langsung terlihat sedangkan yang bersifat
psikis dan verbal sulit untuk dilacak atau dilihat dampaknya secara nyata. Hal ini
ditunjang dengan penelitian yang dilakukan oleh Dorothy Espelage, mengungkapkan
bahwa fenomena bullying telah menggejala secara umum pada siswa. Perilaku bullying
dilakukan antar sesama mereka da nada juga yang ikut-ikutan. Artinya, mereka dipaksa
oleh temannya karena takut untuk melawan kehendak kelompok gengnya. Selanjutnya
sebuah penelitian yang dilakukan oleh Tonja Nasel dkk, terungkap bahwa sebanyak 17%
siswa menjadi korban bullying dan 19% mengaku menjadi pelaku bullying terhadap
temannya, kemudian 6% yang melaporkan menjadi pelaku sekaligus korban bullying (Ida
Novianti, 2008:2).
Selanjutnya, penelitian Casas et al. (2013) menunjukkan bahwa empati
merupakan hal yang memengaruhi bullying. Individu yang peduli terhadap keadaan
korban, mengenali perasaan korban, dan memahami dampak yang terjadi akibat perilaku
kekerasan, akan mengurangi kecenderungan terhadap tindakan kekerasan. Demikian,
empati merupakan hal yang terlibatkan pada interaksi dan fenomena sosial. Di sisi lain,
perkembangan teknologi mempermudah komunikasi dan interaksi. Walaupun komunikasi
terjalin pada platform daring, empati tetap berperan dalam interaksi di ranah media sosial.
Individu dengan tingkat empati yang rendah terlihat mudah melakukan kekerasan dan
penghinaan pada platform media sosial. Bullying yang terjadi pada komunikasi secara
daring merupakan cyberbullying, sedangkan bullying yang terjadi secara luring disebut
traditional bullying (Casas et al, 2013).
Lebih lanjut, terkait fenomena cyberbullying, penelitian yang dilakukan oleh
Kwan dan Skoric (2013) terkait bullying pada platform sosial media Facebook bahwa
bullying yang dilakukan secara luring berimplikasi pada intensitas bullying daring (Kwan
& Skoric, 2013). Latar belakang penelitian mengacu pada kualitas performa akademik
yang diakibatkan oleh pengalaman menjadi korban bullying. Tidak hanya kualitas
akademik, pengalaman korban bullying memengaruhi trauma emosional hingga bunuh
diri (Kwan & Skoric, 2013). Sejalan dengan berkembangnya teknologi, media dalam
menjalin interaksi sosial merambah pada wadah daring. Hubungan interaksi yang terjalin
dalam secara luring (face to face) tertransformasikan pada wadah interaksi daring (dalam
hal ini Facebook).
Perbedaan antara traditional bullying dan cyberbullying adalah pada proses
interaksi. Traditional bullying terjadi ketika pelaku dan korban berhadap muka,
sedangkan cyberbullying terjadi ketika mereka tidak berhadapan. Penelitian Kowalski
dan Limber (2013) mengungkapkan bahwa cyberbullying menggunakan internet sebagai
media interaksi sosial dan komunikasi. Di sisi lain, banyak aplikasi yang tersedia melalui
internet, sehingga hal itu juga berimplikasi terhadap efek adiksi terhadap internet.
Walaupun penggunaan internet yang berlebihan mempengaruhi intensitas interaksi sosial,
namun ketidakmampuan dalam kontrol diri dalam berinteraksi pada media sosial tetap
berpeluang untuk melakukan tindakan bullying.
Jika tindakan bullying ini terus dibiarkan, maka besar kemungkinan tujuan
pendidikan yang tertera di Undang-Undang Republik Indonesia akan sangat sulit dicapai,
untuk itu dibutuhkan kerja sama dari berbagai pihak untuk memberantas atau mencegah
tindakan bullying seperti pemerintah, masyarakat, pihak sekolah, orangtua, dan siswa.
Salah satu pihak sekolah yang sangat berperan dalam mencegah dan mengentaskan
tindakan bullying yaitu guru BK/Konselor. Guru BK/Konselor mempunyai peran penting
dalam menanggulangi atau mencegah tindakan bullying di sekolah. Oleh sebab itu, guru
BK perlu menangani secara komprehensif dan sistematis untuk mencegah dan
mengentaskan tindakan bullying di sekolah.
Oleh karenanya, setiap individu sangat penting untuk bisa mengelola emosi secara
baik karena kemarahan dan emosi bukanlah sesuatu yang bisa dihilangkan sepenuhnya
(Pilania dkk., 2015). Lebih rumit pula dalam mengelola amarah daripada menahan atau
membiarkannya mengingat sifat amarah yang mudah naik dan turun; atau moody
mengikuti alur situasi yang berkembang di sekitar (te Brinke dkk., 2021). Oleh
karenanya, diperlukan banyak metode untuk bisa mengendalikan emosi secara efektif.
Self-healing merupakan salah satu metode yang cukup mendapatkan perhatian
karena dianggap bisa membantu seseorang untuk mengendalikan emosi dan amarah
(Chan dkk., 2013; Crane & Ward, 2016). Self-healing secara harfiah mengandung makna
penyembuhan diri, karena kata healing sendiri diartikan sebagai “a process of cure”:
suatu proses pengobatan/penyembuhan. Self-healing dimaksudkan sebagai suatu proses
pengobatan atau penyembuhan yang dilakukan sendiri melalui proses keyakinannya
sendiri dan juga didukung oleh lingkungan dan faktor eksternal penunjang (Crane &
Ward, 2016). Self-healing sangat berkaitan dengan keyakinan karena konteks self atau
diri menjadi elemen yang penting dalam memotivasi kepercayaan diri seseorang. Selain
itu, self-healing juga berkaitan dengan komunikasi intrapersonal karena adanya proses
dialog internal yang terjadi di dalam ruang self itu sendiri. Self sendiri dapat dibatasi
sebagai “individu known to individual” yang di dalamnya memuat sejumlah komponen
dan proses yang dapat diidentifikasi seperti kognisi, persepsi, memori, rasa/hasrat,
motivasi, kesadaran, dan hati nurani (Beck dkk., 2002).
Terakhir, penelitian Waasdorp, Catherine, dan Bradshaw (2015) menunjukkan
bahwa traditional bullying bisa memengaruhi cyberbullying. Kekerasan secara verbal dan
fisik yang terjadi ketika bertemu langsung dan tatap muka bisa terjadi dalam kondisi
kekerasan secara verbal di media sosial. Sebaliknya, kekerasan yang terjadi pada media
sosial bisa berimplikasi pada kekerasan dan penghinaan ketika berhadapan secara
langsung.
Mengacu pada penjelasan di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi
beberapa hal terkait dampak bullying, serta cara penyembuhanya dengan menerapkan
metode self healing.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu Self healing?
2. Apa itu Bullying?
3. Bagaimana dampak bullying bagi kesehatan mental?
4. Factor-faktor apa yang meyebabkan terjadinya bullying?
5. Bagaimana mengatasi dampak bullying dengan menggunakan metode self healing?

C. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umum
1) Untuk mengetahui apa itu Self healing
2) Untuk mengetahui apa itu Bullying
2. Tujuan Khusus
1) Untuk mengetahui bagaimana dampak bullying bagi kesehatan mental
2) Untuk mengetahui factor-faktor penyebab terjadinya bullying
3) Untuk mengetahui bagaimana cara mengatasi dampak bullying dengan
menggunakan metode self healing.

Anda mungkin juga menyukai