Anda di halaman 1dari 442

ARTIKEL TELAAH

KEKERASAN PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR TERHADAP


PERKEMBANGAN KESEHATAN MENTAL

Oleh:
Anisa Cholish Sa’adah B7 PGSD

ABSTRAK

Sa’adah, Anisa Cholish. Pengaruh Kekerasan Pada Anak Usia Sekolah Dasar
Terhadap Perkembangan Kesehatan Mental. Arikel Telaah. Malang:
Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang 2018.

Kasus kekerasan terhadap anak semakin meningkat di lingkungan


masyarakat. Kekerasan dapat bersifat turun-temurun atau sudah menjadi budaya.
Definisi kekerasan pada anak dan penelantaran adalah tindakan atau kegagalan
memenuhi tindakan sebagai orang tua yang berujung pada kematian, luka fisik
yang serius atau kerugian emosional, kekerasan seksual atau eksploitasi, atau yang
memiliki potensi meninggalkan kerugian yang serius. Kesehatan mental dapat
dikatakan sebagai sebuah kondisi dimana individu terbebas dari segala bentuk
gejala-gejala gangguan mental. Individu yang sehat secara mental dapat berfungsi
secara normal dalam menjalankan hidupnya.

Kata Kunci: Kekerasan , anak usia sekolah dasar, kesehatan mental

PENDAHULUAN

Anak merupakan makhluk yang membutuhkan perhatian, kasih saying dan


tempat bagi perkembangannya. Selain itu, anak juga merupakan pribadi yang
masih bersih dan peka terhadap rangsangan-rangsangan yang berasal dari
lingkungan. Anak juga merupakan bagian dari keluarga, dan keluarga
memberikan kesempatan bagi anak untuk belajar tingkah laku yang penting untuk
perkembangan yang cukup baik dalam kehidupan bersama.
Anak sebagai generasi penerus bangsa, selayaknya mendapatkan hak-hak dan
kebutuhan-kebutuhan secara memadai. Sebaliknya, mereka bukanlah objek
(sasaran) tindakan kesewenang-wenangan dan perlakuan yang tidak manusiawi
dari siapapun atau pihak manapun.
Selain keluarga, sekolah juga berperan penting terhadap perkembangan anak.
Lingkungan sekolah merupakan tempat bagi anak untuk berinteraksi dengan
teman sebayanya, juga gurunya, sehingga sekolah dapat menumbuhkan kegiatan
belajar pada dirinya.
Sekolah seharusnya dijadikan sebagai sarana untuk belajar dan mencari ilmu
untuk anak, akan tetapi dicemari dengan tindakan-tindakan yang tidak
sepantasnya dilakukan dalam dunia pendidikan. Banyak anak yang mengalami
kekerasan di sekolah, baik di jenjang rendah seperti sekolah dasar sampai
perguruan tinggipun tak luput dari kasus kekerasan.
Kekerasan dapat diartikan sebagai suatu tindakan yang dilakukan oleh
individu atau kelompok kepada individu lain yang dianggap lebih lemah yang
dapat mengakibatkan gangguan fisik ataupun mental. Yang dimaksud dengan
anak disini adalah individu yang mencapai usia 18 tahun.
Kekerasan terhadap anak dapat berupa peristiwa perlakuan fisik, mental,
ataupun yang sejenisnya. Perilaku kekerasan mengandung resiko fisik, psikologis
dan sosial.
Dari penjelasan di atas, kekerasan pada anak tidak hanya kekerasan fisik saja,
akan tetapi ada kekerasan yang tidak tampak seprti kekerasan psikis. Kekerasan
psikis bisa dikategorikan kekerasan verbal yang tidak memberikan bekas yang
nampak jelas bagi orang lain.
Apapun bentuk kekerasannya tentu akan menghancurkan pribadi seorang
anak. Anak yang tumbuh dengan penuh kekerasan akan membuat hatinya tumpul
dari rasa kemanusiaan. Anak yang biasa diperlakukan kasar akan bersikap kasar
juga terhadap yang lain.
Ada banyak kasus kekerasan pada anak, di Indonesia, hal ini menunjukkan
kesimpulan bahwa rendahnya pemahaman pada yang bersangkutan, padahal telah
tertera dalam Undang-Undang No. 23 tahun 2001 mengenai perlindungan anak
pasal 4 disebutkan bahwa “Setiap anak berhak untuk hidup, tumbuh, berkembang,
dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan,
serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.
Pada saat usia Sekolah dasar anak akan mendapatkan beragam masalah karena
ia baru saja mengenal dunia yang baru, yaitu dunia sekolah. Anak akan
berinteraksi dengan lebih banyak orang yang bisa memberi pengaruh padanya.
Banyak orang tua yang menuntut berlebih prestasi anak dengan mengancam dan
sebagainya yang dapat merusak perkembangan anak. Karena dengan pengekangan
dan pembatasan tingkah laku yang sedemikian rupa pada anak akan
mengakibatkan gangguan pada kesehatan mental anak.

HASIL TELAAH
Kekerasan Pada Anak
Kekerasan dapat terjadi dikehidupan sehari hari, di keluarga, masyarakat
maupun sekolah (Utami, Tri Lestari. 2013)
Dalam sebuah survey dari Tamsil Muis, dkk (2011) mengemukakan
bahwa kekerasan atau agresi, umumnya didefinisikan dengan menekankan pada
bentuk dan tujuan dari perilaku tersebut. Berkowitz (1995:4) dalam Tamsil Muis,
dkk (2011) mendefinisikan agresi sebagai bentuk perilaku yang dimaksudkan
untuk menyakiti seseorang baik secara fisik maupun mental. Selain itu Steinmetz
dalam Kashani dkk., (1991:218) (dari Tamsil Muis, dkk (2011)) juga menyatakan
bahwa agresi adalah tindakan yang menggunakan kekuatan fisik dan verbal untuk
mencapai suatu tujuan tertentu melalui konflik. Tingkah laku agresi ini pada
dasarnya merupakan tingkah laku yang bertujuan untuk melukai, menyakiti atau
merugikan orang lain (Baron & Graziano, 1991:312 dalam Tamsil Muis, dkk
2011)). Baron (1996:347) dalam Tamsil Muis, dkk (2011) menambahkan bahwa
agresi adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau
mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku
tersebut.
Kekerasan sebagai salah bentuk agresi, memiliki definisi yang beragam.
Meski setiap orang sering mendengar dan memahaminya. Abuse adalah kata yang
biasa diterjemahkan menjadi “kekerasan”, “penganiayaan”, “penyiksaan”, atau
‘perlakuan salah”. Dengan demikian, kekerasan adalah perilaku tidak layak yang
mengakibatkan kerugian atau bahaya secara fisik, psikologis, atau finansial, baik
yang dialami individu atau kelompok (Huraeroh, 2006).
Menurut Terry E. Lawson mengklasifikasikan kekerasan terhadap anak
(child abuse) menjadi empat bentuk, yaitu emotional abuse, verbal abuse,
physical abuse, dan sexual abuse. Sexual abuse adalah setiap perbuatan yang
berupa pemaksaan hubungan seksual, pemaksaan hubungan seksual dengan cara
tidak wajar dan atau tidak disukai, pemaksaan hubungan seksual dengan orang
lain untuk tujuan komersil dan atau tujuan tertentu (Allen, Timmer, & Urquiza,
2016 dalam Permatasari Elok, dkk. 2017).
Beberapa asumsi bisa diajukan untuk menjelaskan fenomena kekerasan
yang terjadi di dalam dunia pendidikan. Pertama, kekerasan dalam pendidikan
bisa muncul sebagai akibat adanya pelanggaran yang disertai dengan hukuman,
terutama fisik. Ada pihak yang melanggar dan ada pihak yang memberi sanksi.
Bila sanksi melebihi batas atau tidak sesuai dengan kondisi pelanggaran, maka
terjadilah tindak kekerasan. Aksi kekerasan susulan bisa terjadi bila antara pelaku
dan korban terjadi aksi saling balas-dendam. Tawuran antar-pelajar atau antar-
mahasiswa merupakan contoh kekerasan ini. Kedua, kekerasan dalam pendidikan
bisa diakibatkan oleh buruknya sistem dan kebijakan pendidikan yang berlaku.
Muatan kurikulum, yang hanya mengandalkan kemampuan aspek kognitif dan
mengabaikan aspek afektif, menyebabkan berkurangnya proses humanisasi dalam
pendidikan. Ketiga, kekerasan dalam pendidikan mungkin pula dipengaruhi oleh
lingkungan masyarakat dan tayangan media massa. Penelitian-penelitian yang
telah ada menunjukkan bahwa kecenderungan media massa dalam memberitakan
aksi kekerasan dapat mempengaruhi perilaku pemirsanya. Keempat, kekerasan
bisa jadi menunjukkan refleksi dan perkembangan kehidupan masyarakat yang
mengalami pergeseran cepat, sehingga akan menimbulkan sikap instant solution
atau biasa disebut jalan pintas. Kelima, kekerasan mungkin pula dipengaruhi oleh
latar belakang sosial dan ekonomi pelaku. (Tamsil Muis, dkk dalam Jurnal
Bentuk, Penyebab, dan Dampak dari Tindak Kekerasan Guru Terhadap Siswa
dalam Interaksi Belajar Mengajar dari Perspektif Siswa di SMPN Kota Surabaya.
2011).
Kekerasan memiliki dampak terhadap anak baik sekarang ataupun ketika
anak sudah masuk usia dewasa. Dampak kekerasan pada anak akan berpengaruh
terhadap fisik, mental dan seksual seperti memar, lecet, luka bakar, patah tulang,
kerusakan organ, robekan selaput dara, keracunan, gangguan susunan syaraf
pusat, gangguan emosi atau perubahan perilaku, kecacatan, Kehamilan Tidak
Diinginkan atau bisa disingkat KTD, Infeksi Menular Seksual atau biasa disebut
IMS, dan yang lain sebagainya. (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Pedoman Rujukan Kasus Kekerasan Pada Anak Bagi Petugas Kesehatan. Jakarta:
Kementrian Kesehatan RI; 2007. 35).
Sebagian besar anak pernah mengalami kekerasan di rumah dan
lingkungannya. Hal ini berhubungan dengan karakteristik dari siswa/i, salah
satunya adalah jenis kelamin. Kekerasan terbanyak terjadi pada laki-laki sekitar
54.1%. (Dewi Surti Nurussofa, dkk. 2017).
Kekerasan yang banyak terjadi di lingkungan sekolah salah satunya adalah
bullying. Bullying merupakan perilaku agresif yang dilakukan oleh seseorang
atau kelompok terhadap orang-orang atau kelompok lain yang dilakukan secara
berulang-ulang dengan cara menyakiti secara fisik maupun mental (Prasetyo,
2011 dalam Sufriani, 2017).
Bullying yang terjadi di sekolah memiliki 3 karakteristik yang terintegrasi
yaitu: 1) tindakan yang sengaja dilakukan pelaku dengan tujuan untuk menyakiti
korban, 2) tindakan yang dilakukan tidak seimbang sehingga menimbulkan rasa
tertekan pada korban, dan 3) tindakan yang dilakukan secara berulangulang
(Astuti, 2008 dalam Sufriani, 2017).
Anak sebagai korban bullying akan mengalami gangguan psikologis dan
fisik, lebih sering mengalami kesepian, dan mengalami kesulitan dalam
mendapatkan teman, sedangkan anak sebagai pelaku bullying cenderung memiliki
nilai yang rendah (Dwipayanti & Komang, 2014).
Menurut penelitian Duke University yang diterbitkan 12 Mei 2014 dalam
Proceedings of the National Academy of Sciences dampak bullying yang terjadi di
masa usia anak-anak dapat berbekas seumur hidup, baik bagi korban maupun
pelaku bullying itu sendiri, begitu pula pada kaum dewasa muda yang
menunjukkan dampak jangka panjang akibat tindakan bullying. Namun,
pelaku bullying didapatkan lebih sehat dibandingkan dengan korban bullying
(Liputan6, 2014).
Tindakan bullying dapat dibagi menjadi tiga kategori, yaitu bullying fisik,
bullying verbal, dan yang terakhir bullying mental atau psikologis (Nusantara,
2008). Bullying fisik terjadi ketika seseorang secara fisik dirugikan melalui
tindakan, bullying verbal adalah bullying yang dilakukan dengan mengancam,
melakukan panggilan bernada seksual, dan menyebarkan desas desus palsu atau
jahat, bullying mental/psikologi adalah tindakan yang dilakukan dengan
mengabaikan orang lain, mengisolasi dan membuat siswa lain tidak menyukai
seseorang.
Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan anak melakukan tindakan
bullying yaitu: faktor individu (biologis dan temperamen), faktor keluarga, teman
sebaya, sekolah dan media. Penelitian membuktikan bahwa gabungan faktor
individu, sosial, resiko lingkungan, perlindungan berinteraksi dalam menentukan
etiologi tindakan bullying (Verlinden, Hersen dan Thomas 2000. Dalam Sufriani,
2017).
Maghfirah dan Rachmawati (2009) dalam studinya tentang hubungan
antara iklim sekolah dengan kecenderungan perilaku bullying, menyatakan bahwa
terdapat hubungan negatif yang signifikan antara iklim sekolah dengan tindakan
bullying (P-value = 0,000 (p < α)), nilai korelasi (r) = -0,459. Hal ini
menunjukkan makin positif iklim sekolah maka akan makin rendah tindakan
bullying di sekolah. Sekolah merupakan lingkungan yang sering terjadinya
bullying pada siswa, seperti ruang kelas, halaman sekolah, kantin, kamar
kecil/toilet, jalan menuju sekolah dan lingkungan lainnya disekitar sekolah.
Dunia pendidikan seharusnya menjadi wadah dimana siswa dan seluruh
komunitas yang terdapat didalamnya mendapatkan pendidikan merasa nyaman,
aman, dan tentram secara fisik dan psikis. Bentuk kekerasan apapun itu baik yang
dilakukan oleh siswa, guru, maupun pengurus sekolah menjadi ancaman bagi rasa
aman dan menggangu proses pembelajaran. Dengan perilaku kekerasan yang
semakin meluas dimana-mana, membuat kasus tersebut kadang sulit untuk
terdeteksi dan terungkap. Terkadang pelaku menggunakan cara untuk menutupi
tindak kejahatan yang dilakukannya dengan mengancam korban ataupun pelaku
tidak segan–segan untuk melakukan kekerasan fisik kepada korban ataupun saksi
yang melihat atau mengetahuinya, agar perbuatan mereka tidak tercium maupun
terdeteksi oleh pihak luar. Dan penting setiap orang memahami tingkah laku yang
merupakan perilaku kekerasan (Pudji susilowati, 2008 dalam Utami Tri Lestari,
2013).
Kekerasan pada anak dapat berpengaruh pada kelainan psikis yang bisa
terjadi pada anak. Yang dimaksud kelainan psikis disini adalah kemampuan
bepikir (kecerdasan) seorang anak. Setiap anak tidak dapat dipungkiri memiliki
taraf kecerdasan (IQ) yang berbeda-beda (Dalyono M, 2005)
Kekerasan pada anak di dalam rumah tangga sering terjadi, antara lain
kekerasan yang melibatkan pihak ayah, ibu dan saudara yang lainnya. Selain itu,
kekerasan juga dapat timbul karena tekanan pada ekonomi karena
ketidakmampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan anggota keluarganya.
Sebagai orang tua, pendidikan yang utama dan pertama memegang peranan yang
paling penting, agar anak tidak terpengaruh pada lingkungan yang tidak baik yang
dapat memicu anak tersebut untuk melakukan tindakan kekerasan. Seperti yang
sampaikan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, model-model video game
kekerasan itu yang harus menjadi perhatian orang tua. Ada berbagai kemungkinan
penyebab kecenderungan terjadinya kekerasan pada anak. Pendidikan formal
orang tua yang cenderung rendah merupakan salah satu faktor yang dapat memicu
terjadinya kekerasan yang dialami anak. Di samping itu, kurangnya pengetahuan
dan wawasan yang berhubungan dengan pengasuhan, pertumbuhan, dan
perkembangan anak juga menyebabkan orang tua sering memperlakukan anak
secara salah. Harapan orang tua yang terlalu tinggi tanpa mengenal keterbatasan
anak dan pandangan orang tua bahwa anak adalah hak milik orang tua atau
merupakan aset ekonomi menyebabkan orang tua tidak mengetahui kebutuhan dan
kemampuan anak, sehingga orang tua selalu memaksakan kehendaknya terhadap
anak (Maryam, Siti. 2017).
Keluarga berpengaruh besar terhadap pola perkembangan anak, karena
keluarga merupakan tempat pertama dan tempat dimana anak lebih banyak
menghabiskan waktu di lingkungan keluarga. Cara didik yang diterapkan oleh
orang tua juga sangat berpengaruh terhadap sikap anak. Pola asuh yang cenderung
memanjakan juga membentuk sikap anak yang sudah terbiasa dengan apa yang
dia inginkan terpenuhi dan dengan pola kehidupan yang demikian si anak tidak
belajar untuk mengendalikan emosi dan tidak belajar untuk mengelola dirinya.
Dan pola orang tua yang emosianal akan membentuk persepktif pada anak bahwa
si anak kurang dikehendaki akan menimbulkan dampak psikologi pada anak
(Pudji susilowati, 2008 dalam Utami Tri Lestari, 2013).
Anak Indonesia pada usia 6-12 tahun paling sering mengalami kekerasan
seksual (33%) dan emosional (28,8%), dibandingkan dengan kekerasan yang
bersifat fisik (24,1%). Ruang kekerasan terhadap anak sebagian besar terjadi di
rumah (129 kasus), selanjutnya di jalanan (79 kasus), sekolah (10 kasus), lembaga
keagamaan (2 kasus), sektor perekonomian (21 kasus). Kekerasan seksual juga
terjadi tidak hanya di rumah (48,7%), tapi juga di tempat umum (6,1%), sekolah
(4,1%), tempat kerja (3,0%), lain-lain (0,4%) (Sochib, 2005).
Tindak kekerasan terhadap anak memang kerap terjadi. Lebih parah lagi
pelaku tindak kekerasan tersebut berasal dari keluarga korban sendiri, seperti
orang tua atau guru di sekolah. Rendahnya pendidikan dan perhatian orang tua
serta minimnya pengetahuan cara mendidik anak yang benar, akan berdampak
terhadap perilaku orang tua dalam memberikan pengasuhan kepada anak
(Maryam, Siti. 2017).
Kekerasan pada anak memiliki dampak yang sangat besar bagi
pertumbuhan dan perkembangannya. Dampak yang dapat terjadi secara langsung
adalah komplikasi yang serius seperti patah tulang, luka bakar, dan cacat menetap
dan bahkan dapat mengalami kematian. Dampak lain yang dapat terjadi adalah
kerusakan menetap susunan saraf dan dapat mengalami gangguan jiwa. Anak akan
lebih mudah mengalami gangguan mental seperti, gangguan kecemasan, depresi,
borderline personality dan gangguan mental lainnya. Anak korban kekerasan akan
mengalami gangguan perkembangan, IQ yang rendah, dan kemampuan kognitif
yang rendah (Radja D Rebeka. 2016).
Secara lebih terperinci, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui
Permendikbud No 82 Tahun 2014 tentang Pencegahan dan Penanggulangan
Tindak Kekerasan di Lingkungan Pendidikan, menjelaskan bentuk-bentuk
perbuatan yang termasuk kategori tindak kekerasan di lingkungan pendidikan,
yaitu:
1. Pelecehan, yaitu tindakan kekerasan secara fisik, psikis atau daring;
2. Perundungam yaitu tindakan mengganggu, mengusik terus-menerus, atau
menyusahkan;
3. Penganiayaan, yaitu tindakan yang sewenang-wenang seperti penyiksaan
dan penindasan;
4. Perkelahian, yaitu tindakan disertai adu kata-kata atau adu tenaga;
5. Perpeloncongan, yaitu tindakan pengenalan dan penghayatan situasi
lingkungan baru dengan mengendapkan (mengikis) tata pikiran yang
dimiliki sebelumnya;
6. Pemerasan, merupakan tindakan, perihal, cara, perbuatan memeras;
7. Pencabulan, merupakan tindakan, proses, cara, perbuatan keji dan kotor,
tidak senonoh, melanggar kesopanan dan kesusilaan;
8. Pemerkosaan, merupakan tindakan, proses, perbuatan, cara menundukan
dengan kekerasan, memaksa dengan kekerasan, dan/atau menggagahi
(Setiani Riris Eka, 2016)

Perkembangan Kesehatan Mental


Frank, L.K (dalam Notosoedirdjo & Latipun, 2002) mengatakan bahwa
kesehatan mental merupakan orang yang terus menerus tumbuh, berkembang, dan
matang dalam hidupnya, menerima tanggung jawab, menemukan penyesuaian
dalam berpartisipasi dan memelihara aturan sosial dan tindakan dalam budayanya.
Di sisi lain, Rogers mengenalkan konsep fully functioning person sebagai bentuk
kondisi mental yang sehat (Schultz dalam Notosoedirdjo & Latipun, 2002). Ada 5
indikasi utama dari fully functioning person, yaitu terbuka terhadap pengalaman,
ada kehidupan pada dirinya, kepercayaan kepada organismenya, kebebasan
berpengalaman, dan kreativitas. Sementara itu, Maslow dan Mittlemenn (dalam
Notosoedirdjo & Latipun, 2002) mengatakan bahwa kondisi yang sehat secara
psikologis merupakan suatu keadaan apabila individu sudah mencapai pemenuhan
kebutuhannya yang paling tinggi—secara hirarkis dalam teori Hierarki Kebutuhan
Manusia, yaitu self-actualization.
Kesehatan mental adalah suatu keadaan kejiwaan atau keadaan psikologis
yang menunjukan kemampuan seseorang untuk mengadakan penyesuaian diri atau
pemecahan masalah terhadap masalah-masalah yang ada dalam diri sendiri
(internal) dan masalah-masalah yang ada di lingkungan luar dirinya (eksternal).
Kesehatan mental mengacu pada cara berfikir, berperasaan dan bertindak individu
yang efisien dan efektif dalam menghadapi tantangan hidup dan stres hidup
(Hanurawan Fattah, 2012).
Kesehatan mental merupakan komponen mendasar dari definisi kesehatan.
Kesehatan mental yang baik memungkinkan orang untuk menyadari potensi
mereka, mengatasi tekanan kehidupan yang normal, bekerja secara produktif, dan
berkontribusi pada komunitas mereka (WHO, 2013)
Dalam pada itu, kesehatan mental memiliki sasaran utama dalam
aplikasinya, yaitu masyarakat (yang terbentuk dari individu-individu). Dilihat dari
aspek kesehatannya, masyarakat yang menjadi sasaran dalam kesehatan mental ini
dapat diklasifikasikan menjadi beberapa tingkatan sebagai berikut:
1. Masyarakat umum, masyarakat yang sehat dan tidak berada dalam
resiko sakit.
2. Masyarakat dalam kelompok resiko sakit, yaitu masyarakat yang
berada dalam situasi atau lingkungan yang kemungkinan mengalami
gangguan relatif tinggi.
3. Kelompok masyarakat yang mengalami gangguan, yaitu kelompok
masyarakat yang sedang terganggu kesehatan mentalnya.
4. Kelompok masyarakat yang mengalami kecacatan atau hendaya, agar
mereka dapat berfungsi secara normal dalam masyarakat
(Notosoedirdjo & Latipun, 2002).\
Beberapa data menunjukkan bahwa sebagian besar masalah kesehatan
mental pada masa dewasa telah dimulai sejak masa remaja yang 50%nya pada
usia 14 tahun (Knopf, Park, & Mulye 2008 dalam Karyani U, 2015)
Di antara gangguan mental yang banyak ditemukan pada anak dan remaja,
diperkirakan jumlah terbanyaknya adalah kecemasan, depresi, dan gangguan
perilaku (conduct disorder). Kecemasan merupakan gangguan yang umum terjadi
(31,9%), setelah itu diikuti gangguan perilaku (19,1%), gangguan mood sebesar
14,3% (Merikanges, dkk 2010 dalam Karyani U, 2015).
Secara umum perkembangan mental anak tidak berkaitan dengan postur
tubuh anak. Namun demikian, berkaitan dengan aspek perkembangan kemampuan
motorik dan kemandirian. Anak mempunyai postur tubuh normal cenderung lebih
aktif (Pearson, p=0,002) dan percaya diri (Pearson, p=0,004). Tampaknya
informasi ini dapat mendukung efek pengasuhan psikologi pada perkembangan
anak (Basuki, dkk 2013)
Di Indonesia belum ada data secara nasional mengenai epidemiologi
gangguan pada anak dan remaja. Ditengarai salah satu gangguan yang banyak
dialami oleh para remaja di Indonesia adalah gangguan perilaku atau biasa disebut
conduct disorder. Survei yang telah dilakukan menyebut bahwa prevalensi
conduct disorder remaja di Jakarta 26,1% yang implikasinya terdapat pada
banyaknya masalah tawuran remaja di Jakarta (Dewi, dkk 2015)
Seseorang yang dapat menjalani tugas hidupnya dengan lancar, tanpa
kesulitan-kesulitan psikis, ia dikatakan mempunyai mental yang sehat. Orang
yang tidak memiliki keluhan-keluhan psikis dikatakan orang yang sehat
mentalnya. Proses kesehatan mental itu mulai dari lahir sampai orang meninggal
dunia. Kesehatan mental menunjukkan cara-cara menuju mental sehat, dan mental
sehat sebagai hasilnya. Kesehatan mental adalah suatu cara untuk mencapai
membuat orang menyadari terhadap mental sehat (Prawira Purwa Atmaja, 2013).
Kesehatan mental yang baik dalam diri seseorang menunjukan pada
bekerjanya fungsi-fungsi mental dalam diri seseorang secara optimum. bekerjanya
fungsi-fungsi mental dalam diri seseorang secara optimum pada kesempatan
berikutnya akan menyebabkan orang tersebut: a. Mampu melakukan aktivitas-
aktivitas yang produktif dalam wilayah hidupnya; b. Mampu untuk melakukan
hubungan interpersonal yang efektif dan efisien dengan orang lain; c. Mampu
untuk beradaptasi atau menyesuaikan diri dengan perubahan hidup yang dialami,
baik perubahan hidup yang berskala kecil, menengah maupun tinggi; d. Mampu
mensiasati kegagalan-kegagalan hidup yang dialami untuk bangkit beraktivitas
kembali (Hanurawan Fattah, 2012).
Ciri-ciri orang yang mempunyai kesehatan mental yang tergolong baik
adalah orang tersebut mempu menyesuaikan diri melalui cara-cara pemecahan
masalah yang relevan. Keberadaan kesehatan mental dapat ditunjuka oleh gejala
penerimaan diri (self acceptance) dan perasaan keamanan diri (self security) yang
optimum (Strickland, 2001 dalam Hanurawan Fattah, 2012).
Saat ini UU No. 18/2014 tentang Kesehatan Jiwa menjadi pedoman dalam
penyelenggaraan kesehatan jiwa yang komprehensif. Penetapan pelayanan
kesehatan jiwa dasar dan rujukan menjadi upaya kesehatan jiwa yang
dilaksanakan dengan membangun sistem pelayanan kesehatan jiwa berjenjang dan
komprehensif. Selain aspek pelayanan juga ditetapkan sumber daya dalam
penyelenggaraan tersebut diantaranya sumber daya manusia, fasilitas pelayanan,
perbekalan, teknologi dan produk teknologi, serta pendanaan (Ayuningtyas
dumilah, dkk, 2018).

PENUTUP

Kekerasan pada anak tidak hanya terjadi di lingkungan keluarga, pada


lingkungan masyarakat maupun sekolah sekarang menjadi tempat dilakukannya
kekerasan (Utami, Tri Lestari. 2013). Pelaku kekerasan pun sangat tidak terduga,
di lingkungan keluarga yang seharusnya menjadi tempat yang aman bagi anak
karena mendapat limpahan kasih sayang dari orang tua justru orang tua sendiri
yang banyak melakukan kekerasan pada anak. Di lingkungan sekolah pun juga
begitu, teman yang seharusnya menjadi partner dalam belajar nyatanya banyak
yang melakukan bullying. Ada asumsi yang menunjukkan bahwa kekerasan dalam
pendidikan muncul sebagai akibat dari adanya pelanggaran yang disertai dengan
hukuman (Tamsil Muis, 2011). Hukuman sangat berbeda dengan kekerasan,
karena hukuman bertujuan untuk memberi efek jera pada yang dihukum
sedangkan kekerasan lebih dari itu, kekerasan akan menimbulkan efek yang
merugikan bagi yang dihukum (Huraeroh, 2006). Dampak kekerasan pada anak
tidak hanya dirasakan pada saat itu juga, namun kekerasan pada anak akan
berdampak ketika anak tersebut tumbuh, dengan kata lain anak tumbuh dan
berkembang dengan kekerasan dalam dirinya. Hal ini tentu akan menjadi
pengaruh buruk bagi anak.
Perkembangan mental anak harus terjaga dengan baik, karena akan
memengaruhi psikologis anak. Anak dengan perkembangan mental yang baik
cenderung akan memiliki kondisi yang sehat (Notosoedirdjo & latipun, 2002).
Dampak kekerasan yang banyak memengaruhi kesehatan mental anak diantaranya
adalah depresi, kecemasan dan gangguan perilaku (Karyani U, 2015). Kesehatan
mental pada anak akan menunjukkan bekerjanya fungsi-fungsi mental dalam diri
anak. Jika kesehatan mental anak baik maka diri anak tersebut akan bekerja
secara optimum (Hanurawan fattah, 2012).

DAFTAR RUJUKAN

Ayuningtyas Dumilah, dkk. 2018. Analisis Situasi Kesehatan Mental Pada


Masyarakat di Indonesia dan Strategi Penanggulangannya. Jurnal Ilmu
Kesehatan Masyarakat. 9(1)
Basuki B, dkk. 2013. Perkembangan Mental Bayi dan Anak Indobnesia: Hasil
SEANUTS Indonesia. Gizi Indon 2013. 36(2)
Dalyono, M. 2005. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Dewi Surti Nurussofa, dkk. 2017. Deteksi Dini Pengalaman Kekerasan pada Anak
di Tingkat Keluarga di Kecamatan Jatinagor. JSK. 2(3)
Dewi, Y.D., dkk. 2015. Effectiveness of Mindfulness Therapy Among Adolescent
with Conduct Disorder in Jakarta, Indonesia. Procedia-Social and
Behavioral Sciences 165.
Dwipayanti & Komang. 2014. Hubungan Antara Tindakan Bullying dengan
Prestasi Belajar Anak Korban Bullying pada Tingkat Sekolah Dasar. Jurnal
Psikologi Udayana. 1(2).
Hanurawan Fattah. 2012. Strategi Pengembangan Kesehatan Mental di
Lingkungan Sekolah. Psikopedagogia. 1(1)
Huraeroh, Abu. 2006. Kekerasan Terhadap Anak. Jakarta: Penerbit Nuansa
Karyani Usmi & Subandi. 2015. Pencegahan Psikopatologi pada Anak dan
Remaja Melalui Intervensi Kesehatan Mental Berbasis Sekolah. Jurnal
Psikologi.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Rujukan Kasus Kekerasan
Pada Anak Bagi Petugas Kesehatan. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI;
2007. 35
Liputan6. 2014. Dampak Bullying Dalam Jangka Panjang. www.liputan6.com
Maghfirah, U & Rahmawati, M.A. (2009). Hubungan Antara Iklim Sekolah
Dengan Kecenderungan Perilaku Bullying. Fakultas Psikologi dan Ilmu
Sosial Budaya. Universitas Islam Indonesia
Maryam, Siti. 2017. Gambaran Pendidikan Orang Tua dan Kekerasan pada Anak
dalam Keluarga di Gampong Geulanggang Teungoh Kecamatan Kota Juang
Kabupaten Bireuen. 3(1)
Muis Tamsil, dkk. 2011. Bentuk, Penyebab, dan Dampak dari Tindak Kekerasan
Guru Terhadap Siswa Dalam Interaksi Belajar Mengajar dari Perspektif
Siswa di SMPN Kota Surabaya: Sebuah Survey. Jurnal Psikologi: Teori &
Terapan. 1(2)
Notosoedirdjo & Latipun, 2002. Kesehatan Mental: Konsep dan Penerapan.
Malang:Universitas Muhammadiyah Malang.
Nusantara, A. 2008. Bullying: Mengatasi Kekerasan di Sekolah dan Lingkungan
Sekitar Anak. Jakarta: Grasindo
Permatasari Elok, dkk. 2017. Gambaran Pemahaman Anak Usia Sekolah Dasar
Tentang Pendidikan Seksuak dalam Upaya Pencegahan Kekerasan Seksual
Pada Anak. The Indonesian Journal of Health Science. 9(1).
Prawira, Purwa Atmaja. 2013. Psikologi Pendidikan dalam Perspektif Baru.
Jogjakarta: Ar-Ruzz Media
Radja D Rebeka, dkk. 2016. Gambaran Kekerasan Pada Anak Sekolah Dasar di
Kecamatan Malalayang Kota Manado. Jurnal e-Clinic (eCl). 4(2)
Setiani Riris Eka. 2016. Pendidikan Anti Kekerasan Untuk Anak Usia Dini:
Konsepsi dan Implementasinya. Golden Age Jurnal Ilmiah Tumbuh
Kembang Anak Usia Dini. 1(1)
Sochib. 2005. Pola Asuh Orang Tua Dalam Membantu Anak Mengembangkan
Diri. Jakarta: Rineka Cipta
Sufriani & Eva Purnama Sari. 2017. Faktor yang Mempengaruhi Bullying pada
Anak Usia Sekolah Dasar Kecamatan Syiah Kuala Banda Aceh. Idea
Nursing Journal. 8(3)
Utami, Tri Lestari. 2013. Kekerasan Dalam Dunia Pendidikan. FIP Universitas
Negeri Semarang.
WHO. Mental Health Action Plan 2013-2020. Geneva: World Health
Organization. 2013.
UPAYA MENINGKATKAN MINAT BACA SISWA SD MELALUI
PROGRAM PERPUSTAKAAN KELILING

Oleh :
Dyah Kurnia Estika R B7 PGSD

ABSTRAK
Di Indonesia tingkat minat baca masih tergolong sangat rendah.
Keberadaan perpustakaan sekolah dinilai sangat penting. Namun, minimnya
perpustakaan yang ada di Indonesia menjadi salah satu penyebab rendahnya minat
baca. Oleh sebab itu, saya berharap agar pemerintah menyediakan perpustakaan
keliling di setiap daerah di Indonesia. Melalui program perpustakaan keliling
diharapkan semua masyarakat dapat membaca dimanapun mereka berada.
Perpustakaan keliling adalah perpustakaan yang bergerak dengan membawa
bahan pustaka untuk melayani masyarakat dari satu tempat ke tempat lain yang
belum terjangkau oleh perpustakaan umum.

Kata Kunci : minat baca, perpustakaan keliling

PENDAHULUAN
Dalam kurikulum 2013 lalu, karakter membaca menjadi salah satu
karakter yang diutamakan dalam proses belajar mengajar di sekolah. Ada sebuah
pepatah yang mengatakan bahwa buku adalah jendela dunia. Hal ini memiliki arti
bahwa semakin banyak bahan bacaan yang dibaca dan dipahami maka semakin
banyak pula ilmu pengetahuan yang didapatkan. Namun kenyataannya, minat
baca masyarakat di Indonesia masih tergolong rendah. Hal ini dapat dilihat dari
beberapa hasil survei yang dilakukan oleh pihak-pihak yang berkompeten. Data
Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2006 memberitahukan bahwa masyarakat
Indonesia masih belum menjadikan kegiatan membaca sebagai sumber untuk
mendapatkan informasi. Masyarakat lebih memilih menonton televisi (85,9)
atau mendengarkan radio (40,3) daripada membaca (23,5). Studi Organization
for Economic Cooperation and Development (OECD) pada 2006 juga
menunjukkan bahwa kemampuan membaca anak-anak Indonesia baru mencapai
angka 392, jauh di bawah kemampuan rata-rata negara OECD yang ada diangka
492. Hasil survei Unesco juga menunjukkan bahwa Indonesia sebagai negara
dengan minat baca masyarakat palaing rendah di Asean. Kemudian berdasarkan
studi lima tahunan yang dikeluarkan oleh Progress In International Reading
Literacy Study (PIRLS) pada tahun 2006 yang melibatkan siswa sekolah dasar
(SD), hanya menempatkan Indonesia pada posisi 36 dari 46 negara yang dijadikan
sampel penelitian.
Sarana membaca yang berpengaruh besar pada kualitas siswa adalah
perpustakaan, khususnya perpustakaan di tingkat SD. Keberadaan perpustakaan
sekolah dinilai sangat penting. Pemerintah juga menilai perpustakaan penting,
seperti yang dinyatakan dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Nasional Pendidikan Bab XII Pasal 45 Ayat (1) “Setiap satuan pendidikan formal
dan nonformal menyediakan sarana dan prasarana yang memenuhi keperluan
pendidikan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik,
kecerdasan intelektual, sosial, emosional, dan kejiwaan peserta didik”. Rendahnya
tingkat minat baca pada siswa sekolah dasar (SD) salah satunya dikarenakan oleh
minimnya perpustakaan sekolah. Minimnya perpustakaan sekolah dikarenakan
kurangnya pendanaan dan terbatasnya staf. Kendatipun sudah ada, perpustakaan
hanya sekedar pelengkap karena jumlah koleksi tidak bertambah. Oleh sebab itu,
saya berharap agar pemerintah menyediakan perpustakaan keliling di setiap
daerah di Indonesia. Sehingga semua masyarakat dapat membaca dimanapun
mereka berada.

HASIL TELAAH
Pengertian Membaca
Membaca merupakan proses untuk memperoleh pengertian dari kombinasi
beberapa huruf dan kata. Membaca adalah proses untuk mengenal kata dan
memadukan arti kata dalam kalimat dan struktur bacaan (Sulthoni, 2008 dalam
Basri, 2012).
Membaca merupakan kegiatan seseorang menggunakan pengamatan
melalui mata untuk memperoleh informasi yang terkandung dalam suatu bacaan
sehingga mendapatkan pengetahuan.

Pengertian Minat Baca


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian minat adalah
kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu; gairah; keinginan (Departeme
Pendidikan Nasional, 2005 dalam Zohriah, 2016). Sedangkan pengertian minat
menurut Slameto adalah suatu rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal
atau aktivitas tanpa ada yang menyuruh. Siswa yang memiliki minat terhadap
subjek tertentu cenderung untuk memberikan perhatian yang lebih besar terhadap
subjek tertentu (Slameto, 2010 dalam Zohriah, 2016). Minat pada dasarnya adalah
penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu di luar diri.
Semakin kuat atau dekat hubungan, semakin besar minat (Djamarah, 2008 dalam
Zohriah, 2016).
Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian minat
adalah suatu rasa ketertarikan atau keinginan seorang individu pada sesuatu.
Pengertian minat baca sendiri menurut Farida Rahim adalah keinginan
yang kuat disertai usaha-usaha seseorang untuk membaca (Rahim, 2011 dalam
Zohriah, 2016). Sedangkan menurut Darmono minat baca adalah kecenderungan
jiwa yang mendorong seseorang berbuat sesuatu terhadap membaca (Darmono,
2004 dalam Zohriah, 2016). Jadi, dapat disimpulkan bahwa minat baca adalah
suatu rasa ketertarikan atau keinginan individu yang disertai dengan usaha yaitu
membaca.

Peran Perpustakaan dalam Peningkatan Minat Baca


Di Indonesia tingkat minat baca masih tergolong sangat rendah.
Kebanyakan siswa menghabiskan waktu luangnya dengan berkumpul bersama
teman sebaya. Siswa menganggap bahwa membaca buku di perpustakaan
merupakan hal yang membosankan, sehingga siswa lebih tertarik untuk
berkumpul dengan teman sebaya. Banyak yang beranggapan bahwa membaca
hanya dituntut untuk duduk dan diam saja, sehingga siswa lebih memilih hal yang
lebih menyenangkan. Jadi, rendahnya minat baca siswa bukan disebabkan karena
anggapan siswa bahwa membaca adalah hal yang paling membosankan ataupun
kondisi ruangan perpustakaan yang dikira tidak rapi dan bersih, melainkan karena
dari siswanya sendiri.
Budaya baca merupakan persyaratan yang sangat penting dan mendasar
yang harus dimiliki oleh setiap warga negara apabila ingin menjadi bangsa yang
maju. Melalui budaya baca pendidikan seumur hidup (life long education) dapat
diwujudkan, karena dengan kebiasaan membaca seseorang dapat mengembangkan
dirinya sendiri secara terus-menerus sepanjang hidupnya. Oleh karena itu, untuk
mencapai tujuan mencerdaskan bangsa secara cepat dan merata perlu dibina
kebiasaan membaca masyarakat. Maka dari itu, pemerintah berharap dalam setiap
sekolah mempunyai perpustakaan yang memadai sebagai sarana pendukung untuk
meningkatkan minat baca, mencari wawasan dan pengetahuan, menggali ilmu,
sumber belajar dan referensi, dan mencari solusi permasalahan yang dihadapi.
Perpustakaan mempunyai peranan yang sangat penting dalam membina
dan menumbuhkan kesadaran membaca. Kegiatan membaca tidak bisa lepas dari
keberadaan dan tersedianya bahan bacaan yang memadai baik dalam jumlah
maupun dalam kualitas bacaan. Manfaat perpustakaan sendiri adalah sebagai
berikut :
1. Dapat menimbulkan kecintaan murid terhadap membaca.
2. Dapat memperkaya pengalaman belajar murid.
3. Dapat menanamkan kebiasaan belajar mandiri.
4. Dapat mempercepat proses penguasaan teknik membaca.
5. Dapat membantu perkembangan kecakapan berbahasa.
6. Dapat memperlancar murid dalam menyelesaikan tugas.
Namun kenyataannya, perpustakaan sekolah di Indonesia masih jauh
tertinggal. Menurut Supriyanto, 2003 dalam Wijayanti 2012, secara kuantitas
jumlah perpustakaan SD tidak sebanding dengan jumlah SD karena masih sedikit
sekolah yang memiliki perpustakaan. Secara kualitas, perpustakaan SD jauh dari
yang diharapka baik ditinjau dari koleksi, gedung, sarana, maupun sistem
pengelolaannya. Minimnya perpustakaan sekolah disebabkan karena kurangnya
pendanaan dan terbatasnya staf. Kendatipun sudah ada, perpustakaan hanya
sebatas pelengkap karena jumlah koleksi tidak bertambah.

Peningkatan Minat Baca melalui Program Perpustakaan Keliling


Menurut (Sulistiyo-Basuki, 1991 dalam Rahayu, 2013). Perpustakaan
keliling adalah bagian dari pelayanan perpustakaan umum yang
mendatangi/mengunjungi pembacanya dengan menggunakan kendaraan, baik
darat (mobil) maupun air (perahu). Dengan kata lain, perpustakaan keliling adalah
perpustakaan yang bergerak dengan membawa bahan pustaka untuk melayani
masyarakat dari satu tempat ke tempat lain yang belum terjangkau oleh
perpustakaan umum, pada umumnya perpustakaan keliling menjadi bagian yang
tak terpisahkan dari perpustakaan umum di suatu wilayah.
Perpustakaan keliling juga bertujuan memperluas layanan perpustakaan
sampai kepada masyarakat di daerah-daerah dan tempat-tempat yang tidak dapat
dijangkau oleh pelayanan perpustakaan menetap. Melayani masyarakat yang oleh
kondisi dan situasi tertentu tidak dapat datang atau mencapai perpustakaan
menetap. (Kukuh Ari Wibowo, 2010 dalam Rahayu, 2013).
Modal dasar dalam menumbuhkan minat baca masyarakat adalah
tersedianya sarana baca yaitu buku-buku menarik yang dapat menarik minat
masyarakat untuk membacanya. Akan tetapi, tidak semua masyarakat mampu
mendapatkan buku-buku yang mereka butuhkan dan mendapatkan buku-buku
yang mampu menggugah minat baca mereka. Hal tersebut disebabkan oleh
langkanya bahan bacaan dan rendahnya kesadaraan pemerintah untuk
menyediakan sarana perpustakaan yang mudah dijangkau. Oleh sebab itu, saya
berharap agar pemerintah menyediakan perpustakaan keliling di setiap daerah di
Indonesia. Sehingga semua masyarakat dapat membaca dimanapun mereka
berada.
SIMPULAN

Di Indonesia tingkat minat baca masih tergolong sangat rendah. Di zaman


yang sekarang ini banyak anak-anak yang lebih suka bermain gadget daripada
membaca di perpustakaan. Oleh karena itu, saya berharap agar pemerintah
mengadakan atau memfasilitasi masyarakat dengan membangun atau
merealisasikan program perpustakaan keliling ini. Untuk lebih menarik
masyarakat pemerintah bisa memfasilitasi masyarakat dengan membaca buku
tetapi dengan tampilan yang menarik pada gadget sehingga masyarakat tertarik
untuk membaca.
¯DAFTAR PUSTAKA

Abdulmanan. 1995. Peranan Perpustakaan Keliling dalam Mengentaskan


Kemiskinan Informasi di Pedesaan. Jurnal Baca, 20(5). Dari
http://jurnalbaca.pdii.lipi.go.id/index.php/baca/article/view/38/0
Ariyani, Sri & Wirawan Suta Arya. 2017. Peningkatan Minat Baca dan Literasi
Informasi Masyarakat Melalui Program Unggulan Perpustakaan Umum di
Bali. Seminar Nasional, 5 421¯429. Dari
http://eproceeding.undiksha.ac.id/index.php/senari/article/view/1123
Arumsari, Riskha & Krismayani Ika. 2016. Peran Perpustakaan Keliling dalam
Menumbuhkan Minat Baca Masyarakat Desa Kepek Kecamatan Saptosari
Kabupaten Gunungkidul. Jurnal Ilmu Perpustakaan, 5(4). Dari
https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jip/article/view/15333
Dahniar. Peningkatan Keterampilan Membaca Lanjutan dengan Metode Sas
Siswa Kelas II SDN 2 Ogowele. Jurnal Kreatif Tadulako Online, 4(8).
Dari https://media.neliti.com/media/publications/121139-ID-peningkatan-
keterampilan-membaca-lanjuta.pdf
Ervan, Fitri Uly & Rahmah Elva. 2013. Evaluasi Program Perpustakaan Keliling
di Kantor Perpustakaan Arsip dan Dokumentasi Kabupaten Dharmasraya.
Jurnal Ilmu Informasi Perpustakaan dan Kearsipan, 2(1). Dari
http://ejournal.unp.ac.id/index.php/iipk/article/view/2350

Fatmawati, Endang. 2012. Trend Terkait M-Library untuk Perpustakaan Masa


Depan. Visi Pustaka, 14(3). Dari
http://old.perpusnas.go.id/Attachment/MajalahOnline/EndangFatmawati_
Trend_MLibrary.pdf
Hidayat, Agus & Prabantoro Gatot. 2005. Mobile Internet Center Berbasis
Wireless Connection Sebagai Solusi Efektif Media Pendukung
Pembelajaran Aplikasi Teknologi Internet di Daerah Terpencil. Seminar
Nasional. Dari
http://www.jurnal.uii.ac.id/Snati/article/viewFile/1298/1057
Kartika, Nugrahanto. 2014. Mengembangkan Minat Baca di Masyarakat Desa
Pasanggrahan dan Desa Malongpong Kecamatan Maja Kabupaten
Majalengka. Jurnal Aplikasi Ipteks, 3(1) 19¯25. Dari
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1
3&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwimn5in_PveAhWDe30KHb7uC704C
hAWMAJ6BAgIEAI&url=http%3A%2F%2Fdownload.portalgaruda.org%
2Farticle.php%3Farticle%3D429133%26val%3D7248%26title%3DMEN
GEMBANGKAN%2520MINAT%2520BACA%2520DI%2520MASYAR
AKAT%2520DESA%2520PASANGGRAHAN%2520DAN%2520DESA
%2520MALONGPONG%2520KECAMATAN%2520MAJA%2520KAB
UPATEN%2520MAJALENGKA&usg=AOvVaw2UHu3cG5TfoCzg-
9uo5Bwp
Kasiyun, Suharmono. 2015. Upaya Meningkatkan Minat Baca sebagai Sarana
untuk Mencerdaskan Bangsa. Jurnal Pena Indonesia, 1(1). Dari
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1
0&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwi3lYT6-
vveAhXZdH0KHZpzBdoQFjAJegQIABAC&url=https%3A%2F%2Fjour
nal.unesa.ac.id%2Findex.php%2Fjpi%2Farticle%2FviewFile%2F140%2F
61&usg=AOvVaw3vCscKHpJta5yhO0xa11AJ
Meliza, Adnan, Safiah. 2016. Strategi Guru dalam Meningkatkan Kemampuan
Membaca pada Siswa Kelas Rendah Gugus Inti Kecamatan Peudada
Kabupaten Bireuen. Jurnal Ilmiah, 1(2) 26¯36. Dari
https://media.neliti.com/media/publications/187425-ID-strategi-guru-
dalam-meningkatkan-kemampu.pdf
Nia, Sari Farasa Mutia & Zulfan. 2018. Pengaruh Program Perpustakaan Keliling
Terhadap Minat Baca masyarakat (Studi di Gampong Ulee Lheue
Kecamatan Meuraxa Kota Banda Aceh. Jurnal Ilmiah Mahasiswa, 3(3).
Dari http://www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP/article/view/8265
Putri, Rosa Rahmania, Suhartiningsih & Sihono. 2015. Pemanfaatan Teknik
Mendongeng untuk Menigkatkan Minat Baca Siswa Kelas III SD Kartika
IX-I Kabupaten Jember Tahun Pelajaran 2014-2015. Artikel Ilmiah
Mahasiswa, 1(1), 1¯4. Dari
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1
&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwifuI6g8vveAhULRo8KHSF8DO8QFj
AAegQICRAC&url=http%3A%2F%2Frepository.unej.ac.id%2Fbitstream
%2Fhandle%2F123456789%2F64060%2FROSA%2520RAHMANIA%25
20PUTRI.pdf%3Fsequence%3D1&usg=AOvVaw2iV7GQda7nx7cLpWhg
dwsv
Rahman, Fadillah. 2013. Upaya Kantor Perpustakaan dan Arsip Kabupaten Paser
dalam Meningkatkan Minat Membaca Masyarakat di Perpustakaan Umum
Kabupaten Paser. Jurnal Ilmu Administrasi, 1(2) 683¯697. Dari
http://ejournal.an.fisip-unmul.ac.id/site/wp-content/uploads/2013/08/E-
JOURNAL%20(08-05-13-02-47-12).pdf
Sari Pramita, Anggun, Supranoto & Suji. 2015. Implementasi Program
Pengembangan Budaya Baca dan Pembinaan Perpustakaan Kecamatan
Banyuwangi Kabupaten Banyuwangi Tahun 2013. Jurnal Ilmu
Administrasi Negara, 1(1) 1¯12. Dari
http://repository.unej.ac.id/handle/123456789/65176
Sofianto, Arif. 2015. Model Pendayagunaan Perpustakaan Desa untuk
Peningkatan Pendidikan Masyarakat di Desa Jiworejo Kecamatan Jiken
Kabupaten Blora. Jurnal Litbang, 13(1). Dari
http://ejournal.bappeda.jatengprov.go.id/index.php/jurnaljateng/article/vie
w/369
Supriasmoro. 2013. Menangani Anak Kesulitan Belajar Membaca. Nosi, 1(1)
43¯44. Dari
http://www.pbindoppsunisma.com/wpcontent/uploads/2013/03/Supriosmo
ro-43-48.pdf
Wijaya, Andhika. 2015. Evaluasi Implementasi Program Mobil Pusat Layanan
Internet Kecamatan (MPLIK) di Kabupaten Malang. Kebijakan dan
Manajemen Publik, 3(1). Dari http://journal.unair.ac.id/download-
fullpapers-kmp69d4ecab41full.pdf
Wijayanti, S.H.Efendi & Warmiyati, M.M.T. 2012. Penigkatan Minat Baca
melalui Peran Perpustakaan Sekolah Dasar di Desa Cisauk Tangerang,
Dharmakaya:Jurnal Aplikasi Ipteks untuk Masyarakat, 1(2), 109¯118. Dari
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1
&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwjbyYPZ8vveAhUGpo8KHfdtDSMQFj
AAegQICBAB&url=http%3A%2F%2Fjurnal.unpad.ac.id%2Fdharmakary
a%2Farticle%2Fview%2F8204&usg=AOvVaw089fFdV98hnQhJJ7ei9lxQ
Zohriah, Anis. 2016. Manajemen Perpustakaan dalam Meningkatkan Minat Baca
Siswa. Tarbawi, 2(1) 12¯13. Dari
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=3
&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwibuIL98vveAhUDQ48KHfw7Cu4QFj
ACegQICBAC&url=http%3A%2F%2Frepository.ar-
raniry.ac.id%2F1137%2F1%2FFUUL.pdf&usg=AOvVaw3kgqOvmZT6x
veRH1fzktBT
Zuhrah, Fatimah. 2009. Buku, Perpustakaan dan Minat Baca Siswa. Jurnal Iqra’,
3(1). Dari http://oaji.net/articles/2015/1937-1429577359.pdf
PKM
(PROGRAM KREATIVITAS
MAHASISWA)
PROPOSAL PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA
GERAK ABSTRAK (GELAS CORAK ABSTRAK): INOVASI GELAS
KERAMIK BERNILAI ESTETIKA TINGGI
BIDANG KEGIATAN:
PKM - KEWIRAUSAHAAN

Oleh :
Rahayu Intan W B7 PGSD

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap orang tentunya menyukai hal-hal yang memiliki keunikan.
Keunikan tercipta dari adanya daya kreativitas yang dimiliki oleh
seseorang. “Kreativitas dapat diartikan sebagai kemampuan untuk berfikir
tentang sesuatu dengan suatu cara yang baru dan tidak biasa dan
menghasilkan penyelesaian yang unik terhadap berbagai persoalan”
(Semiawan, 1999: 89). Krativitas dan keunikan menjadi sasaran utama
dalam pembuatan usaha gelas dengan corak abstrak ini. Gelas yang
digunakan dalam produk ini adalah gelas keramik. Gelas keramik
merupakan bahan baku yang mudah didapatkan. Penggunaan gelas keramik
dapat memberikan kesan yang elegan pada suatu produk. Selain itu, gelas
keramik merupakan gelas yang banyak digunakan oleh masyarakat.
Dengan melihat dari aspek keindahan corak, keunikan bentuk serta warna
yang sangat menarik diharapkan dapat menarik perhatian para konsumen.
Bermula dari tampilan gelas keramik yang biasa-biasa saja, mendorong
saya untuk meningkatkan kreativitas dalam rangka memperindah gelas
keramik yang awalnya tampak biasa saja menjadi suatu produk yang
tampak elegan sekaligus unik. Tentunya dalam pembuatan produk ini saya
akan bermitra dengan pengrajin keramik sebagai pemasok bahan baku.
Sasaran pemasaran produk saya adalah, toko-toko penjual hiasan rumah
yang mempunyai konsep unik. Selain itu, pemasaran produk akan
dilakukan melalui online shop untuk mempermudah masyarakat dalam
menemukan produk. Produk saya tidak hanya bisa digunakan di rumah
saja, melainkan di art gallery, ruangan cafe maupun kantor yang memiliki
konsep unik.
Dewasa ini, banyak masyarakat yang menyukai hal-hal yang memiliki
keunikan. Misalnya saja ketika kita pergi ke Informa, Ace, ataupun Ikea
pasti kita menemukan produk-produk unik. Produk-produk unik tersebut
tentunya laris di pasaran meskipun harganya mahal. Oleh karena itu, saya
berpikir utuk menciptakan produk gelas keramik yang unik dengan harga
yang dapat dijangkau oleh masyarakat. Diharapkan produk saya nantinya
dapat bersaing di pasaran dan memiliki peminat dalam jumlah yang besar.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa
permasalahan sebagai berikut:
1.2.1 Apakah GERAK ABSTRAK (Gelas Corak Abstrak ini merupakan
prospek usaha yang baik?
1.2.2 Bagaimana cara pembuatan GERAK ABSTRAK (Gelas Corak
Abstrak)?
1.2.3 Bagaimana cara memasarkan dan analisis pemasaran produk
GERAK ABSTRAK (Gelas Corak Abstrak) kepada masyarakat?

1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang hendak dicapai
adalah sebagai berikut:
1.3.1 Mendeskripsikan dan menjelaskan prospek usaha GERAK
ABSTRAK (Gelas Corak Abstrak.
1.3.2 Mendeskripsikan dan menjelakan cara pembuatan GERAK
ABSTRAK (Gelas Corak Abstrak).
1.3.3 Mendeskripsikan dan analisis pemasaran produk GERAK
ABSTRAK (Gelas Corak Abstrak).

1.4 Luaran yang diharapkan


Adapun luaran masalah yang hendak dicapai antara lain sebagai berikut:
1.4.1 Terbentuknya produk GERAK ABSTRAK (Gelas Corak Abstrak).
1.4.2 GERAK ABSTRAK (Gelas Corak Abstrak) ini dapat menjadi
kebutuhan sekunder yang wajib dibeli oleh masyarakat maupun
bagi kolektor barang-barang unik.
1.4.3 Dapat membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat dalam proses
produksi Gelas Corak Abstrak.

1.5 Kegunaan Program


1.5.1 Bagi Mahasiswa, meningkatkan kreativitas mahasiswa dalam
pengembangan IPTEK dan melatih cara berfikir kritis mahasiswa
dalam membangun dan memecahkan masalah yang terjadi di
masyarakat.
1.5.2 Bagi Mayarakat, meningkatkan pendapatan perekonomian
masyarakat guna mengurangi jumlah pengangguran.
1.5.3 Bagi pemerintah, mengurangi dan memberikan solusi terhadap
jumlah pengangguran akibat kurangnya lapangan kerja.

BAB II
GAMBARAN UMUM MASYARAKAT SASARAN

Badan Pusat Statistik dalam berita yang dimuat oleh (Balai Besar
Keramik: 2017), mencatat “nilai ekspor produk keramik pada Mei 2017 US$
31,4 juta, atau naik 7,68% dibanding April 2017. Nilai ekspor keramik
periode Januari-Mei 2017 tercatat senilai US$ 148,06 juta atau naik 7,76%
dibanding periode Januari-Mei 2016 senilai US$ 137,4 juta”. Data tersebut
menunjukkan bahwa usaha gelas keramik merupakan prospek usaha yang
baik. Selain itu, dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa permintaan
masyarakat luar negeri akan barang-barang hasil industri keramik mengalami
peningkatan. Oleh karena itu, produk ini dibuat karena saya merasa bahwa
dengan adanya peningkatan akan permintaan barang-barang keramik tersebut
dapat menjadi peluang usaha yang menjanjikan.
Kebutuhan masyarakat akan barang-barang keramik yang semakin
meningkat, mendorong saya untuk membuat gelas keramik yang tampilan
awalnya biasa saja menjadi gelas keramik yang memiliki corak bervariasi dan
lebih menarik. Gelas keramik corak abstrak merupakan peluang bisnis yang
sangat menjanjikan, dikarenakan corak dan warna yang saya ciptakan serta
harga yang lebih terjangkau oleh masyarakat.
Ide ini muncul ketika saya melakukan pengamatan di tempat-tempat
seperti, Ikea, Ace, cafe-cafe, rumah dengan dekorasi artistik, art galery dan
tempat-tempat lainnya yang biasanya mencirikan keunikan. Gelas keramik
corak abstrak ini selain bisa dipakai sebagai wadah juga dapat digunakan
sebagai hiasan suatu ruangan. Produk dari usaha ini tentunya mengandung
nilai estetika yang tinggi. Dengan ditambahkan sentuhan kreativitas, produk
gelas keramik corak abstrak ini dapat membantu memenuhi kebutuhan
masyarakat akan hiasan unik untuk memperindah suatu ruangan dan untuk
memberikan kesan artistik pada ruangan.
Gelas keramik yang akan diproduksi dibuat dengan bentuk yang
berbeda dengan gelas-gelas keramik yang sudah ada sebelumnya. Untuk satu
corak, hanya akan dibuat beberapa gelas keramik saja. Sehingga akan tercipta
variasi corak gelas keramik yang beragam. Tujuannya adalah untuk
menciptakan produk limited edition yang dapat menarik minat masyarakat
untuk mengoleksi.
Gelas Keramik corak abstrak ini merupakan peluang usaha yang besar
utamanya di Kota Malang. Hal ini disebabkan di Kota Malang sendiri
terdapat Kampung Keramik Dinoyo yang banyak menjual dan memproduksi
gelas keramik. Tentunya hal tersebut dapat memudahkan saya untuk untuk
menjalankan usaha yang saya buat. Selain itu, juga memudahkan saya untuk
mendapatkan bahan baku berupa gelas keramik yang masih polos (belum ada
corak/hiasan). Oleh karena itu, dalam pembuatan produk ini, saya akan
bermitra dengan pengrajin keramik yang ada Kampung Keramik Dinoyo di
Kota Malang sebagai pemasok bahan baku gelas keramik. Pemberian corak
pada gelas keramik dilakukan secara manual untuk memberikan kesan hand
made yang unik. Karena pemberian corak dilakukan secara manual, maka
saya akan memanfaatkan sumber daya manusia usia produktif dalam
pengerjaan pemberian corak pada gelas keramik. Ini juga termasuk usaha
kecil saya untuk mengurangi jumlah pengangguran usia produktif di Kota
Malang.
Pemilihan target pasar didasarkan pada ketertarikan dan selera
masyarakat terhadap produk yang dihasilkan. Sasaran yang menjadi target
utama adalah masyarakat, wisatawan maupun kolektor barang-barang
keramik. Tempat penjualan atau pemasaran gelas keramik corak abstrak
dilakukan melalui online shop, market place seperti Shoppe dan Buka Lapak,
pameran UMKM dan CFD (Car Free Day). Alasan pemasaran produk
dilakukan secara online karena dewasa ini masyarakat sering mengakses
internet dan media sosial,sehingga pemasaran dengan menggunakan online
shop tentunya akan mempermudah masyarakat dalam menemukan produk.
2.1 Peluang Usaha
Untuk mengetahui peluang usaha yang akan dijalankan maka perlu
dilakukan analisis SWOT. Menurut Rangkuti (2013:19), “Analisis SWOT
diartikan sebagai analisa yang didasarkan pada logika yang dapat
memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun
secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan
ancaman (threats)”. Gelas keramik corak abstrak merupakan prospek usaha
yang baik. Adapun peluang usaha produk gelas keramik corak abstrak
(GERAK ABSTRAK) adalah sebagai berikut:
1. Strength (Kekuatan)
a. Corak pada gelas keramik yang bervariasi.
b. Harga produk yang lebih terjangkau.
2. Weakness (Kelemahan)
a. Produk yang masih baru dan belum dikenal oleh masyarakat.
b. Pemasaran produk yang belum terlalu mendukung.
3. Opportunity (Peluang/Kesempatan)
a. Terdapat produk yang sejenis dipasaran tetapi harga produk di pasaran
lebih mahal.
b. Masyarakat yang responsif terhadap adanya produk unik dan baru.
c. Kemudahan dalam mendapatkan bahan baku berupa gelas keramik.
4. Threat (Ancaman)
a. Memungkinkan terjadinya tindak plagiatisme.
b. Kendala dalam pemasaran di market shop.

2.2 Analisis Pemasaran

Analisis pemasaran sering pula disebut sebagai bauran pemasaran


(Marketing Mix). Alma (2012:205) menyatakan bahwa, “Bauran
pemasaran merupakan strategi mencampuri kegiatan-kegiatan pemasaran,
agar dicari kombinasi maksimal sehingga mendatangkan hasil yang
memuaskan. Marketing mix terdiri atas empat komponen atau disebut 4P
yaitu product, price, place, promotion”. Adapun analisis pemasaran
produk gelas keramik corak abstrak (GERAK ABSTRAK) adalah sebagai
berikut:
1. Promotion (Promosi)
Promosi bertujuan untuk mengenalkan produk usaha yang kita buat
kepada masyarakat. Promosi usaha gelas keramik corak abstrak akan
dilakukan melalui online shop untuk mempermudah masyarakat dalam
menemukan produk dan untuk menjangkau konsumen dalam jumlah
yang besar.
2. Product (Produk)
Produk usaha yang dibuat haruslah produk yang kreatif dan inovatif.
Produk usaha gelas keramik corak abstrak ini adalah produk gelas
keramik yang memiliki keunikan. Keunikan tersebut dapat dilihat pada
coraknya yang berbeda dari produk lain yang ada di pasaran.
3. Price (Harga)
Harga produk gelas keramik coak abstrak tentunya lebih terjangkau
dengan gelas-gelas keramik yang ada di tempat lain. Gelas keramik
corak abstrak (GERAK ABSTRAK) dijual dengan harga terjangkau
yaitu Rp. 25.000.
4. Place (Tempat)
Tempat penjualan produk haruslah tempat yang strategis. Dalam usaha
gelas keramik corak abstrak ini, tempat penjualannya akan dilakukan di
market shop karena mengingat dewasa ini banyak masyarakat yang
membeli sesuatu secara online. Sehingga penjualan di market shop
seperti Shoppe dan Buka Lapak akan lebih memudahkan masyarakat
dalam menemukan produk.
BAB III

METODE PELAKSANAAN
Adapun tahapan-tahapan dalam pelaksanaan kegiatan usaha gelas
keramik corak abstrak adalah sebagai berikut:
3.1 Tahap Pra Produksi
Tahapan produksi bertujuan untuk mematangkan konsep gelas
keramik corak abstrak yang telah dibuat sebelumnya. Adapun langkah-
langkahnya adalah sebagai berikut:
1. Melakukan Survei Pasar
Tujuannya adalah untuk mengetahui kondisi yang ada di pasar, minat
konsumen terhadap barang, serta perencanaan inovasi yang lebih
lanjut. Survei pasar pada usaha gelas keramik corak abstrak diawali
dengan mencari bahan baku gelas keramik polos.
2. Melakukan Studi Kelayakan terhadap Usaha
Tujuannya untuk mengetahui prospek yang menguntungkan serta
prospek jangka panjang dari suatu kegiatan yang akan dijalankan.
3. Melakukan Pengorganisasian
Tujuannya adalah untuk mempermudah dalam menjalankan usaha
sehingga kegiatan akan berjalan dengan lancar.
4. Melakukan Kerjasama dengan Mitra Usaha
Tujuannya adalah untuk mmpermudah tahap produksi nantinya.
Dalam usaha produksi gelas corak abstrak, nantinya saya akan
bermitra dengan pengrajin keramik yang ada di Kampung Keramik
Dinoyo Kota Malang sebagai pemasok bahan baku gelas keramik.
5. Melakukan Tahap Persiapan
Persiapan yang perlu dilakukan yaitu meliputi persiapan bahan dan
alat pembuatan gelas corak abstrak, pemilihan tempat dan persiapan
sarana maupun prasarana yang dapat menunjang proses produksi.
Bahan-Bahan yang disiapkan untuk pembuatan gelas keramik
corak abstrak adalah:
a. Gelas keramik polos
b. Air
c. Selotip bening
d. Cat spray (Pilox)
e. Cat kutek
f. Bak plastik
g. Stick Kayu
h. Air
6. Melakukan Tahap Pembuatan Sampel
Tujuan pembuatan sampel gelas keramik corak abstrak adalah
untuk menguji kualitas suatu produk sebelum nantinya diproduksi dan
dipasarkan dalam jumlah besar sehingga dapat menghindari terjadinya
kerugian.

3.2 Tahap Produksi


Tahap produksi bertujuan untuk melaksanakan konsep gelas corak
abstrak yang telah dibuat sebelumnya. Adapun tahapan-tahapan yang
dilaksanakan adalah sebagai berikut:
1. Tahap Pelaksanaan Kegiatan
Tahapan ini berisi langkah-langkah pembuatan gelas keramik corak
abstrak. Adapun langkah-langkah pembuatannya adalah sebagai
berikut:
a. Menyiapkan bahan dan alat yang diperlukan.
b. Mengisi bak plastik dengan air hingga penuh.
c. Mengaplikasikan cat spray ke atas air dan membentuk pola abstrak
menggunakan stcik kayu.
d. Kemudian masukan gelas ke dalam air yang berisi pola tersebut,
tidak perlu
lama hanya sekitar 5 detik, lalu angkat.
e. Diamkan gelas sampai cat merekat dan mengering selama 1 jam.
Gelas
siap digunakan.
2. Tahap Pengemasan
Pengemasan produk ini dilakukan dengan menggunakan kardus.
Ketebalan kardus yang dipakai adalah 2 mm dan berbentuk kubus.
Tujuan dilakukan pengemasan agar gelas tidak pecah dan
menghindarkan gelas dari kerusakan.. Pada luar kardus, diberikan
tulisan nama produk serta akun media sosial usaha saya.

3.3 Tahap Pemasaran


Setelah melaksanakan tahap produksi dan tahap pra produksi, tahap
selanjutnya adalah melaksanakan kegiatan pemasaran. Alma (2009:2)
menyatakan bahwa, “Pemasaran adalah proses manajemen untuk
mengidentifikasikan, mengantisipasi, dan memuaskan pelanggan secara
menguntungkan”. Tahap pemasaran gelas keramik corak abstrak ini
bertujuan untuk melaksanakan penjualan dengan strategi-strategi
penjualan yang telah ditetapkan sebelumnya. Adapun tahapannya adalah
sebagai berikut:
1. Melakukan Promosi
Tujuannya untuk mengenalkan produk kepada masyarakat. Promosi
gelas keramik corak abstrak dilakukan melalui online shop dan akun
media sosial.
2. Melakukan Tahap Pelaporan Hasil Pemasaran
Tujuannya adalah untuk mengetahui rangkaian kegiatan pemasaran
yang telah dijalankan dan untuk mengetahui seberapa besar
keuntungan yang didapatkan, sehingga diperoleh data yang dapat
digunakan sebagai bahan evaluasi.

BAB IV
BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN
4.1 Anggaran Biaya
Adapun anggaran biaya untuk membuat gelas keramik corak abstrak
(GERAK ABSTRAK) tertera pada tabel di bawah ini sebagai berikut:
No Jenis Pengeluaran Biaya (Rp)
A Peralatan Penunjang 1.475.000,-
B Bahan Habis Pakai 467.000,-
C Lain-Lain 524.000,-
TOTAL (A+B+C) 2.466.000
Terbilang : Dua juta empat ratus enam puluh enam ribu

4.2 Jadwal Kegiatan


Adapun jadwal kegiatan untuk membuat gelas keramik corak abstrak
(GERAK ABSTRAK) tertera pada tabel di bawah ini sebagai berikut:

Bulan Ke-1 Bulan Ke-2 Bulan Ke-3


No Uraian
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Survei Peralatan
2 Survei Bahan Baku
3 Pencatatan Survei
4 Percobaaan
5 Survei Pasar
6 Pemasaran
7 Pelaporan Penjualan
DAFTAR PUSTAKA
Alma, Buchari. 2009. Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa Cetakan ke
Delapan. Bandung: CV. Alfabeta.
Alma, Buchari. 2012. Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa. Bandung:
CV. Alfabeta.
Balai Besar Keramik, 5 Juli, 2017. Pasar Domestik Masih Lesu, Pasar Ekspor
Meningkat. Online
(http://www.bbk.go.id/index.php/berita/view/261Pacu_Pasar_Ekspor)
diakses 27 November 2018.
Rangkuti, Freddy. 2013. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Semiawan, R. Conny. 1999. Perkembangan dan Belajar Peserta Didik. Jakarta:
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pendidikan Guru Sekolah.
Lampiran 1 : Biodata Peserta
a. Identitas Diri
1. Nama Lengkap Rahayu Intan Wijayanti
2. Jenis Kelamin Perempuan
3. Program studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
4. NIM 170151602708
5. Tempat dan Tanggal Lahir Malang, 25 November 1998
6. E-mail rahayuintan06@gmail.com
7. No Telepon/Hp 085330627040

b. Riwayat Pendidikan

SD SMP SMA
Nama SDN 1 Purworejo SMPN 2 Ngantang SMAN 1 Ngantang
Institusi Ngantang
Jurusan - - IPS
Tahun masuk- 2005-2011 2011-2014 2014-2017
Lulus

Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar
dan dapat di pertanggungjawabkan secara hukum. Apabila dikemudian hari
ternyata apabila dijumpai ketidaksesuaian dengan kenyataan , saya sanggup
menerima sanksi.
Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi salah
satu persyaratan dalam pengajuan Program Kreaktivitas Mahasiswa Keirausahaan.

Malang, 05
Oktober 2018

Rahayu Intan
Wijayant
Lampiran 2 : Justifikasi Anggaran Biaya

1.1 Daftar Bahan

No Nama Bahan Unit Harga (Rp) Jumlah (Rp)


1 Cat Spray 10 30.000 300.000
2 Cat Kutek 5 25.000 125.000
3 Selotip 10 5.000 50.000
4 Gelas keramik polos 50 20.000 1.000.000
Jumlah 1.475.000,-

1.2 Daftar Alat


No Nama Bahan Unit Harga (Rp) Jumlah (Rp)
1 Air Spray Gun 1 287.000 287.000
2 Bak Plastik 4 25.000 100.000
3 Stick kayu 4 20.000 80.000
4
Jumlah 467.000,-

1.3 Lain-Lain

No Vol Sat Harga Jumlah


(Rp) (Rp)
1 Biaya Bensin 3 liter 8.000 24.000

2 Biaya - - - 200.000
Administrasi
4 Biaya - - - 300.000
Pendukung
Produksi
Jumlah 524.000
“SIKUCIL, SINGKONGKU CILIK”
USAHA SINGKONG SEBAGAI VARIASI MAKANAN BARU BAGI
MASYARAKAT

BIDANG KEGIATAN:

PKM KEWIRAUSAHAAN (PKM-K)

Oleh :
Sarbita Dwi Raja B7 PGSD

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Singkong merupakan pohon tahunan tropika dan subtropika yang dapat ditanam
sepanjang tahun, dan hampir disetiap wilayah di Indonesia. Bagian yang dimakan dari
tanaman dari tanaman singkong selain bagian umbi atau akarnya juga daunnya, biasanya
dimanfaatkan untuk ragam masakan, terutama sayuran. Harga singkong yang relatif
murah juga dapat menjadi potensi dalam pengembangan kegiatan pengolahan menjadi
produk yang banyak variasinya. Selain itu, latar belakang pengolahan singkong ini adalah
untuk meningkatakan pendapatan dari sektor pertanian ( perkebunan). Singkong dapat
dimasak dengan berbagai cara ,dapat digunakan pada berbagai macam masakan. Namun
sedikit kelemahannya umbi singkong tidak tahan disimpan lama meskipun ditempatkan di
lemari pendingin, untuk itu butuh pengoahan lebih lanjut agar lebih tahan lama.Singkong
juga dianggap sebagai makanan yang dikesampingkan oleh karena itu perlu
pengembangan lebih lanjut untuk menjadikan singkong makanan yang sering dikonsumsi.
1.2 Perumusan Masalah
Rumusan masalah dilakukannya usaha “SIKUCIL SINGKONGKU CILIK” adalah
sebagai berikut :
1. bagaimana produksi olahan pangan tradisional dengan cara modern yang tetap dapat
mencukupi kebutuhan gizi, terutama untuk generasi muda?
2. Bagaimana mengenalkan produk olahan singkong kepada masyarakat dengan varian
bentuk dan rasa terbaru?
3. Bagaiman strategi dalam pemasaran produk olahan singkong ?
1.3 Tujuan Program
Adapun beberapa tujuan dari program kami anatara lain :
1.. Memberikan nilai tambah singkong sebagai makanan dengan variasi baru.
2. Memperlihatkan singkong ke berbagai kalangan , bahwa singkong bukan hanya
makanan biasa melainkan makanan yang dapat dimodifikasi agar terlihat menarik.
3. Memberikan variasi makanan baru untuk generasi muda dengan tetap mencukupi
asupan gizi.
4. Membantu program dalam diversifikasi pangan.

1.4 Luaran yang Diharapkan


1) Adanya produk olahan makanan tradisional yang diolah dan dibuat secara
modern.
2) Terciptanya olahan makanan berupa gethuk singkong dengan ukuran sekali suap
yang disesuaikan dengan kesukaan rasa dan bentuk yang disukai oleh kalangan
masyarakat teruma kalangan mahasiswa
3) Terciptanya usaha mandiri yang dapat memberikan kontribusi bagi masyarakat
sekitar.
1.5 Kegunaan Program
a) Bagi perguruan Tinggi :
Berdirinya suatu program kewirausahaan penyedia makanan berbasis singkong ini, dapat
menumbuhkan semangat inovasi dari mahasiswa dalam berwirausaha dan berkreasi
dalam pengaplikasian ilmu mereka. Inovasi yang baik tentunya dapat mempengaruhi
harumnya nama baik Universitas diberbagai kalangan.
Program Kewirausahaan ini juga dapat memberikan feedback untuk Universitas dalam
mengetahui kemampuan mahasiswa dalam berkarya. Menghasilkan wirausaha-wirausaha
muda pencipta lapangan kerja dan calon pengusaha sukses.
b) Bagi Mahasiswa :
Menumbuhkan jiwa bisnis sehingga memiliki keberanian untuk memulai usaha didukung
dengan modal yang diberikan pendamping secara terpadu. Dengan program ini
mahasiswa mendapat banyak pembelajaran dalam proses perencanaan hingga
pelaksanaan,seperti kinerja dan kemandirian yang secara langsung mhasiswa akan terlatih
untu berpikir positif, kreatif,inovatif,dan dinamis.
c) Bagi Masyarakat :
Jika program ini terealisasi, maka akan menimbulkan efek manfaat berganda (multiplier
effect), yaitu berupa pembukaan lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat dan
mengurangi pengangguran.
Pengolahan singkong yang variatif juga dapat menjaga kelestarian umbi singkong sebagai
alternatif makanan pokok masyarakat Indonesia. Memberikan gambaran kepada
masyarakat bahwa singkong tidak hanya dapat diolah sebagai makanan- makanan
tradisional melainkan dapat juga diolah menjadi makanan modern. Namun tetap tidak
meninggalkan kesan khas tradisional masyarakat Indonesia.

BAB II
GAMBARAN UMUM RENCANA USAHA

“SIKUCIL” adalah usaha yang bergerak di bidang pangan, yang dibentuk berdasarkan
minat dan kegemaran pendirinya terhadap dunia kuliner. Pada awal terbentuk “SIKUCIL”
adalah akibat dari keresahan saya yang melihat banyaknya hasil bumi berupa singkong di
daerah pedesaan di Kecamatan Sumbermanjing Wetan Kabupaten Malang yang kurang
mendapat pengembangan, sehingga kurang menghasilkan pemasukan ekonomi bagi
pelaku usaha pertanian maupun usaha olahan pangan

2.1 Spesifikasi Usaha


Usaha “SIKUCIL” adalah usaha yang bergerak di bidang pangan, dengan bahan olahan
utama yang berasal dari singkong. Singkong yang berikutnya diolah menjadi olahan
makanan tradisional yang kemas ulang dengan ukuran yang lebih ekonomis dan sekali
suap, hal ini cocok sekali dengan kebutuhan kalangan milenial yang butuh seba cepat
dalam melakukan banyak aktifitasnya. “SIKUCIL” ini dibentuk seukuran satu kali suap,
atau sekali kunyah orang dewasa, sehingga cocok sekali dengan keinginan masyarakat
untuk memakan suatu produk makanan yang berukuran kecil dan mudah dibawa-bawa.
Varian rasa mulai dari original manis, lalu ada variasi rasa keju, pedas manis, rasa
cokelat, cokelat pedas, dan keju manis pedas. Sesuai dengan manfaat yang ada setelah
mengkonsumsi singkong, diharapkan, para pembeli selain puas oleh rasa, juga puas
karena manfaat dari singkong (Faktualnews 2/12/2018). Kemasan produk akan dibuat
dari karton dengan ukuran yang menyesuaikan untuk dapat diisi dengan jumlah sepuluh
gethuk “SIKUCIL”. Produk gethuk “SIKUCIL” akan dibuat dengan ukuran lebar 3cm
dan panjang 3cm, sehingga dapat disusun dalam karton dengan isi sebanyak 10 buah
gethuk. Produksi akan dilakukan di rumah sendiri. Lokasi yang digunakan terletak di
Jalan Danau Jempang I, Blok E2D No.4 RT 07/ RW 07, Kelurahan Lesanpuro,
Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang, Jawa Timur. Sedangkan untuk lokasi
penjualan, saya mendekatkan outlet dengan target konsumen, masyarakat umum terutama
mahasiswa. Lokasi yang saya pilih adalah di Jalan Sumbersari tepatnya di pinggir jalan .
Lokasi ini kami nilai potensial karena berada dikawan tempat tinggal mahasiswa, baik
UM, UB, UIN, ITN dan Universitas lainnya. Kawasan ini tergolong ramai setiap harinya,
dan strategis, karena berada ditepi jalan raya dan dilewati angkutan umum.

2.2 Desain outlet


Desain Outlet dibuat menarik, praktis dan sesuai penggunaan yang berbasis kaki lima
atau dinamis (mudah untuk dipindahkan), dan mudah untuk dijangkau baik untuk penjual
dan pembeli. Kami mendesain dengan merujuk kepada booth atau gerobak penjualan
yang terkesan lebih modern sehingga akan lebih menarik pembeli.

2.3 Rencana Pengembagan Usaha


1) Mendirikan outlet dengan desain yang menarik.
2) Memiliki Gerai atau bangunan tetap dan menu yag lebih bervariasi.
Mengembangkan produk lain selain makanan melainkan aneka minuman yang berbahan
dasar singkong.
3) Membuka cabang baru dilokasi untuk memperluas pasar dan usaha.
4) Memiliki perkebunan singkong sendiri sebagai pemasok bahan baku menjadi usaha
yang berintegrasi dan berkelanjutan.

2.4 Strategi Pemasaran


Produk ini akan dipasarkan dengan variasi nama yang unik yang bertujuan untuk menarik
perhatian konsumen yang mendengarnya.. Melakukan promosi yang gencar dengan
berbagai media dengan harga terjangkau dan membuat kemasan produk atau tampilan
produk beragam dan menarik. Produk kami memiliki bermacam-macam jenis variasi dari
Makanan pembuka, makanan ringan dan makanan penutup yang kami lihat dari segi
kebutuhan dan keinginan konsumen.
2.4,1 Jenis Produk Yang Ditawarkan
Produk yang ditawarkan adalah gethuk aneka rasa dan aneka warna yang dapat
menggambarkan rasanya. Produk gethuk yang modern dengan pengemasan dan rasa yang
disesuaikan dengan lidah anak muda milenial.
2.4.2 Harga Jual
Harga jual akan dapat ditentukan setelah membagi modal dengan jumlah produk
yang dihasilkan. Harga pun akan disesuaikan dengan harga makanan sejenis, hal ini agar
dapat bersaing dengan produk-produk sejenis. Penentuan harga jual juga akan
berdasarkan daya jangkau pembeli, terutama dari kalangan mahasiswa, karena sasaran
utama dari produk ini adalah mahasiswa.
2.4.3 Lokasi
Lokasi yang saya pilih adalah di Jalan Sumbersari tepatnya di pinggir jalan .
Lokasi ini kami nilai potensial karena berada dikawan tempat tinggal mahasiswa, baik
UM, UB, UIN, ITN dan Universitas lainnya. Kawasan ini tergolong ramai setiap harinya,
dan strategis, karena berada ditepi jalan raya dan dilewati angkutan umum. Lokasi lain
yang menjadi pengembangan kedua adalah di Jalan Sentani, Kelurahan Lesanpuro,
Kecamatan Kedung Kandang, Kota Malang, yang dekat beberapa kampus swasta dan
dekat dengan lokasi kampus 2 Universitas Negeri Malang, Pemilihan lokasi ini juga
didasarkan oleh letak produksi yang tak jauh dari Jalan Sentani.
2.4.4 Promosi

 Dengan melakukan kreasi pada produk, berupa pemberian nama yang


unik dan variasi rasa pada produk gethuk “SIKUCIL”
 Pengemasan produk dengan karton, dengan sampul karton yang
bergambar menarik dan berwarna mencolok akan membuat pembeli lebih
mudah mengingat produk
 Membuat media publikasi produk yang masif, dengan penggunaan media
sosial.
2.4.5 Gambaran Segmentasi Pasar
Pada umumnya, segmentasi pasar produk ini adalah masyarakat pada semua
kalangan, baik masyarakat kalangan menengah kebawah, maupun menengah keatas.
Tetapi yang menjadi sasaran utama produk ini adalah masyarakat kelas menengah ke
bawah dan kalangan mahasiswa.
2.4.6 Metodologi Pelaksanaan

 Lokasi Produksi
Untuk proses produksi, pertama-tama akan diproduksi di Jalan Danau
Jempang I, Blok E2D No.4 RT 07/ RW 07, Kelurahan Lesanpuro,
Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang, Jawa Timur.
 Persiapan
Pada tahap persiapan,yang pertama adalah persiapan alat dan bahan,
survey lokasi pemasaran, survey tingkat konsumtifitas masyarakat
terhadap makanan ringan, menjalin kerjasama dengan pemasok bahan
baku produk yaitu petani singkong.
 Promosi dan Pemasaran
Pemasaran dilakukan selama progam kewirausahaan ini berlangsung, dan
cara-cara promosi yang digunakan adalah seperti yang sudah disebutkan
diatas.
 Pelaporan Kegiata

2.4.7 Jadwal Kegiatan

Bulan 1 Bulan 2 Bulan 3


NO Kegiatan 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Konsultasi
2 survey alat dan bahan
3 pembelian bahan
4 pembelian alat
5 uji coba produk skala kecil
6 Studi kelayakan
7 Riset pasar
8 Mencari investor
9 Produksi dalam usaha
10 Promosi
11 Evaluasi
`13 Pembuatan laporan
2.4.8 Analisis Ekonomi Usaha
Strenght (kelebihan)
a. Bahan baku melimpah
b. Harga yang terjangkaudi kalangan mahasiswa
c. Lokasi pemasaran yang strategis
d. Tanpa bahan pengawet, lebih sehat
Weakness (kelemahan)
a. Tanpa bahan pengawet, sehingga mudah basi
b. Modal yang dibutuhkan cukup banyak
Opportunity (peluang)
a. Lokasi pemasaran yang strategis di lingkungan kampus
b. Belum adanya produk sejenis yang menawarkan berbagai varian rasa dengan
ukuran yang serupa
c. Konsumen terbentang dari berbagai kalangan usia
Threat (ancaman)
a. Munculnya produk tiruan, yang memakai konsep yang serupa
2.4.9 Justifikasi biaya

No. Nama Barang/jasa Perkiraan biaya jumlah Total Biaya

1. Booth tempat Rp.1.000.000,- 1 Rp.1,000,000,-


berjualan

2. Alat penggiling Rp.100.000,- 1 Rp.100.000,-


gethuk

3. Wadah gethuk Rp.10.000,- 2 Rp.20.000,-


setengah jadi

4. Wadah gethuk Rp.10.000,- 2 Rp.20.000,-


matang
5. Penanak singkong Rp.150.000,- 1 Rp.150.000,-
mentah

6. Kompor gas dan Rp.500.000,- 1 Rp.500.000,-


regulator

7. Pamflet Rp.10.000,- 10 Rp.100,000,-

8. pisau Rp.10.000,- 2 Rp.20.000,-

9. Pewarna makanan Rp.100.000,- 1 Rp.100.000,-


aneka warna

10. Keju parut Rp.20.000,- 2 Rp.40.000,-

11. Perisa balado Rp.10.000,- 1 Rp.10.000,-

12. Sendok makan Rp.25.000,- 1 Rp.25.000,-

13. Karton wadah Rp.50.000,- 1 Rp.50.000,-


gethuk siap makan
14. Biaya cetak Rp.100.000,- 1x Rp.100.000,-
sablon
15. Kantong plastik Rp.10.000,- 3 Rp.30.000,-

16. Karet gelang Rp.5000,- 1 Rp.5000,-

17. kelapa Rp.5000,- 10 Rp.50.000,-


18. gula Rp.12.000,- 1 Rp.12.000,-

19. garam Rp.2.000,- 1 Rp.2.000,-


20. Singkong Rp.5.000,- 20 Rp.100.000,-

TOTAL . Rp.2.434.000,-
DAFTAR PUSTAKA

https://faktualnews.co/2018/12/02/manfaat-singkong-bagi-kesehatan-manusia/110972/
(diakses pada 2/12/2018 21:23wib)
Balitkabi. 2005. Teknologi Produksi Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Balai
Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Malang. 36 hlm.

Bargumono, Bargumono and Wongsowijaya, Suyadi 9 UMBI UTAMA Sebagai Pangan


Alternatif Nasional. UPN "VETERAN" YOGYAKARTA.

Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI. 1992. Daftar Komposisi Bahan Makanan.
Jakarta : Penebar Swadaya.

Muchtadi, Tien R. dan Sugiyono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bogor : IPB.

Sosrosoedirdjo, R.S. 1993. Bercocok Tanam Ketela Pohon. Jakarta : CV. Yasaguna.
Lampiran
A. Identitas Diri
1. Nama Lengkap SARBITA DWI RAJA

2. Jenis Kelamin LAKI-LAKI

3. Jabatan Mahasiswa

4. NIM 170151602697

5. Tempat dan Tanggal lahir Malang, 23 Januari 1999

6. E-mail sarbitadr@gmail.com

7. Alamat Rumah Jl. D.Jempang.I No.4 RT07/RW02,


Lesanpuro, Kedungkandang, Malang

8. Nomor telepon 082335917884

B. Riwayat Pendidikan
SD SMP SMA

NamaInstitusi SDN Sitiarjo III SMPN 2 SMAN 1 Turen


Sumbermanjing

Jurusan Reguler Reguler IPA

Tahun masuk- 2005-2011 2011-2014 2014-2017


lulus

Semua data yang saya isi dan cantumkan adalah benar adanya dan dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum. Apabila di kemudian hari dijumpai ketidak
sesuaian dengan kenyataan yang ada sebenarnya, saya sanggup menerima sanksi.
Demikian biodata ini saya buat dengan sebenar-benarnya untuk memenuhi salah
satu persyaratan dalam pengajuan proposal PKM kewirausahaan “SIKUCIL,
SINGKONGKU CILIK”.
Malang, 29
November 2018
Pengusul
Sarbita Dwi
Raja
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
SURAT PERNYATAAN KETUA PELAKSANA
Yang betanda tangan dibawah ini :
Nama : Sarbita Dwi Raja
Nim : 170151602697
Program Studi : PGSD
Fakultas : Ilmu Pendidikan
Dengan ini menyatakan bahwa proposal Kreativitas Mahasiswa Kewirausahaan
saya dengan judul “SIKUCIL, SINGKONGKU CILIK”, sebagai variasi makanan terbaru
bagi masyarakat” Yang diusulkan untuk tahun anggaran 2019 bersifat orisinal dan belum
pernah dibiayai oleh lembaga atau sumber dana lain.
Bilamana di kemudian hari ditemukan ketidaksesuaian dengan pernyataan ini,
maka saya bersedia dituntut dengan proses sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan
mengembalikan seluruh biaya penelitian yang sudah diterima ke kas Negara.
Demikian pernyataan ini dibuat dengan sesungguhnya dan dengan sebenar-
benarnya.
Malang, 29 November
2018 Mengetahui,
Pembantu Rektor III, Ketua Pelaksana
Kegiatan,

Yulia Linguistika, S.Pd, M.Ed Sarbita Dwi


Raja
NIP. NIM. 170151602697
“PELESTARIAN PERMAINAN TRADISIONAL DENGAN GAME
BERBASIS EGRANG DALAM UPAYA PEMANFAATAN BAMBU DI
DESA ARGOTIRTO, KABUPATEN MALANG”

BIDANG KEGIATAN:
PKM PENGABDIAN MASYARAKAT

Oleh :
Vicki Ferdiansyah B7 PGSD

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia negeri yang kaya, sentuhan-sentuhan kearifan lokalnya tidak hanya
tercermin dalam berbagai kerajinan, tetapi juga tervisualisasi dalam budaya sosial.
Jika dikupas satu persatu mengenal kultur permainan tradisional , permainan-
permainan itu memiliki arti yang dalam. Contoh permainan tradisonal anak egrang
bambu. Egrang bambu merupakan permainan tradisional asli Indonesia. Egrang
terbuat dari dua batang bambu yang tingginya antara 2-3 meter, dan terdapat
tempat untuk pejalan kaki yang juga dari bambu. Sehingga bambu merupakan
bahan utama pembufatan egrang. Permainan egrang sendiri memiliki makna untuk
membangun karakter rasa cinta tanah air, membangun sikap kebersamaan,
menanamkan nilai-nilai kearifan lokal. Permainan ini sangat unik dan memiliki
kesulitan tersendiri jika ingin memainkanya. Sehingga permainan ini sangat
menarik untuk dilestarikan dan dikembangkan.

Bahan egrang sendiri adalah bambu, bambu merupakan salah satu jenis
rumput-rumputan yang termasuk kedalam famili Graminieae dan merupakan
bagian dari komoditas hasil hutan bukan kayu. Menurut Sulastiningsih et-al
(2005) dalam Arsad, E 2014 mengemukakan bahwa bambu sebagai salah satu
bahan baku yang mudah dibelah, dibentuk dan mudah pengerjaanya, disamping
itu harganya yang murah dibanding bahan baku kayu.

1.2 Perumusan Masalah


1. Bagaimana pemanfaatan bambu terhadap permainan egrang?
2. Bagaimana tahapan implementasi egrang?

1.3 Tujuan Masalah


1. Untuk memanfaatkan bambu sebagai bahan alat permainan egrang.
2. Untuk melestarikan kembali permainan tradisional egrang .
1.4 Lauran yang diharapkan
Kegiatan ini diharapkan dapat membantu masyarakat dalam pemanfaatan
tanaman bambu dengan cara pelestarian permainan tradisional egrang. Dan
mengangkat lagi permainan tradisional egrang di kalangan masyarakat.
1.5 Kegunaan Progam
1. Mengembangkan fungsi tanaman bambu untuk bahan utama alat permainan
egrang.
2. Melestarikan kembali permainan tradisional egrang yang mulai jarang di mainkan.

BAB II
GAMBARAN UMUM MASYARAKAT SASARAN

Desa Argotirto adalah sebuah desa yang berada di Kecamatan


Sumbermanjiing Wetan Kabupaten Malang. Secara geografis desa Argotirto
berada tidak jauh dari daerah pusat kecamatan. Letak desa ini berada di daerah
perkebunan dan ladang. Kondisi masyarakatnya pun sama seperti masyarakat
pada umumnya. Desa ini termasuk desa yang cukup luas, wilayahnya berada pada
dataran tinggi dan pegunungan. Sehingga tidak heran jika terdapat banyak
tumbuh-tumbuhan seperti bambu.
Warga di desa ini memiliki profesi yang bervariasi, ada yang menjadi
pedagang, petani, guru dan profesi lainya. Karena warga desa ini rata-rata
memiliki pekerjaan yang berbeda-beda. Jumlah warga disini pun tidak terlalu
banyak keadaan rumah penduduk pun tidak terlalu rapat. Warga di desa ini rata-
rata memiliki kebun sendirim, mereka banyak yang menanam tumbuhan tebu,
singkong, karet, cengkeh, kopi, dan pastinya setiap kebun yang dimiliki banyak
tumbuhan bambu.
Anak-anak disini pun sangat berantusias jika ada kegiatan. Mereka memiliki
semangat yang tinggi, sehingga tidak salah jika anak-anak atau pemuda di desa ini
di ajak untuk melestarikan permainan tradisional.

BAB III
METODE PELAKSANAAN

3.1 Tempat dan Waktu pelaksanaan kegiatan


Kegiatan ini akan dilaksanakan di Balai Desa Argotirto, desa Argotirto
Kecamatan Sumbermanjing Wetan Kabupaten Malang pada bulan Desember
2018.
3.2 Metode Pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan ini dilakukan dengan 2 metode yaitu:
3.2.1 Metode Presentasi dan diskusi
Metode dilaksanakan pada hari pertama. Peserta dalam kegiatan ini adalah
warga desa Argotirto, mulai dari anak-anak sampai orang dewasa. Peserta
diarahkan untuk menempati kursi-kursi yang telah disiapkan oleh panitia PKM-M
untuk mengikuti presentasi dan diskusi. Presentasi pun dilakukan oleh pihak
pelaksana kegiatan PKM-M. Presentasi sendiri membahas tentang bagaimana
pelestarian permainan tradisional terutama egrang yang bahan utamanya adalah
bambu. Disisi lain dalam rangka melestarikan permainan tradisional disini juga
menjadi kegiatan pemanfaatan bambu yang begitu banyak di Desa Argotirto.
Sehingga kegiatan ini menjadi ajang pelestarian budaya dan pemanfaatan bambu
yang ada di Desa Argotirto.
3.2.2 Metode Praktik dan Penggunaan Egrang
Pada kegiatan ini masuk pada implementasi kegiatan, yang dilakukanya
adalah pembuatan egrang bersama warga Desa Argotirto dengan bambu yang
sudah disediakan oleh pihak PKM-M. Warga diajak membuat egrang dengan
sekreatif mungkin. Sehingga warga langsung terlibat dalam kegiatan ini. Setelah
warga desa mulai anak-anak, remaja, maupun orang dewasa diajak mengkreasikan
permainan egrang, karena egrang rata-rata hanya diguakan untuk berjalan saja.
Cara mengkreasikanya dengan membuat tarian dengan menggunakan egrang
dengan dikombinasikan dengan lagu-lagu daerah ataupun lagu modern. Sehingga
permainan egrang terkesan unik dan lebih bervariasi.

3.3 Prosedur Pelaksanaan Kegiatan


Prosedur pelaksanaan kegiatan ini dimulai dari perencanaan kegiatan,
penentuan jadwal pelaksaan kegiatan, penentuan biaya kegiatan, observasi dan
pemantauan tempat kegiatan PKM-M, pengajuan proposal PKM-M, persiapan alat
dan bahan yang dibutuhkan, mempresentasikan bagaimana pelestarian permainan
tradisional dan juga pemanfaatan bambu untuk bahan utama egrang,
mengimplementasikan bagaimana penggunaan egrang dan mengkreasikan
permainan egrang menjadi permainan yang lebih bervariasi, pendampingan
selama kegiatan, penulisan akhir, pengajuan laporan akhir.
BAB IV
BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN

4.1 Anggaran Biaya


No Jenis Pengeluaran Biaya (Rp)

1 Peralatan penunjang, ditulis sesuai kebutuhan 1.100.000,00-


(15-25%)
2 Bahan habis pakai, ditulis, sesuai dengan 1.600.000,00-
kebutuhan (30-40%)
3 Perjalanan, jelaskan arah dan untuk tujuan apa 750.000,00-
(10-20%)
4 Lain-lain, administrasi, publikasi, seminar, 810.000,00-
laporan, dan lainya(10%)
Jumlah 4.260.000,00-

Jadi total dana yang dibutuhkan untuk kegiatan PKM-M ini sebesar
Rp4.260.000,00- (empat juta dua ratus enam puluh ribu rupiah)

4.2 Jadwal Kegiatan

No Bulan Agenda

1 I Perencanaan kegiatan, observasi dan pemantauan lokasi


kegiatan PKM-M, pengajuan proposal PKM-M

2 II Persiapan Alat dan bahan, mepresentasikan ke warga,


percobaan dan pelaksanaan, pendampingan selama
kegiatan.

3 III Penulisan laporan akhir, dan pengajuan laporan akhir ke


Dikti.
DAFTAR PUSTAKA

Arsad Efendi.2015. Teknologi Pengolahan dan Manfaat Bambu. Jurnal Riset


Industri Hasil Hutan. Banjarbaru. Vol 7(1):45-52.

Fad Aisyah.2014. Kumpulan Permainan Tradisional Anak Indonesia.


Jakarta:Cerdas Interaktif (Penebar Swadaya Grup)

Fellah Suffah.2015. Strategi Bermain Tanoker dalam Membangun Karakter Cinta


Tanah Air Melalui Permainan Tradisional Egrang Di Kecamatan Ledokombo
Jember Jawa Timur. Jurnal Kajian Moral dan Kewarganegaraan. Jember. Vol
3(3):1324-1338.

Mulyani Sri.2013. Permainan Tradisional Anak Indonesia.Yogyakarta:Langensari


Publising

Saputra E Nofrans.2017. Permainan Tradisional Sebagai Upaya Meningkatkan


Kemampuan Anak. Jurnal Psikologi.Jambi. Vol 2(2):2528-2735
PROPOSAL SKRIPSI
PENGARUH PENGGUNAAN GADGET TERHADAP HASIL BELAJAR
DAN SIKAP SOSIAL ANAK SEKOLAH DASAR KELAS TINGGI DI
KOTA MALANG

Oleh :
Aisyah Rohmadian B7 PGSD

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Perkembangan teknologi sekarang ini sangat pesat. Banyak teknologi


canggih yang telah diciptakan, seperti gadget. Kemajuan teknologi membuat
perubahan yang begitu besar dalam kehidupan manusia di berbagai bidang dan
memberikan dampak yang begitu besar pada nilai-nilai kebudayaan (Chusna,
2017). Di zaman sekarang gadget sudah tidak asing lagi bagi kita. Banyak sekali
pengguna gadget yang sering kita jumpai, tidak hanya dari kalangan orang tua saja
tetapi hampir semua kalangan menggunakan gadget, bahkan anak kecil pun
menggunakan gadget.

Gadget memiliki dampak positif maupun negatif, tergantung bagaimana kita


menyikapinya. Jika kita memanfaatkan dengan baik, maka gadget memiliki
dampak positif seperti, bisa berkomunikasi dengan orang lain walaupun jaraknya
jauh, memperoleh informasi dengan mudah, menambah wawasan dan
pengetahuan, dan dampak positif yang lain. Jika kita mengunakan gadget tidak
sebagaimana mestinya atau terlalu fanatik terhadap gadget, maka akan
menimbulkan dampak negatif seperti, kecanduan bermain gadget, kurangnya
interaksi sosial, malas belajar, dan dampak negatif lainnya.

Oleh karena itu tujuan penelitian ini ingin mengetahui pengaruh penggunaan
gadget terhadap hasil belajar dan sikap sosial anak sekolah dasar kelas tinggi di
Malang.
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka dapat dirumuskan


masalah sebagai berikut.

1. Bagaimana pengaruh penggunaan gadget terhadap hasil belajar anak


sekolah dasar kelas tinggi di kota Malang?
2. Bagaimana pengaruh penggunaan gadget terhadap sikap sosial anak
sekolah dasar kelas tinggi di kota Malang?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai dari proposal yaitu sebagai
berikut.

1. Untuk menganalisis pengaruh penggunaan gadget hasil belajar anak


sekolah dasar kelas tinggi di kota Malang.
2. Untuk menganalisis pengaruh gadget terhadap sikap sosial anak sekolah
dasar kelas tinggi di kota Malang.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini yaitu sebagai berikut.

1. Menambah pengetahuan dan keterampilan peneliti mengenai pengaruh


penggunaan gadget terhadap hasil belajar dan sikap sosial anak sekolah
dasar kelas tinggi di kota Malang dan dapat menjadi salah satu dasar,
acuan, dan masukan dalam mengembangkan penelitian-penelitian
selanjutnya.
2. Dapat menambah pengetahuan dan keterampilan orang tua, guru, dan
masyarakat mengenai pengaruh penggunaan gadget terhadap hasil belajar
dan sikap sosial anak sekolah dasar kelas tinggi di kota Malang.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Gadget

Gadget adalah sebuah istilah dalam bahasa inggris yang mengartikan sebuah
alat elektronik kecil dengan berbagai macam fungsi khusus. Gadget adalah suatu
istilah yang berasal dari bahasa inggris untuk merujuk pada suatu peranti atau alat
yang memiliki tujuan dan fungsi praktis spesifik yang berguna dan umumnya
diberikan terhadap sesuatu yang baru. Gadget dalam pengertian umum dianggap
sebagai suatu perangkat elektronik yang memiliki fungsi khusus pada setiap
perangkatnya. Contohnya: handphone, laptop, komputer, game dan yang lainnya
(Chusna, 2017). Gadget memiliki fungsi dan manfaat yang tergantung dengan
pemakainya. Fungsi dan manfaat gadget secara umum diantaranya:

a. Komunikasi

Pengetahauan manusia semakin luas dan maju. Jika zaman dahulu manusia
menggunakan ucapan atau berbicara langsung sebagai alat komunikasi, kemudian
berkembang melalui tulisan yang dikirimkan melalui pos. Sekarang zaman
globalisasi, handphone digunakan manusia sebagai alat berkomunikasi dengan
keuntungan lebih praktis, cepat, mudah dan lebih efisien.

b. Sosial

Fungsi gadget selain untuk alat berkomunikasi yaitu bisa untuk hubungan
sosial. Fitur dan aplikasi dalam gadget dapat digunakan untuk kita berbagi berita,
kabar, dan cerita. Sehingga dengan pemanfaatan tersebut dapat menambah teman
dan menjalin hubungan kerabat yang jauh tanpa harus menggunakan waktu yang
relatif lama untuk berbagi.

c. Pengetahuan

Seiring dengan perkembangan zaman, sekarang seseorang untuk belajar


tidak hanya terpaut dengan buku. Namun melalui gadget seseorang dapat
mengakses berbagai ilmu pengetahuan yang diperlukannya. Baik tentang
lingkungan, agama, politik, pendidikan, dan ilmu pengetahuan umum lainnya,
tanpa harus bersusah payah pergi ke perpustakaan yang mungkin jauh dan sulit
untuk dijangkau.

2.2 Penggunaan Gadget

Teknologi Informasi (TI), atau dalam bahasa inggris dikenal dengan istilah
Information Technology (IT) adalah istilah umum untuk teknologi apa pun yang
membantu manusia dalam membuat, mengubah, menyimpan, mengomunikasikan
dan/atau menyebarkan informasi. IT menyatukan komputasi dan komunikasi
berkecepatan tinggi untuk data, suara, dan video. Contoh dari Information
technology tidak hanya berupa komputer pribadi saja, tetapi juga televisi dan
gadget (smartphone, handphone, tablet, note dan lain-lain). Pengolahan,
penyimpanan dan penyebaran vokal, informasi bergambar, teks dan numerik oleh
mikroelektronika berbasis kombinasi komputasi dan telekomunikasi.

Gadget merupakan sebuah istilah yang sering kita dengar terutama bagi
pengguna dan pencinta berbagai macam gadget namun ada banyak orang yang
masih belum mengetahui definisi gadget yang sebenarnya. Gadget adalah sebuah
istilah yang berasal dari bahasa inggris, yang artinya perangkat elektronik kecil
yang memiliki fungsi khusus (Winarno, 2009). Salah satu hal yang membedakan
gadget dengan perangkat elektronik lainya adalah unsur “kebaruan”. Artinya dari
hari ke hari gadget selalu muncul dengan menyajikan teknologi terbaru yang
membuat hidup manusia menjadi lebih praktis.

Banyaknya jenis-jenis gadget yang berevolusi secara cepat menjadikan


barang ini menarik untuk dimiliki, pembahasan tentang berbagai jenis gadget
seperti handphone, smartphone, laptop, tablet, iPad dalam berbagai merk. Gadget
dengan beragam jenis dalam merk memiliki fasilitas-fasilitas yang semakin hari
semakin berkembang seiring perkembangan teknologi yang akhirnya menjadi
salah satu kebutuhan manusia, contohnya saja seperti internet, sosial media,
fasilitas pesan, permainan (game). Media elektronik dan cetak sangat berperan
dalam perkembangan gadget, melalui media para produsen gadget
mempromosikan barang mereka. Seiring dengan kemajuan teknologi, masyarakat
sangat merespon dan mengikuti perkembangan gadget, walupun belum tentu
pengguna gadget memanfaatkan fasilitas gadget secara optimal dalam kehidupan
sehari-hari.

Tingkat penggunaan gadget pada anak-anak diduga dipengaruhi oleh


beberapa karakteristik yaitu karakteristik yang berkaitan dengan diri sendiri
(internal) maupun lingkungannya (eksternal). Menggunakan gadget dapat
mempengaruhi tingkat interaksi sosial pada lingkunganya khususnya di
lingkungan internal (keluarga) dan eksternal (masyarakat, sekolah dan
pertemanan) karena dengan tujuan yang berbeda dapat menyebabkan perbedaan
dalam menggunakan gadget yang mereka miliki dengan semua fitur yang di
fasilitasi gadget.

2.3 Dampak Positif dan Negatif Penggunaan Gadget Terhadap Anak

Adapun dampak positif dari penggunaan gadget terhadap anak yaitu sebagai
berikut.

a. Mempermudah komunikasi

Meskipun berbeda tempat dan berjarak yang sangat jauh, gadget dapat
mempermudah komunikasi dengan orang lain, dapat melalui sms, telepon atau
dengan semua aplikasi yang terdapat dalam gadget. Melalui gadget anak dapat
berkomunikasi dengan teman, orangtua ataupun saudaranya meskipun berbeda
tempat dan berjarak jauh.

b. Menambah pengetahuan

Dengan gadget seseorang dapat dengan mudah mengakses atau mencari


informasi maupun pengetahuan dengan aplikasi atau fitur yang disediakan dalam
gadget.

c. Menambah Teman

Salah satu aplikasi yang ada di gadget yaitu sosial media, dengan sosial
media anak dapat mudah menambah teman melalui jejaring sosial yang ada.
Awasan dari orangtua sangat diperlukan, jika anak tidak diawasi maka anak dapat
salah bergaul.
Adapun dampak positif lainnya yang mempengaruhi perkembangan
akademik dan sosial anak yaitu mampu membantu anak dalam mengatur
kecepatan bermainnya, mengolah strategi dalam permainan, dan membantu
meningkatkan kemampuan otak kanan anak.

Selain dampat postif tersebut, berikut ini beberapa dampak negatif dari
gadget terhadap perkembangan anak (Hastuti, 2012).

a. Sulit Konsentrasi pada Dunia Nyata.

Kecanduan pada gadget akan membuat anak merasa mudah gelisah, bosan
dan marah ketika dia dipisahkan dengan gadget yang merupakan barang
kesukaannya. Ketika anak merasa nyaman bermain dengan gadget kesukaannya
anak akan lebih senang dan asik menyendiri dengan memainkan gadget tersebut.
Dampaknya anak akan mengalami kesulitan berinteraksi dengan dunia nyata,
masyarakat bahkan ke teman-temannya.

b. Terganggunya Fungsi PFC

Kecanduan gadget selanjutnya dapat mempengaruhi perkembangan otak


anak. PFC atau Pre Frontal Cortex adalah bagian di dalam otak yang mengotrol
kontrol diri, emosi dan tanggung jawab pengambilan keputusan dan nilai-nilai
moral lainnya. Anak yang kecanduan gadget seperti games online otaknya akan
memproduksi hormon dopamine secara berlebihan yang mengakibatkan fungsi
PFC terganggu. Oleh karena itu banyak anak yang kecanduan bermain gadget
akan malas dalam belajar yang mengakibatkan nilai akademiknya jelek.

c. Introvert

Ketergantungan terhadap gadget pada anak-anak membuat mereka


menganggap bahwa gadget itu adalah segala-galanya bagi mereka. Mereka akan
galau dan gelisah jika dipisahkan dengan gadget tersebut. Sebagian besar waktu
mereka habis untuk bermain gadget. Banyak anak di era sekarang yang tidak
peduli dengan lingkungan sosialnya, mereka lebih mengutamakan gadgetnya
daripada berinteraksi sosial dengan masyarakat sekitar. Sehingga banyak anak
yang kecanduan gadget menjadi introvert.
Selain dampat negatif tersebut, adapun dampak negatif lainnya bila anak
sering menggunakan gadget yaitu radiasi dalam gadget dapat merusak jaringan
syaraf dan otak anak. Efek radiasi dalam gadget tidak terasa secara langsung,
karena radiasi gelombang elektromagnetik tidak terlihat. Oleh karena itu orangtua
harus secara bijak mengawasi dan melakukan seleksi terhadap apa yang
digunakan anak-anak saat bermain. Kebiasaan anak-anak dalam bermain gadget
saat ini memang tidak bisa dipungkiri. Namun ada baiknya tidak selalu bermain
atau paling tidak membatasi waktu bermain gadget. Karena alasan radiasi
tersebut. Sebenarnya kegiatan bermain merupakan kegiatan utama anak yang
nampak mulai sejak bayi. Kegiatan ini penting bagi perkembangan kognitif.
sosial. dan kepribadian anak pada umumnya. Anak juga bisa mulai memahami
hubungan antara dirinya dan lingkungan sosialnya melalui kegiatan bermain
belajar bergaul dan memahami aturan ataupun tata cara pergaulan. Namun
sekarang anak lebih banyak menghabiskan waktu dengan bermain gadget daripada
bermain dengan teman sebaya yang bisa menimbulkan sifat individualis dan
egosentris serta tidak memiliki kepekaan terhadap lingkungan sekitar (Jonathan,
dkk, 2015).

Penggunaan gadget memberikan dampak positif dan negatif kepada


penggunanya. Kemudahan dalam bidang teknologi membuat pengguna
mempunyai pendapat yang berbeda dalam konteks akibat setelah menerima
teknologi tersebut. Ada dampak positif (meningkatkan semangat belajar anak)
tetapi juga ada dampak negatifnya (berdampak pada kemalasan. karena anak-anak
lebih mementingkan gadgetnya daripada pembelajarannya). Oleh karena itu,
penting pemahaman tentang pengaruh gadget terutama bagi orangtua. Supaya
anak dapat dibatasi penggunaannya dan daya kembang anak dapat berkembang
dengan baik dan menjadi anak yang aktif, cerdas, dan interaktif terhadap orang
lain.

2.4 Pengertian Sikap

Attitude (sikap) merupakan satu predisposisi atau kecenderungan untuk


menerima atau menolak sesuatu berdasarkan pengalaman dan norma yang
dimilikinya. Beberapa para ahli juga mengemukakan pengertian tentang sikap,
diantaranya (Dayakisni, 2009):

a. Thurstone

Berpandangan bahwa sikap merupakan suatu tingkatan afek, baik itu


bersifat positif maupun negatif dalam hubungannya dengan obyek-obyek
psikologis.

b. Kimball Young

Menyatakan bahwa sikap merupakan suatu perdisposisi mental untuk


melakukan suatu tindakan. Ini berarti sikap sebagai sesuatu yang muncul sebelum
seseorang melakukan suatu tindakan.

c. Fishbein & Ajzen

Menyebutkan bahwa sikap sebagai predisposisi yang dipelajari untuk


merespon secara konsisten dalam cara tertentu berkenaan dengan obyek tertentu.

Secara sederhana, (Ahmadi, 2009) mengemukakan bahwa sikap adalah


kesiapan merespons yang sifatnya positif atau negatif terhadap obyek atau situasi
secara konsisten. Sikap adalah konsep yang membantu kita untuk memahami
tingkah laku. Sejumlah perbedaan tingkah laku dapat merupakan pencerminan
atau manifestasi dari sikap yang sama.

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa sikap adalah perilaku yang
kecenderungan individu untuk melakukan sebuah tindakan. Respon yang terjadi
dalam sikap merupakan respon yang konsisten. Sikap tercermin dari perilaku atau
perbuatan dari setiap individu, jika seseorang berperilaku buruk maka dapat
dikatakan bahwa sikapnya pun buruk, dan sebaliknya.

2.5 Karakteristik Sikap

Menurut Brigham (Dayakisni, 2009) ada beberapa karakteristik atau ciri


dasar sikap, yaitu:
a. Sikap disimpulkan dari cara-cara individu bertingkah laku;
b. Sikap ditujukan mengarah kepada obyek psikologis atau kategori, dalam
hal ini skema yang dimiliki orang menentukan bagaimana mereka
mengategorisasikan obyek dimana sikap diarahkan;
c. Sikap dipelajari;
d. Sikap mempengaruhi perilaku. Mengukuhi suatu sikap yang mengarah
pada suatu obyek itu dengan suatu cara tertentu.

Selain ciri-ciri di atas ada beberapa ciri-ciri dari sikap (Ahmadi, 2009)
yaitu:

a. Sikap Dipelajari

Sikap merupakan hasil belajar yang berbeda dengan motif-motif psikologis


lainnya. Misalnya lapar adalah motif psikologis yang tidak perlu dipelajari,
sedangkan pilihan terhadap suatu jenis makanan adalah sikap. Sikap dapat
dilakukan dengan kesadaran individu dan dipelajari dengan sengaja, namun
terdapat pula beberapa sikap yang tanpa kesadaran individu dan dipelajari dengan
tidak sengaja.

b. Memiliki Kestabilan

Sikap bermula dari dipelajari, kemudian menjadi lebih tetap, kuat dan stabil
melalui pengalaman. Contohnya perasaan suka atau tidak suka terhadap makanan
tertentu yang sifatnya berulang-ulang atau memiliki frekuensi yang tinggi.

c. Kepentingan Pribadi Masyarakat

Sikap melibatkan hubungan antara seseorang dan orang lain dan juga antara
orang dan barang atau situasi. Jika seseorang merasa bahwa orang lain
menyenangkan, maka ia akan sangat berarti bagi dirinya.

d. Berisi Kognisi dan Afeksi

Komponen kognisi dari sikap adalah berisi informasi yang faktual. Misalnya
obyek itu dirasakan menyenangkan atau tidak menyenangkan.

e. Arah Pendekatan Penghindaran


Bila seseorang memiliki sikap yang baik terhadap suatu obyek, maka ia
akan mendekati dan membantunya. Sebaliknya bila seseorang memiliki sikap
yang tidak baik, mereka akan menghindarinya. Berdasarkan karakteristik dan ciri
sikap yang telah disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa sikap tidak dibawa
sejak lahir namun memerlukan proses belajar baik terjadi secara sengaja maupun
tanpa sengaja. Sikap selalu berhubungan dengan suatu obyek.

2.6 Hakikat Sikap Sosial

1. Pengertian Sikap Sosial

Sikap sosial merupakan satu predisposisi atau kecenderungan untuk


menerima atau menolak sesuatu berdasarkan pengalaman dan norma yang
dimilikinya. Selain itu dapat diartikan sebagai satu sikap yang terarah kepada
tujuan-tujuan sosial, sebagai lawan dari sikap yang terarah kepada tujuan-tujuan
pribadi (Chaplin, 2000).

Sikap sosial menunjuk pada kecenderungan berbuat atau tidak berbuat


dalam situasi tersedia yang dimiliki bersama dengan sejumlah orang-orang lain
yang sama nilai-nilai, keyakinan, ideologi atau orientasi politik (Mappiare, 2006).
Pengertian tentang sikap sosial juga dikemukakan oleh Sudarsono (1997) yang
menjelaskan bahwa sikap sosial merupakan perbuatan-perbuatan atau sikap yang
tegas dari seseorang atau kelompok di dalam keluaraga atau masyarakat. Abu
Ahmadi (2007) menyebutkan bahwa sikap sosial adalah kesadaran individu yang
menentukan perbuatan nyata dan berulang-ulang terhadap obyek sosial. Sikap
sosial ini tidak dinyatakan oleh seorang tetapi diperhatikan oleh orang-orang
sekelompoknya.

Contoh dari cara siswa menanggapi orang lain adalah cara siswa
berkomunikasi atau berbicara dan sikap tolong-menolong. Seorang ahli
mengungkapkan bahwa dengan berbahasa secara sopan atau santun, seseorang
mampu menjaga harkat dan martabat dirinya dan menghormati orang lain.
Menjaga harkat dan martabat diri adalah substansi dari kesopanan dan kesantunan,
sedangkan menghormati orang lain merupakan kewajiban setiap orang. Lickona
(2012) menyatakan bahwa sikap tolong-menolong dapat memberikan bimbingan
untuk berbuat kebaikan dengan hati. Ini dapat membantu seseorang dalam
menyelesaikan tanggung jawab terhadap etika yang berlaku secara luas.

Salah satu dari wujud siswa mementingkan tujuan-tujuan sosial daripada


tujuan pribadi adalah peduli sesama. Lickona (2012) berpendapat bahwa sikap
peduli sesama dapat diartikan “berkorban untuk... “. Sikap ini dapat membantu
untuk tidak mengetahui apa yang menjadi tanggung jawab kita, tetapi juga
merasakannya.

Selain beberapa sikap yang telah disebutkan, cinta damai merupakan salah
satu sikap individu dalam menanggapi orang lain. Cinta damai merupakan sikap
dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa aman dan senang atas
kehadirannya. Contoh indikator di dalam kelas siswa SD adalah membiasakan
perilaku warga sekolah yang menjaga kedamaian, dan menjaga keselamatan
teman di kelas atau sekolah dari perbuatan jahil yang merusak.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa


sikap sosial merupakan tindakan langsung atau spontan yang dilakukan oleh
seseorang dalam menanggapi orang lain di dalam lingkungannya. Oleh karena itu,
sikap sosial dapat dilihat dari cara seseorang memperlakukan orang lain saat
melakukan interaksi.

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sikap

Berikut faktor-faktor yang menyebabkan perubahan sikap (Ahmadi, 2009),


yaitu:

a. Faktor Intern

Faktor intern merupakan faktor yang terdapat dalam diri manusia itu sendiri.
Faktor ini berupa daya pilih seseorang untuk menerima dan mengolah pengaruh-
pengaruh yang datang dari luar. Pilihan terhadap pengaruh dari luar biasanya
disesuaikan dengan sikap dan motif di dalam diri manusia itu sendiri. Misalnya
orang yang lapar akan lebih memperhatikan perangsang yang menghilangkan
lapar daripada perangsang-perangsang yang lain.

b. Faktor Ekstern
Faktor ekstern merupakan faktor yang terdapat di luar diri manusia. Faktor
ini berupa interaksi sosial di luar kelompok. Misalnya interaksi antara manusia
dengan hasil kebudayaan manusia, manusia dengan kelompok masyarakat. Sherif
(dalam Ahmadi, 2009) mengemukakan bahwa sikap itu dapat dibentuk dan diubah
apabila:

1) Terdapat hubungan timbal balik yang langsung antara manusia.


2) Adanya komunikasi (yaitu hubungan langsung) dari satu pihak.

Perubahan dan pembentukan sikap tidak terjadi dengan sendirinya.


Lingkungan yang terdekat dengan kehidupan sehari-hari manusia banyak
memiliki peranan. Ada tiga hal yang paling penting dalam pembentukan sikap
yang diperhatikan, yaitu:

a. Media massa.
b. Kelompok sebaya.
c. Kelompok yang meliputi lembaga sekolah, lembaga keagamaan,
organisasi kerja, dan lainnya.

Oleh karena itu, lembaga sekolah memiliki tugas pula dalam membina
sikap. Ini erat kaitannya dengan tujuan pendidikan di sekolah maupun luar
sekolah adalah membawa, mempengaruhi, membimbing anak didik agar memiliki
sikap seperti yang diharapkan oleh masing-masing tujuan pendidikan. Dengan
demikian, sekolah memiliki tugas untuk mengembangkan dan membina sikap
anak didik menuju kepada sikap yang diharapkan (Ahmadi, 2009).

Salah satu hal yang bisa dikembangkan sekolah adalah adanya peraturan.
Hurlock (2000) mengemukakan bahwa orang tua, guru, dan orang lain yang
bertanggung jawab membimbing anak harus membantu anak belajar
menyesuaikan diri dengan pola yang disetujui. Ini dilakukan dengan membuat
peraturan yang ditentukan untuk tingkah laku sebagai panduan atau pedoman.
Peraturan berfungsi sebagai panduan atau pedoman perilaku anak dan sebagai
sumber motivasi untuk bertindak sesuai dengan harapan sosial.

Salah satu dari tiga faktor yang dikemukakan di atas adalah adanya
kelompok sebaya. Di sekolah siswa akan banyak bergaul dengan teman
sekelasnya atau teman sebayanya. Hal ini dapat menjadi pengaruh terhadap
perkembangan siswa. Hubungan dengan teman sebaya, terutama persahabatan,
memiliki sejumlah peran penting dalam perkembangan pribadi dan sosial anak.
Sejalan dengan (Izzaty, dkk, 2008) yang berpendapat bahwa teman sebaya pada
umumnya adalah teman bermain di luar sekolah atau teman sekolah. Pengaruh
teman sebaya sangat besar bagi arah perkembangan sosial anak baik yang bersifat
positif maupun negatif. Teman sebaya juga memberikan pelajaran bagaimana cara
bergaul dan berkembang di masyarakat.

Berdasarkan pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa sikap yang ada


pada diri manusia dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor intern dan ekstern.
Faktor intern berupa daya pilih seseorang untuk mengolah dan menerima
pengaruh-pengaruh yang datang dari luar diri manusia. Faktor ekstern berasal dari
luar diri individu. Faktor ekstern dapat berasal dari media massa, kelompok
sebaya dan kelompok yang meliputi berbagai lembaga atau organisasi, dan yang
lainnya. Berkaitan dengan sikap anak maka lembaga yang dimaksud adalah
lembaga pendidikan berupa sekolah.

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Pendekatan Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian Ex Post Facto. Penelitian


ini digunakan karena peneliti tidak memberikan perlakuan terhadap variabel yang
diteliti, dan penelitian Ex Post Facto adalah penelitian yang telah terjadi. Variabel
bebas yang diselidiki adalah penggunaan gadget. Variabel terikatnya adalah hasil
belajar dan sikap sosial anak SD kelas tinggi di kota Malang.

Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan pendekatan korelasional.


Peneliti mencari pengaruh variabel X terhadap Y. Variabel dalam penelitian ini
terdiri atas satu variabel bebas dan satu variabel terikat. Variabel bebasnya yakni
penggunaan gadget, sedangkan variabel terikat yakni hasil belajar dan sikap sosial
anak.
3.2 Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Defenisi populasi menurut penyusun adalah keseluruhan objek yang akan


diteliti. Dalam hal ini populasi yang ingin diteliti oleh penulis adalah seluruh
siswa kelas tinggi di SDN Blimbing V yang berjumlah 88 orang.

No. Kelas Jumlah

1. IV 30

2. V 28

3. VI 30

Jumlah 88

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut. Jumlah sampel yang diambil adalah 24 orang dari jumlah
populasi. Teknik pengambilannya dilakukan secara sampling proporsional. Teknik
sampling proporsional adalah teknik sampel yang dihitung berdasarkan
perbandingan. Adapun cara pengambilan sampelnya:

𝑃𝑜𝑝𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖 𝐾𝑒𝑙𝑎𝑠
𝑛= × 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑛𝑡𝑢𝑘𝑎𝑛
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑜𝑝𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖

30
Kelas IV: 𝑛 = 88 × 24 = 8,2

28
Kelas V: 𝑛 = 88 × 24 = 7,6

30
Kelas VI: 𝑛 = 88 × 24 = 8,2

Kelas IV jumlah sampel yang diambil 8,2 di bulatkan menjadi 8 orang,


kelas V jumlah sampel yang diambil 7,6 di bulatkan menjadi 7 orang, kelas VI
jumlah sampel yang diambil 8,2 di bulatkan menjadi 8 orang. Jadi keseluruhan
sampel di kelas tinggi adalah 23 responden.
3.3 Metode Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang akurat dalam penelitian ini, peneliti


mengumpulkan data dengan langkah-langkah berikut ini:

1. Angket

Angket (kuesioner) merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan


dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada
responden untuk dijawab. Skala likert adalah skala yang umum digunakan dalam
angket dan merupakan skala yang paling banyak digunakan dalam riset berupa
survei.

2. Dokumentasi

Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data-data yang sudah ada, dalam


hal ini adalah data nama-nama siswa kelas tinggi SDN Blimbing V Malang.
Metode ini digunakan untuk menghimpun data yang berkaitan dengan gambaran
umum situasi dan kondisi sekolah, dan berbagai hal yang bersifat dokumentatif
berupa catatan, buku arsip, dan lainnya sebagai data pelengkap, termasuk nilai
rapor siswa untuk melihat hasil belajar siswa.

Instrumen Penelitian

Salah satu kegiatan dalam perencanaan suatu objek penelitian adalah


menentukan instrumen penelitian yang digunakan dalam pengumpulan data sesuai
dengan masalah yang ingin diteliti. Instrumen yang digunakan adalah:

1. Angket

Angket ini tertuang pernyataan yang diberikan kepada responden untuk


memperoleh informasi tentang penggunaan gadget. Angket yang akan digunakan
dalam penelitian ini adalah angket berbentuk skala likert dengan pertanyaan
bersifat tertutup yaitu jawaban atas pertanyaan yang diajukan sudah disediakan.
Subyek penelitian hanya diminta hanya untuk memilih salah satu jawaban yang
sesuai dengan dirinya.

2. Ceklis Dokumentasi
Ceklis dokumentasi ini digunakan untuk memperoleh data dan dokumen
yang berkaitan dengan guru dan siswa baik itu berupa daftar kehadiran siswa, nilai
rapor, profil sekolah dan lain-lain. Dokumen ini digunakan untuk mengumpulkan
data mengenai variabel dependent hasil belajar dan sikap sosial anak.

Berikut tabel kisi-kisi instrumen penggunaan gadget

Item
Variabel Indikator
Positif Negatif

Durasi menggunakan gadget 1, 2, 3 4

Pemanfaatan gadget 5, 6, 7 8
Penggunaan
Aktif bermain gadget 9, 10, 11 12
Gadget
Interaksi sosial 13, 14, 15 16

Jam belajar 17, 18, 19 20

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa, variabel dalam kisi-kisi


instrumen penelitian ini adalah penggunaan gadget, yang terdiri dari beberapa
indikator, yaitu durasi menggunakan gadget dengan item pernyataan No. 1, 2, 3
untuk penyataan positif, dan No. 4 untuk item negatif. Pemanfaatan gadget
dengan item pernyataan No. 5, 6, 7 untuk penyataan positif, dan No. 8 untuk item
negatif. Aktif bermain gadget dengan item pernyataan No 9, 10, 11 untuk
penyataan positif, dan No. 12 untuk item negatif. Interaksi sosial dengan item
pernyataan No. 13, 14, 15 untuk penyataan positif, dan No. 16 untuk item negatif.
Jam belajar dengan item pertanyaan No. 17, 18, 19 untuk pernyataan positif dan
No. 20 untuk item negatif.

Berikut tabel skor penyataan skala

Pernyataan Positif Pernyataan Negatif


No. No.
Jawaban Nilai Jawaban Nilai
1. Sangat sering 5 1. Sangat sering 1

2. Sering 4 2. Sering 2

3. Kadang-kadang 3 3. Kadang-kadang 3

4. Jarang 2 4. Jarang 4

5. Tidak pernah 1 5. Tidak pernah 5

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa, skor pernyataan skala


terdiri dari 2 pernyataan yaitu pernyataan positif dan pernyataan negatif.
Pernyataan positif diberi nilai 5 jika jawaban sangat sering, 4 jika jawaban sering,
3 jika jawaban kadang-kadang, 2 jika jawaban jarang dan 1 jika jawaban tidak
pernah. Begitupun sebaliknya, apabila penyataan negatif, diberi nilai 1 jika
jawaban sangat sering, 2 jika jawaban sering, 3 jika jawaban kadang-kadang, 4
jika jawaban jarang dan 5 jika jawaban tidak pernah.

3.4 Rancangan Penelitian

Adapun rancangan penelitiap sebagai berikut.

1. Tahap Persiapan

Tahap persiapan merupakan tahap awal untuk melengkapi hal-hal yang


dibutuhkan pada saat melaksanakan penelitian meliputi penyusunan angket
penggunaan gadget pada anak SD kemudian divalidasi oleh validator ahli.

2. Tahap Pelaksanaan

Tahap pelaksanaan ini bertujuan untuk mengumpulkan data yang


dibutuhkan guna mengukur variabel penelitian. Tahap pelaksanaan meliputi
penyebarkan angket pengunaan gadget kepada anak SD guna memperoleh data
pengaruh penggunaan gadget terhadap hasil belajar dan sikap sosial anak dan
pengambilan dokumen-dokumen terkait dalam penelitian.

3. Tahap Akhir
Tahap akhir ini bertujuan untuk menganalisis data yang telah dikumpulkan
pada tahap pelaksanaan dan menyimpulkan kedalam bentuk tulisan yang disusun
secara konsisten, sistematis dan metodologis.

3.5 Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh dari sampel akan digunakan untuk menguji hipotesis.
Oleh karena itu, data perlu dianalisis. Teknik analisis data yang digunakan adalah
teknik analisis statistik deskriptif dan teknik analisis statistik inferensial.

1. Teknik Analisis Statistik Deskriptif

Teknik analisis statistik deskriptif digunakan untuk menjawab rumusan


masalah pertama, kedua dan ketiga yakni mendeskripsikan penggunaan gadget
terhadap hasil belajar dan sikap sosial anak. Teknik analisis statistik deskriptif
merupakan teknik analisis untuk menggambarkan keadaan sampel dalam bentuk
persentase (%), jumlah sampel (n), rata-rata, standar deviasi (S), nilai maksimum
(max), dan nilai minimum (min). Melalui analisis deskriptif akan terdeskripsi
karakteristik distribusi skor kemandirian belajar mahasiswa.

a. Menentukan Rentang Nilai (R)


R = Xt – Xr
Keterangan:
Xt = data besar
Xr = data terkecil

b. Menentukan Banyak Kelas Interval (K)


K = 1 + 3,3 log n
Keterangan:
K = jumlah interval kelas
n = jumlah data
c. Menghitung Panjang Kelas Interval
𝑅
𝑃=
𝐾
Keterangan:
P = panjang kelas interval
R = rentang nilai
K = kelas interval
d. Menghitung rata-rata
e. Menghitung median (nilai tengah)
f. Menghitung modus
g. Presentase
𝐹
𝑃= × 100%
𝑁
Keterangan:
P = Angka presentase
F = Frekuensi yang dicari presentasenya
N = Banyaknya sampel
h. Presentase (%) nilai rata-rata
𝐹
𝑃=
𝑁
Keterangan:
P = Angka presentase
F = Frekuensi yang dicari presentasenya
N = Banyaknya sampel
i. Menghitung standar deviasi

Keterangan:
SD = Standar deviasi
Fi = Frekuensi untuk variabel
Xi = Tanda kelas interval
X = Rata-rata
n = Jumlah populasi

2. Teknik Analisis Statistik Inferensial

Data-data yang diperoleh berupa angka-angka akan dijumlahkan, dianalisis,


diverifikasi, kemudian disimpulkan. Statistik inferensial berfungsi untuk menguji
kebenaran. Dalam hal ini akan dilakukan pengujian hipotesis. Uji hipotesis
dilakukan dengan analisis regresi sederhana dan koefesien determinasi untuk
mengetahui hubungan fungsional atau pengaruh antara dua variabel yang ada.
Sebelum melakukan pengujian terhadap hipotesis, terlebih dahulu dilakukan uji
asumsi yaitu:

a. Korelasi Product Moment digunakan untuk mengetahui apakah ada


hubungan antara penggunaan gadget dengan hasil belajar dan sikap sosial
anak.
Rumus product moment:

Keterangan:
N= Jumlah responden.
X= Skor rata-rata dari x.
Y= Skor rata-rata dari y.
∑ 𝑥 = Jumlah skor rata-rata dari x.
∑ 𝑦 = Jumlah skor rata-rata dari y.
b. Menggunakan teknik regresi sederhana untuk memprediksi apakah ada
pengaruh penggunaan gadget dengan hasil belajar dan sikap sosial anak.
Adapun rumus regresi sederhana sebagai berikut:
Y’ = a + b X
Keterangan:
Y’ = Nilai yang diprediksikan (dependent).
a = Konstanta atau bila harga X = 0.
b = Koefisien regresi.
X = Nilai variabel independent.
Nilai a dan b dapat dihitung dengan menggunakan rumus di bawah ini:
Menentukan nilai a dengan rumus:
(∑ 𝑦)(𝑥 2 ) − (∑ 𝑥) (∑ 𝑋𝑌)
𝑎= 2
𝑛(𝑥 2 ) − (∑ 𝑥)
Menentukan nilai b dengan rumus:
𝑛(∑ 𝑥𝑦) − (∑ 𝑥)(∑ 𝑦)
𝑏=
𝑛 ∑ 𝑥 2 − (∑ 𝑥)2
Keterangan:
n = jumlah sampel.
x = hasil variabel x independen.
y = hasil belajar y variabel dependen.
a = konstanta (nilai Y apabila X = 0).
b = koefisien regresi (nilai peningkatan atau penurunan).
c. Kesalahan baku
Sebelum dilanjutkan dengan pengujian hipotesis yang telah ditentukan
maka terlebih dahulu dicari kesalahan baku regresi b sebagai berikut:
1) Menentukan kesalahan baku regresi (SYX) dengan rumus:

∑ 𝑌 2 − 𝑎 ∑ 𝑌 − 𝑏 ∑ 𝑋𝑌
𝑆𝑒 = √
𝑛−2

2) Untuk menghitung kesalahan baku regresi b digunakan rumus:


𝑆𝑒
𝑆𝑏 =
2
√∑ 𝑋 2 − (∑ 𝑋)
𝑛
d. Uji hipotesis
Uji hipotesis digunakan untuk menguji dan mengetahui ada tidaknya
pengaruh penggunaan gadget terhadap hasil belajar dan sikap sosial anak
SD kelas tinggi. Pengujian statistik digunakan rumus:

Ho ditolak H1 diterima apabla t hitung > t tabel


Ho diterima H1 ditolak apabila t hitung < t tabel
e. Membuat kesimpulan.
DAFTAR RUJUKAN
Ahmadi, Abu. 2009. Psikologi Sosial. Jakarta: Rineka Cipta.

Chaplin, J. P.. 2006. Dictionary of Psychology. Penerjemah: Kartini Kartono.


Jakarta: Grafindo.

Chusna. 2017. Pengaruh Media Gadget Pada Perkembangan Karakter Anak,


17(2), 315-329. Dari http://ejournal.iain-
tulungagung.ac.id/index.php/dinamika/article/download/842/586.

Dayakisni, Tri. 2009. Psikologi Sosial. Malang: UMM Press.

Hastuti. 2012. Psikolog Perkembangan Anak. Yogyakarta: Tugu Publisher.

Lickona, Thomas. 2012. Educating for Character (Mendidik untuk Membentuk


Karakter). Jakarta: Bumi Aksara.

Hurlock, Elizabeth B. (2000). Perkembangan Anak Edisi Keenam Jilid 1. Jakarta:


Erlangga.

Jonathan, dkk. 2015. Perancangan Board Game Mengenai Bahaya Radiasi


Gadget Terhadap Anak. Surabaya: Universitas Kristen Pertra Surabaya.

Mappiare, Andi. 2006. Kamus Istilah Konseling dan Terapi. Jakarta: Rajawali
Pers.

Izzaty, Rita Eka, dkk. 2008. Perkembangan Peserta Didik. Yogyakarta: UNY
Press.

Sudarsono. 1997. Kamus Konseling. Jakarta: Rineka Cipta

Winarno, Wing. 2009. Panduan Penggunaan Gadget. Jakarta: Rineka Cipta.


PENGGUNAAN KLIPING TUMBUHAN KERING SEBAGAI MEDIA
PEMBELAJARAN DALAM MUATAN IPA MATERI TUMBUHAN HIJAU
DI KELAS IV SD

Oleh :

Alfira Fahamadia Z B7 PGSD

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembelajaran merupakan suatu proses perubahan yang terjadi dalam perilaku,


sebagai hasil interaksi antara dirinya dengan lingkungannya dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya. Keefektifan dalam prosespembelajaran dapat berpengaruh
kepada keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan. Karena dalam proses
pendidikan, pembelajaran merupakan aktivitas yang terpenting.(Tim
Pengembangan Ilmu Pendidikan FIP-UPI, 2007)

Sebagai seorang guru harus memperhatikan berbagai aspek yang terkait


didalam pembelajaran, seperti aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Guru
juga bertugas sebagai perencana serta pelaksana pengajaran di sekolah, maka dari
itu guru harus memiliki kemampuan memilih dan menerapkan metode maupun
media pembelajaran yang tepat serta menarik, hal tersebut dapat membuat siswa
berpartisipasi aktif selama pembelajaran serta pembelajaran dapat berjalan dengan
efektif dan efisien. Maka dari itu akan terwujudnya suasana belajar yang dapat
menunjang tercapainya tujan pendidikan.

Mencapai tujuan pendidikan, membutuhkan sebuah media perantara, yang


dapat berguna bagi penyaluran pesan, perangsangan pikiran, perasaan dan
kemampuan siswa dalam menangkap materi yang disampaikan oleh guru. Media
perantara ini berupa media pembelajaran. Pemakaian media pembelajaran yang
kreatif dapat meningkatkan motivasi belajar siswa, dapat meningkatkan keaktifan
siswa dalam pembelajaran, dan dapat membantu siswa dalam pemahaman isi
materi yang disampaikan oleh guru. Media pembelajaran yang dipakai berupa
peralatan yang efektif disebut alat peraga. Alat peraga adalah alat yang digunakan
untuk memperagakan fakta, konsep prinsip atau prosedur tertentu agar tampak
lebih nyata. (Lefudin,2014)

Keberhasilan pembelajaran tergantung pada guru dalam menyampaikan


materi. Sedangkan siswa mempunyai tugas untuk belajar dari apa yang didengar,
dilihat, dan dilakukan oleh siswa maupun guru. Oleh karena itu guru harus
menggunakan media pembelajaran yang tepat dengan mata pelajaran, khususnya
pada mata pelajaran IPA.

Ilmu Pengetahuan Alam atau sains merupakan ilmu pengetahuan yang


mempelajari mengenai alam semesta beserta isinya, serta peristiwa-peristiwa yang
terjadi di dalamnya yang dikembangkan oleh para ahli melalui serangkain proses
ilmiah yang dilakukan secara teliti dan hati-hati. (Sujana, 2014) oleh karena itu
sangat dibutuhkan alat perantara dalam pembelajaran IPA di Sekolah Dasar,
karena sangat luasnya cakupan yang dipelajari di dalam Ilmu Pengetahuan Alam.
Seperti yang Ilmu Pengetahuan Alam yang dipelajari di kelas IV SD tentang
tumbuhan hijau, yang membutuhkan alat perantara yang kongkrit dan menarik
agar siswa dapat melihat secara nyata struktur bagian tumbuhan serta proses
fotosintesis yang terjadi di tumbuhan, alat perantara tersebut berupa kliping yang
berisi struktur tumbuhan yang terbuat dari tumbuhan kering. Karena belajar akan
bermakna jika siswa mengalami dan siswa dapat memandang suatu objek yang
ada secara utuh dengan media.

Dalam menggukana media, guru harus memilih media yang sesui dengan
materi. Salah satu bentuk media yang digunakan dengan memanfaatkan alam
sekitar seperti tumbuhan yang dikeringkan. Penggunaankliping tumbuhan kering
sebagai media pembelajaran untuk meningkatkan pemahaman materi dan juga
dapat menumbuhkan minat belajar siswa serta dapat membuat materi
pembelajaran yang diajarkan menjadi lebih kongkrit.
Berdasarkan uraian di atas, penggunaan kliping tumbuhan merupakan media
pembelajaran yang potensial terutama untuk memahami materi yang disampaikan,
agar siswa tidak hanya mengingat materi yang disampaikan oleh guru, tetapi
siswa juga bisa mempelajarai dan memahami apa yang dilihatnya secara nyata
atau kongkrit.

Berangkat dari latar belakang itulah penulis tertarik untuk mengadakan


penelitian dengan judul “Penggunaan Kliping Tumbuhan Kering sebagai Media
Pembelajaran dalam Muatan IPA Materi Tumbuhan Hijau di Kelas IV SD”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka permasalahan yang diteliti adalah:

1. Bagaimana penggunaan kliping tumbuhan kering sebagai media


pembelajaran di kelas IV SD?
2. Bagaimana pengaruh penggunaan kliping tumbuhan kering sebagai media
pembelajaran terhadap pembelajaran di kelas IV SD?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian berfungsi untuk mengarahkan kemana penelitian akan


dikerjakan. Adapun tujuan penelitian sebagai berikut :

1. Memaparkan penggunaan kliping tumbuhan kering sebagai media


pembelajaran di kelas IV SD.
2. Memaparkan pengaruh penggunaan kliping sebagai media pembelajaran
terhadap pembelajaran di kelas IV SD.
D. Manfaat Penelitian

Kegunaan penelitian merupakan dampak dari pencapaian tujuan. Sehingga


dalam hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik yang
bersifat teoritis maupun yang bersifat praktis.

1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dalam pemanfaatan
tumbuhan sebagai media pembelajaran.

2. Manfaat Praktis
a. Bagi Guru
1) Menambah wawasan guru dalam pemanfaatan kliping tumbuhan kering
sebagai media pembelajaran.
2) Menambah kreativitas guru dalam memilih penggunaan media
pembelajaran kongkrit.
3) Guru dapat mengetahui pemanfaatan kliping tumbuhan kering sebagai
media pembelajaran dapat berpengaruh pada pembelajaran tumbuhan
hijau di kelas IV SD.
b. Bagi Siswa
1) Membantu pemahaman siswa terhadap mempelajari IPA pada materi
Tumbuhan Hijau.
2) Menambah minat belajar siswa dalam mempelajari IPA.
c. Bagi Peneliti
1) Menambah pengetahuan tentang pemanfaatan kliping tumbuhan kering
sebagai media pembelajaran kongkrit.
2) Menambah pengetahuan dan pengalaman pemanfaatan kliping
tumbuhan kering sebagai media pembelajaran sangat berpengaruh pada
peningkatan pemahaman siswa.
3)

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Kliping
1. Pengertian Kliping
Kamus Bahasa Indonesia mencantumkan pengertian serupa
“kliping adalah guntingan-guntingan yang dianggap penting dari artikel,
surat kabar, majalah dan sebagainya, yang disusun (ditempel) dengan
sistem tertentu. (Waridah, 2017)
2. Tujuan Pembuatan Kliping
Tujuan pembuatan kliping menurut (Lasa,1994)
a. Menyimpan dan melestarikan kekayan intelektual manusia. Hasil
pemikiran, penemuan serta budaya manusia harus disimpan dan
dilestarikan dengan baik agar dapat dipelajari oleh generasi selanjutnya.
b. Menyebarluaskan gagasan, ide seorang kepada orang lain. Kliping
merupakan sarana penghubung suatu ide atau gagasan antara penulis
dan pembaca yang belum sempat membaca ide atau gagasan tersebut.
c. Merangkum beberapa pemikiran dalam suatu bidang. Kliping dapat
memuat guntingan-guntingan penting surat kabar yang dapat dipelajari
oleh seorang ahli dalam suati masalah.
d. Memupuk kreatifitas seseorang. Dibutuhkan kreatifitas dan jiwa seni
didalam menempel potongan-potongan surat kabar pada suatu lembar
kertas. Dalam mengatur tata letak kliping sangat dibutuhkan ketelitian
dan kecermatan.
e. Menunjang kegiatan intelektual. Dalam penyusunan karya intelektual
diperlukan informasi terbaru yang dimat dalam terbitan berkala, baik
berupa kumpulan artikel, berita, ulasan, tajuk, hasil wawancara, dan lain
sebagainya.
3. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan dalam Pembuatan Kliping
a. Ketersediaan bahan sumber.
Perpustakaan harus memfasilitasi ketersediaan surat kabar yang
akan dijadikan kliping. (Istiqoriyall & Ag, 2000.)
b. Subyek diseleksi sesuai tujuan atau kebutuhan lembaga dan minat calon
pemakai.
Seleksi subyek mempertimbangkan tingkat aktualitas dan
keakuratan informasi, yang antara lain ditunjukan oleh kompetensi
penulisnya.
c. Sistem penyusunan kliping.
Sedikitnya ada dua macam sistem penyusunan kliping (Lasa, 1994)
yaitu:
1. Sistem Ordnere
Yakni suatu sistem penyusunan artikel atau berita dalam suatu
susunan atau map yang terdiri dari satu subyek, di mana bahannya
diambil dari bermacam-macam judul surat kabar.
2. Sistem Evixse
Yaitu suatu sistem penyusunan kliping yang diambil dari suatu
judul surat kabar yang terbit dalam jangka waktu tertentu secara
kronologis. Subyeknya dapat bermacam-macam karena pada sistem
ini mementingkan urutan waktu.
d. Teknik Penempelan
Artikel yang telah dipilih lalu dipotong perkolom dan ditempelkan
dengan tegak atau miring secara konsisten pada kertas yang telah
digaris bagian atas, bawah, kiri, dan kanan dengan ukuran tertentu.
Penempelan dilakukan mulai dari kolom terakhir pada halaman
terakhir sehingga pada halaman pertama dapat diletakkan judul dengan
tata letak yang sistematis.
Penyambungan kolom dan pemenggalan kata sebaiknya tidak
kelihatan sambungannya. Gambar dan ilustrasi pada artikel perlu
diikutsertakan untuk memperjelas informasi.
e. Pencantuman data harus lengkap mencakup judul artikel atau surat
kabar, penulis, nama surat kabar, tanggal, bulan dan tahun.
B. Media Pembelajaran
1. Pengertian Media Pembelajaran
Menurut terminologinya, kata media berasal dari bahasa latin
“medium” yang artinya media atau perantara, sedangkan dalam bahasa
Arab media berasal dari kata “wasaaila” artinya perantara penyampaian
pesan dari orang yang mengirim pesan kepada orang yang menerima
pesan. (Sumiharsono & Hasanah, 2017)
Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang bersangkutan
dengan software dan hardware yang dapat digunakan untuk
menyampaikan isi materi ajar dari sumber pembelajaran ke peserta didik
(individu atau kelompok), yang dapat merangsang pikiran, perasaan,
perhatian, dan minat pembelajar sedemikian rupa sehingga proses
pembelajaran (di dalam/di luar kelas) menjadi lebih efektif. (Jalinus &
Ambiyar, 2016)
2. Fungsi dan Manfaat Media Pembelajaran
Istilah media mla-mula dikenal dengan alat peraga, kemudian
dikenal dengan istilah audio visual aids (alat bantu pandang/dengar).
Selanjutnya disebut instructional materials (materi pembelajaran), dan
kini istilah yang lazim digunakan dalam dunia pendidikan nasional adalah
instructional media (media pendidikan atau media pembelajaran). Dalam
perkembangannya, sekarang muncul istilah e-learning. Huruf “e”
merupakan singkatan dari elektronik. Artinya media pembelajaran berupa
alat elektronik, meliputi CD multimedia interaktif sebagai bahan ajar
offline dan website sebagai bahan ajar online. (Sumiharsono & Hasanah,
2017)
Media pembelajaran memiliki manfaat sebagai berikut:
1. Memperjelas pesan agar tidak terlalu Verbalistis.
2. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu, tenaga, dan daya indera.
3. Menimbulkang gairah belajar, interaksi lebih langsung antara
murid dengan sumber belajar.
4. Membantu anak belajar mandiri sesuai denganbakat dan
kemampuan visual, Auditori, Kinestetiknya.
5. Memberi rangsangan yang sama, mempersamakan pengalaman dan
menimbulkan persepsi yang sama.
Akan tetapi terdapat enam fungsi pokok media pembelajaran dalam
proses belajar mengajar antara lain: (Sumiharsono & Hasanah, 2017)
1. Penggunaan media pembelajaran dalam proses pembelajaran
memiliki fungsi tersendiri sebagai alat bantu untuk menciptakan
suasana belajar mengajar yang efektif.
2. Penggunaan media pembelajaran merupakan satu kesatuan dengan
bagian belajar dari keseluruhan situasi mengajar.
3. Media pembelajaran dalam pengajaran penggunaannya satu
kesatuan dengan tujuan dan isi pelajaran.
4. Media pembelajaran digunakan dalam pembelajaran bukan hanya
untuk alat hiburan atau hanya pelengkap saja.
5. Media pembelajaran dalam proses pembelajaran lebih
mengutamakan untuk mempercepat proses belajar mengajar dan
membantu siswa dalam meningkatkan pemahaman isis materi yang
disampaikan oleh guru.
6. Penggunaan media pembelajaran dalam proses belajar mengajar
diutamakan untuk mempertinggi mutu belajar mengajar.

C. Ilmu Pengetahuan Alam


1. Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam
Secara sederhana, sains juga dapat didefinisikan sebagai apa yang
dilakukan oleh para ilmuan. Dengan kata lain, sains bukan hanya
merupakan kumpulan pengetahuan mengenai benda, atau makhluk hidup,
melainkan menyangkut cara kerja, cara berpikir, serta cara memecahkan
masalah tetapi yang dibicarakan dalan ilmu pengetahuan sangatlah luas,
ilmu pengetahuan alam memiliki cakupan pembicaraan yang sangat luas
yang mencakup segala aspek kehidupan di bumi, maka dari itu ilmu
pengetahuan sangat penting untuk dipelajari. Ilmu pengetahuan alam atau
sains merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari mengenai alam
semesta beserta isinya, serta peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalamnya
yang dikembangkan oleh para ahli melalui serangkaian proses ilmiah yang
dilakukan secara teliti dan hati-hati. (Sujana, 2014)
2. Pentingnya Ilmu Pengetahuan Alam
Ada beberapa alasan penyebabkan ilmu pengetahuan alam
dimasukkan dalam mata pelajaran di sekolah, antara lain: (Sujana,2014)
1. Ilmu pengetahuan alam atau sains sangat berfaedah bagi suatu bangsa.
Kesejahteraan materil suatu bangsa sangat tergantung pada kemampuan
bangsa itu dalam bidang sains. Hal ini karena IPA atau sains merupakan
dasar teknologi sehingga sering disebut-sebut sebagi tulang punggung
pembangunan.
2. Apabila IPA atau sanis diajarkan secara tepat, maka sains merupakan
suatu mata pelajaran yang memberikan kesempatan berpikir kritis.
3. Apabila sains diajarkan melalui percobaan-percobaan yang dilakukan
sendiri oleh siswa, maka sains tidak hanya merupakan mata pelajaran
yang bersifat hafalan belaka.
4. IPA atau sains mempunyai nilai-nilai pendidikan yang tinggi, yaitu
mempunyai potensi yang dapat membentuk kepribadian anak secara
keseluruhan.

D. Tumbuhan Hijau

Tumbuhan hijau menjadi asas kepada semua kehidupan di Bumi. Tumbuhan


tidak bergantung pada organisme lain untuk mendapatkan bekalan makanan.
Tumbuhan menggunakan tenaga matahari untuk menghasilkan makanan sendiri
dalam proses yang dinamakan fotosintesis. Semasa proses fotosintesis, tumbuhan
menyerap gas karbon dioksida dan membebaskan gas oksigen. Oksigen sangat
penting untuk membolehkan manusia dan hewan lain hidup. Tumbuhan hijau
merupakan ancaman terhadap kehidupan di Bumi. Melalui tumbuhan hijau,
hampir semua benda hidup mendapat tenaga yang diperlukan dari pada matahari.
(Walker,2006)

1. Fotosintesis
Tumbuhan hijau mempunyai zat hijau daun yang disebut klorofil.
Klorofil adalah zat warna hijau yang terdapat padadaun. Klorofil berguna
untuk menangkap cahaya matahari yang digunakan untuk proses fotosintesis.
Fotosintesis adalah proses pembuatan makanan oleh tumbuhan hijau dengan
bantuan sinar matahari. Selain klorofil, dalam proses fotosintesis, tumbuhan
hijau memerlukan air, karbon dioksida, dan sinar matahari.(Maryanto,2009)
Proses fotosintesis terjadi dengan bantuan cahaya matahari, air dan
karbon dioksida itu diolah menjadi zat tepung (karbohidrat) dan oksigen.
Reaksi fotosintesis dapat dituliskan sebagai berikut.
Proses fotosintesis pada tumbuhan pada gambar 2.1 berikut ini!

Gambar 2.1 proses Fotosintesis

Melalui proses fotosintesis tumbuhan hijau mengalami perubahan energi


cahaya matahari menjadi energi dalam bentuk makanan berupa sejenis zat gula
yang disebut glukosa yang kemudian diubah menjadi zat tepung atau amilum.
Pada malam hari amilum diangkut dan disimpan di tempat cadangan makanan.
Misalnya pada umbi dan biji. (Maryanto, 2009)
Dalam proses fotosintesis juga dihasilkan oksigen. Oksigen dikeluarkan
ke udara melalui mulut daun. Oksigen sangat dibutuhkan oleh manusia dan
hewan untuk bernapas. (Tarwoko, 2009)

E. Tumbuhan

Tumbuhan (Plantae) merupakan organisme eukariotik (memiliki membran


inti sel); multiseluler (bersel banyak); memiliki akar, batang, dan daun, memiliki
dinding sel yang mengandung selulosa, pada umumnya memiliki klorofil sehingga
dapat melakukan fotosintesis serta dapat menyimpan cadangan makanan. Namun
beberapa jenis tumbuhan ada yang tidak berklorofil, sehingga tidak melakukan
fotosintesis. (Irnaningtyas,2014)

Struktur tumbuhan terdiri atas organ pokok yaitu akar, batang dan daun.
Bunga dan buah bukan merupakan organ pokok, karena tidak semua tumbuhan
memiliki bunga atau buah, bunga dan buah pun merupakan cabang yang berubah
bentuk dan tumbuh terbatas.
1. Akar
Pada akar terdapat jaringan penyusun pada bagian ujung akar, yaitu
jaringan epidermis, korteks, endodermis dan silinder pusat. Jaringan terluar
atau epidermis terdapat tonjolan yang merupakan perpanjangan dari epidermis
dengan perubahan fungsi sebagai tempat penyerapan air dan garam mineral
dari dalam tanah.

Gambar 2.2 Jaringan Ujung Akar

Pada akar terapat jaringan meristem yang merupakan pusat pertumbuhan


kar, sehingga akar dapat memanjang. Akar tersebut dapat berfungsi
menguatkan pohon dengan semakin dalam menancap ke dalam tanah serta
berfungsi mencari sumber air. (Fauziah, 2009)
Korteks yang terletak dibawah epidermis dan jaringan silinder pusat
tersusun dari sel-sel parenkim yang membentuk jaringan tebal yang berfungsi
sebagai tempat penyimpanan cadangan makanan, terutama pada tumbuhan
monokotil seperti ubi kayu, wortel, dan lain sebagainya.
Tumbuhan berdasarkan jenis akarnya dapat dibedakan menjadi dua yaitu
tumbuhan berakar tunggang seperti pohon mangga, pohon durian dan
kelompok tumbuhan dikotil lainnya. Tumbuhan berakar serabut seperti woetel,
padi, jagung dan tumbuhan monokotil lainnya.
2. Batang
Batang tersusun dari jaringan epidermis, jaringan parenkim, jaringan
korteks, jaringan xylem yang berfungsi mengangkut makanan hasil fotosintesis
dari daun ke seluruh tubuh tumbuhan, dan jaringan floem yang berfungsi
mengangkut air dan unsur hara dari akar menuju daun. Pada beberapa
tumbuhan, batang juga berfungsi sebagai tempat penyimpanan cadangan
makanan. (Fauziah, 2009)
Di batang juga terjadi proses pernapasan pada tumbuhan, proses
pernapasan pada batang oksigen masuk melalui lentisel, kemudian beredar
secara difusi melalui ruang antar sel dan berdifusi ke sel-sel lainnya. Kemudian
karbondioksida dikeluarkan melalui lentisel. Proses keluar masuknya udara ini
terjadi secara difusi.
Kambium hanya dimiliki oleh tumbuhan dikotil (berkeping dua) dan
tumbuhan kelompok gymnospermae (berbiji terbuka). Kambium menyebabkan
tumbuhan dapat memperbesar batangnya.
3. Daun
Daun tersusun dari jaringan epidermis, jaringan tiang, jaringan bunga
karang, dan jaringan pengangkut. Pada jaringan epidermis pada daun bagian
bawah dapat mengalami perubahan bentuk menjadi stomata, selain itu jaringan
epidermis pada daun dapat membentuk lapisan lilin dan lapisan kutikula pada
bagian atas permukaan daun. (Fauziah, 2009)

Gambar 2.3 Jaringan Pada Daun

Daun memiliki jaringan epidermis yang berubah bentuk menjadi stomata,


dimana stomata tersebut berfungsi sebagai tempat terjadinya pertukaran gas
seperti karbondioksida, uap air, dan oksigen. Pada daun terdapat dua macam
jaringan parenkim, yaitu jaringan tiang (palisade) dan jaringan bunga karang
atau spons. Pada jaringan parenkim banyak mengandung kloroplas. Kloroplas
banyak mengandung klorofil yang berperan dalam proses fotosintesis pada
daun.
Jaringan kolenkim berfungsi sebagai penyokong tumbuhan. Sel kolenkim
ditandai dengan dinding sel yang tebal. Jaringan ini ditemukan pada tumbuhan
dewasa, banyak terdapat pada tangkai daun.
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yaitu metode


yang dirancang untuk mengumpulkan informasi tentang keadaan-keadaan yang
nyata. Dengan metode deskriptif kualitatif menggambarkan sifat suatu keadaan
yang berjalan. Dengan metode ini

B. Tempat Penelitian

Tempat penelitian ini yaitu di Sekolah Dasar Negeri Bunulrejo 5. Penelitian


ini dilakukan untuk mengetahui kekreatifan guru dalam pemanfaatan media
pembelajaran dalam materi tumbuhan hijau di kelas IV Sekolah Dasar.

Alasan pemilihan lokasi penelitian tersebut yaitu karena pernah


memanfaatkan kliping tumbuhan kering pada pembelajaran materi tumbuhan
hijau di kelas IV Sekolah Dasar.

C. Sumber dan Data Penelitian

Sumber data dalam penelitian merupakan subjek darimana data dapat


diperoleh. Dari data yang telah terkumpul, dianalisis dan kemudian disimpulkan.
Data yang terkumpul yaitu data dari guru Kelas IV tahun 2018/2019, kemudian
hasil kliping tumbuhan kering di Sekolah Dasar Negeri Bunulrejo 5.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pemanfaatan kliping tumbuhan kering sebagai


media pembelajaran dalam muatan IPA materi tumbuhan hijau di kelas IV SD
dilakukan dengan melakukan wawancara, tes dan dokumentasi. Yang diuraikan
sebagai berikut:

1. Wawancara
Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini yaitu wawancara
tidak terstruktur. Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang
bebas, peneliti tidak menggunkan pedoman wawancara yang telah
tersusun secara sistematis dan lengkap. Dengan metode wawancara ini
peneliti berusaha untuk mencari informasi mengenai pembelajaran di
Kelas IV dalam Muatan IPA Materi Tumbuhan Hijau kepada informan
yang berhubungan dalam proses pembelajaran tersebut. Dalam hal ini
peneliti akan mewawancarai beberapa informan yaitu:
1. Guru kelas IV SDN Bunulrejo 5.
2. Beberapa siswa kelas IV SDN Bunulrejo 5.
2. Dokumentasi
Dalam penelitian ini, teknik dokumentasi digunakan untuk
memperoleh gambaran tentang hasil kliping yang dibuat oleh guru kelas
IV SD sebagai media pembelajaran, serta suasana kegiatan pembelajaran
di kelas IV SD. Data-data tersebut didokumentasikan melalui foto
dokumentasi sehingga akan dapat diamati secara berkelanjutan untuk
mendudkung kesimpulan nantinya.
E. Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan deskriptif kualitatif, yaitu


data yang terkumpul dideskripsikan dengan menggunakan langkah-langkah
analisis data sebagai berikut:

1. Tahap Reduksi Data


Reduksi data merupakan proses seleksi, pemfokusan,
penyederhanaan, dan abstraksi yang ada dalam catatan lapangan. Reduksi
data sudah dimulai sejak peneliti mengambil keputusan mengenai
kerangka, kasus, pertanyaan yang diajukan, dan cara pengumpulan data
yang digunakan.
2. Tahap Penyajian Data
Penyajian data merupakan suatu susunan informasi yang
memungkinkan kesimpulan dapat ditarik. Penyajian data ini memberikan
gambaran yang jelas dengan memberikan informasi-informasi yang telah
didapatkan dalam sajian data.
3. Tahap Penarikan Data
Penarikan kesimpulan dilakukan oleh peneliti sejak awal
pengumpulan data yang berkaitan dengan pemanfaatan kliping tumbuhan
kering di SDN Bunulrejo 5. Simpulan akhir dalam proses analisis
kualitatif akan ditarik setelah proses pengumpulan data berakhir.
F. Pengujian Keabsahan Data

Untuk mendapatkan data yang valid dari hasilpenelitian, dilakukan


pengecekan keabsahan data dengan tidak hasil penelitian dari satu cara pandang
saja. Data yang telah diperoleh dikumpulkan dengan menggunakan berbagai
teknik atau metode yang berbeda-beda.

G. Tahap-Tahap Penelitian

Prosedur pengambilan data merupakan tahap-tahap penelitian yang akan


dilakukan peneliti sehingga terkumpul data akhir laporan.

1. Tahap Persiapan
Untuk kelancaran pengumpulan data, sebelum pengambilan data
ditempuh langkah-langkah persipan sebagai berikut:
a. Studi Pustaka

Studi pustaka merupakan kajian teoritis untuk menunjang penulisan


peneliti dalam penulisan skripsi. Studi pustaka juga digunakan sebagai
rujukan untuk memperkuat tulisan dalam penelitian skripsi.

b. Mengurus Surat Izin Penelitian

Perizinan dilakukan kepada dosen pembimbing dengan penulisan


skripsi ini. Selanjutnya, perizinan kepada Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan
(FIP) UM yang ditujukan kepada SDN Bunulrejo 5 untuk melakukan
penelitian sesuai jadwal yang sudah ditentukan oleh peneliti.

c. Menyusun Metode Penelitian


Penyusunan metode penelitian dengan cara merancang kegiatan
penelitian yang sudah direncanakan. Penyusunan metode penelitian ini
dapat digunakan untuk mendapatkan data, mengumpulkan data dan
selanjutnya dapat digunakan untuk menganalisis data.

d. Penentuan Populasi dan Sampel

Penentuan populasi peneliti ambil pada guru SDN Bunulrejo 5.


Sedangkan sampelnya yaitu guru kelas IV SDN Bunulrejo 5.

e. Menyusun Instrumen

Dalam penelitian ini tidak menggunakan instrumen penelitian secara


sistematis. Penelitian ini menggunakan wawancara tidak terstruktur,
maksudnya yaitu wawancara dilakukan secara acak tanpa menggunakan
pedoman penelitian yang sudah tersusun secara rapi dan sistematis.

2. Tahap Pelaksanaan Pengambilan Data

Pengambilan data dilakukan pada saat pembelajaran di kelas IV dalam


muatan IPA materi tumbuhan hijau dengan cara mewawancarai guru kelas IV
dan beberapa siswa kelas IV, serta pengambilan gambar dokumentasi saat
kegiatan pembelajaran berlangsung.

3. Tahap Akhir Penelitian

Pada tahapakhir penelitian ini berisikan:

a. Penyajian data berbentuk deskriptif kualitatif.


b. Analisis data agar sesuai dengan tujuan awal.
Daftar Rujukan

Fauziah, Nenden. 2009. Ilmu Pengetahuan Alam 2: untuk SMP/MTs Kelas VIII.
Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional.

Irnaningtyas. 2014. Biologi untuk SMA/MA Kelas X. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Istiqoriyall, L., & Ag, S. 2000. KLIPING DAN INDEKS SURAT KABAR :, 9.

Jalinus, Nizwardi & Ambiyar. 2016. Media dan Sumber Pembelajaran. Jakarta:
Kencana.

Lefudin. 2014. Belajar dan Pembelajaran Dilengkapi dengan Model


Pembelajaran, Pendekatan Pembelajaran dan Metode Pembelajaran.
Yogyakarta: Penerbit Deepublish.

Maryanto & Purwanto. 2009. Ilmu Pengetahuan Alam 5 Untuk SD/MI Kelas 5.
Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional.

Priyono, Amin. Martini, Kartini Tri & Amin, Choirul. 2009. Ilmu Pengetahuan
Alam Jilid 5 Untuk SD dan MI Kelas V. Jakarta: Pusat Perbukuan,
Departemen Pendidikan Nasional.

Sujana, A. (2014). Dasar-Dasar IPA: Konsep dan Aplikasinya. UPI Press.

Sumiharsono, M. Rudy & Hasanah, Hisbiyatul. 2017. Media Pembelajaran.


Jember: CV Pustaka Abadi.

Tarwoko, Edi & Rukmiati, Yani Muharomah. 2009. Mengenal Alam Sekitar 5
Untuk Kelas V SD dan MI. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan
Nasional.

Tim Pengembangan Ilmu Pendidikan FIP-UPI, 2007. Ilmu dan Aplikasi


Pendidikan. Bandung: PT. IMTIMA.
PENGARUH PENDEKATAN PAIKEM DALAM MENINGKATKAN
HASIL BELAJAR TEMA INDAHNYA KEBERSAMAAN,SUBTEMA
BERSYUKUR ATAS KEBERAGAMAN PADA SISWA KELAS 4
SEKOLAH DASAR

Oleh :
Ana Triana B7 PGSD

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Telah banyak berbagai cara yang dilakukan guru unuk meningkatkan


belajar peserta didiknya untuk meningkatan belajar mereka. Salah satunya
dengan pendekatan PAIKEM

Belajar merupakan salah satu kebutuhan hidup manusia dalam


usahanya untuk mendapatkan hidup dan mengembangkan dirinya. Semakin
pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka perubahan
pada berbagai aspek kehidupan semakin tidak bisa dielakan . (Tumardi. 2013)

PAIKEM merupakan sinonim dari pembelajaran Aktif, Inovatif,


Kreatif, Efektif, dan menarik. PAIKEM bukanlah tujuan dari kegiatan
pembelajaran, tetapi merupakan salah satu strategi yang digunakan untuk
mengopimalkan proses pembelajaran. Strategi PAIKEM bukanlah tujuan dari
kegiatan pembelajaran, tetapi merupakan salah satu strategi yang digunakan

PAIKEM senantiasa senantiasa memposisikan guru sebagai orang yang


menciptakan suasana belajar yang kondusif atau sebagai fasilitator dalam
belajar, sementara, siswa sebagai peserta belajar yang harus aktif, inovatif,
lingkungan dimanfaatkan sebagai sumber belajar , kreatif, efektif, dan menarik.
Dalam proses pembelajaran paikem itu terjadi dialog yang interaktif antara siswa
dengan siswa , siswa dengan guru atau siswa dengan sumber belajar lainnya.

Dalam suasana pembelajaran seperti itu siswa tidak terbebani secara


perseorangan dalam memecahkan masalah yang dihadapi dalam belajar, tetapi
mereka dapat saling bertanya, berdiskusi sehingga beban belajar bagi mereka
sama sekali tidak terjadi. Dengan strategi pembelajaran yang aktif ini
diharapkan akan tumbuh dan berkembang segala potensi yang mereka miliki
dan pada akhirnya dapat mengoptimalkan hasil belajar mereka. (Uno. 2013)

Sebuah inovasi menarik yang mengiringi perubahan pradigma


tersebut adalah ditemukan dan diterapkannya model-model proses pembelajaran
inovatif dan kreatif dalam kelas atau lebih tepatnya dalam mengembangkan
menggali pengetahuan peserta didik secara kongkrit dan mandiri. Inovasi ini
bermula dan diadopsi dari metode kerja para ilmuwan dalam menemukan suatu
pengetahuan baru. (Amri. 2010)

Berdasarkan alasan tersebut, maka sangatlah penting bagi para pendidik


memahami karakteristik materi, peserta didik dan metodelogi pembelajaran dalam
proses pembelajaran terutama berkaitan pemilihan model-model pembelajaran
modern. Maka dari itu proses pembelajaran akan lebih variatif, inovatif dan
konstruktif dalam merekontruksi wawasan ilmu pengetahuan dan
implementasinya sehingga dapat meningkatkan aktifitas dan kreatifitas peserta.
(Amri. 2010)

Berlangsungnya proses pebelajaran aktif, inovatif, kreatif dan


menyenangkan tidak terlepas dengan lingkungan sekitar. Sesungguhnya
pembelajaran tidak terbatas pada empat dinding kelas. Pembelajaran dengan
pendekatan lingkungan menghapus kejenuhan dan menciptakan pesera didik yang
cinta lingkungan. ( Amri. 2010)

Pembelajaran dengan pendekatan lingkungan, bukan merupakan


pendekatan pembelajaran yang baru, melainkan sudah dikenal dan populer , hanya
sering terlupakan. Adapun yang dimaksud dengan pendekatan lingkungan adalah
suatu strategi pembelajaran yang memanfaatkan lingkungan sebagai sasaran,
sumber, dan sarana belajar. Hal ini tersebut dapat dimanfaatkan untuk
memecahkan masalah lingkungan dan menanamkan sikap cinta lingkungan
.(Amri. 2010)

Pembelajaran pendekatan lingkungan sangat efektif diterapkan di sekolah


dasar. Hal ini relevan dengan tingkat perkembangan intelektual usia Sekolah
Dasar (7-11 tahun) berada pada tahap operasional konkrit menurut
piaget.Pembelajaran lingkungan juga termasuk dalam bentuk pembelajaran
efektif. ( Amri. 2010)

Menurut Uno (2013) yang dimaksudkan pembelajaran PAIKEM yaitu:

1 . Pembelajaran yang Aktif

Konsep pembelajaran aktif bukanlah tujuan dari kegiatan pembelajaran


tetapi merupakan salah satu strategi yang digunakan untuk mengoptimalkan
proses pembelajaran. Aktif dalam strategi ini adalah meposisikan guru sebagai
orang yang menciptakan suasana belajar yang kondusif atau sebagai fasilitator
dalam, sementara siswa sebagai peserta belajar yang harus aktif

2. Pembelajaran yang inovatif

Pembelajaran inovatif juga merupakan strategi pembelajaran yang


mendorong aktivitas belajar. Maksud inovatif di sini adalah dalam kegiatan
pembelajaran itu terjadi hal-hal yang baru , bukan saja oleh guru sebagai
fasilitator belajar, tetapi juga oleh siswa yang sedang belajar, guru tidak saja
tergantung dari materi pembelajaran yang ada pada buku, tetapi dapat
mengimplementasikan hal-hal baru menurut guru sangat cocok dan relevan
dengan masalah yang sedang dipelajari siswa, melalui aktivitas belajar yang
dibangun melalui strategi ini, siswa dapat menemukan caranya sendiri untuk
memperdalam hal-hal yang sedang dia pelajari. Melalui pembelajaran inovatif
siswa tidak akan buta dengan teknologi dan mereka bisa mengikuti perkembangan
teknologi yang ada sekarang ini, pembelajaran diwarnai oleh hal-hal baru sesuai
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

3. Pembelajaran yang Kreatif


Pembelajaran yang kreatif juga sebagai salah satu strategi yang medorong
siswa untuk lebih bebas mepelajari makna yang dia pelajari. Pembelajaran yang
kreatif juga sangat penting dalam rangka pembentukan generasi yang kreatif, yang
mampu menghasilkan sesuatu untuk kepentingan dirinya dan orang lain. Kreatif
dimaksudkan juga agar guru menciptakan kegiatan belajar yang beragam sehingga
memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa pembelajaran kreatif bisa juga
menggunakan media untuk anak lebih cepat memahami pelajaran dari pada hanya
menjelaskan teori.

Pembelajaran yang kreatif adalah salah satu strategi pembelajaran yang


bertujuan untuk mengembangkan kemampuan berpikir siswa pembelajaran kreatif
ini pada dasarnya mengembangkan belahan otak kanan anak yang dalam teori
Hemosfir disebutkan bahwa belahan otak anak terdiri dari belahan kiri dan
belahan kanan.

4. Pembelajaran yang efektif

Pembelajaran yang efektif adalah salah satu strategi pembelajaran yang


diterapkan guru dengan maksud untuk menghasilkan tujuan yang telah
ditetapkan. Strategi pembelajaran yang efekif ini menghendaki agar siswa yang
belajar di mana membawa sejumlah potensi lalu dikembangkan melalui
kompetensi yang telah ditetapkan

5. Pembelajaran yang Menyenangkan

Strategi pembelajaran yang menarik tentu tidak akan berjalan hampa


tanpa dibarengi dengan penyiapan suasana pembelajaran yang mendorong siswa
akan memperdalam apa yang dia pelajari. (Uno. 2013)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan-permasalahan di atas, maka peneliti


merumuskan masalah sebagai berikut:

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penulisan penelitian dari
penulisan skripsi ini sebagai berikut:

1. Mengetahui Fungsi Paikem Untuk Siswa Sekolah Dasar Sawojajar 2


2. Mengetahui Bagaimana Penerapan Pembelajaran PAIKEM
3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Proses dan Hasil Belajar.

1.4 Kegunaan Penelitian


Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara
praktis dan teoritis bagi pembelajaran siswa Sekolah Dasar.

1. Kegunaan Teoritis
Hasil penelitian dapat menambah wawasan tentang pendekatan
PAIKEM sebagai capaian hasil belajar siswa Sekolah Dasar

2. Kegunaan Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:
a. Guru
Guru dapat lebih tau mengembangkan Literasi melalui Pendekatan
belajar PAIKEM.
b. Siswa
Diharapkan dengan mengembangkan Literasi melalui Pendekatan
PAIKEM sehingga adanya peningkatan membaca tulis dengan cara
yang menyenangkan dan siswa lebih termotivasi untuk belajar.
c. Kepala Sekolah
Diharapkan sebagai bahan masukan dalam upaya meningkatnya
Pembelajaran Siswa Sekolah Dasar.
d. Peneliti Lain
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan rujukan dan
menambah wawasan pengetahuan bagi peneliti
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.3 Fungsi Paikem Untuk Siswa

Menurut Uno (2013) pembelajaran PAIKEM memiliki ciri-ciri:

1) Siswa aktif mencari atau memberikan informasi, bertanya bahkan dalam


membuat kesimpulan.

2.) Adanya interaksi aktif secara terstruktur dengan siswa

3.) Adanya kesempatan bagi siswa untuk menilai hasil karyanya sendiri.

Adanya pemanfaatan sumber belajar secara optimal. Jika konsep ini


diterapkan dengan baik oleh guru, maka pembelajaran yang mendorong keaktifan
siswa tersebut dapat memberikan hasil secara optimal

a. Siswa dapat mentrasfer kemampuannya kembali (kognitif, afektif,


psikomotorik)
b. Adanya tindak lanjut berupa keinginan mencari bahan yang telah dan
akan dipelajari
c. Tercapainya tujuan belajar minimal 80%

Salah satu indikator yang harus diperhatikan di dalam gerakan meningkatkan


kadar proses pembelajaran adalah keterlibatan peserta didik setinggi mungkin.
(Uno. 2013)

1 . Pembelajaran yang Aktif

Konsep pembelajaran aktif bukanlah tujuan dari kegiatan pembelajaran


tetapi merupakan salah satu strategi yang digunakan untuk mengoptimalkan
proses pembelajaran. Aktif dalam strategi ini adalah meposisikan guru sebagai
orang yang menciptakan suasana belajar yang kondusif atau sebagai fasilitator
dalam, sementara siswa sebagai peserta belajar yang harus aktif

6. Pembelajaran yang inovatif


Pembelajaran inovatif juga merupakan strategi pembelajaran yang
mendorong aktivitas belajar. Maksud inovatif di sini adalah dalam kegiatan
pembelajaran itu terjadi hal-hal yang baru , bukan saja oleh guru sebagai
fasilitator belajar, tetapi juga oleh siswa yang sedang belajar, guru tidak saja
tergantung dari materi pembelajaran yang ada pada buku, tetapi dapat
mengimplementasikan hal-hal baru menurut guru sangat cocok dan relevan
dengan masalah yang sedang dipelajari siswa, melalui aktivitas belajar yang
dibangun melalui strategi ini, siswa dapat menemukan caranya sendiri untuk
memperdalam hal-hal yang sedang dia pelajari. Melalui pembelajaran inovatif
siswa tidak akan buta dengan teknologi dan mereka bisa mengikuti perkembangan
teknologi yang ada sekarang ini, pembelajaran diwarnai oleh hal-hal baru sesuai
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

7. Pembelajaran yang Kreatif

Pembelajaran yang kreatif juga sebagai salah satu strategi yang medorong
siswa untuk lebih bebas mepelajari makna yang dia pelajari. Pembelajaran yang
kreatif juga sangat penting dalam rangka pembentukan generasi yang kreatif, yang
mampu menghasilkan sesuatu untuk kepentingan dirinya dan orang lain. Kreatif
dimaksudkan juga agar guru menciptakan kegiatan belajar yang beragam sehingga
memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa pembelajaran kreatif bisa juga
menggunakan media untuk anak lebih cepat memahami pelajaran dari pada hanya
menjelaskan teori.

Pembelajaran yang kreatif adalah salah satu strategi pembelajaran yang


bertujuan untuk mengembangkan kemampuan berpikir siswa pembelajaran kreatif
ini pada dasarnya mengembangkan belahan otak kanan anak yang dalam teori
Hemosfir disebutkan bahwa belahan otak anak terdiri dari belahan kiri dan
belahan kanan.

8. Pembelajaran yang efektif

Pembelajaran yang efektif adalah salah satu strategi pembelajaran yang


diterapkan guru dengan maksud untuk menghasilkan tujuan yang telah
ditetapkan. Strategi pembelajaran yang efekif ini menghendaki agar siswa yang
belajar di mana membawa sejumlah potensi lalu dikembangkan melalui
kompetensi yang telah ditetapkan

9. Pembelajaran yang Menyenangkan

Strategi pembelajaran yang menarik tentu tidak akan berjalan hampa


tanpa dibarengi dengan penyiapan suasana pembelajaran yang mendorong siswa
akan memperdalam apa yang dia pelajari. (Uno. 2013)

2.2 Bagaimana Penerapan Pembelajaran PAIKEM

Penerapan pembelajaran aktif,lingkungan, kreatif, inovatif,


menyenangkan dalam proses pembelajaran harus dipraktikan dengan benar.
Secara garis besar dapat digambarkan sebagai berikut:

1. Siswa langsung terlibat dalam berbagai kegiatan yang mengembangkan


pemahaman dan kemampuan mereka dengan penekanan pada belajar
melalui praktik
2. Guru dituntut menggunakan berbagai alat bantu dan berbagai cara dalam
membangkitan semangat, termasuk menggunakan lingkungan sebagai
sumber belajar untuk menjadikan pembelajaran menarik, menyenangkan
dan cocok bagi siswa.
3. Gurur harus bisa mengatur kelas dengan berbagai variasi seperti memajang
buku-buku dan bahan belajar yang lebih menarik dan menyediakan alat-
alat pembelajaran.
4. Guru menerapkan tentang cara mengajar yang lebih kooperatif dan
interaktif, termasuk cara belajar kolompok dalam segala suasana.
5. Guru mendorong, memberikan motivasi siswa untuk menemukan caranya
sendiri dalam pemecahan masalah suatu masalah, untuk mengungkapkan
6. gagasannya, dan melibatkan siswa untuk menciptakan lingkungan
sekolahnya.

Yang perlu diperhatikan dari pembelajaran aktif, lingkungan, kreatif, inovatif,


menyenangkan diperlihatkan dan di praktikan dengan berbagai kegiatan yang
terjadi selama kegiatan mengajar belajar (KBM). Pada saat yang sama, gambaran
tersebut menunjukkan kemampuan yang perlu dikuasai guru untuk menciptakan
keadaan tersebut. (Amri . 2010)

Tabel 2.1 Kemampuan yang harus dikuasai guru (sumber: Amri. 2010)

Fase Jenis Kegiatan

Kemampuan Guru Kegiatan Belajar Mengajar

Guru merancang dan mengelola KBM Guru melaksanakan KBM dalam


(Kegiatan Mengajar Belajar) yang kegiatan yang beragam misalnya:
mendorong siswa berperan aktif dalam
1. Percobaan
pembelajaran
2. Diskusi kelompok
3. Memecahkan masalah
4. Menulis laporan/cerita/puisi
5. Berkunjung keluar kelas
Guru menggunakan alat bantu sumber Sesuai mata pelajaran, guru
yang beragam. menggunakan, misalnya

1. Alat yang tersedia atau yang


dibuat sendiri
2. Gambar
3. Studi Kasus
4. Nara Sumber
Guru memberi kesempatan kepada Lingkungan siswa
siswa mengembangkan keterampilan
1. Melakukan percobaan,
pengamatan, atau wawancara
2. Mengumpulkan data/ jawaban
dan mengolahnya sendiri
3. Menarik kesimpulan
4. Memecahkan masalah, mencari
rumus sendiri
5. Menulis laporan hasil karya lain
dengan kata-kata sendiri
Guru memberi kesempatan kepada Melalui:
siswa mengungkapkan gagasannya
1. Diskusi
sendiri secara lisan atau tulisan.
2. Lebih banyak pertanyaan
terbuka
3. Hasil Karya yang merupakan
anak sendiri
Guru menyesuaikan bahan dan Siswa dikelompokkan sesuai dengan
kegiatan belajar dengan kemapuan kemampuan (untuk kegiatan tertentu)
siswa Bahan pelajaran disesuaikan dengan
kemampuan kelompok tersebut. Siswa
diberi tugas perbaikan atau pengayaan

Menilai KBM dan kemajuan belajar Siswa menceritakan atau memanfaatkan


siswa secara terus-menerus pengalamannya sendiri.

2.3 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Proses dan Hasil Belajar

Untuk memahami kegiatan yang disebut “belajar”, perlu dilakukan analisis


untuk menemukan persoalan-persoalan apa yang terlibat didalam kegiatan belajar
itu (purwanto.1990).

Telah dikatakan bahwa belajar adalah suatu prosese yang menimbulkan


terjadinya suatu perubahan atau pembaharuan dalam tingkah laku dan atau
kecakapan. Sampai dimanakah perubahan itu dapat tercapai atau dengan kata lain,
berhasil atau tiaknya belajar itu tergantung bermacan-macam faktor Adapun
faktor-faktor itu dapat kita bedakan menjadi 2 golongan. (purwanto.1990).

a. Faktor yang ada pada diri orgnisme itu sendiri yang kita sebut faktor
individual, dan
b. Dan faktor yang ada diluar individu yang kita sebut faktor sosial. Yang
termasuk faktor individual antara lai: faktor kematangan/pertumbuhan,
kecerdasan, latihan, motivasi dan faktor pribadi. Sedangkan yang
termasuk faktor sosial antara lain faktor keluarga/keadaan rumah
tangga, gurur dan cara mengajarnya, alat-alat yang digunakan dalam
belajar-mengajar alat-alat yang dipergunakan dalam belajar mengajar,
lingkungan dan kesempatan yang tersedia, dan motivasi sosial.
(purwanto.1990).

Berikut faktor-faktornya

1. Kematangan/ pertumbuhan
Kita tidak dapat melatih anak-anak yang baru berumur 6 bulan
untuk belajar berjalan dikarenakan otot-otot dan tulangnya masih lemah,
jadi perlu watu pematangan sama halnya dengan belajar. Kita tidak dapat
mengajar ilmu pasti kepada anak kelas 3 sekolah dasaratau mengajar ilmu
filsafat kepada anak-anak yang baru duduk di bangku SMP. Semua
disebabkan pertumbuhan mentalnya belum matang.
2. Kecerdasan/ Intelegensi

Kenyataan menunjukan kepada kita meskipun meskipun anak yang


berumur 14 tahun ke atas pada umumnya telah matang untuk belajar ilmu
pasti, teteapi tidak semua anak-anak pandai ilmu pasti. Demikian pula
dalam hal pelajaran lainnya tidak semu anak pandai dalam ilmu lainnya.
Tidak semua anak pandai bahasa asing, matematika, dll. Jelas kiranya
bahwa dalam belajar kecuali kematangan, intelejensipun turut memegang
peranan.

3. Motivasi

Motivasi mendorong anak untuk terus semangat belajar. Tak


mungkin seseorang mau berusaha mempelajari sesuatu dengan sebaik-
baiknya, jika ia tidak mengetahui betapa pentingnya dan faedahnya hasil
yang akan dicapai dari belajarnyaitu bagi dirinya.

4. Keluarga
Keluarga dalam kaitannya dengan belajar anak sangatlah
berpengaruh. Suasana dan keadaan keluarga yang bermacam-macam itu
mau tidak mau turut menentukan bagaimana dan sampai dimana belajar
dialami dan dicapai oleh anak-anak. Termasuk dalam keluarga ini turut
memegang peranan penting dalam motivasi anak.

5. Ala-alat pelajaran

Faktor guru dan cara mengajarnya, tidak dapat kita lepas dari ada
tidaknya dan cukup tidaknya alat-alat pelajaran yang tersedia di sekolah.
Sekolah yang memiliki alat-alat dan perlengkapan yang diperlukan untuk
belajar ditambah dengan cara mengajar yang baik dari guru-gurunya,
kecakapan guru dalam menggunakan alat-alat itu, akan mempermudah dan
mempercepat belajar anak-anak.

6. Lingkungan dan Kesempatan

Seorang anak yang keluarga yang baik, memiliki intelejensi yang


baik, bersekolah di suatu sekolah yang keadaan guru-gurunya dan alat-
alatnya baik, belum tentu pula belajar denangan baik. Masih ada faktor
yang dapat mempengaruhi hasil belajarnya. Umpannya karena jarak rumah
dan sekolah itu terlalu jauh, memerlukan kendaraan yang cukup lama
sehingga melelahkan banyak pula anak-anak yang tidak dapat belajar
dengan baik dan tidak dapat mempertinggi belajarnya, akibat didak adanya
kesempatan yang disebabkan oleh sibuknya pekerjaan setiap hari,
pengaruh lingkungan yang buruk dan negatif serta faktor-faktor lain terjadi
diluar kemampuannya.
BAB III

METODE PENELITIAN

Pada bab III disajikan (a) rancangan penelitian, (b) populasi dan sampel, (c)
variabel, (d),Teknik Pengumpulan Data

3.1 Rancangan Penelitian


Rancangan pada penelitian ini digolongkan kedalam penelitian
Kuantitaf, yaitu merupakan cara penelitian yang berkaitan dengan data
berupa angka dan program stastistik.(Wahidmurni.2017). Yang digunakan
untuk menjawab suatu masalah. Rancangan penelitin yang digunakan yaitu
Quasi Eksperimental dengan bentul Pre-test dan Post-test, karena pada
rancangan tersebut kelas eksperimen dan tidak eksperimen (kontrol)
dipilih secara random. Eksperimen merupakan kelas yang menerapkan
Pendekatan PAIKEM Sedang yang kontrol merupakan kelas yang tidak
menerapkan Pendekatan PAIKEM.

3.2 Populasi dan Sampel


Populasi adalah kumpulan dari kesluruhan pengukuran, objek, atau
individu yang sedang dikaji Populasi pada penelitian ini adalah siswa
yang ada pada SDN Sawojajar 2 . Dan dengan sampel siswa kelas 4 di
SDN Sawojajar 2 yang terdiri dari 2 kelas yaitu kelas yaitu siswa kelas IV
(4) A dan Siswa kelas IV (4) B dengan jumlah siswa 25 orang. Penelitian
ini menggunakan teknik puposive sampling, Yaitu teknik penentuan
sampel dengan pertimbangan tertentu.

3.3 Variabel
Variabel Penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari
orang,obyek, atau keinginan yang mempunyai variasi tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya
(sugiono. 2014). Peneliti menggunakan, variabel bebas, variabel terikat
dan variabel kontrol. Variabel bebas pada penelitian ini,yaitu pembelajaran
dengan menggunakan Pendekatan PAIKEM pada kelas eksperimen dan
pembelajaran tanpa menggunakan Pendekatan PAIKEM pada kelas IV.
Variabel terikat, yakni peningkatan aktivitas belajar kelas IV tema 1
Indahnya Kebersamaan, subtema 3 Bersyukur Atas Keberagaman.

3.4 Instrumen Penelitian


Yang digunakan peneliti terdiri dari beberapa instrumen, yaitu (1)
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, Lembar Observasi, (2) Dokumentasi,
(3) Angket (4) uraian instrumen peneltian, dapat dilihat sebagai berikut
yang digunakan oleh penulis adalah sebagai berikut.

1) Rencana Pelaksanaan Pembelajaran


Peneliti menggunakan Rencana Pelaksanaa Pembelajaran (RPP)
sebagai instrumen penelitian , karena RPP disusun dalam tema 3 Indahnya
Kebersamaan, subtema 3 Bersyukur Atas Keberagaman

2) Lembar Observasi
Instrumen observasi digunakan untuk mengamati bagaimana cara
kerja Pendekatan PAIKEM terhadap keterlibatan aktivitas belajar siswa.

3) Dokumentasi
Dokumentasi digunakan sebagai pengamatan aktivitas belajar
siswa kelas IV SDN Sawojajar 2. Dokumentasi pada penelitian, berupa
foto kegiatan siswa pada saat menerima pendekatan PAIKEM dan yang
pada saat tidak menerima pendekatan PAIKEM.

4) Angket
Angket digunakan peneliti untuk mendapat data mengenai seberapa
jauh siswa lebih bisa menerima materi yang dipaparkan menggunakan
Pendekatan PAIKEM, dan bagaimana hasil belajar yang diperoleh siswa
dengan penerapan Pendekatan Paikem.

5) Tes
Instrumen tes pada penelitian ini merupakan instrumen penilaian
aktivitas siswa yang diberikan kepada kelas eksperimen dan kelas yang
tidak eksperimen (kontrol).

3.5 Teknik Pengumpulan Data


Data yang dikumpulkan pada penelitian, berupa data aktivitas
belajar yang diproleh melalui pre-test dan post test yang didukung oleh
hasil belajar dan aktivitas guru dengan penerapan Pendekatan Paikem.
Daftar Rujukan

Tumardi. 2013. Teori Belajar Dan Pembelajaran. Malang: Fakultas Ilmu


Pendidikan Universitas Negeri Malang

Amri sofan dan khoiru . 2010. Proses Pembelajaran Kreatif Dan Inovatif
Dalam Kelas. Jakarta: PT. Prestasi Pusat Karya.

Uno dan Mohamad. 2013. Belajar Dengan Pendekatan Pailkem. Jakarta:


bumi aksara

Sugiono. 2014. Meode Penelitian Kuantitatif Kualitatif R&D. Bandung:


Alfabeda.

Harinaldi. 2005. Prinsip-Prinsip Statistik Untuk Teknik dan Sains.


Jakarta:Erlangga.

Wahidmurni. 2017. Pemaparan Metode Kuantitatif. Malang: Fakultas


Ilmu Tarbiayah dan Keguruan UIN Maulana Malik Ibrahim.. http://repository.uin-
malang.ac.id/1985/2/1985.pdf

Purwanto Ngalim.1990. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT REMAJA


ROSDAKARYA.
PENGARUH KETERAMPILAN MEMBACA DAN MENULIS
TERHADAP HASIL BELAJAR BAHASA INDONESIA SISWA KELAS IV
DI SEKOLAH DASAR

Oleh :
Ayun Sundari B7 PGSD

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keterampilan membaca dan menulis memegang peranan sangat penting


dalam kehidupan manusia, karena segala pegetahuan tidak terlepas dari membaca
dan menulis. Tanpa memiliki keterampilan membaca dan menulis pengetahuan
yang diberikan tidak mempunyai arti, mengingat kita berada pada era globalisasi
yang menuntut berbagai keterampilan. Oleh karena itu keterampilan membaca dan
menulis harus dikuasai sejakdi sekolah dasar.

Sekolah Dasar merupakan lembaga pendidikan formal pertama yang turut


andil di dalam menentukan keberhasilan siswa (Mulyati, 2004). Untuk tingkat
sekolah dasar, Pembelajaran membaca dan menulis masuk pada ranah garapan
pengajaran bahasa Indonesia, jika siswa tidak memiliki pengetahuan dan
keterampilan membaca dan menulis sejak dini akan mengalami kesulitan belajar
di masa depan atau tingkat pendidikan selanjutnya. Keterampilan membaca dan
menulis menjadi dasar utama, tidak hanya untuk bidang pebgajaran bahasa tetapi
bidang pengajaan yang lainya, seperti IPS, Matematika, Pancasila, dan lain-lain
(Mulyati, 2004). Dengan kegiatan membaca dan menulis, siswa akan
mendapatkan penegtahuan yang akan berguna pada pertumbuhan dan
perkembangan sosial, daya nalar dan emosionalnya yang berpengaruh pada hasil
beajar yang diperoleh siswa di sekoah. Oleh karena pentignya peranan mambaca
dan menulis maka cara guru dalam memngajar harus tepat. Akan tetapi kegiatan
membaca dan menulis belum dibudayakan. Di sekolah dasar menurunya hasil
belajar siswa bukan semata-mata disebabkan oleh ketidakmampuanya mengikuti
pelajaran, tetapi karena kurangnya keterampilan membaca dan menulis pada diri
siswa. Oleh karena itu pentingnya membaca dan menulis dalam meningkatnya
hasil belajar siswa.

Pada Pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar kelas 1 dan 2 SD


(kelas rendah), menekankan pada aspek peningkatan keterampilan membaca dan
menulis permulaan. Sedangkan untuk kelas 3-6 Sekolah Dasar (kelas tinggi)
menekankan pada peningkatan keterampilan berkomunikasi lisan dan tulis.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang


digunakan sebagai berikut:

1. Bagaimana tingkat keterampilan mambaca dan menulis siswa kelas IV SDN


Wonokoyo 2 Malang?
2. Apakah dengan adanya keterampilan membaca dan menulis dapat
mempengaruhi hasil belajar siswa kelas IV SDN Wonokoyo 2 Malang?
C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian yang


digunakan sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan tingkat literasi membaca dan menulis siswa kelas IV SDN


Wonokoyo 2 Malang.
2. Menganalisis pengaruh keterampilan membaca dan menulis siswa kelas IV
SDN Wonokoyo 2 Malang.
D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:

1. Guru

Sebagai masukan kepada pihak sekolah dan guru-guru serta calon guru
tentang pentingnya literasi membaca dan menulis untuk menumbuhkan minat
baca dan menambah khasanah ilmu pengetahuan bagi peserta didik.

2. Siswa

Dengan mengetahui tingkat literasi membaca dan menulis maka diharapkan


dapat menjadi acuan untuk terus meningkatkan literasi membaca dan menulis.

3. Penulis

Menambah wawasan pengetahuan dan keterampilan peneliti khususnya yang


terkait dengan tingkat literasi membaca dan menulis pada siswa di Sekolah
Dasar.

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Pembelajaran Membaca

Pembelajaran membaca diajarakan pada kelas rendah agar terampil dalam


membaca, selain itu juga memiliki sikap yang benar dalam membaca. Oleh karena
itu guru mestiya merencanakan pembelajaran membaca dengan baik dan efektif
sehingga dapat menanamkan budaya membaca sebagai kegiatan yang
menyenangkan.

Guru sebagai perancang pembelajaran di kelas, diharapkan memiliki


strategi sehingga keterampilan membaca yang dimiliki siswa bertambah. Sesuai
yang dikatan oleh Mudiono (2009) bahwa “pengajaran membaca yang baik adalah
pengajaran yang didasarkan pada kebututuhan anak dan mempertimbangkan apa
yang dibutuhkan anak”. Jadi disini guru diharapakan mengetahui sejauh mana
pengetahuan yang sudah dimiliki siswa, kemudian dapat mengembangkan
pengetahuan sesuai kebutuhan siswa. Guru mempuyai hak memilih berbagai
metode yang cocok dengan kebutuhan siswa dan juga mempertimbangakan 3
aspek penting dalam pengajaran membaca yaitu: a) pengembangan aspek sosial
anak, b) penegmbangan aspek sosial, c) penegmbangan aspek kognitif (Mudiono,
2009).

Dengan demikian pembelajaran membaca adalah salah satu materi yang


sangat penting, di Sekolah Dasar pembelajaran membaca masuk ke pembelajaran
bahasa Indonesia. Dengan pembelajaran membaca, selain dapat mengembangkan
pengetahuan siswa guru juga dapat mengembangkan nilai-nilai moral,
kemampuan berpikir dan kreativitas pada anak didik. Siswa dikatakan mempunyai
kemampuan membaca apabila dapat menyalurkan tulisan secara lancar dengan
kebenaran lafal dan intonasi dan dapat memahami makna tulisan yang dibaca.
Guru sebagai perancang pembelajaran harus sesuai dengan kebutuhan siswa dan
disesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa.

B. Keterampilan Membaca

Membaca termasuk salah satu keterampilan membaca. Keterampilan


membaca merupakan hal yang sangat dubutuhkan dalam aspek kehidupan.
Keterampilan membaca sangat peting dimiliki siswa di dalam belajar
mendapatkan informasi atau pengetahuan yang dibutuhkan. Keterampilan
membaca mempunyai peranan penting bagi siswa. Bagi siswa Membaca akan
bermanfaat dalam usaha meningkatkan pengetahuan dan pemahaman terhadap
suatu ilmu, hal ini juga dapat menambah wawasan dan tingkat kreativitas siswa.

Keterampilan membaca dalah keterampilan dasar yang harus di kuasai


oleh siswa agar dapat mengikuti seluruh rangkaian kegiatan pembelajaran dan
pendidikan. Keterampilan membaca juga termasuk ketermpilan menangkap dan
memahami bahasa tulis. Jadi dapat disimpulkan bahwa siswa memiliki
keterampilan membaca dengan baik jika memiiki keterampilan-keterampilan
seperti di atas. Untuk melatih keterampilan membaca perlu adanya pendekatan
dan teknik yang digunakan guru dalam pembelajaran membaca.Dalam
pembelajaran membaca diharapkan seseorang memiliki keterampilan membaca.
Menurut Mulyati, (2004) Pembelajaran membaca adalah salah satu Pembelajaran
keterampilan membaca berbahasa yang menguunakan pendekatan kamonikatif,
integratif, keterampilan proses dan pendekatan tematis.

a. Pendekatan komutatif terlihat pada butir pembelajaran: membaca bacaan dan


menyatakan pendapat atau perasaanya.
b. Pendekatan integratif terlihat pada butir Pembelajaran: membaca dialog
anatara dua orang atau lebih secara perorangan, berpasangan atau kelompok.
c. Pendekatan keterampilan proses terlihata pada butir Pembelajaran: membaca
cepat teks bacaan, menemukan gagasan utama, dan menjawab pertanyaan
yang dajukan.
d. Pendekatan tematis nampak pada butir pembelajran: membaca novel anak-
anak dan membicarakan isinya.
Dari pendekatan- pendekatan di atas Nampak adanya keterpaduan antara
pendekatan yang satu dengan pemdekatan yang lainya saling berhubungan dan
tidak dapat dipisahkan. Jadi pendekata-pendekatan di atas menunjang kepada
keterampilan membaca.

Tehnik keterampilan membaca yang dilakukan guru ada bnayak, tetapi


bagaimanapun guru harus tetap berpedoman dan berpatokan pada kurikulum
Mulyati (2004).

C. Pembelajaran menulis

Menulis merupakan bentuk komunikasi yang dituangkan melalui bahasa


tulis, menulis menggunakan bahsa sebagai medinya. Di dalam komunikasi
gagasan atau pesan yang ingin disampaikan terganrung pada perkembangan dan
tinggkat pengetahuan atau daya nalar siswa. Di Sekolah Dasar Pembelajaran
menulis lanjutan utu kelas tinggi menekaknkan pada pelatihan atau penyusunan
dengan ejaan yang tepat dan benar pemakaianya, penulisan paragraf cara menulis
karagan dalam berbagai bentuk misalnya surat, prosa, puisi, pidato, naskah drama,
laporan, dan cara menulis naskah berita, telegram, pengumuman, poster serta cara
menulis ringkasan, mengisi formulir dan sebagainya Mulyati, 2004). Menurut
Gipayana (2004: 2) pelajaran menulis di SD dberikan agar siswa: a) mampu
mengungkapkan gagasan, pendapat, pengalaman, pesan, dan perasaan secara
tertulis, b) mampu menyampaikan informasi secara tertulis sesuai dengan konteks
dan keadaan, c) memiliki kegemaran menulis, dan (4) mampu memanfaatkan
unsur-unsur kebahasaan karya sastra dalam menulis.

Lulusannya tingkat Sekolah Dasar diharapkan mempunyai dasar-dasar


kemampuan yang disebutkan sebagai bekal belajar pada jenjang pendidikan
selanjutnya. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan pembelajaran menulis ini
perlu adanya usaha dari diri siswa sendiri dan dukungan dari guru serta orang tua
dalam aktivitas atau kegiatan menulis dalam proses pembelajaran yang dilakukan
siswa baik di rumah maupun sekolah.

D. Keterampilan Menulis

Mmenulis adalah proses penyampaian pikiran, angan-angan, perasaan


dalam bentuk lambang/tanda/tulisan yang bermakna (Dalman, 2014 dalam Aziz).
Keterampilan menulis merupakan salah satu jenis keterampilan berbahasa yang
harus dikuasai siswa.Keterampilan menulis di kategorikan menjadi dua, yaitu
menulis permuaan dan menulis lanjutan. Menulis permulaan identik dengan
melukiskan gambar, tidak menuangkan ide/gagasan, melainkan hanya sekedar
melukis atau menyalin gambar/lambang bunyi bahasa ke dalam wujud lambang-
lambang tertulis. Menurut Mulyati, 2015 dalam Aziz Keterampilan-keterampilan
mikro yang diperlukan dalam menulis, di mana penulis perlu untuk:

a. Menggunakan ortografi dengan benar, termasuk disini penggunaan ejaan


b. Memilih kata yang tepat
c. Menggunakan bentuk kata dengan benar
d. Mengurutkan kata-kata dengan benar
e. Menggunakan struktur kalimat yang tepat dan jelas bagi pembaca
f. Memilih genre tulisan yang tepat, sesuai dengan pembaca yang dituju
g. Mengupayakan ide-ide informasi utama didukung secara jelas oleh ide-ide
atau informasi tambahan
h. Mengupayakan terciptanya paragraf, dan keseluruhan tulisan koheren
sehingga pembaca mudah mengikuti jalan pikiran atau informasi yang
disajikan
i. Membuat dugaan seberapa banyak pengetahuan yang dimiliki oleh
pembaca sasaran mengenai subjek yang ditulis dan membuat asumsi
mengenai hal-hal yang belum mereka ketahui dan penting untuk ditulis.

E. Hasil Belajar
Belajar adalah perubahan tingkah laku dyang cenderung baik sebab adanya
latihan dan pengalaman. Belajar pada dasarnya akan memberikan pengalaman
belajar pada peserta didik untuk memperoleh hasil atas belajar yang dilakukan.
Menurut Sgudjana (2018:8) hasil belajar merupakan “kemampuan yang dimiliki
siswa setelah menerima pengalama belajar”. Hasil belajar merupakan kemampuan
yang dicapai seseorang dalam usaha yang maksimal untuk menghasikan
pengetahuan-pengetahuan atau nilai-nilai kecakapan. Gagne berpendapat (dalam
Thobroni dan Mustafa, 2011) hasil belajar berupa hal-hal berikut: (1) informasi
verbal, (2) keterampila intelektual, (3) strategi kognitif, (4) keterampilan motoric
dan (5) Sikap. Informai verbal berupa kemampuan untuk mengungkapkan
pengetahuan dalam bentuk lisan maupun tulisan. Keterampilan intelektual yaitu
keterampilan berkaitan dengan mengategorisasi, menganalisis, dan perkembangan
yang berkaitan dengan aktivitas kognitif. Strategi kognitif meliputi penggunaan
konsep dalam pemecahan maslah. Keterampilan motoric berkaitan aktivitas
jasmani. Sikap brupa kemampuan menginternalisasi suatu penegtahuan dalam
perilaku.
Hasil belajar berhubungan langsung dengan proses pemebelajaran di
sekolah dan ditentukan oleh diri siswa, lingkungan sekolah dan lingkungan
masyarakat. Pelaksanan pembelajaran pembelajaran yang dirancang guru akan
berlangsung baik jika diri siswa dalam kondisi sehat rohani, jasmani serta
memiliki minat belajar. Selain minat penting bagi guru meyiapkan bahan
Pembelajaran yang sesuai dengan bakat siswa. Oleh karena itu guru harus
mengunakan model dan menggunakan media yang tepat. Selai guru, orang tua
juga mempengaruhi hasil belajar siswa. Orang tua harus membngun suasana
rumah yang tenang dan damai agar anak nyaman dan senang belajar, jika orang
tua berkecukupan dapat membuat ruang belajar yang dielngkapi kebutuhan belajar
siswa.

G. Hubungan Keterampilan Membaca Dan Menulis Terhadap Hasil Belajar

Proses belajar siswa ditentukan oleh banyak faktor. Slameto (2013: 54)
menggolongkan faktor-faktor yang memengaruhi belajar menjadi dua, faktor
internal dan eksternal. Hasil belajar siswa tidak terlepas dari kebiasaan yang
sering dia lakukan dalam aktivitas kesehariannya untuk mendukung proses
belajarnya. Dampak yang baik bagi hasil belajar siswa banyak dipengaruhi
aktivitas positif yang dilakukan siwa. Salah satu kebiasaan yang baik itu adalah
membaca dan menulis kembali isi bacaan.

Membaca ialah kegiatan merespon lambang-lambang cetak atau lambang


tulis dengan menggunakan pengertian yang tepat. Sedangkan menulis ialah
menyampaikan ide atau gagasan dan pesan dengan menggunakan lambang grafis
(tulisan). Mulyati (2004). Siswa memperoleh banyak ilmu pengetahuan dari
membaca. Tanpa membaca, sulit dibayangkan bagaimana hasil proses
pembelajaran dan pendidikan. Dari membaca kita dapat meyampaikan kembali isi
bacaan, sehingga pengetahuan berkembang luas.

Kegiatan membaca tak pernah lepas dari proses belajar. Dari membaca dan
menulis segala informasi dan pengetahuan akan didapatkan siswa. Dengn senang
membaca dan menulis wawasannya akan bertambah luas serta ilmu akan meyebar
luas.Hal itu juga memengaruhi proses belajarnya. Seperti disebutkan Farr (dalam
Dalman,2014: 5), “reading is the heart of education”, yang artinya membaca
adalah jantung pendidikan. Semakin sering seorang siswa membaca, maka
pengetahuandan wawasan yang dimilikinya akan semakin luas.Siswa yang minat
bacanya tinggi, maka pengetahuannya juga tinggi, dan hasil belajarnya akan
bertambah dengan baik. Begitu pula sebaliknya, jika minat baca rendah, maka
pengetahuan yang dimiliki sedikit, hal tersebut akan berpengaruh terhadap hasil
belajar siswa. Oleh karena itu, kegiatan membaca dan menulis perlu dibudayakan
sejak dini
pada siswa, karena hal itudapat mendukung proses belajar siswa.

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Rancangan pada penelitian digolongkan kedalam jenis penelitian kuantitaf


dengan menggunakan metode penelitian eksperimen kuasi. Menurut Sugiyono
(2010) pengertian metode penelitian adalah : “Metode penelitian adalah cara
ilmiah untuk mendapatkandata dengan tujuan dan kegunaan tertentu”.Desain
penelitian yang digunakan pada penelitian ini yaitu, Quasi Eksperimental dengan
bentuk korelasional untuk mengetahui tingkat hubungan antara keterampilan
membaca dan keterampilan menulis dengan hasil beajar siswa.

Peneliti berusaha menggambarkan kondisi keterampilan membaca dan


menulis secara kuantitatif. Sampel pada siswa kelas IV SDN Wonokoyo 2 Malang
terdapat 20 siswa. dengan Siswa siswa laki-laki 8 dan siswa perempuan 12. 20
siswa ini berasal dari latar belakang keluarga yang berbeda-beda.

B. Kehadiran Peneliti

Berdasarkan pendekatan dan jenis penelitian, maka kehadiran peneliti


dilapangan sangat diperlukan. Peneliti merupakan perencana, peneliti,
pengumpulan data, dan akhirnya akan menjadi pelapor hasil penelitian yang
dilakukanya. Pada penelitian ini, peneliti bertindak sebagai guru (pengajar) dan
dibantu oleh guru kelas IV sebagai pengmat (observer).

C. Kancah Penelitian

Kancah peneliti merupakan tempat yang digunakan oleh peneliti untuk


memperoleh data penelitian. Penelitian ini dilakukan di kelas IV SDN Wonokoyo
2 yang beralamat di Jl. Baran Wonokoyo, Kedungkandang, Malang, Jawa Timur.
Alasan dipilihnya SDN Wonokoyo 2.

D. Subjek Penelitian

Penelitian kuantitatif ini dilakukan di kelas IV SDN Wonokoyo 2 pada


semester 2 tahun ajaran 2018/2019. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas IV
SDN Wonokoyo 2 tahun ajakran 2018/2019 dengan jumlah siswa 20 orang yang
teridiri dari 12 siswa perempuan dan 8 siswa laki-laki. Penleliti juga melakukan
observasi serta mnegikuti saat kegiatan Pembelajaran berlangsung.

E. Data dan Sumber Data

F. Tekhnik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

1) Teknik angket
Angket diberikan kepada siswa, orang tua

dan pihak perpustakaan. Sedangkan angket yang diberikan kepada guru


untuk mengetahui prestasi siswa kelas IV SDN Wonokoyo 2 Malang.,
teknik tes, dan teknik analisis data. Teknik tes dimaksudkan untuk
memperoleh data tentang keterampian membaca.

2) Teknik tes,
Tes dilakukan untuk mengukur kemampuan dan prestasi siswa dalam mata
pelajaran bahasa Indonesia pada siswa kelas IV SDN Wonokoyo 2
Malang.

3) Teknik analisis
Teknik analisi data digunakan untuk mengukur pengaruh variable X
terhadap variabel Y dengan memanfaatkan nilai-nilai pada hasil tes bahasa
Indonesia. Teknik yang digunakan adalah korelasi product moment.

G. Teknik Analisis Data

Peneitian ini menggunakan teknik analisis data yang dilakukan dengan


tiga cara. Cara pertama yang digunakan untuk menjawab permasalahan penelitian
pertama, yaitu keterampilan membaca. Untuk variabel ini digunakan instrumen
angket dengan ditentukan skor maksimal untuk setiap sampel. Oleh karena itu,
skor pada instrumen ini adalah skor maksimal dikalian banyaknya sampel. Untuk
mengetahui besaranya keterampilan membaca pada variabel ini digunakan tabel
persentasi dengan rumus

P= F : n X 100 %

Cara kedua untuk menjawab permasalahan tentang keterampilan dan hasil


belajar bahasa Indonesia pada siswa kelas IV SDN Wonokoyo 2 Malang
digunakan teknik tes. Oleh karena itu, untuk ukuran dalam variabel ini ada nilai
untuk setiap siswa dan nilai rata-rata kelas.Skor maksimal untuk setiap siswa
ditentukan, sehingga nilai setiap siswa dapat dihitung dengan cara:

Skor yang diperoleh

Nilai =-----------------------------X

100
DAFTAR RUJUKAN

Dalman. 2015.Keterampilan Menulis. Jakarta: Rajawali Pers.Djinwandono,


Soenardi. 2011.Tes Bahasa: Pegangan Bagi Pengajar Bahasa. Jakarta: PT Indeks.

Gipayana, Muhana. 2004. Pengajaran Literasi dan Penilaian Portofolio dalam


Konteks Pembelajaran Menulis di SD. 11 (1), dari
http://library.um.ac.id/majalah/printmajalah4.php/44284.html

Mudiono, Alif. 2009. Pengebangan Bahan Pembelajaran Bahasa Indonesia


Sekolah Dasar. Malang: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri
Malang. PHK S1 PGSD A.

Mulyati, Yeti. 2015.Modul: Hakikat Ketrampilan Berbahasa. (Repository.ut.ac.id.)

Mulyati, Yeni. 2004. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas Tinggi.
Jakarta: Universitas Terbuka

Suhardi, Dkk. 2017. Materi Pendukung Literasi Baca Tulis. Jakarta: Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan.

Sugiyono. 2010. Metodologi Penelitian Pendidikan. Bandung: CV Alfabeta.

Teguh, Mulyo.2017. Gerakan Literasi Sekolah Dasar. Dari


http://eprints.umk.ac.id/7379/6/3_Mulyo_Teguh.pdf

Thobrni, M dan Mustofa. 2011. Belajar dan Pembelajaran. Jogjakarta: Ar-Ruzz


Media.

Yarmi Gusti. 2017. Pembelajaran Menulis di Sekolah Dasar. Jurnal Perspektif


Ilmu Pendidikan 31(1), 1_3. Dari
http://journal.unj.ac.id/unj/index.php/pip/article/view/2640/1998

PEMANFAATAN BARANG BEKAS SEBAGAI


MEDIA PEMBELAJARAN SISWA SD KELAS TINGGI GUNA

MENINGKATAN MINAT BELAJAR GEOMETRI DAN PENGUKURAN

Oleh :
Charin Dwi Lestari B7 PGSD

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang masalah


Dewasa ini perkembangan teknologi informasi dan dunia hiburan
semakin pesat, sehingga anak-anak kita lebih suka melihat sinetron, film,
main game, internet daripada mendengarkan pelajaran guru di kelas. Oleh
karena itu, guru pada zaman sekarang dituntut untuk menciptakan
pembelajaran yang menarik dan menghibur agar tidak kalah dengan
teknologi informasi dan dunia hiburan yang semakin canggih. Sesuai
dengan kemajuan Teknologi Pendidikan maupun Teknologi Pembelajaran,
untuk membuat pembelajaran lebih menarik guru dapat menciptakan
media pembelajaran yang inovatif dalam pelakasannan pembelajaran.
Menurut (Nurseto, 2011a) dalam sistem pembelajaran modern saat
ini, siswa tidak hanya berperan sebagai penerima pesan, tapi siswa juga
bertindak sebagai komunikator atau penyampai pesan. Dalam kondisi
seperti itu, maka terjadi apa yang disebut dengan komunikasi dua arah
bahkan komunikasi banyak arah. Dalam komunikasi pembelajaran media
pembelajaran sangat dibutuhkan untuk meningkatkan efektifitas
pencapaian tujuan pembelajaran. Artinya, peran media pembelajaran selain
untuk meningkatkan efekifitas tujuan pembelajaran, media juga sangat
penting dalam menciptakan suasana pembelajaran yang membuat siswa
lebih tertarik dengan pembelajaran.
Menurut (Laila & Sahari, 2016) media mempunyai klasifikasi
mulai dari yang sederhana hingga yang canggih .Pada saat sekarang ini
sudah banyak pemanfaatan barang bekas yang menghasilkan barang baru
yang sangat memiliki nilai, bahkan dalam proses pemasaran juga memiliki
harga yang cukup tinggi. Selain diproduksi untuk pemasaran dan
menghasilkan uang, pemanfaatan barang bekas ini juga bisa digunakan
sebagai media pembelajaran.
Jadi, karena barang-barang bekas masih bisa dimanfaatkan, seorang guru
dapat membuat media pembelajaran yang berbahan dasar barang bekas.
Selain barang bekas mudah dicari, seorang guru juga tidak harus
mengeluarkan biaya yang mahal sehingga proses pembelajaran akan
berlangsung dengan efektif dan tidak memberatkan guru maupun siswa.
Pemanfaatan media pembelajaran yang relevan dalam kelas dapat
mengoptimalkan proses pembelajaran. Media membantu mengkonkritkan
konsep atau gagasan dan membantu memotivasi peserta belajar aktif. Bagi
siswa, media dapat menjadi jembatan untuk berpikir kritis. Dengan
demikian media dapat meringankan tugas guru dan siswa mencapai
kompetensi dasar yang ditentukan. Lebih-lebih pada pelaksanaan
pembelajaran kurikulum 2013 kegiatan pembelajaran difokuskan pada
keterampilan proses dan aktif learning, maka kiranya peranan media
pembelajaran menjadi semakin penting. (Laila & Sahari, 2016)
Maka dari itu, berdasarkan latar belakang tersebut peneliti ingin
mengetahui bagaimana pemanfaatan barang bekas sebagai media
pembelajaran matematika bagi siswa SD terutama pada materi geometri
dan pengukuran.

B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan, masalah yang ingin
peneliti angkat dalam penelitian ini, dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Bagaimana pemanfaatan barang bekas sebagai media pembelajaran
siswa SD kelas tinggi dalam mata pelajaran Matematika?
2. Bagaimanakah keefektifan media pembelajaran dari barang bekas
terhadap siswa SD dalam mata pelajaran Matematika?
C. Tujuan penelitian
Bertolak dari rumusan masalah yang telah dikemukakan, tujuan
penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi tetang media
pembelajaran dari barang bekas yang digunakan di SD. Sehubungan
dengan itu, tujuan penelitian secara khusus dirumuskan sebagai berikut:
1. Untuk mendeskripsikan pemanfaatan barang bekas sebagai media
pembelajaran siswa SD kelas tinggi dalam mata pelajaran
Matematika.
2. Untuk menganalisis keefektifan media pembelajaran dari barang
bekas terhadap siswa SD dalam mata pelajaran Matematika.
D. Manfaat penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian tersebut diatas, maka hasil penelitian ini
diharapkan dapat bermanfaat bagi:
1. Manfaat teoritis
Secara teoritis manfaat penelitian ini adalah untuk
memperoleh gambaran mengenai pemanfaatan barang bekas
sebegai media pembelajaran dalam beberapa mata pelajaran serta
kelebihan dan kekurangannya.
2. Manfaat praktis
a. Bagi Jurusan Kependidikan Sekolah Dasar dan Prasekolah
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan materi tambahan
untuk perkuliahan dan memberi tambahan dokumentasi
topik-topik skripsi pendidikan sekolah dasar pada
khususnya, serta dapat dikembangkan untuk penelitian
lebih lanjut.
b. Bagi Sekolah
Dimanfaatkan untuk bahan pertimbangan pengajar dan
peserta didik untuk motivasi kedepan agar lebih maju.
c. Bagi Guru
Dengan adanya penelitian ini diharapkan pengajar dapat
memiliki inovasi dalam membuat media pemebelajaran.
d. Bagi Peneliti
Dengan adanya penelitian ini diharapkan peneliti dapat
mengetahui dan memperoleh tambahan ilmu pengetahuan
dan pengalaman dari permasalahan yang dihadapi selama
penelitian.
e. Bagi Pihak Lain
Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan sebagai
tambahan pengetahuan dan bahan pertimbangan untuk
penelitian selanjutnya.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Pemanfaatan Barang Bekas


1. Pengertian Barang Bekas
Menurut Asmawati L (2014) Bahan sisa adalah bahan/barang
bekas yang bukan baru yang masih bisa di manfaatkan kembali, seperti
kertas bekas (majalah, koran, karton bekas), kardus, bahan/kain, plastik,
kaleng, dan lain-lain (as citied in Hanafi & Sujarwo, 2015). Dalam Kamus
Lengkap Bahasa Indonesia, barang diartikan sebagai benda yang berwujud
sedangkan arti kata bekas adalah sisa habis dilalui, sesuatu yang menjadi
sisa dipakai.
Jadi, barang bekas adalah barang yang sudah digunakan sebanyak
satu atau dua kali dan tidak dipakai lagi sehingga menjadi barang sisa.
2. Manfaat Barang Bekass
Dalam pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan dan
keterampilan anak, diperlukan media pendukung. Salah satunya dengan
memanfaatkan media barang bekas sebagai media pembelajaran. Selain
itu, salah satu barang bekas yang masih dapat digunakan dalam
pembelajaran adalah, kertas bekas (majalah, koran, kantong bekas) dapat
digunakan untuk alat permainan untuk meningkatkan perkembangan
bahasa, motorik halus, alat musik perkusi. Kardus dan karton dapat
dimanfaatkan sebagai balok, kardus untuk membangun, penyimpanan alat
main yang kecil, alat musik, panggung boneka, dan mempola. Plastik dan
kaleng berupa gelas, botol, tas plastik untuk membuat boneka tangan, alat
komunikasi, alat musik, dan untuk kegiatan menakar dan mengukur ketika
bermain pasir dan air. (Asmawati L, 2014, as citied in (Hanafi & Sujarwo,
2015)
Jadi, dapat disimpulkan bahwa barang bekas selain dapat
digunakan sebagai media pembelajaran, barang bekas juga masih memiliki
nilai guna tergantung bagaimana pemanfaatan dan penggunannya.

3. Tujuan Menggunakan Barang Bekas


Purwaningsih, 2006 dalam (Laila & Sahari, 2016) menyatakan
berdasarkan kesadaran tentang pentingnya media sederhana yang terbuat
dari bahan bekas yang terdapat disekitar lingkungan, mahasiswa
dapat mencatat tiga tujuan pembuatan media sederhana yang terkait
satu dengan lainnya:
1. Membangun komunikasi berbasis pendidikan kreatif. Pencapaian
tujuan ini melibatkan para mahasiswa sedini mungkin dalam
pengembangan dan penggunaan media sederhana dari barang bekas
dan peralatan sederhana untuk mengembangkan kemampuan
berimajinasi, serta mengembangkan keterampilan yang sesuai.
Dengan cara demikian mahasiswa dapat mengenali kondisi dan
potensi lingkungannya. Disamping itu juga kegiatan ini bisa
memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk melakukan
eksplorasi di berbagai bidang yang menyangkut pengetahuan,
minat dan bakat melalui pengembangan media sederhana yang
dibuatnya.
2. Mengembangkan berbagai alternatif media sederhana yang kreatif
dan berkesinambungan sedemikian rupa sehingga mampu
membantu anak-anak didik tumbuh dan berkembang menjadi
pribadi yang kritis, kreatif, mandiri (otonom), dan peduli terhadap
orang lain dan lingkungan.
3. Mengembangan jaringan kerja (network) para mahasiwa untuk
menggalang kerjasama dalam upaya mengembangkan berbagai
media alternatif yang kreatif, sederhana dan murah sebagai gerakan
peduli lingkungan sekitar kampus dan masyarakat. Kegiatan ini
penting untuk menyebarluskan informasi dan pemahaman tentang
media sederhana yang telah mereka kembangkan, melakukan
upaya advokasi secara bersamadan penyediakan fasilitas bagi yang
inginikut mengembangkan media sederhana.
Dari pernyataan diatas, dapat kita ambil kesimpulan bahwa
menggunakan barang bekas sebagai media pembelajaran memiliki banyak
tujuan-tujuan yang bermafaat, selain menguntungkan diri sendiri juga
menguntungkan banyak pihak yang terlibat.
B. Media Pembelajaran
1. Pengertian Media Pembelajaran
Menurut (Susilana, Si, & Riyana, 2008) kata “media” berasal dari
kata latin, mempunyai bentuk jamak dari kalata “medium”. Secara
harfiah kata tersebut mempunyai arti perantara atau pengantar. National
Education Asociation (NEA) memberikan batasan bahwa media
merupakan sarana komunikasi dalam bentuk cetak maupun audio visual,
termasuk teknologi perangkat kerasnya.
Susilana juga menjelaskan bahwa pembelajaran merupakan suatu
kegiatan yang melibatkan seseorang dalam upaya memperoleh
pengetahuan, ketrampilan dan nilai-nilai positif dengan memanfaatkan
berbagai sumber untuk belajar. Menurut Schramm (1977) mengemukakan
bahwa media pembelajaran adalah teknologi pembawa pesan yang dapat
dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran (as citied in Sudrajat, 2008)
Dapat simpulkan dari pengertian diatas, bawa media pembelajaran
adalah segala saran komunikasi dalam bentuk cetak atau audio yang
dimanfaatkan untuk proses pembelajaran guna mencapai tujuan
pembelajaran.
2. Fungsi Media Pembelajaran
Menurut (Riyana, 2012) menyatakan dalam kaitannya dengan
fungsi media pembelajaran, dapat ditekankan beberapa hal berikut ini;
1. Penggunaan media pembelajaran bukan merupakan fungsi
tambahan, tetapi memiliki fungsi tersendiri sebagai sarana bantu
untu mewujudkan situasi pembelajaran yang lebih efektif.
2. Media pembelajaran merupakan bagian integral dari keseluruhan
proses pembelajaran. Hal ini mengandung pengertian bahwa media
pembelajaran sebagai salah satu komponen yang tidak berdiri
sendiri tetapi saling berhubungan dengan komponen lainnya dalam
rangka menciptakan situasi yang diharapkan.
3. Media pembelajaran dalam penggunaanya harus relevan dengan
kompetensi yang ingin dicapai dan isi pembelajaran itu sendiri.
Fungsi ini mengandung makna bahwa penggunaan media dalam
pembelajaran harus selalu melihat pada kompetensi dan bahan ajar.
4. Media pembelajaran bukan berfungsi sebagai alat hiburan, dengan
demikian tidak diperkenankan menggunakannya hanya sekedar
untuk permainan atau memancing perhatian siswa semata.
5. Media pembelajaran bisa berfungsi untuk mempercepat proses
belajar. Fungsi ini mengandung arti bahwa dengan media
pembelajaran siswa dapat menangkap tujuan dan bahan ajar lebih
mudah dan lebih cepat.
6. Media pembelajaran berfungsi untuk meningkatkan kualitas proses
belajar-mengajar. Pada umumnya hasil belajar siswa dengan
menggunakan media pembelajaran akan tahan lama mengendap
sehingga kualitas pembelajaran memiliki nilai yang tinggi.
7. Media pembelajaran meletakkan dasar-dasar yang konkret untuk
berifikir, oleh karena itu dapat mengurai penyakit verbalisme.
Dari pemaparan beberapa fungsi media pembelajaran dapat
disimpulkan bahwa media pembelajaran dapat membantu
terwujudnya tujuan pembelajaran tetapi harus sesuai dengan
kompetensi dan isi yang akan diajarkan kepada siswa, selain itu
media bukan hanya berfungsi sebagai alat hiburan karena jika
difungsikan dengan baik akan meningkatkan kualitas proses
belajar-mengajar.
3. Klasifikasi Media Pembelajaran
Menurut (Nurseto, 2011b) media dapat diklasifikasikan dalam lima
kelompok besar, yaitu media visual diam, media visual gerak, media
audio, media audio visual diam, dan media audio visual gerak. Proses yang
dipakai untuk menyajikan pesan, apakah melalui penglihatan langsung,
proyeksi optik, proyeksi elektronik atau telekomunikasi.
Dengan menganalisis media melalui bentuk penyajian dan cara
penyajiannya, kita mendapatkan suatu format klasifikasi yang meliputi
tujuh kelompok media penyaji, yaitu:
1. Grafis, bahan cetak, dan gambar diam
2. Media proyeksi diam
3. Media audio
4. Media audio visual diam
5. Media Audio visual hidup/film
6. Media televisi
7. Multi media.
Dari klasifikasi media tersebut, kita dapat memilih berbagi bentuk
penyajianan media yang sesuai dengan kebutuhan sehingga media
pembelajara tidak monoton dan hanya satu jenis saja.
C. Pembelajaran Geometri
1. Pemahaman Pembelajaran Geometri
Menurut Ruseffendi (2006) membedakan pemahaman menjadi tiga
bagian, di antaranya: (a) Pemahaman translasi (terjemahan) digunakan
untuk menyampaikan informasi dengan bahasa dan bentuk yang lain dan
menyangkut pemberian makna dari suatu informasi yang bervariasi; (b)
Pemahaman interpretasi (penjelasan) digunakan untuk menafsirkan
maksud dari bacaan, tidak hanya dengan kata-kata dan frase, tetapi juga
mencakup pemahaman suatu informasi dari sebuah ide; (c) Ekstrapolasi
(perluasan); mencakup etimasi dan prediksi yang didasarkan pada sebuah
pemikiran, gambaran dari suatu informasi, juga mencakup pembuatan
kesimpulan dengan konsekuensi yang sesuai dengan informasi jenjang
kognitif yang ketiga yaitu penerapan yang menggunakan atau menerapkan
suatu bahan yang sudah dipelajari ke dalam situasi baru, yaitu berupa ide,
teori atau petunjuk teknis. (as citied in Yeni, 2011)
Menurut (Subarinah, 2006) Pada dasarnya konsep geometri bersifat
abstrak, akan tetapi konsep-konsep geometri dapat diwujudkan dengan
cara semi konkrit maupun konkrit. Gambar dan model-model geometri
dapat diamati secara langsung oleh siswa saat pembelajaran berlangsung,
sehingga menjadikan kegiatan pembelajaran yang menantang dan
menyenangkan. Kegiatan pembelajaran yang menarik perhatian siswa
akan berdampak pada peningkatan pemahaman siswa terhadap konsep-
konsep yang dipelajarinya.

2. Dasar Pemilihan Geometri dan Pengukuran


Menurut Husnaeni,(2006) kesulitan belajar siswa itu tidak terlepas
dari praktek pembelajaran yang selama ini telah berlangsung. Sehubungan
dengan itu, ada sesuatu yang perlu dibenahi dalam praktek pembelajaran
matematika di SD, terutama dalam pembelajaran materi geometri. Praktek
pembelajaran matematika yang berlangsung hingga saat ini cenderung
masih berorientasi pada pencapaian target kurikulum. Proses pembelajaran
masih menempatkan guru sebagai sumber pengetahuan dan sangat jarang
ditemukan siswa terlibat dengan aktivitas dan proses matematika dalam
proses belajar. Di samping itu, sangat jarang digunakan alat peraga
sederhana yang memadai untuk menjembatani siswa memahami konsep
yang dipelajari. Dengan demikian siswa mendapat kesulitan memahami
konsep matematika. (as citied in Yeni, 2011).
Dari pernyataan diatas, konsep geometri masih memiliki kendala
dalam proses pembelajaran, sementara itu geometri dan pengukuran sangat
berhubungan erat dengan benda-benda yang ada di kehidupan sehari-hari.
Oleh karena itu penggunaan barang bekas sebagai media pembelajaran
merupan solusi yang patut untuk dicoba.

BAB III

METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (classroom
action research). Penelitian Tindakan Kelas (PTK), merupakan upaya yang
dilakukan guru untuk meningkatkan kualitas peran dan tangung jawab
guru dalam pengelolaan pembelajaran. Pemilihan metode penelitian
tindakan kelas didasari untuk menemukan kelemahan-kelemahan dalam
proses pembelajaran, kemudian merencanakan untuk proses perbaikan
sesuai pembelajaran dan diakhiri dengan proses refleksi.
B. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa SD kelas tinggi. Pemilihan siwa
SD kelas tinggi didasari karena dalam pembelajaran mereka mulai
dikenalkan lebih dalam dengan materi geometri dan pengukuran.
C. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini adalah sekolah dasar yang ada di sekitar
lingkungan peneliti.
D. Langkah-langkah Penelitian
Dalam (Mahmud & Priatna, 2008) model PTK yang mudah untuk
dilakukan adalah PTK model siklus. Model ini dikenalkan oleh Kemmis
dan McTaggart dari Deakin University, Australia. Model ini terdiri dari
empat komponen, yaitu:
1. Rencana: Rencana tindakan apa yang akan dilakukan untuk
memperbaiki, meningkatkan, atau mengubah perilaku dan sikap
sebagai solusi.
2. Tindakan: Apa yang dilakukan oleh guru atau peneliti sebagai
upaya perbaikan, peningkatan, atau perubahan yang diinginkan.
3. Observasi: Mengamati atas hasil atau dampak dari tindakan yang
dilaksanakan atau dikenakan terhadap siswa.
4. Refleksi: Peneliti mengkaji, melihat, dan mempertimbangkan atas
hasil atau dampak dari tindakan dari berbagai kriteria. Berdasarkan
hasil refleksi ini, peneliti (guru) dapat melakukan revisi perbaikan
terhadap rencana awal.
Dari langkah-langkah tersebut kita dapat mengetahui
kelemahan-kelemahan dalam proses pembelajaran. Dalam tahap
refleksi, peneliti dapat mengakaji ulang penelitian dan diterapkan
kembali kepada subjek setelah terjadi perbaika.n
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data pemanfaatan barang bekas sebagai
media pembelajaran matematika siswa SD, digunakan 2 teknik yaitu
teknik non-tes berupa observasi, wawancara dan dokumentasi dan teknik
tes berupa tes pemahaman konsep geometri dan pengukuran.
Teknik non-tes dapat yang diuraikan sebagai berikut:
1. Metode Observasi
Hal yang akan diobservasi dalam penelitian ini adalah
proses pembelajaran matematika terutama geometri dan
pengukuran yang diajarkan kepada siswa SD kelas tinggi. Dalam
teknik observasi memungkinkan penulis untuk mencatat masalah-
masalah terkait pada waktu kejadian. Dengan demikian data yang
dimiliki langsung terkait dengan apa yang terjadi.
2. Metode Wawancara
Dalam metode wawancara penulis akan mendapatkan data
yang berasal dari informan-informan yang terkait dengan
permasalahan yang diteliti. Dalam hal ini peneliti mewawancara :
1) Kepala Sekolah SD
2) Guru SD Kelas 5
3. Metode Dokumentasi
Data dalam metode dokumentasi diperoleh dari hasil
kegiatan anak dengan melihat lembaran kegiatan berupa portofolio
dan catatan anekdot.
F. Analisis Data Penelitian
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara kuantitatif
dimana data dalam bentuk angka-angka dan dengan menggunakan
perhitungan statistik untuk menganalisis suatu hipotesis pada penelitian.
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data
yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan
lain, sehingga dapat mudah dipahami, dan temuannya dapat
diinformasikan kepada orang lain (Bodgan dalam Sugiyono, 2013).
Kedua adalah analisis data yang dilakukan melalui tiga tahap,
yakni (a) reduksi data, (b) sajian data, (c) penarikan kesimpulan atau
verifikasi.
Daftar Rujukan

Hanafi, S. H., & Sujarwo, S. (2015). Upaya meningkatkan kreativitas anak dengan
memanfaatkan media barang bekas di TK Kota Bima. JPPM (Jurnal Pendidikan
Dan Pemberdayaan Masyarakat), 2(2), 215–225.

Laila, A., & Sahari, S. (2016). Peningkatan Kreativitas Mahasiswa Dalam


Pemanfaatan Barang-barang Bekas Pada Mata Kuliah Media Pembelajaran.
Jurnal Pendidikan Dasar Nusantara, 1(2).

Mahmud, M., & Priatna, T. (2008). Penelitian tindakan kelas. Tsabita.

Nurseto, T. (2011a). Membuat Media Pembelajaran yang Menarik. Jurnal


Ekonomi & Pendidikan, 8(1). Retrieved from
https://journal.uny.ac.id/index.php/jep/article/view/706

Nurseto, T. (2011b). Membuat media pembelajaran yang menarik. Jurnal


Ekonomi & Pendidikan, 8(1).

Riyana, C. (2012). Media pembelajaran. KEMENAG RI.

Subarinah, S. (2006). Inovasi Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar. Jakarta:


Depdiknas.

Sudrajat, A. (2008). Media pembelajaran. On Line at Http://Akhmadsudrajat.


Wordpress. Com [Diunduh Tanggal 9 April 2010].

Sugiyono, P. D. (2013). Metode Penelitian Manajemen. Bandung: Alfabeta, CV.

Susilana, R., Si, M., & Riyana, C. (2008). Media Pembelajaran: Hakikat,
Pengembangan, Pemanfaatan, dan Penilaian. CV. Wacana Prima.

Yeni, E. M. (2011). Pemanfaatan benda-benda manipulatif untuk meningkatkan


pemahaman konsep geometri dan kemampuan tilikan ruang siswa kelas V sekolah
dasar. Jurnal Edisi Khusus, 1, 63–75.
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TEAM GAME
TOURNAMENT (TGT) UNTUK MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR
PADA PELAJARAN IPS “KEBERAGAMAN SUKU DAN BUDAYA
SETEMPAT” DI KELAS TINGGI SEKOLAH DASAR

Oleh :
Dwi Ayu Nur A B7 PGSD

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Mengajar pada dasarnya merupakan suatu usaha untuk menciptakan kondisi
dalam lingkup pembelajaran di dalam kelas yang mendukung dan memungkinkan
untuk keberlangsungan proses belajar mengajar. Jika belajar dikatakan milik
siswa, maka mengajar sebagai kegiatan yan harus guru lakukan dengan baik,
mulai dari menyiapkan perancangan pembelajaran, strategi pembelajaran , metode
pembelajaran dan model pembelajaran yang berkualitas agar dapat meningkatkan
hasil belajar siswa dalam kelas. (Dalam Sardiman, 2011:47).
Guru memiliki andil yang besar terhadap pembelajaran di sekolah dan
berperan dalam membantu perkembangan peserta didik dalam hal pembelajaran di
dalam kelas. Memilih pendekatan pembelajaran yang baik dan tepat akan
meningkatkan prestasi belajar siswa. Pendekatan pembelajaran adalah cara
pendidik untuk membelajarkan peserta didik melalui pusat perhatian tertentu, dan
juga agar pesert didik lebih mudah memahami mteri yang disampaikan oleh guru .
(Dalam Akbar, 2013:45)
Salah satu teori pembelajaran yang dapat mendukung hal tersebut diatas
adalah dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif, yaitu dengan
bekerja secara kelompok dimana peserta didik tidak mengerjakan secara individu
dan tidak hanya terpusat pada guru. Secara umum, pola interksi yang bersifat
terbuka dan langsung di antara anggota kelompok sangat penting untuk
memperoleh keberhasilan dalam belajarnya. Karena pada dasarnya kegiatan yang
akan dilakukan adalah berdiskusi, saling membagi pengetahuan, pemahaman, dan
kemampuan antar sesama anggota kelompok. (Dalam Raharjo, 2011:6)
Pembelajaran yang termasuk dalam teori konstruktivis adalah kooperatif.
Pembelajaran kooperatif menjadi salah satu pembaharuan dalam pergerakan
reformasi dalam dunia pendidikan. Pembelajaran kooperatif meliputi banyak jenis
bentuk pengajaran dan pembelajaran yang merupakan perbaikan tipe
pembelajaran tradisonal. Pembelajaran kooperatif dilaksanakan dalam kumpulan
kecil supaya anak didik dapat bekerja sama untuk mempelajari kandungan
pelajaran dengan berbagai kemahiran sosial.
Proses pembelajaran IPS di jenjang sekolah baik sekolah dasar maupun
mengengah, perlu adanya pembaharuan sistem pembelajaran melalui model
pembelajaran yang tepat. Namun kenyataannya ada sampai saat ini masih banyak
guru yang masih menerapkan model pembelajaran konvensional, khususnya
dalam pembelajaran IPS. Masih terdapat kelemahan dalam pelaksanaan proses
pembelajaran IPS yakni guru kurang mengikutsertakan peserta didik dalam proses
pembelajaran di dalam kelas, namun guru cenderung menggunakan metode
ceramah yang hanya menuntut siswa pada kekuatan mengingat dan hafalan
kejadian – kejadian pada masa lampau dan lain – lain dalam materi pembelajaran
IPS tanpa mengembangkan wawasan berpikir dan penyelesaian masalah yang
memungkinkan wawasan berpikir dan penyelesaian masalah agar peserta didik
lebih aktif dalam pembelajaran. (Dalam Raharjo, 2011:3 )
Dengan memperhatikan proses pembelajaran dalam kelas dan kemampuan
setiap siswa yang berbeda – beda guru harus dapat mengembangkan model
pembelajaran dalam pelajaran IPS di kelas dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif TGT. Karena model pembelajaran TGT membantu siswa
dalam memahami materi pembelajaran di dalam kelas melalui belajar di dalam
kelompok dengan bermain. Siswa akan tertarik dengan materi pembelajaran
dikelas dengan cara bermain dimana setiap siswa mampu meningkatkan rasa
percaya dirinya dalam berbicara atau berpendapat dan percaya dalam persaingan
permainan di dalam pembelajaran. Pada saat peneliti melaksanakan magang di
salah satu SD di Kota Malang yakni SDN Gadang 02, guru kelas tinggi masih
menerapka metode ceramah dan tanya jawab. Dimana terkadang siswa tidak
sepenuhnya memahami materi yang disampaikan oleh guru.

Masalah yang kedua didapatkan pada siswa yakni pada saat guru
menerangkan pembelajaran IPS di kelas siswa tidak terlalu banyak yang
memperhatikan dan tidak terfokuskan akan pembelajarannya. Dimana
pembelajaran IPS mengajarkan tentang “Keberagaman Suku dan Budaya
Setempat”.

Masalah ketiga didapatkan pada guru yakni pada saat guru menerangkan
pembelajaran IPS terkadang tidak sesuai dengan kurikulum yang telah ditetapkan
oleh sekolah. Hal ini disebabkan karena terdapat siswa yang tidak mudah
memahami apa yang telah dijelaskan oleh guru di kelas.

Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan diatas, dalam


penyusunan proposal skripsi ini peneliti tertarik untuk mengangkat masalah
tersebut untuk diatasi dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif TGT
dalam pembelajaran IPS sesuai dengan kurikulum 2013 melalui Penelitian
Tindakan Kelas (PTK), dengan tujuan meningkatkan materi dengan pembelajaran
IPS di kelas tinggi agar siswa dapat memahami materi dengan mudah dan
pembelajaran di kelas agar efektif dan efisien. Sehingga judul proposal skripsi ini
adalah “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif TGT Untuk Mengingkatkan
Prestasi Belajar Pada Pelajaran IPS “Keberagaman Suku dan Budaya Setempat Di
Kelas Tinggi Sekolah Dasar”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka penelitian ini


difokuskan pada permasalahan pokok sebagai berikut.

1. Bagaimana penerapan model pembelajaran kooperatif TGT pada pelajaran


IPS ?
2. Bagimana hasil belajar atau prestasi siswa sebelum dan sesudah penerapan
model pembelajaran kooperatif TGT ?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan
sebagai berikut.
1. Mendeskripsikan penerapan model pembelajaran kooperatif TGT pada
pelajaran IPS.
2. Menganalisis hasil belajar atau prestasi siswa sebelum dan setelah
penerapan model pembelajaran kooperatif TGT.

D. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Praktis
1) Bagi siswa
Dari hasil penelitain ini nantinya siswa akan memperoleh penerimaan dan
pemahaman sakan semakin mudah dan cepat terhadap materi yang dipelajari
dalam kelas dalam pembelajaran tematik.
2) Bagi Guru
Dari hasil penelitian ini nantinya guru akan memperoleh model
pembelajaran yang mudah dalam menjelaskan atau proses pembelajaran Pkn
di kelas, sehingga hasil belajar siswa akan meningkat.
3) Bagi sekolah

Dari hasil penelitian ini nantinya pihak sekolah dan lainnya akan
memperoleh salah satu kebijakan dalam pembelajaran Pkn di sekolah secara
efektif dan efisien dengan model pembelajaran kooperatif

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Pada bab ini, akan disampaikan kajian pustaka yang berkaitan dengan
penelitian dan pengembangan yang akan dilakukan. Pada bab ini dijabarkan
kajian teori tentang : a) pembelajaran b) pembelajaran IPS c) model
pembelajaran kooperatif TGT

A. Pembelajaran
1. Pengertian Pembelajaran
“Instruction atau pembelajaran adalah sistem yang bertujuan untuk
membantu proses mengingkatkan belajar siswa dalam kelas, yang berisi
serangkaian tentang peristiwa yang telah dirancang atau disusun sedemikian
rupa untuk mempengaruhi dan mendukung terjadinya proses belajar siswa”
menurut Gagne dan Briggs (Dalam Lefudin, 2014:13). Sependapat dengan
para ahli Dimyati dan Mudjiono (Dalam Lefudin, 2014:13) menyatakan
bahwa “Pembelajaran adalah kegiatan yang dilaksanakan oleh guru secara
terprogram dalam desain instruksional, agar membuat siswa belajar secara
aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar”. Begitu juga
menurut UUSPN No. 20 tahun 2003 menyebutkan bahwa “Pembelajaran
adalah proses interaksi antara peserta didik dengan pendidik dalam sumber
belajar pada suatu lingkungan belajar” (Dalam Lefudin, 2014:13-14).
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, peneliti dapat menyimpulkan
bahwa pembelajaran adalah suatu kegiatan yang telah disusun atau dirancang
oleh pendidik untuk meningkatkan proses belajar siswa di dalam kelas.
2. Komponen – Komponen Pembelajaran
Pelaksanaan pembelajaran merupakan hasil integrasi dari beberapa
komponen yang dimiliki fungsi tersendiri dengan maksud agar ketercapaian
tujuan pembelajaran dapat terpenuhi. Masing – masing komponen tersebut
membentuk sebuah integrasi atau satu kesatuan yang utuh. (Dalam Rusman
2017:88).
a. Tujuan pembelajaran adalah untuk meningkatkan kecerdansaan peserta
didik, meningkatkan pengetahuan pada peserta didik serta meningkatkan
keterampilan untuk hidup mandiri.
b. Sumber belajar adalah segala bentuk yang ada di luar diri seseorang
yang bisa digunakan untuk membuat atau memudahkan siswa dalam
proses belajar.
c. Strategi pembelajaran adalah tipe pendekatan yang spesifik untuk
menyampaikan informasi dan kegiatan yang mendukung penyelesaian
tujuan khusus.
d. Media pembelajaran merupakan salah satu alat untuk membantu
meningkatkan proses belajar mengajar di dalam kelas dan mempertinggi
proses interaksi guru dengan siswa.
e. Evaluasi pembelajaran merupakan alat untuk menilai pencapaian tujuan
– tujuan yang telah ditentukan serta menilai proses pelaksanaan
mengajar secara keseluruhan.
3. Ciri – Ciri Pembelajaran Yang Efektif
Menurut Eggen dan Kuachak ( Dalam Lefudin, 2014:13 ) menjelaskan
bahwa ada enam ciri pembelajaran yang efektif, yaitu :
1. Siswa berperan sebagai pengkaji yang aktif terhadap lingkungannya.
2. Guru menyediakan materi sebagai fokus berpikir dan berinteraksi
dalam pembelajaran di kelas.
3. Aktivitas yang dilakukan oleh siswa sepenuhnya didasarkan pada
pengkajian.
4. Guru secara aktif terlibat dalam pemberian petunjuk dan tuntunan
kepada siswa dalam proses pembelajaran.
5. Orientasi pembelajaran penguasai isi pelajaran dan pengembangan
keterampilan berpikir.
6. Guru menggunakan metode mengajar yang bervariasi sesuai dengan
tujuan dan gaya mengajar guru agar siswa tertarik dan mudah
memahami materi yang disajikan.

4. Memilih Metode Pembelajaran Yang Efektif

Penggunaan metode yang tepat akan turut menentukan efektivitas dan


efisiensi pembelajaran. Pembelajaran perlu dilakukan dengan berbagai
macam metode pembelajaran yan berpusat pada guru dan siswa, sert lebih
menekankan pada interaksi peserta didik. Penggunaan metode yang bervariasi
akan sangat membantu peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Pengalaman belajar di sekolah harus fleksibel dan tidak kaku, serta perlu
menekankan pada kreativitas, rasa ingin tahu, bimbingan dan pengarahan ke
arah kedewasaan pada peserta didik di dalam pemberian materi pembelajaran.

Sesuai dengan pendekatan pebelajaran diatas, metode pembelajaran harus


dipilih dan dikembangan untuk meningkatkan aktivitas metode pembelajaran
yang dapat dilihat oleh guru atau pendidik. (Dalam Mulyasa, 2013:107)

Berdasarkan pendapat yan dipaparkan diatas, peneliti dapat menyimpulkan


bahwa metode pembelajaran sangatlah berpengaruh terhadap proses
pembelajaran di dalam kelas, menggunaan metode yang tepat akan
meningkatkan pretasi belajar siswa dan menarik perhatian siswa terhadap
materi yang disampaikan oleh guru.

B. Pembelajaran IPS SD
1. Pengertian Pembelajaran IPS
“IPS tidak lain adalah pelajaran yang mempelajari kehidupan sosial yang
kajiannya mengintegrasikan bidang – bidang ilmu sosial dan humamiora.
Kajian dalam IPS sangat meluas melalui berbagai macam pendekatan –
pendekatan pembelajaran” menurut Sumaatmadja (Dalam Yulia, 2016:6).
Pendapat lain menyatakan bahwa IPS merupakan bagian dari kurikulum
sekolah yang diturunkan dari berbagai cabang – cabang ilmu sosial, menurut
Dendiknas (Dalam Yulia, 2016:17).
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, peneliti dapat menyimpulkan
bahwa IPS adalah mata pelajaran yang mengkaji dari berbagai cabang –
cabang ilmu sosial mulai dari geografi, ekonomi, sejarah dan ilmu sosial
lainnya dengn menggunakan pendekatan pembelajaran yang berbeda – beda.
2. Pembelajaran IPS SD

Pelajaran IPS di sekolah dasar mengajarkan berbagai konsep ilmu sosial


membentuk karakter siswa – siswi di kelas menjadi warga negara yang baik.
Pembelajaran IPS mulai digunakan secara resmi di Indonesia sejak tahun
1975, ilmu sosial tekanannya kepada ilmu pengetahuan yang berkenaan
dengan kehidupan masyarakat sehari – hari mulai kehidupan sosialnya.
Pembelajaran IPS merupakan pembelajaran yang tidak jauh dari kehidupan
siswa baik di sekolah, di rumah atau di masyarakat.

Pembelajaran IPS di SD bermaksudkan untuk meningkatkan jiwa sosial


mereka dalam berbagai aspek – aspek dalam kehidupan sosil. Karena luasnya
cangkupan ilmu sosial guru harus melakukan secara berkesinambungan mulai
dari tingkat terendah sampai ketinggaktan yang cukup tinggi bagi siswa
dikelas. Oleh karena itu pengajar dapat memberikan ilustrasi atau contoh
dalam kehidupan siswa – siswi di rumah.

Pembelajaran IPS ini pada intinya harus diajrkan tidak hanya mentransfer
ilmunya saja, tetapi harus sampai pada tahap operasional sesuai dengan peran
peserta didik saat ini dan di masa mendatang. (Dalam Susanto, 2016:7-8).

C. Model Pembelajaran Kooperatif TGT


1. Model Pembelajaran Koopertif
“Model belajar kooperatif merupakan model pembelajaran yang
membantu peserta didik dalam mengembangkan pemahaman sesuai dengan
kehidupan nyata dengan bekerja secara kelompok atau bersama – sama”
menurut Michaels (Dalam Raharjo, 2011:5). Sedangkan menurut Stahl
(Dalam Raharjo, 2011:5) mengatakan bahwa model pembejaran kooperatif
menempatkan siswa sebagai bagian dari anggota kelompok untuk mencapai
keberhasilan.
Keberhasilan belajar dan pembelajaran menurut model pembelajaran ini
bukan ditentukan oleh kemampuan individu melainkan perolehan belajar itu
akan baik apabila dilaksanakan secara bersama – sama atau kelompok dalam
suatu pembelajaran atau kegiatan untuk meningkatkan produktivitas.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, peneliti dapat menyimpulkan
bahwa pembelajaran dengan model kooperatif akan pengembangkan kulaitas
diri terhadap kelompok dalam aspek afektif , bagaimana nantinya proses kerja
sama dalam kelompok tersebut dan mempermudah dalam mencapai
tujuannya.
2. Model Pembelajaran Kooperatif TGT
Model pembelajaran kooperatif tipe TGT atau pertandingan permainan
game dikembangka oleh David De Vries dan Keath Edward. Dalam
pembelajaran model pembelajaran model ini siswa memainkan berbagai
permainan dengan anggota tim lain untuk memperoleh poin bagi
kelompoknya. Model pembelajaran kooperatif tipe TGT dapat digunakan
dalam berbagai mata pelajaran dari ilmu sosial hingga bahasa karen
mempermudah siswa dalam memahami pelajaran atau materi yang di
sampaikan oleh guru. (Dalam Nining, 2018:48).
Model TGT tersebut dapat membangun kepercaya dirian pada setiap siswa
dan meningkatkan kerja sama setiap siswa pada kelompok, karena melibatkan
berbagai macam aktivitas siswa dikelas dalam proses belajar mengajar. Pada
model pembelajaran ini tidak terlalu terfokuskan pada guru, guru hanya
membimbing dalam proses kerja pad siswa dalam kelompok.
Pembelajaran kooperatif tipe TGT ini dapat menunjukkan peningkatan
hasil belajar yang cukup baik namun terkadang belum sesuai dengan
indikator yang telah di tetapkan terkadang juga dalam penerapannya sudah
sesuai dengan indikator yang telah ditetapkan. (Dalam Fahmi, 2018:91)
3. Kelebihan Model Pembelajaran Kooperatif TGT

Menurut Taniredja (Dalam Fahmi, 2018:89) menyatakan bahwa kelebihan


dari model pembelajaran kooperatif TGT, yaitu :

1. Siswa memiliki kebebasan untuk berinteraksi dengn teman kelompoknya.


2. Rasa percaya diri siswa akan meningkat dengan baik.
3. Perilaku menggangu terhadap siswa lain menjadi semakin kecil.
4. Meningkatkan motivasi belajar siswa.
5. Meningkatkan kebaikan dalam hal toleransi antar siswa di kelas.
6. Siswa bebas mengatualisasi diri dengan seluruh potensi yan ada.

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan
kelas (PTK). PTK adalah penelitian yang bertujuan untuk meningkatkan
kualitas pembelajaran di kelas yang dilakukan secara bersiklus. Dalam
menggunakan Pendekaan PTK ini, peneliti sebagai guru untuk digunakan
sebagai acuan. Setelah melakukan penelitian, sebagai guru harus mampu
membuat inovasi belajar,dimana akan terjadinya perubahan-perubahan apa
saja yang dialami oleh setiap masing-masing siswa dalam proses
perkembangan belajar itu. Setiap siswa mempunyai potensi yang berbeda-
beda, maka dari itu sebagai guru harus bisa merencanakan kegiatan
pembelajaran yang ada di kelas,sehingga siswa dapat menemukan makna apa
yang disampaikan dalam pembelajaran dan membuat siswa mampu
menguasai materi yang telah disampaikan.
2. Jenis Penelitian
Jenis Penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan pendekatan
kualitatif, yaitu sebuah metode penelitian yang bertujuan untuk mengetahui
penerapam model pembelajaran kontekstual yang berupa penggambaran fakta
yang sesuai dengan data yang didapat. Dalam penelitian ini, peneliti sebagai
guru dan melaksanakan langsung penelitian tindakan kelas.
3. Data Penelitian
Dalam proses penilaian kehadiran peneliti sangat dibutuhkan agar peniliti
mendapatkan pelaksanaan-pelaksanaan yang dilakukan di dalam kelas mulai
dari perencanaan tindakan penelitian,pelaksanaan pembelajaran di
kelas,pengumpulan data,penganalisis saat melakukan penelitian, dan
melaporkan hasil penelitian yang telah dilakukan.

4. Kancah Penelitian
Kancah Penelitian yang dipilih dalam penelitian ini adalah SDN
Gadang 02 Kota Malang .Dalam penelitian ini peneliti melakukan penelitian
di kelas tinggi salah satunya pada kelas V SD. Jika dilihat dari hasil belajar
seluruh siswa di kelas V SDN Gadang 02 terdapat 19 siswa dimana setiap
siswanya terdapat 9 siswa laki-laki dan 10 siswa perempuan. Pada saat
dilakukan pembelajaran terdapat satu orang siswa perempuan yang tidak
selesai-selesai mengerjakan soal yang telah diberikan pada saat itu.
5. Subyek dalam Penelitian
Subyek dalam Penelitian ini adalah siswa Kelas V SDN Gadang 02
yang berjumlah 19 siswa, terdiri atas 9 siswa laki-laki dan 10 siswa
perempuan. Siswa di kelas ini dipilih sebagai subjek penelitian karena
ditemukan permasalahan-permasalahan seperti yang telah dipaparkan pada
latar belakang. Pembelajaran yang dijadikan sebagai bahan penelitian adalah
pembelajaran IPS dengan materi “Keberagaman Suku dan Budaya Setempat”.
6. Analisis Data Penelitian
Adapun data dan sumber data yang akan dikumpulkan dalam penelitian
yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Data tentang pembelajaran IPS dengan materi “Keberagaman Suku dan
Budaya Setempat” dengan model pembelajaran kooperatif TGT yang
memiliki langkah – langkah sebagai berikut: a) Menyampaikan tujuan
pembelajaran yang akan dicapai oleh siswa; b) Menyajikan materi yang akan
diberikan kepada siswa; c) Melakukan tanya jawab dengan mengkaitkan
kehidupan nyata siswa dengan lingkungan tempat tinggal siswa; d) Membagi
siswa menajadi beberapa kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 4
orang; e) Membagikan LKK kepada masing-masing kelompok; f) Guru
memberi arahan/intruksi cara mengerjakan soal dan siswa diminta untuk
mendiskusikan dan mengerjakan LKK yang telah diberikan oleh guru; g)
Guru meminta perwakilan kelompok untuk menyampaikan hasil diskusi
kelompok didepan kelas; Guru menjukkan gambar tentang gaya dan gerak; h)
Siswa mengerjakan LKS sesuai petunjuk guru, karena LKS yang diberikan
berhubungan dengan LKS yang dikerjakan oleh siswa; i) Perwakilan siswa
menampilkan jawabannya didepan kelas; j) Guru memberikan penguatan
setiap jawaban dari LKS agar siswa dapat memperoleh tambahan ilmu yang
baru; k) Penutup. Kegiatan penelitian tersebut diakukan dengan sumber data
dari RPP yang dibuat oleh peneliti dan pelaksanaan pembelajaran itu sendiri
untuk mengetahui hasil data secara langsung.
2. Pengumpulan data tentang tugas yang diberikan berupa Lembar Kegiatan
Kelompok (LKK) dan. Kegiatan penelitian tersebut dilakukan dengan sumber
data adalah siswa secara keseluruhan.
3. Pengumpulan data tentang hasil belajar siswa dalam melaksanakan
pembelajaran IPS pada materi keragaman suku dan budaya setempat dengan
penggunaan model pembelajaran kooperatif TGT yaitu dalam pembelajaran
model ini siswa memainkan berbagai permainan dengan anggota tim lain
untuk memperoleh poin bagi kelompoknya. Model pembelajaran kooperatif
tipe TGT dapat digunakan dalam berbagai mata pelajaran dari ilmu sosial
hingga bahasa karen mempermudah siswa dalam memahami pelajaran atau
materi yang di sampaikan oleh guru.

Teknik yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data pada


kegiatan penelitian ini dengan melalui observasi secara langsung,
dokumentasi pada saat kegiatan penelitian, catatan lapangan apabila ada hal
penting yang dibutuhkan sebagai data tambahan untuk peneliti dan hasil
belajar siswa dari kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan dan kegiatan
wawancara pada guru kelas tinggi.
DAFTAR RUJUKAN

Akbar, Sa’dun. 2013. Instrumen Perangkat Pembelajaran. Bandung:PT Remaja

Rosdakarya.

Gunawan, Fahmi. 2018. Senarai Penelitian Pendidikan, Hukum, dan Ekonomi di

Sulawesi Tenggara. Yogyakarta:CV Budi Utama.

Hidayati,Mistina.2018. Bukan Kelas Biasa: Teori dan Praktik Berbagai Model


dan

Metode Pembelajaran. Surakarta:CV Oase Group.

Lefudin. Belajar dan Pembelajaran Dilengkapi Dengan Model Pembelajaran,

Strategi Pembelajaran, Pendekatan Pembelajaran dan Metode Pembelajaran.

2017. Yogyakarta:Deepublish.

Mulyasa, E. 2013. Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif

dan Menyenangkan. Bandung:PT Remaja Rosdakarya.

Raharjo. 2011. Cooperative Learning Analisis Model Pembelajaran IPS.

Jakarta:PT Bumi Aksara.

Rusmana, Dr., M.Pd. 2017. Belajar dan Pembelajaran: Berorientasi Standar

Proses Pendidikan. Jakarta:Kencana.

Sardiman. 2012. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Raja

Grafindo.

Siska,Yulia, M.Pd. 2016. Kosep Dasar IPS Untuk SD/MI.


Yogyakarta:Garudhawaca.

Susanto, Ahmad. 2016. Pengembangan Pembelajaran IPS di SD. Jakarta: Kencan


Penerapan Metode Eksperimen dalam Pembelajaran IPA Tema 2
Selalu Berhemat Energi untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa
Kelas IV SDN Kiduldalem 1 Malang

Oleh :
Endah Meilina B7 PGSD

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dalam era globalisasi ini diperlukan sumber daya manusia (SDM) yang
mampu berkompetisi dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Penguasaan ilmu pengetahuandan teknologi sangat ditentukan oleh penguasaan
ilmu sains (IPA). Teknologi tak dapat berkembang tanpa dukungan ilmu sains.
Oleh karena itu, penguasaan ilmu sains harus diupayakan melalui peningkatan
mutu pendidikan dan pengajaran ilmu sains mulai dari SD sampai perguruan
tinggi.

Ilmu sains (IPA) merupakan salah satu pemebelajaran di SD. Dalam


(Sujana, 2014) IPA sendiri merupakan kegiatan berpikir yang dilakukan terus
menerus dan melahirkan ilmu pengetahuan (science). Dan di Indonesia sendiri
lebih dikenal dengan Ipa maipun Sains.

Pada praktiknya, dari hasil observasi belajar siswa kelas IV SDN


Kiduldalem 1 Malang pada pembelajaran IPA masih menghadapi banyak kendala.
Kendala-kendala yang dimaksud antara lain: fokus pembelajaran hanya terpusat
pada guru (teacher centered), kurang ada partisipasi siswa, kurangnya alat
penunjang dalam media pembelajaran, rendahnya tingkat aktivitas siswa di dalam
proses pembelajaran. Kendala-kendala tersebut harus segera diperbaiki oleh guru
agar siswa dapat lebih aktif, dan lebih mudah memahami materi.
Selain itu, apabila ada pembelajaran yang tidak sesuai dengan tujuan
pembelajaran, seperti materi yang sulit di pelajari apabila hanya dengan
membacanya. Maka pembelajaran tersebut harus bisa disiasati oleh guru.
Sehingga perlu adanya metode-metode untuk mempelajarinya.

Salah satu hal yang diperlukan guru adalah memahami apa yang harus
disampaikan dengan metode seperti apa, yaitu dengan cara memilih metode
pembelajaran yang tepat. Dengan kata lain, (Hamdani, 2011 : 83) menyebutkan
banyaknya macam metode pembelajaran, seperti ceramah, eksperimen, karya
wisata, resitasi, dan lain-lain, menggunakan metode eksperimen adalah metode
yang tepat karena mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik siswa.

Metode eksperimen merupakan suatu metode dimana siswa di tuntut untuk


mampu bereksperimen sehingga diharapkan dapat menganalisis dan berpikir
kritis. Selain itu, pengalaman pada siswa ketika selesai bereksperimen di harapkan
mampu meningkatkan hasil belajar siswa tersebut. Dari penjelasan di atas, maka
penulis dalam rencana penelitian tindakan kelas tertarik untuk mengambil judul
Penerapan Metode Eksperimen dalam Pembelajaran IPA Tema 2 Selalu
Berhemat Energi untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas IV SDN
Kiduldalem 1 Malang.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah

sebagai berikut:

1. Bagaimana Penerapan Metode Eksperimen dalam Pembelajaran IPA Tema

2 Selalu Berhemat Energi siswa kelas IV SDN Kiduldalem 1 Malang ?

2. Untuk apa metode eksperimen di terapkan dalam pembelajaran IPA tema 2

berhemat energi siswa kelas IV SDN Kiduldalem 1 Malang ?

1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan bagaimana penerapan metode pembelajaran IPA berbasis

eksperimen pada kelas IV di SDN Kiduldalem 1 Malang.

2. Mendeskripsikan manfaat metode eksperimen dalam pembelajaran IPA

tema 2 berhemat energi kelas IV SDN Kiduldalem 1 Malang.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi pengetahuan

dan perkembangan ilmu pendidikan, khususnya bagi sekolah, guru, siswa dan

peneliti lain.

a. Manfaat bagi Sekolah

Sebagai bahan acuan yang dapat digunakan dalam upaya peningkatan

pendidikan di sekolah. Dengan meningkatkan mutu pendidikan di sekolah,

diharapkan prestasi belajar siswa semakin meningkat dan peminat ke sekolah

tersebut semakin banyak.

b. Manfaat bagi Guru

1. Menambah pemahaman dan pengetahuan guru tentang metode yang tepat

untuk diajarkan kepada siswa

2. Menumbuhkan sifat kritis siswa terhadap eksperimen

c. Manfaat bagi Siswa


Akan memperoleh pelajaran yang lebih menarik, menyenangkan dan

memungkinkan bagi dirinya untuk memperoleh hasil belajar yang sangat berguna

bagi perkembangan pendidikannya di kemudian hari.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka


Berdasarkan judul penelitian oleh penulis mengenai “Penerapan Metode
Eksperimen dalam Pembelajaran IPA tema 2 Selalu Behemat Energi untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas IV di SDN Kiduldalem 1 Malang” maka
diperlukan penjelasan mengenai metode, pembelajaran , metode eksperimen, dan
hemat energi.

2.1.1 Metode

Menurut Sumar (2016:98) mengartikan metode sebagai suatu cara yang


cepat dan tepat. Secara estimologis metode sering diartikan sebagai cara yang
paling tepat dan cepat, maka ukura kerja dalam satu metode harus diperhitungkan
benar-benar secara ilmiah.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, metode adalah cara teratur yang
digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang
dikehendaki; cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu
kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan.

Dengan demikian metode adalah cara-cara untuk menyampaikan materi


pelajaran oleh guru kepada siswa disampaikan dengan efektif dan efisien untuk
mencapai tujuan pendidikan.

2.1.2 Pembelajaran
Pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru
sedemikian rupa sehingga siswa memperoleh berbagai pengalaman dan dengan
pengalaman itu, tingkah laku siswa bertambah, baik kuantitas maupun
kualitasnya. Tingkah laku ini meliputi pengetahuan, keterampilan, dan nilai atau
norma yang berfungsi sebagai pengendali sikap dan perilaku (Hamdani, 2011:47).

Menurut (Suardi, 2018:17) pembelajaran (instruction) merupakan


akumulasi dari konsep mengajar dan konsep belajar. Penekanannya terletak pada
perpaduan antara keduanya, yakni kepada penumbuhan aktivas subjek didik.

Sehingga, pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan


pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran
merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses perolehan
ilmu dan pengetahuan dan keterampilan, sehingga peserta didik mendapatkan
perubahan tingkah laku yang baik.

2.1.3 Metode Eksperimen

Metode eksperimen adalah cara penyajian bahan pelajaran dimana siswa


melakukan percobaan dengan mengalami untuk membuktikan sendiri sesuatu
pertanyaan atau hipotesis yang dipelajari. Pembuktian ini dimaksudkan dengan
tujuan untuk mengembangkan ranah tujuan belajar, yaitu sikap, keterampilan, dan
pengetahuan (Maryani, 2018).

Metode eksperimen merupakan penelitian yang digunakan untuk mencari


pengaruh perlakuan tertentu terhadap dampaknya dalam kondisi yang ter-
kendalikan. Metode eksperimen merupakan satu-satunya metode penelitian yang
dianggap paling dapat menguji hipotesis hubungan sebab-akibat, atau paling dapat
memenuhi validitas internal. Metode eksperimen merupakan rancangan penelitian
yang memberikan pengujian hipotesis yang paling ketat dibanding jenis penelitian
yang lain.

2.1.4 Penerapan Metode Eksperimen


Implementasi pembelajaran eksperimen selalu menuntut penggunaan alat
bantu yang sebenamya karena esensi pembelajaran ini adalah mencobakan sesuatu
objek. Oleh karena itu dalam prosesnya, (Suciati: 2012) menegaskan untuk selalu
mengutamakan aktivitas siswa sehingga peran guru cenderung lebih banyak
sebagai pembimbing atau fasilitator. Untuk mendukung keberhasilan
pembelajaran eksperimen segala sesuatunya perlu dipersiapkan dan dikondisikan
secara maksimal.

Di samping itu, untuk mendukung efektivitas dan efisiensi pembelajaran


eksperimen diperlukan adanya pedoman pembelajaran untuk siswa. Mulai dari
awal pembelajaran siswa sudah memahami topik eksperimen secara jelas.
Demikian pula di akhir kegiatan eksperimen siswa memperoleh kemampuan-
kemampuan sikap ilmiah serta menunjukkan hasil temuan-temuan. Kegiatan
tersebut dilakukan agar guru mengetahui perolehan hasil belajar siswa meningkat
atau tidak (Susdamayanti: 2014)

2.1.4 Energi

Energi adalah kemampuan untuk melakukan kerja. Kemampuan ini yang


bisa dibentuk dari bentuk satu ke bentuk lainnya. Namun energi ini tidak dapat
diciptakan maupun dimusnahkan (.Chang, -).

Energi ini yang akan menghasilkan perubahan fungsi keadaan. Oleh


karena itu, perlu adanya penghematan agar energi bisa terus ada dan tetap
berkembang. (Surya, 2009) menyebutkan bahwa ada berbagai macam bentuk
yaitu, energi termal, energi listrik, energi mekanik, dll. Dari banyaknya macam
energi tersebut diharapkan guru mampu memilah energi mana yang tepat untuk
pembelajaran.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan


3.1.1 Tempat Pelaksanaan
Pelaksanaan dilaksanakan di SDN Kiduldalem 1 Malang
Adapun pelaksanaan di lokasi tersebut karena penulis berkepentingan
dengan masalah ini dalam rangka penyusunan Skripsi untuk meraih gelar sarjana,
dan lokasi ini pernah dilakukan observasi pada magang 1 di Jurusan PGSD
Universitas Negeri Malang.

3.1.2 Waktu Pelaksanaan


Waktu pelaksanaan ini berlangsung selama semester genap tahun ajaran
2019/2020.

3.2 Metode Penelitian


Dalam penyusunan skripsi ini, metode penelitian yang akan dilakukan
antara lain:

a Studi Literatur
Studi literatur ini ditujukan untuk mendapatkan teori-teori yang akan
dijadikan sebagai landasan dari penelitian ini dan mencari referensi teori yang
relefan dengan kasus atau permasalahan yang ditemukan. Studi ini meliputi
tentang pemahaman teori, konsep dan metode yang cocok untuk membentuk
kerangka berfikir yang logis dan lebih terarah. Literatur ini berupa buku, karya-
karya ilmiah, jurnal dan melalui artikel di internet yang berhubungan dengan
penulisan skrips

b Observasi
Observasi ini dilakukan untuk memperoleh data yang berkaitan dengan
skripsi dengan wawancara, mapun angket dengan metode kuantitatif maupun
kualitatif.
3.3 Diagram Alur Penelitian

START

Persiapan,Study
Literature,observasi,
`
Pengambilan data awal

Tidak
Sesuai
Tujuan ?

Ya

Menganalisis hasil pengambilan


data awal

Pembuatan Laporan

Finish

Gambar 3.1 Diagram Alur Penelitian

DAFTAR RUJUKAN
Buku Pedoman Guru Tema 2 “Selalu Berhemat Energi” Kelas 4 (Buku Tematik
Terpadu Kurikulum 2013 Rev 2017, Jakarta: Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan, 2017)

Chang, Raymond. Kimia Dasar. Jakarta: Erlangga

Hamdani. 2011. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: Pustaka Setia

Maryani, Ika. 2018. Pendekatan Scientific dalam Pembelajaran di Sekolah Dasar.


Yogyakarta: Deepublish

Suardi, Moh. 2018. Belajar dan Pembelajaran. Suardi, Moh. 2018. Belajar dan
Pembelajaran. Yogyakarta: Deepublish.

Suciati, Sudarisman. 2012. Pembelajaran IPA dengan Pendekatan Keterampilan


Proses Sains. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya

Sujana, Atep. 2014. Dasar-dasar Ipa: Konsep dan Aplikasinya. Bandung: UPI
PRESS

Sumar, Warni Tune. 2016. Strategi Pembelajaran dalam Implementasi Kurikulum


Berbasis Soft Skill. Yogyakarta: DEEPUBLISH

Surya, Hendra. 2009. Menjadi Manusia Pembelajar. Jakarta: PT Elex Media


Komputindo

Susdamayanti, Rini. 2014. Penerapan Metode eksperimen untuk Meningkatkan


Prestasi Siswa. Bangkalan: Deepublish

Kamus Besar Bahasa Indonesia

Pedoman Penulisan Karya Ilmiah.UM.2017


PEMANFAATAN TAMAN SEKOLAH SEBAGAI
MEDIA PEMBELAJARAN IPA MATERI ANATOMI TUMBUHAN
UNTUK MENINGKATKAN MINAT BELAJAR SISWA SD KELAS V

Oleh :
Evangelista Ramadhanty B7 PGSD

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembelajaran merupakan suatu usaha atau proses untuk membantu
siswa agar mampu belajar dengan maksimal (Susanto, 2016). Dengan
demikian dapat dipahami bahwa proses pembelajaran harus dirancang
semaksimal mungkin agar siswa dapat menerima materi dengan baik. Oleh
karena itu, pendidik atau guru harus mampu merancang strategi/ pendekatan/
model/ metode pembelajaran yang tepat untuk diterapkan dalam proses belajar
mengajar.
Pembelajaran yang optimal khususnya di tingkat Sekolah Dasar
haruslah memiliki suasana belajar yang menyenangkan dan cenderung
berpusat pada keaktifan siswa. Sehingga, siswa lebih termotivasi dan memiliki
minat yang besar dalam belajar. Dalam hal tersebut, guru harus mampu lebih
kreatif dan inovatif dalam mengembangkan dan memanfaatkan segala media
yang dapat digunakan untuk proses belajar mengajar khususnya pada
pembelajaran IPA.
IPA merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari mengenai alam
semesta beserta isinya, serta peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalamnya yang
dikembangkan oleh para akhli melalui serangkaian proses ilmiah yang
diakukan secara teliti dan hati-hati (Sujana, 2014). Pembelajaran IPA di
Sekolah Dasar berfungsi agar siswa SD mampu menguasai konsep dan
manfaat IPA dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, guru harus mampu
merancang model pembelajaran yang sederhana namun memiliki makna bagi
siswa. Dengan pemanfaatan media pembelajaran di mata pelajaran IPA, proses
belajar mengajar akan lebih bermakna daripada dengan menggunakan metode
ceramah. Karena dengan media pembelajaran siswa dapat terlibat langsung
dalam pembelajaran dan lebih menguasai konsep-konsep IPA.
Pada kelas 5 SD siswa mulai mempelajari lebih detail materi tentang
anatomi tumbuhan. Pada materi ini siswa masih kesulitan dalam memahami
materi jika tidak disertai dengan media-media yang dapat menunjang proses
pembelajaran. Terkadang guru juga sudah menyajikan media pembelajaran
seperti contohnya dalam bentuk gambar, namun beberapa siswa terkadang
masih kesulitan memahami materi karena media yang digunakan kurang
konkret.
Selain itu, kendala yang timbul dalam pemanfaatan media
pembelajaran adalah kurangnya fasilitas memadai yang ada di sekolah.
Umumnya fasilitas yang kurang memadai akan menyebabkan siswa kesulitan
dalam menerima materi dan meningkatkan hasil belajarnya. Dalam hal itu,
lingkungan di sekitar sekolah sangat berperan penting dan dapat dimanfaatkan
sebagai media pembelajaran IPA, karena siswa dapat dihadapkan langsung
dengan situasi dan keadaan yang ada. Kegiatan pembelajaran di luar kelas
juga mampu meningkatkan minat belajar siswa dan kegiatan belajar juga akan
lebih bermakna sebab bahan-bahan yang dapat dipelajari lebih kaya serta lebih
faktual. Salah satu obyek yang dapat digunakan sebagai media pembelajaran
di lingkungan sekitar sekolah adalah taman sekolah. Dengan menggunakan
media pemanfaatan taman sekolah pada pembelajaran IPA untuk materi
anatomi tumbuhan, siswa diharapkan lebih mampu memahami materi karena
bahan-bahan yang dipelajari lebih konkret dan siswa dapat melihat secara
langsung bentuk, jenis, dan fungsi bagian dari macam-macam tumbuhan yang
ada di sekitarnya. Selain itu, siswa juga diharapkan lebih aktif dan kreatif
dalam melaksanakan kegiatan belajar, serta mampu mengubah perilaku siswa
kearah yang lebih baik, seperti guru mengajak siswa atau mengajarkan siswa
pentingnya merawat dan menjaga tumbuhan dengan baik.
Berdasarkan latar belakang di atas penulis perlu membuat penelitian
lebih lanjut untuk mengetahui keadaan lebih lanjut dengan judul
“Pemanfaatan Taman Sekolah sebagai Media Pembelajaran IPA Materi
Anatomi Tumbuhan untuk Meningkatkan Minat Belajar Siswa SD Kelas
V”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalahnya
adalah:
1. Bagaimana proses pembelajaran dengan menggunakan taman sekolah
sebagai media pembelajaran IPA untuk siswa SD kelas V?
2. Apakah pemanfaatan taman sekolah sebagai media pembelajaran IPA
dapat meningkatkan minat belajar siswa?

C. Kegunaan Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian diatas maka hasil penelitian ini
diharapkan berguna:
1. Untuk menambah ilmu pengetahuan dan pengalaman dalam melakukan
penelitian
2. Dapat memberikan informasi tentang pemanfaatan lingkungan sebagai
media dalam pembelajaran IPA.
3. Dapat digunakan sebagai referensi untuk diterapkan pada saat mengajar.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Pemanfaatan Taman Sekolah sebagai Media Pembelajaran IPA


Kata “media” berasal dari kata latin, merupakan bentuk jamak dari
kata “medium”. Secara harfiah kata tersebut mempunyai arti perantara atau
pengantar (Susilana, 2009).
Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar terjadi
proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan, kemahiran, dan
tabuat, serta pembentukan sikap dan keyakinan pada peserta didik (Susanto,
2016).
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa, media
pembelajaran adalah suatu perantara atau alat pengantar yang berkaitan
dengan materi pelajaran yang digunakan oleh pendidik dalam proses belajar
mengajar sehingga pembelajaran akan lebih menarik perhatian peserta didik
dalam memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Media
pembelajaran juga dapat menarik perhatian serta kemauan peserta didik untuk
menerima materi pelajaran. Sebuah media yang digunakan untuk
menyampaikan suatu materi akan sangat dibutuhkan ketika peserta didik
mengalami kesulitan dalam proses pembelajaran. Guru atau pendidik juga
akan lebih mudah dalam menyampaikan materi jika penyampaiannya
menggunakan media yang sesuai dengan kebutuhan.
Terdapat beberapa fungsi media, diantaranya adalah :
1. Media pembelajaran mampu menambah pengalaman belajar siswa.
Pengalaman dari setiap siswa pasti berbeda-beda. Oleh karena itu, melalui
media pembelajaran akan dapat mengatasi perbedaan pengalaman tersebut.
2. Media pembelajaran mampu mencakup batasan ruang kelas. Banyak hal
yang tidak mungkin dialami secara langsung di dalam kelas tentang suatu
objek. Melalui penggunaan media yang tepat (gambar, miniatur, dll), maka
semua objek itu dapat disajikan kepada peserta didik di dalam kelas.
3. Melalui media pembelajaran siswa dapat berinteraksi langsung dengan
lingkungan sekitarnya.
4. Media dapat menghasilkan kesamaan pengamatan pada peserta didik
5. Media dapat menanamkan konsep dasar yang benar, konkret, dan realistis.
6. Media pembelajaran dapat membangkitkan keinginan dan minat baru pada
siswa.
7. Media mampu membuat siswa lebih termotivasi dalam belajar.
Pembelajaran akan lebih bermakna jika siswa belajar secara langsung
dengan melihat atau mengalami. Media lingkungan di sekitar sekolah
merupakan media konkret yang dapat dimanfaatkan sebagai media
pembelajaran beberapa mata pelajaran salah satunya yakni mata pelajaran
IPA. Taman sekolah merupakan salah satu lokasi di lingkungan sekitar
sekolah yang kaya dengan bahan-bahan yang berhubungan dengan mata
pelajaran IPA khususnya pada materi mengenal anatomi tumbuhan. Dengan
pemanfaatan taman sekolah tersebut, peserta didik akan dihadapkan langsung
dengan situasi dan keadaan yang ada. Oleh karena itu, peserta didik
diharapkan agar lebih mampu mengenali berbagai jenis tumbuhan serta fungsi
dari bagian-bagian tumbuhan.
IPA merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari mengenai alam
semesta beserta isinya, serta peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalamnya yang
dikembangkan oleh para akhli melalui serangkaian proses ilmiah yang
diakukan secara teliti dan hati-hati (Sujana, 2014). Adapun tujuan
pembelajaran IPA di sekolah dasar berdasarkan K-13 yaitu:
1. Menanamkan pengetahuan dan konsep-konsep sains yang bermanfaat
dalam kehidupan sehari-hari,
2. Menanamkan rasa ingin tahu dan sikap positif terhadap sains dan
teknologi,
3. Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah, dan membuat keputusan,
4. Ikut serta dalam memelihara, manjaga, dan melestarikan lingkungan alam,
5. Mengembangkan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling
mempengaruhi antara Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat, dan
6. Menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan
Tuhan (Lestari, 2016).
Berdasarkan definisi dan tujuan di atas dapat disimpulkan bahwa
dalam proses pembelajaran IPA menekankan pada pemberian pengalaman
langsung untuk mengembangkan keterampilan dan sikap ilmiah siswa.
Pemberian pengalaman dan pengembangan keterampilan tersebut dapat
diperoleh melalui pemanfaatan lingkungan di sekitar sekolah seperti
contohnya taman sekolah sebagai media pembelajaran yang akan membuat
proses belajar mengajar lebih bermakna bagi siswa.

B. Meningkatkan Minat Belajar Siswa SD


Belajar adalah suatu proses dan bukan suatu hasil. Oleh karena itu
belajar berlangsung secara aktif dan integratif dengan menggunakan berbagai
bentuk perbuatan untuk mencapai suatu tujuan (Soemanto, 1990). Kebutuhan
dan motivasi seorang individu sangat berpengaruh pada proses belajar.
Motivasi tersebut akan berpengaruh jika seorang individu memiliki minat
yang besar.
Kondisi belajar mengajar yang efektif salah satunya adalah adanya
minat dan perhatian siswa dalam belajar. Minat merupakan suatu sifat yang
mutlak menetap pada diri seseorang. Dengan minat seseorang akan melakukan
sesuatu yang diminatinya, oleh karena itu minat sangat berpengaruh dengan
proses belajar. Jika siswa kurang memiliki minat dalam belajar, maka hal
tersebut akan mempengaruhi proses dan juga hasil belajar.
Guru sangat berperan pada peningkatan minat siswa terhadap proses
belajar mengajar. Guru yang kompeten akan lebih mampu menciptakan
lingkungan belajar yang efektif dan akan lebih mampu mengelola kelasnya
sehingga akan timbul minat siswa pada proses pembelajaran dan hal tersebut
akan mempengaruhi hasil belajar siswa pula. Peranan dan kompetensi guru
dalam proses belajar-mengajar diklasifikasikan sebagai berikut (Usman,
1995).
1. Guru sebagai demonstrator, dalam hal ini guru harus mampu menguasai
bahan atau materi pelajaran yang akan diajarkan kepada siswa, harus
belajar terus-menerus sehingga kaya akan berbagai ilmu pengetahuan, dan
mampu serta terampil dalam merumuskan standar kompetensi, memahami
kurikulum, memberikan informasi di kelas, memotivasi siswa untuk
belajar, dan mampu menguasai serta melaksanakan keterampilan
mengajar.
2. Guru sebagai pengelola kelas, dalam hal ini dapat memelihara lingkungan
fisik kelasnya, membimbing pengalaman-pengalaman siswa sehari-hari ke
arah self directed behavior, memberikan kesempatan siswa untuk lebih
aktif dan tidak bergantuk pada guru, mampu memimpin kegiatan belajar
yang efektif serta efisien dengan hasil optimal,dan mampu
mempergunakan pengetahuan teori belajar-mengajar dan teori
perkembangan.
3. Guru sebagai mediator dan fasilitator, dalam hal ini guru harus memiliki
pengetahuan dan pemahaman mengenai media yang dapat digunakan
untuk pembelajaran, terampil dalam memilih dan menggunakan serta
mengusahakan media dengan baik, terampil dalam berinteraksi dan
berkomunikasi, serta mampu mengusahakan sumber belajar yang berguna
serta dapat menunjang pencapaian tujuan pembelajaran.
4. Guru sebagai evaluator, dalam hal ini guru harus mampu dan terampil
melaksanakan penilaian, selalu mengikuti hasil belajar yang telah dicapai
siswa dari waktu ke waktu, dan dapat mengklasifikasikan kelompok siswa
yang pandai, sedang, atau kurang di kelasnya.
Salah satu faktor yang membangkitkan minat dan motivasi belajar
siswa yakni faktor fasilitas belajar. Belajar akan lebih efektif jika dibantu
dengan media pembelajaran daripada bila siswa belajar tanpa dibantu dengan
media pembelajaran, karena dengan media pembelajaran siswa akan lebih
mendapat pengalaman langsung dan konkret. Dengan menggunakan fasilitas
belajar yang berupa alat media pembelajaran tersebut dapat membangkitkan
minat dan motivasi belajar siswa. Untuk itu diperlukan peran guru sebagai
mediator dan fasilitator.

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian dan Jenis Penelitian


Penelitian yang dilakukan ini merupakan penelitian tindakan kelas
dengan pendekatan kualitatif. Penelitian Tindakan Kelas merupakan suatu
bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan
tertentu, guna memperbaiki proses belajar mengajar agar lebih professional.
Pendekatan kualitatif adalah proses meneliti suatu riset yang bersifat
deskriptif dan umumnya menggunakan analisis.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian ini
mengumpulkan, menyajikan, mendeskripsikan, menganalisis, menjelaskan,
menginterpretasi, dan menuturkan data-data dari hasil penelitian langsung di
dalam kelas, sehingga dapat memberikan gambaran secara fakta dan jelas.
B. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SDN Gadang 2 yang berlokasi di Jl.
Raya Gadang 9 no.18 Gadang, Sukun, Malang. Penelitian ini hanya
dilakukaan saat proses belajar mengajar di kelas 5 SDN Gadang 2 pada
mata pelajaran IPA materi anatomi tumbuhan.
2. Waktu Penelitian.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober-November 2018.
Peneliti melaksanakan penelitian hanya pada hari aktif persekolahan, yaitu
Senin-Jumat, sehingga peneliti bisa mendapatkan data yang diinginkan
bersama subjek penelitian di lingkungannya.

C. Teknik Pengumpulan Data


Data yang dikumpulkan melalui hasil dari observasi, wawancara, dan
dokumentasi kegiatan.
1. Observasi
Observasi adalah suatu suatu proses pengumpulkan data dengan
cara mengamati suatu kegiatan yang sedang berlangsung. Dalam penelitian
ini, peneliti akan mengamati jalannya proses pembelajaran di kelas 5 pada
mata pelajaran IPA materi anatomi tumbuhan di SDN Gadang 2 Malang
2. Wawancara (Interview)
Wawancara adalah suatu proses mengumpulkan data atau
informasi melalui tatap muka antara dua pihak, yakni penanya dengan
pihak yang ditanya atau penjawab. Dari wawancara tersebut akan
didapatkan keterangan dari pihak yang ditanya, keterangan ini yang akan
dikumpulkan sehingga dapat diperoleh data yang akan menunjang
penelitian. Peneliti akan menggunakan wawancara untuk memperoleh
informasi dari guru kelas 5 SDN Gadang 2 Malang.
3. Dokumentasi
Metode dokumentasi digunakan peneliti untuk memperoleh data
mengenai proses kegiatan belajar mengajar di SDN Gadang 2 Malang
khususnya di kelas 5 pada mata pelajaran IPA materi tentang anatomi
tumbuhan.

D. TeknikiAnalisisiData
Berdasarkan data yang didapatkan, penelitianiiniimenggunakan teknik
analisis dataikualitatif. Pendekatan kualitatif adalah proses meneliti suatu riset
yang bersifat deskriptif dan umumnya menggunakan analisis.
Dalam penelitian ini, peneliti akan datang langsung ke lapangan untuk
mengikuti situasiiyangiterjadiiselama proses pembelajaran kelas 5 pada mata
pelajaran IPA materi anatomi tumbuhan. Peneliti sekaligus mengumpulkan
data, setelah itu data akan dibaca,idipahami danidibuat sebuah ringkasan.
Setelah semua terkumpul, data dianalisis kembali secara intensif. Dengan
teknik analisis data kualitatif, peneliti menyajikan data tanpa merumuskan
hipotesis.

E. Tahap-Tahap Penelitian
1. Tahap Perencanaan
Pada tahap perencanaan, peneliti akan menyusun rumusan masalah,
tujuan dan membuat rencana tindakan termasuk didalamnya instrumen
penelitian.
2. Tahap Pelaksanaan Penelitian
Tahap ini berisikan:
a. Pengumpulan data yang dilakukan berupa:
1) Observasiilangsungidanipengambilan data langsungidiilapangan
2) Wawancara dengan guru kelas 5
3) Menelaahiteoriiyangirelevan
b. Mengidentifikasikan Data
Data yang telah terkumpul dari observasi dan wawancara akan
diidentifikasi untuk mempermudah peneliti ketika menganalisa agar
sesuai dengan tujuan yang diinginkan
3. Tahap Akhir Penelitian
Tahap ini berisikan:
a. Penyajian data berbentuk deskripsi
b. Analisa data agar sesuai dengan tujuan awal
DAFTAR RUJUKAN

Lestari. 2016. Hakikat dan Tujuan Pembelajaran. Jakarta: Rajawali.

Soemanto, Wasty. 1990. Psikologi pendidikan. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta

Sujana, A. 2014. Dasar-Dasar IPA: Konsep dan Aplikasinya. Bandung: UPI


Press.

Susanto, Ahmad. 2016. Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar.


Jakarta: Kencana.

Susilana, Rudi dan Cepi Riyana. (t.t.). Media Pembelajaran: Hakikat,


Pengembangan, Pemanfaatan, dan Penilaian. Bandung: CV.Wacana Prima.

Usman, Uzer. 2003. Menjadi guru profesional. Bandung:Penerbit PT Remaja


Rosdakarya
KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN EXAMPLES NON
EXAMPLES DALAM MENARIK MINAT BELAJAR SISWA KELAS IV
DALAM MATA PELAJARAN IPA DI SEKOLAH DASAR

Oleh :
Hesti Putri N B7 PGSD

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pendidikan merupakan salah satu hal yang paling diutamakan dalam
kehidupan. Dengan adanya pendidikan maka manusia akan mempunyai bekal
kehidupan yang besar yang dapat digunakan dimasa yang akan datang. Oleh
karena itu seiring dengan perkembangan zaman, pendidikan menjadi salah satu
hal yang mendapat dampak signifikan dengan mengalami sebuah perkembangan
dan kemajuan yang sangat pesat. Menurut Undang-Undang nomor 20 tahun 2003,
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.
Untuk mengembangkan potensi diri siswa sesuai dengan pendidikan maka
seorang pengajar membutuhkan acuan atau pedoman untuk melakukan sebuah
pengajaran. Hal ini dapat diwujudkan dengan ditemukannya gagasan tentang
pedoman mengajar yang dapat dilihat dengan munculnya berbagai cara
pengajaran yang dapat memudahkan pengajar dalam menyampaikan materi
sehingga tujuan pembelajaran yang telah direncanakan dapat tercapai sesuai
dengan keinginan. Salah satu cara pengajaran yang muncul untuk mempermudah
penyampaian materi dan pencapaian tujuan pembelajaran yaitu model
pembelajaran. Model pembelajaran merupakan sebuah rencana atau sebuah pola
yang dipergunakan sebagai pedoman pada saat membuat rancangan kegiatan
pembelajaran di kelas (Putranta, 2018: 3).
Model pembelajaran mempermudah guru untuk mewujudkan
pembelajaran yang efektif, yaitu pembelajaran yang dapat mencapai tujuan
pembelajaran dengan tepat atau sesuai. Pembelajaran dikatakan efektif atau sesuai
apabila dalam proses pembelajaran segala halnya berfungsi dengan baik secara
bersamaan, mulai dari peserta yang dapat menerima pembelajaran dengan baik,
kesan dan hasil belajar siswa yang baik sampai dengan sarana prasarana yang
menunjang pembelajaran serta metode, model, materi dan guru yang berkompeten
dalam bidangnya (Hidayat, 2015: 5).
Salah satu model pembelajaran yang cocok diterapkan di sekolah dasar
adalah model examples non examples. Model pembelajaran examples non
examples membantu siswa untuk mengembangkan potensi dirinya dalam
menganalisis sebuah media pembelajaran, seperti contohnya media gambar.
Analisis tersebut berupa pendapat yang dilontarkan para siswa sesuai dengan
imajinasi, kreativitas, dan pengetahuan yang dimilikinya. Model examples non
examples menuntut siswa untuk menganalisis dan mengelompokkan sebuah
konsep apakah termasuk kedalam materi atau tidak (Mariyaningsih dan Hidayati,
2018: 136) .
Untuk mencapai sebuah pembelajaran yang efektif dan mampu menarik
minat belajar siswa dalam pembelajaran IPA di kelas IV SD, model examples non
examples bisa digunakan karena dalam penerapannya siswa dapat belajar
bersaing atau berkompetisi dengan teman sekelasnya atau teman sebayanya untuk
mengeluarkan sebuah pendapat. Persaingan inilah yang menarik minat belajar
siswa untuk lebih mendalami materi yang sedang diajarkan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana penerapan model examples non examples dalam menarik minat
belajar siswa dengan mata pelajaran IPA di kelas IV sekolah dasar?
2. Bagaimanakah hasil dari penerapan model examples non examples dalam
mata pelajaran IPA untuk siswa kelas IV di sekolah dasar?
3. Apa keefektifan yang yang didapatkan dari penerapan model examples non
examples dalam menarik minat belajar siswa di kelas IV sekolah dasar?
1.3 Tujuan

1. Untuk mendeskripsikan penerapan model examples non examples dalam


menarik minat belajar siswa dengan dalam mata pelajaran IPA di kelas IV
sekolah dasar.
2. Untuk menganalisis hasil dari penerapan model examples non examples
dalam pembelajaran IPA kelas IV untuk siswa sekolah dasar.
3. Untuk menganalisis keefektifan yang dapat diperoleh dari penerapan
model examples non examples dalam menarik minat belajar siswa di kelas
IV sekolah dasar.

1.4 Manfaat
Tulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut.
1.4.1 Bagi Siswa
Untuk menarik minat belajar siswa di dalam kelas dengan menggunakan
model examples non examples. Model ini dapat membantu siswa memahami
materi yang disampaikan oleh guru karena siswa dapat mengamati dan
menganalisis materi pelajaran melalui gambar yang diberikan oleh guru. Dengan
mempelajari suatu pengetahuan dan mencari jawaban atas sesuatu yang belum
dipahami, maka siswa akan mudah menghafal materi pembelajaran yang ada
disekolah dengan dukungan dari pengetahuan yang telah diperoleh setelah
menganalisis dan mengamati suatu materi pembelajaran.
1.4.2 Bagi Guru
Untuk melihat seberapa jauh kemampuan siswa dalam berimajinasi dan
berkreativitas dalam memberikan pendapat berupa hasil analisis sebuah materi
pembelajaran. Setelah itu dapat dilihat capaian belajar yang diperoleh siswa. Dari
capaian belajar tersebut guru dapat menyimpulkan apakah model pembelajaran
examples non examples efektif untuk siswa sekolah dasar.
1.4.3 Bagi Penulis
Untuk memahami model examples non examples yang diberikan kepada
siswa dalam beberapa mata pelajaran seperti salah satu misalnya pada mata
pelajaran IPA. Dengan mengamati pemberian model examples non examples
kepada siswa penulis akan memahami bagaimana penerapan sebuah model
pembelajaran dalam sebuah kelas. Dan dapat menerapkan hasil pemahamannya
dalam dunia kerja.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori


Kajian teori merupakan dasar dari penelitian yang dilakukan oleh penulis.
Kajian teori ini akan membahas tentang keefektifan pembelajaran, model
pembelajaran, model pembelajaran examples non examples, minat belajar, dan
keefektifan model examples non examples dalam menarik minat belajar siswa.

2.1.1 Keefektifan Pembelajaran

Suatu pembelajaran dikatakan efektif apabila mencapai sasaran yang


diinginkan, baik dari segi tujuan pembelajaran dan prestasi siswa yang
maksimal (Sinambela, 2017). Pendapat kedua menyatakan bahwa
pembelajaran dapat dikatakan efektif apabila skor yang diperoleh siswa telah
memenuhi batas minimal kompetensi yang telah dirumuskan (Uno dan
Mohamad, 2013).
Dari pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa keefektifan
belajar merupakan pembelajaran yang dapat mencapai tujuan pembelajaran
dengan suatu standar penilaian tertentu yang dapat berupa skor atau nilai yang
telah ditentukan oleh guru atau sekolah.
2.1.2 Model Pembelajaran
Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang
digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas
(Darmadi, 2017: 42). Hal ini sejalan dengan pendapat Winataputra tahun
2001 (dalam Rahayu, 2015: 3) model pembelajaran merupakan kerangka
konseptual yang berisi urutan dalam mengorganisasikan pengalaman belajar
untuk mencapai tujuan pembelajaran dan digunakan sebagai pedoman dalam
merancang pembelajaran oleh pengajar. Model pembelajaran dapat mengacu
pada pendekatan pembelajaran yang didalamnya terkandung tujuan, tahap,
dan lingkungan yang ada dalam proses pembelajaran. Model pembelajaran
dapat digunakan oleh guru sebagai pedoman dalam merancang proses
pembelajaran di dalam kelas.
Dari pendapat para ahli di atas dapat diambil sebuah arti bahwa model
pembelajaran merupakan pedoman yang berisi urutan-urutan atau prosedur
dalam suatu pola perencanaan agar seorang guru atau pengajar dapat
membuat sebuah perencanaan pembelajaran dalam kelas.
2.1.3 Model Pembelajaran Examples Non Examples
Terdapat banyak model pembelajaran yang ada dalam dunia
pendidikan namun model yang di angkat kali ini adalah model examples non
examples. Model examples non examples adalah model pembelajaran yang
mengajarkan siswa untuk menganalisis dan mendefinisikan sebuah konsep
yang dilakukan dengan cara memberikan contoh persoalan yang dapat
dimisalkan dengan sebuah gambar dan meminta siswa untuk
mengelompokkan gambar yang termasuk dan tidak termasuk ke dalam materi
(Mariyaningsih dan Hidayati, 2015: 136). Jika diperinci, arti dari kata
examples disini menggambarkan sesuatu yang menjadi contoh dari materi
yang dibahas, sedangkan non examples memberikan gambaran sesuatu yang
bukan menjadi contoh dari materi yang tengah dibahas.
Jika guru menyajikan contoh dari suatu konsep, maka ada tiga hal yag
perlu diperhatikan menurut Slavin tahun 2009 (dalam Mariyaningsih dan
Hidayati, 2015: 137) yaitu :

1) Urutkan contoh dari yang gampang ke yang sulit.


2) Pilih contoh yang berbeda-beda satu sama lain.
3) Bandingkan serta bedakan yang termasuk contoh dan bukan
contoh.

Metode ini mengajak siswa untuk berpikir secara kreatif, imajinatif,


dan mengajar siswa untuk memiliki rasa keberanian dalam mengeluarkan
pendapatmya setelah menganalisis sebuah gambar.
2.1.4 Ilmu Pengetahuan Alam (IPA/Sains)
“Sains merupakan pengetahuan yang sistematis, berlaku secara umum,
serta berupa sekumpulan data hasil observasi atau pengamatan dan
eksperimen” menurut Carin and Sund (dalam Sujana, 2014: 3). Pendapat lain
menyatakan bahwa sains merupakan ilmu pengetahuan alam atau sains yang
mempelajari alam semesta seisinya, serta peristiwa yang ada didalamnya
yang dikembangkan oleh ahli melalui proses ilmiah dengan penuh ketelitian
dan kehati-hatian (Sujana, 2014: 4).
Dari beberapa pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa ilmu
pengetahuan alam atau sains merupakan pengetahuan sistematis yang
mempelajari tentang alam beserta isinya dengan melakukan eksperimen atau
pengamatan dengan penuh ketelitian.
2.1.5 Minat Belajar
Minat adalah rasa lebih suka dan rasa keterkaitan pada suatu hal atau
aktivitas, tanpa ada yang menyuruh. Minat dapat muncul dari dalam diri
seseorang bisa terjadi karena penelusuran atau penjajakan terlebih dahulu
pada suatu hal yang diminati. Dalam dunia pendidikan minat dapat dikaitkan
dengan belajar, minat belajar adalah keinginan atau kemauan seorang siswa
untuk mengikuti pelajaran (Olivia, 2008: 15). Minat belajar berkaitan dengan
motivasi, sugesti, dan dukungan hangat yang berasal dari pengajar.
Melakukan kegiatan belajar tanpa adanya minat dapat berdampak negatif
pada hasil belajar siswa di sekolah. Hal ini dikarenakan siswa tidak tertarik
dengan suatu mata pelajaran karena dianggap sulit atau membosankan
sehingga siswa tidak dapat mencapai tujuan pembelajaran.
Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa minat merupakan suatu
keinginan yang muncul dalam diri seseorang dan menuntun orang itu untuk
melakukan penelusuran yang lebih mendalam kepada hal yang sedang
diminatinya. Sedangkan minat belajar merupakan suatu keinginan yang
muncul dalam diri siswa untuk mempelajari suatu hal yang sedang menarik
perhatiannya.
2.2 Keefektifan Penerapan Model Examples Non Examples Dalam Menarik
Minat Belajar Siswa
Penerapan model examples non examples sesuai digunakan untuk menarik
perhatian atau minat siswa dalam mempelajari suatu mata pelajaran dengan lebih
mendalam. Hal ini dikarenakan model pembelajaran ini mengajak siswa
berpartisipasi aktif dalam mencari suatu ilmu pengetahuan secara individu
ataupun berkelompok. Model pembelajaran ini juga memungkinkan siswa untuk
bersaing dalam mengeluarkan pendapat berupa analisis tentang media atau konsep
yang ditunjukkan oleh guru yang biasanya berupa gambar (Mariyaningsih dan
Hidayati, 2015: 136). Model pembelajaran ini akan memacu semangat siswa
untuk bersaing, sehingga pembelajaran berjalan dengan menyenangkan dan tidak
membosankan. Model pembelajaran ini juga sangat membantu siswa dalam
memahami dan mengingat pengetahuan karena siswa menganalisis secara
langsung sehingga dapat menghafalkan pengetahuan yang ditemukannya sendiri
dan tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan jalan atau cara yang
menyenangkan.
2.3 Kerangka Berpikir
Penerapan model pembelajaran sangat diperlukan dalam memberikan
materi pembelajaran kepada siswa sekolah dasar. Model pembelajaran dapat
digunakan oleh guru sebagai acuan dalam merencanakan proses pembelajaran.
Penggunaan model pembelajaran sangat penting dalam proses belajar mengajar,
salah satu model pembelajarannya yaitu examples non examples yang membantu
siswa untuk mengembangkan kreativitas dan imajinasi siswa dalam menganalisis
sebuah gambar yang ditunjukkan oleh guru dan mengelompokkan gambar yang
termasuk atau tidak termasuk dalam materi serta bersaing dalam mengeluarkan
pendapat berupa analisis tentang gambar yang ditunjukkan guru.
Oleh karena itu penelitian penerapan model pembelajaran ini digunakan
untuk melihat seberapa besar minat belajar yang muncul setelah menerapkan
model examples non examples. Berikut adalah alur pemikirannya :

Tercapainya tujuan
Keefektifan
Penerapan Model pembelajaran sebagai
Penerapan
Pembelajaran hasil dari Keefektifan
Exampes Non Penerapan Model
Examples Menarik Pembelajaran dalam
Minat Belajar Menarik Minat Belajar
Siswa
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas.
Penelitian tindakan kelas bertujuan untuk meningkatkan kualitas dan keefektifan
pembelajaran di dalam kelas (Hanifah, 2014: 1). Dalam penelitian ini guru dapat
bertindak sekaligus sebagai peneliti ataupun guru berkolaborasi dengan pihak
luar. Penelitian digunakan untuk melihat apakah model pembelajaran example non
example efektif digunakan untuk menarik minat belajar siswa.
3.2 Metode Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi dan
questionnaire. Observasi merupakan kegiatan pengamatan yang dilakukan
terhadap suatu obyek atau orang (Rangkuti, 1997: 42). Observasi dilakuakan
peneliti ke sekolah secara langsung dengan mengamati proses belajar mengajar
yang dilakukan oleh guru dan siswa. Di sini peneliti meminta guru untuk
menggunakan model pembelajaran example non example dan mengamati
pembelajaran yang terjadi dalam kelas mulai dari awal sampai akhir.
Questionnare merupakan teknik pengumpulan data dengan mengajukan
pertanyaan yang terkait dengan sistem yang akan dikembangkan kepada orang
yang berkepentingan (Mulyani, 2016: 56). Sedangkan teknik pengumpulan data
questionnaire dilakukan dengan cara memberikan angket kepada para siswa
mengenai kesan mereka setelah menggunakan model pembelajaran example non
example. Disini dapat diperoleh data tentang minat siswa terhadap pembelajaran
menggunakan model example non example.
3.3 Teknik Analisis Data
Data dalam penelitian diperoleh dari observasi dan questionnaire. Data ini
berupa data kualitatif dan kuantitatif. Penelitian kualitatif bertujuan untuk mencari
sebuah pemahaman atau makna dalam suatu kejadian dengan melibatkan diri
secara langsung ataupun tidak langsung pada tempat yang diteliti (Yusuf, 2014).
Dalam pendekatan ini peneliti melakukan observasi dan melihat kejadian atau
fenomena apa saja yang terjadi dalam penelitian, setelah itu peneliti baru dapat
menyimpulkan sebuah data sesuai dengan kejadian yang telah berlangsung.
Penelitian kuantitatif bertujuan untuk melihat seberapa banyak siswa yang
tertarik dengan model pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru. Data kuantitatfi
didapatkan dengan cara memberikan angket kepada siswa tentang minat belajar
mereka saat menggunakan model pembelajaran example non example.
Data hasil observasi tergolong dalam data kualitatif dan digunakan untuk
mengukur seberapa besar minat siswa terhadap model pembelajaran example non
example dari cara pandang penulis saat melakukan pengamatan dalam kelas
selama proses belajar mengajar dari awal sampai akhir pembelajaran. Sedangkan
data hasil dari questionnaire tergolong dalam data kuantitatif. Data kuantitatif ini
di ambil dengan cara memberikan angket kepada siswa setelah proses belajar
mengajar menggunakan model pembelajaran example non example, dari angket
yang diberikan dapat dilihat seberapa banyak siswa yang tertarik dan sangat
berminat menggunakan model pembelajaran ini. Kedua data yang diambil
kemudian diubah penilainnya menjadi prosentase dan dirata-rata. Jika rata-rata
ada diatas batas yang ditentukan maka model pembelajaran ini dikatakan berhasil
dalam menarik minat belajar siswa sekolah dasar.
DAFTAR PUSTAKA

Darmadi. 2017. Pengembangan Model dan Metode Pembelajaran Dalam


Dinamika Belajar Siswa. Yogyakarta: Deepublish.
Hanifah, Nurdiah. 2014. Memahami Penelitian Tindakan Kelas: Teori dan
Aplikasinya. Bandung: UPI PRESS.
Hidayat, Argi Noor. 2015. Yuk Belajar Efektif!.Wonogiri: bisakimia.
Mariyaningsih, Nining dan Mistina Hidayati. 2018. Bukan Kelas Biasa Teori dan
Praktik Berbagai Model dan Metode Pembelajaran Menerapkan Inovasi
Pembelajaran di Kelas-Kelas Inspiratif. Surakarta: CV Kekata Group.
Mulyani, Sri. 2016. Metode Analisis dan Perancangan Sistem. Bandung: Abdi

Sistematika.

Olivia, Femi. 2007. Membantu Anak Punya Ingatan Super. Jakarta: PT Gramedia.

Putranta, H. 2018. Model Pembelajaran Kelompok Sistem Perilaku: Behavior

System Group Learning Model. Himawan Putranta.

Rahayu, Wahyuningsih. 2015. Model Pembelajaran Komeks Bermuatan Nilai-


nilai Pendidikan Karakter Aspek Membaca Intensif di SD. Yogyakarta:
Deepublish.
Rangkuti, Freddy. 1997. Riset Pemasaran. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Sujana, Atep. 2014. Dasar-dasar IPA: Konsep dan Aplikasinya. Bandung: UPI
PRESS.
Susanto, Ahmad. 2016. Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar.
Jakarta: Kencana.Sinambela, P. N. J. M. (2017). FAKTOR-FAKTOR PENENTU
KEEFEKTIFAN PEMBELAJARAN DALAM MODEL PEMBELAJARAN
BERDASARKAN MASALAH (PROBLEM BASED INSTRUCTION).
GENERASI KAMPUS, 1(2). Diambil dari
http://jurnal.unimed.ac.id/2012/index.php/gk/article/view/6947
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional. http://kelembagaan.ristekdikti.go.id/wp-
content/uploads/2016/08/UU_no_20_th_2003.pdf
Uno, Hamzah B. dan Nurdin Mohammad. 2013. Belajar dengan Pendekatan
PAILKEM. Jakarta: Bumi Aksara.
Yusuf, Muri. 2014. Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif, dan Penelitian
Gabungan. Jakarta: Kencana.
IMPLEMENTASI METODE PEMBELAJARAN BRAINSTORMING PADA
PEMBELAJARAN MATEMATIKA DALAM MENINGKATKAN
KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA SD KELAS VI

Oleh :
Juni Nur Annisa B7 PGSD

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Metode pembelajaran merupakan cara berinteraksi antara guru dan siswa
untuk menerapkan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan
bersifat praktis guna mencapai tujuan pembelajaran (Affandi dkk, 2013). Berpikir
kritis adalah menurut Glaser dalam Fisher (2009) adalah pemikiran yang
menuntut upaya keras untuk memeriksa setiap keyakinan atau pengetahuan
asumtif berdasarkan bukti pendukungnya dan kesimpulan-kesimpulan lanjutan
yang diakibatkannya.
Berpikir kritis mendorong siswa untuk memikirkan mengapa sesuatu dapat
terjadi, bagaimana jika sesuatu tidak dilakukan, dan pertanyaan lain seputar
mengapa dan bagaimana. Pertanyaan-pertanyaan jenis inilah yang seharusnya
mulai dibiasakan sejak pendidikan di bangku sekolah dasar agar nantinya terbawa
hingga mereka dewasa. Kesalahan memilih metode pembelajaran yang tidak
sesuai dengan karakter materi menimbulkan kemampuan berpikir kritis yang
rendah, hal ini menggambarkan bahwa guru kurang berhasil dalam menanamkan
pemahaman pada peserta didik. (Ardiansyah, 2018)
Dari sisi kurikulum khususnya di SD sudah mendukung untuk membangun
kemampuan berpikir kritis pada siswa melalui pendekatan pembelajaran yang
digunakan, yaitu pendekatan saintifik yang di dalamnya terdapat lima pengalaman
belajar yaitu mengamati, menanya, mengumpulkan informasi,/eksperimen,
mengolah informasi dan mengkomunikasikan. Hal tersebut berpotensi dalam
meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dengan penerapan metode yang
memposisikan siswa sebagai pemecah suatu permasalahan, pemeran utama dalam
diskusi yang mampu memberikan alasan terhadap pendapat yang dikemukakan.
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai metode pembelajaran yang berpotensi menumbuhkan
kemampuan berpikir kritis. Adapun judul yang diambil oleh peneliti yaitu
“Metode Pembelajaran Brainstorming dalam Meningkatkan Kemampuan
Berpikir Kritis Siswa SD Kelas VI”. Alasan peneliti memilih metode
braistorming dikarenakan metode ini berpotensi menumbuhkan perilaku berpikir
kritis (Ardiansyah, 2018) dan metode brainstorming memiliki kekuatan menarik
perhatian dalam penerimaan materi belajar, sehingga siswa dapat memahami
materi secara komprehensif dan dapat mengaitkannya dengan kehidupan sehari-
hari (Norlita, 2005). Dan alasan peneliti memilih kelas VI karena siswa di kelas
tinggi, utamanya di kelas VI, perkembangan mereka sudah hampir mencapai masa
operasional formal.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas permasalahan yang akan dibahas pada
penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:
a. Mengapa brainstorming digunakan sebagai metode pembelajaran yang
berpotensi meningkatkan kemampuan berpikir kritis?
b. Bagaimana tahapan metode brainstorming agar dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kritis siswa SD kelas VI?
c. Bagaimana peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa setelah
diterapkan metode brainstorming?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini memiliki tujuan
sebagai berikut:
a. Mengaitkan metode brainstorming yang berpotensi meningkatkan
kemampuan berpikir kritis.
b. Menelaah tahapan metode brainstorming agar dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kritis siswa SD kelas VI.
c. Menyimpulkan peningkatan kemampuan berpikir kritis setelah
diterapkan metode brainstorming.

D. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi banyak pihak. Adapun
kegunaan penelitian ini adalah,
1. Bagi guru yang bersangkutan
Kegunaan penelitian ini bagi guru yang bersangkutan adalah,
a. Dapat digunakan untuk memperoleh informasi mengenai metode
brainstorming dan bagaimana menciptakan pola pikir kritis.
b. Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pelaksanaan
pembelajaran selanjutnya.
2. Bagi guru lain
Kegunaan penelitian ini bagi guru lain adalah,
a. Sebagai tambahan informasi mengenai metode pembelajaran
brainstorming.
b. Sebagai bahan diskusi mengenai metode pembelajaran.
3. Bagi sekolah
Kegunaan penelitian ini bagi pihak sekolah antara lain,
a. Dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam menerapkan metode
pembelajaran.

E. Definisi Operasional
Untuk menyamakan persepsi dalam memahami istilah maka pada bagian
ini dijelaskan beberapa istilah sebagai acuan di dalam penelitian.

Metode pembelajaran adalah cara yang digunakan untuk menerapkan rencana


yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan bersifat praktis guna
mencapai tujuan pembelajaran.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. METODE PEMBELAJARAN BRAINSTORMING


Metode pembelajaran adalah keteraturan cara melaksanakan sebuah proses
pembelajaran yang mendukung siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Metode pembelajaran yang baik mampu membuat siswa aktif menggunakan
otaknya untuk berpikir, salah satunya adalah kemampuan berpikir kritis (Hardini
dalam Abid, 2016). Alex Osborn adalah orang yang pertama kali mengembangkan
metode brainstorming pada tahun 1963 di New York. Brainstorming adalah suatu
situasi untuk menggeneralisasikan ide-ide baru seputar sesuatu yang menarik
secara spesifik yang dilakukan oleh sekelompok orang. (Widowati, 2008).
Dengan metode brainstorming maka cara mencapai tujuan pembelajaran
adalah fokus terhadap permasalahan lalu memunculkan solusi sebanyak dan
mengembangkannya sejauh mungkin. Brainstorming mengacu pada proses
menghasilkan ide-ide baru atau proses memecahkan masalah. Rumusan mengenai
brainstorming diungkapkan dengan suatu teknik atau cara mengajar dengan
melontarkan suatu masalah, kemudian siswa menjawab sehingga mungkin
masalah tersebut berkembang menjadi masalah baru atau dapat diartikan pula
sebagai suatu cara untuk mendapatkan banyak ide dari sekelompok manusia
dalam waktu singkat (Rosalin, 2008). Dapat disimpulkan bahwa brainstorming
adalah cara mengajar yang melibatkan curahan ide-ide, pemikiran, diskusi dan
pengkritisan untuk menyelesaikan sebuah permasalahan di akhir simpulannya.
Aturan dalam metode brainstorming yaitu,
a. Ide yang diusulkan dapat selalu diterima tanpa adanya kritik, kecuali
dalam situasi brainstorming ditujukan untuk mengevaluasi sebuah ide.
b. Ide harus ditulis apa adanya.
c. Segala macam ide dapat diterima termasuk ide-ide liar, lucu, yang
secara kasar tidak masuk akal atau kurang berbobot.
d. Semua jenis ide atau gagasan sangat dibutuhkan.
e. Mengusulkan ide berdasarkan pendapat pihak lain juga dapat diterima.
(Widowati, 2009)
Dengan penerapan metode brainstorming siswa akan lebih bebas dalam
berpikir sehingga dapat memunculkan lebih banyak ide dan gagasan. Hal seperti
inilah yang butuh untuk diterapkan karena berpotensi menumbuhkan kebiasaan
berpikir, yang awalnya hanya berpikir biasa saja seiring berjalannya waktu siswa
akan terbiasa mendapat kritik mengenai gagasan yang dilontarkannya, dan siswa
juga akan terbiasa mengkritisi gagasan yang diterima.
Pada penerapan metode brainstorming, guru berperan sebagai fasilitator
yang menciptakan suasana kondusif, bukan untuk membatasi atau mengendalikan
proses brainstorming. Guru melontarkan masalah, siswa menanggapi masalah
tersebut. Guru menguras habis ide apapun yang ada di pikiran siswa. (Rosalin,
2008). Adapun tahap-tahap brainstorming adalah sebagai berikut:
1. Persiapan (preparation)
Diperkenalkan bahwa brainstorming adalah cara mendiskusikan solusi
permasalahan dengan bantuan banyak ide/gagasan. Dijelaskan kepada
siswa bahwa brainstorming menerima semua ide tanpa adanya kritik.
2. Penemuan fakta (fact-finding)
Permasalahan ditulis di papan tulis, kemudian guru mendiskusikan
informasi pertanyaan berkaitan dengan permasalahan tersebut untuk
membantu siswa berpikir. Penulisan permasalahan harus jelas dan
tidak menimbulkak kerancuan/ambigu.
3. Pemanasan (warm up)
Pemberian pertanyaan singkat namun memicu sebuah diskusi.
Pemanasan dilaksanakan dengan sederhana dan dengan pertanyaan
apapun.
4. Pencarian ide (idea finding)
f. Pemberian motivasi kepada siswa untuk mengajukan ide atau gagasan
mereka, ide dan gagasan tersebut disajikan di papan
tulis/whiteboard/kartu dengan aturan yang ada yaitu: tanpa kritik
ataupun evaluasi, gagasan apapun yang dikemukakan siswa harus
disajikan, untuk tahap ini lebih fokus pada mengumpulkan gagasan
yang banyak, ide atau gagasan tersebut dapat digabungkan, diubah atau
diperbaiki, dilakukan dengan gembira dan santai dan disertai waktu
sunyi bagi siswa untuk berpikir.
5. Pencarian solusi (solution finding)
Penyeleksian ide/gagasan atau solusi dengan mempertimbangkan
apakah ide tersebut memiliki dasar? Apakah ide tersebut dapat
direalisasikan? Bagaimana dampak yang ditimbulkan jika ide tersebut
direalisasikan? Sesederhana atau serumit apa ide tersebut? Ide yang
tidak memenuhi kriteria langsung dicoret tanpa mencari tahu siapa
pengusulnya.
6. Pelaksanaan (implementation)
Tahap implementasi dilaksanakan jika brainstorming digunakan
dalam pencarian ide yang dapat diwujudkan dalam bentuk tindakan
nyata (brainstorming untuk meningkatkan hasil belajar, dll) maka ide
tersebut diujicoba dan diobservasi apakah dapat menyelesaikan
sebuah permasalahan. (Widowati, 2009)
Sedangkan menurut Roestiyah (dalam Benanza dkk, 2014) langkah-
langkah metode brainstorming adalah,
1. Pemberian informasi dan motivasi
Disajikan sebuah permasalahan dan latar belakang masalah tersebut, peserta
didik diharapkan untuk aktif menyumbangkan pemikirannya
2. Identifikasi
Saran atau ide yang disumbangkan oleh peserta didik ditampung, ditulis apa
adanya tanpa ditolak. Untuk melancarkan proses kreativitas peserta didik dalam
berpikir, diterapkan aturan yaitu pimpinan kelompok dan peserta hanya boleh
bertanya untuk meminta penjelasan.
3. Klasifikasi
Pada tahap ini saran ataupun ide dari siswa diklasifikasikan berdasarkan
kriteria yang dibuat oleh kelompok, bisa jadi diklasifikasikan berdasarkan susunan,
keunikan, kekritisan ataupun faktor lainnya.
4. Verifikasi
Pada tahap ini, ide/gagasan melalui uji kaitannya dengan permasalahan yang
ada. Ide/gagasan yang tidak memiliki kaitan dengan permasalahan dapat dihapus, dan
jika terdapat dua ide yang sama maka diambil salah satunya. Dan jika ada yang
keberatan maka dapat diminta pendapatnya.
5. Konklusi (Penyepakatan)
Pada tahap ini terjadi penyimpulan pemecahan masalah yang didapat dari
ide/gagasan yang terpilih. Setelah semua setuju, akan dipilih kesepakatan terakhir
yang merupakan pemecahan masalah yang dianggap paling tepat.
Langkah-langkah tersebut tidak jauh berbeda, pada intinya diawali dari
penyampaian apa yang didiskusikan, kemudian menuliskan gagasan/ide untuk
memecahkan masalah tersebut, pemilihan gagasan mana dengan dikritisi, dan
pada akhirnya menerapkan gagasan yang sudah dipilih. Dampak dari langkah-
langkah brainstorming tersebut, siswa menjadi lebih terbiasa untuk berpikir. Dan
penerapan brainstorming juga bermanfaat antara lain,
a) Menjadikan siswa aktif berpikir untuk mengusulkan ide/gagasan atau
pendapat.
b) Menjadikan siswa lebih terlatih berpikir secara tepat dan logis.
c) Menimbulkan rangsangan kepada siswa untuk selalu siap berpendapat
yang sejalan dengan masalah yang diberikan oleh guru.
d) Partisipasi siswa dalam kegiatan belajar akan meningkat.
e) Memberikan bantuan kepada siswa yang biasanya kurang aktif agar
menjadi aktif.
f) Terjadinya persaingan yang sehat.
g) Anak merasa dan gembira.
h) Suasana demokrasi dan disiplin dapat ditumbuhkan.
Brainstorming dapat dipadukan dengan teknik mind-maping untuk
pencatatan pendapat-pendapatnya.

B. BERPIKIR KRITIS
Berpikir adalah proses menghubungkan pengetahuan yang sudah dimiliki.
Berpikir kritis adalah pemikiran yang menuntut upaya keras untuk memeriksa
setiap keyakinan atau pengetahuan asumtif berdasarkan bukti pendukungnya dan
kesimpulan-kesimpulan lanjutan yang diakibatkannya (Glaser dalam Fisher,
2009). Berpikir kritis merupakan proses memecahkan masalah dalam bentuk
simpulan dengan mengumpulkan, mengkategorikan, menganalisa, dan
mengevaluasi informasi ataupun bukti. (Amir, 2015)
Langkah-langkah berpikir kritis menurut Facione (dalam Amir, 2015)
terdapat lima tahap, yaitu Identify, Define, Enumerate, Analyze, List, Self-correct
(IDEALS).
1. Identify, adalah proses menemukan ide pokok permasalahan yang
dihadapi.
2. Define, menentukan fakta-fakta yang membatasi masalah, fakta-fakta
yang dimaksud apa saja yang diketahui, ditanya pada soal, serta
informasi yang diperlukan atau tidak.
3. Enumerate, menentukan atau mendaftar pilihan-pilihan jawaban yang
mungkin secara masuk akal.
4. Analyze, menganalisis pilihan jawaban apa yang terbaik untuk
diambil sebagai satu pilihan.
5. List, menyebutkan alasan yang tepat mengapa pilihan jawaban yang
dipilih adalah terbaik.
6. Self-correct, mengecek kembali secara menyeluruh apakah ada
tindakan yang terlewati.
Berpikir kritis pada umumnya berkaitan dengan pikiran yang
mengevaluasi kebenaran, kemungkinan, reliabilitas klaim-klaim (Fisher, 2009).
Seringkali pikiran kritis dianggap sebagai sesuatu yang negatif dikarenakan
pendapat yang terlontar hasil pemikiran tersebut secara tajam mengkritik gagasan
lain, nyatanya hal tersebut tidaklah benar. Dengan adanya kritikan yang tajam
tersebut membuat kita juga semakin berhati-hati saat membuat gagasan karena
terdapat kemungkinan-kemungkinan lain mengenai satu hal. Dalam hal berpikir
kritis seseorang yang memiliki keterampilan untuk itu akan tahu kapan ia
menggunakan keterampilan itu dalam situasi yang tepat.

Di dalam berpikir kritis terdapat keterampilan-keterampilan yang


mendasarinya, antara lain:
b. Mengenal masalah.
c. Menemukan cara yang dapat dipakai untuk memecahkan masalah.
d. Mengumpulkan dan menyusun informasi yang diperlukan.
e. Mengenal asumsi dan nilai yang tidak dinyatakan.
f. Memahami dan menggunakan bahasa yang tepat, jelas, dan khas.
g. Menganalisis data.
h. Menilai fakta dan menilai evaluasi pernyataan-pernyataan.
i. Mengenal adanya hubungan yang logis antara masalah-masalah.
j. Menarik kesimpulan dan kesamaan yang diperlukan.
k. Menguji kesamaan dan kesimpulan yang diambil seseorang.
l. Menyusun kembali pola-pola keyakinan seseorang berdasarkan
penelitian yang lebih luas.
m. Membuat penilaian yang tepat tentang hal-hal dan kualitas tertentu
dalam kehidupan sehari-hari. (Glaser dalam Fisher, 2009)

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini berisi (A) pendekatan penelitian dan jenis penelitian, (B) kehadiran
peneliti, (C) lokasi penelitian dan waktu penelitian, (D) sumber data, (E) teknik
pengumpulan data, dan (F) analisis data, (G) pengecekan keabsahan data, dan (H)
tahap-tahap penelitian. Berikut merupakan penjabaran dari bab metodologi
penelitian

A. PENDEKATAN DAN JENIS PENELITIAN


Jenis penelitian ini adalah eksperimen semu di mana peneliti akan
menggunakan dua kelas sebagai sampel penelitian. Kelas eksperimen I akan
diterapkan metode brainstorming sedangkan kelas eksperimen II akan diterapakan
metode ceramah. Penelitian ini berbentuk deskriptif kualitatif yaitu data
dipaparkan secara apa adanya untuk mendapatkan suatu gambaran yang jelas, dan
data yang ada tanpa melalui proses perhitungan numerik (Timotius, 2017 dan
Sugiarto, 2015)

B. KEHADIRAN PENELITI
Kehadiran peneliti sangat dibutuhkan karena peneliti akan melaksanakan
eksperimen semu dan mengumpulkan data melalui eksperimen semu, observasi
dan tes.

C. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN


1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di sebuah SD di kota Malang dengan
mempertimbangkan kultur sekolah dan karakteristik peserta didik yang dirasa
dapat diikutsertakan dalam penelitian.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada hari efektif pada sekitar bulan
November dengan mempertimbangkan ketercapaian materi pembelajaran.
D. SUMBER DATA
Sumber data dibagi menjadi dua yaitu:
1. Sumber data primer, yang diperoleh dari kegiatan penelitian
a. Data siswa untuk menentukan kelas eksperimen.
b. Data dalam bentuk hasil tes kognitif sebelum eksperimen (pretest).
c. Data dalam bentuk hasil observasi sikap sebelum eksperimen.
d. Data dalam bentuk hasil tes kognitif setelah eksperimen (post test).
e. Data dalam bentuk hasil observasu sikap setelah eksperimen.
2. Sumber data sekunder yang diperoleh dari literatur.

E. TEKNIK PENGUMPULAN DATA


Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah observasi dan tes.
Observasi untuk menentukan kelas eksperimen dan mengumpulkan data penilaian
sikap kritis, dan tes kognitif digunakan untuk mengumpulkan data penilaian
kemampuan kognitif berpikir kritis.

F. ANALISIS DATA
Analisis data pada penelitian ini adalah analisis data kualitatif berbentuk
deskriptif kualitatif, di mana data kualitatif adalah data yang memuat
kecenderungan–kecenderungan tanpa ada proses penghitungan numerik dan
penyajian data dengan menggambarkan hasil eksperimen dalam bentuk paragraf.
Data dipaparkan secara apa adanya untuk mendapatkan suatu gambaran yang
jelas, dan data yang ada tanpa melalui proses perhitungan numerik (Timotius,
2017 dan Sugiarto, 2015)

G. PENGECEKAN KEABSAHAN DATA


Dalam proses pengambilan data melalui tahap pendahuluan, penyaringan,
dan melengkapi data yang masih kurang. Pengecekan keabsahan data dilakukan
pada proses penyaringan data, jika data yang didapatkan kurang relevan akan
disaring kembali pada saat berada di lapangan sehingga validitas data dapat
bernilai tinggi (Herwanto, 2015)
H. TAHAP-TAHAP PENELITIAN
Tahap-tahap penelitian akan dibagi menjadi tiga yaitu:
1. Tahap Pra Lapangan
Peneliti akan menganalisis keadaan lingkungan dan fakta-fakta di
lapangan yang akan dibutuhkan dalam penelitian.
2. Tahap Pelaksanaan Penelitian
Tahap ini berisikan tahap pengumpulan data antara lain:
a. Penentuan kelas eksperimen I dan II dengan syarat pengetahuan
atau materi belajar yang didapatkan sama dan keadaan siswa relatif
sama.
b. Proses eksperimen dengan menerapkan metode brainstorming.
c. Observasi kelas eksperimen.
d. Melaksanakan post test.
e. Menelaah teori yang relevan.
3. Tahap Akhir Penelitian
a. Penyajian data berbentuk deskripsi.
b. Analisa data agar sesuai dengan tujuan awal.
DAFTAR RUJUKAN

Abid, AJ. 2016. Metode Brainstorming dalam Meningkatkan Keterampilan Sosial


Siswa pada Mata Pelajaran Fiqih. Repository STAIN Kudus.
(http://eprints.stainkudus.ac.id/453/)
Affandi, Muhamad dkk. 2013. Model dan Metode Pembelajaran di Sekolah.
Semarang:Unissula Press 2013 dari
http://PDFresearch.unissula.ac.id/file/publikasi/
Amir, Mohammad Faizal. 2015. Proses Berpikir Kritis Siswa Sekolah Dasar
Dalam Memecahkan Masalah Berbentuk Soal Cerita Matematika
Berdasarkan Gaya Belajar. Jurnal Math Educator Nusantara Volume 01
Nomor 02, Nopember 2015. Dari
http://ojs.unpkediri.ac.id/index.php/matematika/article/download/235/150/
Ardiansyah, Hamdan. (2018). Pengaruh Metode Pembelajaran Brainstorming
terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Berdasarkan Kemampuan Awal
Peserta Didik. Indonesia Journal of Economics Education (IJEE).
Program Studi Pendidikan Ekonomi. Sekolah Pascasarjana Universitas
Pendidikan Indonesia, 1 (1), 31–42. Dari
http://ejournal.upi.edu/index.php/IJEE/article/view/7705
Benanza, Resa Melista. 2014. Relation Of Applying Brainstorming Method To
Students Critical Thinking Ability (Hubungan Penerapan Metode
Brainstorming Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa).
Fisher, Alec. 2008. Berpikir Kritis: Sebuah Pengantar. (Terjemahan Critical
Thinking: An Introduction). Jakarta:Erlangga
Herwanto, Rudi. 2015. Implementasi Manajemen Kelas dalam Meningkatkan
Proses Belajar Mengajar Pendidikan Agama Islam Madrasah Tsanawiyah
Turen Malang. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Fakultas Tarbiyah dan
Ilmu Keguruan UIN.
Norlita, Wiwik dkk. Keefektivan Metode Simulasi dan Metode Brainstorming
untuk Meningkatkan Pengetahuan Kesehatan Reproduksi Remaja. Jurnal
BKM/XXI/03/September/2005 Akademi Keperawatan Muhammadiyah,
Pekanbaru.
Rosalin, Erin. 2008. Guru dalam Meningkatkan Kemampuan Berpikir Siswa.
Jurnal Manajemen Pendidikan. No. 1/Vol. IV/April/2008. Dari
https://journal.uny.ac.id/index.php/jmp/article/view/3713/3186
Sugiarto, Eko. 2015. Menyusun Proposal Penelitian Kualitatif: Skripsi dan Tesis.
Yogyakarta: Suaka Media
Timotius, Kris H. 2017. Pengantar Meotodologi Penelitian, Pendekatan
Manajemen untuk Perkembangan Pengetahuan. Yogyakarta: Andi
(Anggota IKAPI)
Widowati, Asri. 2009. Brainstorming as An Alternative of Creative Thinking
Development in Biology Science Learning. (Brainstorming sebagai
Alternatif Pengembangan Berpikir Kreatif dalam Pembelajaran Sains
Biologi). Dari http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/JBE/article/view/44
PENGARUH PEKERJAAN RUMAH MATERI PERKEMBANGBIAKAN
TUMBUHAN TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS VI
SEKOLAH DASAR

Oleh :
Lailatus Sa’adah B7 PGSD

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Belajar adalah suatu perubahan tingkah laku yang terjadi pada seseoranng,
yang mana dari sebelum ia tahu sesuatu menjadi tahu, dari belum pernah ia alami
menjadi pernah, dan dari yang kurang menjadi lebih baik lagi. Dalam buku
Susanto (2016) R.Gagne mengatakan bahwa, “belajar dapat didefinisikan sebagai
suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat
pengalaman”. Jadi, dari pengalaman yang telah dialami itulah seseorag dapat
belajar, dan memperbaiki sekap dan perilakunya. Karena belajar bukan hanya
mengingat tetapi juga mengalami.
Hamalik mengatakan, “Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang
tersusun antara unsur manusiawi, material, fasilitas, dan rencana yang mana
semuanya itu saling memiliki pengaruh untuk mencapai tujuan” (Lefudin, 2017).
Jadi, saling berhubungan antara guru, siswa, sarana prasarana, bahan ajar dan lain-
lain. Di sekolah dapat kita jumpai kegiatan pembelajaran,. Karena semua itu
saling berhubungan dan saling mempengaruhi.
Apabila guru dapat membuat pembelajaran menarik maka akan tercipta
interaksi yang baik antara gru dengan siswa. Yang dimaksud menarik disini
adalah siswa tersebut memiliki rasa ingin tahu yang menjadi-jadi dan terdorong
untuk mempelajari materi pelajaran tersebut.
Bahri (2006) menyatakan bahwa, “Pemberian tugas dan resitasi adalah metode
penyajian bahan dimana guru memberikan tugas tertentu agar siswa melakukan
kegiatan belajar. Metode ini diberikan karena dirasakan bahan pelajaran terlalu
banyak, sementara waktu kurang seimbang”. Dari penjelasan yang telah
dipaparkan oleh Bahri maka dapat diketahui bahwa pekerjaan rumah adalah salah
satu metode pemberian tugas yang dapat digunakan oleh guru agar dapat
mencapai tujuan yang akan dicapai.
Pekerjaan rumah dirasa sebagai metode yang dapat digunakan ketika
materi jumlah materi dan waktu yang ada tidak sebanding. Terutama pada mata
pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam.
Karena dari itu, saat peneliti melaksanakan magang1, peneliti menemukan
bahwasa ada guru yang memberikan pekerjaan rumah kepada siswanya pada
materi perkembangbiakan tumbuhan dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan
Alam. Guru berharap, dengan diberikannya pekerjaan rumah tersebut siswa
mempelajari materi dan lebih memahaminya. Selain itu juga supaya siswa tersebut
belajar untuk mengerakan tugas.
Dari apa yang peneliti lihat saat melaksanakan magang1 di Sekolah Dasar,
peneliti ingin mengetahui apakah pekerjaan rumah memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap Hasil Belajar siswa. oleh karena itu, peneliti melaksanakan
penelitian ini dengan judul “Pengaruh Pekerjaan Rumah materi
Perkembangbiakan Tumbuhan Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas VI Sekolah
Dasar”

1.2 Rumusan Masalah


Dari Latar Belakang yang telah diuraikan diatas maka peneliti dapat
menyimpulkan rumusan masalah, yaitu:
Apakah ada pengaruh signifikan pekerjaan rumah pada materi
perkembangbiakan tumbuhan terhadap hasil belajar siswa kelas VI SD?

1.3 Tujuan Penelitian


Ddari rumusan diatas, penelitian ini memiliki tujuan yaitu:

Untuk menyelidiki analisis pengaruh pekerjaan rumah materi


perkembabgbiakan tumbuhan terhadap hasil belajar siswa kelas VI sekolah Dasar.

1.4 Kegunaan Penelitian


Hasil penelitian ini diharapkan mempunyai kegunaan, diantaranya yaitu:
1. Bagi Peneliti
Peneliti mendapat pengetahuan tentang pengaruh pekerjaan rumah
terhadap hasil belajar siswa kelas VI sekolah dasar.
2. Bagi Guru
Penelitian ini memiliki kegunaan bagi guru, kegunaan tersebut adalah guru
mengetahui apa saja pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar siswa
apabila siswa diberi pekerjaan rumah. Guru juga dapat mengetahui pekeraan
rumah yang bagaimanakah yang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa
3. Bagi Siswa
Dengan diberikannya pekerjaan rumah kepada siswa, siswa jadi lebih sering
mengerjakan latihan-latihan.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

1.1 Pengertian Pekerjaan Rumah


Pemberian tugas atau resitasi ialah metode penyajian bahan ajar yang
mana guru memberikan tugas tertentu supaya siswa melakukan kegiatan
belajar. Metode ini diberikan oleh guru karena dirasa bahan ajar cukup
banyak, kurang seimbang dengan waktu. (Bahri, 2006).
Pemberian tugas yang diberikan salah satunya yaitu dengan memberikan
pekerjaan rumah. Pekerjaan dirumah dianggap dapat memperpanjang waktu yang
diperlukan dalam kegiatan akademis. Karena, waktu yang tersedia di sekolah
tidak seimbang dengan materi pelajaran. Pekerjaan rumah yang diberikan oleh
guru masih ada kaitannya dengan materi yang sebelumnya disampaikan, yang
bertujuan untuk meningkatkan pemahaman siswa tentang suatu konsep dan juga
keterampilan siswa. pekerjaan rumah yang baik untuk siswa adalah pekerjaan
rumah yang menarik. Sehingga, ketika seorang siswa mendapatkan pekerjaan
rumah akan menimbhulkan kesukaan untuk belajar dan ingin terus menerus
belajar, mempelajari materi tersebut.
Van Voorhis (2004) menyatakan bahwa, “Homework purpose serve three
main function: Instructional, Communicative and political”
Dari penjelasan diatas, dapat kita ketahui bahwasannnya pekerjaan rumah itu
memiliki tujuan yang dapat diketagoriken menjadi 3 kategori, yaitu:
a. Instruksional
Tujuan instruksional ialah tujuan yang bersifat umum, yakni bertujuan
untuk mengetahui pengetahuan, kemampuan dan keterampilan dan
keterampilan yang dimiliki oleh siswa setelah memperoleh materi dari
guru.

b. Komunikatif
Van Voorhis (2004) menyatakan, “Homework is also serves
communicative function and may require parent-teacher, parent-child or

peer interactions”. Dari apa yang telah dikatakan oleh Van Voorhis diatas
dapat diambil kesimpulan bahwa Pekerjaan rumah itu bersifat
komunikatif, karena dengan adanya pekerjaan rumah tercipta suatu
komunikasi yang baik antara orangtua dengan guru, orang tua dengan
siswa, dan siswa dengan siswa.

c. Politik
Dengan pekerjaan rumah ini, secara tidak langsung memberikan kode
kepada para orangtua bahwasannya sekolah memiliki mutu yang baik dalam
bidang akademik.

2.1.1 Kelebihan Pemberian Tugas


Kelebihan dari pemberian tugas (Widayati, 2004):
a. Siswa memiliki motivasi lebih ketika pembelajaran berlangsung, baik itu
selama kegiatan belajar secara individu maupun secara kelompok.
b. Dengan diberikannya pekerjaan rumah kepada siswa, siswa dapat lebih
berkembang lagi dalam kemandiriannya ketika berada di luar sekolah
atau sedang tidak dalam pengawasan guru.
c. Dengan diberikannya pekerjaan rumah, siswa berlatih untuk menjadi
seseorang yang disiplin dan bertanggungjawab.
d. Siswa jadi lebih creative karena sering berlatih.

2.1.2 Kekurangan Pemberian Tugas


Kekurangan dari pemberian tugas Widayati, 2004):
a. Dikarenakan pekerjaan rumah tidak dikeakan disekolah melainkan
dirumah, tidak ada pengawasan dari seorang guru, sehingga guru tidak
dapat mengetahui apakah pekerjaan rumah tersebut hasil kerh=ja sendiri
atau bukan.
b. Ketika tugas itu berbentuk kelompok maka akan timbul siswa yang aktif
mengerakan tugas, dan yang malas tidak mau mengerjakannya.

c. Individu pada setiap kelas itu berbeda, oleh karena itu guru kesulitan
dalam memberikan tugas kepada siswa yang sesuai dnegan perbedaan
yangada pada setiap individu.
d. Pekerjaan rumah yang biasa-biasa saja atau monoton akan membuat siswa
nya bosan dan malas untuk mengerjakannya, oleh karena itu seorang guru
hars kreatif dlaam memberikan pekerjaan rumah, agar siswa tertarik untuk
mengerjakan.

2.2. Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar


Secara umum hasil belajar dipengaruhi 3 hal atau faktor (Darmadi, 2017):
a. faktor internal
fakktor internal adalah faktor dari dalam. Maksudnya ialah faktor yang
ada dalam diri seorang siswa tersebut. misalkan, makanan yang bergizi,
intelegensi, istirahat yang cukup dan lain sebagainya.
b. faktor eksternal.
Faktor eksternal adalah faktor dari luar. Maksudnya ialah faktor yang
berasal dari luar dir siswa yang dapat mempengaruhi belajar siswa.
contohnya yaitu teman. Jika memiliki teman yang rajin maka siswa
tersebt bisa saja ikut rajin, begitu juga sebaliknya. Oleh karena itu,
teman dapat mempengaruhi hasil belajar siswa.
c. faktor pendekatan belajar.
Pendekatan belajar yang baik akan mempengaruhi hasil belajar dari
seorang siswa.
2.3. Hasil Belajar
Dalam buku Susanto (2016) R.Gagne mengatakan bahwasa, “Belajar dapat
didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu organisme berubah perilakunya
sebagai akibat pengalaman”. Jadi, Banyak hal yang bisa diperoleh dan dipelajari
dari pengalaman sendiri, bisa dimana saja dan kapan saja. Karena belajar bukan
hanya mengingat tetapi juga mengalami. Belajar juga dapat didefinisikan suatu
perubahan tingkah laku yang terjadi pada seseoranng, yang mana dari sebelum ia
tahu sesuatu menjadi tahu, dari belum pernah ia alami menjadi pernah, dan dari
yang kurang menjadi lebih baik lagi.
Dalam Kegiatan Belajar ada tujuan yang hendak dicapai yaitu tujuan
instruksional. Yaitu tujuan yang bersifat umum. Yakni bertujuan untuk
mengetahui pengetahuan, kemampuan dan keterampilan siswa.
Susanto (2016) mengatakan, “hasil belajar yaitu perubahan-perubahan
yang terjadi pada siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan
psikomotorik sebagai hasil dari kegiatan hasil belajar”

Dalam buku Susanto (2016) Gagne menjelaskan bahwa, “hasil belajar


dimasukkan dalam lima kategori. Guru sebaiknya menggunakan kategori ini
dalam merencanakan tujuan instruksional dalam penilaian”. Kategori tersebut
yaitu :

1. Informasi Verbal
Ialah tingkat pengetahuan yang dimiliki seseorang yang dapat diungkapkan
dengan menggunakan blisan maupun tertulis.

2. Kemahiran Intelektual
Menunjuk pada “knowing how” yaitu suatu kemampuan yang ada
hubungannya dengan dirinya sendiri dan lingkungan hidup.

3. Pengaturan Kegiatan Kognitif


Kegiatan kognitif adalah kegiatan tentang pengetahuan siswa ketika sedang
belajar.

4. Sikap
Yaitu suatu tindakan seseorang terhadap sesuatu yang ada.

5. Keterampilan motorik
Yaitu seseorang yang mampu melakukan suatu rangkaian gerak-gerik
jasmani dalam urutan tertentu dengan mengadakan koordinasi antara gerak-gerik
berbagai anggota badan secara terpadu.
BAB III

METODE
3.1 Rancangan Penelitian
Metode penelitian diartikan sebagai cara ilmiah untuk memperoleh data
dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Ada empat kata kunci yang harus
diperhatikan yaitu: cara ilmiah, data, tujuan dan manfaat (Sugiyono (2016:3).

Sugiyono (2016:14) menyatakan bahwa, “Metode penelitian kuantitatif adalah


metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivism, digunakan untuk
meneliti pada populasi atau sampel tertentu, teknik pengambilan sampel pada
umumnya dilakukan secara random, pengumpulan data menggunakan instrument
penelitian analisis data bersifat kuantitatif atau statistic dengan tujuan untuk
menguji hipotesis yang telah diterapkan”.
Dari penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa penelitian kuantitatif
adalah penelitian yang menjelaskan suatu keadaan yang terjadi sesuai dengan
fakta, tidak diubah-ubah. Jadi bisa dikatakan penelitian kuantitatif itu data yang
digunakan adalah data yang valid.

3.1.1 Populasi
Populasi merupakan daerah generalisasi yang terdiri atas: obyek atau
subyek yang memiliki kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan
peneliti dengan tujuan untuk dipelajari dan kemudian dapat ditarik
kesimpulan (Sugiyono, 2013: 80).
Dari jenjang kelas I sampai kelas VI, peneliti akan menggunakan
populasi kelas VI Sekolah Dasar untuk mengetahui pengaruh yang
signifikan dari pekerjaan rumah. Karena,di kelas VI inilah banyak waktu
yang terpotong oleh ujian-ujian sehingga kurang seimbang dengan materi
yang ada.
3.1.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
oleh populasi tersebut/ Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin
mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan
dana, tenaga dan waktu. Maka dapat menggunakan sampel yang diambil
dari populasi (Sugiyono, 2013:81).
Sampel yang digunakan oleh peneliti adalah 2 kelompok yang
berbeda. Kelompok berbeda disebut dengan kelompok eksperimen dan
kelompok control. Kelompok eksperimen adalah kelompok yang natinya
akan diberi pekerjaan rumah da yang satunya lagi adalh kelompok control
yaitu kelompok yang tidak diberikann pekerjaan rumah. Jadi engan begitu
dapat diketahui engaruh tidaknya suatu pekerjaan rumah.

3.2 Metode Pengumpulan Data


Setelah mendapatkan populasi dan sampel untuk penelitian, selanjutnya
ialah menentukan metode untuk pengumpulan data. Karena meode yang
digunakan dalam mengumpulkan data itu bergantung pada karakter data variabel
yang diteliti. Maka dari itu metode yang dipakai tidaklah sama (Gulo, 2000). Jadi,
metode yang digunakan pada setiap penelitian itu ada perbedaan, disesuaikan
dengan variabelnya.
Dalam penelitian ini pengumpulan data yang dapat digunakan oleh peneliti
adalah dengan pretest dan posttest. Jadi, sebelum diberikan pekerjaan rumah
diadakan test terlebih dahulu yag dinamakn pretest. Gunanya untuk mengtahui
kemampuan awal siswa. setelah pekerjaan rumah diberikan kepada siswa, di
adakan tes kembali yang dinamakn posttest. Dari posttest inilah nantinya akan
diketahui kemampuan siswa setelah diberikan pekerjaan rumah sehingga dapat
diketahui pengaruh yang signifikan pekerjaan rumah terhadap hasil bejar siswa itu
apa.
3.3 Analisis Data Penelitian
Teknik analisis data adalah proses mencari dan menyusun dengan sistematis
data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan saat di lapangan serta bahan-
bahan yang lain sehingga dapat dengan mudah dimengerti. Temuannya juga dapat
dipublikasikan dan di informasikan kepada orang lain (Sugiyono, 2010:91).
Dalam penelitian ini, teknik analisis data yang digunakan ialah Causal-
comparatif. Yaitu, membandingkan. Peneliti akan membandingkan hasil belajar
kelompok ekserimen dengan kelompok kontrol.
Daftar Rujukan

Bahri, Syaiful dan Aswan Zain. (2006). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta:
Rineka Cipta.

Darmadi. 2017. Pengembangan Model dan Metode Pembelajaran dalam


Dinamika Belajar Siswa. Yogyakarta: Deepublish.

Gulo,W. 2000. Metodologi Penelitian. Jakarta: Grasindo.

Lefudin. (2017). Belajar dan Pembelajaran Dilengkapi dengan Model


Pembelajaran, Strategi Pembelajaran, Pendekatan Pembelajaran dan
Metode Pembelajaran.Yogyakarta: Deepublish.
Sudjana, Nana. 2005. Penilaian Hasil Belajar Mengajar. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung:
Alfabeta.
Sugiyono. 2013.Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Susanto, A. (2016). Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta:


Kencana.
Van Voorhis, F.L. (2004). Reflecting on the Homework Ritual: Assignments and
Designs. Theory into Practice. 43, 205-212.

Widayati, Ani. 2004. Metode Mengajar Sebagai Strategi Dalam Mencapai Tujuan
Belajar Mengajar. Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, Vol.3 No.1:
66-70
ANALISIS PENDEKATAN MANAJEMEN KELAS OLEH GURU DALAM
PEMBELAJARAN TEMATIK DI KELAS 1 SEKOLAH DASAR

Oleh :
Mufida Nur Aziza B7 PGSD

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH


Pendidikan dijadikan hal dasar yang harus ditempuh setiap individu dalam
hidupnya. Pendidikan itu penting karena manfaat pendidikan yang dapat
membantu perkembangan potensi, karakteristik dan kecakapan seorang manusia
agar sesuai dengan harapan di masyarakat. Oleh karena itu Indonesia menerapkan
12 tahun wajib belajar bagi seluruh anak Indonesia. Pendidikan Sekolah Dasar
yang digunakan di Indonesia menggunakan pembelajaran tematik.
Pendidikan sendiri merupakan upaya bina manusia ke arah yang lebih baik.
Pendidikan memiliki komponen terbesarnya yaitu sumber daya manusia. Unsur
sumber daya manusia yang paling menentukan sebuah pendidikan berhasil atau
tidak yaitu guru, karena gurulah yang menyampaikan , memberikan dan
mengajarkan baik pengetahuan ataupun sikap pada siswa. Jadi, dapat disimpulkan
bahwa semakin baik kualitas guru, maka bangsa yang dihasilkan juga akan
berkualitas.
Dalam menyampaikan, memberikan dan mengajarkan materi pada siswa,
guru juga memiliki tugas yaitu mengelola pembelajaran. Mengelola pembelajaran
berkaitan dengan suasana dan keadaan didalam kelas, tetapi keadaan dapat juga
mengikuti tempat belajar siswa.
Oleh karena itu, dibutuhkannya pengelolaan atau manajemen kelas yang baik
agar keadaan kelas nyaman sehingga proses pembelajaran berjalan dengan baik
dan tujuan pendidikan pun tercapai.
Pada kelas 1 Sekolah Dasar merupakan awal babak baru bagi siswa setelah
lulus dari PAUD, sehingga guru akan bertemu banyak karakter yang dididik oleh
orang tua dan sekolah sebelumnya. Kelas 1 juga merupakan tempat bagi anak
bertemu banyak teman baru. Sehingga dikelas 1 ini banyak sekali fenomena yang
akan terjadi. Usia anak juga memasuki masa pra-operasional yang dimana anak
memiliki egosentris menururt teori Piaget.
SDN Kasin merupakan sekolah yang berada di daerah pemukiman padat
dekat pasar, rumah sakit dan jalan raya. SDN Kasin juga memiliki kepala sekolah
yang baik, dibuktikan dengan memenangkan lomba untuk kepala sekolah. SDN
Kasin merupakan sekolah adiwiyata dan memiliki guru yang rata rata bukan
berasal dari konsentrasi PGSD. Terutama pada kelas 1A yang memiliki guru kelas
yang memiliki latar pendidikan S1 Teknologi Pendidikan.
Dalam melakukan kegiatan manajemen kelas, tidak dapat sembarangan
dilakukan. Pendekatan yang dilakukan oleh guru berpengaruh pada kelas yang
diajar, karena pendekatan ini dapat menghubungkan seorang guru pada anak.
Sehingga pembelajaran bisa berjalan sesuai tujuan yang ditetapkan.
Pada kurikulum 2013, pembelajaran tematik diberlakukan pada kelas 1
hingga kelas 3, sedangkan pada kelas 4 hingga kelas 6 menggunakan tematik dan
pendekatan mata pelajaran, oleh karena tematik merupakan gabungan dari
beberapa mata pelajaran, maka guru juga harus menyesuaikan keadaan kelas
sesuai dengan tujuan pembelajaran. Sehingga pengelolaan kelas yang
menggunakan tematik lebih menarik untuk diteliti lebih lanjut.
Setelah latar belakang di atas, penulis akan membuat dan melakukan
penelitian dari mengangkat permasalahan tersebut ke dalam proposal skripsi
berjudul “Analisis Pendekatan Manajemen Kelas Oleh Guru Dalam Pembelajaran
Tematik Di Kelas 1 Sekolah Dasar”

1.2 RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan latar belakang masalah dan di atas maka permasalahannya dapat
dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pelaksanaan manajemen kelas yang dilakukan oleh guru kelas
IA Sekolah Dasar Negeri Kasin Malang dalam pembelajaran tematik?
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan dalam penelitian sebagai berikut.
2. Untuk menjelaskan pelaksanaan pendekatan manajemen kelas yang dilakukan
oleh guru kelas IA Sekolah Dasar Negeri Kasin Malang dalam pembelajaran
tematik.

1.4 KEGUNAAN PENELITIAN


Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan konstribusi secara tepritis
dan praktis. Manfaat yang ingin diberikan oleh penelitian ini, yaitu
a. Secara Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan dan menambah teori tentang
manajemen bagi bidang pendidikan dan pengajar. Penelitian ini untuk diharapkan
dalam meningkatkan kualitas pendidikan melalui cara menciptakan dan
mempertahankan manajemen kelas yang optimal agar situasi proses mengajar pun
akanuntuk siswa

b. Secara Praktis
2) Bagi Program PGSD
Hasil penelitian dapat memberikan masukan tambahan dalam dunia
pengetahuan dan teknologi. Hasil dapat digunakan dalam melaksanakan
penelitian serupa agar menambah wawasan yang lebih mendalam
3) Bagi peneliti
Sebagai sumber informasi dalam hal penelitiandan memberikan
pengalaman praktik pendidikan saat menjadi seorang guru kelas.
4) Bagi sekolah dan guru kelas
Dapat dijadikan sebagai bahan kajian atau informasi serta acuan
dalam menyusun program pendidikan dan pengajaran yang lebih berkualitas.
5) Bagi peneliti lain
Peneliti lain dapat memanfaatkan penelitian ini untuk menambah
wawasan tentang manajemen kelas dan sebagai bahan kajian bagi mahasiswa
atau pihak lain yang ingin mengadakan penelitian yang lebih mendalam
terhadap objek yang sama.
1.5 RUANG LINGKUP DAN BATASAN MASALAH
Penelitian yang dilakukan mempunyai ruang lingkup dan batasan masalah.
Hal ini bertujuan agar terdapat kesinambungan dan memliki fokus permasalahan
yang tidak terlalu luas. Ruang lingkup dan batasan masalah ini sebagai berikut:
1. Ruang Lingkup
1). Penelitian ini dilakukan di kelas IA di SDN Kasin Kota Malang.
2). Banyaknya siswa yaitu 32 anak yang terdiri atas 21siswa perempuan dan
11siswa laki-laki.
3). Penelitian dilakukansaat semester ganjil bulan Oktober – November tahun
ajaran 2018/2019.

2. Batasan Masalah
1). Fokus penelitianya yakni perencanaan dan pelaksanaan pendekatan manajemen
kelas oleh guru SDN Kasin Kota Malang dalam pembelajaran tematik.
Banyaknya guru yaitu 1 orang
2). Pendekatan kelas meliputi pendekatan pengubahan tingkah laku, pendekatan
iklim sosio-emosional, pendekatan proses kelompok, pendekatan otoriter
(kekuasaan), pendekatan intimidasi (ancaman), pendekatan permisif
(kebebasan), pendekatan buku resep, pendekatan intruksional (pengajaran),
pendekatan ekletik, dan pendekatan analitik prulalistik.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 MANAJEMEN KELAS


Manajemen kelas merupakan salah satu keterampilan yang perlu dikuasai
oleh guru. Berikut dijelaskan mengenai pengertian manajemen kelas, tujuan dan
kegunaan manajemen kelas, serta prinsip-prinsip manajemen kelas.

1. Pengertian Manajemen Kelas


Manajemen kelas terdiri dari dua kata, yaitu manajemen dan kelas. Asal- usul
bahasa (Etimologis) kata manajemen sendiri berasal dari bahasa Inggris yaitu,
management.Management asal katanya adalah to manage yang bermakna
“mengelola”(Prodjowijono, 2008). Dan kelas merupakan ruangan belajar dan atau
sekolompok siswa yang belajar, dimana guru mengajar, peseta didik belajar dan
tingkatan sebagai satu kesatuan yang di organisir menjadi unit kerja yang dinamis
dalam penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar yang kegiatan belajar mengajar
yang kreatif untuk mencapai suatu tujuan. (Herwanto, 2015).
Sedangkan manajemen kelas dalam arti ertimologis merupakan tindakan yang
dilakukan guru dalam menciptakan kondisi/suasana yang sesuai dengan program
pembelajaran, sehingga adanya motivasi siswa agar selalu melibatkan diri
didalamnya ( Nugraha, 2018)
Manajemen kelas memiliki nama lain yaitu pengelolaan kelas. Pengelolaan
kelas memiliki dua kata, yaitu pengelolaan dan kelas. Jika dilihat lebih detail,
pengelolaan memiliki kata kerja “kelola” ditambah awalan “pe” dan akhiran “an”.
Kata kelola di KBBI yang berarti mengendalikan.
Manajemen kelas adalah kegiatan-kegiatan guru yang sengaja dilakukan agar
memiliki kondisi optimal di kelas untuk proses belajar mengajar. (Indrawan,
2015)
Jadi dari beberapa definisi yang di kemukakan, dapat ditarik kesimpulan
manajemen kelas atau pengelolaan kelas adalah sebuah kegiatan atau upaya yang
dilakukan secara sadar dan terencana oleh guru untuk menciptakan dan
mempertahankan suasana optimal suatu kelas sehingga dalam pelaksanaan
pembelajaran berjalan sesuai tujuan yang diharapkan.

2. Tujuan Manajemen Kelas


Manajemen kelas dilaksanakan karena memiliki sebuah tujuan yang baik bagi
siswa atau guru. Tujuan dari manajemen kelas sendiri adalah agar tenciptanya
kondisi yang optimal dalam proses belajar mengajar di kelas (Indrawan, 2015)
Manajemen kelas bertujuan dalam upaya peningkatan efektif dan efisien agar
tujuan pembelajaran tercapai (Pratiwi, 2017)
Tujuan dari manajemen kelas adalah menyediakan fasilitas untuk semua
kegiatan belajar siswa di lingkungan sosial, emosional, dan intelektualnya
(Saifuddin, 2018)
Dari berbagai pendapat sebelumnya, dapat peneliti menyimpulkan bahwa
manajemen kelas bertujuan untuk menciptakan serta mempertahankan kondisi
kelas yang kondusif dan tertib dalam kegiatan belajar sehingga terwujud kegiatan
pembelajaran yang efisien sesuai yang diharapkan di pembelajaran.

3. Prinsip-Prinsip Manajemen Kelas


Kelas yang efektif pasti membutuhkan sebuah asas atau pedoman dalam
menjalankannya. Sehingga disini akan dijabarkan berbabagi prinsip, Prinsip-
prinsip tersebut yaitu:
a) Kehangatan dan keantusiasan
b) Tantangan
c) Bervariasi
d) Keluwesan
e) penekanan pada hal-hal yang positif, dan
f) Penanaman disiplin diri (Kompri, 2005)
Berikut penjelasan masing-masing prinsip pengelolaan kelas :
a. Kehangatan dan keantusiasan
Guru yang memiliki kehangatan dan keantusiasan dalam memanajemen kelas
akan dapat melaksanakan manajemen kelas. Karena siswa lebih senang jika guru
memperlihatkan sikap hangat dan antusias.
b. Tantangan
Guru yang sering memberi tantangan pada siswa akan berbeda dengan yang
biasa-biasa saja. Siswa yang sering diberi tantangan akan memiliki pola pikir
untuk dapat menyelesaikannya dan terbiasa dihadapkan pada situasi yang berat.
Sehingga guru lebih baik bisa memberikan tantangan, baik tantangan nya dapat
berupa kata-kata, sebuah tindakan, ataupun sebuah cara kerja. Dengan tantangan
juga memberikan semangat pada anak.
c. Bervariasi
Variasi dalam mengajar perlu dipakai agar mengurangi jenuh dan bosan
dalam kelas. Macam-macam variasi yang dapat dipakai guru dalam mengajar
yaitu intonasi suara, pergerakan aggota tubuh, ekpresi wajah, posisi berdiri guru,
ataupun metode dan media pembelajaran.
d. Keluwesan
Keluwesan ini bermaksud yaitu keluwesan guru ketika mengubah metode
belajar atau perilaku guru sesuai dengan kondisi kelas dan keadaan siswa pada
saat itu. Tujuannya untuk menghindari adanya gangguan belajar pada siswa dan
menciptakan kondisi yang efisien dan kondusif ketika proses belajar mengajar.
e. Penekanan pada hal-hal yang positif
Guru dapat menambah sikap percaya diri siswa salah satunya dengan
memberikan komentar positif dan pandangan positif pada siswa. Hal ini
dilakukan untuk menjauhi kesalahan yang bisa mengacaukan jalannya proses
belajar mengajar. Dalam hal ini, guru sebisa mungkin untuk mengubah
pernyataan negatif ke positif. Sehingga siswa menyukai guru dan bisa saling
bekerja sama.
f. Penanaman disiplin diri
Guru harus bisa memotivasi siswa dengan sikap yang dicontohkan guru
berupa disiplin. Sebagai model bagi siswa, guru bisa menerapkan disiplin diri
dengan datang tepat waktu, berpakaian rapi dan sopan, berbicara yang baik dan
santun, mematuhi lalu lintas dan lain-lain. Dengan terlaksananya penanaman
disiplin diri, pembelajaran bisa berjalan optimal dan siswa pun bisa disiplin.

2.2 PENDEKATAN MANAJEMEN KELAS


Pendekatan manajemen kelas terdiri dari 3 kata yaitu pendekatan, manajemen
dan kelas. Kata pendekatan memiliki kata dasar yaitu “dekat” atau sinonimnya
“tidak jauh”. Kata “dekat” lalu diberikan imbuhan “pen-“ dan akhiran “-an”
sehingga dapat diartikan sebagai cara atau proses perbuatan mendekati. Secara
istilah pendekatan berarti sebuah cara pandang terhadap suatu objek atau perihal
(Tita, 2018).
Dapat disimpulkan pendekatan manajemen kelas adalah cara pandang guru
dalam mendekati siswa melalui proses pengelolaan kelas yang bertujuan
menentukan jalannya kegiatan di kelas.Syaiful Bahri mengemukakan:

a. Pendekatan kekuasaan atau otoriter


Pendekatan kekuasaan dapat disebut juga pendekatan otoriter yang berarti
pendekatan dengan mengendalikan perilaku peserta didik dengan bentuk norma.
Dengan norma, adanya pengikat agar siswa disiplin. Norma ini akan dimasukkan
ke dalam sebuah peraturan, yang mana peraturan ini akan menjadi “penguasa”
yang wajib ditaati. Peran guru harus melaksanakan pembelajaran melalui
peraturan ini dengan konsisten, bukan atas kemauannya sendiri. Sebelum memulai
pembalajaran awal, guru terlebih dahulu menetapkan kesepakatan-kesepakatan
bersama siswa dan sanksi dalam menaati aturan.

b. Pendekatan ancaman atau intimidasi


Pendekatan ini dapat disebut juga pendekayan intimidasi yang mengendalikan
perilaku siswa dengan cara memberikan ancaman dalam taraf yang wajar.
Contohnya memberikan larangan, mengejek, menyindir dan memaksa.
Pendekatan ini diterapkan saat kondisi kelas benar benar sudah tak bisa
dikendalikan, tetapi tidak disarankan dilakukan sesering mungkin. Guru tidak
sepatutnya melakukannya secara berlebihan seperti memukul, memaksa ataupun
mengejek, sebaiknya sebelum melakukan pendekatan ini guru harus memikirkan
matang-matang resiko yang akan didapat agar tak menimbulkan hal yang tidak
diinginkan.

c. Pendekatan kebebasan atau permisif


Pendekatan kebebasan bisa disebut juga sebagai pendekatan permisif yang
berarti pendekatan dengan membiarkan siswa bertindak secara bebas sesuai
keinginannya. Pendekatan ini juga membantu siswa agar merasa bebas dalam
melakukan sesuatu. Peran guru dalam pendekatan ini dengan berusaha membuat
kebebasan bagi siswa, tetapi kesempata yang diberikan tidak menyimpang dari
peraturan yang telah ada. Contohnya memberi kebebasan kreativitas siswa dalam
menulis sebuah pengalaman.

d. Pendekatan resep (cook book) atau buku masak


Pendekatan resep bisa disebut juga sebagai pendekatan buku masak yang
merupakan pendekatan berisi daftar-daftar hal yang akan guru lakukan jika
menghadapi macam-macam masalah yang ditimbul saat memanajemen kelas.
Daftar ini berisi tahap demi tahap apa yang harus dan tidak boleh dikerjakan saat
menyikapi masalah-masalah yang terjadi di kelas. Peran guru di pendekatan resep
ini hanya mengikuti tahapan yang sudah termuat dalam resep sehingga guru
bersikap reaktif.

e. Pendekatan pembelajaran atau instruksional


Pendekatan pembelajaran dapat disebut juga pendekatan instruksional yang
berarti pendekatan berdasarkan pendirian bahwa pengajaran yang sesuai dengan
perencanaan dan pelaksanaan akan menhindarkan siswa dari masalah. Pendekatan
pembelajaran berpendapat bahwa perencanaan pembelajaran yang matang dan
sistematis saat dilaksanakan akan membuat siswa terhindar dari pembelajaran
yang tidak bermutu sehingga tak terjadi kejenuhan karena pembelajaran di
sampaikan secara bertahap. Peran guru disini perlu melaksanakan penerapan dan
pengimplementasian pelajaran yang baik. Kekurangannya, apabila siswa tidak
fokus dengan materi yang disampaikan, maka mereka akan bingung.

f. Pendekatan perubahan tingkah laku atau pengubahan tingkah laku


Pendekatan pengubahan/perubahan tingkah laku merupakan suatu proses
pengubahan tingkah laku siswa menjadi lebih baik berdasarkan prinsip psikologi
behaviorisme. Perilaku buruk yang dilakukan siswa dimungkinkan karena siswa
belajar berperilaku yang buruk, begitupun sebaliknya. Peran guru yaitu
memberikan kegiatan positif sehingga dapat dicontoh dengan positif.

g. Pendekatan suasana emosi dan hubungan sosial atau Iklim sosio-emosional


Pendekatan suasana emosi dan hubungan sosial dapat disebut juga sebagai
pendekatan iklim sosio-emosional didasarkan pada psikologi klinis da
konseling/penyuluhan. Pendekatan ini dapat diartikan sebagai proses penciptaan
iklim sosio-emosional yang positif di dalam kelas. Hubungan positif ini berupa
hubungan pribadi yang sehat antara guru dan siswa dengan guru sebagai penentu
pembentukan hubungan tersebut.

h. Pendekatan proses kelompok


Pendekatan proses kelompok dapat diartikan sebagai proses guru mendorong
kelompok-kelompok yang ada dalam kelas ke arah yang lebih produktif.
Kelompok-kelompok yang dimaksud dapat berupa kelompok sosial yang ada
dikelas maupun di sekolah. Peran guru dengan menciptakan dan mempertahankan
suasana yang kondusif antar kelompok agar berjalan dengan baik.

i. Pendekatan elektik atau elektis


Pendekatan elektik atau elektis (electic approach) memberikan keluwesan
bagi guru dalam memilih jenis-jenis pendekatan dengan menekankan pada
potensial, kreativitas dan inisiatif. Pendekatan elektik ini menggabungkan semua
aspek terbaik dari pendekatan-pendekatan yang ada untuk terciptanya suatu
kebulatan yang bermakna, yang secara teori, filosofi, dan psikologi dirasa benar,
sehinga sumber pemilihannya berdasarkan situasi yang ada.

j. Pendekatan pluralistik
Pendekatan pluralistik dapat diartikan mengelola kelas dengan menggunakan
jenis-jenis pendekatan yang ada dengan mempertimbangkan pendekatan tersebut
memiliki dalam menciptakan keadaan kondusif kegiatan pembelajaran di kelas.
Guru bebas dalam memilih ataupun menggabungkan jenis-jenis pendekatan yang
ada sehingga terciptanya kegiatan yang bisa mencapai tujuan pembelajaran

2.3 PEMBELAJARAN TEMATIK


Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006
tentang Standar Isi berisi pada bagian struktur kurikulum SD/MI bahwa
pembelajaran di kelas I hingga kelas III dilaksanakan melalui pendekatan tematik,
sedangkan di kelas IV hingga kelas VI dilaksanakan melalui pendekatan mata
pelajaran yaitu tematik dan matematika.
Pembelajaran tematik lebih menarik karena dapat memberikan keefektifan
dalam menciptakan kesempatan luas bagi siswa dalam membangun konsep-
konsep untuk saling dikaitkan. Lebih jelasnya bahwa dalam pembelajaran
tematik, siswa diberikan kesempatan untuk memahami masalah yang kompleks
melalui cara pandang yang utuh, lalu mengidentifikasikan secara bermakna.
Pembelajaran akan bermakna apabila siswa diberikan pengalaman merasakan
secara langsung melalui mengindra, sehingga peran guru menjelaskan akan
berkurang.
Dapat diambil kesimpulan bahwa pembelajaran tematik merupakan model
pembelajaran yang didalamnya terdapat tema-tema yang menggabungkan mata
pelajaran sehingga saling berkaitan, agar siswa mendapatkan pengalaman secara
langsung apa yang dipelajarinya.

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 PENDEKATAN PENELITIAN DAN JENIS PENELITIAN


Penelitian yang dilakukan ini merupakan penelitian deskriptif dengan
menggunakan pendekatan kualitatif . Penelitian kualitatif merupakan penelitian
yang melewati proses mengumpulkan data secara alami dengan sendirinya
sehingga penelitian berisi pengungkapan gejala secara holistik-kontekstual yang
tidak dalam bentuk statistik atau hitungan, melainkan kata-kata, gambar-gambar
atau rekaman. (Sugiarto, 2015). Penelitian deskriptif berisi sebuah uraian dari
suatu permasalahan yang ada tanpa memberikan mengubah sesuatu apapun pada
objek yang diteliti, murni untuk menjabarkan suatu kondisi di situasi tertentu
(Timotius, 2017)
Dari uraian diatas, dapat dipahami bahwa penelitian ini berusaha
mengumpulkan , menyajikan, mendeskripsikan,
menganalisis,menjelaskan,menginterpretasi, dan menuturkan data-data yang ada
sesuai fakta, sehingga dapat memberikan gambaran yang jelas.

Dalam penggunaan pendekatan penelitian ini dikarenakan pendekatan kualitatif


akan lebih mudah menguraikan data-data yang didapat berkaitan dengan “Analisis
Pendekatan Manajemen Kelas oleh Guru dalam Pembelajaran Tematik di Kelas 1
Sekolah Dasar”, karena penelitian ini tidak membutuhkan data statistik

3.2 KEHADIRAN PENELITI


Dalam mendapatkan data untuk penelitian ini, peneliti memiliki tugas
melaksanakan, mengamati dan mengumpulkan data. Pada penelitian ini, peneliti
melaksanakan yang berarti peneneliti melakukan penelitian di SDN Kasin Malang
ketika proses belajar mengajar. Peneliti mengamati keadaan kelas, yang diamati
berupa bagaimana guru merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi kelasnya
ketika proses belajar mengajar berlangsung di kelas. Setelah melakukan proses
melaksanakan dan mengamati, peneliti harus mengumpulkan data-data yang ada.
Untuk yang terakhir, peneliti akan melaporkan hasil penelitiannya pada khalayak.
Sehingga peneliti merupakan instrumen yang utama di penelitian ini.

3.3 LOKASI PENELITIAN DAN WAKTU PENELITIAN


1. Lokasi Penelitian,
Penelitian ini dilaksanakan di SDN Kasin yang berlokasi di jalanYulius
Usman No.58-60, Kelurahan Kasin, Kecamatan Klojen, Kota Malang, Provinsi
Jawa Timur dengan kode pos65117. Penelitian hanya dilakukaan saat proses
belajar mengajar di kelas IA SDN Kasin. Pemilihan SDN Kasin dikarenakan
lingkungan sekolah dikelilingi oleh pemukiman warga, dekat dengan fasilitas
rumah sakit dan pasar, berada di dekat jalan besar.
2. Waktu Penelitian.
Penelitian dilaksakan pada semester ganjil tahun ajaran 2018/2019, yakni
bulan oktober-november 2018. Peneliti melaksanakan penelitian hanya pada hari
aktif persekolahan, yaitu senin-jumat, sehingga peneliti bisa mendapatkan data
yang diinginkan bersama subjek penelitian di lingkungannya.
3.4 JENIS DATA
Data dalam penelitian ini diperoleh dari dua sumber data, yaitu:
1. Data primeraadalah dataayangalangsungadanadiperoleh/dari/sumber/data/oleh
peneliti/untuk/tujuan/yang/khusus (Surakhmad, 1994). Data/dari sumber asli
dalam penelitian ini dimaksudkan berasal dari tangan pertama, baik/berbentuk
dokumen/atau lainnya. Peneliti memperoleh/data
secara/langsung/dengan/mengamati/dan
mencatat/kejadian/melalui/observasi/(pengamatan),/wawancara,/dan
dokumentasi
2. Data/sekunder/adalah/data/yang diperoleh dari tangan/kedua atau/sekesian.
Maka,/dalam/hal/ini/peneliti memperoleh/data dari/bibliografi atau literatur

3.5 TEKNIK PENGUMPULAN DATA


Data dan sumber data yang dicari peneliti terbagi menjadi tiga hal, sebagai
berikut. Data yang dikumpulkan didaptkan dari hasil wawancara, observasi dan
dokumentasi saat proses belajar mengajar.
1. Observasi
Metode observasi adalah studi sistemati dengan cara mengamati dan mencatat
yang terjadi dalam fenomena-fenomena sosial, dan gejala-gejala. Dalam
pengertian psikologik, observasi meliputiikegiatanipemusatan perhatianipada
suatuiobjekidengan menggunakan seluruh indra. Observasiidapatidilakukan
denganites, ikuisione,rekamanigambar, atauirekamanisuara (Nasution, 2006).
Dalam penelitian ini, peneliti akan mengamati manajemen kelas dalam proses
pembelajaran di kelas IA SDN Kasin Malang

2. Wawancara (Interview)
Metodeiinterviewimemiliki artian suatuipercakapan, tanya-jawabilisaniantara
duaiorang atauilebih yang secaraifisik berhadapan dan mengarah pada masalah
tertentu. Wawancara dilakukan dengan dua pihak, yaitu pewawancara dan
narasumber yang diwawancarai. Dari wawancara akan didapatkan
respon/jawaban/keterangan dari narasumber, keterangan inilah yang akan
dikumpulkan sehingga diperolehlah data yang akan menunjang penelitian. Peneliti
akan menggunakan wawancara untuk memperoleh informasi dari guru kelas IA
SDN Kasin.

3. Dokumentasi
Metode dokumentasi digunakan peneliti untuk memperoleh data tentang latar
belakang SDN Kasin Malang, meliputiisejarahisingkatiberdirinyaisekolah, visi-
misiidanitujuanisekolah, strukturiorganisasiisekolah, keadaaniguru danistaf
sekolah,ikeadaan siswa-siswiisekolah, danikeadaanisaranaiprasaranaisekolah.

3.6 TEKNIKiANALISISiDATA
Analisis data merupakan metode dalam menganalisa data yangidiperoleh dari
penelitian. Menganalisisidata adalahisuatu langkahiyang kritis dalamimeneliti.
Penelitiimemastikan pola yang akan digunakan berdasarkan data yang
dikumpulkan, pola analisis statistik atau analisis non-statistik (Herwanto, 2015)
Berdasarkan data yang didapatkan, penelitianiiniimenggunakan
deskriptifikualitatif. Menurut Rudi Hermanto (2015), deskriptifiadalah data yang
telah terkumpul, kemudian peneliti menyusun dan mengklasifikasikan.
Selanjutnya menganalisa dan menginterpretasikan dengan kata-kata sesuai
penggambaran objek penelitian, sehingga didapatkan gambaran jawaban dari
pertanyaan yang telahidirumuskan.
Berdasarkan pendapat diatas, analisis data kualitatif adalah proses menyusun,
mengkategorikan data, dan mengintegrasikan hasil data yang diperoleh dengan
sumber lain untuk mengetahui kebenaran maknanya.
Dalam penelitian ini, peneliti akan datang langsung ke lapangan untuk
mengikuti situasiiyangiterjadiiselama proses pembelajaran kelas IA. Peneliti
sekaligus mengumpulkan data, setelah itu data akan dibaca,idipahami danidibuat
sebuah ringkasan. Setelah semua terkumpul, data dianalisis kembali secara
intensif. Maka, dengan metode deskriptif kualitatif, peneliti menyajikan data tanpa
merumuskan hipotesis.

3.7 PENGECEKAN KEABSAHAN DATA


Dalam mengambil data, data harus melalui tahap pendahuluan, tahap
penyaringan dan tahap melengkapi data yang masi kurang. Pada tahap
penyaringan data,, banyak terjadi pengecekan keabsahan data. Maka, jika data
yang didapatkan kurang relevan, akan dilakukan penyaringan data kembali pada
saat dilapangan, sehingga data akan memiliki kadar validitas yang tinggi.
(Herwanto, 2015)

3.8 TAHAP-TAHAP PENELITIAN


4. Tahap Pra Lapangan
Dalam tahap pra lapangan, peneliti akan melakukan analisisikebutuhaniatau
evaluasiidiri atau bisa dikatakan peneliti mengamati kenyataan di lapangan.
Dalam melakukan analisis kebutuhan, data yang perlu dikumpulkan berupa
mengapa, apa saja yang diperlukan, dan bagaimana.

5. Tahap Pelaksanaan Penelitian


Tahap ini berisikan:
a. Pengumpulan data yang dilakukan berupa:
1) Wawancara dengan guru kelas IA
2) Observasiilangsungidanimengambil data langsungidiilapangan
3) Menelaahiteoriiyangirelevan

b. Mengidentifikasikan Data
Data yang telah terkumpul dari observasi dan wawancara akan diidentidikasi
untuk mempermudah peneliti ketika menganalisa agar sesuai dengan tujuan yang
diinginkan

6. Tahap Akhir Penelitian


Tahap ini berisikan:
c. Penyajian data berbentuk deskripsi
d. Analisa data agar sesuai dengan tujuan awal
DAFTAR RUJUKAN
Djamarah, Syaiful Bahri. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : PT Rineka
Cipta

Herwanto, Rudi. 2015. Implementasi Manajemen Kelas Dalam Meningkatkan


Proses Belajar Mengajar Pendidikan Agama Islam di Madrasah
Tsanawiyah Negeri Turen Malang. Skripsi tidak diterbitkan. Malang :
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN.

Indrawan, Irjus. 2015. Pengantar Manajemen Sarana dan Prasarana Sekolah.


Yogyakarta : Deepublish.
Kompri. 2015. Manajemen Pendidikan 1. Bandung : Alfabeta
Nasution,iS. i2006. MetodeiResearchiPenelitianiIlmiah. Jakarta:iBumiiAksara.

Pratiwi, Yuli. 2017. Pengaruh Manajemen Kelas Terhadap Hasil Belajar Siswa di
Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Pedamaran Ogan Komering Ilir.
Skripsi tidak diterbitkan. Palembang : Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Raden Fatah

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006, tentang Standar


Isi. Diakses 20 Oktober 2018.

Prodjowijono, Suhartono. 2008. Manajemen Gereja : Sebuah Alternatif. Jakarta :


PT BPK Gunung

Saifuddin. 2018. Pengelolaan Pembelajaran Teoritis dan Praktis. Yogyakarta :


Deepublish.

Sugiarto, Eko. 2015. Menyusun Proposal Penelitian Kualitatif: Skripsi dan Tesis.
Yogyakarta: Suaka Media.
Surakhmad,iWinarno.i1994. PengantariPenelitianiIlmiah. Bandung: iTarsito.

Timotius, Kris H.2017. Pengantar Metodologi Penelitian, Pendekatan


Manajemen Pengetahuan untuk Perkembangan Pengetahuan. Yogyakarta:
Andi (Anggpta IKAPI).

Tita D.M. 2018. Hambatan-Hambatan Guru Dalam Pengelolaan Kelas Di Kelas


III SDN Sawojajar 3 Kecamatan Kedungkandang Kota Malang.Skripsi
tidak diterbitkan. Malang: FIP UM.
PENERAPAN PAPAN OPERASI PECAHAN SENILAI SEBAGAI MEDIA
PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI KELAS 4 SD

Oleh :

Mufidatuz Zuhro B7 PGSD

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pendidikan merupakan hal yang penting untuk mempersiapkan
masa depan bangsa. Pendidikan bisa didapatkan dimana saja dan kapan
saja, salah satunya dengan sekolah. Sesuai dengan UU No. 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 14 yang menyatakan bahwa
jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan
menengah dan pendidikan tinggi.
Seperti yang telah diketahui, pendidikan dimulai dari pendidikan
dasar yaitu jenjang sekolah dasar. Banyak sekali kendala yang dialami
guru saat mengajar siswa SD. Mulai dari kendala materi, gaya belajar
siswa yang berbeda, pemahaman siswa yang berbeda, dan sebagainya.
Untuk mempermudah proses pembelajaran di SD, guru harus bisa
menemukan ide-ide kreatif dan mengembangkannya agar bisa menjadi
media pembelajaran yang dapat mempermudah pemahaman siswa.
Menurut Brings dalam (Widyastuti, dkk, 2015) mengatakan bahwa media
pembelajaran adalah alat untuk memberikan perangsang bagi siswa supaya
terjadi proses belajar.
Ada banyak sekali mata pelajaran yang membutuhkan media
pembelajaran didalamnya. Salah satunya adalah matematika. Media yang
akan digunakan dalam pembelajaran pecahan senilai adalah “Papan
Operasi Pecahan Senilai. Media yang digunakan akan dibuat dengan
sesederhana mungkin untuk memudahkan siswa dalam memahami
pecahan senilai.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara kerja media pembelajaran papan pecahan senilai di
kelas 4 SD?
2. Bagaimana cara mengukur pemahaman siswa setelah menggunakan
media pembelajaran tersebut?
C. Tujuan penelitian
1. Agar siswa bisa memahami cara kerja media papan pecahan senilai
dan mempermudah belajar siswa.
2. Agar guru bisa menilai bagaimana perkembangan siswa setelah
menggunakan media papan pecahan senilai tersebut.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada
banyak pihak. Adapun kegunaan tersebut sebagai berikut.
1. Kegunaan bagi guru yang bersangkutan
Penelitian ini memiliki kegunaan bagi guru yang bersangkutan
antara lain :
a. Untuk mempermudah proses pembelajaran
b. Untuk mengefektifkan proses pembelajaran
c. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh media pembelajaran
kepada siswa
2. Kegunaan bagi guru lain
Selain untuk guru yang bersangkutan, penelitian ini juga memiliki
kegunaan untuk guru lain yaitu :
a. Sebagai bahan acuan dalam membuat media pembelajaran di
sekolah
b. Sebagai tambahan informasi untuk mengembangkan pembelajaran
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teori
1. Pecahan
a. Pengertian Pecahan
𝑎
Menurut Muklis (2017), pecahan adalah bilangan yang berbentuk 𝑏
1 1 7
dengan a disebut pembilang dan b disebut penyebut. Misalnya 2, 5, 12,
9
dan 20. Namun, lebih dari itubentuk pecahan tersebut dapat diubah ke

bentuk lain, seperti bentuk desimal, persen, atau permil.


Contoh :
1. 0,2; 1,5; dan 0,85 (bentuk desimal)
2. 5%, 20%, dan 67% (bentuk persen)
b. Cara Mudah Menyederhanakan Pecahan
Muklis (2017) mengatakan bahwa menyederhanakan pecahan yaitu
dengan cara membagi pembilang dan penyebut dengan faktor
persekutuan terbesar (FPB) atau dengan membagi faktor-faktornya
secara bertahap sampai tidak bisa dibagi lagi.
𝑎 𝑎:𝑚 𝑝
Rumusnya : 𝑏 = 𝑏:𝑚 = 𝑞
𝑝
Jika m adalah FPB dari a dan b maka 𝑞 adalah bentuk sederhana dari
𝑎
.
𝑏

Contoh :
10
1. Menyederhanakan 25

FPB dari 10 dan 25 adalah 5.


Sehingga 10 dan 25 dibagi dengan 5.
10 10:5 2
= 25∶5 = 5
25
10 2
Jadi bentuk sederhana dari 25 adalah 5.

Alternatif penyelesaian
Menyederhanakan pecahan bisa dengan membagi beruntun dengan
cara berikut.

Bagilah dari faktor terkecil yang bisa membagi pembilang dan


penyebutnya.

90 90:2 45 45:3 15 15:3 5


= 126:2 = 63 → 63:3 = 21 → 21:3 = 7
126

c. Cara Mudah Menentukan Pecahan Senilai


𝑎
Bentuk pecahan adalah dengan a disebut pembilang dan b
𝑏

disebut penyebut. Dua pecahan dikatakan senilai apabila kedua


pecahan tersebut memiliki perbandingan antara bilangan
1 2 3 4 5
pembilang dan penyebut sama. Bentuk 2, 4, 6, 8, dan 10 merupakan

bentuk pecahan yang senilai. Jadi, untuk membuat pecahan senilai


kalikan pembilang dan penyebut tersebut dengan bilangan yang
sama. (Muklis, 2017).
Contoh :
2
1) Tentukan tiga pecahan yang senilai dengan .
3

Caranya :
Kalikan pembilang dan penyebut dengan bilangan yang sama.
2 2𝑥2 4
=
3 3𝑥2
=6
2 2𝑥3 6
= =9
3 3𝑥3
2 2𝑥4 8
= 3𝑥4 = 12
3
2 4 6 8
Jadi, tiga pecahan yang senilai dengan 3 adalah 6, 9, dan 12
5
2) Tentukan tiga pecahan yang senilai dengan .
8

Caranya :
Kalikan pembilang dan penyebut dengan bilangan yang sama.
5 5𝑥2 10
= 8𝑥2 = 16
8
5 5𝑥5 25
= 8𝑥5 = 40
8
5 5𝑥7 35
8
= 8𝑥7 = 56
5 10 25 35
Jadi, tiga pecahan yang senilai dengan 8 adalah 16, 40, dan 56

2. Media Pembelajaran
a. Pengertian Media Pembelajaran
Media merupakan kata yang berasal dari bahasa Latin
medius, yang secara harafiah berarti “tengah”, “perantara” atau
“pengantar” (Arsyad, 2002; Sadiman, dkk., 1990). Oleh karena
itu, media dapat diartikan sebagai perantara. Media dapat berupa
sesuatu bahan (software) atau alat (hardware). Adapun menurut
Gerlach & Ely (dalam Arsyad, 2002), bahwa media jika dipahami
secara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang
membangun kondisi, yang menyebabkan siswa mampu
memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa guru, temana sebaya, fasilitas sekolah,
lingkungan sekolah, dan lain-lain merupakan media bagi siswa
dalam belajar.
b. Fungsi dan Manfaat Media Pembelajaran
Sadiman, dkk. (1990) menyampaikan fungsi media (media
pendidikan) secara umum, sebagai berikut :
i. Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat
visual;
ii. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan daya indra.
iii. Meningkatkan kegairahan belajar, contohnya yaitu
biasanya siswa akan lebih semangat belajar jika terdapat
media konkret dari materi yang mereka pelajari.
iv. Memberikan rangsangan yang sama, dapat menyamakan
pengalaman dan persepsi siswa terhadap isi pelajaran
Selain fungsi-fungsi sebagaimana telah diuraikan diatas,
media pembelajaran ini juga memiliki manfaat sebagai berikut:
a. Membuat konkrit konsep-konsep yang abstrak. Jadi
konsep-konsep yang bersifat abstrak menurut siswa itu
bisa menjadi lebih konkret dengan media pembelajaran
b. Bisa menampilkan segala hal tanpa bersifat
membahayakan, misalnya bisa mengetahui ikan hiu dari
gambar yang dibawa guru tanpa harus melihat ikan hiu
secara langsung.
c. Dapat menampilkan materi tanpa bingung memikirkan
bentuk dan ukuran.
d. Memperlihatkan gerakan yang cepat dan lambat tanpa
kesulitan.
e. Menumbuhkan motivasi belajar siswa karena mengajar
akan lebih menarik perhatian mereka.
f. Makna bahan pengajaran akan menjadi lebih jelas
sehingga dapat dipahami siswa dan memungkinkan
terjadinya penguasaan serta pencapaian tujuan pengajaran.
g. Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata
didasarkan atas komunikasi verbal.
h. Siswa lebih banyak melakukan aktivitas selama kegiatan
belajar, tidak hanya mendengarkan tetapi juga mengamati,
mendemonstrasikan, melakukan langsung, dan
memerankan.
Berdasarkan beberapa fungsu media pembelajaran yang
dikemukakan di atas, maka dapat disimpilkan bahwa
penggunaan media dalam kegiatan belajar mengajar memiliki
pengaruh yang besar terhadap alat-alat indera. Penggunaan
media pembelajaran juga berdampak pada pemahaman dan
pengetahuan siswa. Pebelajar yang belajar lewat
mendengarkan saja akan berbeda tingkat pemahaman dan
lamanya “ingatan” bertahan, dibandingkan dengan pebelajar
yang belajar lewat melihat atau sekaligus mendengarkan dan
melihat.
c. Klasifikasi Media Pembelajaran
Sejalan dengan perkembangan teknologi, Arsyad (2002)
mengklasifikasikan media atas empat kelompok yaitu:
1. Media hasil teknologi cetak
2. Media hasil teknologi audiovisual
3. Media hasil teknologi berbasis komputer
4. Media hasil teknologi cetak dan komputer
Seels dan Glasgow (dalam Arsyad, 2002) membagi media ke
dalam dua kelompok besar, yaitu:

1. Media tradisional
2. Media teknologi mutakhir
Dari beberapa pengelompokan media diatas, tampaknya
hingga saat ini belum terdapat suatu kesepakatan tentang
klasifikasi (sistem taksonomi) media yang baku. Dengan kata
lain, belum ada taksonomi media yang berlaku umum dan
mencakup segala aspeknya, terutama untuk suatu sistem
instruksional (pembelajaran).

d. Karakteristik Media Pembelajaran


Setiap media pembelajaran memiliki karakteristik tertentu,
yang dikaitkan atau dilihatt dari berbagai segi, misalnya, Schramm
(dalam Sadiman, dkk, 1990) melihat karakteristik media dari segi
ekonomisnya, lingkup sasaran yang dapat diliput, dan kemudahan
kontrolnya oleh pemakai (Sadiman, dkk., 1990). Karakteristik
media juga dapat dilihat menurut kemampuannya membangkitkan
rangsangan seluruh alat indera. Dalam hal ini, pengetahuan
mengenai karakteristik media pembelajaran sangat penting artinya
untuk pengelompokan dan pemilihan media. Kemp, 1975, (dalam
Sadiman, dkk., 1990) juga mengemukakan bahwa karakteristik
media merupakan dasar pemilihan media yang disesuaikan dengan
situasi belajar tertentu.
Arsyad (2002) mengklasifikasikan media pembelajaran
menjadi empat kelompok berdasarkan teknologi, yaitu: media
hasil teknologi cetak, media hasil teknologi audiovisual, media
hasil teknologi komputer, dan media hasil gabungan teknologi
cetak dan komputer. Masing-masing kelompok medai tersebut
memiliki karakteristik yang berbeda dan akan diuraikan sebagai
berikut.
1. Media hasil teknologi cetak.Karakteristik yang dimiliki,
yaitu : bersifat konkret, dapat mengatasi batasan ruang
dan waktu, dapat memperjelas suatu masalah dalam
bidang masalah apa saja, mendapatkannya serta
menggunakannya, terkadang memiliki ciri abstrakdan
mengandung pesan yang bersifat interpretatif.
2. Media hasil teknologi audiovisual. Karakteristiknya
yaitu : mampu mengatasi keterbatasan ruang dan waktu,
pesan/program dapat direkam dan diputar kembali
sesukanya, dapat mengembangkan daya imajinasi dan
merangsang partisipasi aktif pendengarnya, dapat
mengatasi masalah kekurangan guru, sifat komunikasinya
hanya satu arah, sangat sesuai untuk pengajaran musik
dan bahasa, dan pesan/informasi atau program terikat
dengan jadwal siaran (pada jenis media radio).
3. Media hasil teknologi komputer. Karakteristiknya
yaitu : dapat disebarkan ke seluruh siswa secara
bersamaan, penyajiannya berada dalam kontrol guru, cara
penyimpanannya mudah, dapat mengatasi keterbatasan
ruang, waktu dan indera, mampu menyajikan materi
secara menarik, dan mampu menyajikan teori secara
terpadu.
4. Media hasil gabungan cetak dan teknologi komputer.
Karakteristiknya yaitu : melibatkan pebelajar secara aktif
dalam pembelajaran, peran pengajar tidak terlalu
kelihatan tetapi yang menonjol adalah aktifitas interaksi
antar siswa, dapat memberikan umpan balik secara
langsung, bersifat luwes karena dapat dipakai untuk
berbagai tujuan pembelajaran dengan mudah, dan mampu
mengatasi keterbatasan pebelajar yang masih sulit belajar
dengan metode tradisional.
e. Pemilihan Media Pembelajaran
Dalam pemilihan ada beberapa pertimbangan atau kriteria
yang dapat digunakan agar dapat terpenuhi kebutuhan dan
tercapainya tujuan pembelajaran. Kriteria umum yang perlu
diperhatikan, diantaranya :
1. Tujuan pembelajaran
2. Kesesuaian dengan materi
3. Karakteristik siswa
4. Gaya belajar siswa
5. Lingkungan
6. Ketersediaan fasilitas pendukung
Sejumlah kriteria khusus lainnya dalam memilih media
pembelajaran yang tepat dapat dirumuskan dengan satu kata
ACTION, yaitu akronim dari Access, Cost, Tecnology,
Interactivity, Organization, dan Novelty. Kriteria ini dapat
dijelaskan sebagai berikut :
1. Akses
Kemudahan akses menjadi pertimbangan pertama dalam
memilih media.
2. Biaya
Biaya juga harus menjadi bahan pertimbangan, karena setiap
media pasti membutuhkan biaya yang berbeda-beda.
3. Teknologi
Mungkin saat memilih media kita akan tertarik dengan suatu
model media tertentu, tapi kita harus mempertimbangkan
bagaimana penggunaan medi tersebut.
4. Interaktif
Media yang baik adalah media yang dapat memunculkan
komunikasi dua arah atau interaktivitas.
5. Organisasi
Dukungan organisasi juga merupakan pertimbangan penting
dalam memilih media.
6. Novelty
Kebaruan atau update media yang akan juga dipilih juga harus
banyak dipertimbangkan.
Beberapa pertimbangan diatas memungkinkan guru untuk
mengembangkan dan menggunakan media pembelajaran yang
“mudah digunakan dan dapat menyampaikan informasi yang
cepat denagn kualitas yang baik dan murah”. Guru perlu
bersifat kreatif dalam mengembangkan ide-ide dan
memanfaatkan sumber daya yang ada di lingkungan sekitar
untuk menghasilkan proses belajar yang berkualitas.

BAB III

METODOLOGI

A. Pendekatan Penelitian dan Metode Penelitian


Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut
Sukmadinata dalam (Rukajat, 2018) penelitian kualitatif adalah penelitian
yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis suatu fenomena,
aktivitas sosial, sikap, peristiwa, kepercayaan dan presepsi pemikirna
orang secara individu maupun kelompok.Pada pendekatan kualitatif, peran
peneliti sangat penting karena penelitian kualitatif tidak hanya menyajikan
masalah yang ada dimuka saja tetapi juga faktor dibelakang masalah
tersebut.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian
deskriptif. Menurut (Sukmadinata, 2007) mengatakan bahwa penelitian
deskriptif sangat penting salam bidang pendidikan karena
mendeskripsikan fenomena kegiatan pendidikan, pembelajaran dan
implementasi kurikulum dalam berbagai jenjang pendidikan. Jadi metode
penelitian deskriptif ini sangat efektif untuk mendeskripsikan fenomena
yang ada baik yang bersifat alamiah maupun rekayasa.
B. Kehadiran Peneliti
Pada penelitian ini, peneliti datang langsung ke lapangan untuk
mencari informasi dan observasi langsung saat kegiatan pembelajaran
dilaksanakan.
C. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SDN Blimbing 2 yang terletak di jalan
Laksda Adi Sucipto gang SD no. 12 Blimbing, Kota Malang. Penelitian
difokuskan pada proses pembelajaran matematika bab pecahan senilai di
kelas 4 SDN Blimbing 2.
Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2018 saat kegiatan
magang 1 Universitas Negeri Malang.

D. Sumber Data
Data yang diperoleh untuk penelitian ini bersumber dari
wawancara guru dan observasi langsung yang dilaksanakan di kelas 4
SDN Blimbing 2.
DAFTAR RUJUKAN

Arsyad, Azhar. 2002. Media Pembelajaran. Jakarta : PT RajaGrafindo Persada.


Jalmur, N. (2016). Media dan Sumber Pembelajaran. Jakarta : Kencana.

Khoerunnisa, Ria. (2015). Buku Pintar Pendalaman Materi SD Kelas 4, 5, 6:


Matematika & IPA Terpadu Dikupas Tuntas Hingga Ke Akar -
Akarnya. Lembar Langit Indonesia.

Muklis. (2017). Kumpulan Materi dan Rumus Matematika SD/MI Kelas 4, 5, 6.


Gramedia Widiasarana Indonesia.

Rukajat, A. (2018). Pendekatan Penelitian Kualitatif (Qualitative Research

Approach). Deepublish.

Sadiman dkk. 1990. Media Pendidikan Pengertian, Pengembangan dan


Pemanfaatannya. Jakarta : Postekkom dan PT. Raja Gorafindo Persada.

Sukmadinata, N. S. (2007). Metode penelitian. Bandung: PT Remaja Rosda

Karya.

Susilana, Rudi &. Cepi Riyana. (2009). MEDIA PEMBELAJARAN:


Hakikat,Pengembangan,Pemanfaatan,dan Penilaian. CV.Wacana Prima.

Untoro, Joko. 2012. Genius Matematika Kelas 4 SD. Jakarta : WahyuMedia

Widyastuti, dkk. (2015). Ragam Model Pembelajaran di Sekolah Dasar (Edisi ke-
2). UPI Sumedang Press.
PENINGKATAN HASIL BELAJAR PADA SISWA KELAS 5
SEMESTER GENAP MENGGUNAKAN METODE
GABUNGAN RESITASI & TANYA JAWAB TEMA 8 SUB
TEMA 2 PEMBELAJARAN 3

Oleh:
Muhammad Irfan A B7 PGSD

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH
Pendidikan adalah alat yang dapat digunakan untuk meningkatkan
sumberdaya manusia.Pendidikan adalah investasi dalam pengembangan
sumberdaya manusia dimana peningkatan keahlian dan kemampuan dapat
menjadi salahsatu faktor pendukung dalam menjalani kehidupan.Oleh karena itu
pendidikan perlu di perbaiki dan kembangkan karena pendidikan yang berkualitas
dapat meningkatkan kualitas suatu bangsa.

Tujuan pendidikan nasional menurut UU No.20 Tahun 2003 adalah untuk


berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.Mutu pendidikan di Indonesia perlu ditingkatkan agar tujuan pendidikan
nasional dapat tercapai.Mutu pendidikan dapat di lihat dari beberapa aspek salah
satunya keberhasilan siswa dalam memahami dan dapat mengaplikasikan materi
yang dipelajari di sekolah.Kurangnya mutu pendidikan di Indonesia dapat di lihat
dari angka mengulang di tiap satuan pendidikan terutama tingkat sekolah dasar,
dalam Rangkuman Statistik Persekolahan disebutkan banyaknya siswa mengulang
di sekolah dasar sebanyak 370.116 siswa dari total 25.486.506 siswa pada tahun
ajaran 2017/2018 (Kemendikbud,2018)
Selain karena kurangnya tingkat pemahaman siswa terhadap materi tingkat
mengulang siswa dapat dipengaruhi faktor-faktor lain yaitu kurang tepatnya
metode mengajar yang diterapkan oleh guru sehingga siswa sulit memahami apa
yang ingin disampaikan oleh guru. guru masih cenderung menggunakan model
ceramah dalam mengajarkan materi.Dalam Abbudin(2009.182) disebutkan
kelemahan dari metode ceramah yaitu kurang melatih kreatifitas peserta didik,
cenderung verbalisme dan kurang merangsang.Hal ini menyebabkan siswa
menjadi kurang tertarik dengan materi yang sedang disampaikan, siswa lebih
cenderung diminta untuk mencatat apa yang di sampaikan guru dan menjawab
pertanyaan yang di sampaikan oleh guru melalui ceramah tanpa melibatkan siswa
untuk aktif dalam mengemukakan pendapat untuk melakukan tanya jawab tentang
apa yang mereka ketahui dan belum mereka ketahui.

Seorang pendidik harus bisa membelajarkan siswa untuk memahami dan


mampu mengaplikasikan materi menggunakan berbagai cara atau metode, salah
satu metode yang dapat digunakan adalah metode resitasi atau pemberian tugas
dan metode tanya jawab.

Metode Resitasi adalah cara mengajar yang dilakukan dengan cara


memberi tugas tertentu kepada siswa untuk mengerjakan tugas tersebut diluar jam
pelajaran.Pelaksanaannya bisa dirumah,perpustakaan dll, dan hasilnya
dipertanggung jawabkan (Darmadi,2017.194)

Metode Tanya jawab adalah bentuk penyajian materi pelajaran dengan


bentuk pertanyaan dari guru kepada siswa, tetapi dapat pula dari siswa kepada
guru,Yang bersumber ats rasaingin tahu siswa terhadap suatu materi
(Darmadi,2017.200).Dijelaskan oleh Sudirman dalam (Darmadi,2017.200)Metode
Tanya jawab dapat dijadikan pemicu dan pembuka jalan bagi siswa untuk
mengadakan penelusuran lebih (dalam rangka belajar) kepada berbagai sumber
belajar.

Penggunaan metode tersebut didasarkan atas kelebihan metode resitasi


tersebut yaitu untuk merangsang siswa belajar setelah jam pelajaran berakhir,
dapat mengembangkan kemandirian siswa, melatih siswa untuk mencari, dan
mengolah informasi sendiri, mendalami,dan memperluas pemahaman tentang
materi yang telah disampaikan oleh guru (Darmadi,2017.198).Sedangkan
kelebihan dari metode tanya jawab adalah kelas menjadi lebih aktif karena banyak
melakukan komnikasi antara murid dengan guru maupun sebaliknya melalui
pertanyaan dan tanggapan, guru dapat mengetahui sejauh mana tingkat
pemahaman siswa terhadap materi yang akan atau telah disampaikan
(Krissandi.dkk,2017.25).Dengan penggunaan kedua metode di atas diharapkan
peserta didik lebih memahami materi dan berdampak baik pada hasil belajar
mereka.

Penggunaan metode tanyajawab bersamaan dengan metode resitasi


dimaksudkan untuk meinimalisir kekurangan dari metode resitasi yakni sulit
mengetahui apakah siswa mengerjakan sendiri tugas yang diberikan ataukah
dikerjakan oleh orang lain.Di harapkan metode tanyajawab dapat di gunakan
untuk mengetahui apakah siswa benar-benar mengerjakan tugas tersebut ataukah
dikerjakan oleh orang lain.

Penelitian ini dilakukan pada kelas 5 sekolah dasar atas dasar dari teori
perkembangan kognitiv jean piaget pada tehap operasional formal yang dalam
(Susanto,2013.77) dijelaskan bahwa ada tahap ini anak sudah masuk usia remaja
dan mampu menggunakan dua macam kemampuan kognitif baik bersamaan
maupun bergantian.Misalnya merumuskan suatu gagasan atau pernyataan dan
menggunakan prinsip-prinsip abstrak .

Setelah dilakukan penelitian ini diharapkan hasil belajar siswa dapat


bertambah baik dari sebelumnya dan mengurangi angka mengulang di tingkat
sekolah dasar.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Dari tujuan penelitian diatas dapat di ambil satu masalah baru yaitu,
apakah metode resitasi dan tanya jawab meningkatkan hasil belajar siswa?

1.3 TUJUAN PENELITIAN


Tujuan diadakannya penelitian ini adalah untuk 1)meningkatkan hasil
belajar siswa menggunakan metode rasitasi dan tanya jawab 2)Menganalisis
peningkatan kemampuan siswa

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Dalam kegiatan belajar mengajar pasti akan menghasilkan sesuatu yang


berupa capaian yang didapat siswa.Capaian inilah yang disebut hasil belajar,
sebelum membahas tentang hasil belajar hendaknya kita ketahui terlebih dahulu
pengertian belajar.

Belajar adalah suatu aktivitas yang dilakukan seseorang untuk


memperoleh suatu fakta, konsep, pemahaman, atau pengetahuan baru sehingga
setelah belajar dimungkinkan terjadinya perubahan perilaku yang baik dalam
berfikir, maupun dalam bertindak (Susanto,2013.4) sedangkan menurut
Lefudin(2017.04) Belajar adalah suatu proses dan aktivitas yang mampu
mengubah perilaku seseorang terhadap dirinya sendiri.Dari pengertian diatas
dapat disimpulkan bahwa belajar adalah kegiatan yang dilakukan seseorang secara
sadar dengan tujuan mendapat pemahaman, dan pengetahuan baru yang
menyebabkan perubahan perilaku pada dirinya sendiri.

Dalam belajar tentunya seorang siswa melewati proses pembelajaran yang


ada di sekolah maupun diluar sekolah yang didefinisakan oleh Gagne dan Brigss
dalam (Lefudin.2017) adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu proses
belajar siswa, yang berisi rangkaian peristiwa yang dirancang, dam disusun untuk
mendukung terjadinya proses belajar siswa yang bersifat internal.Lalu definisi
menurut Dimyati dan Mudjiono dalam (Lefudin.2017) pembelajaran adalah
kegiatan guru secara terprogram, untuk membuat siswa belajar secara aktif, yang
menekankan pada penyediaan sumber belajar.Tentunya pembelajaran yang baik
adalah yang dapat membuat siswa aktif dalam mendapatkan pengetahuan baru
ataupun memperkuat pengetahuan yang telah ia miliki.
Setelah siswa melalui proses pembelajaran siswa akan mendapatkan
pengetahuan baru yang dapat pula disebut hasil belajar.”Hasil belajar adalah
perubahan-perubahan yang terjadi pada diri siswa, baik menyangkut aspek
kognitif, afektif, dan psikomotorik sebagai hasil dari kegiatan belajar” Susanto
(2013.05), sementara itu menurut Nawawi dalam Susanto(2013.05) hasil belajar
adalah tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran disekolah
yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes mengenai sejumlah
materi tertentu.Hasil belajar inilah yang nantinya akan menjadi salah satu penentu
bagi siswa apakah naik kelas atau tidak, hasil belajar juga mencerminkan tingkat
pemahaman siswa dan tepat atau tidaknya cara guru membelajarkan siswa.

Agar semua kegiatan belajar siswa dapat berjalan dengan lancar dan
mendapat hasil yang baik maka kegiatan tersebut harus dibantu dengan berbagai
metode pembelajaran.Penggunaan metode pembelajaran dimaksudkan untuk
melaksanakan rencana yang sudah disusun dalam bentuk nyata, praktis, dan
efisien untuk mencapai tujuan pembelajaran (Rofa’ah,2016).Dalam kegiatan
pembelajaran terdapat banyak metode yang dapat digunakan diantaranya adalah
metode resitasi/penugasan dan metode tanya jawab. Metode Resitasi adalah
sebuah cara penyampaian materi yang dilakukan dengan cara memberi tugas
tertentu kepada siswa untuk mengerjakan tugas tersebut diluar jam
pelajaran.Pelaksanaan tugasnya bisa dirumah, perpustakaan dll, dan hasilnya
dapat dipertanggung jawabkan (Darmadi,2017.194).

Sedangkan metode tanya jawab adalah adalah bentuk penyampaian materi


pelajaran dengan bentuk pertanyaan dari guru kepada siswa, tetapi dapat pula dari
siswa kepada guru,Yang bersumber atas rasa ingin tahu siswa terhadap suatu
materi yang belum di pahaminya atau mengkonfirmasi materi dan ppengetahuan n
yang telah dimiliki (Darmadi,2017.200) Dijelaskan oleh Sudirman dalam
(Darmadi,2017.200)Metode Tanya jawab dapat dijadikan pemicu dan pembuka
jalan bagi siswa untuk mengadakan penelusuran lebih (dalam rangka belajar)
kepada berbagai sumber belajar.
Kedua metode diatas memiliki kelebihan dan kekurangan masing-
masing.Dalam(Darmadi,2017.198)di sebutkan kelebihan dan kekurangan dari
metode reitasi. Kelebihan dari metode resitasi yaitu :

1. untuk merangsang siswa belajar setelah jam pelajaran berakhir.

2. dapat mengembangkan kemandirian siswa.

3. melatih siswa untuk mencari, dan mengolah informasi sendiri, mendalami,dan


memperluas pemahaman tentang materi yang telah disampaikan oleh guru.

Kelemahannya adalah :

1. sulit mengetahui apakah siswa mengerjakan sendiri tugas yang diberikan


ataukah dikerjakan oleh orang lain.

2. sulit memberikan tugas yang sesuai dengan perbedaan individu.

Untuk metode tanya jawab seperti yang disebutkan dalam(Krissandi.dkk,2017.25)

kelebihannya adalah :

1. kelas menjadi lebih aktif karena banyak melakukan komnikasi antara murid
dengan guru maupun sebaliknya melalui pertanyaan dan tanggapan,

2. guru dapat mengetahui sejauh mana tingkat pemahaman siswa terhadap materi
yang akan atau telah disampaikan

kelemahan dari metode tersebut adalah

1. terkadang pembelajaran melenceng dari tema,

2. membutuhkan waktu banyak jika banyak pertanyaan yang di ajukan, tidak


semua pembelajaran dapat dilakukan tanya jawab

Penerapan metode diatas dilakukan pada kelas 5 sekolah dasar karena


berdasarkan teori perkembangan kognitif jean piaget yang dijelaskan dalam
Susanto(2013,77) bahwa tahap perkembangan kognitiv pada anak dibagi menjadi
4 fase yakni :
1. Tahap sensori motorik (0-2 tahun) pada tahap ini anak masih dalam tahap yang
paling awal dimana anak masih hanya menggunakan alat-alat indranya dan
kemampuan geraknya terbatas.

2. Tahap pra-operasional (2-7 tahun) pada tahap ini kemampuan kognitiv anak
masih terbatas, mereka biasanya meniru perilaku orang lain untuk dipelajari.Anak
mulai dapat menggunakan kata-kata dengan tepat dan rasa ingin tahu anak jga
tinggi.Oleh karena itu alangkah baiknya pada tahap ini orang tua atau guru
memberikan contoh yang baik.

3. Tahap operasional konkret (7-11 tahun) pada tahap ini anak sudah mampu
mengurutkan dan mengklasifikasikan benda-benda,anak juga mampu melihat
sesuatu dari sudut pandang orang lain.

4. Tahap operasional formal (11-15 tahun) anak sudah masuk usia remaja mampu
berfikir abstrak dan mampu menggunakan dua macam kemampuan kognitif baik
bersamaan maupun bergantian, anak juga memiliki kemampuan menalar yang
baik.Misalnya merumuskan suatu gagasan atau pernyataan dan menggunakan
prinsip-prinsip abstrak .

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 JENIS PENELITIAN

Penelitian ini berjenis PTK(Penelitian Tindakan Kelas) yaitu jenis


penelitian yang biasanya dilakukan oleh guru untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran di kelas yang guru tersebut bina.Dalam Suharsimi(2012,3) di
sebutkan bahwa Penelitian Tindakan Kelas adalah tindakan pencermatan pada
kegiatan belajar yang sengaja dimunculkan oleh guru dan tindakan tersebut
dilakukan oleh siswa dengan arahan.Sedangkan oleh Ali(2014,185) Penelitian
Tindakan Kelas didefinisikan sebagai aplikasi khusus riset tindakan yang
dilakukan untuk memperbaiki atau meningkatkan kualitas pembelajaran
dikelas.Dari pemaparan diatas dapat di ambil kesimpulan bahwa Penelitian
Tindakan Kelas adalah tindakan yang dilakukan oleh guru berupa pencermatan
pada kegiatan pembelajaran tindakan tersebut diberikan atau dilakukan oleh siswa
dengan arahan dari guru guna meningkatkan kualitas pembelajaran.

Penelitian Tindakan Kelas dibagi menjadi beberapa tahap, dalam


Suharsimi(2012) disebutkan ada 4 tahap pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas
yakni :

1.Menyusun rancangan (planning)

2.Pelaksanaan (acting)

3.Pengamatan (observing)

4.Refleksi (reflecting)

Pada penelitian kali ini hanya digunakan sampai tahap ketiga yakni tahap
pengamatan.

3.1.1 Planing

1. Setting Penelitian

a. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kelas V SDN …

b. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada Semester 2 Tahun ajaran 2018/2019,yakni pada


tanggal… januari 2019

c. Siklus PTK

PTK ini dilakukan melalui dua siklus untuk melihat peningkatan hasil belajar
pada tema 8 sub tema 2 pembelajaran 3

2. Subjek Penelitian

Subjek dari penelitian ini adalah siswa kelas V semester genap SDN…,
satu kelas terdiri dari… siswa, terdiri dari… siswa laki-laki dan … siswa
perempuan.Penelitian dilakukan pada kelas V dikarenakan pada kelas V siswa
sudah mampu berfikir abstrak sehingga diharapkan mampu melaksanakan
penugasan melalui metode resitasi dengan baik.

3. Membuat rencana pelaksanaan pembelajaran dengan memasukkan metode


resitasi dan tanya jawab didalamnya sebagai metode belajar.

4. Menyiapkan media pembelajaran yang dibutuhkan

5. Membuat lembar pengamatan

6. Menyusun lembar kegiatan siswa

3.1.2 Acting

Pelaksanaan dilakukan

3.1.3 Observing

Menganati atau mengobservasi kegiatan pembelajaran dan hasil belajar


yang telah diberikan treatment berupa metode resitasi dan tanya jawab dan
membandingkan dengan pembelajaran da hasil belajar yang menggunakan metode
selain resitasi dan tanya jawab.

3.2 METODE PENGUMPULAN DATA

Dalam penelitian kali ini teknik pengumpulan data menggunakan


kuesioner,wawancara,dan observasi

Metode kuesioner adalah teknik pengumpulan data dengan memberikan


pertanyaan-pertanyaan untuk dijawab oleh responden, dijelaskan dalam Ali(2014)
kuesioner adalah teknik pengupulan data yang berupa daftar pertanyaan dan
berbagai alternatif jawaban yang dibuat secara tertulis.Dalam penelitian kali ini
kuesioner dilakukan setelah pemberian tugas kepada siswa sebagai bahan evalusai
tentang apa yang telah siswa pelajari dapat di gunakan setelah tugas selesai untuk
mengecek apakah tugas tersebut dikerjakan sendiri atau tidak atau sebagai
ulangan harian.Kuesioner dalam penelitian ini berupa pertanyaan-pertanyaan yang
berhubungan dengan tugas yang telah diberikan.
Wawancara adalah salahsatu bentuk pengumpulan data berupa pengajuan
pertanyaan-pertanyaan yang digunakan untuk pengumpulan data berskala nominal
dan data kualitatif, Ali(2014).Dalam penelitian ini metode belajar tanya jawab
sudah termasuk wawancara karena sama-sama berfungsi sebagai pengumpul data
tentang apa yang telah dipelajari siswa.

Metode lain yang juga digunakan dalah obeservasi, metode ini digunakan
dengan cara terjun langsung di lapangan untuk melakukan pengamatan yang
dilakukan saat kegiatan pembelajaran berlangsung dan setelah tugas terselesaikan
oleh siswa, sehingga apa yang dipelajari siswa dapat dipantau secara
langsung.Dijelaskan oleh Ali(2014) metode observasi adalah tekni pengumpulan
data yang dilakukan melalui pengamatan secara cermat dan teliti.Penggunaan
metode observasi dimaksudkan agar peneliti melihat lagsung atau mengamati
langsung jalannya penelitian bukan hanya mendapa data dari orang lain.

3.3 TEKNIK ANALISIS DATA

Analisis data menggunakan gabungan kualitatif dan kuantitatif dimana


analisis kualitatif digunakan untuk mendeskripsikan hasil pengamatan,
wawancara, dan mendeskripsikan perbandingan hasil belajar setelah digunakan
metode resitasi dan wawancara dan sebelum menggunakan metode
tersebut.Analisis kuantitaif digunakan untuk manghimpun nilai per-individu dari
kuesioner dan tanya jawab, membandingkannya lalu mencari rata-rata nilai kelas
sehingga dapat diketahui perubahan nilai sebelum menggunakan metode resitasi
dan tanya jawab dan setelahnya
Daftar pustaka
Ali Mohammad.dkk,2014.Metodologi dan Aplikasi Riset Pendidikan.Jakarta :
Bumi Aksara
Arikunto Suharsimi.dkk,2012.Penelitian Tindakan Kelas.Jakarta : Bumi Aksara
Damardi H.2017.Pengembangan Model dan Metode Pembelajaran Dalam
Dnamika Belajar Siswa.Yogyakarta : DeepPublish
Krissandi Apri Damai S,dkk,2017.Pembelajaran Bahasa Indonesia Untuk
SD(Pendekatan dan Teknis).Jakarta : Media Maxima
Lefudin.2017.Belajar dan Pembelajaran Dilengkapi dengan Model
Pembelajaran, Strategi Pembelajaran, dan Metode
Pembelajaran.Yogyakarta:DeepPublish
Nata Abuddin.2009.Perspektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran.
Jakarta:Kencana
Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan.2018.Rangkuman Statistik
Persekolahan.Jakarta : Kemendikbud
Rofa’ah,2016.Pentingnya Kompetensi Guru Dalam Kegiatan Pembelajaran
Dalam Perspektif Islam.Yogyakarta : DeepPublish
Susanto Ahmad.2013.Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekoah Dasar.Jakarta :
Prenamedia Groub
Tolchah Moch.2015.Dinamika Pebdidikan Islam Pasca Orde Baru.Yogyakarta :
Pelangi Aksara
Analisis Sikap Disiplin Siswa Pada Pembelajaran Tematik
Sekolah Dasar Kelas 2

Oleh :

Mutimatul Lailiyah B7 PGSD

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kata disiplin adalah sebuah kata yang tidak asing dalam kehidupan sehari-
hari. Kata ini sudah memasyarakat. Entah di Sekolah, di kantor, di rumah, atau
dalam bepergian dan sebagainya. Disiplin adalah suatu tata tertib yang dapat
mengatur tatanan kehidupan pribadi dan kelompok. Disiplin sebagai upaya
mengendalikan diri dan sikap mental individu atau masyarakat dalam
mengembangkan kepatuhan dan ketaatan terhadap peraturan dan tata tertib
berdasarkan dorongan dan kesadaran yang muncul dari dalam hatinya (Tu’u,
2004:32).
Disiplin merupakan kunci sukses bagi kegiatan belajar siswa di sekolah,
karena dengan disiplin maka setiap siswa akan menciptakan rasa nyaman serta
aman belajar bagi dirinya sendiri, sekaligus bagi siswa lain yang berada di
lingkungan sekolah. Disiplin tentu tidak akan muncul begitu saja pada diri siswa
tanpa didasari dengan penegakan peraturan yang efektif oleh pihak guru sekolah,
melalui penegakan peraturan yang berupa tata tertib sekolah secara baik dan
benar.
Menurut T. Raka Joni (1996) bahwa pembelajaran terpadu/tematik
merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan siswa secara
individual maupun kelompok aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep
serta prinsip keilmuan secara holistik, bermakna, dan autentik.
Hasil observasi yang peneliti lakukan saat tanggal 23 Juli 2018, tentang
kedisiplinan siswa pada proses pembelajaran kelas 2 di SDN Kiduldalem 2
Malang sangat beraneka ragam. Pelanggaran yang dilakukan oleh siswa di SDN
Kiduldalem 2 Malang terhadap peraturan yang berupa tata tertib sekolah beraneka
ragam seperti siswa menyontek, berkelahi, tidak menggunakan atribut sekolah
dengan lengkap, membuang sampah sembarangan, terlambat datang ke sekolah
dan lain-lain. Perilaku menyimpang siswa seperti halnya yang telah disebutkan
tidak lain adalah hasil dari kurangnya sikap disiplin siswa di sekolah dan
penegakan peraturan yang bisa dikatakan mungkin kurang efektif. Hal tersebut
mengakibatkan terjadinya berbagai macam pelanggaran terhadap peraturan dan
tata tertib yang berlaku di sekolah yang tentunya itu akan sangat mempengaruhi
kenyamanan dan keamanan siswa dalam belajar baik bagi si pelanggar maupun
bagi siswa lain yang berada di lingkungan sekolah. Berdasarkan pemaparan
tersebut penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang
kedisiplinan siswa di sekolah yang dilakukan di SD Negeri Kiduldalem 2 Malang
dalam kegiatan sehari-hari di sekolah, maka penulis melakukan penelitian dengan
judul “ Analisis Sikap Disiplin Siswa Pada Proses Pembelajaran Tematik
Sekolah Dasar Kelas 2”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah yang telah ditemukan maka
permasalahan secara umum penelitian ini adalah:
1. Bagaimana sikap disiplin siswa pada proses pembelajaran tematik kelas 2
di SDN Kiduldalem 2 Malang?
2. Apa yang mempengaruhi sikap disiplin siswa pada proses pembelajaran
tematik kelas 2 di SDN Kiduldalem 2 Malang ?

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan di atas, maka tujuan
yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Menganalisis bagaimana sikap disiplin siswa pada proses pembelajaran
tematik kelas 2 di SDN Kiduldalem 2 Malang
2. Menganalisis Apa yang mempengaruhi sikap disiplin siswa pada proses
pembelajaran tematik kelas 2 di SDN Kiduldalem 2 Malang

1.4 Manfaat Penelitian


a. Dengan penelitian ini guru diharapkan mampu memahami, menambah
pengetahuan dalam upaya meningkatkan pemahaman kedisplinan siswa
dan guru bisa menerapkannya dalam proses pembelajaran di kelas kepada
siswa
b. Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi siswa untuk
meningkatkan pemahaman dan dapat melaksanakan kedisiplinan dalam
proses pembelajaran di kelas.

1.5 Ruang lingkup dan keterbatasan penelitian


1. Ruang Lingkup Objek
Objek penelitian ini adalah : penguasaan konsep diri siswa di sekolah,
penegakan peraturan, tingkat kedisiplinan pada pembelajaran tematik
2. Ruang Lingkup Subjek
Ruang lingkup subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas 2 di SDN
Kiduldalem 2 Malang
3. Ruang Lingkup Tempat
Penelitian ini dilaksanakan di SDN Kiduldalem 2 Malang

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan teori


1. Pengertian Disiplin Siswa
Disiplin adalah mengikuti dan mentaati peraturan, nilai dan hukum yang
berlaku (Tu’u, 2004:33). Disiplin sebagai upaya mengendalikan diri dan sikap
mental individu atau masyarakat dalam mengembangkan kepatuhan dan ketaatan
terhadap peraturan dan tata tertib berdasarkan dorongan dan kesadaran yang
muncul dari dalam hatinya (Tu’u, 2004:32).
Menurut Tu’u (2004:33) disiplin dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Mengikuti dan mentaati peraturan, nilai dan hukun yang berlaku
2. Pengikutan dan keataatan tersebut terutama muncul karena adanya
kesadaran diri bahwa hal itu berguna bagii kebaikan dan keberhasilan
dirinya. Dapat juga muncul karena rasa takut, tekanan,, paksaan dan
dorongan dari luar dirinya.
3. Sebagai alat pendidikan untuk mempengaruhi, mengubah, membina
dan membentuk perilaku sesuai dengan nilai-nilai yang ditentukan dan
diajarkan.
4. Hukuman yang diberikan bagi yang melanggar ketentuan yang
berlaku, dalam rangka mendidik, mellatih, mengendalikan dan
memperbaiki tingkah laku
5. Peraturan-peraturan yang berlaku sebagai pedoman dan ukuran yang
berlaku.
Dari beberapa penjelasan tentang pengertian kedisiplinan di atas, peneliti
mempunyai kesimpulan bahwa disiplin merupakan suatu kondisi yang terbentuk
melalui proses pembiasaan dari serangkaian perilaku yang menunjukkan nilai-
nilai ketaatan terhadap peraturan.

Belajar dapat didefenisikan sebagai suatu usaha atau kegiatan yang


bertujuan mengadakan perubahan di dalam diri seseorang mencakup perubahan
tingkah laku, sikap,kebiasaan, ilmu pengetahuan, keterampilan dan sebagainya
(Mudzakir, 1995:34). Belajar adalah perubahan sikap individu dalam kebiasaan,
pengetahuan dan sikap, Roestiyah dalam Hasnawati (2006:6). Dari pengertian
tersebut dapat diambil kesimpulan belajar adalah suatu usaha, perbuatan yang
dilakukan untuk mempelajari sesuatu baru yang belum pernah diketahui dan
upaya individu untuk mendapat pengetahuan,ketrampilan, dan sikap serta nilai-
nilai yang terjadi pada individu.
Jadi dapat disimpulkan bahwa disiplin belajar adalah mentaati peraturan
yang berlaku dalam kegiatan belajar untuk mendapat pengetahuan,ketrampilan,
dan sikap serta nilai-nilai yang terjadi pada individu.mencakup perubahan tingkah
laku, sikap, kebiasaan, ilmu pengetahuan, keterampilan dan sebagainya untuk
mencapai tujuan belajar.

2.Macam-macam Disiplin
Menurut Hadisubrata (dalam Tu’u 2004:44) mengatakan bahwa disiplin ada 3
macam yaitu :
1. Disiplin otorian
Dalam disiplin otorian, peraturan dibuat sangat ketat dan rinci. Orang yang
melaksanakan disiplin ini di minta untuk menaati peraturan yang berlaku di
tempat tersebut. Apabila gagal dalam melakukannya maka akan mendapat sanksi
atau hukuman berat,dan apabila sudah mematuhi peraturan maka sudah dianggap
sudah melakukan kewajiban.
2. Disiplin permisif
Dalam disiplin ini seseorang dibiarkan bertindak sesuai keinginannya.
Kemudian dibebaskan untuk mengambil keputusan sendiri dan bertindak sesuai
dengan keputusan yang diambilnya. Yang melanggar peraturan tidak akan di beri
sanksi. Dampak dari disiplin ini akan kebingungan dan bimbang karena tidak
mengetahuimana yang dilarang dan tidak dilarang.
3. Disiplin demokratis
Pendekatan disiplin demokratis dilakukan untuk membantu anak-anak
dalam memahami mengapa diharapkan menaati peraturan yang ada. Disiplin ini
menekankan pada aspek edukatif atau pembelajaran bukan hukuman. Hukuman
diberikan pada seseorang yang melanggar atau menolak tata tertib. Tetapi untuk
hukuman digunakan mengoreksi,menyadarkan dan mendidik. Bagi yang berhasil
mematuhi peraturan akan diberi penghargaan atau pujian. Disiplin ini bertujuan
untuk kesadaran dan tanggng jawab seseorang.

3. Perlunya Disiplin
Disiplin diperlukan oleh siapa pun dan dimana pun. Hal itu disebabkan
dimana pun seseorang berada, disana selalu ada peraturan atau tata tertib. Jadi
manusia mustahil hidup tanpa disiplin. Manusia memerlukan disiplin dalam
hidupnya dimana pun berada. Tulus Tu’u (2004:37) mengatakan “disiplin
berperan penting dalam membetuk individu yang berciri keunggulan”. Disiplin itu
penting karena alasan berikut ini:
1) Dengan disiplin yang muncul karena kesadaran diri, siswa berhasil dalam
belajarnya. Sebaliknya, siswa yang kerap kali melanggar ketentuan sekolah pada
umumnya terhambat optimalisasi potensi dan prestasinya.

2) Tanpa disiplin yang baik, suasana sekolah dan juga kelas, menjadi kurang
kondusif bagi kegiatan pembelajaran. Secara positif, disiplin memberi dukungan
lingkungan yang tenang dan tertib bagi proses pembelajaran.

3) Orang tua senantiasa berharap di sekolah anak anak dibiasakan dengan norma-
norma, nilai kehidupan dan disiplin. Dengan demikian, anak-anak dapat menjadi
individu yang tertib, teratur dan disiplin.

4) Disiplin merupakan jalan bagi siswa untuk sukses dalam belajar dan kelak
ketika bekerja. Kesadaran pentingnya norma, aturan, kepatuhan dan ketaatan
merupakan prasyarat kesuksesan seseorang.

4.Strategi Disiplin sekolah


Menurut Hurlock (1980:166) ada empat hal yang perlu diperhatikan dalam
penerapan disiplin pada anak yang merupakan strategi disiplin, yaitu:
1. Bantuan dalam mendasarkkan kode moral. Dalam kasus anak yang lebih
besar, pengajaran mengenai benar dan salah sepantasnya menekankan
alasan mengapa pola prilaku tertentu diterima dan mengapa pola lain tidak
diterima dan sepantasnya diserahkan untukk menolong anak memperluas
konsep tertentu menjadi konsep yang lebih luas, lebih abstrak.
2. Ganjaran seperti pujian atau perlakuan secara khusus karena berhasil
mengatasi situasi sulit dengan baik mempunyai nilai pendidikan yang kuat
jika pujian dan perlakuan khusus menunjukkan pada anak bahwa ia
bertindak benar dann juga tidak mendorong anak untuk mengulang
perilaku yang baik. Bagaimanapun juga, jikalau pujian dan perlakuan
khusus harus sesuuai dengan usia dan tingkat perkembangan anak.
3. Hukuman, seperti ganjaran hukuman harus sesuai dengan perkembangan
dan harus dilakukan secara adil kalau tidak dapat menimbulkan kebencian
anak. Hukuman juga harus mendorong anak untuk menyesuaikan diri
dengan harapan sosial dimasa berikutnya.
4. Konsistensi, disiplin yang baik selalu konsisten. Apa yang benar hari ini,
besok juga benar dan lusapun juga benar. Perbuatan yang salah harus
mendapatkan hukuman yang sama bila perbuatan itu setiap kali diulang
dan perbuatan yang benar juga harus mendapat ganjaran yang sama.

5.Pengertian Pembelajaran Tematik


Model pembelajaran ini merupakan model pembelajaran terpadu yang
menggunakan pendekatan tematik sebagai pemandu bahan dan kegiatan
pembelajaran. Pendekatan ini di mulai dari pendekatan tema , yang kemudian
dikembangkan menjadi subtema dengan memperhatikan keterkaitannya dengan
mata pelajaran yang terkait. Dalam hubungan ini tema dapat mengikat kegiatan
pembelajaran, baik dalam mata pelajaran maupun lintas mata pelajaran. Menurut
Robin Fogarty (1991) model ini disebut model webbed yang merupakan model
yang paling popular dalam pemebelajaran terpadu.

6. Prinsip –prinsip pembelajaran Tematik


Dalam proses pembelajaran tematik perlu diperhatikan prinsip-prinsip sebagai
berikut, Menurut Asep Herry (2009) :
1. Guru hendaknya tidak bersikap otoriter yang mendominasi aktivitas dalam
pembelajaran.
2. Pemeberian tanggung jawab indivisu dan kelompok harus jelas dalam
setiap tugas yang menurut adanya kerjasama kelompok.
3. Guru perlu bersikap akomodatif terhadap ide-ide yang terkadang sama
sekali tidak terpikirkan dalam perencanaan pemebelajaran.
4. Memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan penilaian diri
disamping bentuk penilaian lainnya.
5. Guru perlu mengajak para siswa untuk menilai perolehan belajar yang
telah dicapai bedasarkan kriteria keberhasilan pencapaian kompetensi yang
telah disepakati.

7. Karakteristik Pembelajaran Tematik


Terdapat beberapa karakteristik yang perlu dipahami dari pembelajaran tematik
yaitu, Menurut Asep Herry (2009):
a. Berpusat pada siswa, lebih banyak menempatkan siswa sebagai subjek
belajar. Peran guru banyak sebagai fasilitator yaitu memberi kemudahan
kepada siswa untuk aktivitas belajar.
b. Dapat memberikan pengalaman langsung pada siswa. Dengan pengalaman
langsung ini ,siswa dihadapkan pada sesuatu yang nyata sebagai dasar
untuk memahami hala-hal baru yang abstrak.
c. Pemisahan antar mata pelajaran menjadi tidak begitu jelas,focus
pembelajaran diarahkan kepada pembahasan tema-tema yang paling dekat
berkaitan dengan kehidupan siswa.
d. Menyajikan konsep-konsep dari berbagai mata pelajaran,supaya siswa
dapat memahami konsep secara utuh,diperlukan untuk membantu siswa
dalam memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
e. Bersifat fleksibel, karena guru dapat mengaitkan bahan ajar dari mata
pelajaran satu dengan mata pelajaran yang.
f. Hasil pembelajaran berkembang sesuai minat dan kebutuhan siswa.

2.2 Kerangka pikir


Disiplin merupakan kunci sukses bagi kegiatan belajar siswa di sekolah,
karena dengan disiplin maka setiap siswa akan menciptakan rasa nyaman serta
aman belajar bagi dirinya sendiri, sekaligus bagi siswa lain yang berada di
lingkungan sekolah. Disiplin tentu tidak akan muncul begitu saja pada diri siswa
tanpa didasari dengan penegakan peraturan yang efektif oleh pihak guru sekolah,
melalui penegakan peraturan yang berupa tata tertib sekolah secara baik dan
benar.
Pembelajaran tematik adalah program pembelajaran yang berangkat dari
satu tema/topik tertentu dan kemudian dielaborasi dari berbagai aspek atau
ditinjau dari berbagai perspektif mata pelajaran yang biasa diajarkan di sekolah.
Pada dasarnya pembelajaran tematik diimplementasikan pada kelas awal (kelas 1
sampai dengan kelas 3) sekolah dasar atau madrasah ibtidaiyah. Implementasi
yang demikian mengacu pada pertimbangan bahwa pembelajaran tematik lebih
sesuai dengan perkembangan fisik dan psikis anak.( Kadir,2015:1)

Pelaksanaan sikap disiplin siswa pada pembelajaran tematik kelas 2 di


SDN Kiduldalem 2 Malang, sudah baik tetapi masih ada banyak siswa yang
belum mengikuti kegiatan sekolah dengan tertib, seperti pada siswa yang
terlambat masuk kelas akan diberikan teguran, bukan berupa sanksi tetapi jika
sudah melakukan berkali kali akan mendapat sanksi seperti menyanyi didalam
kelas. Untuk siswa yang membuang sampah tidak pada tempatnya akan diberikan
teguran, baik dari guru, teman, maupun warga sekolah yang lain. Siswa tidak
mengerjakan pekerjaan rumah (PR) diberi sanksi mengerjakan diluar kelas,

Saat proses pembelajaran di kelas kedisplinan yang terjadi yaitu pada saat
istirahat jam 12 siang mereka makan bersama di dalam dengan bekal yang peserta
didik dibawa dari rumah sendiri-sendiri,ada juga yang tidak membawa bekal maka
mereka membeli kue di kantin untuk makan bersama-sama. Beberapa peserta
didik tidak memperhatikan saat guru menjelaskan pembelajaran tetapi malah
bermain sendiri, ada juga yang berbicara sendiri dengan temannya,kemudian guru
hanya memberi teguran saja, sehingga banyak siswa yang tidak memahami materi
pelajaran yang sedang diajarkan. Peserta didik dalam proses pembelajaran, ada
yang masih belum mengerti dengan materi maka dia akan bertanya. Pada siswa
kelas 2 masih belum melaksanakan disiplin dengan tepat karena mereka masih
dalam tahap anak-anak yang masih banyak bermain dan belum bisa konsentrasi
penuh pada pelajaran. Di SDN Kiduldalem 2 pada kelas 2 telah dilaksanakan
pembiasaan sholat dhuhur bersama dan mengaji setiap hari selasa, namun masih
ada beberapa siswa yang masih butuh pengawasan dan pantauan dari guru karena
kurangnya kesadaran diri dalam melaksanakan ibadah.
Menurut Unaradjan (2003:27) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi dan
pembentukan disiplin diri ada dua yaitu ;
1. Faktor ekstern.
Antara lain keadaan keluarga yang merupakan tempat utama pembinaan
disiplin yang sangat penting, keadaan sekolah yang dimaksudkan adalah ada
tidaknya sarana-sarana yang diperlukan bagi kelancaran proses belajar mengajar
disekolah seperti aspek pada guru mempengaruhi disiplin diri disekolah, keadaan
masyarakat yang turut menentukan berhasil tidaknya pembinaan dan pendidikan
disiplin diri.
2. Faktor intern
yaitu keadaan fisik yang sangat mempengaruhi seseorang dalam
menerapkan disiplin, keadaan psikis karena hanya orang-orang yang sehat secara
psikis dapat mengahayati norma-norma yang ada dalam masyarakat dan keluarga.

Yang mempengaruhi kedisiplinan siswa dalam pembelajaran tematik


dalam SDN Kiduldalem 2 Malang yaitu dari keluarga yang pertama kali
mengajari siswa disiplin mulai dari lahir hingga saat ini mereka sekolah karena itu
adalah kebiasaan mereka pada setiap harinya ,kemudian berasal dari kesadaran
diri mereka sendiri karena manjadi motivasi yang sangat kuat terhadap,
pendidikan yang telah diajarkan pada mereka sangat penting, dan hukuman atau
sanksi upaya untuk menyadarkan mereka untuk lebih mengoreksi diri sendiri agar
sikap disiplin diterapkan di kehidupan sehari-hari bukan saja di sekolah saat
pembelajaran di kelas.

2.3 Metode Penelitian

Menurut Prof. Dr. H. Noeng Muhajir (1998) dalam metode penelitian


kualitatif mengemukakan bahwa metodologi penelitian membahas konsep teoritik
berbagai metode, kelebihan dan kelemahannya, yang dalam karya ilmiah
dilanjutkan dengan pemilihan metode yang digunakan. Metode penelitian yang
akan digunakan adalah metode kualitatif, dengan tujuan penggunaan metode
kualitatif adalah mencari pengertian yang mendalam tentang suatu subjek, gejala,
fakta, atau realitas.
Peneliti berusaha menggambarkan permasalahan yang sering terjadi di
kehidupan sosial. Objek penelitian ini adalah siswa kelas 2 di SDN Kiduldalem 2
MalangPenelitian ini menggunakan metode kualitatif,teknik pengumpulan data
dengan melakukan observasi,wawancara bersama subjek penelitian dan
dokumentasi. Observasi dilakukan pada berbagai sumber baik media cetak dan
elektronik maupun terjun ke lapangan. Observasi dilakukan dengan melihat
langsung dalam proses pembelajaran dikelas, peneliti mengajak teman untuk
membantu dalam menganalisis suapay lebih terjamin.

Wawancara merupakan metode pengumpulan data dengan cara tanya jawab


sepihak bedasarkan untk tujuan penelitian. Wawancara yang dilakukan penelitian
ini dengan mewanwancarai guru, kepala sekolah atau petugas sekolah. Metode
penelitian kualitatif adalah cara yang lebih menekankan pada aspek pemahaman
secara mendalam terhadap suatu permasalahan.
DAFTAR PUSTAKA

Tu’u Tulus,2004, Peran Disiplin Pada Perilaku dan Prestasi Siswa, Jakarta :
PT.Gramedia Widia Sarana Indonesia.
Hasnawati, 2000, Pengaruh Disiplin dalam Proses Belajar Mengajar Terhadap
Prestasi Siswa Bidang Studi Pendidikan Agama Islam di SLTP Negeri 3
RetehKec. Reteh Kab. Inhil-RIAU (tidak dipublikasikan)
Mudzakir, Ahmad, dan Joko Sutrisno, 1997, Psikologi Pendidikan, Bandung : CV.
Pustaka Setia.
Unaradjan, Dolet, 2003, Manajemen Disiplin, Jakarta : PT. Gramedia Widia
Sarana Indonesia.
Hurlock, Elizabeth, 1980, Psikologi Perkembangan, Jakarta : Erlangga.
Raka Joni, T. (1996). Pembelajaran Terpadu. Jakarta:Depdikbud.
Kadir, dan Hanun Asrohah,2015,Pembelajaran Tematik, Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada
Fogarty, Robbin.1991.How Integrated the curricula.Palatine,Illionis:IRI/Skylight
Plublishing,Inc.
Herry, Asep Hernawan. 2009.Pengembangan Model Pembelajaran Tematik Di
Kelas Awal Sekolah Dasar.Bandung. Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Pendidikan Indonesia.
Muhadjir, Noeng.1998 Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi IV. Yogyakarta:
Rake Sarasin.
IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI METODE
PEMBIASAAN DI KELAS 5 SDN KAUMAN 3 MALANG

Oleh :

Naflah Dikta R B7 PGSD

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut Rosidatun, (2018) pendidikan dapat dimaknai sebagai usaha
untuk membantu peserta didik mengembangkan seluruh potensinya (hati, pikir,
rasa dan karsa, serta raga) untuk menghadapi masa depan. Sedangkan karakter
adalah moralitas, kebenaran, kebaikan, kekuatan dan sikap seseorang yang
ditunjukkan kepada orang lain melalui tindakan. Sulit dipungkiri bahwa karakter
seseorang terpisah dari moralitasnya, baik atau buruknya karakter tergambar
dalam moralitas yang dimiliki (Yaumi, 2016). Dari kedua pengertian tersebut
dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter adalah usaha untuk membantu
peserta didik dalam membangung moralitas, kebenaran, kebaikan, kekuatan dan
sikap antar manusia maupun tuhannya. Rosidatun juga merumuskan bahwa
pendidikan karakter adalah pendidikan yang mengembangkan karakter yang mulia
(good character) dari peserta didik dengan mempraktikkan dan mengajarkan
nilai-nilai moral dan pengambilan keputusan yang beradab dalam hubugan sesame
manusia mauun dalam hubungannya dengan tuhannya.
Di masa sekarang ini, peran ilmu pengetahuan dan teknologi sangatlah
besar serta perkembangannya sangat pesat. Lembaga-lembaga pendidikan
dituntut untuk lebih perhatian terhadap pendidikan tentang ilmu-ilmu tersebut dan
mengesampingkan pendidikan karakter. Pendidikan karakter di sekolah hanya
sebatas materi yang hanya dihafal tanpa adanya penerapan. Akibatnya, peserta
didik mendapat efek negatif dari teknologi yang ada contohnya saja internet dan
TV. Contoh kasus yang populer adalah bullying.
Kasus lainnya yang juga terjadi di SDN Kauman 3 Malang khusunya di
kelas 5 adalah tidak sopannya siswa terhadap guru, terutama guru-guru muda.
Siswa bersikap semena-mena terhadap guru dan tidak takut meski telah
diperingatkan dengan berbagai macam cara mulai hanya dari sekedar himbauan
ataupun hukuman. Siswa juga dalam beragaul antar teman juga sering melakukan
tindakan kekerasan mulai ringan hingga parah.
Karena itu, implementasi pendidikan karakter sangatlah penting, guna
membangun karakter bangsa kita. Salah satu upayanya adalah dengan
pembiasaan. Menurut (Maulana dkk, 2015) pembiasaan adalah pengulangan.
Dalam pembinaan sikap, metode pembiasaan sebenarnya cukup efektif.
Maka dari itu, berdasarkan latar belakang tersebut peneliti ingin
mengetahui bagaimana implementasi pendidikan karakter melalui metode
pembiasaan di sekolah dasar.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis akan merumuskan
masalah sebagai berikut “Bagaimanakah implementasi pendidikan karakter
melalui metode pembiasaan di kelas 5 SDN Kauman 3 Malang?”.

1.3 Tujuan Penelitian


1. Untuk mendeskripsikan implementasi pendidikan karakter melalui
metode pembiasaan di kelas 5 SDN Kauman 3 Malang
2. Untuk menganalisis implementasi pendidikan karakter melalui
pembiasaan di kelas 5 SDN Kauman 3 Malang

1.4 Kegunaan Penelitian


1.4.1 Bagi Sekolah
Sebagai evaluasi pendidikan karakter serta penerapannya di SDN Kauman
3 Malang.
1.4.2 Bagi Institusi
Sebagai dokumen ilmiah guna pengembangan pengetahuan bagi
mahasiswa PGSD tentang implementasi pendidikan karakter melalui
metode pembiasaan di sekolah dasar.
1.4.3 Bagi Peneliti Selanjutnya
Sebagai bahan masukan dan informasi penelitian selanjutnya tentang
implementasi pendidikan karakter.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Pendidikan Karekter


Menurut (Rosidatun, 2018) pendidikan dapat dimaknai sebagai usaha
untuk membantu peserta didik mengembangkan seluruh potensinya (hati, pikir,
rasa dan karsa, serta raga) untuk menghadapi masa depan. Sedangkan karakter
adalah moralitas, kebenaran, kebaikan, kekuatan dan sikap seseorang yang
ditunjukkan kepada orang lain melalui tindakan. Sulit dipungkiri bahwa karakter
seseorang terpisah dari moralitasnya, baik atau buruknya karakter tergambar
dalam moralitas yang dimiliki (Yaumi, 2016).
Rosidatun juga merumuskan bahwa pendidikan karakter adalah pendidikan
yang mengembangkan karakter yang mulia (good character) dari peserta didik
dengan mempraktikkan dan mengajarkan nilai-nilai moral dan pengambilan
keputusan yang beradab dalam hubugan sesame manusia mauun dalam
hubungannya dengan tuhannya. Pendidikan karakter adalah proses perubahan
sifat, kejiwaan, akhlak, budi pekerti seseorang atau kelmpok orang agar menjadi
dewasa (manusia seutuhnya/insan kamil) (Hendriana & Jacobus, 2017).
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter
adalah usaha untuk membantu peserta didik dalam membangung moralitas,
kebenaran, kebaikan, kekuatan dan sikap antar manusia maupun tuhannya.
2.2 Fungsi dan Tujuan Pendidikan Karakter
Dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
disebutkan bahwa fungsi pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serja peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rnagka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Pendidikan karakter pada intinya bertujuan membentuk bangsa yang
tangguh, kompetitif, barakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong-royong,
berjiwa patriotic, berkembang dinamis, berorientasi ilmu pengetahuan dan
teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Esa
berdasarkan Pancasila (Hendriana & Jacobus, 2017). Sehingga dapat pula
dikatakan bahwa tujuan pendidikan karakter adalah untuk membentuk karakter
peserta didik menjadi baik berdasarkan Pancasila dan taqwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa.

2.3 Nilai-nilai Pendidikan Karakter


Terdapat 18 nilai-nilai pendidikan karakter yaitu: 1) Religius, 2) Jujur, 3)
Toleransi, 4) Disiplin, 5) Kerja Keras, 6) Kreatif, 7) Mandiri, 8) Demokratis, 9)
Rasa Ingin Tahu, 10) Semangat Kebangsaan, 11) Cinta Tanah Air, 12)
Menghargai Prestasi, 13) Bersahabat/komunikatif, 14) Cinta Damai, 15) Gemar
Membaca, 16) Peduli Lingkungan, 17) Peduli Sosial, dan 18) Tanggung jawab.
(Pusat Kurikulum. Pengembangan dan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa
dalam Hendriana & Jacobus, 2017).
Meski telah dirumuskan 18 nilai tersebut, namun lembaga sekolah dapat
menentukan prioritas pengembangan nilai yang ingin dikembangkan.
Pemilihannya dapat didasarkan dari kepentingan dan kondisi sekolah masing-
masing, sehingga aka nada kemungkinan perbedaan jenis nilai karakter yang
dikembangkan antar sekolah satu dengan yang lain atau antar daerah satu dengan
yang lain. Penerapan nilai-nilai karakter tersebut dapat dikembangkan dan dimulai
dari nilai-nilai yang dasar dan sederhana. Seperti: rapi, bersih dan sopan santun
2.4 Pentingnya Pendidikan Karakter
Di dewasa ini, tidak dapat kita mengelak bahwa kualitas moral di
Indonesia menurun, terutama di kalangan siswa yang menuntut sekolah untuk
menyelenggarakan pendidikan karakter yang memadahi. Tulisan dalam Jawa Pos,
3 September 2009 bahwa dalam sebuah diskusi dengan tokoh-tokoh Madura,
Dayak, dan Melayu di Singkawang baru-baru ini, mereka semuanya menyetujui
dan mendukung ide tentang diselenggarakannya pelajaran pendidikan karakter
berbasis multi-kulturalisme di sekolah. Hal ini didasari peritimbangan sebagai
upaya mencegah terulangnya kembali dimasa yang akan dating konflik antarsuku
bangsa yang pernah mereka alami baru-baru ini (Zainal dalam Hendriana &
Jacobus, 2017)
Megawangi dalam (Ngamanken, 2014) menyebutkan bahwa pendidikan
karakter sebagai solusi dalam menjawab permasalahan negeri ini. Pendidikan
karakter tidak hanya mendorong pembentukan perilaku positif anak, tetapi juga
menigkatkan kalitas kognitifnya. Pengembangan karakter atau character building
membutuhkan partisipasi dan sekaligus merupakan tanggung jawab orang tua,
masyarakat, dan pemerintah. Sebab dengan menjadi dewasa secara rohani dan
jasmani, seseorang menjadi berkepribadian yang bijaksana baik terhadap dirinya
sendiri, keluarga, dan masyarakat.
Karena itulah pendidikan karakter dinilai sangat penting dan perlu
implementasinya guna membangun karakter negeri menjadi karakter yang lebih
baik.

2.5 Metode Pembiasaan


Kebiasaan mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia, karena
kebiasaan akan menghemat kekuatan pada manusia, tetapi juga akan menjadi
penghalang manakala tidak ada penggeraknya. Ditinjau dari segi perkembangan
anak, pembentukan tingkah laku melalui pembiasaan akan membantu anak
tumbuh dan berkembang secara seimbang. Penerapan kebiasaan dan kedisiplinan
adalah factor pendidikan yang paling baik serta sarana yang paling efektif untuk
menumbuhkan keimanan dan akhlak pada anak. (Patmonodewo,2000). Dari
penjelasan diatas dapat di simpulkan bahwa metode pembiasaan merupakan suatu
cara untuk pembentukan tingkah laku seseorang dengan melakukan pengulangan.

2.6 Pembiasaan Pendidikan Karakter


Daryanto dalam (Hendriana & Jacobus, 2017) mengungkapkan contoh
pembiasaan karakter yang dapat kita lakukan di sekolah adalah sebagai berikut:

a. Religius: 1) berdoa sebelum dan sesudah pelajaran, 2) merayakan hari-hari


besar keagamaan, 3 )memberikan kesempatan kepada semua peserta didik
untuk melaksanakan ibadah.
b. Jujur: 1) menyediakan fasilitas tempat temuan barang hilang, tempat
pengumuman barang temuan atau hilang, 2)transparasi laporan keuangan
dan penilaian kelas secara berkala, 3) larangan menyontek.
c. Toleransi: 1) memberikan pelayanan yang sama terhadap seluruh warga
kelas tanpa memebedakan suku, agama, ras, golongan, status sosial, dan
status ekonomi, 2) memberikan pelayanan terhadap anak berkebutuhan
khusus, 3) bekerja dalam kelompok yang berbeda.
d. Disiplin: 1) memiliki catatan kehadiran, 2) memberikan penghargaan
kepada warga sekolah yang disiplin, 3) memiliki tata tertib sekolah, 4)
menegakkan aturan dengan memberikan sanksi secara adil bagi pelanggar
tata tertib, 5) membiasakan hadir tepat waktu.
e. Kerja Keras: 1) menciptakan suasana kompetisi yang sehat, 2) memiliki
pajangan tentang slogan atau motto tentang giat bekerja dan belajar, 3)
menciptakan kondisi etos kerja, pantang menyerah, dan daya tahan belajar.
f. Kreatif: 1) menciptakan situasi belajar yang menumbuhkan daya berpikir
dan bertindak kreatif, 2) pemberian tugas yang menantang munculnya
karya-karya baru baik yang autentik maupun modifikasi.
g. Mandiri: 1) menciptakan suasana sekolah yang membangun kemandirian
peserta didik.
h. Demokrasi: 1) mengambil keputusan secara bersama melalui musyawarah
dan mufakat, 2) pemilihan pengurus kelas secara terbuka, 3)
mengimplementasikan model-model pembelajaran yang dialogis dan
interaktif.
i. Rasa Ingin Tahu: 1) menciptakan suasan kelas yang mengundang rasa
ingin tahu, 2) tersedia media komunikasi atau informasi.
j. Semangat Kebangsaan: 1) melakukan upacara rutin sekolah, 2) melakukan
upacara hari-hari besar nasional, 3) menyelenggarakan peringatan hari
kepahlawanan nasional, 4) memiliki program melakukan kunjungan ke
tempat bersejarah, 5) mengikuti lomba pada hari besar nasional, 6) bekerja
sama dengan teman sekelas yang berbeda suku, etnis, status sosial-
ekonomi.
k. Cinta Tanah Air: 1) menggunakan produk buatan dalam negeri, 2)
menyediakan informasi tentang kekayaan alam dan budaya Indonesia, 3)
menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, 4)memajangkan foto
presiden dan wakil presiden, bendera negara, lambang negara, peta
Indonesia, gambar kehidupan masyarakat Indonesia (gambar pakaian adat,
tarian adat, rumah tradisional, senjata tradisional, dan alat musik
tradisional).
l. Menghargai Prestasi: 1) memberikan penghargaan atas hasil karya peserta
didik, 2) memajang tanda-tanda penghargaan prestasi, 3)
menciptakan suasan pembelajaran untuk memotivasi peserta didk
berprestasi.
m. Bersahabat/Komunikatif: 1) berkomunikasi dengan bahasa yang
santun, 2) pengaturan kelas yang memudahkan terjadinya interaksi
peserta didik, 3) pembelajaran dialogis, 4) guru mendengarkan keluhan-
keluhan peserta didik.
n. Cinta Damai: 1) menciptakan suasana kelas yang damai, 2)membiasakan
perilaku yang anti kekerasan, 3) pembelajaran yang tidak bisa gender, 4)
kekerabatan di kelas yang penuh kasih sayang.
o. Gemar Membaca: 1) program wajib baca, 2) frekuensi kunjungan
perpustakaan, 3) menyediakan fasilitas dan suasan menyenangkan untuk
membaca, saling tukar bacaan, 4) pembelajaran yang meotivasi anak
menggunakan referensi.
p. Peduli Lingkungan: 1) pembiasaan memelihara kebersihan dan kelestarian
lingkungan sekolah, 2) tersedianya tempat pembuangan sampah dan
tempat cuci tangan, 3) menyediakan kamar mandi dan air bersih, 4)
pembiasaan hemat energi, 5) membangun saluran pembuangan air limbah
dengan baik, 6) menyediakan peralatan kebersihan.
q. Peduli Sosial: 1) memfasilitasi kegiatan yang bersifat sosial, 2) melakukan
aksi sosial, 3) menyediakan fasilitas untuk menyumbang, 4) berempati
kepada sesama warga sekolah, 5) membangun kerukunan warga kelas.
r. Tanggung Jawab: 1) melakukan tugas tanpa disuruh, 2) pelaksanaan tugas
piket secara teratur, 3) peran serta aktif dalam kegiatan sekolah, 4)
mengajukan usul pemecahan masalah.
Dari hal-hal tersebut dapat diimplementasikan di pembelajaran sekolah
dengan menyisipkan di mata pelajaran yang ada.

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan
yang dilakukan di dalam ruang lingkup yang terdapat guru dengan murid atau
juga dapat disebut dengan penelitian tindakan kelas. Penelitian tindakan kelas
adalah pencermatan dalam bentuk tindakan terhadap kegiatan belajar yang sengaja
dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersamaan (Suyadi, 2012).
Penelitian tindakan ini menggunakan desain penelitian yang bersifat
deskriptif yang bertujuan untuk menggambarkan suatu fenomena. Menurut (Gulo,
2002) penelitian ini didasarkan pada pernyataan dasar yang kedua, yaitu
bagaimana. Temuan-temuan dari penelitian deskriptif lebih luas dan terperinci
dibandinkan dengan penelitian eksploratif.

3.2 Subjek Penelitian


Subjek penelitian adalah responden atau orang yang ditelliti, baik individu,
keluarga atau masyarakat secara mendalam. Pada penelitian tindakan ini, peneliti
menggunakan kelas dengan kriteria:
1. Kelas di SDN Kauman 3 Malang
2. Kelas 5
3. Kelas diijinkan untuk diteliti dan dilakukan observasi

3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian tindakan ini akan dilakukan di SDN Kauman 3 Malang yang
terletak di Jalan Wahid Hasyim 2 No.20, Kauman, Klojen, Kota Malang pada
Januari 2019

3.4 Prosedur Penelitian


Secara umum terdapat 4 langkah dalam menyusun PTK. Yaitu
perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. PTK merupakan proses
perbaikan secara terus menerus dari suatu tindakan yang masih terdapat
kelemahan dan akan di evaluasi untuk melihat hasil apakah sudah lebih baik. Tiap
siklus berlangsung selama 3 pertemuan.
Gambaran Umum Siklus 1
1. Tahap Perencanaan
Berikut adalah beberapa kegiatan dalam perencanaan:
a. Hasil observasi awal pada saat magang I di SDN Kauman 3,
khususnya kelas 5, menemukan bahwa pendidikan karakter kurang
penerapan sehingga berimbas pada perilaku siswa yang kurang baik.
Hal ini menjadi refleksi untuk melakukan siklus 1
b. Mempersiapkan rencana pelaksanaan pembelajaran
c. Menyusun instrumen berupa tabel spesifikasi perilaku siswa
2. Tahap Pelaksanaan
Siklus 1 dilaksanakan selama 3 pertemuan wajib diterapkan.
Pada tahap ini, setiap akhir materi siswa akan diminta untuk menuliskan
apa saja perilaku pembiasaan karakter dan diminta untuk dibiasakan dikelas
setiap hari.
Langkah-langkah untuk tahap tindakan ini adalah:
a. Penjelasan tentang tujuan pembelajaran yang akan dicapai
b. Penjelasan materi yang dilakukan dengan penekanan pendidikan
karakter yang harus disertai dengan pembiasaan selama pembelajaran
c. Di akhir pembelajaran siwa diminta untuk menuliskan perilaku
pembiasaan karakter untuk diterpakan setiap hari dikelas
3. Tahap Pengamatan
Pada tahap ini peneliti akan mengisi instrument yang berupa tabel
spesifikasi perilaku siswa sesuai dengan hasil pengamatan saat proses belajar
mengajar.
4. Tahap Refleksi
Hasil yang telah didapatakan dari pengamaan kemudian akan di
kumpulkan dan dianalisis. Hasil dari analisis tersebut nantinya akan
digunakan sebagai bahan refleksi di siklus 2.

Gambaran Umum Siklus 2


Siklus 2 dilaksanakan berdasarkan hasil siklus 1. Langkah-langkah yang
ditempuh kurang lebih sama dengan siklus satu. Pada intinya, dalam siklus 2
ini adalah memperbaiki pelaksanaan siklus 1

3.5 Teknik Pengumpulan Data


1. Observasi
Observasi berarti mengumpulkan data langsung dari lapangan.
Observasi juga berarti peneliti berada bersama partisipan. Berada bersama
akan membantu peneliti memperoleh banyak informasi yang tersembunyi
dan mungkin tidak terungkap selama wawancara (Raco,2010). Dalam
penelitian ini observasi akan dilakukan terhadap perilaku siswa selama
proses belajar mengajar dengan menekankan pendidikan karaker agar
dibiasakan kepada siswa. Pengumpulan data ini menggunakan lembar
instrumen observasi. Data yang didapatkan berupa tingkah laku siswa.
2. Wawacara
Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang menggunakan
pertanyaan secara lisan kepada responden terutama untuk responden yang
tidak dapat membaca-menulias atau sejenis pertanyaan yang memerlukan
penjelasan dari pewawancara (Fitrah dan Luthfyah, 2017). Dalam
penelitian wawancara akan dilakukan kepada guru kelas. Pengumpulan
data ini menggunakan lembar daftar pertanyaan wawancara mengenai
perubahan perilaku karakter siswa terhadao guru maupun teman diluar
penelitian.

3.6 Teknik Pengolahan Data


Penelitian ini menggunakan teknik analisis data deskriptif kualitatif yaitu
dengan melakukan analisis langsung terhadap perilaku siswa setelah
peembelajaran pendidikan karakter melalui metode pembiasaan. Data yang
dihasilkan dari penelitian ini berbentuk kata kata atau kalimat dari hasil observasi
yang diolah menjadi kalimat yang bermakna dan dianalisis secara kualitatif.

3.7 Instrumen Penelitian


Dalam penelitian ini peneliti menggunakan instrument penelitian berupa:
1. Lembar Observasi
Lembar observasi digunakan untuk mengumpulakn data dan mencatat
segala kejadian selama proses penelitian berlangsung. Dalam
penelitian ini, peneliti menggunakan lembar observasi untuk siswa
dimana siswa akan dilihat sejauh mana tingkat perkembangan perilaku
siswa baik terhadap guru maupun sesame siswa.
2. Lembar Pedoman Wawancara
Lembar wawancara digunakan untuk mengupulkan data selama proses
penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan lembar
pedoman wawancara untuk guru. Isi dari pedoman wawancara
tersebut berupa pertanyaan meliputi perkembangan perilaku siswa dari
sudut pandang guru kelas.
Lampiran 1

LEMBAR OBSERVASI PENELITIAN

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI METODE


PEMBIASAAN DI KELAS 5 SDN KAUMAN 3 MALANG

Nama Sekolah : SDN Kauman 3 Malang

Kelas : 5 (lima)

Hari Ke-

No Nama Siswa Aspek Perilaku Keterangan


Sopan Menurut Disiplin Berkata Tanggung Bersikap
Baik Jawab Baik
Pada
Teman
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Lampiran 2

PEDOMAN WAWANCARA PENELITIAN


IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER MELALUI METODE
PEMBIASAAN DI KELAS 5 SDN KAUMAN 3 MALANG

A. Data Umum Narasumber


Nama :
Alamat :
Wali Kelas :
Mengajar Bidang Studi :

B. Pedoman Pertanyaan
1. Bagaimana perilaku siswa sebelum penelitian dilakukan baik terhadap
guru maupun atar siswa?
2. Bagaimana anda mengatasi hal tersebut?
3. Apakah hal tersebut menganggu proses pembelajaran?
4. Bagaimana perilaku siswa saat/setelah penelitian dilaksanakan?
5. Menurut anda apakah pendidikan karakter itu penting?
6. Apakah metode pembiasaan pendidikan karakter akan tetap anda lakukan
diluar penelitian? Mengapa?
DAFTAR RUJUKAN

Departemen Pendidikan Nasional. (2003). Undang-undang Republik Indonesia

nomor 20 Tahun 2003. Jakarta : Balai Pustaka

Fitrah, Muh dan Luthfyah. (2017). Metodologi Penelitian: Penelitian Kualitatfif,

Tindakan Kelas dan Studi Kasus. Kab. Sukabumi: CV Jejak

Maulana , dkk . (2015). Ragam Model Pembelajaran di Sekolah Dasar (Edisi ke-

2). UPI Sumedang Press.

Hendriana, E. C., & Jacobus, A. (2017). IMPLEMENTASI PENDIDIKAN

KARAKTER DI SEKOLAH MELALUI KETELADANAN DAN

PEMBIASAAN. JPDI (Jurnal Pendidikan Dasar Indonesia), 1(2), 25–29.

Yaumi, M. (2016). Pendidikan Karakter: Landasan, Pilar & Implementasi.

Prenada Media.

Ngamanken, S. (2014). Pentingnya Pendidikan Karakter. Humaniora, 5(1), 72–

87.

Patmonodewo, Soemiarti. (2000) Pendidikan Anak Prasekolah. Rineka Cipta


bekerjasmaa dengan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Raco, J.R. (2010). Metode Penelitian Kualitatif, Jenis, Karakteristik dan


Keunggulannya. Jakarta: PT. Gasindo

Rosidatun. (2016.). Model Implementasi Pendidikan Karakter. Caremedia

Communication.

Suyadi. (2012). Panduan Penelitian Tindakan Kelas. Jogjakarta: Diva Press


PENERAPAN METODE PEMBIASAAN DALAM PEMBELAJARAN
TEMA 6 LINGKUNGAN BERSIH, SEHAT DAN ASRI UNTUK
MENGEMBANGKAN PERILAKU HIDUP SEHAT PADA ANAK KELAS
1 DI SEKOLAH DASAR

Oleh :

Nahdia Feradisyah N H B7 PGSD

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Metode pembiasaan merupakan kegiatan yang dilakukan secara teratur dan
berkesinambungan untuk melatih anak agar memiliki kebiasaan-kebiasaan
tertentu, yang umumnya berhubungan dengan pengembangan kepribadian anak
seperti emosi, disiplin, budi pekerti, kemandirian, penyesuaian diri, hidup
bermasyarakat dan lain sebagainya. Pembiasaan pada pendidikan anak sangatlah
penting, khususnya dalam pembentukan karakter atau perilaku anak.
Pembelajaran tematik lebih menekankan pada penerapan konsep belajar
sambil melakukan sesuatu (learning by doing). Oleh karena itu, guru perlu
mengemas atau merancang pengalaman belajar yang akan mempengaruhi
kebermaknaan belajar siswa. Akar permasalahan dari rendahnya kesadaran akan
berperilaku hidup sehat, khususnya siswa kelas rendah karena faktor lingkungan
sekitarnya maupun faktor orangtua yang tidak mengajarkan atau membiasakan
anak untuk berperilaku hidup sehat.
Kurikulum pembelajaran yang digunakan sekolah dasar adalah kurikulum
pembelajarandengan tema atau lebih familiar dengan sebutan pembelajaran
tematik. Hal ini dikarenakan pada pembelajaran tematik terdapat ciri khusus yaitu
pendekatan saintifik dimana siswa dalam melakukan belajarnya diarahkan untuk
melalui tahapan mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, menalar, dan
mengkomunikasikannya. Dalam pembelajaran tematik mengembangkan
kemampuan siswa baik secara pengetahuan dan keterampilan dan
pengaplikasiannya dalam kehidupan. Hal ini sesuai dengan karakteristik anak
kelas 1 sekolah dasar yang masih berfikir secara konkrit atau nyata, besarnya rasa
ingin tahu yang besar, selalu ingin bergerak, dan senang mempelajari sesuai
dengan praktek langsung. Siswa kelas 1 yang berada pada masa transisi antar
pendidikan taman kanak-kanak dan sekolah dasar memiliki prinsip dasar salah
satunya adalah dengan meniru (imitation) dan coba-coba (trial and error). Guru
pun dituntut untuk memilih metode pembelajaran yang sesuai dengan tema yang
akan diajarkan kepada siswanya dengan tujuan agar siswa dapat mengembangkan
kemampuannya seoptimal mungkin .
Pada tema 6 Lingkungan Bersih, Sehat, dan Asri untuk mengembangkan
perilaku hidup sehat pada anak kelas 1 sekolah dasar sangat cocok dengan metode
pembiasaan dalam penyampaian pembelajaran kepada siswa agar siswa dapat
mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari dan menjadi sebagai
pembiasaan hidup yang baik sehingga menjadi warga negara Indonesia yang
berkarakter hidup sehat, mandiri dan berakhlak mulia.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana penerapan metode pembiasaan dalam pembelajaran tema 6
lingkungan bersih, sehat dan asri untuk mengembangkan perilaku hidup sehat
pada anak kelas 1 di Sekolah Dasar Negeri Blimbing V Kota Malang?

1.3 Tujuan Penelitian


Untuk mendeskripsikan bagaimana menerapkan metode pembiasaan dalam
pembelajaran tema 6 lingkungan bersih, sehat dan asri untuk mengembangkan
perilaku hidup sehat pada anak kelas 1 di Sekolah Dasar Negeri Blimbing V Kota
Malang.

1.4 Kegunaan Penelitian


Hasil penelitian diharapkan bermanfaat bagi:
1. Bagi peneliti, menambah wawasan ilmu pengetahuan tentang hal-hal baru
yang ditemukan dalam penelitian ini.
2. Bagi sekolah, diharapkan dapat dipakai atau diterapkan sebagai bahan
pertimbangan dalam rangka mengembangkan perilaku hidup sehat siswa,
guru, maupun warga sekolah.
3. Bagi guru, sebagai bahan masukan dalam mengembangakan perilaku hidup
sehat anak dengan menerapkan metode pembiasaan dalam pembelajaran tema
4. Bagi siswa, diharapkan dapat dipakai untuk mengembangkan kebiasaan
perilaku hidup sehat untuk dirinya sendiri sehingga memiliki pengaruh yang
baik dalam kehidupan sehari-hari.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Metode Pembiasaan


Pengertian pembiasaan dapat diartikan sebagai sebuah cara yang dapat
dilakukan untuk membiasakan anak didik berfikir, bersikap, dan bertindak sesuai
dengan tuntutan ajaran islam. Pembiasaan dinilai efektif jika penerapannya
dilakukan terhadap peserta didik yang berusia kecil. Karena memiliki “rekaman”
ingatan yang kuat dan kondisi kepribadian yang belum matang, sehingga mereka
mudah terlarut dengan kebiasaan yang mereka lakukan sehari-hari (Arief, 2002)
Menurut Edi Suardi, pembiasaan adalah upaya praktis dalam pendidikan
dan pembinaan anak. Hasil dari pembiasaan yang dilakukan seorang pendidik
adalah terciptanya suatu kebiasaan bagi anak didiknya. Kebiasaan adalah suatu
tingkah laku tertentu yang sifatnya otomatis, tanpa direncanakan dulu, serta
berlaku begitu saja tanpa dipikir lagi (Suardi, 2005)
Anak usia sekolah dasar masih suka meniru atau mencontoh apa yang orang
dewasa lakukan, terlebih jika suka dengan yang dilihatnya mereka akan meniru
dan menjadi kebiasaan sehari-hari. Dalam metode pembiasaan ini, tidak semua
anak akan melakukan setiap hari karena masing-masing anak memiliki sifat cepat
bosan terhadap sesuatu. Oleh karena itu, guru berusaha agar metode pembiasaan
ini bisa diminati anak melalui pembelajaran. Disini guru berperan penting untuk
selalu mengingatkan dan membimbing anak didiknya melakukan sesuatu sampai
mereka terbiasa tanpa diingatkan lagi dan menjadi rutinitas dalam hidupnya.
Tujuan diterapkannya metode pembiasaan pada anak sekolah dasar
khususnya kelas 1 SD agar terbiasa dengan sesuaitu yang dibiasakan sehari-hari
yang sifatnya balik untuk anak. Dari sinilah yang membuat anak melakukan
dengan mudah dan senang tanpa ada paksaan dari luar.

2.2 Bentuk-bentuk Metode Pembiasaan


Adapun bentuk-bentuk pembiasaan pada anak dapat dilaksanakan dengan
cara berikut:
1. Kegiatan rutin adalah kegiatan yang dilakukan di sekolah setiap hari,
misalnya berbaris, berdoa sebelum dan sesudah melakukan kegiatan.
2. Kegiatan spontan adalah kegiatan yang dilakukan secara spontan, misalnya
meminta tolong dengan baik, menawarkan bantuan dengan baik, dan
menjenguk teman yang sakit.
3. Pemberian teladan adalah kegiatan yang dilakukan dengan memberi
teladan/contoh yang baik kepada anak, misalnya memungut sampah di
lingkungan sekolah dan sopan dalam bertutur kata.
4. Kegiatan terprogram adalah kegiatan yang deprogram dalam kegiatan
pembelajaran (program semester, SKM dan SKH), misalnya makan bersama
dan menjaga kebersihan lingkungan sekolah. (Aqib, 2009)

2.3 Langkah-langkah Pelaksanaan Metode Pembiasaan


Anak perlu dibiasakan sejak dini dan proses menanamkan kebiasaan dari
hal-hal kecil dan mudah mereka lakukan. Jika ingin menanamkan suatu kebiasaan
kepada anak hendaknya orangtua serta guru harus menanamkan suatu kebiasaan
ke dalam dirinya dan dilaksanakan di kegiatan sehari-hari agar menjadi contoh
untuk anak dan kemungkinan besar akan berpengaruh karena anak usia kelas
rendah rata-rata suka meniru apa yang dilakukan oleh orang dewasa.
Agar pembiasaan dapat segera tercapai dan hasilnya baik, maka harus
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Mulailah pembiasaan itu sebelum terlambat, jadi sebelum anak itu
mempunyai kebiasaan lain yang berlawanan dengan hal-hal yang akan
dibiasakan.
2. Pembiasaan hendaknya dilakukan secara terus menerus (berulang-ulang)
dijalankan secara teratur sehingga akhirnya menjadi suatu kebiasaan yang
otomatis. Tapi juga butuh pengawasan dari orang tua, keluarga maupun
pendidik.
3. Pendidikan hendaklah konsekuen, bersikap tegas dan tetap teguh terhadap
pendiriannya yang telah diambil. Jangan memberi kesempatan anak untuk
melanggar pembiasaan yang telah ditetapkan.
4. Pembiasaan yang mula-mulanya mekanistis harus semakin menjadi
pembiasaan yang disertai kata hati anak itu sendiri. (Purwanto, 1995)
Sedangkan upaya untuk memelihara kebiasaan yang baik dilakukan dengan
cara:
1. Melatihkan hingga benar-benar paham dan bisa melakukan tanpa kesulitan.
Sesuatu hal yang baru tentu tidak mudah dilakukan semua anak, maka
pembiasaan bagi mereka perlu dilakukan sampai anak dapat melakukan.
2. Mengingatkan anak yang lupa melakukan.
Anak-anak perlu diingatkan dengan ramah jika lupa atau dengan sengaja
tidak melakukan kebiasaan positif yang telah diajarkan tapi jangan sampai
mempermalukan anak. Teguran sebaiknya dilakukan secara pribadi.
3. Apresiasi pada masing-masing anak secara pribadi
Pemberian apresiasi dapat membuat anak senang, tetapi harus hati-hati agar
tidak menimbulkan kecemburuan pada anak yang lain.
4. Hindarkan mencela pada anak
Guru merupakan profesi yang professional, maka seluruh perilaku dalam
mendidik anak diupayakan agar menguntungkan bagi perkembangan anak
dengan tidak mencela anak, walau terdapat kesalahan atau kekurangan
padanya. (Sidharto & Rita, 2007)

2.4 Kelebihan dan Kekurangan Metode Pembiasaan


Ada beberapa kelebihan dan kekurangan dari metode pembiasaan, antara
lain:
1. Kelebihan
a. Dapat menghemat tenaga dan waktu dengan baik.
b. Pembiasaan tidak hanya berkaitan dengan aspek lahiriah tetapi juga
berhubungan dengan aspek bathiniyah.
c. Pembiasaan dalam sejarah tercatat sebagai metode yang paling berhasil
dalam pembentukan kepribadian anak didik.
2. Kekurangan
Membutuhkan tenaga pendidik yang benar-benar dapat dijadikan sebagai
contoh tauladan didalam menanamkan semuah nilai kepada anak didik. Oleh
karena itu pendidik yang dibutuhkan dalam mengaplikasikan pendekatan ini
adalah pendidik pilihan yang mampu menyelaraskan antara perkataan dan
perbuatan, sehingga tidak ada kesan bahwa pendidik hanya mampu
memberikan nilai-nilai tetapi tidak mampu mengamalkan nilai yang
disampaikannya terhadap anak didik. (Arief, 2002)
6

2.5 Pembelajaran Tematik


Pembelajaran tematik lebih menekankan pada penerapan konsep belajar
sambil melakukan sesuatu (learning by doing). Oleh karena itu, guru perlu
mengemas atau merancang pengalaman belajar yang akan mempengaruhi
kebermaknaan belajar siswa. Pengalaman belajar yang menunjukkan kaitan unsur-
unsur konseptual menjadikan proses pembelajaran lebih efektif.
Menurut Akhmad Sudrajat (2013) bahwa sebagai suatu model pembelajaran
maka pembelajaran tematik memiliki karakteristik-karakteristik sebagai berikut:
1. Berpusat pada siswa.
Pembelajaran tematik berpusat pada siswa (student centered), hal ini sesuai
dengan pendekatan belajar modern yang lebih banyak menempatkan siswa
sebagai subjek belajar sedangkan guru lebih berperan sebagai fasilitator yaitu
memberikan kemudahan-kemudahan kepada siswa untuk melakukan aktivitas
belajar.
2. Memberikan pengalaman langsung.
Pembelajaran tematik dapat memberikan pengalaman langsung kepada siswa
(direct experience). Dengan pengalaman langsung ini, siswa dihadapkan
langsung pada sesuatu yang nyata (konkret) sebagai dasar untuk memahami
hal-hal yang lebih abstrak.
3. Pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas.
Dalam pembelajaran tematik pemisahan antar mata pelajaran menjadi tidak
begitu jelas. Focus pembelajaran diarahkan kepada pembahasan tema-tema
yang paling dekat berkaitan dengan kehidupan siswa.
4. Menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran.
Pembelajaran tematik menyajikan konsep-konsep dari berbagai mata
pelajaran dalam suatu proses pembelajaran. Dengan demikian, siswa mampu
memahami konsep-konsep tersebut secara utuh. Hal ini diperlukan untuk
membantu siswa dalam memecahkan masalah yang dihadapi dalam
kehidupan sehari-hari.
5. Bersifat fleksibel.
Pembelajaran tematik bersifat luwes (fleksibel) dimana guru dapat
mengaitkan bahan ajar dari satu mata pelajaran dengan mata pelajaran yang
lainnya, bahkan mengaitkannya dengan kehidupan siswa dan keadaan
lingkungan dimana sekolah dan siswa berada.
6. Hasil pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa.
Siswa diberikan kesempatan untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya
sesuai dengan minat dan kebutuhannya. (Kadarwati, 2017)
Pembelajaran tematik kelas 1 tema 6 tentang lingkungan bersih, sehat dan
asri ini membahas tentang lingkungan rumahku, lingkungan sekitar rumahku,
lingkungan sekolahku, dan bekerja sama menjaga kebersihan dan kesehatan
lingkungan. Pada tema ini dijelaskan bagaimana menjaga lingkungan sekitar kita,
menjaga kebersihan agar tidak ada penyakit yang menyerang kita. Sejak kecil ada
baiknya anak diajarkan untuk membiasakan diri menjaga kebersihan dirinya
sendiri, setelah itu saat anak memasuki sekolah dasar guru yang sebagai fasilitator
serta pembimbing dalam menanamkan kebiasaan perilaku hidup bersih dan sehat
pada umumnya. Di dalam pembelajaran tematik ini sendiri sudah terdapat
beberapa alternatif kegiatan untuk dipakai guru atau guru juga bisa
mengembangkan sendiri ide kreatif yang dapat menarik minat siswa berkaitan
dengan kebiasaan perilaku hidup sehat. Guru juga bisa langsung menerapkan
kepada anak di sekolah seperti melaksanakan piket kelas, membuang sampah pada
tempatnya, olahraga bersama di hari tertentu, kerja bakti membersihkan
lingkungan sekolah, dan lain-lain.

2.6 Perilaku Hidup Sehat


Perilaku hidup sehat begitu penting untuk dikembangkan dalam dunia
pendidikan sehingga dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional yang menyatakan secara eksplisit dan tersurat bahwa tujuan pendidikan
nasional adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan
manusia Indonesia seutuhnya, termasuk didalamnya kesehatan jasmani dan
rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan.
Perilaku hidup sehat yang dilakukan oleh siswa, guru dan warga sekolah
merupakan hasil dari kesadaran mereka akan pentingnya hidup sehat. Sangat
penting menanamkan nilai-nilai perilaku hidup sehat kepada anak-anak karena
peluangnya sangat besar menjadi agen perubahan perilaku hidup sehat. Di sekolah
guru dapat mengajarkan kebiasaan perilaku hidup sehat dengan cara, misalnya
mengajarkan cara mencuci tangan dengan baik menggunakan air mengalir dan
sabun, menghimbau lebih baik membawa bekal masakan ibu atau membeli
jajanan yang sehat dikantin, mengajarkan membuang sampah pada tempatnya
sesuai jenisnya.
Tidak hanya anak yang mendapatkan manfaat dari berperilaku hidup sehat,
sekolahpun juga diuntungkan dari pembiasaan tersebut, yaitu terciptanya sekolah
yang bersih dan sehat, jauh dari gangguan penyakit, meningkatkan proses belajar
mengajar siswa dan guru yang mempengaruhi prestasi belajar mereka, dan
berperan aktif duntuk mewujudkan lingkungan sehat.
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku hidup sehat antara lain:
a. Faktor makanan dan minuman terdiri dari kebiasaan makan pagi (sarapan),
pemilihan jenis asupan makanan, jumlah makanan dan minuman serta
kebersihan makanan.
b. Faktor perilaku terhadap kebersihan diri sendiri terdiri dari mandi,
membersihkan mulut dan gigi, tangan dan kaki serta kebersihan pakaian.
c. Faktor perilaku terhadap kebersihan lingkungan yang terdiri dari kebersihan
kamar, rumah, dan lingkungan sekolah.
d. Faktor perilaku terhadap sakit dan penyakit terdiri dari pemeliharaan
kesehatan, pencegahan terhadap penyakit, rencana pengobatan serta
pemulihan kesehatan.
e. Faktor keseimbangan antara kegiatan istirahat dan olahraga terdiri dari
banyaknya waktu istirahat, aktivitas di rumah atau diluar rumah dan olahraga
teratur. (Notoatmodjo, 2010)

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Jenis penelitian yang saya gunakan adalah penelitian deskriptif kualitatif,
karena akan saya gunakan untuk meneliti keadaan secara langsung dan
menggambarkan dengan apa adanya. Subjek penelitiannya adalah siswa kelas 1
SDN Blimbing V Kota Malang dan objek penelitiannya yang berkaitan dengan
metode pembiasaan dalam pembelajaran tematik untuk meningkatkan perilaku
hidup di sekolah dasar.

3.2 Data Penelitian


Pengambilan data sendiri dilakukan dengan cara observasi, wawancara,
dokumentasi dan kuisioner. Observasi disini dilakukan untuk mengumpulkan data
saat guru melakukan pembelajaran tema 6 Lingkungan Sehat, Bersih, dan Asri di
kelas dan pelaksanaan penerapan metode pembiasaan untuk mengembangkan
perilaku hidup sehat anak kelas 1 di SDN Blimbing V. Untuk wawancara peneliti
melakukan kepada guru/wali kelas 1 dan beberapa anak kelas 1, wawancara ini
untuk mengetahui bagaimana guru menerapkan metode pembiasaan dalam
pembelajaran tema untuk meningkatkan perilaku hidup sehat anak dan
mengetahui kendala yang dihadapi guru dalam menerapkan kepada anak kelas 1
di SDN Blimbing V serta mengetahui apakah anak sudah mulai menerapkannya
dikehidupan sehari-hari atau belum. Dokumentasi dilakukan saat proses
pembelajaran berlangsung dan juga saat diluar pembelajaran serta diambil dari
hasil kuisioner dan wawancara. Kuisioner atau angket disebarkan kepada guru dan
anak kelas 1 dengan pernyataan berbeda antara guru dan siswa di SDN Blimbing
V Kota Malang.

3.3 Analisis Data Penelitian


Teknik analisis data penelitian dilakukan dengan tahapan-tahapan seperti
pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan kesimpulan.
DAFTAR PUSTAKA

Arief, Armai. 2002. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pembelajaran Agama Islam.
Jakarta: Ciputat Press
Aqib, Zainal. 2009. Belajar dan Pembelajaran di Taman Kanak-kanak. Bandung:
Yrama Widya
Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Purwanto, Ngalim. 1995. Ilmu Pendidikan Teoretis dan Praktis. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya
Sidharto, Suryati dan Rita Eka Izzaty. 2007. Social Skill Untuk Anak Usia Dini:
Pengembangan Kebiasaan Positif. Yogyakarta: Tiara Wacana
Suardi, Edi. 2005. Pedagogik 2. Bandung: Angkasa
Syah, Muhibbin. 2000. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya
Kadarwati, Ani dan Ibadullah Malawi. 2017. Pembelajaran Tematik (Konsep dan
Aplikasi). Magetan: CV AE MEDIA GRAFIKA
https://books.google.co.id/books?id=tq9yDwAAQBAJ&pg=PA63&dq=kele
bihan+dan+kekurangan+pembelajaran+tematik&hl=id&sa=X&ved=0ahUK
EwifovOpheveAhURUI8KHRORDf0Q6AEINTAC#v=onepage&q=kelebih
an%20dan%20kekurangan%20pembelajaran%20tematik&f=false
EFEKTIVITAS PENERAPAN METODE CONTEKSTUAL
TEACHING AND LEARNING (CTL) DALAM
MENINGKATKAN MOTIVASI BELAJAR PENDIDIKAN
KEWARGANEGARAAN KELAS RENDAH

Oleh :

Niken Vicka D B7 PGSD

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan manusia yang harus dipenuhi.
Sebagaimana telah dikemukakan oleh John Dewey bahwa pendidikan
merupakan proses pembentukan kecakapan fundamental secara intelektual dan
emosional ke arah alam dan manusia. Begitu juga dengan Branata yang
mengatakan bahwa pendidikan adalah usaha yang sengaja diadakan baik
secara langsung maupun tidak langsung untuk membantu peserta didik dalam
mencapai kedewasaan. Jadi pendidikan itu dilakukan dengan mentrasfer
pengetahuan yang dimiliki oleh pendidik kepada peserta didik dan
membimbingnya menuju ke arah kedewasaan (Ahmadi, 1991 : 69)

Seorang guru tidak boleh menggunakan metode yang monoton, dimana hal
ini akan membuat peserta didik menjadi mudah bosan terhadap apa saja yang
disampaikan oleh pendidik dan kurang mengerti bahkan menyulitkan para
peserta didik untuk memahami apa saja yang telah disampaikan. Dengan
metode yang tepat dan efisien ini diharapkan mampu mencapai hasil yang
optimal. Di samping itu seorang guru juga harus mengetahui karakteristik
peserta didik, kemampuan, minta, kebiasaan belajar, pengetahuan awal peserta
didik (Djamarah, 2000: 11)

Untuk itu perlu diterapkan suatu metode untuk meningkatkan motivasi


belajar siswa dengan masalah –masalah yang muncul pada pembelajaran PKn.
sehingga dapat mendorong siswa meningkatkan kreativitasnya, seiring dengan
berjalannya waktu maka para ahli pendidikan menemukan suatu cara atau
metode yang diberikan kepada peserta didik juga tidak membosankan
sehingga menimbulkan motivasi belajar peserta didik. Metode itu adalah
Contekstual Teaching and Learning / CTL yaitu suatu pendekatan
pembelajaran dan pengajaran yang mengaitkan antara materi dengan situasi
dunia nyata dan mendorong peserta didik membuat hubungan antara
pengetahuan yang telah dimiliki dengan penerapan dalam kehidupan sehari –
hari.

B. Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang di atas maka dapat disimpulkan rumusan
masalah, sebagai berikut:
1. Bagaimana penerapan metode Contekstual Teaching and Learning
pada materi norma dan aturan di kelas tiga.
2. Bagaimana motivasi belajar Pendidikan Kewarganegaraan siswa kelas
tiga
3. Bagaimana pembelajaran sebelum menggunakan metode Contekstual
Teaching and Learning CTL dalam meningkatkan motivasi belajar
siswa di kelas tiga

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mendeskripsikan penerapan metode Contekstual Taching and
Larning.
2. Untuk mendeskripsikan bagaimana motivasi belajar pendidikan
kewarganegaraan siswa kelas III
4. Untuk menganalisis bagaimana motivasi belajar siswa sebelum
dilakukan penerapan metode Contekstual Teaching and Learning CTL
dalam meningkatkan motivasi belajar siswa di kelas III
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peserta didik
Manfaat yang didapat oleh peserta didik umumnya mereka akan
termotivasi untuk mengikuti pembelajaran khususnya pembelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan, para peserta didik dapat dengan mudah
memahami materi yang disampaikan oleh pendidik, dan peserta didik
mampu menghubungkan dan menerapkan kompetensi hasil belajar dalam
kehidupan sehari – hari.
2. Bagi Pendidik
Manfaat yang diterima oleh pendidik yaitu dapat membantu
menyampaikan materi kepada peserta didik dengan lebih efektif dan
efisien, mempermudah pendidik untuk dapat mencapai standar belajar,
serta membantu pendidik dalam menyelesaikan masalah – masalah dalam
kegiatan belajar mengajar.
3. Bagi Lembaga yang Terkait (Sekolah)
Manfaat yang diperoleh lembaga terkait, khususnya sekolah antara
lain prestasi dan motivasi para peserta didik menjadi lebih baik dan
meningkat, pembelajaran di kelas khususnya Pendidikan
Kewarganegaraan menjadi lebih aktif, dan meningkatkan mutu sekolah.

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Tinjauan tentang Metode Contekstual Teaching And Learning / CTL


Pembelajaran kontekstual (Contekstual Teaching and Learning) adalah
konsep belajar dimana pendidik menyisipkan dunia nyata atau kehidupan
sehari – hari kedalam kegiatan belajar mengajar di kelas dan mendorong siswa
untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang dimiliki dengan
penerapannya dlam kehidupan sehari- hari, sementara siswa memperoleh
pengetahuan dan keterampilan dan konteks yang terbatas, sedikit demi sedikit
dan dari proses mengkonstruksi sendiri, sebagai bekal untuk memecahkan
masalah dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat (Nurhadi, dkk.
2006 : 13)

B. Tinjauan tentang Motivasi Belajar


Istilah motivasi dan motif adalah dua istilah yang saling berhubungan.
Menurut Soetomo motivasi adalah segala tenaga yang dapat membangkitkan
atau mendorong seseorang untuk melaksanakan suatu perbuatan (Soetomo,
1993 : 141). Sardiman A.M, yang mengemukakan bahwa motivasi belajar
adalah perubahan dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya
feeling dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan.
Belajar pada hakikatnya merupakan suatu usaha, suatu proses perubahan
tingkah laku yang terjadi pada diri individu sebagai hasil pengalaman atau
hasil interaksinya dengan lingkungannya (Tim Pengembang Ilmu Pendidikan :
2007). Dari beberapa definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa motivasi
adalah sesuatu yang kompleks karena motivasi dapat menghasilkan perubahan
tingkah energy dalam diri peserta didik untuk melakukan sesuatu yang
didorong karena adanya tujuan, kebutuhan atau keinginan.

C. Efektivitas Penerapan Model CTL dalam Meningkatkan Motivasi


Belajar Siswa
Seperti halnya yang kita ketahui bahwa kegiatan belajar mengajar harus
senantiasa ditingkatkan Efektivitas dan efisiensinya, demi meningkatkan mutu
pendidikan itu. Oleh karena itu untuk meningkatkan Efektivitas waktu belajar
mengajar maka pendidik harus dapat memilih metode yang akan digunakan
dengan tepat.
Metode konteks ini merupakan metode yang efektif dan efisien untuk
diterapkan dalam kegiatan belajar mengajar di kelas rendah. Keterampilan
mengungkapkan menggunakan bentuk penilaian unjuk kerja siswa. Siswa
diberikan instrument yang menarik atau mendorong mereka mengungkapkan
apa yang ia pikirkan. Penilaian yang diberikan oleh pendidik harus sesuai
dengan kondisi real di kelas (Apri, Widharyanto dan Rishe. 2018 : 61) Dengan
demikian guru dapat menggunakan metode ini untuk mengajar para peserta
didiknya.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian
Beberapa alasan mengapa rancangan penelitian ini menggunakan
tindakan di kelas : (1) penelitian tindakan kelas sangat efektif untuk
menjadikan guru menjadi lebih tanggap terhadap pembelajarannya di kelas,
(2) penelitian tindakan kelas dapat meningkatkan kerja para guru atau
pendidik, (3) guru dapat memperbaiki kegiatan apa yang terjadi di kelas, (4)
pelaksanaan penelitian tindakan kelas tidak mengganggu guru dalam
menjalankan tugasnya sebagaimana kewajibannya dan, (5) guru akan menjadi
lebih kreatif karena diharuskan berinovasi dengan apa yang sesuai dengan
bahan ajar yang dipakai.
Rancangan penelitian dibutuhkan untuk memudahkan kegiatan penelitian.
Dalam penelitian ini peneliti berusaha semaksimalmungkin untuk
mendapatkan informasi yang lengkap seputar penggunaan Metode Contekstual
Teaching and Learning. Tahapannya adalah:
1. Perencanaan
Dalam kegiatan ini peneliti dan guru membuat persiapan yang meliputi:
a. Merumuskan jadwal untuk melaksanakan tindakan.
b. Menyusun persiapan mengajar yang berhubungan dengan penelitian.
c. Membuat petunjuk observasi.
d. Menyediakan perangkat pembelajaran dan merumuskan tes untuk
mengetahui sejauh mana peserta didik tersebut memahami materi
tersebut.
2. Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah upaya mewujudkan rencana dengan melakukan
pengarahan, bimbingan, dan komunikasi termasuk koordinasi (Samsul
Ramli,Fahrurrazi. 2014 : 7). Pada kegiatan pelaksanaan ini peneliti
melakukan beberapa langkah, yakni: melakukan observasi terhadap
masalah, menyusun rumusan pembelajaran, melaksanakan kegiatan
pembelajaran dan melaksanakan evaluasi dengan ulangan harian.

3. Observasi
Observasi adalah segala kegiatan pengamatan pada suatu obyek
atau orang yang lain (Freddy Rangkuti. 1997 : 42). Observasi dilaksanakan
untuk memperoleh data tentang bagaimanakah keberhasilan metode
Contekstual Teaching and Laerning ini pada kegiatan belajar mengajar di
kelas III dalam materi norma dan aturan. Kemudian untuk menyimpulkan
bagaimanakah hasilnya peneliti melakukan evaluasi terhadap observasi
yang telah dilakukan.

B. Lokasi dan Subyek Penelitian


Lokasi yang digunakan untuk kegiatan penelitian ini adalah di SDN 1
Sambigede Sumberpucung Malang. Selanjutnya sebagai subyek penelitian
yaitu siswa kelas III yang berjumlah 20 siswa dengan 10 laki – laki dan 10
perempuan.

C. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data yang akan digunakan oleh peneliti antara lain:
1. Angket
Angket adalah sebuah set petanyaan yang logis berhubungan
dengan masalah penelitian, setiap pertanyaan merupakan jawaban yang
mempunyai makna dalam menjawab permasalahan penelitian (Minto
Rahayu. 2007 :124). Dimana angket ini diberikan kepada guru kelas III
dengan dua angket yang berbeda yaitu terdiri dari angket sebelum
dilaksankan metode Contekstual Teaching and Learning.
2. Observasi
Observasi ini dilakukan pada saat kegiatan belajar mengajar
berlangsung, dimana peneliti berada di dalam kelas bersama dengan guru
dan para siswa pada saat mengunakan metode Contekstual Teaching and
Learning.

D. Teknik Analisis Data


Analisis data dilakukan dengan memanfaatkan hasil observasi yang telah
dilakukan peneliti pada kegiatan belajar mengajar sebelumnya. Pada teknik
analisis data ini peneliti menggunakan tenik causal comparative. Karena
Causal Comparative ini digunakan oleh peneliti untuk meneliti hal – hal yang
tidak dapat dilakukan dengan eksperimen untuk mengetahui kemungkinan
akibat dari suatu hal kejadian (Prof. Dr. Rachmad Baro, S.H.,M.H. 2016 :29).
DAFTAR RUJUKAN

Ahmadi dan Rahani. 1991. Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta :


Rineka Cipta

Djamarah, S.B. 2000. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif. Jakarta
: Rineka Cipta

Dkk, Nurhadi. 2004. Pembelajaran Kontekstual (CTL) dan Penerapannya


dalam KBK. Universitas Negeri Malang

Soetomo. 1933. Dasar – Dasar Interaksi Belajar Mengajar. Surabaya : Usaha


Nasional

Soemanto. 1998. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta

Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP – UPI. 2007. Ilmu dan Aplikasi
Pendidikan. PT Imperial Bhakti Utama

Rahayu Minto. 2007. Bahasa Indonesia Di Perguruan Tinggi. Jakarta :


Grasindo

Rishe Purnama Dewi, Apri Damai Sagita K, B. Widharyanto. 2018.


Pembelajaran Bahasa Indonesia Untuk SD (Pendekatan dan Teknis). Jakarta :
Media Maxima

M.H Prof. Dr. Rachmad Baro, S.H. 2016. Penelitian Hukum Non-Doktrinal
Penggunaan Metode & Teknik Penelitian Sosial di Bidang Hukum.
Yogyakarta : Deepublish.

Fahrurrazi,Samsul Ramli. 2014. Bacaan Wajib Swakelola Pengadaan Barang /


Jasa Pemerintah. Jakarta : VisiMedia

Rangkuti, Freddy. 1997. Riset Pemasaran. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka


Utama
PENANAMAN PENDIDIKAN KARAKTER JUJUR SISWA SEKOLAH
DASAR KELAS 1 PADA PEMBELAJARAN TEMA 1 SUBTEMA 1

Oleh :

Nur Afni A B7 PGSD

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Istilah karakter pada pendidikan baru muncul pada abad XVIII.
Namun sebenarnya pendidikan karakter telah lama menjadi bagian inti
sejarah pendidikan itu sendiri, misalnya pada cita-cita Paideia Yunani,
Humanitas Roamwi, dan pedagogi kristiani . Pada pengalaman sejarah
bangsa Indonesia, sesungguhnya pendidikan karakter bukan hal baru
dalam tradisi pendidikan di Indonesia. Beberapa pendidik modern yang
kita kenal, seperti R. A. Kartini. Ki Hadjar Dewantara, Soekarno, Hatta,
Tan Malaka, Moh. Natsir, dll, telah mencoba menerapkan semangat
pendidikan karakter sebagai pembentuk kepribadian dan identitas bangsa
sesuai dengan konteks dan situasi yang mereka alami.
Membentuk wajah bangsa merupakan keprihatinan pokok para
cendekiawan kita. Karakter bangsa tidak akan terwujud jika prasyarat
pokoknya, yaitu tidak ada kemerdekaan. Kemauan merdeka ini tidak akan
muncul jika tidak ada rasa kepercayaan diri sendiri. Dalam setiap
perjuangan yang bermakna dan tercapainya cita-cita, setiap orang harus
melihat hubungan antara keberhasilan hari ini dan tujuan jangka panjang.
Tujuan jangka panjang inilah yang dibutuhkan jika bangsa ingin
mempertahankan karakternya.
Berbagai upaya pendidikan tersebut diharapkan mampu
membangun sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas yaitu
masyarakat yang kaya dengan pluralitas dengan ciri toleran dan bergotong-
royong. Namun hal tersebut tidak dapat dibuktikan oleh realitas yang ada.
Seperti, saat ini sering dijumpai tindakan anarkis, konflik sosial, dan
masalah moral yang merambah pada semua sektor kehidupan masyarakat.
Dimana itu adalah dekandensi moral.
Salah satu dekandensi moral adalah adanya sikap tidak jujur siswa
dalam mengikuti ujian. Realitanya di Indonesia ketika pelaksanaan ujian
seperti ujian nasional banyak siswa yang melakukan contekan dan guru
menghimbau kepada siswanya untuk saling bekerja sama pada saat
mengerjakan soal ujian, bahkan ada guru yang memberi kunci jawaban
agar siswanya mendapt nilai yang bagus.
Pada saat ini penerapan pendidikan karakter di sekolah dasar masih
belum diterapkan secara maksimal. Pada umumnya pendidikan karakter di
sekolah dasar lebih ditekankan pada mata pelajaran agama, dan pada tema-
tema tertentu.
Pembangunan karakter harus dilakukan manusia dan berlangsung
seumur hidup. Pada negara maju seperti Jepang dan Amerika Serikat,
sangat menekankan pendidikan karakter pada masyarakatnya. Banyak
hasil penelitian yang dibuktikan bahwa kesuksesan seseorang dipengaruhi
oleh karakter. University Amerika Serikat memgungkapkan bahwa
kesuksesan seseorang ditentukan 20% hard skills dan 80% soft skills. Para
remaja yang memiliki karakter atau kecerdasana emosi yang tinggi akan
terhindar dari masalah yang dihadapi oleh remaja pada umumnya seperti
tawuran, narkoba, alkohol, seks bebas dan lain-lain (Kurniawan, 2013).
Pendidikan karakter sebaiknnya diterapkan sejak usia emas (golden
age) dan dimulai pada lingkungan keluarga. Namun ada sebagian keluarga
yang terjebak dengan rutinitas padat dalam menerapkan hal tersebut. Maka
dari itu sebaiknya pendidikan karakter juga diberikan pada sekolah
(Kurniawan, 2013).

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah
dari penulisan skripsi ini sebagai berikut:
1. Bagaimana penerapan pendidikan karakter jujur kelas 1 pada
pembelajaran tema 1 sutema 1?

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah diatas, amak tujuan penelitian dari
penulisan skripsi ini sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan penerapan pendidikan karakter jujur kelas 1 pada
pembelajaran tema 1 sutema 1.

1.4 Kegunaan Penelitian


1. Guru dapat menerapkan pendidikan karakter jujur kelas 1 pada
pembelajaran tema 1 subtema 1 secara maksimal.
2. Peneliti dapat memberikan rekomendasi baik kepada guru, sekolah
maupun pemerintah untuk perbaikan program pendidikan karakter.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pendidikan Karakter


Karakter juga dianggap sebagai nilai-nilai perilaku manusia yang
berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia,
lingkungan dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap,
perkataan, perasaan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama,
hukum tata karma, budaya, adat istiadat, dan estetika. Karakter adalah
perilaku yang tampak dalam kehidupan sehari-hari baik dalam bersikap
maupun bertindak (Rosidatun, 2018).
Karakter adalah ciri khas/cara berperilaku dan berpikir suatu
individu yang dipengaruhi oleh lingkungan sosial dan tampak pada
kehidupan sehari-hari. Karakter juga menjadi pembeda antara individu
satu dengan yang lain (Kurniawan, 2013).
Dalam pengertian sederhana pendidikan karakter adalah hal positif
apa saja yang dilaukan guru dan berpengaruh kepada karakter siswa yang
diajarnya. Pendidikan karakter telah menjadi pergerakan yang mendukung
pengembangan sosial, pengembangan emosional, dan pengembangan etik
para siswa.
Pendidikan karakter dapat didefinisikan sebagai pendidikan yang
mengembangkan karakter mulia dari siswa dengan mempraktikkan dan
mengajarkan nilai-nilai moral dan pengambilan keputusan yang beradab
dalam hubungan sesama manusia maupun dalam hubungannya dengan
tuhannya (Koesoema, 2007).
Pendidikan karakter juga berarti melakukan usaha sungguh-
sungguh, sistematis dan berkelanjutan untuk membangkitkan dan
menguatkan kesadaran serta keyakinan semua orang Indonesia bahwa
tidak akan ada masa depan yang lebih baik tanpa membangun dan
menguatkan karakter Indonesia (Kurniawan, 2013).
Unsur-unsur pendidikan karakter telah dirumuskan dalam tujuan
pendidikan nasional sejak Indonesia merdeka hingga sampai saat ini.
Dalam Undang-Undang No. 2/1989, pasal 4 dijelaskan bahwa:
“Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa
dan mengembanglan manusia Indonesia seutuhnya, ayitu manusia
yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan
berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan,
kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan
mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan
kebangsaan.”
Beriman, bertakwa, berbudi pekerti luhur, berpengetahuan dan
berketrampilan, memiliki kesehatan jasmani dan rohani, berkepribadian
mantap, mandiri, dan tanggung jawab, sebagaimana tercantum dalam
undang-undang tersebut, dipandang sebagai unsur-unsur karakter yang
menjadi tujuan pendidikan nasional. Begitu pula tujuan pendidikan
nasional sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang No. 20 Tahun
2003, Pasal 3 menyebutkan bahwa:
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban benagsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Desa, berahlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara
yang demokratis serta bertanggung jawab (Yaumi, 2014).
2.2 Jujur
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) jujur adalah seseorang
yang memiliki hati yang lurus, berbicara apa adanya sesuai dengan fakta
yang ada.
Dalam praktiknya “jujur” mudah diucapkan tetapi sulit dilaksanakan. Dan
pada saat melakukan kejujuran membutuhkan kesadaran diri sendiri
(Kurniawan, 2013).
2.3 Pembelajaran Tematik
Pembelajaran tematik integratif adalah salah satu pendekatan
pembelajaran yang digunakan pada kurikulum 2013. Pembelajaran tematik
adalah pembelajaran yang menggunakan pendekatan tematik. Pendekatan
tematik adalah pembelajaran yang dilaksanakan dengan beberapa mata
pelajaran yang diikat dengan tema-tema tertentu (Anshory, Saputra, &
Amelia, n.d.).
Kurikulum 2013 berbeda dengan Kurikulm 2006 maupun
kurikulum sebelumnya yang pernah digunakan di Indonesia. Ada
sejumlah inovasi, pembaruan, dan penyempurnaan di dalamnya
(Prastowo, 2017).

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian dalam hal ini menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut
Strauss dan Corbin dalam Sugiyono penelitian kualitatif adalah penelitian
yang tidak dapat dicapai dengan cara kuantifikasi (Sugiyono, 2015).
3.2 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian di Sekolah Dasar Negeri Purwantoro 2. Alamat Sekolah
Dasar Negeri Purwantoro 2 di Jl. Cipunegara No. 58, Purwantoro,
Blimbing, Kota Malang, Jawa Timur.
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan pada pengumpulan data ini
adalah observasi, wawancara, dan angket.
Observasi adalah teknik atau pendekatan untuk mendapatkan data primer
dengan mengamati langsung objek data,sebagai pengamatan dan
pencatatan dengan sistematis atas fenomena-fenomena yang diteliti.
Wawancara dalah tanya jawab peneliti dengan narasumber.
Angket adalah suatu cara pengumpulan data dengan mengedarkan suatu
daftar pertanyaan berupa formulir, diajukan secara tertulis kepada subyek
penelitian untuk mendapatkan tanggapan, informasi dan jawaban.
3.4 Teknik Analisis Data
Analisis data proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang
diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dengan cara
mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke unit-unit,
melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola-pola, memilih mana yang
penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga
mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain. Pada penelitian ini
menggunakan teknik analisis isi. Analisis isi adalah suatu teknik membuat
kesimpulan dengan cara mengidentifikasi karakteristik-karakteristik pesan
tertentu secara obyektif dan sistematis. Sebagai suatu teknik penelitian,
analisis isi mencakup prosedur-prosedur khusus untuk pemerosesan dalam
data ilmiah dengan tujuan memberikan pengetahuan, membuka wawasan
baru, dan menyajikan fakta.
DAFTAR RUJUKAN
Kurniawan, Syamsul. 2013. Pendidikan Karakter: Konsepsi & Implemenatsinya
Secara Terpadu di Lingkungan Keluarga, Sekolah, Perguruan Tinggi, dan
Masyarakat. Yogyakarta: Ar-ruzz Media.
Koesoema, Dony. 2007. Pendidikan Karakter. Jakarta: Grasindo.
Prastowo, Andi. 2017. Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Tematik Terpadu. Jakarta: Fajar Interpratama Mandiri.
Rosidatun. 2018. Model Implementasi Pendidikan Karakter. Gresik: Caramedia
Communication.
Rusman. 2017. Belajar Dan Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta: Kharisma Putra Utama.
Sugiyono. 2015. Metodologi Peneletian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta.
Yaumi, Muhammad. 2014. Pendidikan Karakter: Landasan, Pilar, dan
Implementasi. Jakarta: Prenadamedia.
Anshory, I., Saputra, S. Y., & Amelia, D. J. (n.d.). Pembelajran Tematik Integratif

Pada Kurikulum 2013 Di Kelas Remdah SD Muhammadiyah 07 Wajak, 4,

35–46

Darmayanti, S. E., & Wibowo, U. B.. Evaluasi Program Pendidikan Karakter di

Sekolah Dasar Kabupaten Kulon Progo, 223–234. Diambil dari

https://journal.uny.ac.id/index.php/jpe/article/viewFile/2721/2271

Judiani, S. (2010). Implementasi Pendidikan Karakter di Sekolah Dasar Melalui


Penguatan Pelaksanaan Kurikulum. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan,
16(9), 280–289. https://doi.org/10.24832/jpnk.v16i9.519
Maunah, B. Impelementasi Pendidikan Karakter Dalam Pembentukan
Kepribadian Holistik Siswa, 90–101.
https://journal.uny.ac.id/index.php/jpka/article/viewFile/8615/7107
PENINGKATAN HASIL BELAJAR MELALUI MODEL
PEMBELAJARAN NUMBERED HEAD TOGETHER PADA
PEMBELAJARAN PENGUKURAN WAKTU DI KELAS III SD

Oleh :
Nurlia Ni’matur R B7 PGSD

BAB 1
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pembelajaran merupakan proses interaksi antara guru dan siswa yang
bertujuan untuk memberikaan ilmu yang dimiliki oleh guru kepada siswa.
Guru harus melakukan perubahan serta perbaikan dalam pembelajaran
supaya terjadi peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa dapat diawali
dengan mengembangkan kemampuan guru dalam membuat model
pembelajaran.
Dari hasil pengamatan magang I di SDN Purwantoro 3 Malang bahwa
saat menyampaikan materi guru masih menggunakan model pembelajaran
konvensional (ceramah, tanya jawab, penugasan) dibuktikan dengan guru
kelas 3 SDN Purwantoro 3 Malang sering mengunakan metode
pemeblajaran ceramah, tanya jawab maupun penugasan kepada siswa.
Permasalahan tersebut membuat guru jarang meminta siswa untuk
melakukan kerja kelompok sehingga kurang tercipta interaksi antara guru
dengan siswa dan siswa dengan siswa.
Salah satu solusi yang dapat digunakan yaitu mengunakan
pembelajaran kooperatif . Pembelajaran kooperatif adalah model
pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk
belajar sama dengan memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai
tujuan belajar (Sugiyanto, 2010). Model pembelajaran kooperatif salah
satu jenisnya adalah model pembelajaran Numbered Head Together.
Model pembelajaan Numbered Head Together memiliki beberapa
kelebihan diantaranya mampu mengaktifkan siswa secara kelompok
maupun individu. Selain itu, siswa dapat meningkatkan kerja sama antar
anggota kelompok. Siswa dituntut untuk berani menyampaikan hasil
kerjanya dan memberi tanggapan terhadap hasil kerja kelompok lain.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas peneliti membuat rumusan masalah
sebagai berikut :
1. Bagaimanakah pelaksanaan pembelajaran menggunakan model
Numbered Head Together di kelas III SD?
2. Bagaimanakah hasil belajar siswa sebelum menggunakan model
Numbered Head Together di pelajaran pengukuran waktu pada kelas III
SD?
3. Bagaimanakah hasil belajar siswa setelah menggunakan model
Numbered Head Together di pelajaran pengukuran waktu pada kelas III
SD?

C. TUJUAN PENELITIAN
1. Mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran menggunakan model
Numbered Head Together di kelas III SD.
2. Menganalisis hasil belajar siswa sebelum menggunakan model
Numbered Head Together di pelajaran pengukuran waktu pada kelas III
SD.
3. Menganalisis hasil belajar siswa setelah menggunakan model
Numbered Head Together di pelajaran pengukuran waktu pada kelas III
SD.

D. HIPOTESIS TINDAKAN
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu jika model
Numbered Head Together diterapkan pada pembelajaran pengukuran waktu
maka hasil belajar siswa akan meningkat.

E. MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat Bagi Guru, penelitian ini bisa menambah wawasan dalam
melaksanakan pembelajaran yang kreatif dan inovatif melalui
penggunaan model pembelajaran Numbered Head Together maupun
model pembelajaran lainnya yang sesuai dengan materi ajar sehingga
bisa meningkatkan semangat belajar siswa.
2. Manfaat Bagi Kepala Sekolah, dengan adanya penelitian ini bisa
memberikan alternatif bagi di sekolah untuk menerapkan model
pembelajaran yang kreatif dan inovatif maka hal ini bisa menaikkan
mutu sekolah dan menaikkan prestasi sekolah.
3. Manfaat Bagi Peneliti Lain, penelitian ini bisa dijadikan rujukan dan
bahan perbandingan dalam melakukan penelitian.

F. RUANG LINGKUP DAN BATASAN PENELITIAN


Supaya penelitian ini tidak mencakup hal yang terlalu luas, maka
peneliti memberikan batasan penelitian, yaitu :
1. Subjek penelitian adalah siswa kelas III SD.
2. Fokus pembelajaran yang akan diteliti yaitu pada penghitungan waktu.
3. Aspek yang akan diteliti yaitu pelaksanaan pembelajaran (aktivitas
guru), dan hasil belajar.
4. Model pembelajaran yang akan digunakan yaitu model Numbered Head
Together.
5. Penelitian dilakukan sejumlah 2 siklus.

G. DEFINISI OPERASIONAL
Definisi operasional pada penelitian ini merupakan penggunaan istilah
yang menjadi fokus peneliti dalam melakukan proses penelitian. Sebagai
berikut, definisi operasional yang digunakan yaitu:
1. Model Pembelajaran Numbered Head Together
Model pembelajaran Numbered Head Together adalah model
pembelajaran kooperatif yang mengacu pada belajar secara kelompok
oleh siswa kelas III SD, siswa di bagi menjadi beberapa kelompok yang
masing-masing beranggota 5 siswa, masing-masing anggota kelompok
mendapatkan nomor kepala yang berbeda, setiap anggota kelompok
mengerjakan LKK, masing-masing siswa mengerjakan soal sesuai
dengan nomor kepala, selanjutnya diskusikan ke anggota lainya, setelah
diskusi kelompok selesai guru memanggil salah satu nomor untuk
mempresentasikan hasil kerjanya dan anggota kelompok lain yang
bernomor sama memberikan tanggapan.
2. Pembelajaran Matematika
Pembelajaran matematika adalah pembelajaran yang melibatkan
pengembangan pola pikir dan logika yang diciptakan oleh guru dengan
menggunakan metode yang memudahkan siswa dalam melaksanakan
kegiatan belajar. Pembelajaran matematika pada materi perngukuran
waktu akan diajarkan dengan model pembelajaran Numbered Head
Together dan media kalender dan jam.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. PEMBELAJARAN MATEMATIKA
1. Hakikat Matematika
Matematika berasal dari bahasa Yunani mathein atau manthein
yang artinya mempelajari. Pengertian ini juga selaras dengan kata
Sansekerta yaitu medha atau madya yang artinya kepandaian, ketahuan
atau intelegensi (Nasution dalam Subarinah, 2006). Marematika
merupakan ilmu pengetahuan mengenai menghitung dan melogika.
Menurut Subarinah (2006) menjelaskan mengenai pembelajaran
matematika bahwa pembelajaran matematika (utamanya di Sekolah
Dasar) dilaksanakan berdasarkan temuan-temuan ahli jiwa tentang
pentingnya memhami tingkat berpikir siswa. Jadi, dalam pembelajaran
Matematika siswa diharapkam untuk aktif dan dapat bekerja sama dengan
temannya dalam menyelesaikan masalah. Pembelajaran matematika di SD
terdapat pada kelas 1 sampai dengan 6, pada kelas 3 SD pembelajaran
matematika terdapat materi bilangan dan geometri dan pengukuran.
Sedangkan dalam materi geometri dan pengukuran memiliki sub materi
berupa pengukuran dan bangun datar.

2. Pengukuran Waktu
Salah satu materi yang diajarkan pada pelajaran matematika yaitu
materi pengukuran waktu. Pengukuran waktu diajarkan di sekolah dasar
supaya siswa mengerti dan memahami satuan waktu yang sering
digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Pengukuran waktu digunakan
untuk mengetahui lamanya sesuatu berlangsung. Seiring dengan
berjalannya waktu, orang membuat patokan yang dinamakan kalender
(penanggalan) dan juga jam. Ada beberapa istilah dalam pengukuran
waktu antara lain, detik, menit, jam, hari, bulan, tahun.
Satuan waktu antara lain jam, menit, detik, hari, minggu, bulan dan
tahun. Hubungan antara satuan waktu tersebut adalah sebagai berikut
(Masitcoh, 2009) :
1 menit  60 detik
1 jam  60 menit
1 jam  3.600 detik
1 hari  24 jam
1 minggu  7 hari
1 bulan  4 minggu
1 bulan  30 hari
1 tahun  12 bulan
1 tahun = 52 minggu
1 tahun =365 hari
1 windu  8 tahun
1 dasawarsa  10 tahun
1 abad  100 tahun

B. MODEL PEMBELAJARAN NUMBERED HEAD TOGETHER


a. Pengertian
Model pembelajaran Numbered Head Together adalah jenis model
pembelajaran kooperatif. Shoimin (2014) menjelaskan bahwa model
pembelajaran Numbered Head Together mengacu pada belajar secara
kelompok oleh siswa, masing-masing anggota kelompok memiliki bagian
tugas dengan nomor yang berbeda. Menurut Trianto (2007) model
pembelajaran Numbered Head Together merupakan model pembelajaran
yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai
alternatif pembelajaran terhadap struktur kelas tradisional.
Jadi, model pembelajaran Numbered Head Together adalah model
pembelajaran yang pembelajaran dibuat secara berkelompok dimana
setiap siswa memiliki nomor yang dipasang pada kepala, setiap siwa
mempunyai tanggung jawab serta kesempatan yang sama.
b. Tujuan
Model pembelajaran Numbered Head Together bertujuan untuk
meningkatkan interaksi antar siswa, sehingga terjaling kerja sama yang
baik. Tujuan dari model pembelajaran Numbered Head Together menurut
Huda (2013) yaitu untuk memberikan kesempatan yang sama kepada
siswa untuk mengemukakan pendapat dan mempertimbangkan jawaban
atau pendapat yang paling tepat.
c. Langkah-Langkah
Model pembelajaran Numbered Head Together memiliki langkah-
langkah pembelajaran dilaksanakan secara runtut. Menurut Shoimin
(2014) model pembelajaran Numbered Head Together memiliki 6
langkah dalam pelaksanaannya, yaitu:
1. Siswa dibagi dalam kelompok dan setiap anggota kelompok
mendapatkan nomor.
2. Guru memberikan tugas pada semua kelompok dan siswa
mengerjakan tugas tersebut bersama kelompoknya.
3. Anggota kelompok mendiskusikan jawaban dari soal yang diberikan
dan setiap anggota harus memahami dan bisa menyelesaikan soal-soal
tersebut.
4. Guru memanggil nomor pada salah satu kelompok dan siswa dengan
nomor yang dipanggil harus bisa menjelaskan penyelesaian soal
kepada teman-temannya
5. Kelompok lainnya memberikan tanggapan atas penjelasan tersebut,
setelah selesai guru memanggil nomor dari kelompok lain.
6. Kesimpulan.
d. Kelebihan dan Kelemahan
Model pembelajaran Numbered Head Together memiliki kelebihan
dan kelemahan yang perlu diperhatikan sebelu diterapkan dalam
pembelajaran. kelebihan dan kelemahan model Numbered Head Together
menurut Shoimin (2014) yaitu:
Kelebihan :
1. Setiap siswa menjadi siap
2. Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh
3. Murid yang pandai dapat membantu temannya yang kurang pandai
4. Terjadi interaksi secara intens antarsiswa dalam menjawab soal
5. Tidak ada siswa yang mendominasi
Kelemahan :
1. Kurang cocok diterapkan pada kelas yang memiliki siswa banyak
2. Tidak semua nomor dipanggil guru karena kemungkinan terbatasnya
waktu pembelajaran
BAB III
METODE PENELITIAN

A. PENDEKATAN, MODEL, DAN JENIS PENELITIAN


Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu deskriptif dan
model penelitiannya yaitu kualitatif. Menurut Akbar (2010) penelitian
kualitatif adalah penelitian yang datanya berupa kata-kata atau pernyataan-
pernyataan (yang diperoleh melalui wawancara, dokumen, peerdebreefing,
angket terbuka, observasi, dll) dan data tersebut dianalisis secara kualitatif
dengan tujuan untuk menemukan makna dibalik gejala/peristiwa yang
tampak. Hasil dari penelitian ini akan dideskripsikan agar data yang
didapatkan bisa dipahami dengan jelas.
Jenis penelitian yang akan digunakan yaitu Penelitian Tindakan Kelas.
Penelitian Tindakan Kelas merupakan penelitian berdasarkan permasalahan
yang ditemukan peneliti dalam pembelajaran dan dicarikan solusi yang paling
tepat.

B. KEHADIRAN PENELITI
Kehadiran peneliti yang pertama yaitu untuk wawancara dengan guru
kelas untuk merancang RPP. Kehadiran peneliti selanjutya yaitu pada saat
pelaksanaan penelitian dan selajutnya melengkapi data penelitian.
Pada penelitian ini, peneliti bertindak sebagai pelaksana tindakan,
observer pada kegiatan pra tindakan, pewawancara pada siswa dan guru,
pendokumentasi kegiatan penelitian. Selama proses pembelajaran di kelas,
peneliti bekerja sama dengan guru kelas III SD, dan kepla sekolah di SD
tersebut.

C. TEKNIK PENGUMPULAN DATA


Teknik pengumpulan yang akan digunakan peneliti untuk memperoleh
data selama proses penelitian yaitu;
1. Untuk mendeskripsikan data tentang menemukan masalah pada kelas III
SD penelitimengunakan teknik wwancara dengan guru maupun siswa
pada kelas III SD tersebut. Selain itu bertujuan untuk mengetahui
kelemahan dan kelebihan pelaksanaan pembelajaran.
2. Untuk mendeskripsikan data tentang pelaksanaan pembelajaran model
Numbered Head Together menggunakan teknik observasi, dan
dokumentasi. Dalam penggunaan teknik observasi dibantu dengan
instrumen Lembar Observasi Aktivitas Guru. Dokumentasi berupa foto-
foto kegiatan yang diambil menggunakan kamera dan dokumen berupa
RPP.
3. Untuk mendeskripsikan data tentang aktivitas belajar siswa
menggunakan teknik observasi, catatan lapangan, dan dokumentasi
berupa foto. Teknik observasi dibantu oleh instrumen Lembar Observasi
Aktivitas Siswa.
4. Untuk mendeskripsikan data tentang hasil belajar menggunakan teknik
tes yang digunakan untuk mengukur kemampuan siswa.
DAFTAR RUJUKAN

Akbar, Sa’dun. 2010. Penelitian Tindakan Kelas Filosofi, Metodologi &


Implementasi.Yogyakarta: Cipta Media Aksara.
Huda, Miftahul. 2013. Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Masitoch, Nurul dkk. 2009. Gemar Matematika untuk SD dan MI Kelas III.
Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional.
Shoimin, Aris.2014. 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013.
Yogyakarta: Ar-Ruz Media.
Subarinah, Sri. 2006. Inovasi Pembelajaran Matematika SD. Jakarta: Depdiknas.
Sugiyanto. 2010. Model-Model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: Yuma Pustaka.
Trianto. 2007. Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek. Jakarta:
Prestasi Pustaka Publisher.
ANALISIS PENGELOLAAN PERPUSTAKAAN SEBAGAI

LINGKUNGAN SUMBER BELAJAR

DALAM UPAYA MENINGKATKAN MINAT MEMBACA

DI SDN PURWANTORO 6

Oleh :

Prayogo Wahyu H B7 PGSD

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Berdasarkan Undang-Undang No 20 tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasional (SISDIKNAS) dinyatakan bahwa tujuan pendidikan
Nasional adalah meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman
dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur,
berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, bertanggung jawab, mandiri,
cerdas dan terampil serta sehat jasmani dan rohani.
Pada pasal 41 Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 kesempatan
untuk menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas pendidikan untuk
menunjang kelancaran pelaksanaan tugas. Oleh karena itu, untuk mencapai
tujuan Pendidikan Nasional yang tertera dalam Undang-Undang No. 20
Tahun 2003 tersebut membutuhkan usaha dan kerja keras yang terus
menerus dan berkesinambungan serta melibatkan banyak faktor
pendukung yaitu faktor internal dan faktor eksternal meliputi bahan
belajar, suasana belajar, media dan sumber belajar serta subjek
pembelajaran itu sendiri, dan salah satu sarana yang dapat digunakan oleh
tenaga pendidik adalah perpustakaan sekolah.
Dalam Undang- Undang tentang Perpustakaan (UU No. 43/2007)
dinyatakan bahwa Pemerintah berkewajiban menggalakkan promosi gemar
membaca dan memanfaatkan perpustakaan. Untuk itu perlu ditumbuhkan
budaya gemar membaca melalui pengembangan dan pendayagunaan
perpustakaan sebagai sumber informasi. Dimana fungsi perpustakaan
adalah sebagai wahana pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan
rekreasi yang akan memperluas wawasan, meningkatkan kecerdasan dan
keberdayaan bangsa. Karena itu berdasarkan fungsinya di Indonesia
dikenal beberapa jenis perpustakaan yaitu Perpustakaan Nasional,
Perpustakaan Umum, Perpustakaan Khusus, Perpustakaan Perguruan
Tinggi, dan Perpustakaan Sekolah/Madrasah.
Hal ini tercantum dalam Pasal 20 Undang-undang tentang
Perpustakaan. Perpustakaan sekolah merupakan salah satu bagian
terpenting dari sekolah/madrasah, perpustakaan memiliki peran sangat
vital dalam mendukung pencapaian keberhasilan belajar siswa di
sekolah/madrasah. Sebagai salah satu sumber belajar di sekolah
perpustakaan membantu tercapainya misi dan visi sekolah tersebut.
Mengingat pentingnya peran perpustakaan sekolah maka perlu adanya
suatu pengelolaan atau manajemen yang tepat dan cepat sehingga fungsi
perpustakaan sekolah benar-benar terwujud.
Salah satunya terdapat di SDN Purwantoro 6, disana memiliki
kegiatan yang dikhususkan untuk peserta didik dengan membiasakan
membaca buku di perpustakaan, perpustakaan tidak terbatas hanya yang
dimiliki sekolah, tetapi juga terdapat perpustakan keliling yang setiap
minggunya rutin berkunjung. Pembiasaan ini dimasukan ke dalam
kegiatan pembelajaran, jadi terdapat jam pelajaran khusus dimana peserta
didik akan diarahkan ke perpustakaan untuk membaca buku-buku yang
berkaitan dengan pembelajaran yang diberikan oleh Guru kelas.
Dari pembiasaan tersebut ternyata memberikan manfaat positif
yang dapat kami rasakan saat melkukan penelitian disana. Pesrta didik
dirasa lebih haus akan adanya informasi atau ilmu baru. Serta mereka
sangat aktif dalam pembelajaran, mereka menjadi sosok yang berani
bertanya dan lebih kritis dalam menanggapi suatu permasalahan. Dengan
begitu perlu disadri bahwa pentingnya meningkatkan minat baca peserta
didik guna meningkatkan kualitas dalam akademik serta pola pikirnya.
Dari beberapa pemikiran diatas, penulis terdorong untuk
mengambil judul proposal “ANALISIS PENGELOLAAN PERPUSTAKAAN
SEBAGAI LINGKUNGAN SUMBER BELAJAR DALAM UPAYA
MELESTARIKAN BUDAYA MEMBACA DI SD”.

B. Fokus Penelitian
Berdasarkan konteks maslah yang telah dijelaskan di atas maka fokus
masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana pengelolaan perpustakaan di SDN Purwantoro 6 ?
2. Bagaimana minat baca siswa di SDN Purwantoro 6 ?
3. Bagaimanakah pengelolaan perpustakaan sebagai lingkungan sumber
belajar untuk meningkatkan minat baca siswa di SD Purwantoro 6 ?

C. Kegunaan Penelitian
1. Bagi Guru
a. Agar dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dalam kelas
dengan menggunakan fasilitas atau sarana sekolah yaitu
perpustakaan yang telah diperbaruhi agar menjadi lebih baik.
b. Agar dapat memotivasi siswa untuk selalu membaca dan
memanfaatkan fasilitas perpustakaan
2. Bagi Kepala Sekolah
a. Agar dapat selalu memberikan inovasi terhadap perkembangan
sarana sekolah terutama perpustakaan yang merupakan sumber
belajar bagi siswa
b. Agar dapat meningkatkan kualitas kependidikan antara tenaga
guru, proses dalam pembelajaran dan hasil yang diperoleh melalui
model pengelolaan perpustakaan
3. Bagi Siswa
a. Agar dapat meningkatkan kualitas siswa secara pribadi melalui
pemanfaatan perpustakaan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Pengelolaan
1. Pengertian Pengelolaan
Pengelolaan merupakan terjemahan dari kata “management”,
istilah inggris tersebut lalu di Indonesia menjadi manajemen.
Manajemen berasal dari kata to manage yang artinya mengatur,
pengaturan dilakukan melalui proses dan diatur berdasarkan urutan
dari fungsi-fungsi manajemen. Sutarno NS (2006) mendefinisikan
pengelolaan atau manajemen adalah hal-hal yang berhubungan dengan
teknis operasional. Dimulai dari perencanaan atas selururh kegiatan,
termasuk peralatan, waktu, sumber daya manusia, biaya dan lain
sebagainya. Kemudian kegiatan pelaksanaan yang ahrus dikendalikan,
diarahkan, dan diorganisasikan dengan mengerahkan seluruh kekuatan
dan potensi yang tersedia.
Dalam Kamus Bahasa Indonesia lengkap disebutkan bahwa
pengelolaan adalah proses atau cara perbuatan mengelola atau proses
melakukan kegiatan tertentu dengan menggerakkan tenaga orang lain,
proses yang membantu merumuskan kebijaksanaan dan tujuan
organisasi atau proses yang memberikan pengawasan pada semua hal
yang terlibat dalam pelaksanaan kebijaksanaan dan pencapai tujuan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pengelolaan (manajemen) adalah
suatu cara atau proses yang dimulai dari perencanaan,
pengorganisasian, pengawasan dan evaluasi untuk mencapai suatu
tujuan yang telah ditentukan agar berjalan efektif dan efisien.

2. Fungsi-Fungsi Pengelolaan
Fungsi- fungsi pengelolaan menurut Sutarno NS (2006: 93) dapat
dijabarkan sebagai berikut :
1. Perencanaan (Planning)
Perencanaa adalah rangkaian penghitungan dan penentuan
tentang apa yang akan dijalankan dalam rangka mencapai suatu
tujuan tertentu. Setiap rencana mengandung 3 ciri khas yakni:
a. Selalu mengenai masa depan, berdimensi waktu kedepan
b. Selalu mengandung kegiatan-kegiatan tertentu dan bertujuan
yang akan dilakukan
c. Meski ada alasan, sebab, motif atau landasan, baik personal,
organisasi atau kedua-duanya.
2. Pengorganisasian (Organizing)
Pengorganisasian memiliki fungsi yang dijalankan oleh
semua manager dari semua tingkatan termasuk administrator.
Pengorganisasian dijalankan dalam 3 tahap, yakni:
a. Structuring, yaitu pennetuan struktur kerjasamanya
b. Staffing, yaitu penentuan dan pemilihan orang-orang dengan
setepat-tepatnya
c. Fungsionalising, yakni penentuan tugas dan fungsi masing-
masing orang dan unit.
Pengorgaisasian adalah suatu bentuk kerja sama antara sekelompok
orang, berdasarkan suatu perjanjian untuk bekerjasama untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Setiap bentuk mesti
mmepunyai konfigurasi tertentu yang disebabkan oleh suatu
struktur atau kerangka.
3. Pergerakan (Actuating)
Pergerakan atau juga biasa didefinisikan sebagai segala
tindakan untuk menggerakkan orang-orang dalam suatu organisasi,
agar dengan kemauan dengan penuh berusaha mencapai tujuan
organisasi dengan berlandaskan pada perencanaan dan
pengorganisasian.
4. Pengawasan (Controlling)
Pengawasan merupakan pemeriksaan apakah semua yang
terjadi sesuai dengan rencana yang ditetapkan, intruksi yang
dikeluarkan sesuai dengan prinsip yang telah ditetapkan.

B. Perpustakaan Sekolah
a. Pengertian Perpustakaan
Perpustakaan berasal dari kata dasar pustaka. Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia, pustaka artinya kitab, buku. Dalam bahasa
Inggris dikenal dengan library. Istilah ini berasal dari kata librer atau
libri, yang artinya buku. Dari kata latin tersebut terbentuk istilah
librarius, tentang buku. Dalam bahasa asing lainnya perpustakaan
disebut bibliotheca (Belanda), yang juga berasal dari bahasa Yunani
biblia yang artinya tentang buku, kitab.
Perpustakaan menurut Bafadal (2015:3) adalah suatu unit kerja dari
suatu badan atau Lembaga yang mengelola bahan-bahan pustaka, baik
berupa buku-buku maupun bukan berupa buku (non book material)
yang diatur secara sistematis menurut aturan tertentu sehingga dapat
digunakan sebagai sumber informasi oleh setiap pemakainya.
Perpustakaan merupakan tempat penyimpanan informasi serta
pengetahuan, ilmu sejarah, filsafat bahkan penemuan serta pemikiran
masa lalu.
Dengan demikian, batasan istilah perpustakaan adalah sebuah
ruangan, bagian sebuah gedung, ataupun gedung itu sendiri yang
digunakan untuk menyimpan buku dan terbitan lainnya yang biasa
disimpan menurut tata susunan tertentu.

b. Perpustakaan Sekolah
Sebelum mendefinisikan perpustakaan sekolah, sebaiknya terlebih
dahulu memahami arti atau definisi perpustakaan, sebab kata “sekolah”
pada istilah perpustakaan “perpustakaan sekolah” merupakan dasar
memahami perpustakaan sekolah. Perpustakaan sekolah merupakan
merupakan bagian dari perpustakaan secara umum. Sutarno (2006:39-
40) menyatakan bahwa perpustakaan sekolah merupakan salah satu
sarana, fasilitas penyelenggaraan pendidikan, dan merupakan
komponen pendidikan yang penting.
Perpustakaan sekolah sebagai salah satu sarana pendidikan
penunjang kegiatan belajar siswa memegang peranan yang sangat
penting dalam memacu tercapainya tujuan pendidikan di sekolah.
Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU No.2 Tahun
1989), sarana penunjang proses kegiatan belajar mengajar dinamakan
“sumber daya pendidikan”. Apabila disimak pasal yang menyangkut
eksistensi perpustakaan yaitu pasal 35, disebutkan bahwa “Setiap
satuan pendidikan jalur pendidikan sekolah yang diselenggarakan oleh
pemerintah maupun masyarakat harus menyediakan sumber belajar”.
Pada penjelasan selanjutnya dinyatakan diantara lain: “Pendidikan
tidak mungkin terselenggara dengan baik bila para tenaga
kependidikan maupun para peserta didik tidak didukung oleh sumber
belajar yang diperlukan untuk penyelenggaraan kegiatan belajar
mengajar yang bersangkutan. Salah satu sumber belajar yang amat
penting, tetapi bukan satu-satunya adalah perpustakaan.
Jika dikaitkan dengan proses belajar mengajar di sekolah,
perpustakaan sekolah memberikan sumbangan yang sangat berharga
dalam upaya meningkatkan aktivitas siswa serta meningkatkan kualitas
pendidikan dan pengajaran. Melalui penyediaan perpustakaan, siswa
dapat berinteraksi dan terlibat langsung baik secara fisik maupun
mental dalam proses belajar. Perpustakaan sekolah merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari program sekolah secara keseluruhan,
dimana bersama-sama dengan komponen pendidikan lainnya turut
menentukan keberhasilan proses pendidikan dan pengajaran. Melalui
perpustakaan siswa dapat mendidik dirinya secara berkesinambungan.
Mbulu (1992:89) menyatakan bahwa perpustakaan sekolah sangat
diperlukan keberadaannya dengan pertimbangan bahwa:
a. Perpustakaan sekolah merupakan sumber belajar di lingkungan
sekolah.
b. Perpustakaan sekolah merupakan salah satu komponen sistem
pengajaran.
c. Perpustakaan sekolah merupakan sumber untuk menunjang
kualitas pendidikan dan pengajaran.
Perpustakaan sekolah sebagai laboratorium belajar yang
memungkinkan peserta didik dapat mempertajam dan memperluas
kemampuan untuk membaca, menulis, berpikir dan berkomunikasi.

c. Tujuan dan Manfaat Perpustakaan Sekolah


Penyelenggaraan perpustakaan sekolah bukan hanya untuk
mengumpulkan dan menyimpan bahan-bahan pustaka, tetapi dengan
adanya penyelenggaraan perpustakaan sekolah diharapkan dapat
membantu murid-murid dan guru menyelesaikan tugas-tugas dalam
proses belajar mengajar. Oleh sebab itu bahan pustaka yang dimiliki
perpustakaan sekolah harus dapat menunjang proses belajar mengajar.
Agar dapat menunjang proses belajar mengajar, maka dalam
pengadaan bahan pustaka hendaknya mempertimbangkan kurikulum
sekolah, serta selera para pembaca yang dalam hal ini adalah murid-
murid.
Menurut Bafadal (2011: 5) perpustakaan sekolah tampak
bermanfaat apabila benar-benar memperlancar pencapaian tujuan
proses belajar-mengajar di sekolah. Indikasi manfaat tersebut tidak
hanya berupa tingginya prestasi murid-murid, tetapi lebih jauh lagi,
antara lain adalah murid-murid mampu mencari, menemukan,
menyaring dan menilai informasi, murid-murid terbiasa belajar
mandiri, murid-murid terlatih bertanggung jawab, murid-murid selalu
mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan
sebagainya.
Secara terinci manfaat perpustakaan sekolah baik yang
diselenggarakan di sekolah dasar, maupun di sekolah menengah adalah
sebagai berikut:
1. Perpustakaan sekolah dapat menimbulkan kecintaan murid-murid
terhadap membaca
2. Perpustakaan sekolah dapat memperkaya pengalaman belajar
murid murid
3. Perpustakaan sekolah dapat menanamkan kebiasaan belajar
mandiri yang akhirnya murid-murid mampu belajar mandiri
4. Perpustakaan sekolah dapat mempercepat proses penguasaan
teknik membaca
5. Perpustakaan sekolah dapat membantu perkembangan kecakapan
berbahasa
6. Perpustakaan sekolah dapat melatih murid-murid ke arah tanggung
jawab
7. Perpustakaan sekolah dapat memperlancar murid-murid dalam
menyelesaikan tugas-tugas sekolah
8. Perpustakaan sekolah dapat membantu guru-guru menemukan
sumber-sumber pengajaran
9. Perpustakaan sekolah dapat membantu murid-murid, guru-guru
dan anggota staf sekolah dalam mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.

d. Fungsi Perpustakaan Sekolah


Menurut Darmono (2004: 3) Secara umum, perpustakaan
mengemban beberapa fungsi umum sebagai berikut :
a. Fungsi informasi, perpustakaan menyediakan berbagai informasi
yang meliputi bahan tercetak, terekam maupun koleksi lainnya
b. Fungsi pendidikan, perpustakaan menyediakan berbagai informasi
yang meliputi bahan tercetak, terekam maupun koleksi lainnya
sebagai sarana untuk menerapkan tujuan pendidikan
c. Fungsi kebudayaan, perpustakaan menyediakan berbagai informasi
yang meliputi bahan tercetak, terekam maupun koleksi lainnya
yang dapat dimanfaatkan oleh pengguna untuk meningkatkan mutu
kehidupan dengan memanfaatkan berbagai informasi sebagai
rekaman budaya bangsa untuk meningkatkan taraf hidup dan mutu
kehidupan manusia
d. Fungsi rekreasi, perpustakaan menyediakan berbagai informasi
yang meliputi bahan tercetak, terekam maupun koleksi lainnya
untuk: (a) Menciptakan kehidupan yang seimbang antara jasmani
dan rohani; (b) Mengembangkan minat rekreasi pengguna melalui
berbagai bacaan dan pemanfaatan waktu senggang; (c) Menunjang
berbagai kegiatan kreatif serta hiburan yang positif
e. Fungsi penelitian, sebagai fungsi penelitian perpustakaan
menyediakan berbagai informasi untuk menunjang kegiatan
penelitian. Informasi yang disajikan meliputi berbagai jenis dan
bentuk informasi
f. Fungsi deposit, sebagai fungsi deposit perpustakaan berkewajiban
menyimpan dan melestarikan semua karya cetak dan karya rekan
yang diterbitkan di wilayah Indonesia. Perpustakaan yang
menjalankan fungsi deposit secara nasional adalah Perpustakaan
Nasional. Sebagai fungsi deposit Perpustakaan Nasional
merupakan perpustakaan yang ditunjuk oleh UU No 4 Tahun 1990
yaitu Undang-Undang serah terima karya cetak dan karya rekam
untuk menghimpun, menyimpan, melestarikan, dan
mendayagunakan semua karya cetak dan karya rekam yang
dihasilkan di wilayah Republik Indonesia, atau karya cetak atau
karya rekam tentang Indonesi yang diterbitkan di luar negeri, dan
oleh lembaga diimport atau diedarkan di wilayah Republik
Indonesia.
BAB III
METODOLOGI
A. Jenis Penelitian
1. Penelitian Kualitatif
Penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan
untuk menemukan, menyelidiki, menggambarkan, dan menjelaskan
kualitas dari suatu pengaruh sosial.
Menurut Suryono, dkk (2006: 1) mendefinisikan penelitian
kualitatif sebagai metode penyelidikan untuk mencari jawaban atas
suatu pertanyaan, dilakukan secara sistematik dengan menggunakan
seperangkat prosedur untuk menjawab pertanyaan dengan
mengumpulkan fakta, dan menghasilkan suatu temuan yang tidak
dapat ditetapkan sebelumnya, dan juga dapat dipakai melebihi batasan-
batasan yang ada pada penelitian kuantitatif.
Menurut peneliti metode ini efektif digunakan karena perolehan
informasi dirasa lebih spesifik mengenai nilai, opini, perilaku dan
konteks pada hal yang diamati. Dan juga peneliti mempunyai
kesempatan lebih besar untuk memberikan respon terhadap obejek dan
juga melanjutkannya dengan pertanyaan untuk lebih memperdalam
informasi yang digali.

2. Fokus Penelitian Kualitatif


Menemukan fokus penelitian yang menarik dan layak untuk diteliti
merupakan tahapan yang cukup rumit. Gagasan yang dimiliki harus
berasal dari perpaduan teori yang dimilik, pengalaman serta temuan-
temuan sebelumnya. Suryono, dkk (2006: 1) juga menjelaskan bahwa
ada beberapa sumber yang dapat memunculkan ide tentang fokus
penelitian, yaitu :
1. Literatur dan kajian profesional/praktis
2. Minat dan pengalaman
3. Para pakar
4. Prioritas kebijakan
5. Pembimbing akademis peneliti

3. Metode Pengumpulan Data Penelitian Kualitatif


Dalam proses pengumpulan data, penelitian kualitatif menjadikan
manusia sebagai instrumen utama dalam penelitian. Namun pada
pelaksanaannya dipandu oleh sebuah pedoman. Suryono, dkk (2006: 1)
menjelaskan, sebelum proses pengumpulan data dilakukan maka perlu
disusun pedoman berdasarkan pada teori-teori yang relevan dengan
masalah yang digali dalam penelitian. Serta menjabarkan cara
pengumpulan data menjadi 4, yaitu :
1. Wawancara, merupakan alat re-cheking atau pembuktian
terhadap informasi atau keterangan yang diperoleh sebelumnya.
Teknik wawancara yang biasa digunakan dalam penelitian
kualitatif adalah wawancara mendalam (in-depth interview).
2. Observasi, dilakukan untuk menyajikan gambaran ralistik,
perilaku atau kejadian, untuk menjawab pertanyaan, dan
dijadikan evaluasi untuk melakukan umpan balik terhadap
penelitian. Ada beberapa bentuk observasi, antaralain :
observasi partisipasi, observasi tidak terstruktur, dan observasi
kelompok tidak terstruktur.
3. Dokumen, kumpulan sebagian besar data yang dapat berupa
surat, catatan harian, laporan, artefak, foto, dan sebagainya.
Karena mempunyai sifat tidak terbatas ruang dan waktu,
dokumnetasi memberikan peluang bagi peneliti untuk
mengetahui hal apa yang pernah terjadi di waktu lampau yang
berkaitan dengan fokus yang diteliti.
4. Focus group discussion (FGD), adalah teknik yang umunya
dilakukan dengan tujuan menemukan makna sebuah tema
menururt pemahaman sebuah kelompok. Teknik ini digunakan
untuk mengungkap pemaknaan dari suatu kelompok
berdasarkan hasil diskusi yang terpusat pada suatu
permasalahan.
4. Model Analisis Data Kualitatif
Menurut Crabtree dan Miller (1992) dalam Suryono, dkk (2011),
mengamati ada banyak strategi analisis data kualitatif. Mereka sudah
mengenal empat pola analisis utama yang lebih tepat sasaran,
sistematis, dan distandarisasi. Model yang diuraikan adalah sebagai
berikut :
1. Model Quasi-Statistik, peneliti menggunakan statistik secara
khas mulai dari pertimbangan analisa, dan menggunakan ide
untuk memilih jenis data. Dilakukan dengan cara meninjau
ulang isi dari data naratif, mencari tema atau kata tertentu yang
telah ditetapkan dalam suatu codebook.
2. Model Analisis Template, model ini mengembangkan analisa
cetakan untuk data naratif yang digunakan. Unit template
adalah secara khas perilaku, kejadian, dan ungkapan ilmu
bahasa. Template biasanya lebih mengalir dan menyesuaikan
diri.
3. Model Analisis Editing, model ini dilakukan dengan membaca
data secara keseluruhan dan mencari segmen-segmen,
kemudian segmen tersebut dikenali dan ditinjau dan digunakan
untuk memilih jenis dan mengorganisir data.
4. Model Imersi atau Kristalisasi, model ini melibatkan
pembabtisan total analisis di dalam dan cerminan bahan teks
yang menghasilkan satu kristalisasi data yang intuitif.

5. Penyajian Data
Pada riset kualitatif, penyajian data lebih banyak berupa kata-kata
yang merupakan hasil penelitian. Jika terdapat data lain selain data
objek yang diteliti maka dapat ditambahkan gambar, dkumen, diagram,
denah, model atau metafora. Suryono, dkk (2011) menjelaskan bahwa
bentuk penyajian data tidak terbatas batasan baku, sebagaimana
karakteristik penelitian kualitatif yang fleksibel, jadi penajian data
sangat dipengaruhi oleh kemampuan peneliti dalam merangkai kata-
kata sehingga terbentuk kalimat yang mewakili hasil penelitian.
DAFTAR RUJUKAN

Bafadal Ibrahim. 2011. Pengelolaan Perpustakaan Sekolah. 2011. Jakarta: PT


Bumi Aksara

Darmono. 2011. Manajemen dan Tata Kerja Perpustakaan Sekolah. Jakarta: PT


Gramedia Widiasarana

Mbulu, Joseph dan Suhartono. 2004. Pengembangan Bahan Ajar. Malang: Elang
Mas

Sutarno NS. 2006. Perpustakaan dan Masyarakat. Jakarta: Anggota IKAPI

Suryono, Dwi Mekar. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif dalam Bidang


Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika
PENERAPAN MODEL “TEAM GAME TOURNAMENT” DALAM UPAYA
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA KELAS V
MATERI GEOMETRI

Oleh :

Putri Prida A B7 PGSD

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Pendidikan sebagaimana tercantum dalam UU No. 20 Tahun 2003
mengenai Sistem Pendidikan Nasional adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan
negara.” Pendidikan merupakan aspek yang sangat penting dalam kehidupan
manusia berbangsa dan bernegara. Dengan pendidikan manusia dapat
mengembangkan segala aspek dalam kehidupan dan menjadikan diri manusia
menjadi individu yang berkualitas yang dapat bermanfaat untuk kehidupan di
masa yang akan datang. Menurut M.J. Langeveld pendidikan adalah
pengaruh, upaya, bantuan dan perlindungan yang ditujukan kepada
siswa/anak sehingga berpengaruh terhadap kedewasaannya, atau istilah yang
lebih tepat yaitu anak akan menjadi lebih cakap menjalankan kehidupannya
sendiri (Armos, 2017 : 38)
Pendidikan merupakan suatu bentuk kegiatan yang bertujuan untuk
menjadikan seseorang setingkat lebih atau bahkan lebih dewasa dalam
menjalankan hidupnya sendiri atau lebih tepatnya membantu seseorang untuk
menjadi lebih mandiri dalam menjalani berbagai macam masalah dan tugas
dalam kehidupannya. Maka dari itu pendidikan menjadi suatu hal yang sangat
penting bagi kehidupan individu. Agar tujuan pendidikan tersebut dapat
dicapai maka dalam pendidikan juga dituntut harus memberikan kualitas yang
baik.

Menurut Knirk dan Gustafson (2005, dalam Saifuddin 2018:3) menjelaskan


bahwa pembelajaran merupakan suatu proses melalui tahap yang sistematis
yaitu merancang, melaksanakan, serta mengevaluasi dalam isi kegiatan
belajar mengajar yang bertujuan agar seseorang dapat mempelajari nilai dan
kemampuan yang baru. Hasil dari proses kegiatan pembelajaran merupakan
hasil belajar siswa yang telah dievaluasi. Menurut Degeng (1984 dalam
Marwiyah dkk, 2018:55) pembelajaran adalah suatu kegiatan yang berisi
pemilihan, penetapan serta pengembangan metode sehingga dapat meraih
tujuan yang telah ditentukan yang telah disesuaikan dengan kondisi belajar.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah sesuatu
kegiatan yang memiliki tahapan-tahapan kegiatan mulai dari perencanaan
atau awalan hingga evaluasi yang memiliki tujuan tertentu yang bermanfaat
bagi peserta didik.

Untuk mendapat kualitas atau luaran pendidikan yang baik dan


bermanfaat atau dapat mencapai tujuan yang diinginkan dengan maksimal
maka pembelajaran juga harus dilaksanakan sebaik-baiknya dengan cara
siswa harus terlibat aktif dalam pembelajaran. Untuk melihat sejauh mana
kualitas pembelajaran dapat dipantau dari rata-rata hasil belajar peserta didik.
Semakin tinggi rata-rata hasil belajar maka semakin tinggi kualitas
pembelajarannya begitu pula sebaliknya semakin rendah rata-rata hasil
belajar maka semakin rendah kualitas pembelajarannya. Hal ini dapat
disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu faktor dari diri siswa atau dalam kata
lain kurangnya motivasi belajar dan tingkat kecerdasan, kemudian faktor dari
luar siswa antara lain bisa disebabkan dari cara mengajar guru yang kurang
melibatkan siswa atau dalam kata lain masih teacher center bukan student
center sehingga suasana kelas yang kurang kondusif sehingga peserta didik
merasa jenuh untuk melaksanakan kegiatan belajar.
Menurut Abdurrahman (2009, dalam Widya 2017:3) sebagian besar
orang menganggap matematika sebagai bidang studi yang paling sulit. Ilmu
matematika merupakan ilmu yang dipelajari dalam setiap tingkatan
pendidikan dari SD hingga Perguruan Tinggi. Matematika merupakan suatu
bidang studi yang berguna untuk menyelesaikan permasalahan mengenai
angka atau bilangan berawal dari arah yang telah dikenal tersusun baik atau
dengan kata konstruktif sampai bertahap ke arah yang lebih kompleks
(Rahayu 2016:24). Jadi matematika merupakan bidang yang memahami atau
menyelesaikan berdasarkan permasalahan dalam kehidupan nyata mulai dari
yang sederhana dingga yang rumit atau kompleks, sehingga bisa dianggap
matematika adalah pelajaran yang sangat penting untuk dipelajari karena
matematika sangat bermanfaat bagi semua orang dalam kehidupan sehari-
hari.

Dari berbagai mata pelajaran yang telah dipelajari di sekolah,


matematika adalah bidang studi yang disebut paling sulit oleh para peserta
didik baik yang tidak memiliki kesulitan belajar dalam matematika lalu
terlebih lagi bagi yang memiliki kesulitan belajar di bidang matematika
(dalam Widya 2017:3). Berdasarkan hasil penelitian Nani (2017: 228),
mengungkapkan hasil yang membuktikan bahwa para siswa/subjek penelitian
menganggap matematika sebagai mata pelajaran yang cukup sulit dan belajar
matematika menyenangkan dengan menggunakan game matematika. Dari
pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa matematika disebut sebagai mata
pelajaran yang sulit bagi anak didik, matematika akan mudah diterima peserta
didik dengan menggunakan media atau metode yang menyenangkan untuk
peserta didik karena pembelajaran matematika akan membuat peserta didik
jenuh dan sulit untuk menerima pengajaran. Menurut Pranata (dalam Karim
2011:22) membuktikan fakta yang menunjukkan bahwa di antara cabang
matematika yang diajarkan di SD, geometri merupakan materi yang paling
sulit dipahami siswa. Selain itu lemahnya siswa terhadap mata pelajaran
matematika pada cabang geometri ditegaskan dalam hasil survey Programme
for International Student Asessment (PISA) 2000/2001 yang menunjukkan
bahwa siswa lemah dalam materi geometri.
Menurut pengamatan saya pembelajaran matematika hanya
menggunakan cara teacher center atau ceramah, dan biasanya guru hanya
memberikan contoh soal kemudian memberikan latihan soal kepada peserta
didik dengan tetap menggunakan model ini siswa hanya dapat diam,
mendengarkan, mencatat untuk kemudian menjawab pertanyaan dari guru.
Hal ini yang membuat pembelajaran terkesan monoton atau pembelajaran
matematika membuat siswa merasa jenuh. Untuk membuat peserta didik tidak
jenuh atau dalam kata lain peserta didik dapat belajar matematika dengan cara
yang menyenangkan maka diperlukan model pembelajaran yang dapat
membuat peserta dapat aktif. Hal ini dapat diwujudkan dengan menggunakan
model pembelajaran Team Game Tournament.
Menurut Rusman (2010, dalam Rianawati, 2014:144) Team Game
Tournament adalah salah satu tipe mengajar kooperatif yang membagi siswa
atas kelompok-kelompok belajar yang memiliki anggota 5 hingga 6 anak
yang mempunyai kemampuan, jenis kelamin dan suku bangsa dan ras yang
berbeda. Pembelajaran kooperatif tipe TGT merupakan model pembelajaran
yang memiliki unsur permainan beserta reinforcement atau penguatan yang
melibatkan peran siswa secara aktif sebagai tutor sebaya (Nining dan Mistina,
2018:48). Model Team Game Tornament, adalah model yang membuat siswa
secara aktif terlibat dalam pembelajaran secara langsung menggunakan media
permainan sehingga model ini dapat diterapkan dalam pembelajaran
matematika yang secara umum dianggap sulit. Dengan model Team Game
Tournament ini pembelajaran matematika akan terasa menyenangkan karena
model ini berisi permaian-permaian yang dilombakan/ turnamen sehingga
pembelajaran matematika akan berlalu secara tidak terasa.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk
mengadakan penelitian tentang “Penerapan Model “Team Game Tournament”
Dalam Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Kelas V Materi
Geometri Bangun Ruang”.
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan:


1. Bagaimana pembelajaran Kooperatif model Team Game Tournament pada
pembelajaran matematika kelas V materi Geometri ?
2. Bagaimana penerapan model pembelajaran Team Game Tournament
terhadap peningkatan hasil belajar matematika Siswa kelas V pada materi
Geometri ?
3. Bagaimana perbedaan peningkatan hasil belajar matematika Siswa kelas v
pada materi Geometri dengan menggunakan model Team Game
Tournament dan model pembelajaran non Team Game Tournament ?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :


1. Mendeskripsikan pembelajaran Kooperatif tipe Team Game Tournament
untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas V pada materi
geometri.
2. Menganalisis pelaksanaan model Team Game Tournament terhadap hasil
belajar Matematika siswa kelas V pada materi geometri
3. Menganalisis perbedaan peningkatan hasil belajar matematika Siswa kelas
V pada materi Geometri dengan menggunakan Model Team Game
Tournament dan Model pembelajaran non Team Game Tournament

1.4 Kegunaan Penelitian


Adapun Kegunaan dalam penelitian ini adalah :
a. Secara teoritis, penelitian ini berguna untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan guru tentang model pembelajaran kooperatif terutama Team
Game Tournament untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa
kelas v pada materi geometri.
b. Secara praktis, informasi bagi guru tentang pengaruh model Team Game
Tournament untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas v
pada materi geometri.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

3.1 Pembelajaran Kooperatif Model Team Game Tournament


Menurut Winastawan dan Gora (2010:61) TGT (Team Game
Tournament) adalah model pembelajaran kooperatif yang membagi siswa
dalam beberapa kelompok yang berisi 5 sampai 6 anggota yang memiliki
kemampuan, suku, ras dan jenis kelamin yang berbeda. Model pembelajaran
ini mengandalkan aktifitas kelompok dan kerja sama, model ini menyatukan
berbagai siswa yang mempunyai berbagai latar belakang, ciri-ciri fisik,
kemampuan bahkan suku, ras dan jenis yang berbeda-beda.

Menurut Slavin (2008, dalam Susanna, 2017:95) mengemukakan 5


komponen yang utama atau menjadi inti dari kegiatan pembelajaran model
Team Game Tournament diantarannya :

1. Penyajian Kelas (Class Presentation)


Dalam penyajian kelas ini guru berupaya menjelaskan materi
pembelajaran tetapi difokuskan pada materinya. Pada saat guru
menjelaskan materi kelas sudah terbagi dalam kelompok-kelompok,
dengan begitu siswa akan menjadi fokus dan serius mendengar
penjelasan materi dari guru dikarenakan setelah penjelasan materi siswa
ini akan diberikan permainan akademik yang harus dikerjakan oleh
kelompok dengan sebaik-baiknya untuk memperoleh skor yang tertinggi.
Dengan motivasi inilah yang membuat siswa dapat bersemangat
mendengarkan penjelasan guru.
2. Kelompok (Teams)
Dalam model kooperatif tipe Team Game Tournament ini
membagi siswa dalam kelompok-kelompok yang beranggotakan siswa 5
sampai 6 anak, yang mengusahakan dalam satu kelompok memiliki
kemampuan yang berbeda-beda. Dalam kelompok ini setiap anggota
harus saling bekerja sama untuk mengerjakan setiap lembar kerja. Tujuan
dari pengelompokan yang setiap anggota memiliki kemampuan yang
berbeda adalah untuk meyakinkan siswa bahwa siswa mampu berdiskusi
dan bekerja sama menyelesaikan lembar kerja dalam game meskipun
setiap anak memiliki kemampuan, ras, suku yang berbeda-beda. Selain
itu dengan menjadikan satu satiap anak yang memiliki karakteristik yang
berbeda dapat memeratakan kemampuan per kelompok.
3. Permainan (Games)
Dalam permainan ini siswa dituntut untuk mengerjakan lembar
kerja, kuis atau pertanyaan yang ditujukan pada kelompok. Tentunya
dengan pertanyaan atau kuis yang berhubungan dengan materi yang telah
disajikan sebelumnya. Dalam permainan kelompok yang menjawab kuis
atau pertanyaan dengan benar akan mendapatkan skor. Skor ini nantinya
akan dikumpulkan untuk turnamen dalam tiap minggu.
4. Pertandingan (Tournament)
Pertandingan adalah kumpulan dari beberapa permainan yang
ditandingkan. Pelaksanaan turnamen atau pertandingan ini pada saat
akhir minggu.
5. Penghargaan Kelompok (Team Recognition)
Pengahargaan merupakan pengakuan dari kelompok dengan
memberikan hadiah atau juga bisa memberikan sertifikat atas kerja sama
dan usaha kelompok selama pembelajaran hingga dapat mencapai kriteria
yang disepakati.
Dalam kegiatan dan aktifitas permainan ini pada model Team Game
Tournament siswa pada intinya akan berkerja dengan kelompok ataupun
mandiri. Kemudian siswa akan membagi peran serta siswa dituntut untuk
aktif dalam diskusi kelompok untuk menjawab setiap kuis atau pertanyaan
ang disajikan. Dalam kegiatan ini juga siswa dituntut untuk berani
mengungkapkan pendapat masing-masing, menerima pendapat orang lain dan
melatih siswa untuk berkompetisi dalam bentuk kerjasama kelompok. Dalam
hal ini model ini dapat bermanfaat untuk bertukar pikiran antar individu
dalam kelompok sehingga dapat menambah pengetahuan tiap individu.

3.2 Hakikat Matematika dan Ruang Lingkup Matematika di Sekolah Dasar


Menurut Koko, dkk (2007: viii) hakikat matematika dapat disimpulkan
dalam karakteristik matematika diantarannya :
1. Matematika berkaitan erat dengan penalaran, dalam ... bernalar
hanya dapat dihayati dengan melalui pembelajaran matematika
2. Teori dalam materi matematika disusun kemudian dikembangkan
menggunakan pola berpikir induktif maupun deduktif dengan
berbagai teknik beserta manipulasi dalam matematika
3. Matematika teorinya berbasis masalah yang sumbernya berasal dari
kehidupan sehari-hari.
Dapat disimpulkan matematika merupakan materi yang membutuhkan
penalaran yang dalam kegiatan pembelajarannya menggunakan pola berpikir
deduktif dan induktif, teori dalam matematika ada karena adanya
permasalahan dalam kehidupan nyata atau sehari-hari manusia yang perlu
untuk dipecahkan atau diselesaikan.

Menurut Catur Supatmono (2009:1) matematika matematika berperan


penting untuk melatih penalaran peserta didik. Tetapi meskipun sangat
bermanfaat untuk individu peserta didik, banyak di antara mereka yang
mengeluhkan pelajaran matematika terutama siswa SD mereka menganggap
pelajaran matematika ini tidak menarik, menakutkan, membosankan dan sulit.

Minat siswa terhadap pelajaran matematika sangatlah rendah. Hal ini


tentunya disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :

1. Faktor lingkungan atau budaya


Matematika mengutamakan ketelitian dan kerja keras dalam
pembelajaran. Pada zaman yang modern ini banyak tercipta
teknologi-teknologi yang digunakan untuk memudahkan pekerjaan
manusia. Meskipun begitu terdapat dampak negatif yang
ditimbulkan akibat hal tersebut seperti misalnya manusia menjadi
malas untuk memikirkan hal yang sedikit membuat orang berpikir
kritis atau bernalar tingkat tinggi.
2. Faktor Sistem Pendidikan
Sistem pendidikan yang berbasis teacher center dan dan
menganggap siswa sebagai selembar kertas kosong, ini akan
membuat siswa tidak dapat berkembang karena sebenarnya siswa itu
bukan kertas kosong siswa sudah mempunyai pengetahuan yang
berasal dari luar sekolah atau pendidikan dari keluarga. Selain itu
pengaturan alokasi waktu dan aspek lainya yang belum ditata secara
tepat menyebabkan pembelajaran menjadi terhambat.
3. Faktor Sistem Penilaian
Sistem penilaian yang masih mengutamakan nilai dan bukan
prose hal ini akan sulit untuk mengamati perkembangan pemahaman
siswa mengenai materi.
4. Faktor Orang Tua
Kurangnya support dan perhatian orang tua terhadap anak.
5. Faktor Sifat Bidang Studi
Matematika memiliki sifat yang khas yaitu bersifat abstrak,
proses berpikirnya melalui atauran-aturan yang ketat, serta materi
matematika kerkadang tidak kentara penerapannya dalam kehidupan
sehari-hari
6. Faktor Guru
Biansannya metode pembelajaran yang diterapkan oleh guru
kurang sesuai dengan cara bernalar siswa. menurut Max A. Sobel
dan Evan M. Maletsky (2004:1, dalam Catur 2009) guru sebagian
besar menggunakan waktu belajar 45 menit dengan struktur kegiatan
:
 30 menit – membahas tugas-tugas yang lalu
 10 menit – memberi pelajaran baru
 5 menit – memberi tugas kepada siswa
Pendekatan seperti inilah yang menimbulkan 3M : Membosankan,
Membahayakan dan Merusak seluruh minat siswa.

Menurut Depdiknas dalam (Akbar dan Yari, 2017:23) Ruang lingkup


pembelajaran matematika di Sekolah Dasar meliputi aspek-aspek berupa
bilangan, geometri dan pengukuran serta pengolahan data.

3.3 Hakikat Hasil Belajar


Hasil belajar merupakan perubahan-perubahan yang terjadi pada diri
siswa baik menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotor sebagai hasil
dari kegiatan belajar (Ahmad Susanto, 2013: 5). Secara sederhana hasil
belajar merupakan kemampuan yang diperoleh peserta didik melalui kegiatan
belajar.
Menurut Purwanto (dalam Indrawani 2017:16) hasil belajar adalah
suatu perubahan tingkah laku yang terjadi melalui proses pembelajaran yang
disesuaikan dengan tujuan pendidikan, tujuan hasil belajar ini diukur
digunakan untuk mengetahui sejauh mana tujuan pendidikan dapat tercapai.
Dapat disimpulkan bahwa hasil belajar termasuk perubahan tingkah laku,
kemampuan, sikap maupun keterampilan siswa atau dalam istilah lain adalah
aspek afektif, kognitif dan psikomotorik. yang dapat digunakan untuk
mengukur sejauh mana kegiatan pembelajaran dapat mencapai tujuannya.
Agar guru mengetahui hasil belajar siswa yang dicapai sudah sesuai
dengan tujuan yang ingin dicapai dapat diketahui melalui evaluasi.
Sebagaimana dikemukakan oleh Sunal (1993: 94, dalam Ahmad Susanto
2013:5), bahwa evaluasi merupakan proses penggunaan informasi untuk
membuat pertimbangan seberapa efektif suatu program telah memenuhi
kebutuhan siswa. Selain itu, tujuan evaluasi atau penilaian ini dapat menjadi
feedback atau tindak lanjut. Kemajuan prestasi belajar peserta didik bukan
hanya diukur dari segi pengetahuan tetapi sikap dan juga keterampilan yang
telah diperoleh selama kegiatan belajar mengajar juga.
Maka dari itu, penilaian hasil belajar siswa itu bisa disebut segala hal
yang telah dipelajari, didapatkan di sekolah, bukan hanya dari segi
pengetahuan namun sikap dan juga keterampilan pun yang sesuai dengan
pelajaran yang disalurkan kepada peserta didik.

BAB III
METODOLOGI

3.1 Rancangan Penelitian


Jenis penelitian yang digunakan penulis adalah jenis penelitian eksperimen
semu atau Quasi Eksperimen. Menurut Wahyudin (2009 : 51) Quasi
eksperiment atau eksperimen semu adalah eksperimen yang dalam kegiatanya
mengontrol situasi dalam penelitian tidak terlalu ketat.
Quasi eksperiment yang memiliki tujuan untuk memperoleh informasi
tertentu berupa perkiraan semu pada eksperimen yang sebenarnya. Penelitian
eksperimen semu bertujuan untuk memantau hubungan-hubungan antar
variabel yang akan menjelaskan apakah suatu variabel akan mempengaruhi
variabel yang lain. Populasi pada penelitian yaitu kelas I sampai kelas VI
Siswa Sekolah Dasar. Pada penelitian ini peneliti menggunakan sampel 2 kelas
pada kelas V untuk penelitian yaitu kelas A dan kelas B.
3.2 Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data Pretest dan
Postest atau Uji-T, yang menggunakan Kelas A dan Kelas B kemudian
diberikan pretest untuk mengetahui kemampuan awal kelas eksperimen
dengan kelas kontrol. Apabila hasil dari pretest kedua kelas tersebut mirip
atau signifikan maka boleh untuk melanjutkan eksperimen.
Variabel bebas (X) dan variabel terikat (Y) yaitu:
- X1 : Model pembelajaran Team Game Tournament
- X2 : Model pembelajaran konvensional/ceramah
-Y : Hasil belajar matematika siswa kelas V materi geometri
Selanjutnya peneliti dapat melakukan penerapan model Team Game
Tournament pada kelas eksperimen mata pelajaran matematika materi
geometri. Untuk kelas kontrol dapat diterapkan model ceramah dengan mata
pelajaran dan materi yang sama. Setelah selesai diberi penerapan, maka
langkah selanjutnya peneliti memberikan post test dengan materi yang sama
yaitu untuk mengetahui perbedaan hasil dari penerapan model Team Game
Tournament dengan Model ceramah.

3.3 Analisis Data Penelitian


11
Penelitian ini menggunakan analisis data kuantitatif yang pada
umumnya berupa angka dan data statistik. Data kuantitatif pada penelitian ini
termasuk jenis data kuantitatif Causal comparative research. Karena pada
penelitian ini akan membandingkan kelas eksperimen dengan kelas kontrol.
Teknik analisis data pada penelitian ini menggunakan data statisyika dengan
menentukan mean/ rata-rata hasil pretest dan postest untuk lebih mudah
membandingkan kelas eksperimen dengan kelas kontrol, kemudian
menentukan median dan modus/ nilai yang sering muncul dari data hasil
pretest dan posttest.
DAFTAR RUJUKAN

Alvian, Akbar dan Yari Dwikurnaningsih. 2017. Peningkatan Hasil Belajar


Menggunakan Pembelajaran Matematika Realistik Berbantuan Media
Mistar Bilangan. E-journalmitrapendidikan
Gora, Winastawan dan Sunarto. 2010. PAKEMATIK Strategi Pembelajaran
Inovatif berbasis TIK. Elec Media Komputindo
Indrawani. 2017. Upaya Meningkatkan Kualitas Pembelajaran PKn Melalui
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Kelas VI SDN 153 Pekanbaru:
Journal Indragiri. 1(2): 16)
Karim, Asrul. 2011. Penerapan Metode Penemuan Terbimbing Dalam
Pembelajaran Matematika Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Dan
Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Sekolah Dasar. Portal Jurnal Universitas
Pendidikan Indonesia. Edisi Khusus No.1
Neolaka, Armos dan Grace Amialia A Neolaka. 2017. LANDASAN
PENDIDIKAN: Dasar Pengenalan Diri Sendiri Menuju Perubahan Hidup.
Depok : Prenadamedia
Martiyaningsih, Nining dan Mistina Hidayati. 2018. Bukan Kelas Biasa Teori dan
Praktik Berbagai Model dan Metode Pembelajaran Menerapkan Inovasi
Pembelajaran di Kelas-Kelas Inspiratif. Surakarta: Kekata Publisher
Martono, Koko, R. Eryanto dan Firman Syah Noor. 2007. Matematika dan
Kecakapan Hidup. Ganeca Exact
Marwiyah St, Alauddin dan Muh Khaerul Ummah BK. 2018. Perencanaan
Pembelajaran Kontemporer Berbasis Penerapan Kurikulum 2013.
Yogyakarta: Deepublish
Perwira, Widya. 2017. Studi Analisis kesulitan belajar matematika dan upaya
menanganinnya pada siswa kelas v sd muhammadiyah 6 surakarta tahun
ajaran 2016/2017. Surakarta (Skripsi). Surakarta: Universitas
Muhammadiyah Surakarta
Rajab, Wahyudin. 2009. Buku Ajar Epidemologi untuk Mahasiswa Kebidanan.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Rianawati. 2014. Implementasi Nilai-Nilai Karakter pada Mata Pelajaran
Pendidikan Agama Islam (PAI). Pontianak : IAIN Pontianak Press
Saifuddin. 2018. Pengelolaan Pembelajaran Teoritis dan Praktis. Yogyakarta :
Deepublish
Siregar, Nani Restati. 2017. Persepsi siswa pada pelajaran matematika: studi
pendahuluan pada siswa yang menyenangi game. Ikatan Psikologi
Perkembangan
Supatono Catur. 2009. Matematika Asyik. Jakarta : Grasindo
Susanna. 2017. Penerapan Teams Games Tournament (TGT) Melalui Media
Kertu Domino Pada Materi Minyak Bumi Siswa Kelas XI MAN 4 Aceh
Besar. Lantanida Journal. 5(2)Aceh Besar: Lantanida Journal
Waskitoningtyas, Rahayu Sri. 2016. Analisis Keulitan Belajar Matematika Siswa
Kelas V Sekolah Dasar Kota Balikpapan pada Materi Satuan Waktu Tahun
Ajaran 2015/2016. Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika. 5(1) : 24
PEMANFAATAN METODE PETA KONSEP TERHADAP BERPIKIR
KREATIF SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR PADA
PEMBELAJARAN IPA MATERI SISTEM GERAK MANUSIA DAN
HEWAN

Oleh :
Savira Iranti P B7 PGSD

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pendidikan merupakan hal yang harus dimiliki atau dikuasai dalam
era sekarang. Teknologi yang semakin canggih juga semakin cepat dan maju
merupakan alasan kuat mengapa pendidikan itu penting. Pada era globalisasi ini
sumber daya manusia merupakan kebutuhan utama dalam tujuan pembangunan.
Melalui pendidikan, penigkatan sumber daya alam manusia dapat tercapai dengan
baik.
Sebagaimana di cantumkan dalam Undang –Undang Sistem
Pendidikan Nasional No 23 Tahun 2003, yang berbunyi:
“tujuan pendidikan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan
manusia Indonesia seutuhnya yaitu manusia yang bertakwa terhadap Tuhan Yang
Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketermapilan,
kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta
tangungjawab kemasyarakatan dan kebangsaan”
Pendidikan merupakan proses menumbuhkembangkan potensi
yang dimiliki melalui kegiatan pengajaran. Metode dan media pembelajaran
merupakan aspek penting dalam proses pembelajaran. Dimana kedua aspek itu
saling berkaitan dalam mencapai tujuan pembelajaran karena pemilihan satu
metode akan berpengaruh dalam jenis media pembelajaran yang akan digunakan.
Menurut Djamarah (2002:82), salah satu fungsi utama media
pembelajaran adalah sebagai alat bantu mengajar yang turut mempengaruhi iklim,
kondisi dan lingkungan yang ditata dan diciptakan oleh guru. Dapat dipahami
bahwa media pembelajaran bukan merupakan fungsi tambahan, tetapi merupakan
fungsi alat bantu yang dapat mempermudah para guru dalam penyampaian materi
secara sederhana dan dapat dipahami.
Penggunaan media pembelajaran dalam proses belajar mengajar bukan merupakan
fungsi tambahan, tetapi mempunyai fungsi tersendiri sebagai alat bantu untuk
mewujudkan situasi belajar mengajar yang efektif serta untuk mempercepat proses
belajar mengajar dan membantu siswa dalam menangkap pengertian yang
diberikan guru dan untuk mempertinggi mutu belajar mengajar. (Sumiharsono,
2017: 11)
Guru atau pengajar merupakan komponen yang sangat penting dn
memiliki peranan yan sangat vital dalam menentukan keberhasilan siswa dikelas.
Peran guru sebagai fasilitator juga memegang peranan penting dalam prestasi
belajar dan peningkatan peserta didik terutama dalam pembelajaran Ilmu
Pengetahuan Alam. Penggunaan metode pembelajaran yang tepat dapat
menjadikan peserta didik dapat mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya
agar dapat mencapai pretasi belajar yang tinggi sehingga mereka termotivasi
untuk belajar Ilmu pengetahuan Alam dan tidak menganggap Ilmu Pengetahuan
Alam sebagai pelajaran yang membosankan dan menganggap bahwa pelajaran
IPA merupakan pelajaran yang menyenangkan. Dalam proses pembelajaran,
peserta didik akan lebih termotivasi jika yang dipelajarinya dapat menarik
perhatiannya dan berkesan untuk mereka.
Salah satu metode yang dapat membuat suasana pembelajaran
menarik, menyenangkan ketika peserta didik mempelajarinya dan mampu
memotivasi peserta didik dalam pembelajaran ialah peta konsep. Peta konsep
merupakan suatu metode yang sangat baik yang dapat digunakan oleh guru dalam
pemahaman konsep serta daya hafal peserta didik terhadap materi dan peserta
didik juga mampu meningkatkan kreatifitasnya melalui kebebasan berimajinasi.
Peta konsep juga merupakan teknik mringkas bahan yang akan dipelajari dan
dapat memberikan gambaran suatu masalah yang dihadapi kedalam bentuk peta
atau teknik graffiti sehingga lebih mudah memahaminya. (Sugiarto, 2004: 75)
Apabila guru mampu menerapkan bagaimana cara berpikir,
bagaimana cara belajar, bagaimana cara menyelesaikan masalah dan membuat
keputusan, serta dapat membuat peserta didik termtivasi belajar, maka
pembelajaran tersebut dapat bermakna bagi peserta didik.
Pada sekolah dasar khusunya kelas V masih kesulitan dalam memahami materi
Ilmu Pengetahuan Alam terkait organ gerak pada manusia dan hewan dikarenakan
metode dan media pembelajaran yang digunakan dan dipilih guru tidak mampu
menarik perhatian siswa. Alhasil siswa menjadi malas dan kurang memiliki minat
terhadap pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam terutama pada materi organ gerak
pada manusia dan hewan.
Pada uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemilihan metode
pembelajaran dapat mempengaruhi suasana dalam proses kegiatan belajar
mengajar. Metode pembelajaran yang kurang tepat akan mempengaruhi hasil
belajar yang rendah. Kita sebagai tenaga pendidik harus dapat memilih
metode pembelajaran yang tepat untuk diterapkan kepada peserta didik. Di
sekolah, guru terkadang menerapkan metode pembelajaran peta konsep. Peta
konsep yang digunakan masih sederhana dalam bentuk bagan, peta atau
grafik. Sebaiknya, peta konsep dirangkai dengan gambar dan pensil warna
agar lebih menarik perhatian peserta didik saat proses kegiatan belajar
mengajar berlangsung.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis melakukan penelitian dengan judul
penelitian “Pemanfaatan Metode Peta Konsep Terhadap Berpikir Kreatif
Siswa Kelas V Sekolah Dasar Pada Pembelajaran IPA Materi Organ Gerak
Manusia dan Hewan”
1.2. Rumusan Masalah
1. Adakah pengaruh penggunaan metode pembelajaran peta konsep
terhadap berpikir kreatif siswa dalam memahami materi?
1.3. Tujuan
1. Mengetahui pengaruh metode peta konspe terhadap berpikir kreatif
siswa dalam memahami materi.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1. Belajar
1. Pengertian Belajar
Menurut Thursan (2005:1), belajar merupakan suatu proses
perubahan dalam manusia yang ditampakkan dalam peningkatan kualitas dan
kuantitas tingkah laku seperti peningkatan sikap, pengetahuan, pemahaman,
keterampilan, kebiasaan, dan daya piker. Sedangkan menurut Arsyad
(2013:1), belajar ialah suatu proses yang terjadi pada seseorang secara
kompleks di sepanjang hidupnya. Belajar terjadi karena adanya interaksi
antara seseorangdengan lingkungannya. Seseorang dapat dikatakan belajar
apabila terjadi perubahan tingkah laku dalam dirinya.
Belajar sebagai suatu aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam
interaksi individu dengan sumber belajarnya, yang menghasilkan sejumlah
perubahan. Perubahan-perubahan itu bersifat tetap yang meliputi perubahan
pengetahuan atau pemahaman, keterampilan dan nilai sikap. (Wingkel, 2004:
1)
Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada
diri seseorang yang ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti perubahan
pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, keterampilan, kecakapan,
kemampuan dan aspek lain yang ada pada diri individu.
Belajar adalah berubah. Dalam hal ini yang dimaksudkan belajar berarti
usaha mengubah tingkah laku. Jadi belajar akan membawa suatu perubahan
pada individu-individu yang belajar. Perubahan tidak hanya berkaitan
dengan penambahan ilmu pengetahuan, tetapi juga berbentuk kecakapan,
keterampilan, sikap, pengertian, harga diri, minat, watak, dan penyesuaian
diri (Sardiman, 2006: 21)
Dari berbagai pendapat tentang pengertian belajar, dapat disimpulkan bahwa
belajar merupakan usaha perubahan tingkah laku seseorang atau individu
yang terjadi secara sadar, intensional, positif, aktif, efektif dan fungsional
karena interaksi dengan lingkungan sekitarnya, yang mengarah kepada
tingkah laku yang lebih baik yang tidak ditentukan oleh unsur-unsur turunan
genetik, tetapi lebih banyak ditentukan oleh faktor-faktor eksternal baik
melalui latihan atau pengalaman yang berlaku dalam waktu yang cukup
lama.
2. Pembelajaran
Secara umum, pembelajaran merupakan suatu proses perubahan, yaitu
perubahan dalam perilaku sebagai dari hasil interaksi antara dirinya dengan
lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Sedangkan secara
lengkap pengertian pembelajaran adalah suatu proses yang dilakukan oleh
individu untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam
interaksi dengan lingkungannya. (FIP-UPI. 2007: 73)
Menurut konsep komunikasi, pembelajaran adalah proses komunikasi fungsional
antara peserta didik dengan guru, dan peserta didik dengan peserta didik, dalam
rangka perubahan sikap dan pola pikir yang akan menjadi kebiasaan bagi peserta
didik yang bersangkutan. Erman Suherman, juga menyatakan bahwa
pembelajaran adalah proses pendidikan dalam lingkup persekolahan, sehingga arti
proses pembelajaran adalah proses sosialisasi individu peserta didik dengan
lingkungan sekolah, seperti guru dan teman sesama peserta didik. (Suherman,
2001: 9)
Pembelajaran merupakan proses yang mengandung serangkaian tindakan
guru dan peserta didik atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung
dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Pembelajaran
merupakan suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi,
material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi
mencapai tujuan pembelajaran.15 Pembelajaran didefinisikan sebagai suatu
sistem atau proses membelajarkan subyek didik yang direncanakan atau
didesain, dilaksanakan, dan dievaluasi secara sistematis agar subyek didik
dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien.
Pembelajaran pada dasarnya adalah proses kegiatan guru yang ditujukan pada
peserta didik dalam menyampaikan pesan berupa pengetahuan, sikap dan
ketrampilan serta membimbing dan melatih peserta didik agar belajar, dengan
demikian guru harus menciptakan suatu kondisi lingkungan yang memungkinkan
terjadinya proses belajar. Guru melakukan kegiatan pembelajaran atau
mengajarkan peserta didik, sedang peserta didik melakukan kegiatan belajar.
Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang meliputi unsur-unsur manusia,
material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi untuk
mencapai tujuan pembelajaran.
Adapun ciri-ciri pembelajaran sebagai berikut :

1) Pembelajaran dilakukan secara sadar dan direncanakan secara sistematis,


2) Pembelajaran dapat menumbuhkan perhatian dan motivasi peserta
didik dalam belajar,
3) Pembelajaran dapat membuat peserta didik siap menerima pelajaran
baik secara fisik maupun psikologis,
4) Pembelajaran dapat menyediakan bahan belajar yang menarik dan
menantang bagi peserta didik,
5) Pembelajaran dapat menggunakan alat bantu belajar yang tepat dan
menarik,
6) Pembelajaran dapat menciptakan suasana belajar yang aman dan
menyenangkan bagi peserta didik.

Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan pembelajaran merupakan proses

interaksi antara peserta didik, pendidik, sumber belajar dan lingkungan

belajar dalam situasi edukatif sehingga menghasilkan perubahan yang relatif

tetap pada pengetahuan dan tingkah laku untuk smencapai tujuan

pembelajaran.

2.2 Hakikat Pembelajaran IPA

Menurut Mulyasa (2008:255), pada hakikatnya pembelajaran adalah proses


interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya, sehingga terjadi
perubahan perilaku ke arah yang lebih baik. Selain pendapat tersebut, ada
pula pendapat lain yang menyatakan bahwa, pembelajaran dapat
didefinisikan sebagai suatu sistem atau proses membelajarkan subyek
didik/pembelajar yang direncanakan atau didesain, dilaksanakan, dan
dievaluasi secara sistematis agar subyek/pembelajar dapat mencapai tujuan-
tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien.
Ilmu Pengetahuan Alam atau Sains adalah pengetahuan. Maksudnya ialah
bahwa Sains merupakan disiplin ilmu yang memuat pengetahuan tentang
makhluk hidup.
Mata pelajaran ini berkaitan dengan cara mencari tahu dan memahami
tentang alam secara sistematis sehingga sains bukan hanya penguasaan
kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-
prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pembelajaran
sains diharapkan dapat menjadi whana bagi peserta didik untuk mengetahui
dirinya dan lingkungan sekitarnya. (Cambell. 2002: 1)
Saat ini berbagai upaya untuk mengembangkan pembelajaran
IPA telah digalakkan. Selain bertujuan menciptakan pembelajaran IPA yang
lebih menyenangkan, upaya ini juga ditujukan untuk menciptakan
pembelajaran yang lebih bermakna dan menghasilkan perilaku belajar yang
baik. Perilaku belajar dapat diperhatikan dari cara peserta didik berinteraksi
dengan materi pelajaran, interaksi ini kemudian akan meningkatkan hasil
belajar peserta didik.

Namun pada kenyataannya pendidikan di sekolah untuk


pembelajaran IPA belum sesuai harapan. Seperti pada materi organ gerak
pada manusia dan hewan, banyak siswa yang masih belum memahami
macam-macam organ gerak pada manusia dan hewan, apa yang
membedakan organ gerakantara manusia dan hewan. Ini disebabkan oleh
guru-guru yang masih banyak menyelenggarakan pembelajaran secara tidak
menarik di sekolah, seperti dominasi metode ceramah yang menuntut peserta
didik untuk mendengar, memperhatikan, dan mencatat penjelasan guru.
Padahal proses pembelajaran merupakan peristiwa yang menyediakan
berbagai kesempatan bagi peserta didik untuk terlibat aktif dalam kegiatan
pembelajaran.
2.3. Hakikat Peta Konsep
1. Pengertian Peta Konsep
Pemetaan konsep menurut Martin dalam Trianto (2010: 157), merupakan inovasi
baru yang penting untuk membantu anak menghasilkan pembelajaraan bermakna
dalam kelas. Peta konsep merupakan suatu gambaran besar konsep yang
tersusun atas konsep- konsep yang saling berkaitan sebagai hasil dari pemetaan
konsep. Konsep-konsep pada peta konsep dapat digunakan sebagai alat untuk
belajar bermakna oleh peserta didik, mengetahui seberapa banyak peserta didik
tahu konsep yang dipelajari dari suatu materi. Oleh sebab itu peta konsep dapat
dikatakan suatu proses untuk menilai pembelajar terhadap pengenalan konsep.
Banyak para ahli yang mengemukakan tentang peta konsep. Vanides
mengemukakan bahwa peta konsep merupakan representasi hubungan antara
satu konsep dengan konsep lainnya. Asan, mengemukakan bahwa peta
konsep merupakan representasi dari beberapa konsep serta barbagai
hubungan antar struktur pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang.
Selanjutnya Dahar, mengemukakan bahwa peta konsep digunakan untuk
menyatakan hubungan yang bermakna antara konsep-konsep dalam bentuk
proposisi-proposisi.

Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa peta konsep


merupakan hubungan yang bermakna antara satu konsep dengan konsep
lainnya yang dihubungkan oleh kata-kata dalam suatu unit tertentu.
Metode pembelajaran peta konsep merupakan salah satu alternatif yang
dapat digunakan untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik, karena peta
konsep menyediakan bantuan visual konkret untuk membantu
mengorganisasikan informasi sebelum informasi tersebut dipelajari.
Dalam kegiatan pembelajaran dengan menggunakan metode
peta konsep, Pertama peserta didik mempelajari konsep suatu materi dengan
bimbingan guru, dalam kegiatan ini peserta didik lebih banyak melakukan
kegiatan sendiri sehingga menumbuhkan rasa tekun dalam belajar dan ulet
menghadapi kesulitan pada diri peserta didik. Kedua menentukan ide-ide
pokok, dalam kegiatan ini peserta didik aktif menemukan dan memilih kata-
kata kunci atau istilah penting dari suatu materi pelajaran yang telah
dipelajari sehingga mengembangkan kemampuan peserta didik dalam
mencari dan memecahkan bermacam-macam masalah. Ketiga membuat atau
menyusun peta konsep, dalam hal ini setelah peserta didik menemukan
seluruh kata- kata kunci atau istilah penting dari suatu materi pelajaran yang
telah dipelajari, kemudian peserta didik menyusun kata kunci tersebut
menjadi suatu struktur peta pikiran yang paling mudah dipahami dan
dimengerti oleh peserta didik sehingga kegiatan ini mengembangkan
kemandirian peserta didik dalam menyelasaikan tugas. Keempat presentasi
didepan kelas, mempresentasikan yang dimaksud adalah aktifitas peserta
didik dalam menjelaskan peta pikirannya didepan kelas guna
mengkomunikasikan ide dari peserta didik kepada peserta didik lain yang
pada akhirnya ada kesempatan cukup bagi peserta didik untuk
mempertahankan dan mempertanggungjawabkan pendapatnya.

Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa metode peta konsep


adalah metode yang dirancang oleh guru untuk membantu peserta didik
dalam proses belajar, menyimpan informasi berupa materi pelajaran yang
diterima oleh peserta didik pada saat pembelajaran, dan membantu peserta
didik menyusun inti-inti yang penting dari materi pelajaran kedalam bentuk
peta atau grafik sehingga peserta didik lebih mudah memahaminya.

2. Macam-Macam Peta Konsep

Menurut Erman (2003:24) peta konsep ada empat macam, yaitu pohon
jaringan (network tree), rantai kejadian (event chains), peta konsep siklus (cycle
concept map), dan peta konsep laba-laba (spider concept map).
a. Pohon Jaringan (network tree)
Ide-ide pokok dibuat dalam persegi empat, sedangkan beberapa kata yang lain
dituliskan pada garis-garis penghubung. Garis-garis pada peta konsep menunjukan
hubungan antara ide-ide itu. Kata-kata yang ditulis pada garis memberikan
hubungan antara konsep-konsep. Pada saat mengkonstruksi suatu pohon jaringan,
tulislah topik itu dan daftarlah konsep-konsep utama yang berkaitan dengan
konsep itu. Periksalah daftar dan mulai menempatkan ide-ide atau konsep-
konsep dalam sususnan yang berkaitan itu dari konsep utama dan berikan
hubungannya pada garis-garis itu. Pohon jaringan cocok digunakan untuk
memvisualisasikan hal-hal berikut:
1. menunjukan sebab akibat
2. suatu hirarki
3. prosedur yang bercabang
4. istilah yang berkaitan yang dapat digunakan untuk menjelaskan hubungan-
hubungan

b. Rantai Kejadian (events chain)


Nur mengemukakan bahwa peta konsep rantai kejadian dapat digunakan untuk
memberikan suatu urutan kejadian, langkah-langkah dalam suatu prosedur,
atau tahap –tahap dalam suatu proses. Dalam membuat rantai kejadian, pertama-
tama temukan satu kejadian yang mengawali rantai itu. Kejadian ini
disebut rantai awal. Kemudian, temukan kejadian berikutnya dalam rantai
itudan lanjutkan sampai mencapai suatu hasil. Rantai kejadian cocok
digunakan untuk memvisualisasikan hal-hal berikut:
1. memberikan tahap-tahap dari suatu proses
2. langkah-langkah dalam suatu prosedur linier
3. suatu urutan kejadian.
c. Peta Konsep Siklus (cycle consept map)
Dalam peta konsep siklus, rangkaian kejadian tidak menghasilkan suatu hasil
final. Kejadian terakhir pada rantai itu menghubungkan kembali ke kejadian
awal. Karena tidak ada hasil dan kejadian terakhir itu menghubungkan
kembali ke kejadian awal, siklus itu berulang dengan sendirinya. Peta konsep
siklus cocok diterapkan untuk menunjukan hubungan bagaimana suatu
rangkaian kejadian berinteraksi untuk menghasilkan suatu kelompok hasil yang
berulang- ulang.
d. Peta Konsep Laba-laba (spider concept map)
Peta konsep laba-laba dapat digunakan untuk curah pendapat.
Melakukan curah pendapat ide-ide berangkat dari suatu ide central, sehingga
dapat memperoleh sejumlah besar ide yang bercampur aduk. Banyak dari
ide-ide ini dan ini berkaitan dengan ide sentral itu namun belum tentu jelas
hubungannya satu sama lain. Peta konsep laba-laba cocok digunakan untuk
memvisualisasikan hal-hal berikut:
1. tidak menurut hierarki
2. kategori yang tidak parallel
3. hasil curah pendapat.
Jelas terlihat dari macam-macam peta konsep di atas dalam materi pelajaran
dalam proses belajar mengajar yang diwujudkan dalam bentuk bagan yang
menghubungkan konsep-konsep tersebut dapat berperan dalam pembelajaran
bermakna sebagai media pengajaran yang baik dan menarik karena melalui peta
konsep materi-materi pelajaran yang dianggap sulit dan rumit terlihat mudah untuk
dipahami dan dimengerti.
3. Fungsi Peta Konsep
Fungsi peta konsep dalam kegiatan belajar mengajar adalah untuk belajar bermakna.
Menurut Sulistio dalam Zulfiani mengemukakan macam-macam cara tentang penggunaan
peta konsep untuk pembelajaran sains sebagai berikut:
a. Merencanakan pembelajaran
b. Perencanaan kurikulum dan evaluasi kurikulum
c. Mengembangkan pengajaran
d. Diskusi
e. Laporan praktikum
f. Belajar buku teks
g. Tes
h. Instruksi melalui komputer
i. Gambaran pengetahuan sendiri
j. Analisis miskonsepsi siswa
k. Menganalisis buku teks
4. Langkah-Langkah Membuat Peta Konsep
Peta konsep yang baik agar fungsi dan tujuan pembelajran tercapai, maka harus
mengikuti tata cara dalam pembuatannya. Cara untuk membuat peta konsep, yaitu siswa
dilatih untuk mengidentifikasi ide-ide kunci yang berhubungan dengan suatu topik dan
menyusun ide-ide tersebut dalam suatu pola logis. Kadang-kadang peta konsep
merupakan diagram hierarki dan terkadang peta konsep memfokus pada hubungan sebab
akibat. Peta konsep mempunyai peranan penting dalam belajar bermakna siswa karena
dapat membantu siswa memahami suatu materi pelajaran. Oleh sebab itu Arends dalam
Trianto mengemukakan langkah-langkah membuat peta konsep sebagai berikut:
Tabel 2.1
Langkah-langkah Membuat Peta Konsep
Langkah 1 mengidentifikasi ide pokok atau prinsip yang melingkupi
sejumlah konsep
Langkah 2 mengidentifikasi ide-ide atau konsep-konsep sekunder
yang menunjang ide utama
Langkah 3 menempatkan ide utama di tengah atau di puncak peta
tersebut
Langkah 4 mengelompokkan ide-ide sekunder di sekeliling ide utama yang secara
visual menunjukan hubungan ide-ide tersebut dengan ide utama.
2.4. Kemampuan Berpikir Kreatif
1. Definisi Berpikir Kreatif
Berpikir kreatif suatu kegiatan yang dialami seseorang bila mereka dihadapkan
pada suatu masalah atau situasi yang harus dipecahkan. Terdapat bermacam-
macam cara berpikir, antara lain: berpikir vertikal, lateral, kritis, analitis, kreatif
dan strategis. pada penelitian ini akan difokuskan pada berpikir kreatif saja.
Berpikir kreatif adalah suatu pemikiran yang berusaha menciptakan gagasan yang
baru. Berpikir kreatif dapat juga diartikan sebagai suatu kegiatan mental yang
digunakan seseorang untuk membangun ide atau gagasan yang baru. Halpern
menjelaskan bahwa berpikir kreatif sering pula disebut berpikir divergen, artinya
adalah memberikan macam-macam kemungkinan jawaban dari pertanyaan yang
sama. (Fidyawati. 2009:19)
Kita harus berpikir kreatif untuk memperbaiki kehidupan, melakukan inovasi
desain, menciptakan perubahan dan memperbaiki sistem. Kemampuan
berpikir sangat menentukan dalam membangun kepribadian dan pola
tindakan dalam kehidupan setiap insan Indonesia, karena itu pembelajaran
sains perlu diberdayakan untuk mencapai maksud tersebut. Bertolak dari
pernyataan tersebut dapat dikatakan bahwa keterampilan berpikir kreatif
merupakan salah satu aspek kognitif yang harus diperhatikan dalam proses
pembelajaran sains dikelas.
Kemampuan berpikir kreatif berhubungan dengan “imagination,
independence, experimentation, holism, expression, self-transcendence,
surprise, generativity, maleuticity and intentiveness provide descriptor of
valuable characteristics of creative thinking”. Definisi ini lebih
menekankan pada karakteristik berpikir kreatif diantaranya adalah
imajinasi, eksperimentasi, holism, ekspresi, transendensi-diri, kejutan,
pembangkitan, dan daya temu.
Menurut colling & Amabile; Runco & Chand; Nelson; Creative thinking is
linked to knowledge, motivation, problem finding, idea finding, and
evaluation. Hal ini menunjukkan bahwa berpikir kreatif itu terkait dengan
pengetahuan, motivasi, menemukan masalah, menemukan idea tau gagasan
baru, dan mengevaluasi. (Tawil. 2013: 60)
Berdasarkan dari beberapa definisi berpikir kreatif tersebut dapat dikatakan
bahwa berpikir kreatif dicirikan oleh: merasakan adanya kesulitan, masalah
kesenjangan informasi, adanya unsur yang hilang dan ketidakharmonisan,
mendefinisikan masalah secara jelas, mendapat gagasan baru, membuat
dugaan- dugaan dan kemungkinan perbaikannya, pengujian kembali atau
bahkan mendefinisikan ulang masalah dan akhirnya mengkomunikasikan
hasilnya.
2. Indikator Berpikir Kreatif
1. Kelancaran (fluency), adalah kemampuan untuk menghasilkan banyak
gagasan;
2. Keluwesan (flexibility), adalah kemampuan untuk mengemukakan
bermacam- macam pemecahan atau pendekatan terhadap masalah;
3. keaslian (originality), adalah kemampuan untuk mencetuskan
gagsan dengan cara-cara yang asli, tidak klise, dan jarang diberikan
kebanyakan orang;
4. Elaborasi (elaboration), adalah kemampuan menambah suatu situasi
atau masalah sehingga menjadi lengkap, dan merincinya secara
detail, yang didalamnya terdapat berupa tabel, grafik, gambar,
model dan kata-kata.
2.5. Kajian Materi Sistem Gerak Manusia dan Hewan
1. Sistem Gerak Pada Manusia
Manusia dapat bergerak karena didukung oleh system gerak. Sistem gerak
manusia terdiri atas dua alat gerak yaitu alat gerak pasif dan alat gerak aktif.
Alat gerak pasif manusia berupa rangka atau tulang. Disebut alat gerak pasif
karena tulang tidak bisa bergerak sendiri. Alat gerak aktif yang dapat
menggerakkan rangka manusia berupa otot atau daging karena memiliki
kemampuan untuk berkontraksi dan relaksasi.

1) Sistem Gerak (Rangka/Tulang)


Fungsi utama rangka/tulang adalah menegakkan tubuh. Tulang dapat menjadi alat
gerak karena adanya otot, yang berperan sebagai alat penggeraknya. Dalam tubuh
manusia, jumlah tulang yang dimiliki adalah ruas tulang. Terdiri atas variasi
ukuran dan bentuk. Penyusun tulang adalah kalsium, berbentuk garam yang
melekat dengan bantuan kolagen.
Pembahasan materi di sini meliputi fungsi rangka, pengelompokan rangka, dan
struktur rangka.
Fungsi rangka:
1. Alat gerak pasif
2. Pembentuk dan penegak tubuh
3. Tempat melekatnya otot
4. Pelindung bagian tubuh yang penting
5. Tempat pembentukkan sel darah merah
Pengelompokan rangka berdasarkan jenisnya:
1. Kartilago/Tulang Rawan
 Tulang Rawan Hialin
Sifat: lentur, semi transparan, dan matrik berwarna putih kebiruan.
Letak: antara tulang rusuk dan tulang dada.
 Tulang Rawan Elastis
Sifat: lentur, warna matrik keruh kekuningan.
Letak: daun telinga, laring, dan eusthacius.
 Tulang Rawan Fibrosa
Sifat: kaku, kuat, warna matrik gelap dan keruh.
Letak: di antara ruas tulang belakang.
2. Tulang Keras (Osteon)
 Tulang pipa
Sifat: panjang, tengahnya berongga
Contoh: paha, lengan atas, kering, betis, hasta, dan pengumpil.
 Tulang pipih
Sifat: pipih
Contoh: belikat, tulang dada, rusuk
 Tulang pendek
Sifat: pendek dan bulat
Contoh: pergelangan tangan dan kaki
 Tulang tak beraturan
Sifat: bentuknya tidak beraturan
Contoh: ruas-ruas tulang belakang
Susunan Rangka
Susunan rangka dikelompokkan menjadi rangka aksial (sumbu tubuh) dan rangka
apendikular (anggota tubuh). Rangka aksial meliputi tengkorak, tulang belakang,
tulang dada, dan tulang rusuk. Sedangkan rangka apendikular meliputi tulang
bahu, tulang panggul, tulang anggota gerak atas, dan tulang anggota gerak bawah.
Masing-masing bagian akan ditunjukkan melalui gambar-gambar di bawah.
1. Rangka aksial (sumbu tubuh)
Rangka aksial meliputi tengkorak, tulang belakang, tulang dada, dan tulang rusuk.
 Tengkorak:
a. tulang dahi
b. tulang tapis
c. tulang hidung
d. tulang rahang atas (maksila)
e. gigi
f. tulan rahang bawah (mandibula)
g. tulang pelipis
h. tulang ubun-ubun
 Ruas tulang belakang
a. tulang leher ( 7 ruas)
b.tulang punggung (12 ruas)
c. tulang pinggang (5 ruas)
d. tulang kelangkang (5 ruas)
e. tulang ekor (4 ruas)

 Tulang dada dan tulang rusuk


a. 7 pasang tulang rusuk sejati
b. 3 pasang tulang rusuk palsu
c. 2 pasang tulang rusukmelayang
d. tulang hulu
e. tulang badan
f. tulang pedang-pedangan
2. Rangka Apendikular (Anggota Tubuh)
Rangka apendikular meliputi tulang bahu, tulang panggul, tulang anggota gerak
atas, dan tulang anggota gerak bawah.
 Tulang bahu:
a. Tulang selangka
b. Tulang Belikat
 Tulang panggul:
a. tulang usus
b. tulang duduk
c. tulang kemaluan
 Tulang anggota gerak atas:
a. tulang lengan atas
b.tulang hasta
c. tulang pengumpil,
d. tulang pergelangan tangan
e. tulang jari tangan
 Tulang anggota gerak bawah:
a. tulang paha
b.tulang tempurung lutut
c. tulang betis
d. tulang kering
e. tulang pergelangan kaki
f. tulang telapak kaki
g. tulang jari kaki
Persendian
Persendian dibedakan menjadi 3 (tiga), yaitu sendi mati (inartrosis), sendi kaku
(amfiatrosis), dan sendi gerak (diartrosis). Semua jenis sendi melakukan
fungsinya sebagai penghubung antar tulang (rangka) dan tersebar di seluruh
tubuh. Selain pembagian tiga persendian di atas, terdapat 5 (lima) sendi yang
masuk dalam pengelompokan sendi gerak. Kelima persendian dalam sendi gerak
tersebut adalah sendi engsel, sendi pelana, sendi putar, sendi peluru, dan sendi
geser.
Macam-macam sendi yang telah disinggung di atas akan dijelaskan lebih lengkap
pada ulasan di bawah.
 Inartrosis/Sendi Mati
Hubungan antartulang yang tidak memungkinkan adanya gerakan. Contoh:
antartulang tengkorak.
 Amfiatrosis/Sendi Kaku
Hubungan antartulang yang memungkinkan gerakan terbatas. Contoh: antara
tulang rusuk dengan tulang dada.
 Diartrosis/Sendi Gerak
Hubungan antartulang yang memungkinkan terjadinya banyak gerakan. Sendi
gerak dibedakan menjadi 5, yaitu sendi engsel, sendi pelana, sendi putar, sendi
peluru, dan sendi geser. Penjelasan lebih lanjut dan letak bagian masing-masing
sendi dapat dilihat pada daftar di bawah.
1. Sendi Engsel: memungkinkan gerakan satu arah.
Contoh: siku, lutut, ruas antar jari
2. Sendi Pelana: memungkinkan gerakan dua arah.
Contoh: persendian pada hubungan antara tulang ibu jari dan tulang
telapak tangan.
3. Sendi Putar: memungkinkan gerakan memutar.
Contoh: tengkorak dengan tulang atlas, radius dengan ulna.
4. Sendi Peluru: memungkinkan gerak ke segala arah.
Contoh: tulang lengan atas dengan gelang bahu, tulang paha dengan
gelang panggul.
5. Sendi Geser: memungkinkan gerakan melengkung ke depan, belakang,
atau memutar.
Contoh: tulang pergelangan kaki, hubungan antar tulang belakang.
Sistem Gerak Otot
Otot menempel pada rangka (tulang) dan berperan untuk menggerakkan tulang.
Cara kerja otot dibedakan menjadi sadar dan tidak sadar, tergantung dari jenis
otot. Jenis otot tersebut meliputi otot polos, otot lurik, dan otot jantung. Gerak
yang dilakukan otot dapat berupa gerak sinergis dan gerak antagonis.
Tiga Jenis Otot
1. Otot Polos
Jenis otot pertama yang akan dibahas adalah otot polos. Bentuk dari otot polos
adalah gelondong, menggelembung pada bagian tengah dan meruncing pada
bagian ujung. Jumlah initi pada otot polos adalah 1 (satu), terletak di bagian
tengah. Sesuai dengan namanya, warna yang dimiliki otot polos adalah polos.
Otot polos bekerja secara tidak sadar.
2. Otot Lurik
Berikutnya adalah otot lurik. Bentuknya berupa silindris dan memanjang. Jumlah
inti pada otot lurik adalah banyak dan terletak di tepi. Otot lurik bekerja secara
sadar dan cepat dalam merespon rangsang. Otot lurik banyak dijumpai melekat
pada tulang.
3. Otot Jantung
Ulasan tentang jenis otot selanjutnya yang akan dibahas adalah otot jantung.
Bentuk otot jantung adalah silindris dan bercabang. Memiliki warna lurik dan
membentuk anyamana. Otot jantung bekerja secara tidak sadar dan lambat dalam
merespon rangsang. Otot jantung hanya terdapat di jantung.

2. Sistem Gerak pada Hewan


Klasifikasi Hewan
Menurut jenisnya, hewan dibagi menjadi dua yaitu hewan yang bertulang
belakang (Vertebrata) dan hewan yang tidak memiliki tulang belakang
(Avertebrata). Sistem gerak yang terdapat pada Vertebrata dan Avertebrata
memiliki fungsi yang sama yaitu berhubungan dengan bentuk rangka dan tubuh
hewan, walaupun hewan tersebut berpindah tempat dengan cara yang berbeda satu
sama lain.

Hewan vertebrata yang dibahas dalam artikel ini yaitu pisces (ikan), aves
(burung), reptil, amfibi (katak), dan mamalia. Ciri khas hewan vertebrata yaitu
memiliki tulang dalam atau endoskeleton yang berfungsi untuk menopang berat
badan hewan tersebut. Otot dan tulang hewan saling menempel membuat struktur
endoskeleton. Dimana bentuk tulang dalam (rangka dalam) masing-masing hewan
vertebrata tersebut berbeda-beda antara hewan yang satu dengan hewan yang lain.
1) Sistem Gerak Ikan
Sirip ikan terdiri dari sepasang sirip yang berada di kanan maupun di kiri dan sirip
ekornya. Sirip-sirip ini bermanfaat bagi ikan agar bisa bergerak ke depan dengan
mudah. Selain itu ada lagi sirip tengah, yaitu sirip yang terletak di atas tubuh ikan.
Ikan yang hanya menggunakan sirip tengah dan sirip pasangan biasanya tidak
dapat berenang secepat ikan yang memanfaatkan sirip pasangan dan sirip ekornya.
Contoh ikan jenis ini yaitu ikan yang hidup di terumbu karang (ikan yang tidak
dapat bergerak cepat).
Karakteristik Rangka
Beberapa ikan yang habitatnya di air tawar maupun di air laut memiliki bentuk
tubuh yang unik, sebagian besar berwujud mirip torpedo. Ada juga yang
mengatakan bentuk tubuh ikan berbentuk streamline. Ternyata bentuk ikan yang
mirip torpedo (streamline) tersebut memudahkan ikan dalam melakukan
maneuver berbelok ke kanan dan ke kiri lebih cepat dan praktis saat berada di air
tanpa mengalami hambatan atau gesekan dengan air. Pada saat ikan bergerak di
dalam air, terdapat gelembung – gelembung udara yang naik ke permukaan air.
Maksud dan tujuan ikan melakukan ini yaitu agar ikan memudahkan ikan
mengatur saat ikan ingin naik ke permukaan air atau saat menyelam ke dasar
sungai atau laut.
2) Sistem Gerak Burung
Cara bergerak hewan yang ada di udara berbeda dengan cara bergerak hewan
yang ada di dalam air. Hewan udara contohnya yaitu burung. Burung dapat
terbang bebas di udara karena memiliki sayap dan rangka tulang yang
mendukung. Setiap burung memiliki cara terbang yang berbeda antara yang satu
dengan yang lain. Pada umumnya bentuk tubuh burung – burung memiliki bentuk
tubuh yang unik. Burung – burung dapat terbang karena bentuk tubuhnya
memiliki gaya angkat yang lebih besar, sehingga dapat melepaskan dari dari
pengaruh gaya gravitasi bumi.
Karakteristik Rangka
Bentuk sayap burung memiliki susunan rangka yang kuat namun ringan. Selain itu
burung juga diperkuat oleh tulang dada dan otot – otot yang solid dan kekar saat
menahan terpaan angin yang kencang pada waktu sedang terbang di udara.
Kontruksinya tulang sayap yang kuat dan ringan memberikan gaya angkat yang
cukup besar bagi burung saat akan terbang.
Bentuk sayap burung seperti airfoil. Bentuk ini menyebabkan udara yang
mengalir di bawah sayap burung mengalir lebih lambat daripada udara yang
mengalir di atas sayap burung. Pada waktu burung akan terbang yaitu dengan
mengepakkan sayapnya, maka udara akan mengalir ke bagian bawah yang
menghasilkan gaya angkat sehingga burung dapat terangkat ke udara atau terbang.
3) Sistem Gerak Amphibia
Contoh dari Amphibia yaitu kodok atau katak. Kontruksi tulang katak yaitu terdiri
dari tulang badan, tulang anggota gerak dan tulang tengkorak (tulang kepala).
Amfibi memiliki sendi baik itu di lutut, bahu, siku, pinggul, pergelangan kaki dan
tangan. Sendi ini memudahkan hewan amfibi seperti katak untuk melompat.

Karakteristik Rangka
Selain itu bentuk tulang kepala katak berukuran kecil dan hanya memiliki sedikit
tulang. Hal ini menyebabkan tulang kepala katak sangat ringan namun kuat.
Selain itu postur badan katak juga ditopang oleh tulang belakang yang dapat
menahan berat tubuh bagian belakang dan bagian depan katak.
Katak memiki kaki yang sangat panjang dan otot-otot yang kekar dan solid. Agar
katak mudah saat berenang, kaki katak memiliki selaput renang. Selaput renang
ini sangat berguna bagi katak saat sedang berenang di dalam air. Dengan adanya
selaput renang, katak dapat bergerak lincah di dalam air.
4) Sistem Gerak Reptil
Hewan yang termasuk dalam kategori reptil yaitu kadal, kura-kura, ular, buaya,
dan sebagainya. Contohnya ular. Ular bergerak dengan cara merayap atau melata
baik di atas tanah, air maupun pada saat berenang di air.
Karakteristik Rangka
Bentuk tulang ular yaitu terdiri dari tulang tengkorak, tulang badan, dan tulang
ekor. Pada tulang badan, terdiri dari ratusan buah ruas-ruas tulang belakang.
Sedangkan pada tulang rusuk ular terhubung dengan tulang belakang dibalut
dengan otot-otot yang lentur dan kuat. Dengan bentuk tubuh dan banyaknya ruas-
ruas tulang belakang inilah yang menyebabkan ular bergerak dengan cara meliuk-
liukan badannya ke kanan dan ke kiri dengan cepat.
5) Sistem Gerak Mamalia
Contoh dari hewan mamalia yaitu banteng, paus, kucing, anjing, sapi, kerbau, dan
sebagainya. Mamalia hidup di berbagai jenis habitat, ada yang hidup di air, di
darat dan di udara. Salah satu contoh mamalia yang hidup di darah yaitu kuda.
Karakteristik Rangka
Kuda memiliki tulang-tulang kokoh dan kuat untuk menopang tubuhnya. Otot-
ototnya yang elastis dan kuat yang terhubung dengan tulang-tulangnya,
menyebabkan kuda dapat berlari sangat kencang dibandingkan mamalia yang lain.
Pada saat kuda bergerak, maka kaki kuda paling belakang memberikan dorongan
agar kuda dapat maju ke arah depan. Kencang atau lambatnya kuda berlari
tergantung pada kuat atau lemahnya saat kaki belakang memberikan gerakan pada
kaki belakangnya. (Kurniasih. 2018: 38)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Dasar Negeri Malang pada siswa kelas V.
Waktu penelitian dilakukan pada tanggal 3 Februari 2018 – 5 Maret 2018
Semester Ganjil Tahun Ajaran 2017/2018
3.2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini ialah Quasi Eksperimen
dengan metode deskripsi.
Dalam penelitian ini, peneliti akan membandingkan dua kelompok
penelitian, dimana satu kelompok peserta didik diberikan perlakuan khusus yang
digunakan sebagai kelas eksperimen dengan penggunaan metode pembelajaran
peta konsep berbantukan media visual. Sedangkan satukelompok yang lain
merupakan kelas kontrol yang dalam proses pembelajarannya tidak menggunakan
metode peta konsep berbantukan media visual tetapi menggunakan pembelajran
yang biasa digunakan oleh guru.
3.3 Variabel Penelitian
Variable merupakan fokus penelitian berupa objek yang akan diteliti. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variable bebas terhadap variable terikat.
Berikut akan dijelaskan tentang kedua variable tersebut:
a. Variable bebas yang dinyatakan dengan X adalah variable yang
dimanipulasi dalam penelitian karena diduga memiliki pengaruh
terhadap variable lain. Variable bebas dalam penelitian ialan peta
konsep berbantukan media visual.
b. Variable terikat yang dinyatakan dengan Y adalah respon subjek
penelitian yang diukur sebagai pengaruh dari variable bebas. Variable
terikat dalam penelitian ini adalah kemampuan berpikir kreatif peserta
c. didik.

3.4 Teknik Pengambilan Data


Adapun teknik pengambilan data pada penelitian ini ialah:
a. Observasi
Lembar observasi yang digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk melihat
kegiatan peserta didik dalam menyelesaikan soal yang berkaitan dengan aspek
berpikir kreatif. Pada penilaian lembar observasi menggunakan skala 0-4.
b. Soal Tes
Soal tes digunakan untuk mengukur seberapa tercapainya metode peta konsep
terhadap berpikir kreatif yang diterapkan pada peserta didik. Soal bersifat terbuka
sehingga peserta didik mampu menggunakan berpikir kreatif secara luwes, fasih,
dan baru.
c. Dokumentasi
Dokumentasi digunakan dalam memperoleh data yang berkaitan dengan hasil
penelitian-penelitian serta hasil belajar peserta didik. Data yang dimaksud seperti
foto, data-data yang diperlukan.
3.5 Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi menurut Suharsimi (2016:65), ialah keseluruhan jumlah
yang terdiri atas subjek atau objek dimana kedua komponen ini memiliki
karakteristik serta kualitas tertentu yang dapat diterapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan ditarik kesimpulan.
Populasi dalam penelitian ini ialah siswa kelas V Sekolah Dasar
Negeri di Malang. Tahun ajaran 2017/2018 yang berjumlah 90 peserta didik.
2. Sampel
Sampel pada penelitian terdiri dari dua kelas yaitu kelas control dan kelas
eksperimen, dimana masing-masing kelas berjumlah 30 peserta didik.
3.6. Instrumen Penelitian
1. Instrumen Pembelajaran
a. Silabus kelas 5 Tema 1 Subtema 1 Pembelajaran 1
b. RPP kelas 5 Tema 1 Subtema Pembealajaran 1 kelas control dan kelas
eksperimen
2. Instrumen Penilaian
a. Lembar Observasi
b. Soal essay
3.7. Tahapan Penelitian
1. Meminta/membuat surat izin melakukan penelitian kepada Fakultas Ilmu
Pendidikan untuk diserahkan kepada sekolahyang akan diteliti
2. Melakukan observasi terhadap sekolah yang akan diteliti serta
mengumpulkan data yang dibutuhkan untuk melakukan penelitian
3. Setelah observasi sekolah, peneliti menentukan kelas kontrol dan kelas
eksperimen untuk mendapatkan sampel seara acak.
4. Lalu peneliti dapat membuat rencana pembelajaran dengan peta konsep
sebagai metode yang akan digunakan terhadap materi sistem gerak
manusia dan hewan
5. Setelah rencana di buat, maka peneliti membuat perangkat pembelajaran
(RPP, silabus dan lembar kerja siswa) sesuai rencana pembelajaran.
6. Menyusun instrument penelitian dan
mendemonstrasikan/memperkenalkan metode peta konsep terhadap
materi sistem gerak hewan dan manusia terhadap kelas eksperimen
Pengambilan Data:
Pengambilan data didapatkan pada saat proses pembelajaran berlangsung. Misal
pada saat proses penyampaian materi berlangsung, peneliti bisa mengambil data
yang dimau dengan mengamati aspek yang ada di observasi atau pada saat soal
telah dikerjakan dan hasil telah keluar.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian


1. Data essay Kemampuan Berpikir Kreatif
Melalui tes objektif yang berbentuk soal essay sebanyak 20 butir
yang diberikan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol dimana masing-masing
kelas berjumlah 30 peserta didik. Kelas eksperimen memperoleh nilai tertinggi 90
dan nilai terendah 70 dan nilai rata-rata 88.25. sedangkan pada kelas kontrol nilai
tertinggi 85 dan nilai terendah 66 dengan nilai rata-rata 77.
2. Hasil Observasi Berpikir Kreatif
Lembar oservasi dinilai pada saat berlangsungnya pembelajaran. Untuk
kemampuan yang dinilai yaitu Flexibility, Fluency dan Originallity. Untuk hasil
observasi kelas eksperimen pada Flexibility dan Originallity mendapat nilai 71%,
dan pada Fluency 61%. Sedangkan pada kelas kontrol nilai Flexibility, Fluency
dan Originallity berturut-turut ialah 61%, 63% dan 62%. Dari data tersebut dapat
terlihat jika kelas eksperimen memiliki prosentasi hasil yang sangat bagus
dibandingkan dengan kelas kontrol.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan
Berdasrkan hasil penelitian dan pembahasan tentang Pemanfaatan Metode Peta
Konsep Terhadap Berpikir Kreatif Siswa Kelas V Sekolah Dasar Pada
Pembelajaran IPA Materi Sistem Gerak Manusia dan Hewan, menunjukkan
bahwa:
Terdapat pengaruh pada metode pembelajaran peta konsep terhadap berpikir
kreatif siswa dalam memahami materi.
5.2. Saran
Untuk para pendidik hendaklah menggunakan metode yang dapat menarik minat
dan ketertarikan dalam proses pembelajaran, sehingga siswa dapat lebih
menikmati dan menyerap pembelajaran dengan baik sehingga tercipta
pembelajaran yang efektif dan menyenangkan. Tidak terlalu bertumpu pada salah
satu metode yang mungkin siswa sendiri merasa tidak tertarik dan malas pada
proses pembelajaran
DAFTAR RUJUKAN
Arsyad, Azhar. 2013. Media Pembelajaran. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Cambell. 2002. Biologi Edisi Lima. Jakarta: Erlangga
Djamarah, Syaiful Bahri & Zain Aswan. 2002. Strategi Belajar Mengajar.
Jakarta: Rineka Cipta
Erman, Suherman, dkk. 2003. Peta Konsep Untuk Mempermudah
Konsep Sulit dalam Pembelajran. Bandung: JICA
Fidyawati, Vicky. 2009. Kemampuan Berfikir Kreatif Siswa pada
Pembelajaran Matematika dengan tugas pengajuan soal (Problem
Posing). Surabaya: UNESA
Hakim, Thursan. 2005. Belajar Secara Efektif. Jakarta: Puspa Swara
Kurniasih, Tjitjih. 2018. Sistem Organ Manusia. Yogyakarta: Deepublish
Mulyasa. 2008. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: PT
Rosdakarya
Sardiman. 2006. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT.
Grasindo Pusada
Sugiarto, Iwan. 2004. Mengoptimalkan Daya Kerja Otak Dengan Berfikir Holistik
dan Kreatif. Jakarta: Gramedia Pustaka Umum
Suharsimi, Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik edisi
VI. Jakarta:
Suherman, Erman, dkk. 2001. Strategi Belajar Kontemporer. Bandung:
JICA
Sumiharsono, Rudi & Hisbiyatul Hasanah. 2017. Media Pembelajaran. Jember:
Pustaka Abadi
Tawil, Muh. & Liliasari. 2013. Berpikir Kompleks dan Implementasinya
dalam Pembelajaran IPA. Makassar: Universitas Negeri Semarang
Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI. 2007. Ilmu dan Aplikasi
Pendidikan. Bandung: PT Imperial Bhakti Utama
Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif:
Konsep, Landasan, dan Implementasinya Pada Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Wingkel, W.S. 2004. Psikologi Pengajaran. Yogyakarta: Media Abadi
PENGGUNAAN SURAT KABAR PENDIDIKAN SEBAGAI SUMBER
BELAJAR BAHASA INDONESIA MATERI GAGASAN UTAMA UNTUK
MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMBELAJARAN MEMBACA
PEMAHAMAN SISWA KELAS V SD

Ole :
Shimania Risma P B7 PGSD

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hubungan lingkungan belajar yang diatur oleh guru dengan siswa yang
aktif mewujudkan pembelajaran yang efisien sesuai dengan apa yang diharapkan.
Dalam belajar dan mengajar seorang guru hendaknya dituntut untuk
memanusiakan manusia dengan tujuan mencptakan pembelajaran yang optimal.
Proses kegiatan belajar dan mengajar adalah hubungan timbal balik antara guru
dan siswa serta siswa dan siswa di dalam kelas (Rustaman, 2007).
Pada hakikatnya pembelajaran Bahasa Indonesia SD bertujuan agar siswa
memiliki kemampuan berbahasa Indonesia yang baik dan benar serta dapat
mengaplikasikan bahasa Indonesia untuk tujuan hidup berbangsa dan bernegara
(Akhadiah dkk, 1991). Pembelajaran bahasa Indonesia berpusat pada
perkembangan intelekual, sosial, dan emosional siswa. Agar lebih bermakna,
pembelajaran Bahasa Indonesia perlu difasilitasi dengan bahan dan media
pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan, kebutuhan, dan minat siswa
sehingga mereka dapat mengembangkan potensinya. Dalam kontek itu para guru
mesti terampil memilih, menata, dan mempresentasikan bahan ajar yang sesuai
dengan kemampuan, kebutuhan, dan minatnya.
Pada proses pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah cenderung
membuat siswa tahu tentang Bahasa Indonesia, tetapi mereka belum mampu
mengaplikasikan pengetahuannya itu dalam berbahasa. Dengan kata lain,
pembelajaran Bahasa Indonesia belum berhasil mengubah perilaku siswa agar
terampil berbahasa Indonesia. Hal ini mempengaruhi pula perolehan pengetahuan
dan prestasi belajarnya di sekolah. Selain itu, sering juga seorang anak dapat
membaca lancar dari buku bacaan, namun tidak dapat membaca sama sekali bila
bahan tersebut ditulis pada kertas lain.
Sebagai tenaga professional yang berkecimpung dibidang pendidikan,
guru diharapkan dapat memanfaatkan secara optimal semua sumber informasi
yang terdapat di lingkungan seperti museum, kebun binatang, media massa,
sebagi sumber belajar. Sedangkan untuk proses pembelajaran membaca
pemahaman bagi anak usia sekolah dasar dapat memanfaatkan media massa
khususnya surat kabar sebagai sumber belajar. Karena surat kabar sebagai salah
satu media massa, dapat menyajikan informasi baru secara cepat, jangkauannya
luas, dan memiliki pengaruh yang kuat terhadap perkembangan pembacanya.
Proses membaca pemahaman memang harus ditanamkan sedini mungkin
kepada anak, karena kebiasaan yang salah akan dibawa sejak kecil berpengaruh
sampai ia dewasa. Kemampuan membaca yang dimiliki siswa, juga tergantung
pada cara atau strategi guru dalam mengajar membaca. Biasanya sering ditemukan
bahwa guru mengajarkan cara membaca dengan lebih mengutamakan pada tanda
baca dan penguasaan bentuk huruf. Hal ini disebabkan oleh strategi mengajar guru
dalam membaca tidak diutamakan dalam pemahaman makna. Cara mengajar yang
demikian dapat menghilangkan minat baca karena siswa tidak mengerti makna
bacaan yang dibaca.
Membaca adalah suatu proses yang dilakukan oleh pembaca untuk
mendapatkan pesan yang kemudian hendak disampaikan oleh penulis dan
disampaikan melalui media kata-kata/bahasa tulis (H.G. Tarigan: 1986). Dalam
pembelajaran membaca pemahaman siswa kelas 5 SD menunjukkan bahwa
pemahaman mereka masih kurang terhadap suatu bacaan. Dengan demikian, maka
penelitian tindakan kelas (PTK) ini akan memfokuskan pada kemampuan
membaca khususnya membaca pemahaman dengan bahan bacaan surat kabar
sebagi alternative pemanfaatan sumber belajar. Karena dalam proses pembelajaran
membaca pemahaman sering terlihat kurangnya variasi dalam penggunaan sumber
bacaan. Hal ini menyebabkan siswa cenderung pada buku pelajaran yang ada di
sekolah. Buku yang ada, tampak masih kurang memperhatikan hal-hal yang
berhubungann dengan desain dann pengorganisasian yang didasarkan pada
pembelajaran, serta penggunaan bahasa yang monoton. Selain itu, buku yang
dipersiapkan, isi dan karangannya kurang bervariasi.
Kenyataan di lapangan menunjukkan pada (1) penataan isi (pesan) kurang
mendukung pelajaran, kecenderungan menghafal fakta masih lebih tampak dari
pada pemahaman konsep, (2) rangkuman sebagai usaha untuk mempertahankan
retensi yang akan membuat pembelajaran lebih bermakana, kurang mendapat
perhatian. Padahal banyak sumber bacaan yang ada di masyarakat yang dapat di
manfaatkan untuk sumber belajar Bahasa Indonesia dalam pembelajaran membaca
pemahaman. Sumber tersebut salah satunya adalah surat kabar.
Bacaan pada surat kabar akan dapat membantu siswa dalam meningkatkan
kemampuan dalam membaca pemahaman. Hal ini karena dalam surat kabar
terdapat variasi baik dalam desain maupun pengorganisasian kata serta
karangannya.
Dari uraian di atas maka dapat diketahui bahwa keberadaan media massa
sangat bermanfaat bagi peningkatan pendidikan. Oleh karena itu, media massa
khususnya surat kabar yang kehadirannya pada setiap individu sejak pagi hingga
dini tidak dapat dibendung dan ditolak, dan agar dapat dimanfaatkan sebagai
alternative pengembangan sumber belajar Bahasa Indonesia secara efektif dan
efisien.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan paparan pada latar belakang di atas, maka dapat di tarik
rumusan masalah sebagi berikut:
1. Bagaimana peningkatan pemahaman siswa pada bahasa yang digunakan
pada bacaan di surat kabar di kelas V SD?
2. Bagaimana peningkatan pemahaman siswa pada isi bacaan yang ada
dalam surat kabar di kelas V SD?

1.3 Tujuan Penelitian


Pada hakikatnya Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini bertujuan:
1. Untuk menganalisis peningkatan pemahaman siswa pada bahasa yang
digunakan pada bacaan di surat kabar di kelas V SD
2. Untuk menganalisis peningkatan pemahaman siswa pada isi bacaan yang
ada dalam surat kabar di kelas V SD

1.4 Manfaat Penelitian


1. Bagu guru SD, sebagai referensi dalam peningkatan pembelajaran Bahasa
Indonesia kelas V dengan menggunakan sumber belajar surat kabar.
2. Bagi siswa, dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam membaca
pemahaman dengan menggunakan sumber belajar media surat kabar.

1.5 Batasan Istilah


1. Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat untuk menyalurkan
pesan (bahan pembelajran), sehingga dapat merangsang perhatian, minat,
pikiran, dan perasaan siswa dalam kegiatan belajar untuk mencapai tujuan
pembelajaran tertentu.
2. Sumber belajar adalah segala daya yang dapat dimanfaatkan untuk
memfasilitasi kegiatan belajar seseorang.
3. Surat kabar adalah sesuatu yang dipublikasikan setiap periode tertentu yang
biasanya terbit harian atau mingguan yang berisi tentang berita,
gambar/foto, dan iklan.
4. Membaca pemahaman adalah suatu proses pencapaian makna lewat bahasa
tulis yang mengikutsertakan proses mental, seperti pikiran, ingatan, serta
kompetensi bahasa.
5. Pembelajaran membaca pemahaman adalah salah satu aspek keterampilan
berbahasa yang memerlukan berbagai kemampuan untuk dapat
menguasainya.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 MEDIA PEMBELAJARAN


2.1.1 Pengertian Media Pembelajaran
Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah berarti
tengah, perantara atau pengantar. Kata media adalah sebuah kata jamak dari
medium yang memiliki arti perantara atau pengantar terjadinya suatu komunikasi.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah pesan yang
dipakai untuk disalurkan sehingga dapat mencuri perhatian, minat, pikiran dan
rasa dalam belajar (Ibrahim, dkk, 2006). Sedangkan (Gerlach dan Elly, 2006)
berpendapat bahwa secara garis besar media dapat dipahami sebagai manusia,
materi, atau kejadian yang membuat siswa dapat memperoleh pengetahuan,
keterampilan dan sikap. Sedangkan secara khusus media dalam proses
pembelajaran lebih cenderung kepada suatu alat-alat grafis, photografis atau
elektronis.
Media pembelajaran oleh Communication on Instructional Technology
adalah bahan yang berguna dengan maksud sebagai penunjang pembelajaran
selain dari guru, buku teks dan papan tulis. Alat/media pembelajaran adalah solusi
yang berupa sarana maupun prasarana untuk memberikan rangsangan bagi siswa
agar proses belajar mengajar dapat berlangsung sebagaimana mestinya.
Dari beberapa pengertian di atas disimpulkan bahwa media pembelajaran
adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan (bahan
pelajaran), sehingga dapat merangsang perhatian, minat, pikiran dan perasaan
siswa dalam kegiatan belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Dalam
komponen sistem pembelajaran diharapkan guru akan selalu berinteraksi dengan
media pembelajaran yang disesuaikan dengan tujuan dan penetapan isi materi dan
metode pembelajaran yang disesuaikan dengan karakteristik siswa.
Gambar, film, video, bagan dan model adalah salah satu contoh media
pembelajaran yang telah mempengaruhi hampir sepanjang waktu hidup seseorang.
Di dalam dunia pendidikan peran sebuah media tidak dapat dipisahkan dan
diabaikan, hal tersebut karena media sangat penting diperlukan dalam membantu
proses kegiatan belajar mengajar peserta didik (Depdiknas, 2004).
2.1.2 Fungsi dan Manfaat Media Pembelajaran
Media berfungsi untuk tujuan intruksi dimana informasi yang terdapat
dalam media itu harus melibatkan siswa baik dalam mental maupun dalam bentuk
aktifitas yang nyata sehingga pembelajaran dapat terjadi. (Arsyad, 2004)
mengemukakan 4 fungsi media pembelajaran khususnya media visual yaitu: (a)
Fungsi atensi adalah menyentuh hati untuk memberikan perhatian siswa dalam
konsentrasi belajar, (b) fungsi afektif terlihat dari kegembiraan rasa siswa dalam
pembelajaran, (c) fungsi kognitif adalah penangkapan untuk pengertian atau
pemahaman ingatan informasi, dan (d) fungsi kompensatoris adalah pemrosesan
pengetahuan yang didapat untuk diingat kembali. Pemakaian media yang tepat
akan berdampak positif banyak terhadap guru jika guru tidak pasif dan cerdas
dalam mengatur jalannya belajar mengajar.
Manfaat media pembelajaran menurut (Arsyad, 2004) yaitu: (1)
memperjelas penyampaian dari sebuah informasi maupun pesan yang terkandung,
(2) meningkatkan pemahaman terhadap sebuah materi serta mendapatkan
perhatian siswa sehingga dapat menciptakan semangat maupun motivasi dalam
pembelajaran, (3) mengatasi keterbatasan indera, ruang, dan waktu, dan (4)
memberikan pengalaman sebagai penguat belajar siswa. Jadi fungsi atau manfaat
media belajar adalah memperoleh kefokusan siswa di dalam proses belajar
mengajar terjadi dan memperoleh terget utama dari kompetensi, sehingga dengan
begitu siswa akan menjadi semangat dan suka untuk belajar di kelas terutama
dalam pembelajaran bahasa Indonesia.
(Sumanto, 2010) menyatakan media bermanfaat untuk : (1)
membangkitkan semangat dan perhatian siswa dalam belajar, (2) memperjelas dan
memperkuat tujuan dari maksud dari pengetahuan yang diberikan, (3) merangsang
ingatan tentang konsep, (4) memberi semangat atau mendukung siswa agar dapat
mengerti bahasan yang dipelajari dalam pembelajaran, (5) menawarkan
pemanduan belajar, (6) membangkitkan performansi siswa yang relevan dengan
materi, (7) menentukan saran yang baik bagi siswa, dan (8) merangsang ingatan,
mentransfer pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang sedang dipelajari.
(Latuheru, 1988) segala macam sesuatu bisa dikatakan media pembelajaran jika
sebuah alat atau media tersebut dapat berfungsi sebagai penyaluran ataupun
penyampaian pesan yang tersirat dengan tujuan-tujuan pendidikan dan
pembelajaran. Pernyataan-pernyataan di atas mengisyaratkan bahwa media
mempunyai peran yang signifikan dalam menunjang keberhasilan pembelajaran,
baik dalam proses maupun dalam hasil pembelajaran.
2.1.3 Pemilihan Media Pembelajaran
Penentuan dalam memilih media belajar haruslah berjalan beriringan
dengan perlakuan atau tidakan guru, tentunya seorang pendidik harus memiliki
banyak atau multi pilihan dalam menyajikan media belajar yang sesuai, antara
lain: 1) Menyajikan rencana kelas yang multidiminsional atau beragam. 2)
Menyajikan rencana waktu belajar secara nyaman. 3) Membagi group siswa yang
sesuai dengan basis tingkatan pengetahuannya. 4) Membangun cara belajar yang
tepat dan sesuai. 5) Menggunakan bantuan dari kawan sebaya untuk belajar
( Kauchak, 1998).
Kecerdasan guru untuk memilih media adalah penting dalam membangun
proses belajar mengajar secara aktif. Penentuan media belajar yang tidak sesuai
akan memberikan kesalahpahaman siswa untuk menerima materi pembelajaran,
tentunya akan berpengaruh terhadap apa yang dipahami siswa tentang isi maupun
pesan yang terkandung dalam materi pembelajaran tersebut. Meskipun misalnya
tidak ada media yang dapat dibuat guru sebaiknya haruslah cerdas dalam
menghadapi masalah tersebut, guru bisa saja menggunakan media yang ada
disekitar kelas maupun halaman sekolah.
2.1.4 Landasan Penggunaan Media Pembelajaran di SD
Menurut (Brown dan Harcleroad, 1983) terdapat prinsip umum dalam
memilih dan menggunakan media pembelajaran. Prinsip-prinsip tersebut pada
intinya adalah sebagai berikut:
1. Media, cara, dan pengalaman adalah sumber belajar yang terbaik.
2. Mempercayai tidak ada media belajar yang tidak sejalan dengan inti sari atau
tujuan belajar.
3. Ketepatan antara isi dan capaian belajar haruslah diketahui oleh guru secara
menyeluruh.
4. Ketepatan pemakaian pembelajaran haruslah juga memperhatikan media
belajar.
5. Tidak disarankan untuk memakai penggunaan media yang itu-itu saja.
6. Menyadari bahwa penggunaan media yang tidak sesuai akan memberikan
dampak yang kurang sesuai juga.
7. Menyadari pemahaman bahwa kegemaran ataupun minat, pengalaman sangat
mempengaruhi output pemakaian media.
8. Menyadari bahwasanya sumber dan pengalaman yang didapat bukan
merupakan mana yang baik dan buruk, tetapi berhubungan antara mana yang
konkrit atau abstrak.
(Gerlach dan Ely, 2006) terdapat lima kriteria atau prinsip penggunaan
media yang meliputi: (1) ketepatan (appropriateness), (2) tingkat kesukaran (level
of sophistication), (3) biaya (cost), (4) ketersediaan (availability), dan (5) kualitas
teknis (technical quality). Adapun yang menjadi landasan dalam penggunaan
media pembelajaran di SD adalah filosofis, edukatif, psikologis, karakteristik
materi senirupa. Pertama, dari segi filosofis media yang hebat tidak mengubah
peran keaktifan antara guru dan siswa untuk kegiatan belajar mengajar. Kedua,
dari segi edukatif adalah penggunaan media haruslah memberikan pesan secara
tersirat maupun tersirat untuk memberikan pengetahuan lebih bagi para siswa.
Ketiga, dari segi psikologis adalah cangkupan emosional, daya pikir tentang
karakteristik dan kesulitan. Sebab itu materi dengan media haruslah sesuai.
2.1.5 Klasifikasi Media Pembelajaran di SD
Media pembelajaran yang dapat dimanfaatkan di kelas dapat berupa media
mulai dari yang paling sederhana dan tinggal memanfaatkan saja yang ada di
lingkungan kita hingga yang paling kompleks atau canggih (high-tech). Media
yang digunakan di kelas dapat berupa media hanya tinggal memanfaatkan dan
tersedia di pasaran dan juga yang dirancang secara khusus untuk kepentingan
pembelajaran. Hal yang paling penting diperhatikan adalah: (a) niat (intent) atau
tujuan (objectives), (b) isi atau substansi (content) yang ingin disajikan, (c)
kemauan (willingness), (d) kemampuan (capability), dan (e) ketersediaan
(availability) media pembelajaran (Setyosari, 2007).
Ada beberapa klasifikasi media pembelajaran yang dapat dimanfaatkan
dalam pembelajaran di SD, antara lain sebagai berikut.
1. Benda sebenarnya (termasuk orang, kejadian dan benda tertentu). Contoh
media benda sebenarnya yang berupa specimen Aquarium dan benda “dadu”.
2. Presentasi (media yang disajikan dalam bentuk verbal), misalnya media cetak
(buku ajar, LKS, modul, petunjuk praktikum), catatan di papan tulis, papan
tempel, majalah dinding.
3. Presentasi grafis (media yang disajikan dalam bentuk grafis, misalnya grafik,
chart, peta, diagram, lukisan gambar). Contoh presentasi grafis berbentuk
“Grafik”.
4. Gambar diam termasuk (foto pilihan). Beragam jenis dan bentuk gambar
banyak digunakan dalam pembelajaran di SD. Setiap materi pembelajaran
yang diajarkan di SD ada kecenderungannya dapat digunakan media
pembelajaran yang berupa gambar.
5. Media model yaitu tiruan tentang suatu obyek alam, benda budaya, dan
manusia.
6. Media alat tiruan (moke-up), peta timbul, globe, boneka, diorama dan lainnya.
7. Contoh media Boneka Tongkat dan Boneka Jari.
8. Gambar gerak (Video Tape Recorder/Video Compect Disc, VCD, DVD, Film
suara, Televisi, Animasi)
9. Media audio, misalnya radio, tape recorder, compact disc, telepon.
10. Komputer (multi media).

2.2 SUMBER BELAJAR


2.2.1 Pengertian Sumber Belajar
Dalam proses pembelajaran Bahasa Indonesia di SD, guru menggunakan
berbagai sumber belajar. Sumber belajar merupakan komponen yang dapat
menunjang kelancaran proses pembelajaran. Dari hal tersebut dapat dikatakan
bahwa sumber belajar adalah segala sesuatu yang dapat dipakai untuk kepentingan
kegiatan pembelajaran baik yang berupa data, orang atau wujud tertentu yang
dapat digunakan untuk mempermudah proses belajar mengajar dan dalam
meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh
(Sujdarwo, 1998) bahwa sumber belajar adalah bahan belajar yang dengan sengaja
diciptakan untuk membantu proses belajar secara individual. Dari segi yang lain
sumber belajar dapat dikatakan sebagai upaya yang diciptakan atau dirancang
untuk mempermudah kegiatan pembelajaran (Sasongko, 2002).
Pada suatu pembelajaran, sumber belajar yang digunakan tidak hanya yang
ada di sekolah saja, tetapi juga sumber belajar yang ada di lingkungan. Sumber
belajar itu adalah surat kabar. Lebih lanjut dikatakan oleh (Sasongko, 2002)
bahwa sumber belajar adalah sesuatu bahan yang dapat digunakan peserta didik
untuk mendapatkan ilmu, dan didapat dari rancangan khusus untuk mempermudah
keperluannya maupun dari alam sekitar yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber
belajarnya.
Dengan demikian sumber belajar dapat diartikan sebagai sesuatu yang
dipakai untuk kegiatan belajar mengajar baik yang disengaja sesuatu yang dipakai
untuk kegiatan belajar mengajar baik yang disengaja dirancang maupun yang
dimanfaatkan untuk mempermudah kegiatan belajar serta meningkatkan prestasi
belajar.
2.2.2 Klasifikasi Sumber Belajar
Sumber belajar yang sering digunakan pada proses pembelajaran terbagi
menjadi dua macam yaitu cetak dan non cetak. Sumber belajar cetak antara lain
adalah buku teks, buku ajar, majalah, surat kabar, dan lain-lain. Sedangkan yang
non cetak antara lain adalah film, video, dan sebagainya. Sedangkan ditinjau dari
segi pendayagunaan (AECT, 1996) membedakan sumber belajar menjadi dua
macam yaitu sumber belajar yang direncanakan dan sumber belajar karena
dimanfaatkan. Demikian dapat diketahui bahwa sumber belajar yang direncanakan
atau sengaja dibuat meliputi buku teks, buku ajar, slide, film, video, dan
sebagainya. Sedangkan sumber belajar yang tidak dirancang atau sumber belajar
karena dimanfaatkan meliputi pasar, toko, museum, tokoh masyarakat, majalah,
surat kabar, dan lain-lain.
2.2.3 Manfaat Sumber Belajar
Dalam upaya meningkatkan kualitas proses pembelajaran dan hasil
pembelajaran, guru tidak boleh melupakan hal-hal yang sudah pasti kebenarannya
yaitu bahwa siswa harus sebanyak-banyaknya berinteraksi dengan sumber belajar.
Karena dengan adanya sumber belajar siswa yang tahap perkembangannya
memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, akan tersalurkan dengan sumber belajar.
Seperti yang dikatakan (Susarno, 1996) bahwa kurang atau tidak adanya sumber
belajar yang memadai maka akan memyebabkan kurang terwujudnya
pengoptimalan hasil belajar. Oleh karena itu, dalam memanfaatkan sumber belajar
harus mempertimbangkan nilai tambah dan kepentingan belajar siswa.
Dengan memanfaatkan sumber belajar itu, diharapkan bagi siswa:dapat
memahami sesuatu yang sulit untuk didatangi,mendapatkan pengetahuan yang
lebih konkret tentang hal-hal yang belum dimengerti, dapat belajar sesuai dengan
apa yang mereka bisa, peminatan dan waktunya masing-masing.
2.2.4 Kriteria Pemilihan Sumber Belajar
Dalam upaya memenuhi keberadaan sumber belajar yang memadai, maka
diperlukan adanya kriteria pemilihan belajar. Kriteria pemilihan sumber belajar
sangat berpengaruh pada tercapainya tujuan pembelajaran. Sumber belajar yang
memiliki kriteria aktual, menarik, sesuai dengan tingkat dan kebutuhan serta
komunikatif akan mempengaruhi tingkat ketertarikan dan semangat siswa dalam
mengikuti proses pembelajaran. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh
(Susarno, 1996) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi dalam memilih sumber
belajar yaitu: (1) metode pembelajaran yang yang akan digunakan; (2) tujuan
pembelajaran; (3) karakteristik guru; (4) aspek kepraktisannya (biaya dan waktu);
dan (5) faktor pemakainya.
Selain itu, dalam memilih sumber belajar juga perlu diperhatikan
kesesuaiannya dengan kebutuhan. Yang dimaksudkan kebutuhan ini adalah
sumber belajar yang ekonomis, praktis dan sederhana, serta mudah diperoleh.
Lebih lanjut dijelaskan oleh (Ibrahim, 2006) agar pendayagunaan sumber belajar
dapat tepat dan sesuai kebutuhan, maka pada waktu melakukan pemilihan sumber
belajar perlu mempertimbangkan hal-hal seperti: (a) ketepatan sumber belajar
dengan inti dari kompetensi yang ingin dicapai; (b) ekonomis, yang berarti
sumber yang digunakan haruslah efektif dan efisien dengan keperluan tanpa harus
menggunakan sumber yang terlalu mahal; (c) Praktis dan sederhana yang berarti
tidak menggunakan bahan maupun alat yang canggih dan bisa digunakan secara
sederhana oleh sisapaun, dan (d) gampang didapatkan yang artinya sumber belajar
yang baik adalah yang mudah di dapat baik karena dekat jarak antara tempat
sumber belajar dengan pemakai, tetapi juga dengan kapasitas sumber belajar yang
tersedia cukup banyak.

2.3 SURAT KABAR


Surat kabar sebagai bacaan yang paling umum dalam masyarakat terutama
masyarakat modern, mengandung berbagi pesan (isi) yang perlu bagi para
pembaca. Berikut akan dijelaskan lebih lanjut tentang pengertian surat kabar dan
penggunaan bahasa dalam surat kabar.
2.3.1 Pengertian Surat Kabar
Surat kabar merupakan bentuk media tulis yang terbit setiap hari, dan
memuat berita atau peristiwa aktual yang terjadi di dunia, dengan ciri-ciri sebagi
berikut:(1) publisitas yang mempunyai pengertian bahwa surat kabar
diperuntukkan untuk umum, (2) universalitas, artinya surat kabar harus memuat
aneka berita mengenai kejadian-kejadian diseluruh dunia dan tentang segala aspek
kehidupan manusia, dan (3) aktualitas, yang dimaksud aktualitas ialah kecepatan
menyampaikan laporan mengenai kejadian di masyarakat kepada khalayak.
Surat kabar diartikan sebagai lembaran-lembaran kertas bertuliskan berita
yang terbagi beberapa kolom yang terbit setiap hari secara periodik (Kamus Besar
Bahasa Indonesia, 1995).
Sumber belajar terutama surat kabar yang merupakan sumber bacaan yang
diterbitkan baik harian maupun mingguan, yang didalamnya berisikan berbagai
pesan (isi) yang perlu bagi para pembaca, sehingga bermanfaat bagi guru untuk
menggunakannya dalam pembelajaran membaca pemahaman. Surat kabar adalah
lembaran kertas yang dicetak serta penerbitan yang dilakukan dalam harian
maupun mingguan dan biasanya berisi mengenai informasi atau pengumuman dan
iklan (Susarno, 1996).
Selain berisikan pesan surat kabar juga memuat gambar-gambar, artikel,
opini pembaca, dan iklan (AECT, 1996). Dengan kata lain surat kabar dapat
diartikan sebagai sesuatu yang dipublikasikan setiap periode tertentu yang
biasanya terbit harian atau mingguan yang berisi tentang berita, gambar/foto, dan
iklan.
2.3.2 Penggunaan Bahasa dalam Surat Kabar

Surat kabar berisikan tentang berbagai macam informasi baik berita


maupun iklan berbagai produk yang populer saat ini. Dalam penggunaan bahasa,
surat kabar dalam penulisan isi surat kabar sesuai dengan pesan utama surat kabar
yang dapat dibagi atas lima jenis, yaitu: (a) berita, (b) opini, (c) iklan, (d)
pemberitahuan, dan (e) fiksi (Tampubolon, 1990). Isi pesan dari masing-masing
jenis pokok tersebut berorientasi tentang fakta, konsep, dan generalisasi.
Mengartikan sebuah berita dengan sempurna bukanlah sebuah hal yang
gampang. Faktanya kebanyakan orang beranggapan bahwa berita adalah sesuatu
argumen yang real terjadi dimasyarakat dan menarik untuk dibaca. Karakteristik
dari berita ialah faktual (berupa kenyataan-kenyataan sebenarnya), objektif (tidak
bercampur dengan pandangan penulis sendiri), menarik, dan perlu atau berguna
bagi umum.
Yang dimaksud dengan opini adalah argumen yang benar-benar terjadi di
dalam masyarakat. Biasanya di dalam opini terdapat tejuk rencana, komentar
pojok, dan karikatur. Untuk opini yang ada di dalam berita biasanya dituliskan
oleh penulis dalam bentuk karangan cerita khusus, surat pembaca, dan kolom.
Iklan, sebagaimana umumnya diketahui, iklan adalah informasi yang
bersifat komersial. Fiksi dalam surat kabar contohnya yaitu cerpen, novel, atau
cerita komik, yang umumnya disampaikan secara bersama-sama. Fiksi tidak
selalu terdapat dalam setiap surat kabar, tetapi pada masa-masa belakangan ini,
jenis isi ini semakin umum disajikan dalam surat-surat kabar di Indonesia.
Struktur yang paling menarik dari struktur isi surat kabar ialah struktur
berita. Dikatakan menarik karena pada aspek pertama, adalah kita bisa
mengetahui bahwa bagian yang paling terpenting di dalam berita tersebut ada di
dalam paragraf pendahuluan yang berisi tentang inti sari dari soalan berita
tersebut. Aspek yang kedua biasaanya di dalam paragraf pendahuluan terdapat
pengetahuan yang secara langsung dan keseluruhan menjawa lima unsur pokok
bahasan 5W+1H.
Struktur opini dan fiksi umumnya adalah sama dengan struktur karangan.
Berkenaan dengan fiksi dan cerita karena komik sudah tentu lain dari cerpen dan
novel. Akan tetapi, karena komik bukanlah merupakan bacaan yang biasa, dalam
arti bahwa bahasa tulisannya hanya terbatas dan sederhana.
Dari paparan tersebut dapat dijelaskan bahwa bahasa pada surat kabar
selain harus mudah dipahami dan dicermati juga harus memiliki gaya bahasa
tersendiri yang sesuai dengan kemajuan jaman dan dapat memberi pengetahuan
dan informasi baru terhadap para pembaca.

2.4 PEMBELAJARAN MEMBACA PEMAHAMAN


Pembelajaran membutuhkan strategi yang bertujuan untuk dibawa kemana
dan bagaimana tujuan tersebut dapat diwujudkan. Strategi pembelajaran memiliki
tujuan lain yang terdapat pada pemilihan cara pembelajaran yang sangat efektif
dan efisien guna memberikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar
yang diharapkan.
Pembelajaran membaca pemahaman di Sekolah Dasar merupakan salah
satu dari aspek keterampilan berbahasa, yaitu: (1) menyimak, (2) berbicara, (3)
membaca, (4) menulis (Depdikbud, 1994). Dalam membaca membutuhkan
keterampilan-keterampilan khusus antara lain: Mempelajari dan memahami
tulisan, mempelajari dan memakai kata dan artinya,mempelajari informasi yang
dinyatakan secara ringkas dan memahami inti sari bacaan, mengimplikasikan
dalam berbagai kalimat, memproses capaian belajar terhadap isi bacaan dan
mengaplikasikan pengetahuan dari kegiatan membaca untuk memperluas
wawasan (Syafi’ie, 1993).
Dalam pelaksanaan pembelajaran guru dapat memanfaatkan berbagai
sumber belajar yang ada di sekolah selain buku pelajaran. Sumber belajar itu
adalah bacaan yang ada di surat kabar. Berdasarkan uraian diatas surat kabar
merupakan sumber belajar yang efektif dan efisien dalam proses pembelajaran
membaca pemahaman.

2.5 MEMBACA PEMAHAMAN


Dalam hal ini akan dibahas lebih lanjut tentang pengertian membaca
pemahaman dan jenis membaca pemahaman.
2.5.1 Pengertian Membaca Pemahaman
Kegiatan membaca merupakan salah satu aspek keterampilan berbahasa.
Pengetahuan yang diperoleh melalui dasar untuk tindakan-tindakan kreatif. Oleh
karena itu, usaha-usaha memaksimalkan kemampuan membaca sangat penting
yaitu dengan menumbuhkembangkan keterampilan membaca pemahaman.
Membaca pemahaman adalah proses memberikan makna lewat tulisan dan
mensertakan pikiran, ingatan, bahasa dan lain-lain (Manengal, 2002).Keberhasilan
tindak pemahaman membaca dapat diketahui melalui tes pemahaman.
Dalam membaca pemahaman juga diperlukan kemampuan mengenal kata
dan mengerti maknanya. Lebih lanjut dikatakan oleh (Susarno, 1996) bahwa
membaca pemahaman adalah kegiatan mengenal atau memahami kata-kata oleh
pengarang sesuai dengan kenyataan yang ada.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa membaca pemahaman adalah
kegiatan mengenali kata-kata dengan suatu proses pencapaian makna lewat bahasa
tulis yang mengikutsertakan berbagai keterampilan.
2.5.2 Jenis Membaca Pemahaman
Membaca pemahaman adalah suatu proses intelektual yang kompleks yang
melibatkan sejumlah kemampuan. Dua kemampuan mayoritas yang melibatkan
arti kata dan pemikiran secara verbal (Rubin, 1995).
Terdapat empat jenis dalam proses membaca pemahaman, yaitu (1) literal,
(2) interpretative, (3) membaca kritis, dan (4) membaca kreatif (Rubin, 1995).
Keempat proses tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: (1) Literal, yaitu
keahlian memahami setiap arti kata maupun paragraf dalam bacaan, (2)
Interpretatif merupakan cara mendapatkan ide-ide dan tidak dinyatakan langsung
di bacaan, (3) membaca kritis merupakan memahami isi bacaan dengan cara
berpikir secara kritis terhadap isi bacaan, (4) membaca kreatif merupakan
pemahamaan bacaan dengan cara berpikir kritis dan interpretatif sehingga
menemukan ide atau gagasan baru yang orisinil sehinga dapat menuntut pembaca
agar mampu berimajinasi dan berinovasi.
Selain empat jenis proses membaca pemahaman, ada pula teknik membaca
pemahaman yang dikelompokkan menjadi teknik membaca dalam hati, membaca
bahasa, teknik membaca cepat (Depdikbud, 1992).
Selanjutnya diuraikan teknik-teknik tersebut diatas, yaitu: (1) membaca
dalam hati merupakan pemahaman isi membaca yang dibaca melalui dalam hati
secara cermat dan tepat baik secara tersirat maupun tersurat, (2) membaca bahasa
merupakan pemahaman tambahan meliputi ejaan, fungsi, makna, dan lain-lain, (3)
membaca cepat adalah membaca dalam waktu sesingkat-singkatnya dengan
memperoleh pengetahuan sebanyak-banyaknya.
Berdasarkan paparan diatas, maka dalam pembelajaran membaca
pemahaman guru dapat memanfaatkan sumber belajar yang dapat memicu
kreatifitas siswa dalam membaca yaitu berupa bacaan yang ada dalam surat kabar.
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan dan Rancangan Penelitian


Penelitian ini mrupakan penelitian tindakan kelas menggunakan
pendekatan kualitatif-interaktif. Penelitian ini dilakukan untuk memecahkan
masalah rendahnya kualitas pembelajaran di kelas V dan untuk meningkatkan
kemampuan siswa dalam membaca pemahaman yang dilakukan secara bersiklus.
Model siklus yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah model siklus
(Kemmis dan MC.Taggard, 2002) yang digambarkan dengan pola sebagai berikut:
Siklus 1
Dalam siklus pertama ini materi yang dibahas adalah menentukan kata-kata
sulit dan artinya, serta gagasan utama dari bacaan dari buku teks. Langkah-
langkah pembelajaran pada siklus ini adalah:
a. Rencana
Pada tahap ini direncanakan rancangan pembelajaran mengenai membaca
pemahaman dengan menggunakan bacaan dari buku teks yang dimiliki siswa.

b. Pelaksanaan
Langkah-langkah pembelajaran yang dilaksanakan pada siklus ini adalah
sebagai berikut:
1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran. Memotivasi siswa terlibat dalam
aktivitas pembelajaran.
2. Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar
dalam proses pembelajaran.
3. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai untuk
mendapatkn penjelasan dan pemecahan masalah, pengumpulan data, dan
pemecahan masalah.
4. Guru membantu siswa untuk memecahkan masalah dan membantu mereka
berbagi tugas dengan temannya.
5. Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap hasil
kerja mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.
c. Pengamatan
Pada tahap ini guru melakukan pengamatan dengan menggunakan lembar
observasi untuk mengetahui:
1. Keaktifan siswa dalam mengikuti kegiatan belajar-mengajar.
2. Kesulitan-kesulitan yang dialami oleh siswa selama mengikuti pembelajaran.
3. Tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari.

d. Refleksi
Pada tahap ini peneliti mengumpulkan data baik dari kegiatan observasi,
jurnal pembelajaran, catatan lapangan maupun dari hasil evaluasi. Data-data
tersebut selanjutnya dianalisis dan didiskusikan untuk mengetahui seberapa jauh
tingkat keberhasilan dan tingkat kegagalan KBM. Tahap ini cukup penting sebagai
dasar untuk menentukan langkah-langkah pada pelaksanaan siklus kedua.

Siklus II
Siklus ini merupakan kelanjutan dari siklus I, dengan melanjutkan materi
yang telah ditetapkan dan dipersiapkan dalam rencana pembelajaran. Selain itu,
hasil diskusi pertama dianalisis baik dari segi proses maupun hasil belajar siswa
agar diketahui proses mana yang masih perlu diperbaiki. Demikian juga dengan
tingkat membaca pemahaman siswa sebelum dan sesudah digunakannya media
surat kabar sebagai sumber belajar.
Pada siklus ini guru melakukan tindakan dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
a. Rencana
Hasil analisis pertama tersebut direfleksikan pada siklus kedua. Dengan
demikian kegiatan pemebalajaran pada siklus kedua ini membahas materi yang
sama, tetspi bacaan yang digunakan adalah bacaan dari surat kabar. Langkah-
langkahnya seperti yang diterapkan pada siklus pertama tetapi dengan
memperbaiki berbagai kekurangan yang ada pada siklus pertama.
Refleksi ini menghasilkan rencana perbaikan pembelajaran Bahasa
Indonesia dengan menggunakan media surat kabar, sebagai berikut:
1. Mempersiapkan rencana pembelajaran dengan materi tentang membaca
pemahaman untuk menentukan kata-kata sulit dan artinya serta gagasan utama
dari sebuah bacaan.
2. Mempersiapkan media sumber belajar yang mendukung materi yang sedang
dipelajari
3. Semua siswa mengumpulkan informasi sesuai dengan tugas yang diberikan.

b. Pelaksanaan
Langkah-langkah pembelajaran yang dilaksanakan pada siklus kedua
adalah sebagai berikut:
1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran. Memotivasi siswa terlibat dalam
aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.
2. Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas beljar
berhubungan dengan materi pembelajaran.
3. Guru memberikan lembar kerja sebagai panduan pemecahan masalah
4. Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi sesuai dengan tugas
yaitu menemukan kata-kata sulit dan artinya serta menemukan gagasan utama
dari bacaan.
5. Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan masalah yang
sesuai dan membantu mereka berbagi tugas dengan temannya.
6. Guru bersam siswa melakukan diskusi kelas untuk membahas materi.
7. Guru memberikan pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk menguji
pengetahuan yang didapat siswa dari penyajian kelas.
8. Pada akhir pelajaran guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau
evaluasi terhadap diskusi mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.

c. Pengamatan
Pada tahap ini guru melakukan pengamatan dengan menggunakan lembar
observasi dengan tujuan:
1. Mengetahui keaktifan siswa dalam mengikuti kegiatan belajar-mengajar
2. Mengetahui kesulitan-kesulitan yang dialami oleh siswa selama mengikuti
pembelajaran
3. Mengukur tingkat pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari.
4. Mengetahui perubahan hasil belajar siswa dengan dilaksanakan evaluasi.

d. Refleksi
Jika data yang diperoleh melalui pengamatan dan hasil pengerjaan soal
evaluasi belum menunjukkan hasil yang memuaskan, maka langkah berikutnya
adalah mencari penyebab kegagalan tersebut sekaligus mencari alternatif
pemecahan masalah atas masalah yang dihadapi oleh siswa maupun guru. Jika
siklus kedua mengalami keberhasilan maka pelajaran dapat dilanjutkan sesuai
dengan rencana yang telah ditetapkan.

3.2 Latar dan Subjek Penelitian


1. Tempat Penelitian
Tempat penelitian adalah tempat yang digunakan dalam melakukan
penelitian untuk memperoleh data yang diinginkan. Penelitian ini bertempat di
salah satu SDN di Kota Batu.
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian adalah waktu berlangsungnya penelitian atau saat
penelitian ini dilaksanakan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Nopember
semester ganjil tahun pelajaran 2011- 2012.
Tabel 3.1
No Hari/Tanggal Kegiatan Keterangan
1 Jumat, 21 Oktober 2011 Mencari dan mengidentifikasi
masalah pembelajaran di kelas

2 Selasa, 25 Oktober 2011 Merancang rencana


pembelajaran siklus I

3 Kamis, 4 Nopember 2011 Melakukan praktek siklus I

4 Sabtu, 6 Nopember 2011 Refleksi dan merancang


perbaikan siklus II

5 Kamis, 10 Nopember 2011 Melakukan praktek


pembelajaran siklus II

6 4 – 13 Nopember 2011 Membuat laporan

3. Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah siswa-siswi kelas V di salah satu SDN Kota Batu
Tahun Pelajaran 2011-2012 pada mata pelajaran Bahasa Indonesia dengan materi
membaca pemahaman untuk menentukan gagasan utama bacaan. Dengan jumlah
siswa 23 anak terdiri 12 siswa laki-laki dan 11 siswa anak perempuan, dengan
kemampuan yang sangat heterogen.

3.3 Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian


Teknik yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah: observasi,
wawancara, dokumentasi, dan wawancara.
1. Teknik Observasi
Teknik observasi digunakan untuk mengumpulkan data tentang kualitas
proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru kelas V di salah satu SDN Kota
Batu, dalam proses pengamatan disamping pengamat akan membuat catatan-
catatan lapangan hasil observasi, juga menggunakan rubrik observasi (terlampir).
Observasi difokuskan pada apakah pembelajaran didominasi oleh siswa atau guru,
interaksi dalam proses pembelajaran, pemanfaatan sumber dan media, dan
evaluasi pembelajaran.
2. Teknik Dokumentasi
Teknik Dokumentasi digunakan untuk mengumpulkan data tentang proses
persiapan pembelajaran yang dilakukan guru berupa RPP Siklus I dan RPP Siklus
II, dokumen proses pembelajaran melalui dokumen foto yang menggunakan
sumber belajar buku teks dan surat kabar.
3. Teknik Tes
Tes adalah sejumlah pertanyaan yang digunakan untuk mendaptkan
informasi dari responden. Lebih lanjut (Arikunto, 1998) mengatakan tes adalah
serentetan pertanyaan untuk mengukur keterampilan pengetahun, intelengensi,
kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu. Teknik tes yang digunakan
untuk menggali data tentang kemampuan siswa dalam membaca pemahaman
dalam menentukan kata-kata sulit dan artinya serta gagasan utama bacaan.

3.4 Teknik Analisis Data


Data yang diperoleh dalam penulisan ini disusun dengan menggunakan
suatu pola tertentu, dan analisis dengan menggunakan teknik analisis deskriptif
dengan persentase. Teknik ini sering disebut deskriptif kualitatif dengan
persentase.
Data akan dianalisis menggunakan persentase (%) dengan kriteria sebagai berikut:
85% - 100% = sangat baik
70% - 84% = baik
55% - 69% = cukup
50% - 54% = kurang
0% - 49% = sangat kurang
DAFTAR PUSTAKA

AECT. 1996. Definisi Teknologi Pendidikan: Suatu Tugas Definisi dan


Terminologi AECT. Terjemahan: The Definition of Educational
Technology. Seri Pustakawan Teknologi Pendidikan No.7. Jakarta:
Universitas Terbuka dan Rajawali

Akhdiah, Sabarti dkk.1991. Pembinaan Kemampuan Menulid Bahasa Indonesia.


Jakarta: Erlangga

Arikunto, Suharsimi.1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.


Jakarta: Rineka Cipta

Arsyad, Azhar. 2004. Media Pembelajaran. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Brown, JW. 1983. AV Intructional Technology Media and Methods. Sixth Edotion.
New York: Mc Grow Hill. Inc

Depdikbud. 1994/1995. Kurikulum Pendidikan Dasar. Garis-Garis Besar


Program Pengajaran Kelas V Sekolah Dasar. Jakarta: Dirjen Dikti.
BP3GSD

Depdiknas. 2004. Kerangka Dasar Kurikulum 2004. Jakarta: Pusat Kurikulum

Gerlach & Ely. 2006. Theaching and Media A Systematic Approach. New Jersey:
Prentice Hall. Ins

Guntur Tarigan, Henry. 1986. Menyimak Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa.


Bandung: Angkasa

Ibrahim, dkk. 2006. Media Pembelajaran. Malang: FIP Universitas Negeri


Malang
Kamus Besar Bahasa Indonesia. 1995. Jakarta: Balai Pustaka

Kauchak. 1998. Methods for Teaching. Jakarta: Pustaka Belajar

Kemmis, S dan Mc.Taggard. 1988. The Action Research Planner. Deakin


University

Latuheru, John. D. 1988. Media Pembelajaran dalam Proses Belajar Mengajar


Masa Kini. Jakarta: Depdiknas Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi

Manengal, Dientje, E.2002. Pengefektifan Pembelajaran Membaca Pemahaman


dengan Strategi KMT pada Siswa Kelas V Sekolah Dasar. Tesis tidak
diterbitkan. Program Pasca Sarjana. Universitas Negeri Malang

Rubin, K. H., Price, J. M., & DeRosier, M. E. 1995. Peer Relationship, Child
Development, and Adjustment. Canada: A Developmental
Psychopathology Perspective.

Rustaman, N. 2007. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan. Bandung: PT. Imperial Bhakti
Utama

Sasongko, Priyo, Heri. 2002. Pemanfaatan Laboratorium Bahasa Inggris Sebagai


Sumber Belajar di SMU Negeri 8 Malang. Skripsi tidak diterbitkan
Jurusan Teknologi Pendidikan. Universitas Negeri Malang

Setyosari, Punaji. 2007. Metode Penelitian Penelitian dan Pengembangan.


Jakarta: Kencana

Sujdarwo. 1988. Ilmu Budaya Dasar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset

Sumanto. 2010. Media Pembelajaran SD. Malang: FIP UM


Susarno, Lamijan, Hadi. 1996. Pemanfaatan Sumber Belajar Media Surat Kabar
dan Buku Teks dalam Proses Pembelajaran Membaca Pemahaman Siswa
Kelas IV di Kecamatan Lakarsantri Kotamadya Surabaya. Tesis tidak
diterbitkan. Program Pascasarjana. Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Malang

Syafi'ie, I. 1993. Terampil Berbahasa Indonesia I. Jakarta: General Bhakti


Pratama

Tampubolon. 1990. Kemampuan Membaca, Teknik Membaca Efektif dan Efisien.


Bandung: Angkasa
PENGARUH PEMBERIAN REWARD TERHADAP
MOTIVASI BELAJAR SISWA PADA PEMBELAJARAN TEMA 5
SUBTEMA 1 KElAS 5 SEKOLAH DASAR

Oleh :
Soviyana Dimyati B7 PGSD

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Mendidik siswa bukanlah hal yang mudah dan juga bukan hal yang sulit
untuk dilakukan. Perlu diperhatikan, dalam mendidik siswa calon pendidik
harus mengetahui cara mengajar dan situasi mengajar di dalam kelas. Cara
belajar yang monoton akan membuat siswa mudah merasa bosan.
Sedangkanbeberapa siswa akan menjadi enggan dan tidak bersemangat belajar
jika situasi belajar tidak efektif dan tidak menyenangkan di dalam kelas.
Belajar adalah sama saja dengan latihan sehingga hasil belajar terlihat
dalam keterampilan-keterampilan tertentu. Menurut James O Whittaker, belajar
dapat didefinisikan sebagai proses di mana tingkah laku ditimbulkan atau
diubah melalui latihan atau pengalaman (Ahmadi, 1991:119). Secara psikologi,
belajar dapat diartikan suatu proses perubahan yaitu perubahan di dalam
tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya. (Ahmadi, 1991:121)
Hal yang perlu diperhatikan agar mendorong siswa semangat dalam
belajar adalah dengan motivasi. Dengan motivasi, siswa dapat meningkatkan
kemampuan, aktivitas, dan ketekunan dalam belajar. Hasil belajar siswa akan
meningkat secara otomatis bila motivasi belajar siswa tersebut tinggi. Sebagai
calon pendidik maupun guru diharapkan dapat menumbuhkan motivasi pada
diri siswa dengan memberikan penghargaan atau reward.
Namun kenyataannya masih banyak guru yang belum menerapkan
pemberian reward kepada siswa pada saat kegiatan pembelajaran. Pemberian
reward, apresiasi dan pujian pada kemajuan dalam diri siswa, sering
disepelekan oleh guru. Selain itu, masih banyak sekolah dasar yang belum
mempunyai program khusus yang dirancang untuk memberikan reward kepada
siswa. Apabila di setiap sekolah dasar memiliki program khusus yang dibuat
untuk memberikan reward kepada siswa, memungkinkan guru lebih maksimal
dalam memberikan reward kepada siswa, salah satunya pada kelas tinggi,
misalnya pada kelas 5 karena pemikiran siswa sudah terfokus pada setiap
pembelajaran terutama pada tema 5 subtema 1 yang membahas tentang
ekosistem dengan tujuan agar siswa mampu mengetahui tentang ekosistem
dilingkungan sekitarnya serta komponen-komponen ekosistem dengan mudah
jika menggunakan metode pemberian reward.
Berangkat dari latar belakang maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Pengaruh Pemberian Reward Terhadap Motivasi
Belajar Siswa Pada Pembelajaran Tema 5 Subtema 1 Kelas 5 Sekolah Dasar”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka permasalahan yang diteliti adalah :

1. Bagaimana pengaruh pemberian reward dengan motivasi belajar siswa pada


pembelajaran tema 5 subtema 1 kelas 5 sekolah dasar?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian berfungsi untuk mengarahkan kemana penelitian akan
dikerjakan. Adapun tujuan penelitian sebagai berikut :

1. Menganalisis pengaruh pemberian reward dengan motivasi belajar siswa


pada pembelajaran tema 5 subtema 1 kelas 5 sekolah dasar.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah perlunya pemberian reward
dengan motivasi siswa dalam belajar, meningkatkan keaktifan siswa, dan
meningkatkan hasil belajar siswa pada pembelajaran tema 5 subtema 1 kelas
5 skolah dasar.

2. Manfaat Praktis
 Bagi siswa
Hasil penelitian ini akan memberikan efek positif bagi siswa untuk
meningkatkan motivasi dan hasil belajar pada pembelajaran tema 5
subtema 1 kelas 5 sekolah dasar.
 Bagi guru
Hasil penelitian ini bermanfaat bagi guru agar lebih mengetahui
hubungan pemberian reward dengan motivasi belajar siswa pada
pembelajaran tema 5 subtema 1 kelas 5 sekolah dasar.
 Bagi penulis
Bagi penulis, dapat menambah pengetauan tentang hubungan pemberian
reward dengan motivasi belajar agar suatu saat dapat menerapkan dalam
pembelajaran tema 5 subtema 1 kelas 5 dengan baik dan benar.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

1. Pengertian Pembelajaran Tematik


Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan
sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Menurut Suardi (2018:7)
bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses perolehan ilmu dan
pengetahuan disebut pembelajaran. Penguasaan kemahiran dan tabiat, serta
pembentukan sikap dan kepercayan pada peserta didik. Dengan kata lain,
apapun proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik
dan benar adalah pembelajaran.
Menurut Syakur (hal 4) tema adalah pokok pikiran atau gagasan pokok
yang menjadi pokok pembicaraan. Kata “tema” berasal dari bahasa Yunani
“tithenai” yang berarti “menempatkan”, kemudian mengalami perkembangan
sehingga kata tithenai berubah menjadi “tema”. Adapun dalam pengertian luas,
“tema” merupakan alat yang digunakan untuk mengenalkan berbagai konsep
pembelajaran kepada siswa secara utuh. Dengan demikian pembelajaran
terpadu yang menggunakan tema-tema untuk mengaitkan beberapa mata
pelajaran dengan tujuan memberikan pengalaman yang bermakna kepada siswa
yaitu pembelajaran tematik.
Pembelajaran tematik pada tema 5 subtema 1 pada kelas 5 sekolah dasar,
membahas materi tentang ekosistem dilingkungan sekeliling kita dan juga
materi tentang penggolongan hewan berdasarkan jenis makanannya.

2. Pengertian Reward
Reward berasal dari bahasa Inggris yang artinya hadiah, ganjaran,
penghargaan atau imbalan. Reward sebagai alat pendidikan diberikan ketika
siswa melakukan sesuatu yang baik. Menurut Bahri (2008:182) reward
(hadiah) adalah memberikan kenang-kenangan atau cenderamta kepada orang
lain sebagai penghargaan. Hadiah yang diberikan kepada orang lain berupa apa
saja, tergantung dari keinginan pemberi.
Menurut Slameto (2010:171) reward merupakan suatu penghargaan
sebagai hadiah yang diberikan guru kepada siswa yang sudah berperilaku baik
dan sudah berhasil melaksanakan tugas dari guru dengan baik pula. Purwanto
(2011:182) mengatakan reward digunakan untuk mendidik anak-anak/siswa
supaya anak/siswa merasa senang karena perbuatan atau pekerjaannya
mendapat penghargaan. Sejalan dengan itu Hamalik (2009:184) mengatakan
bahwa reward memiliki tujuan untuk membangkitkan atau mengemban minat.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa segala sesuatu
yang berupa penghargaan yang menyenangkan perasaan seseorang yang
diberikan kepada siswa karena telah berlaku baik atau telah berhasil
melaksanakan tugas dengan baik adalah reward.
a. Macam-macam reward
Macam-macam reward dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu reward
berupa pujian (penghormatan, pujian, ucapan, dan gerakan tubuh) dan
berupa benda (hadiah, memberi angka, dan tanda penghargaan).
b. Tujuan pemberian reward
Purwanto (2002:182) menjelaskan tujuan pemberian reward adalah
mendidik siswa supaya merasa senang karena perbuatan atau pekerjaannya
mendapatkan penghargaan. Selain itu, tujuan pemberian reward digunakan
untuk meingkatkan kemauan belajar siswa agar prestasi belajar siswa yang
dicapai semakin baik dan tinggi. Dengan memberikan reward, guru dapat
membentuk motivasi belajar yang tinggi dan kemauan belajar yang keras
dalam diri siswa.
Menurut penelitian Endah (2015) tujuan dari pemberian reward yaitu
untuk meningkatkan motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik, dalam artian
siswa harus melakukan suatu perbuatan yang timbul dari kesadaran siswa
itu sendiri. Adanya pemberian reward juga di harapkan dapat membangun
suatu hubungan yang positif antara guru dan siswa, karena reward adalah
bagian dari rasa kasih sayang seorang guru kepada siswanya.

3. Pengertian Motivasi Belajar


Menurut Purwanto (2003: 71) motivasi adalah “pendorong” suatu usaha
yang disadari agar mempengaruhi tingkah laku seseorang agar tergerak hatinya
untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil atau tujuan
tertentu. Sedangkan menurut Uno (2008: 3) motivasi merupakan dorongan
yang terdapat dalam diri seseorang untuk berusaha mengadakan perubahan
tingkah laku yang lebih baik dalam memenuhi kebutuhannya.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka dapat jelaskan bahwa suatu
dorongan yang terdapat dalam diri seseorang untuk melakukan sesuatu demi
memenuhi kebutuhan disebut motivasi. Adapun motivasi belajar berarti
dorongan yang terdapat dalam diri seseorang atau siswa untuk melakukan
kegiatan belajar.
Menurut Susanto (2018:45) indikator motivasi belajar terdiri dari
indikator motivasi belajar yang rendah dan tinggi.
a. Indikator motivasi belajar tinggi
Menurut Sudirman (2004:81) indikator motivasi belajar yang tinggi
adalah :
 Tekun menghadapi tugas.
 Ulet menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa).
 Menunjukkan minat terhadap bermacam-macam masalah belajar.
 Lebih senang bekerja mandiri.
b. Indikator motivasi belajar rendah
Adapun menurut Abdullah dalam Kurniasih (2008:37) indikator motivasi
belajar rendah adalah :
 Memberikan penilaian yang rendah terhadap hasil kreasi.
 Apatis.
 Tindakannya kurang terarah pada tujuan pembelajaran.
 Cenderung mengucilkan diri atau menghindarkan diri.

4. Pengaruh Pemberian Reward Terhadap Motivasi Belajar


Menurut penelitian Wulaningrum (2015) dalam proses pembelajaran
tentu ada kegagalan dan keberhasilannya. Kegagalan belajar siswa tidak
sepenuhnya berasal dari diri siswa tersebut tetapi bisa juga dari guru yang tidak
berhasil dalam memberikan motivasi yang mampu membangkitkan semangat
siswa untuk belajar. Keberhasilan belajar siswa tidak lepas dari motivasi siswa
yang bersangkutan, oleh karena itu pada dasarnya motivasi belajar merupakan
faktor yang sangat menentukan keberhasilan siswa. Siswa juga akan lebih
termotivasi jika dari hasil belajarnya tersebut mendapatkan penghargaan
(reward) yang memuaskan dari guru atau pihak pengajar sebagai tanda
penghargaan atas hasil belajarnya tersebut. Tugas guru memberikan reward
kepada siswa tidak hanya melalui kegiatan reguler di kelas. Namun, guru juga
melakukan pengamatan keseharian siswa untuk menentukan kategori dalam
piagam penghargaan yang diberikan.
BAB III

METODE PENELITIAN

1. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian jenis kuantitatif. Penelitian jenis
kuantitaif bertujuan untuk menekankan aspek pengukuran secara objektif
terhadap fenomena sosial, untuk melakukan pengukuran peneliti harus
menjabarkan beberapa komponen masalah, variabel dan indikator. Pada intinya
tujuan penelitian kuantitatif yaitu untuk mengembangkan penelitian
menggunakan model-model matematis, dan teori-teori yang berkaitan
penelitian.

2. Tempat Penelitian
Tempat yang dipilih peneliti dalam penelitian ini adalah Sekolah Dasar
Negeri 02 Gadang Kota Malang. Dalam penelitian ini peneliti melakukan
penelitian di kelas 5 pada semester 1. Jika dilihat dari seluruh siswa di kelas 5
Sekolah Dasar Negeri 02 terdapat 28 siswa yang terdiri dari 15 siswa laki-laki
dan 13 siswa perempuan. Alasan memilih tempat penelitian di sekolah ini
dikarenakan guru kelas 5 di sekolah ini menerapkan metode pembelajaran
pemberian reward, sehingga pengaruhnya terhadap siswa yaitu menjadi aktif,
bersemangat dan termotivasi belajar pada saat pembelajaran tematik tema 5
subtema 1 berlangsung.

3. Sumber dan Data Penelitian


Sumber data dalam penelitian merupakan subjek dimana data dapat
diperoleh. Data yang terkumpul, dianalisis kemudian disimpulkan. Data yang
terkumpul yaitu data dari guru kelas dan siswa kelas 5 Sekolah Dasar Negeri
02 Gadang Kota Malang, kemudian hasil data daftar siswa yang mendapatkan
reward dan kuesioner selama berlangsungnya pembelajaran tematik tema 5
subtema 1.
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data pengaruh pemberian reward terhadap motivasi
belajar siswa pada pembelajaran tema 5 subtema 1 kelas 5 dilakukan dengan
kuesioner, wawancara dan dokumentasi. Berikut adalah penjelasannya :
a. Kuesioner
Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kuesioner yang
secara garis besar berisi bagaimana pendapat siswa tentang pemahaman
belajar tema 5 subtema 1 jika menggunakan metode pembelajaran
pemberian reward, kemudian kuesioner yang berisi tentang seberapa
besar/tinggi motivasi belajar siswa yang di dapat setelah pembelajaran
dilaksanakan dengan metode pembelajaran pemberian reward kepada siswa
pada tema 5 subtema 1. Kuesioner ini diberikan kepada siswa setelah
berlangsungnya pembelajaran selesai, agar mengetahui secara detail
bagaimana pengaruh metode pembelajaran pemberian reward terhadap
motivasi belajar siswa.
b. Wawancara
Wawancara yang digunakan pada penelitian ini hanya sebagai formalitas,
dan bukan wawancara terstruktur. Jadi peneliti tidak menggunakan pedoman
wawancara yang telah tersusun secacara sistematis dan lengkap. Dengan
wawancara peneliti dapat mengetahui informasi pendapat tentang pengaruh
pemberian reward terhadap motivasi belajar siswa. Dalam hal ini peneliti
akan mewawancarai beberapa informan yaitu guru kelas dan beberapa siswa
kelas 5 Sekolah Dasar Negeri 02 Gadang Kota Malang.
c. Dokumentasi
Dalam penelitian ini, teknik dokumentasi digunaka untuk memperoleh
gambaran tentang hasil penelitian pengaruh pemberian reward terhadap
motivasi belajar siswa. Data-data tersebut didokumentasikan melalui foto
dokumentasi sehingga dapat diamati secara berkelanjutan untuk mendukung
kesimpulan dalam penelitian.
5. Analisis Data
Data yang diperoleh dari sampel akan digunakan untuk menguji
hipotesis. Oleh karena itu, data perlu dianalisis. Analisis data yang digunakan
adalah teknik analisis kuantitatif korelasi. Analisis korelasi adalah analisis
statistik yang berusaha untuk mencari hubungan atau pengaruh antara dua buah
variabel atau lebih.

6. Pengujian Keabsahan Data


Untuk mendapatkan data yang valid dari hasilpenelitian, dilakukan
pengecekan keabsahan data dengan sudut pandang peneliti. Data yang telah
diperoleh dikumpulkan dengan menggunakan berbagai teknik atau metode
yang digunakan peneliti saat penelitian.

7. Tahap-tahap Penelitian
Prosedur pengambilan data merupakan tahap-tahap penelitian yang akan
dilakukan peneliti sehingga terkumpul data akhir laporan.
a. Tahap Persiapan
Untuk kelancaran pengumpulan data, sebelum pengambilan data
ditempuh langkah-langkah persipan sebagai berikut:
 Studi Pustaka
Studi pustaka merupakan kajian teoritis untuk menunjang penulisan
peneliti dalam penulisan skripsi. Studi pustaka juga digunakan sebagai
rujukan untuk memperkuat tulisan dalam penelitian skripsi.
 Mengurus Surat Izin Penelitian
Perizinan dilakukan kepada dosen pembimbing dengan penulisan skripsi
ini. Selanjutnya, perizinan kepada Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP)
UM yang ditujukan kepada Sekolah Dasar Negeri 02 Gadang untuk
melakukan penelitian sesuai jadwal yang sudah ditentukan oleh peneliti.
 Menyusun Metode Penelitian
Penyusunan metode penelitian dengan cara merancang kegiatan
penelitian yang sudah direncanakan. Penyusunan metode penelitian ini
dapat digunakan untuk mendapatkan data, mengumpulkan data dan
selanjutnya dapat digunakan untuk menganalisis data.
 Menyusun Instrumen
Dalam penelitian ini tidak menggunakan instrumen penelitian secara
sistematis. Penelitian ini menggunakan teknik kuantitatif korelasi.
b. Tahap Pelaksanaan Pengambilan Data
Pengambilan data dilakukan pada saat pembelajaran tematik tema 5
subtema 1 di kelas 5 dengan cara memberikan kuesioner untuk siswa dan
guru kelas 5 dan beberapa siswa kelas 5, serta pengambilan gambar
dokumentasi saat kegiatan pembelajaran berlangsung.
c. Tahap Akhir Penelitian
Pada tahapakhir penelitian ini berisikan:
 Penyajian data berbentuk kuantitatif korelatif.
 Analisis data agar sesuai dengan tujuan awal.
Daftar Rujukan

Ahmadi, Abu & Widodo Supriyono. 1991. Psikologi Belajar. Jakarta : PT. Rineka
Cipta.

B.Uno, Hamzah. 2008. Teori Motivasi dan Pengukuranny. Jakarta : Bumi Aksara

Bahri, Syaiful Djamarah. 2008. Psikologi Belajar. Jakarta: Riena Cipta

Endah, Nur Wilujeng. 2015. Pengaruh Pemberian Reward dan Punishement


Terhadap Motivasi Belajar Siswa Kelas V Sekolah Dasar Negeri 2 Pliken
Kecamatan Kembaran Kabupaten Banyumas. FKIP UMP.

Hamalik, Oemar. 2009. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta. Bumi Aksara.

Kurniasih. 2008. Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Edukarsa

Ngalim, M Purwanto. 2002. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran.


Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Ngalim, M Purwanto. 2003. Psikologi Pendidikan. Bandung : PT. Remaja


Rosdakarya

Purwanto. 2011. Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Slameto. 2010. Belajar dan Faktor yang mempengaruhinya. Jakarta: Rineka


Cipta.

Suardi, Mohammad. 2018. Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Deepublish

Susanto, Ahmad. 2018. Bimbingan dan Konseling di Sekolah. Jakarta:


Prenadamedia Group

Syakur, HM. Pembelajaran Tematik Untuk Kelas Rendah. Pesona Bahasa.

Wulaningrum. 2015. BAB I Pendahuluan. Ums


ANALISIS IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 PADA SISWA KELAS
IV SEMESTER GENAP TAHUN AJARAN 2018/2019 SDN
PURWANTORO 4 KECAMATAN BLIMBING KOTA MALANG

Oleh :
Titah Putri M B7 PGSD

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan salah satu hal penting bagi kemajuan suatu
bangsa. Pendidikan memiliki fungsi untuk mengembangkan sumber daya manusia
dalam berbagai aspek bidang kehidupan sehingga mampu menjadi manusia yang
mandiri dan bertanggung jawab. pendidikan juga memiliki fungsi untuk
menghantarkan peserta didik menjadi manusia yang unggul dalam pengetahuan,
sikap, dan ketrampilan. Hal ini sesuai dengan UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa.
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab”.

Pendidikan yang baik dan bermutu tidak lepas dari sistem Pendidikan
yang tertata dengan baik pula. Dalam menggapai tujuan Pendidikan tersebut, tentu
tidak lepas dari kurikulum Pendidikan. Kurikulum merupakan wadah yang
menentukan arah Pendidikan (Fadlillah, 2014:13). Sejalan dengan UU Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan kurikulum
adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan Pendidikan tertentu.
Penerapan kurikulum di Indonesia telah mengalami berbagai upaya
inovasi pengembangan. Dari tahun 1947 hingga sekarang tercatat kurang lebih
sebelas macam kurikulum yang pernah diberlakukan. Yaitu pada tahun 1947,
1964, 1968, 1973, 1975, 1984, 1994, 1999, 2004, 2006 dan sekarang Kurikulum
2013 (Widyastono,2015:54). Kurikulum yang diberlakukan hingga saat ini adalah
kurikulum 2013 dan KTSP. Kurikulum 2013 merupakan kurikulum yang
dirancang untuk mengembangkan keseimbangan antara pengembangan sikap
spiritual dan sosial, rasa ingin tahu, kreativitas, kerja sama dengan kemampuan
intelektual dan psikomotorik (Permendikbud Nomor 70 Tahun 2013).
Penerapan kurikulum 2013 berbeda dengan kurikulum-kurikulum
sebelumnya. Jika pada kurikulum-kurikulum sebelumnya masih terpetak-petak
pada suatu mata pelajaran, pada kurikulum 2013 pembelajaran yang dilakukan
adalah tematik integratif. Pembelajaran juga dilaksanakan dengan pendekatan
saintifik. Menurut Rusman (2015:139) pembelajaran tematik terpadu adalah
pembelajaran yang menggabungkan berbagai macam muatan pelajaran yang
diintegrasikan dan dikemas dalam bentuk tema-tema. Tema merupakan wadah
yang ditujukan untuk mengenalkan peserta didik tentang konsep-konsep yang
akan dibelajarkan secara menyeluruh. Tematik diberikan kepada peserta didik
dengan maksud untuk menyatukan konten atau isi sehingga pembelajaran lebih
mudah dipahami, bermakna dan juga sarat akan nilai-nilai.
Sejak diberlakukannya kurikulum 2013 pada tahun ajaran 2013/2014
hingga sekarang telah mengalami perbaikan dan juga menuai pro-kontra di
kalangan guru dan juga masyarakat. Kurang lebih lima tahun pelaksanaan
kurikulum 2013 di dunia pendidikan nasional namun implementasinya belum
maksimal sesuai yang diharapkan. Seperti di Kecamatan Ngrayun Kabupaten
Ponorogo misalnya, dari satu kecamatan ada beberapa Sekolah yang belum
menerapkan kurikulum 2013 secara menyeluruh, yaitu SDN Selur 3, SDN Selur 5,
SDN Ngrayun 1, SDN Ngrayun 2, SDN Ngrayun 3, SDN Ngrayun 4, SDN
Ngrayun 5, SDN Cepoko 2, SDN Cepoko 3, SDN Cepoko 4, SDN Cepoko 5
(Sumber: Data Siswa UPT Dinas Pendidikan Kecamatan Ngrayun)
Namun demikian, penerapan Kurikulum 2013 juga telah dilaksanakan
hampir merata diberbagai wilayah, misalnya di Kota Malang. Pelaksanaan
Kurikulum 2013 yang telah berjalan sekitar 5 tahun menimbulkan berbagai
macam tanggapan positif dan juga negatif di kalangan guru. Di SDN Purwantoro
4 Malang, penerapan Kurikulum 2013 telah berjalan di semua kelasnya, mulai
dari kelas I hingga kelas VI. Dari hasil wawancara terhadap guru SDN
Purwantoro 4 Malang, ditemukan beberapa tanggapan mengenai kekurangan
pelaksanaan Kurikulum 2013. Seperti yang dikemukakan oleh wali kelas I SDN
Purwantoro 4 yang mengatakan bahwa.
“Pelaksanaan Kurikulum 2013 masih menemui bebrapa kendala. Guru
mengalami kesulitan mengenai pembagian waktu, selain itu guru juga
sedikit kesulitan dalam mempersiapkan media pembelajaran, selain itu
guru belum maksimal dalam penggunaan media pembelajaran”

Selain paparan di atas kendala yang biasa dialami oleh guru yaitu
sulitnya melaksanakan pembelajaran sesuai dengn RPP yang telah direncanakan
karena adanya situasi diluar dugaan yang mengakibatkan waktu terbagi, yang
seharusnya pembelajaran selesai dalam sehari menjadikan lebih dari sehari.
Dalam hal ini guru biasanya memberikan tugas untuk mengerjakan secara mandiri
pada buku siswa di rumah, atau memberikan latihan soal kepada siswa.
Sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hanifah (2015:60)
dengan judul “Analisis Implementasi Kurikulum 2013 pada kelas V SDN
Panggungrejo 04 Kecamatan Kepanjen Kabupaten Malang” mengungkapkan
bahwa, beberapa kendala yang dialami guru yaitu : (1) banyaknya RPP yang harus
dibuat; (2) banyaknya penilaian yang harus dilakukan; (3) sulit melakukan
pembelajaran sesuai RPP; (4) sulit melakukan penilaian sikap; dan (5) sulit dalam
merekapitulasi nilai.
Hal tersebut diperkuat oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Arri
(2016:56) dengan judul “Implementasi Kurikulum 2013 di Sekolah Dasar”
mengungkap bahwa, guru masih mengalami kendala diantaranya: (1) alokasi
waktu yang direncanakan tidak sesuai dengan apa yang telah direncakan, (2)
kegiatan penutup tidak sepenuhnya sama dengan apa yang telah direncanakan, (3)
masih ada guru yang merasa kebingungan dalam melaksanakan penilaian, (4) guru
belum sepenuhnya melakukan penilaian yang sesuai Kurikulum 2013.
Berdasarkan paparan di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti
penerapan atau implementasi Kurikulum 2013. Adapun judul yang diambil oleh
peneliti yaitu “Analisis Implementasi Kurikulum 2013 pada Kelas IV Semester
Genap Tahun Ajaran 2018/2019 SDN Purwantoro 4 Kecamatan Blimbing Kota
Malang”. Alasan peneliti memilih kelas tinggi sebagai objek penelitian
dikarenakan peneliti ingin mengetahui penerapan Kurikulum 2013 pada kelas IV
yang sedang mengalami transisi. Hal ini sejalan dengan pendapat Thalib
(2017:26) yang menyatakan bahwa, anak-anak pada era transisi lingkungan
keluarga dan pergaulan jika anak-anak tersebut memperoleh rangsangan
intelektual yang memadai maka mereka akan menjadi lebih produktif dan sukses
mengembangkan potensinya.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang, maka permasalahn yang dibahas
dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut.
1. Bagaiamanakah perencanaan pembelajaran di kelas IV Semester Genap tahun
2018/2019 SDN Purwantoro 4 Kecamatan Blimbing Kota Malang?
2. Bagaimanakah pelaksanaan pembelajaran di kelas IV Semester Genap tahun
2018/2019 SDN Purwantoro 4 Kecamatan Blimbing Kota Malang?
3. Bagaimanakah penilaian hasil belajar di kelas IV Semester Genap tahun
2018/2019 SDN Purwantoro 4 Kecamatan Blimbing Kota Malang?

C. Tujuan Penelitian
1. Untuk menganalisis implementasi kurikulum 2013 pada siswa kelas IV
Semester Genap tahun 2018/2019 SDN Purwantoro 4 Kecamatan Blimbing
Kota Malang
2. Mendeskripsikan perencanaan pembelajaran sesuai kurikulum 2013 pada
siswa kelas IV Semester Genap tahun 2018/2019 SDN Purwantoro 4
Kecamatan Blimbing Kota Malang
3. Mendeskripsikan pelaksanaan pembelajaran sesuai kurikulum 2013 pada
siswa kelas IV Semester Genap tahun 2018/2019 SDN Purwantoro 4
Kecamatan Blimbing Kota Malang
4. Mendeskripsikan penilaian hasil belajar sesuai kurikulum 2013 pada siswa
kelas IV Semester Genap tahun 2018/2019 SDN Purwantoro 4 Kecamatan
Blimbing Kota Malang

D. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk banyak pihak. Adapun
kegunaan tersebut antara lain sebagai berikut.
1. Kegunaan bagi Guru yang Bersangkutan
Penelitian ini memiliki beberapa kegunaan bagi guru yasng
bersangkutan. Kegunaan tesebut meliputi.
a. Dapat digunakan sebagai evaluasi untuk perbaikan pembelajaran
b. Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pelaksanaan
pembelajaran selanjutnya.
2. Kegunaan bagi Guru Lain
Selain memiliki kegunaan untuk guru yang bersangkutan, penelitian ini
juga memiliki beberapa kegunaan untuk guru lain. Kegunaan tersebut meliputi.
a. Dapat digunakan sebagai bahan acuan dalam meningkatkan pembelajaran
yang dilaksanakan.
b. Sebagai tambahan informasi dan pengetahuan tentang pembelajaran
Pendidikan Karakter.
3. Kegunaan bagi Sekolah
a. Dapat dijadikan sebagai informasi tentang bagaimana kendala dalam
implementasi Pendidikan Karakter.
b. Dapat dijadikan sumbangan pemikiran dalam menemukan solusi-solusi untuk
pemecahan masalah yang berkaitan dengan kendala implementasi Pendidikan
Karakter.
4. Kegunaan bagi Peneliti Lain
a. Dapat menambah informasi dan pengetahuan tentang pembelajaran
Pendidikan Karakter
b. Dapat digunakan sebagai referensi dan pembanding dalam penelitian
selanjutnya.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Implementasi Kurikulum 2013
Kurikukulum merupakan salah satu alat untuk mencapai tujuan
Pendidikan, sekaligus sebagai pedoman dalam pelaksanaan pembelajaran.
Menurut UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
“Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan
bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan Pendidikan tertentu”.
Kurikulum harus bersifat dinamis, artinya kurikulum selalu mengalami
perubahan sesuai dengan perkembangan zaman. Hal ini sejalan dengan pendapat
Hidayat (2015:12) yang mengungkapkan bahwa, kurikulum sebagai salah satu
instrumental input dalam mencapai tujuan Pendidikan nasional dikembangkan
secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi dalam
masyarakat.
Implementasi kurikulum dalam dunia Pendidikan di Indonesia telah
mengalami berbagai upaya inovasi. Dari tahun 1947 hingga sekarang tercatat
kurang lebih sepuluh macam kurikulum yang pernah diberlakukan. Yaitu pada
tahun 1947, 1952, 1964, 1957, 1984, 1994, 2004, 2006, dan Kurikulum 2013.
Pengembangan Kurikulum 2013 ini merupakan upaya peningkatan mutu
Pendidikan untuk menghasilkan lulusan-lulusan berkualitas yang memiliki
kompetensi sikap, keterampiln, dan pengetahuan sesuai standar nasional yang
telah disepakati (Fadlillah, 2014:17)
Pembelajaran yang diterapkan pada Kurikulum 2013 adalah dengan
pembelajaran tematik. Artinya, beberapa mata pelajaran diintegrasikan dan
dipadukan ke dalam tema-tema atau subtema. Tema pada Kurikulum 2013 juga
menjadi sarana untuk penguatan sikap, keterampilan dan pengetahuan yang
terintegrasi. Hal ini sejalan dengan pendapat Majid (2014:80) bahwa,
pembelajaran tematik adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan tema
untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan
pengalaman bermakna terhadap siswa.
Implementasi atau pelaksanaan Kurikulum 2013 meliputi tiga aspek,
yaitu aspek perencanaan, aspek pelaksanaan dan aspek evaluasi atau penilaian.
Ketiga aspek tersebut akan dijabarkan pada pembahasan berikut.

1. Perencanaan Pembelajaran Pada Kurikulum 2013


Keberhasilan suatu pembelajaran sangat dipengaruhi oleh seberpa jauh
perencanaan pembelajran tersebut direncanakan. Pernecanan pembelajaran
dirancang dalam bentuk Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pemblejaran (RPP).
Silabus merupakan acuan penyusunan kerangka pembelajaran untuk setiap bahan
kajian mata pelajaran. Sesuai dengan Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016,
Silabus paling sedikit memuat:
a. Identitas mata pelajaran (khusus SMP/MTs/SMPLB/Paket B dan
SMA/MA/SMALB/SMK/MAK/Paket C/ Paket C Kejuruan).
b. Identitas sekolah meliputi nama satuan pendidikan dan kelas.
c. Kompetensi inti, merupakan gambaran mengenai kompetensi dalam aspek
sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang harus dipelajari peserta didik
untuk suatu jenjang sekolah, kelas dan mata pelajaran.
d. Kompetensi Dasar, merupakan kemampuan spesifik yang mencakup sikap,
pengetahuan, dan keterampilan yang terkait muatan atau mata pelajaran.
e. Tema (khusus SD/MI/SDLB/Paket A).
f. Materi pokok, memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang relevan, dan
ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator pencapaian
kompetensi.
g. Pembelajaran, yaitu kegiatan yang dilakukan oleh pendidik dan peserta didik
untuk mencapai kompetensi yang diharapkan.
h. Penilaian, merupakan proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk
menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik.
i. Alokasi waktu sesuai dengan jumlah jam pelajaran dalam struktur kurikulum
untuk satu semester atau satu tahun.
j. Sumber belajar, dapat berupa buku, media cetak dan elektronik, alam sekitar
atau sumber belajar lain yang relevan.
a. Dalam pembelajaran tematik diperlukan perencanaan pembelajaran yang
terstruktur yang dikenal dengn Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
Rencana pelaksanaan pembelajaran dibuat untuk memudahkan guru dalam
melaksanakan kegiatan pembelajaran sehingga dapat membantu siswa dalam
mencapai kompetensi yang diharapkan. Dalam menyusun RPP, guru dapat
berpedoman pada Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar
Proses Pendidikan Dasar dan Menengah. Komponen-komponen tersebut
yaitu: (1) identitas sekolah; (2) identitas mata pelajaran atau tema/subtema;
(3) kelas/semester; (4) materi pokok; (5) alokasi waktu; (6) tujuan
pembelajaran yang dirumuskan berdasar KD; (7) Kompetensi Dasar dan
indikator pencapaian kompetensi; (8) materi pembelajaran; (9) metode
pembelajaran; (10) media pembelajaran; (11) sumber belajar; (12) langkah-
langkah pembelajaran dilakukan melalui tahapan pendahuluan, inti, penutup;
(13) dan penilaian hasil pembelajaran

2. Pelaksanaan Pembelajaran Pada Kurikulum 2013


Pembelajaran dalam Kurikulum 2013 tidak hanya berfokus pada
peningkatan kognitif atau pengetahuan peserta didik saja, melainkan juga afektif
atau sikap dan psikomotorik atau keterampilan.
Berdasarkan Permendikbud Nomor 103 Tahun 2014 tentang Pembelajaran
pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah dijelaskan bahwa pembelajaran
dalam Kurikulum 2013 berlandaskan pada prinsip, diantaranya: (1) pembelajaran
dalam rangka peningkatan keseimbangan, kesinambungan, dan keterkaitan antara
hard-skills dan soft-skills: (2) pembelajaran yang mengutamakan pembudayaan
dan pemberdayaan peserta didik sebagai pembelajar sepanjang hayat; (3) dan
pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai dengan memberi keteladanan (ing
ngarso song tulodho), membangun kemauan (ing madyo mangun karso), dan
mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran (tut wuri
handayani).
Pada umumnya, kegiatan pembelajaran mencakup kegiatan awal, inti dan
penutup. Hal ini sesuai dengan Permendikbud Nomor 103 Tahun 2014 yang
menjelaskan bahwa tahap pelaksanaan pembelajaran meliputi: (1) kegiatan
pendahuluan; (2) kegiatan inti; (3) kegiatan penutup.
a. Kegiatan Pendahuluan
Pada kegiatan pendahuluan terdapat empat bagian, yaitu orientasi,
apersepsi, motivasi, dan pemberian acuan.
b. Kegiatan Inti
Kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai
kompetensi, yang dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,
menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan
ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan
bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.
c. Kegiatan Penutup
Kegiatan penutup dalam pembelajaran tidak hanya diartikan sebagai
kegiatan menutup saja, namun juga meliputi kegiatan penilaian dan kegiatan
tindak lanjut. Kegiatan penutup terdiri atas
1) Kegiatan guru bersama peserta didik yaitu: (a) membuat rangkuman/simpulan
pelajaran; (b) melakukan refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan;
dan (c) memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran.
2) Kegiatan guru yaitu: (a) melakukan penilaian; (b) merencanakan kegiatan
tindak lanjut dalam bentuk pembelajaran remedi, program pengayaan,
layanan konseling dan/atau memberikan tugas baik tugas individual maupun
kelompok sesuai dengan hasil belajar peserta didik; dan (c) menyampaikan
rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya (Permendikbud Nomor 103
Tahun 2014).

3. Penilaian Hasil Belajar Pada Kurikulum 2013


Penilaian merupakan alat ukur untuk mengetahui tentang proses dan hasil
belajar peserta didik. Penilaian yang dikembangkan dalam pembelajaran pada
Kurikulum 2013 SD/MI meliputi prosedur yang digunakan, jenis dan bentuk
penilaian, serta alat evaluasi yang digunakan (Rusman, 2015:179). Penilaian pada
Kurikulum 2013 harus menacakup beberapa aspek. Yaitu, aspek pengetahuan,
keterampilan, dan sikap secara utuh dan proprosional, sesuai dengan kompetensi
yang telah ditetapkan.
Penilaian hasil belajar mengacu pada Permendikbud Nomor 23 Tahun
2016 tentang Standar Penilaian, “Penilaian hasil belajar peserta didik pada
pendidikan dasar dan pendidikan menengah meliputi aspek, (1) sikap; (2)
pengetahuan; (3) dan keterampilan”.
a. Penilaian Kompetensi Sikap
Penilaian kompetensi sikap dilakukan oleh pendidik untuk mengetahui
perilaku peserta didik, sesuai dengan Permendikbud Nomor 23 Tahun 2016,
“penilian kompetensi sikap merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pendidik
untuk memperoleh informasi deskriptif mengenai perilaku peserta didik”.
Penilaian sikap dapat dilakukan melalui Teknik observasi, wawancara, penilaian
diri, dan penilaian antarteman, selama proses pembelajaran berlangsung, dan tidak
hanya di dalam kelas.
b. Penilaian Kompetensi Pengetahuan
Penilaian Kompetensi Pengetahuan dilakukan oleh pendidik untuk
mengukur penguasaan aspek pengetahuan oleh peserta didik. Sesuai dengan
Permendikbud Nomor 23 Tahun 2016, “penilaian pengetahuan merupakan
kegiatan yang dilakukan untuk mengukur penguasaan pengetahuan peserta didik”.
c. Penilian Kompetensi Keterampilan
Penilaian Kompetensi Keterampilan dilakukan oleh pendidik untuk
mengukur penerapan pengetahuan peserta didik. Sesuai dengan Permendikbud
Nomor 23 Tahun 2016, "penilaian keterampilan merupakan kegiatan yang
dilakukan untuk mengukur kemampuan peserta didik menerapkan pengetahuan
dalam melakukan tugas tertentu”. Penilaian keterampilan meliputi penilaian
kinerja, penilian proyek dan penilian portofolio (Permendikbud, Panduan
Penilaian SD)
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif non-eksperimental, seperti
yang dijelaskan oleh Arikunto (2014:30) bahwa “jenis-jenis penelitian kuantitatif
dapat dibedakan dari keberadaan data yang diteliti, sudah tersedia atau baru
ditimbulkan. Jika data sudah ada (dalam arti tidak sengaja ditimbulkan) dan
peneliti tinggal merekam, maka penelitiannya bukan eksperimen”. Data yang
sudah ada dalam penelitian ini adalah data implementasi Kurikulum 2013
(perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran, dan penilaian hasil
belajar) pada kelas IV semester genap tahun ajaran 2018/2019 di SDN Purwantoro
4 Kecamatan Blimbing Kota Malang
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif, yaitu penelitian
yang hanya melibatkan satu variabel pada satu kelompok, tanpa menghubungkan
dengan variabel lain atau membandingkan dengan kelompok lain (Purwanto,
2010:171). Menurut Sukmadinata (2009:54) penelitian deskriptif adalah metode
penelitian yang ditujukan untuk menggambarkan fenomena-fenomena yang ada,
yang berlangsung pada saat ini atau saat yang lampau. Sehingga dalam peneiltian
ini hanya berfokus pada satu variabel saja yaitu implementasi kurikulum 2013 dan
ditujukan untuk menggambarkan fenomena-fenomena yang terjadi pada saat yang
lalu.

B. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik atau sifat tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti sebagai bahan untuk dipelajari dan diambil kesimpulannya (Sugiyono,
2010:80).
Menurut Sukmadinata (2009:250) populasi adalah kelompok besar dan
wilayah yang menjadi penelitian. Dalam penelitian ini populasi yang digunakan
adalah seluruh guru dan siswa kelas IV tahun ajaran 2018/2019 SDN Purwantoro
4 Kecamatan Blimbing Kota Malang yang masih aktif bersekolah.
Tabel 3.1 Populasi Siswa Kelas IV SDN Purwantoro 4 KecamatanKota Malang

No Nama Sekolah Kelas Jumlah guru Jumlas siswa


1. SDN Bareng I IV A 1 34

Jumlah populasi 1 guru 34 siswa

2. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut (Sugiyono, 2013:81). Arikunto (2014:174) menjelaskan sampel
adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Sampel yang digunakan dalam
penilitian meliputi siswa dan guru sebagai objek penelitian.

a) Sampel Siswa
Pengambilan sampel pada siswa dalam penelitian ini menggunakan
probability sampling. Probability sampling adalah teknik pengambilan sampel
yang memberikan peluang yang sama bagi setiap anggota populasi untuk dipilih
menjadi anggota sampel (Sugiyono, 2010:82). Teknik sampel yang digunakan
Simple Random Sampling, yaitu teknik pengambilan sampel dari populasi yang
dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata dalam populasi tersebut
(Sugiyono, 2013:82).
Dalam menentukan ukuran sampel yang digunakan, sebaiknya tidak terlalu
sedikit dari jumlah populasi. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Sukmadinata
(2009:260) yang mengatakan bahwa, ada kecenderungan semakin besar ukuran
sampel akan semakin mewakili populasi, karena keterwakilan populasi akan
sangat menentukan kebenaran kesimpulan dari hasil penelitian
Pada penelitian ini, peneliti mengambil sampel keseluruhan dari populasi
yaitu sebanyak 34 siswa.
b) Sampel Guru
Pengambilan sampel pada guru dalam penelitian ini menggunakan
nonprobability sampling. Nonprobability sampling adalah teknik pengambilan
sampel yang tidak memberi peluang/kesempatan sama bagi setiap unsur atau
anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel (Sugiyono, 2010:84). Teknik
sampel yang digunakan sampling jenuh, yaitu teknik penentuan sampel bila
semua anggota populasi digunakan sebagai sampel (Arikunto, 2014:85). Sehingga
pengambilan sampel pada populasi guru yaitu mengambil seluruh populasi
sejumlah 1 guru.

C. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah suatu instrumen atau sarana penelitian yang
harus dibuat terlebih dahulu sebelum peneliti melakukan pengumpulan data di
lapangan. Instrumen yang dimaksud adalah alat ukur yang dipergunakan untuk
mengukur penelitian yang dilakukan. Menurut Sugiyono (2013:102) instrumen
penelitian adalah suatu alat yang dipergunakan untuk mengukur fenomena alam
atau sosial yang diamati. Lebih spesifik fenomena ini disebut variabel penelitian.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket dan dokumentasi.
1. Angket
Angket atau kuesioner digunakan untuk pengambilan data yang berkaitan
dengan Implementasi Kurikulum 2013. Sugiyono (2013:142) menjelaskan bahwa,
kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk
dijawab.
Arikunto (2014:195) menjelaskan bahwa, kuesioner dibedakan dalam
beberapa jenis tergantung dari sudut pandangnya, (1) dipandang dari cara
menjawab, maka ada kuesioner terbuka dan kuesioner tertutup; (2) dipandang dari
jawaban yang diberikan, maka ada kuesioner langsung dan kuesioner tidak
langsung; (3) dipandang dari bentuknya, maka ada kuesioner pilihan ganda,
kuesioner isian, check list, dan rating-scale.
Untuk memudahkan dalam menyusun instrumen penelitian, maka perlu
digunakan matrik pengembangan instrumen atau kisi-kisi instrumen. Dalam
menyusun kisi-kisi instrumen, peneliti perlu menyusun variabel-variabel
penelitian yang ditetapkan untuk diteliti. Dari variabel-variabel tersebut diberikan
definisi operasionalnya, selanjutnya ditentukan indikator yang akan diukur.
Indikator tersebut kemudian dijabarkan menjadi butir-butir pertanyaan atau
pernyataan. Butir-butir pernyataan atau pertanyaan tersebut yang nantinya akan
dijadikan angket (Sugiyono, 2013:103).
a) Angket untuk Guru

Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen Angket Tertutup Implementasi Kurikulum 2013 Untuk Guru
No. Jmlh
Variabel Sub Variabel Indikator
Item butir
Implementasi Perencanaan SILABUS
Kurikulum Pembelajaran Mengembangkan silabus sesuai rambu- 1, 2, 3
2013 rambu pada Permendikbud No. 22 tahun
2016 tentang Standar Proses Pendidikan
Dasar dan Menengah.
Pengembangan silabus secara mandiri 4
RPP
a. Menyusun RPP sesuai rambu-rambu 5, 6
pada Permendikbud No. 22 tahun 2016 7, 8
tentang Standar Proses Pendidikan 9, 10
Dasar dan Menengah secara mandiri.
b. Memperhatikan perbedaan individu 11, 12
peserta didik. 13 14,

c. Mendorong partisipasi aktif siswa. 15, 16


d. Pembelajaran yang berpusat pada siswa. 17

e. Pengembangan budaya membaca dan 18, 19


menulis. 36
f. Pemberian tindak lanjut dan umpan 20, 21
balik positif, penguatan, pengayaan, dan 22
remidi.
g. Keterkaitan dan keterpaduan antara 23, 24
Kompetensi Dasar, materi pembelajaran, 25
kegiatan pembelajaran, indikator
pencapaian kompetensi, penilaian dan
sumber belajar dalam satu keutuhan
pengalaman belajar.
h. Mengakomodasi pembelajaran tematik, 26, 27
keterpaduan lintas mata pelajaran, lintas 28, 29
aspek belajar, dan keragaman budaya.
i. Penerapan teknologi informasi dan 30
komunikasi.
j. Menggunakan pendekatan saintifik 31, 32
33, 34
35
k. Penyusunan RPP secara mandiri 36
Pelaksanaan Kegiatan Pendahuluan
Pembelajaran a. Menyiapkan siswa secara fisik dan 37
psikis.
b. Menyampaikan cakupan materi dan 38, 39
penjelasan uraian kegiatan. 40
c. Memotivasi belajar siswa secara 41
kontekstual sesuai manfaat dan aplikasi
materi pelajaran.
d. Mengajukan pertanyaan yang 42
mengaitkan pengetahuan sebelumnya 28
dengan materi yang akan dipelajari.
Kegiatan Inti

e. Pembelajaran yang disesuaikan dengan 43, 44


karakteristik siswa dan mata pelajaran 45, 46
secara interaktif, berkelompok ataupun 47, 48
individual.
f. Penggunaan karakteristik pembelajaran 49, 50
yang disesuaikan dengan karakteristik 51, 52
kompetensi dan jenjang pendidikan
antara lain karakteristik sikap,
pengetahuan, dan keterampilan.
g. Pemanfaatan sumber belajar/ media 53, 54
pembelajaran
h. Pemantauan kemajuan belajar siswa 55, 56
i. Mengakomodasi pembelajaran tematik 57
j. Menggunakan pendekatan saintifik 58
Kegiatan Penutup
k. Melakukan refleksi untuk mengevaluasi 59, 60
seluruh rangkaian aktivitas pembelajaran 61, 62
untuk selanjutnya secara bersama
menemukan manfaat langsung maupun
tidak langsung dari hasil pembelajaran
yang telah berlangsung.
l. Menginformasikan rencana kegiatan 63
pembelajaran untuk pertemuan
berikutnya.
m. Melakukan kegiatan tindak lanjut dalam 64
bentuk pemberian tugas baik tugas
individual maupun kelompok
Penilaian a. Melakukan perencanaan penilaian hasil 65, 66
Hasil Belajar belajar siswa sesuai rambu-rambu pada 67
Permendikbud No. 23 tahun 2016
tentang Standar Penilaian Pendidikan.
Pelaksanaan penilaian siswa
b. Penilaian kompetensi keterampilan 68, 69
antara lain melalui penilaian kinerja 70
yang menuntut siswa
mendemonstrasikan suatu kompetensi
tertentu dengan menggunakan tes
praktik, projek dan portofolio.
c. Penilaian kompetensi pengetahuan 71, 72
antara lain melalui tes tulis, tes lisan, 73
dan penugasan
d. Penilaian kompetensi sikap antara lain 74, 75
melalui observasi, penilaian diri, 76, 77
18
penilaian ”teman sejawat” oleh peserta
didik dan jurnal.
e. Melakukan penilaian ulangan harian, 78, 79
ulangan tengah semester, dan ulangan 80
akhir semester.
f. Pelaporan hasil penilaian siswa 81, 82

Total Butir Soal 82

Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen Angket Terbuka Implementasi Kurikulum 2013 Untuk Guru
No. Jml.
Variabel Sub Variabel Indikator
Item Butir
Implementasi Perencanaan Masalah yang dialami 1 1
Kurikulum 2013 Pembelajaran Solusi yang dilakukan 1
Pelaksanaan Masalah yang dialami 2 1
Pembelajaran Solusi yang dilakukan 1
Penilaian Hasil Masalah yang dialami 3 1
Belajar Solusi yang dilakukan 1
Program Masalah yang dialami 4 1
Pengayaan Solusi yang dilakukan 1
Program Masalah yang dialami 5 1
Remedial Solusi yang dilakukan 1
Total Butir Soal 10

Terdapat dua jenis kuesioner atau angket yang diterapkan sebagai teknik
pengambilan data untuk guru. Yaitu angket terbuka dan angket tertutup. Angket
terbuka atau juga dapat disebut isian, merupakan angket yang memberikan
kesempatan bagi responden untuk mengungkapkan suatu pendapat dari fenomena
secara lebih bebas sesuai dengan pengetahuan dan pengalaman responden. Sejalan
dengan pendapat Sugiyono (2013:143), dengan adanya kuesioner terbuka
diharapkan responden dapat menuliskan jawabannya dalam bentuk uraian tentang
suatu hal.
Dalam angket tertutup, pernyataan-pernyataan yang diberikan sudah
disertai alternatif jawaban dan responden tinggal memberi tanda centang (√) pada
jawaban yang paling sesuai sehingga menggunakan angket tertutup dengan
rating-scale. Angket tertutup artinya jawaban sudah disediakan sehingga
responden tinggal memilih. Angket berbentuk rating-scale artinya sebuah
pernyataan diikuti oleh kolom-kolom yang menunjukkan tingkatan-tingkatan
skala, misalkan mulai dari sangat setuju sampai ke sangat tidak setuju (Arikunto,
2014:195). Data yang telah diperoleh dari penyebaran angket selanjutnya diubah
menjadi data kuantitatif melalui pemberian skor pada tiap-tiap jawaban dengan
menggunakan skala Likert.
Sarjono dan julianita (2011:6) menjelaskan skala Likert adalah skala yang
digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau
sekelompok orang terhadap suatu kejadian atau keadaan sosial. Pilihan jawaban
dalam angket (kuesioner) tersebut akan bervariasi tergantung dari pernyataan yang
diajukan. Dalam penelitian ini angket tentang implemenrtasi Kurikulum 2013
menggunakan 4 pilihan jawaban sebagai berikut : (1) selalu; (2) sering; (3)
kadang-kadang; (4) tidak pernah.
Berikut salah satu contoh skala Likert yang akan digunakan dalam
penelitian ini menurut Sugiyono (2013:93) : (1) Selalu diberi skor 4, (2) Sering
diberi skor 3; (3) kadang-kadang diberi skor 2; (4) tidak pernah diberi skor 1.
Berikut teknik skoring pada setiap item pertanyaan.
Tabel 3.4 Teknik Skoring Angket Implementasi Kurikulum 2013
Alternatif Jawaban
Skor
Pernyataan Positif
Selalu 4
Sering 3
Kadang-Kadang 2
Tidak Pernah 1
b) Angket untuk siswa
Instrumen penelitian yang dikembangkan untuk pengambilan data terkait
implementasi Kurikulum 2013 pada siswa merupakan angket tertutup yang
berbentuk rating-scale . Adapun kisi-kisinya dijabarkan sebagai berikut.
Tabel 3.5 Kisi-kisi Instrumen Angket Tertutup Implementasi Kurikulum 2013 Untuk Siswa
No. Jmlh
Variabel Sub Variabel Indikator
Item butir
Pelaksanaan Kegiatan Pendahuluan
Implementasi Pembelajaran a. Menyiapkan siswa secara fisik dan 1
Kurikulum psikis.
2013 b. Menyampaikan cakupan materi dan 2
penjelasan uraian kegiatan.
c. Memotivasi belajar siswa secara 3
kontekstual sesuai manfaat dan aplikasi
materi pelajaran.
d. Mengajukan pertanyaan yang 4
mengaitkan pengetahuan sebelumnya
dengan materi yang akan dipelajari.
Kegiatan Inti
14
e. Pembelajaran yang disesuaikan dengan 5, 6
karakteristik siswa dan mata pelajaran
secara interaktif, berkelompok ataupun
individual.
f. Penggunaan karakteristik pembelajaran 7
yang disesuaikan dengan karakteristik
kompetensi dan jenjang pendidikan
antara lain karakteristik sikap,
pengetahuan, dan keterampilan.
g. Pemanfaatan sumber belajar/ media 8, 9
pembelajaran
h. Pemantauan kemajuan belajar siswa 10
Kegiatan Penutup
i. Melakukan refleksi untuk mengevaluasi 11,
seluruh rangkaian aktivitas pembelajaran 12
untuk selanjutnya secara bersama
menemukan manfaat langsung maupun
tidak langsung dari hasil pembelajaran
yang telah berlangsung.
j. Menginformasikan rencana kegiatan 13
pembelajaran untuk pertemuan
berikutnya.
k. Melakukan kegiatan tindak lanjut dalam 14
bentuk pemberian tugas baik tugas
individual maupun kelompok

Penilaian a. Penilaian kompetensi keterampilan 15,


Hasil Belajar antara lain melalui penilaian kinerja 16
yang menuntut siswa
mendemonstrasikan suatu kompetensi
tertentu dengan menggunakan tes
praktik, projek dan portofolio.
b. Penilaian kompetensi pengetahuan 17,
6
antara lain melalui tes tulis, tes lisan, dan 18
penugasan
c. Penilaian kompetensi sikap antara lain 19,
melalui observasi, penilaian diri, 20
penilaian ”teman sejawat” oleh peserta
didik dan jurnal.
d. Pelaporan hasil penilaian siswa 21
Total Butir Soal 21

2. Dokumentasi
Dokumen merupakan catatan peristiwa atau kejadian yang telah berlalu.
Metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang
berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, agenda, dan sebagainya
(Arikunto, 2014:274). Sejalan dengan pendapat Sugiyono (2013:240) yang
mengatakan bahwa, dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, dan karya-karya
menumental dari seseorang. Dokumen yang dijadikan sebagai sumber data dalam
penelitian ini yaitu, dokumen silabus, dokumen rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP) dan dokumen peniliaan hasil belajar siswa.

D. Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan upaya yang dilakukan untuk menghimpun
data yang diperlukan dalam penelitian dalam rangka mencapai tujuan penelitian.
Teknik yang dilakukan dalam pengumpulan data penelitian ini yaitu teknik angket
atau kuesioner dan dokumentasi. Adapun langkah-langkah yang digunakan dalam
pengumpulan data adalah sebagai berikut.
1. Tahap persiapan, langkah yang dilakukan dalam tahap ini yaitu menyusun
instrumen penelitian yaitu angket, mengurus surat izin untuk melakukan
penelitian, mengurus surat rekomendasi dari Dinas Pedidikan Kota Malang
yang ditujukan kepada SDN Purwantoro 4 Kecamatan Blimbing Kota
Malang, mengobservasi sekolah, melakukan uji validitas pada instrumen
penelitian.
2. Tahap pelaksanaan, langkah yang dilakukan dalam tahap ini yaitu peneliti
mendatangi SDN Purwantoro 4 Kecamatan Blimbing Kota Malang untuk
mengambil data yang diperlukan dengan menyebarkan angket kepada guru
kelas IV dan siswa kelas IV yang dijadikan subyek penelitian. Selain
menyebar angket, peneliti juga meminta dokumen berupa dokumen silabus,
dokumen RPP dan dokumen penilaian pada semester genap tahun ajaran
2018/2019.
3. Tahap pengolahan, langkah yang dilakukan dalam tahap ini yaitu pengolahan
dan analisis data. Pada tahap ini data yang sudah terkumpul dari tahap kedua
yang berupa angket dan dokumen akan diolah oleh peneliti sehingga data
tersebut siap untuk dianalisis sesuai dengan analisis yang digunakan.

E. Analisis Data
Setelah data yang dibutuhkan terkumpul, langkah selanjutnya yang perlu
dilakukan yaitu mengolah dan menganalisis data. Adapun lagkah-langkah yang
dilakukan untuk pengolahan dan analasis data sebagai berikut.
1. Persiapan
Pada tahap ini, hal yang perlu dilakukan yaitu mengecek kelengkapan data
dari angket dan dokumen yang telah terkumpul. Adapun data yang perlu dicek
antara lain, kelengkapan identitas, kelengkapan isi angket dan kelengkapan isi
data (Arikunto, 2014:278). Selain itu kelengkapan yang perlu dicek dalam
dokumen antara lain, kelengkapan dokumen silabus, dokumen RPP, dan dokumen
penilaian.
2. Penskoran
Penskoran instrumen angket dilakukan dengan cara memberikan skor
terhadap butir-butir pernyataan dalam angket. Angket tertutup dalam penelitian ini
menggunakan skala Likert. Skala Likert yang digunakan terdiri dari 4 tingkatan.
Keempat tingkatan tersebut yaitu, selalu (SL), sering (SR), kadang-kadang (KD),
dan tidak pernah (TP) dengan skala 1 sampai dengan 4. Jika responden menjawab
selalu (SL), maka akan diberi skor 4. Jika responden menjawab sering (SR), maka
akan diberi skor 3. Jika responden menjawab kadang-kadang (KD), maka akan
diberi skor 2. Jika responden menjawab tidak pernah (TP), maka akan diberi skor
1.
Penskoran instrumen dokumen dilakukan dengan mengecek kelengkapan
kompenen dokumen, mulai dari komponen silabus, komponen RPP, dan
komponen pada dokumen penilaian. Setiap komponen yang ada diberi nilai satu.
Sedangkan komponen yang tidak tercantum diberi skor 0.
3. Tabulasi
Setelah jawaban diberi skor, langkah selanjutnya yaitu melakukan tabulasi
data. Skor jawaban dimasukkan ke dalam tabel agar mudah dalam membaca
maupun memahaminya. Persentase digunakan untuk menganalisis data dari
angket dan dokumen terkait dengan skor perencanaan pembelajaran, pelaksanaan
pembelajaran, dan penilaian hasil belajar. Rumus yang dikembangkan sebagai
berikut.
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ 𝑟𝑒𝑠𝑝𝑜𝑛𝑑𝑒𝑛
Persentase = x 100%
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙

Selanjutnya skor dibandingkan dengan kualifikasi nilai yang telah


ditetapkan.Tingkat keterlaksanaan Kurikulum 2013 pada kelas IV SDN
Purwantoro 4 Kecamatan Blimbing Kota Malang dapat diukur dengan
kualifikasikan sebagai berikut.
Tabel 3.6 Kategori Hasil Analisis Implementasi Kurikulum 2013
Rentang Angka Persentase Kategori
81% - 100% Sangat Baik
61% - 80% Baik
41% - 60% Cukup
21% - 40% Kurang
< 21% Kurang Sekali
(Adaptasi dari Arikunto dan Jabar, 2014:35).
DAFTAR RUJUKAN
Arri, Rinasa Putri. 2016. Implementasi Kurikulum 2013 di Sekolah Dasar. Skripsi
tidak diterbitkan: Universitas Negeri Malang.
Arikunto, Suharsimi. 2014.Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta.
Dinas. 2018. Data Siswa UPT Dinas Pendidikan Kecamatan Ngrayun. Tidak
diterbitkan: UPT Dinas Pendidikan.
Fadlillah, M. 2014. . Implementasi Kurikulum 2013 Dalam Pembelajaran SD/MI,
SMP/MTS, & SMA/MA. Jogjakarta: Ar-ruzz Media.
Hanifah, Lutfiah. 2015 . Analisis Implementasi Kurikulum 2013 Pada Kelas V
SDN Panggungrejo 4 Kecamatan Kepanjen Kabupaten Malang. Skripsi
tidak diterbitkan: Universitas Negeri Malang.
Hidayat, Sholeh. 2015. Pengembangan Kurikulum Baru. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Majid, Abdul. 2014. Pembelajaran Tematik Terpadu. Bandung: Remaja
Rosdakarya
Peraturan Menteri Pe3ndidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 2014.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
Nomor 103 Tahun 2014 Tentang Pembelajaran Pada Pendidikan Dasar
Dan Pendidikan Menengah. Jakarta: Permendikbud (Online),
(jdih.kemdikbud.go.id/new/public/produkhukum), diakses pada tanggal
23 November 2018.
Peraturan Menteri Pe3ndidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 2014.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
Nomor 70 Tahun 2013 Tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum
Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan. Jakarta:
Permendikbud (Online),
(jdih.kemdikbud.go.id/new/public/produkhukum), diakses pada tanggal
23 November 2018.
Peraturan Menteri Pe3ndidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 2014.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
Nomor 23 Tahun 2016 Tentang Standar Penilaian. Jakarta:
Permendikbud (Online),
(jdih.kemdikbud.go.id/new/public/produkhukum), diakses pada tanggal
23 November 2018.
Peraturan Menteri Pe3ndidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 2014.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
Nomor 23 Tahun 2016 Tentang Standar Proses Pendidikan Dasar Dan
Menengah. . Jakarta: Permendikbud (Online),
(jdih.kemdikbud.go.id/new/public/produkhukum), diakses pada tanggal
23 November 2018.
Rusman. 2015. Pembelajaran Tematik Terpadu. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Sarjono Haryadi & Julianita Winda. 2013. SPSS VS LISREL Sebuah Pengantar
Aplikasi Untuk Riset. Jakarta: Salemba Empat.
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif R&D. Bandung:
Alfabeta.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2009. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Thalib, Syamsul Bachri. 2017. Psikologi Pendidikan Berbasis Analisis Empiris
Aplikatif. Jakarta: Kencana.
Undang-undang Republik Indonesia. 2003. Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta:
Permendikbud (Online), (sindikker.dikti,go.id/dok/UU/UU20-2003-
Sisdiknas.pdf), diakses pada 7 Oktober 2018
Widyastono, Herry. 2014. Pengembangan Kurikulum Di Era Otonomi Daerah
Dari Kurikulum 2004, 2006, Ke Kurikulum 2013. Jakarta: Bumi Aksara
PENGARUH DISIPLIN BELAJAR DI SEKOLAH TERHADAP
PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS 5 SEKOLAH
DASAR

Oleh :
Tri Eka W B7 PGSD

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan mempunyai peranan penting bagi manusia terutama dalam
menghadapi tantangan kehidupan. Pendidikan diartikan sebagai usaha manusia
(individu pendidik) untuk memfasilitasi perkembangan pribadi individu (subjek
didik) kea rah perkembangan optimal yang memiliki nilai-nilai pribadi seperti
dicita-citakan oleh masyarakat bangsa di mana subjek didik itu hidup. Dalam UU
RI No. 20 Bab II Pasal 3 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
dijelaskan bahwa:
Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman,
dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat
berilmu, cakap kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang
demokratis dan bertanggungjawab.
Pernyataan di atas menjelaskan bahwa pendidikan diperoleh melalui suatu
usaha dan proses yang terencana untuk menciptakan suasana pembelajaran yang
aktif sehingga siswa dapat mengembangkan potensi dirinya. Dalam
pengembangan potensi siswa diperlukan seorang pendidik yang bisa menjalin
interaksi yang baik dengan siswanya sehingga proses pembelajaran berjalan
dengan lancar. Peran dari guru dalam interaksi tersebut sebagai pengajar atau
pendidik sedangkan siswa berperan sebagai individu yang belajar, keterpaduan
tersebut mengacu pada tujuan pembelajaran.
Mutu pendidikan dikatakan baik apabila Kriteria Ketentuan Minimum
(KKM) satuan pendidikan tidak terlalu kecil dan siswa bisa menjalankan proses
pembelajaran dengan baik sehingga prestasi belajarnya pun baik. Namun, pada
kenyataannya tidak semua siswa bisa mengikuti pelajaran dengan baik dan
memperoleh prestasi belajar yang baik. Keberhasilan seseorang dalam mencapai
prestasi belajar tidak akan terlepas dari berbagai faktor yang mempengaruhinya,
baik itu faktor yang menunjang maupun yang bersifat menghambat. Faktor-faktor
yang memengaruhi hasil belajar dibedakan menjadi dua yaitu faktor internal dan
faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri siswa,
seperti: disiplin belajar, kondisi fisiologis dan kondisi psikologi. Sedangkan
faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri siswa, seperti: faktor
lingkungan, keluarga, dan alat instrumen. Faktor internal memegang peran
penting dalam mencapai prestasi belajar salah satunya yaitu disiplin belajar.
Menurut Gunarsa dalam Yuliantika (2017), disiplin belajar merupakan
ketaatan dan kepatuhan terhadap peraturan tertulis maupun yang tidak tertulis
dalam proses perubahan tingkah laku yang menetap akibat dari praktik yang
berupa pengalaman mengamati, membaca, menirukan, mencoba sesuatu,
mendengarkan, serta mengikuti arahan. Disiplin belajar bagi siswa diartikan lebih
khusus sebagai tindakan yang menunjukkan ketaatan dan kepatuhan terhadap
aturan, baik tertulis maupun tidak tertulis dalam kegiatan mencari pengetahuan
dan kecakapan baru. Namun, saat ini masih terdapat beberapa siswa yang belum
dapat menerapkan disiplin belajar dalam kelas. Masih ada siswa yang tidak
memperhatikan penjelasan guru secara seksama, serta masih banyak siswa yang
mengumpulkan tugas tidak tepat waktu bahkan mencontoh tugas temannya. Hal
ini disebabkan untuk belajar dengan sungguh-sungguh tidaklah mudah, karena
butuh kesadaran diri mengenai pentingnya pendidikan.
Berdasarkan uraian di atas, diketahui bahwa tingkat kedisplinan belajar siswa
dapat berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa. Sehingga diperoleh hubungan
antara disiplin belajar dengan prestasi belajar siswa yaitu semakin tinggi disiplin
belajara siswa, maka semakin baik pula prestasi belajar siswa. Begitupun
sebaliknya.
Berdasarkan hasil observasi terhadap siswa kelas 5 di SDN SDN Kiduldalem
1 Malang, diketahui bahwa masih terdapat permasalahan mengenai disiplin
belajar seperti: siswa datang ke sekolah tidak tepat waktu dan kurang
memperhatikan penjelasan materi yang disampaikan guru saat proses
pembelajaran berlangsung. Oleh karena itu, tujuan dalam penelitian ini adalah (1)
untuk menganalisis tingkat disiplin belajar siswa di kelas 5 SDN Kiduldalem 1
Malang, dan (2) untuk menganalisis pengaruh disiplin belajar di sekolah terhadap
prestasi belajar matematika siswa kelas 5 SDN Kiduldalem 1 Malang.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah di atas, dapat ditarik rumusan masalah sebagai
berikut:
1. Seberapa besar tingkat disiplin belajar siswa di kelas 5 SDN Kiduldalem 1
Malang?
2. Adakah pengaruh disiplin belajar di sekolah terhadap prestasi belajar
matematika siswa kelas 5 SDN Kiduldalem 1 Malang.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah (1) untuk menganalisis tingkat disiplin belajar
siswa di kelas 5 SDN Kiduldalem 1 Malang, dan (2) untuk menganalisis
pengaruh disiplin belajar di sekolah terhadap prestasi belajar matematika siswa
kelas 5 SDN Kiduldalem 1 Malang.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini memiliki manfaat antara lain:
1. Untuk menambah wawasan bagi pendidik pentingnya disiplin belajar di
sekolah terhadap prestasi belajar matematika siswa kelas 5 SDN Kiduldalem
1 Malang sehingga pendidik lebih termotivasi untuk menciptakan
pembelajaran yang lebih kondusif.
2. Untuk menambah wawasan bagi pendidik pentingnya disiplin belajar di
sekolah terhadap prestasi belajar matematika siswa kelas 5 SDN Kiduldalem
1 Malang karena peran orangtua juga berpengaruh terhadap kebiasaan siswa.
3. Untuk menambah pengetahuan bagi siswa tentang pentingnya disipilin belajar
di sekolah terhadap prestasi belajar matematika siswa kelas 5 SDN
Kiduldalem 1 Malang.
4. Untuk menambah pengetahuan bagi peneliti tentang pentingnya disipilin
belajar di sekolah terhadap prestasi belajar matematika siswa kelas 5 SDN
Kiduldalem 1 Malang.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Disiplin
Menurut N.A. Ametembun dalam Damardi (2017) disiplin dapat diartikan
secara etimologi maupun terminology. Secara etimologis, istilah disiplin berasal
dari bahasa Inggris “discipline” yang artinya pengikut atau penganut. Sedangkan
secara terminologis istilah disiplin mengandung arti sebagai keadaan tertib di
mana para pengikut itu tunduk dengan senang hati pada ajaran-ajaran para
pemimpinnya.
Menurut Zainal Aqib dalam Yuliantika (2017), disiplin adalah satu aspek
kehidupan yang mesti diwujudkan dalam masyarakat. Oleh karena itu siswa
hendaklah mendapat perhatian dari semua pihak yang ada di sekolah maupun di
luar sekolah. Perhatian yang diberikan kepada siswa diharapkan menumbuhkan
sikap disiplin siswa utamanya dalam belajar karena siswa merasa diawasi.
Perilaku disiplin sangatlah diperlukan oleh siapapun, dimanapun dan
kapanpun, begitu juga siswa yang harus disiplin dalam mentaati tata tertib
sekolah, ketaatan dalam belajar, disiplin dalam mengerjakan tugas dan disiplin
dalam belajar di rumah sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai. Berikut
pendapat mengenai pentingnya disiplin, antara lain:
1. Memberi dukungan bagi terciptanya perilaku yang tidak menyimpang.
2. Membantu siswa memahami dan menyesuaikan diri dengan tuntutan
lingkungan.
3. Menjadi cara untuk menyelesaikan tuntutan yang ingin ditunjukan siswa
terhadap lingkungannya.
4. Untuk mengatur keseimbangan keinginan individu satu dengan individu lain.
5. Menjauhkan siswa melakukan hal-hal yang dilarang sekolah.
6. Mendorong siswa melakukan hal-hal yang baik dan benar.
7. Siswa belajar hidup dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik, positif, dan
bermanfaat bagi diri sendiri dan lingkungannya.
8. Kebiasaan yang baik itu menyebabkan ketenangan jiwa dan lingkungannya,
Rachman dalam Tu’u dalam Ardiansyah (2013).
Dari pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa disiplin adalah sikap
menaati peraturan dan tata tertib yang sudah ditentukan. Sikap disiplin harus
dimiliki oleh setiap individu dimana pun, kapan pun dan dalam kondisi apa pun.
Sikap disiplin diperlukan karena dengan disiplin maka setiap individu bisa
mengerjakan pekerjaan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
2.2 Pengertian Belajar
Kata atau istilah belajar bukanlah sesuatu yang baru, sudah sangat dikenal
secara luas, namun dalam pembahasan belajar ini masing-masing ahli memiliki
pemahaman dan definisi yang berbeda-beda walaupun secara praktis masing-
masing kita sudah sangat memahami apa yang dimaksud belajar tersebut. Oleh
karena itu, untuk menghindari pemahaman yang beragam tersebut, berikut akan
dikemukakan berbagai definisi belajar menurut para ahli, Susanto (2016).
Menurut R. Gagne dalam Susanto (2016), belajar dapat didefiniskan sebagai
suatu proses di mana suatu orgasme berubah perilakunya sebagai akibat
pengalaman. Bagi Gagne, belajar dimaknai sebagai suatu proses untuk
memperoleh motivasi dalam pengetahuan, keterampilan , kebiasaan, dan tingkah
laku. Selanjutnya, Gagne dalam teorinya yang disebut The domains of learning,
menyimpulkan bahwa segala sesuatu yang dipelajari oleh manusia dapat dibagi
menjadi lima kategori, yaitu:
1. Keterampilan motoris (motor skill); adalah keterampilan yang diperlihatkan
dari berbagai gerakan badan, misalnya menulis, menendang bola, bertepuk
tangan, berlari, dan loncat.
2. Informasi verbal; informasi ini sangat dipengaruhi oleh kemampuan otak atau
intelegensi seseorang, misalnya seseorang dapat memahami sesuatu dengan
berbicara, menulis, menggambar, dan sebagainya yang berupa simbol yang
tampak (verbal).
3. Kemampuan intelektual; selain menggunakan simbol verbal, manusia juga
mampu melakukan interaksi dengan dunia luar melalui kemampuan
intelektualnya, misalnya mampu membedakan warna, bentuk, dan ukuran.
4. Strategi kognitif; Gagne menyebutnya sebagai organisasi keterampilan yang
internal (internal organized skill), yang sangat diperlukan untuk belajar
mengingat dan berpikir.
5. Sikap (atitude); sikap merupakan faktor penting dalam belajar, karena tanpa
kemampuan ini belajar tak akan berhasil dengan baik. Sikap seseorang dalam
belajar akan sangat memengaruhi hasil yang diperoleh dari belajar tersebut.
Sikap akan sangat tergantung pada pendirian, kepribadian, dan keyakinannya,
tidak dapat dipelajari atau dipaksakan, tetapi perlu kesadaran diri yang penuh.
Menurut E.R. Hilgard dalam Susanto (2016), belajar adalah suatu perubahan
kegiatan interaksi terhadap lingkungan. Perubahan kegiatan yang dimaksud
mencakup pengetahuan, kecakapan, tingkah laku, dan ini diperoleh melalui
latihan (pengalaman). Adapun pengertian belajar menurut W.S. Winkel dalam
Susanto (2016) adalah suatu aktivitas mental yang berlangsung dalam interaksi
aktif antara seseorang dengan lingkungan, dan menghasilkan perubahan-
perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai sikap yang
bersifat relatif konstan dan berbekas.
Dari beberapa pengertian belajar di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
belajar adalah suatu aktivitas yang dialkukan seseorang dengan sengaja dalam
keadaan sadar untuk memperoleh suatu konsep, pemahaman, atau pengetahuan
baru sehingga memungkinkan seseorang terjadinya perubahan perilaku yang
relatif tetap baik dalam berpikir, merasa, maupun dalam bertindak, Susanto
(2016). Sedangkan menurut penulis belajar adalah suatu proses berpikir untuk
menambah pengetahuan dan keterampilan dari yang tidak tahu menjadi tahu,
tidak bisa menjadi bisa untuk mencapai tujuan tertentu yang ditandai dengan
perubahan tingkah laku yang relatif lama melalui latihan dan pengalaman.
2.3 Pengertian Disiplin Belajar
Menurut Gunarsa dalam Yuliantika (2017), disiplin belajar adalah ketaatan
dan kepatuhan terhadap peraturan tertulis maupun yang tidak tertulis dalam
proses perubahan tingkah laku yang menetap akibat dari praktik yang berupa
pengalaman mengamati, membaca, menirukan, mencoba sesuatu, mendengarkan,
serta mengikuti arahan. Disiplin belajar bagi siswa diartikan lebih khusus sebagai
tindakan yang menunjukkan ketaatan dan kepatuhan terhadap aturan, baik tertulis
maupun tidak tertulis dalam kegiatan mencari pengetahuan dan kecakapan baru.
Disiplin belajar merupakan kesadaran untuk melakukan sesuatu pekerjaan
dengan tertib dan teratur sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku dengan
penuh tanggung jawab tanpa paksaan dari siapapun”, Fathurrohman, Pupuh dan
Sutikno, M.Sobry dalam Sari dan Hady (2017). Arikunto dalam Sari dan Hady
(2017) mengemukakan macam-macam disiplin belajar ditunjukkan oleh beberapa
perilaku yaitu, mentaati tata tertib sekolah, perilaku kedisiplinan di dalam kelas,
disiplin dalam menepati jadwal belajar, dan belajar secara teratur.
Berdasarkan pengertian dari para ahli di atas, penulis menyimpulkan bahwa
disiplin belajar adalah suatu usaha atau tindakan yang dilakukan oleh siswa untuk
mematuhi peraturan yang ada dalam praktik mencari pengetahuan, keterampilan,
nilai-nilai dan sikap untuk mencapai prestasi belajar yang baik. Disiplin belajar
bisa dilakukan di sekolah maupun di rumah. Dalam pelaksanaan disiplin belajar
siswa, orang tua dan pendidik bisa mendampingi untuk memberi motivasi belajar
serta menerapkan reinforcement positive and negative sehingga siswa bisa
meningkatkan kedisiplinan belajarnya.
Menurut Gunarsa dalam Melvin dan Surdin (2017) disiplin belajar meliputi:
(1)Taat, terdiri dari disiplin terhadap jam pelajaran, (2) Tanggung jawab, terdiri
dari kepatuhan terhadap jam pelajaran dan kepatuhan terhadap aturan sekolah, (3)
Komitmen, terdiri dari kesetiaan terhadap materi pelajaran, (4) Efektif, terdiri
dari keteraturan penggunaan waktu, dan (5) Kerja sama, terdiri dari ketertiban
dalam proses pembelajaran. Menurut Syafrudin dalam jurnal edukasi (2005)
membagi indikator disiplin belajar menjadi empat, yaitu: (1) Ketaatan terhadap
waktu belajar, (2) Ketaatan terhadap tugas-tugas pelajaran, (3) Ketaatan terhadap
penggunaan fasilitas belajar, dan (4) Ketaatan menggunakan waktu datang dan
waktu pulang. Sedangkan indikator disiplin belajar menurut penulis yaitu: (1)
disiplin terhadap peraturan yang ditetapkan di sekolah, (2) disiplin terhadap
peraturan yang ditetapkan di dalam kelas, dan (3) disiplin belajar di sekolah, dan
(4) disiplin belajar di rumah.
Untuk dapat memenuhi indikator disiplin belajar, maka ada beberapa hal yang
harus dilakukan oleh pendidik, diantaranya:
a. Pendidik hendaknya menjadi model bagi siswa. Artinya pendidik hendaknya
berperilaku yang mencerminkan nilai-nilai karakter bagi siswa, seperti
berperilaku jujur, disiplin, dan optimis dalam menyelesaikan persoalan
sehari-hari.
b. Pendidik hendaknya memahami dan menghargai perbedaan yang dimiliki
setiap siswa, misalnya: perbedaan kemampuan intelegensi siswa.
c. Pendidik memberikan bimbingan kepada siswa seperti memberikan
informasi tentang cara belajar dan memberi nasehat kepada siswa yang
bermasalah.
2.4 Pengertian Prestasi Belajar
Mutu pendidikan berkaitan erat dengan prestasi belajar. Menurut Winkel
dalam Agustina dan Hamdu (2011) “prestasi belajar adalah suatu bukti
keberhasilan belajar atau kemampuan seorang siswa dalam melakukan kegiatan
belajar sesuai dengan bobot yang dicapainya“, Mawarsih, dkk. (2013). Siswa
akan merasa bangga dan senang apabila prestasi yang diraihnya baik.
Di sekolah bentuk konkret prestasi belajar adalah nilai rapor yang diberikan
kepada siswa ketika akhir semester atau akhir program belajar. Menurut
Suryabrata dalam Mawarsih, dkk. (2013) “rapor merupakan perumusan terakhir
yang diberikan oleh guru mengenai kemajuan atau hasil belajar murid-muridnya
selama masa tertentu”.
Dengan demikian dapat diartikan bahwa prestasi belajar adalah hasil belajar
yang dicapai siswa setelah proses pembelajaran, yang dinyatakan dengan nilai
atau angka sesuai dengan batas ketuntasan minimum yang telah ditetapkan
sekolah dalam bentuk rapor, Mawarsih, dkk. (2013). Sedangkan prestasi belajar
menurut penulis adalah hasil belajar siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran
yang ditulis dalam bentuk nilai.
Keberhasilan seseorang dalam mencapai prestasi belajar tidak akan terlepas
dari berbagai faktor yang mempengaruhinya, baik itu faktor yang menunjang
maupun yang bersifat menghambat. Faktor-faktor yang memengaruhi hasil
belajar dibedakan menjadi dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor
internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri siswa, seperti:
a. disiplin belajar; adalah disiplin diri yang menjadi prasyarat utama untuk
mencapai keberhasilan belajar, Susanto (2018).
b. kondisi fisiologis (keadaan fisik siswa); masalah kesehatan dapat
mempengaruhi sikap. Keadaan panca indera yang sehat, tubuh yang sehat,
makan yang cukup memungkinkan siswa belajar dengan tenang. Kesehatan
pendidik dan anak didik akan membantu terlaksananya ketertiban dan suasana
belajar yang tenang di dalam kelas, yang pada gilirannya meningkatkan hasil
yang dicapai, Sumantri (2010).
c. kondisi psikologi; tingkat kecerdasan, bakat, minat serta motivasi menjadikan
siswa untuk bisa mendapatkan hasil belajar yang baik.
Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri siswa, seperti:
a. Faktor lingkungan; siswa akan mudah terpengaruh dengan lingkungan
sekitarnya. Oleh karena itu perlu diciptakan lingkungan positif untuk
menunjang pembelajaran siswa seperti adanya hubungan harmonis antar
teman sebaya, pembelajaran dikaitkan dengan budaya yang ada di lingkungan
sekitas siswa.
b. Keluarga; keluarga merupakan lingkungan utama bagi siswa dalam proses
belajar. Keadaan yang ada dalam keluarga sangat berpengaruh bagi siswa
seperti suasana rumah, cara orang tua mendidik dan memberi motivasi
belajar, serta keadaan ekonomi keluarga.
c. Alat instrumen; alat instrumen merupakan salah satu faktor yang bisa
mempengaruhi hasil belajar siswa seperti pelaksanaan kurikulum,
keprofesionalan pendidik serta penyediaan sarana dan prasarana.
Sedangkan, Gunarsa dalam Melvin dan Surdin (2017) menyatakan bahwa
salah satu faktor yang menyebabkan tinggi rendahnya hasil belajar siswa adalah
disiplin belajar. Rendahnya hasil belajar merupakan kegagalan dalam belajar,
sebaliknya tingginya hasil belajar menunjukkan keberhasilan proses belajar
mengajar. Untuk mendapatkan hasil belajar yang baik dibutuhkan disiplin
belajar. Hasil belajar yang baik akan dicapai bila disiplin belajar juga tinggi,
begitu pun sebaliknya.
Oleh karena itu, sangat penting bagi siswa dan pendidik untuk menanamkan
sikap disiplin belajar untuk meningkatkan prestasi belajar siswa. Selain itu, peran
orangtua juga diperlukan demi terbentuknya kebiasaan siswa untuk belajar. Jadi
jika siswa sudah terbiasa untuk belajar, maka untuk memperoleh prestasi belajar
yang baik akan lebih mudah.
2.5 Pengertian Matematika
Menurut James dalam kamus matematikanya menyatakan bahwa
“Matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran dan
konsep-konsep berhubungan lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi ke
dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis dan goemetri. Matematika dikenal
sebagai ilmu dedukatif, karena setiap metode yang digunakan dalam mencari
kebenaran adalah dengan menggunakan metode deduktif, sedang dalam ilmu
alam menggunakan metode induktif atau eksprimen, Hasratuddin (2014). Adanya
pelajaran matematika bertujuan agar siswa dapat memecahkan permasalahan
sehari-hari yang berhubungan dengan matematika.
Namun, hampir semua siswa beranggapan bahwa matematika merupakan
salah satu pelajaran yang sangat sulit dan membosankan karena terlalu banyak
rumus yang harus diingat. Oleh karena itu, hampir semua siswa yang tidak
menyukai pelajaran matematika memperoleh prestasi belajar yang kurang baik.
Sebenarnya banyak faktor yang mempengaruhi ketidaksenangan siswa
terhadap pelajaran matematika yaitu faktor internal (berasal dari dalam diri
siswa) seperti rendahnya disiplin belajar terhadap pelajaran matematika sehingga
menyebabkan siswa sulit memahami materi dari pelajaran matematika, dan faktor
eksternal (berasal dari luar diri siswa) seperti cara guru menjelaskan mengenai
materi matematika yang kurang tepat sehingga tidak menimbulkan ketertarikan
terhadap siswa untuk mempelajarinya.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
1. Waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil yaitu pada 8 September
2018 sampai 4 Oktober 2018
2. Tempat penelitian
Tempat yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah SDN Kiduldalem
1 Malang yang terletak di Jalan Majapahit, RT/RW 4/2, Dusun
Kiduldalem, Desa/ Kelurahan Kiduldalem, Kecamatan Klojen, Kota
Malang. Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas 5 tahun ajaran
2018/2019.
3.2 Jenis dan Pendekatan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian causal comparatif atau hubungan sebab
akibat dengan pendekatan ex post facto, karena peneliti bermaksud untuk
menganalisis pengaruh variabel bebas dan variable terikat dari data populasi yang
diperoleh kemudian diinterpretasikan.
3.3 Populasi Penelitian
Menurut Sugiyono (2014), populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri
dari objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari yang kemudian ditarik kesimpulannya.
Berdasarkan definisi tersebut maka populasi dalam penelitian ini adalah siswa
kelas 5 SDN Kiduldalem 1 Malang semester ganjil tahun ajaran 2018/2019
sebanyak 54 siswa yang terbagi menjadi dua kelas yaitu 5A sebanyak 28 siswa
dan 5B sebanyak 26 siswa.
3.4 Desain Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pengaruh disiplin belajar di
sekolah terhadap prestasi belajar siswa. Oleh karena itu, peneliti menggunakan
angket yang berisi hal-hal mengenai disiplin belajar untuk diberikan kepada 54
siswa, kemudian mengolah data tersebut dengan melihat hasil belajar siswa yang
telah diperoleh sebelumnya seperti nilai PH dan UTS.
3.5 Instrumen Penelitian
Menurut Supardi (2011), instrumen penelitian adalah suatu alat yang
digunakan oleh peneliti untuk mengukur fenomena alam atau gejala sosial.
Instrumen penelitian digunakan untuk mengukur nilai variabel yang diteliti.
Dalam memudahkan penelitian ini, maka peneliti menggunakan angket sebagai
instrumen penelitian untuk memperoleh data mengenai disiplin belajar siswa.
Angket yang dijadikan sebagai instrumen penelitian berisikan pertanyaan-
pertanyaan ataupun pernyataan yang harus dijawab oleh 54 siswa kelas 5.
3.6 Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data
adalah dengan melakukan angket, dokumentasi, dan observasi. Angket
(kuesioner) merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
memberikan seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden
untuk wajib dijawab. Pemberian angket bertujuan untuk mendapatkan data
tentang disiplin belajar.
Dokumentasi adalah proses pengumpulan data dengan mengambil foto dari
data-data siswa kelas 5 SDN Kiduldalem 1 Malang yang sudah ada sebelumnya
seperti transkip, buku jurnal harian, rapor, dll. Dokumentasi bertujuan untuk
mengetahui histori capaian belajar siswa sehingga peneliti dapat membandingkan
hasil tes yang diperoleh dengan catatan hasil capaian belajar siswa sebelumnya.
Menurut Sugiyono (2014) teknik pengumpulan data dengan observasi
digunakan bila, penelitian berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja,
gejala-gejala alam dan bila responden yang diamati tidak terlalu besar. Dalam hal
ini, observasi dilakukan untuk mengetahui secara langsung sebesar apa tingkat
disiplin belajar siswa kelas 5 di SDN Kiduldalem 1 Malang.
3.7 Teknik Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis kuantitatif berupa
statistik deskriptif dan deskriptif korelasional. Analisis statistik deskriptif adalah
statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan
atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa
bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi.
Analisis ini hanya berupa akumulasi data dasar dalam bentuk deskripsi semata
dalam arti tidak mencari atau menerangkan saling hubungan, menguji hipotesis,
membuat ramalan, atau melakukan penarikan kesimpulan. Analisis ini digunakan
untuk menganalisis seberapa besar tingkat disiplin belajar siswa kelas 5 SDN
Kiduldalem 1 Malang. Teknik analisis statistik deskriptif dalam penelitian ini
akan menggunakan penyajian data dalam bentuk tabel atau distribusi frekuensi
dan penyajian data dalam bentuk visual seperti diagram batang dan diagram
lingkaran agar diketahui apakah disiplin belajar siswa termasuk dalam kategori
rendah atau tinggi.
Sementara itu, untuk menganalisis adanya pengaruh disiplin belajar di
sekolah terhadap prestasi belajar matematika siswa kelas 5 SDN Kiduldalem 1
Malang peneliti menggunakan analisis deskriptif korelasional. Analisis deskriptif
korelasional adalah analisis statistik yang bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya
pengaruh antara dua atau beberapa variabel tanpa ada upaya untuk mengetahui variabel
tersebut sehingga tidak terdapat manipulasi variabel.
DAFTAR RUJUKAN
Ardiansyah, Hanif. 2013. Skripsi: Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Disiplin
Belajar Siswa Kelas Xii Jurusan Administrasi Pekantoran Di Smk Nu 01
Kendal Tahun Pelajaran 2012/2013. (Online)
http://lib.unnes.ac.id/19237/1/7101408269.pdf [diakses, 8 Oktober 2018]
Darmadi. 2017. Pengembangan Model dan Metode Pembelajaran dalam
Dinamika Belajar Siswa. Yogyakarta:Deepublish (Online)
https://books.google.co.id/books?id=MfomDwAAQBAJ&dq=pengertian
+disiplin+belajar&hl=id&source=gbs_navlinks_s [diakses 8 Oktober
2018]
Hamdi, Asep Saepul., & E. Bahruddin. 2015.Metode Penelitian Kuantitatif
Aplikasi dalam Pendidikan. Yogyakarta:Deepublish, (Online)
https://books.google.co.id/books?id=nhwaCgAAQBAJ&printsec=frontco
ver&dq=pengertian+data+penelitian+deskriptif+kualitatif&hl=id&sa=X
&ved=0ahUKEwjfkrKviqneAhVCpI8KHWoRDzsQ6AEILjAB#v=onep
age&q=pengertian%20data%20penelitian%20deskriptif%20kualitatif&f=
false [diakses 28 Oktober 2018]
Hasratuddin. 2014. Pembelajaran Matematika Sekarang dan yang akan Datang
Berbasis Karakter. Jurnal Didaktik Matematika ISSN: 2355-4185.
Mawarsih, Siska Eko., dkk. 2013. Pengaruh Perhatian Orang Tua dan Motivasi
Belajar Terhadap Prestasi Belajar Siswa SMA Negeri Jumapolo. JUPE
UNS, Vol. 1,No. 3, Hal 1 S/D 13. (Online)
http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/ekonomi/article/view/2549/1806
[diakses 7 Oktober 2018]
Melvin, Tria & Surdin. 2017. Hubungan Antara Disiplin Belajar Di Sekolah
Dengan Hasil Belajar Geografi Pada Siswa Kelas X SMA Negeri 10
Kendari. Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi Volume 1 No. 1 April
2017.
Sari, Bella Puspita & Hady Siti Hadijah. 2017. Meningkatkan Disiplin Belajar
Siswa Melalui Manajemen Kelas (Improving Students’ Learning
Discipline Through Classroom Management. Jurnal Pendidikan
Manajemen Perkantoran Vol.1_No.1_Hal. 124-131_JULI 2017.
Syafruddin. 2005. Hubungan antara Disiplin Belajar dan Perhatian Orang Tua
dengan Hasil Belajar Bahasa Indonesia SMA PGRI Sungguminasa
Kabupaten Gowa. Jurnal Edukasi. No. 2. Hal 79 –85. FIP. Universitas
Negeri Makasar.
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Pendekatan Kuantitatif. Kualitatif. R&D.
Bandung:Alfabeta.
Sumantri, Bambang. 2010. Pengaruh Disiplin Belajar Terhadap Prestasi Belajar
Siswa Kelas Xi Smk PGRI 4 Ngawi Tahun Pelajaran 2009/2010 .Media
Prestasi Vol.. Vi No. 3 Edisi Desember 2010. (Online)
http://jurnal.stkipngawi.ac.id/index.php/mp/article/view/53/pdf_25
[diakses 7 Oktober 2018]
Supardi. (2011). Peran Disiplin Pada Perilaku dan Prestasi Siswa.
Jakarta:Gramedia Widiasarana.
Susanto, Ahmad. 2018. Bimbingan dan Konseling di Sekolah: Konsep, Teori, dan
Aplikasinya. Jakarta:Kencana (Online)
https://books.google.co.id/books?id=TuNiDwAAQBAJ&pg=PA119&dq
=pengertian+disiplin+belajar&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwik7NrxyfTd
AhUHSY8KHdbfDFYQ6AEIMTAC#v=onepage&q=pengertian%20disi
plin%20belajar&f=false [diakses 7 Oktober 2018]
Susanto, Ahmad. 2016. Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar.
Jakarta:Kencana (Online)
https://books.google.co.id/books?hl=id&lr=&id=IeVNDwAAQBAJ&oi=
fnd&pg=PA1&dq=pengertian+belajar&ots=U5Rd5g3tga&sig=KfZbLjcq
K2it1qJ3pgn7kWSCRVw&redir_esc=y#v=onepage&q=pengertian%20b
elajar&f=false [diakses 7 Oktober 2018]
Suwendra, I Wayan. 2018. Metodologi Penelitian Kualitatif dalam Ilmu Sosial,
Pendidikan Kebudayaan dan Keagamaan. Bali:Nilackra, (Online)
https://books.google.co.id/books?id=8iJtDwAAQBAJ&pg=PA74&dq=p
engertian+analisis+data&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwin_tnboaneAhWJ
RY8KHa1mDtEQ6AEIKDAA#v=onepage&q=pengertian%20analisis%
20data&f=false [diakses 28 Oktober 2018]
Yuliantika, Siska. 2017. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Disiplin
Belajar Siswa Kelas X, Xi, Dan Xii Di Sma Bhakti Yasa Singaraja Tahun
Pelajaran 2016/2017. E-Journal Jurusan Pendidikan Ekonomi Vol: 9 No:
1 Tahun: 2017.
STUDI KASUS TENTANG ANALISIS DAMPAK LATAR BELAKANG
KELUARGA “BROKEN HOME” TERHADAP PERFORMA BELAJAR
SISWA KELAS 1 SD NEGERI WONOKOYO 01 KOTA MALANG TAHUN
PELAJARAN 2018/2019

Oleh :
Yuliani Budi L B7 PGSD

BAB I

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Siswa sekolah dasar merupakan generasi-generasi yang akan berperan
aktif di masa yang akan datang. Masa depan bangsa sangat ditentukan dari
generasi penerusnya. Pendidikan merupakan salah satu pendorong majunya
generasi penerus yang akan lebih baik dari sebelumnya. Sehingga pendidikan
sangat berperan penting dalam mengembangkan potensi siswa dan membangun
karakter siswa agar menjadi generasi maju di masa depan.
Lingkungan anak yang pertama adalah keluarga. Salah satu pendidikan
yang harus diajarkan di keluarga adalah membaca, menulis, dan berhitung. Agar
anak dapat menjadi generasi yang unggul keluarga juga harus mendorong seorang
anak untuk berkembang, baik dalam bidang pengetahuan dan teknologi. Dengan
adanya dorongan dari keluarga akan menciptakan penerus bangsa yang unggul
baik dalam bidang akademik maupun non akademik. Begitu juga sebaliknya,
apabila keluarga tidak mendorong seorang anak untuk menjadi generasi unggul
maka kedepannya tidak ada penerus bangsa yang akan membawa perubahan di
masa depan
Menurut Somadoyo (2011:13), membaca bukan menghafal kata demi
kata atau kalimat demi kalimat yang terdapat dalam bacaan, yang lebih penting
dalam proses membaca adalah menangkap pesan, informasi, fakta, atau ide
pokok bacaan yang baik.
Menurut Hernowo (2006:33), terdapat 2 manfaat dari membaca yaitu
manfaat umum dan manfaat khusus. Manfaat umum dari membaca adalah dapat
belajar dari pengalaman orang lain. Sedangkan manfaat khusus dari membaca
buku adalah bahwa orang yang rajin membaca buku dapat terhindar dari
kerusakan jaringan otak di masa tua. Selain 2 manfaat diatas terdapat manfaat
lain dari membaca salah satunya adalah menggali potensi diri anak.
Anak usia sekolah yang tidak memiliki keterampilan membaca, akan
mengalami banyak kesulitan dalam proses belajar mengajar pada kelas-kelas
berikutnya. Maka dari itu, anak harus belajar membaca agar dia dapat belajar.
Belajar tidak hanya dilakukan di sekolah saja melainkan keluarga juga harus
melatih dirumah. Dengan adanya latihan yang diberikan oleh kedua orang tua
maka anak semakin hari akan terbiasa belajar membaca. Tetapi sebaliknya
apabila kedua orang tua sibuk dalam hal pekerjaannya ataupun anak tersebut
kurang perhatian dari kedua orang tuanya karena masalah keluarga “Broken
Home” maka yang harus dilakukan yaitu guru ekstra keras dalam mengajarkan
ketinggalan yang terjadi.
Dari hasil observasi peneliti di lapangan menunjukkan bahwa banyak
anak usia sekolah yang tidak mampu dalam hal membaca. Seperti yang terjadi
pada siswa kelas I SDN Wonokoyo 1 Kota Malang, keterampilan membaca pada
siswa kelas I SDN Wonokoyo 1 Kota Malang ini masih kurang. Kurangnya
keterampilan siswa dalam membaca dapat dilihat dari kegiatan pembelajaran di
kelas, ketika mata pelajaran IPA dengan materi “Mengenal Anggota Tubuh”
banyak siswa yang tidak dapat menyebutkan dan memasangkan nama dan bagian
anggota tubuh. siswa mengalami kesulitan dalam mengeja, membedakan huruf-
huruf yang hampir sama, dan membunyikan nama anggota tubuh. Dengan kata
lain masih ada siswa yang belum bisa membaca dengan lancar. (Umi Kulsum,
2018)
Permasalahan membaca ini timbul karena latar belakang yang berbeda-
beda. Ada yang berasal dari lingkungan keluarga, ada yang berasal dari
lingkungan sekolah, serta rendahnya minat siswa dalam belajar membaca karena
malas atau masih senang bermain. Ada orangtua yang sibuk dengan
pekerjaannya, sehingga tidak memiliki waktu luang untuk belajar bersama
anaknya. Seperti pengakuan dari salah satu siswa kelas I, bahwa ibunya sibuk
bekerja sehingga ketika di rumah, dia hanya bermain dengan neneknya.
Sedangkan ayahnya tidak tinggal serumah dengan siswa tersebut. Siswa kurang
memiliki keterampilan membaca juga dikarenakan semangat belajarnya yang
rendah dan tidak ada dorongan dari orang tua.
Dalam penelitian ini, saya mengambil satu faktor penghambat
kemampuan membaca yang berasal dari lingkungan keluarga. Dimana keluarga
yang dimaskud dalam hal ini yaitu keluarga yang tidak lengkap atau bisa disebut
juga dengan istilah “broken home”.
Siswa yang mengalami kondisi seperti ini biasanya sering mengalami
depresi, kurang kuatnya daya ingat yang disebabkan karena siswa tersebut
sering melamun saat proses pembelajaran. Dampak yang ditimbulkan dari
adanya keluarga yang tidak utuh dapat mempengaruhi performa belajar anak.
Keluarga yang tidak harmonis juga mengakibatkan dampak negatif dalam
keluarga itu sendiri.
Banyak dampak yang muncul pada seorang anak yang mengalami “broken
home” kondisi ini dapat menimbulkan dampak negatif yang sangat besar
terutama bagi minat belajar sebagai seorang siswa karena tidak sanggup
menerima kenyataan yang terjadi dalam keluarganya yang disebabkan
kurangnya perhatian dan kasih sayang dari keluarga yang terpecah belah.
Tetapi sebaliknya dampak positif dari anak yang mengalami broken home,
yaitu anak dari keluarga tidak harmonis justru minat belajarnya semakin tinggi,
dengan tujuan akan membuktikan bahwa anak yang berasal dari keluarga
broken home bisa lebih baik dibandingkan dengan anak yang bukan berasal
dari keluarga broken home selain itu juga memiliki minat belajar yang tinggi
sehingga performa belajar di sekolah tidak terganggu.
Berdasarkan permasalahan di atas, maka perlu diadakan penelitian yang berjudul
“STUDI KASUS TENTANG ANALISIS DAMPAK LATAR BELAKANG
KELUARGA “BROKEN HOME” TERHADAP PERFORMA BELAJAR
SISWA KELAS 1 SD NEGERI WONOKOYO 01 KOTA MALANG TAHUN
PELAJARAN 2018/201
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana cara mengatasi dampak keluarga “Broken Home” pada
sebagian siswa kelas 1 SD NEGERI WONOKOYO 01 KOTA
MALANG TAHUN PELAJARAN 2018/2019 ?
2. Bagaimana perbandingan performa belajar yang terjadi antara
anak dari keluarga “Broken Home” dan juga anak dari
keluarga yang tidak “Broken Home”pada siswa kelas 1 SD
NEGERI WONOKOYO 01 KOTA MALANG TAHUN
PELAJARAN 2018/2019 ?

C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka kegunaan penelitian ini
adalah untuk mengatasi dampak keluarga “Broken Home” dan mengetahui
seberapa besar perbedaan hasil performa belajar yang terjadi antara anak dari
keluarga “Broken Home” dan juga anak dari keluarga yang tidak “Broken
Home” pada siswa kelas 1 SD NEGERI WONOKOYO 01 KOTA
MALANG TAHUN PELAJARAN 2018/2019.

D. Manfaat Penelitian
Secara umum, manfaat dari hasil penelitian ini adalah memberikan
sumbangan ide dalam mengatasi siswa dengan latar belakang keluarga “Broken
Home” dan dapat mengukur perbedaan hasil performa belajar antara siswa dengan
latar belakang keluarga utuh dan siswa dengan latar belakang keluarga “Broken
Home”

BAB 2
KAJIAN PUSTAKA

A. Pengertian “Broken Home”


Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Istilah “Broken Home”
biasanya digunakan untuk menggambarkan keluarga yang tidak
harmonis dan tidak berjalan layaknya keluarga yang rukun dan
sejahtera akibat sering terjadi konflik yang menyebabkan pada
pertengkaran yang bahkan dapat berujung pada perceraian.
Dalam keluarga yang “Broken Home” pastinya membawa
dampak negatif dalam diri anak. Setiap keluarga selalu
mendambakan sebuah keluarga yang utuh dan harmonis, jauh dari
pertengkaran atau perpecahan. Namun, setiap keluarga memiliki
masalah dan masalah itu tidak datang begitu saja, tetapi ada
penyebab-penyebabnya. Antara lain:
(a) perceraian, terjadi akibat disorientasi antara suami istri dalam
membangun rumah tangga;
(b) kebudayaan bisu, ketika tidak adanya komunikasi dan dialog
antar anggota keluarga;
(c) ketidakdewasaan sikap orangtua, karena orangtua hanya
memikirkan diri mereka daripada anak; dan
(d) orangtua yang kurang rasa tanggung jawab dengan alasan
kesibukan bekerja. Mereka hanya terfokus pada materi yang akan
didapat dibandingkan dengan melaksanakan tanggung jawab di
dalam keluarga (“Kehidupan Anak Broken Home,” 2012).
Penyebab lain yang memicu terjadinya broken home, antara
lain :
(a) perang dingin dalam keluarga, karena adanya perselisihan
atau rasa benci;
(b) kurang mendekatkan diri pada Tuhan, yang membuat
orangtua tidak dapat mendidik anaknya dari segi keagamaan;
(c) masalah ekonomi, yang tidak jarang menjadi sebab
pertengkaran maupun berakhir dengan perceraian; dan
(d) masalah pendidikan, kurangnya pengetahuan suami ataupun
istri terhadap keluarga mereka sendiri (“Kehidupan Anak Broken
Home,” 2012)
Penyebab – penyebab tersebut merupakan salah satu faktor yang
membuat anak menjadi kurang perhatian dari orang tua dalam sisi
pendidikan. Kurangnya dorongan dari orang tua membuat anak
tidak memiliki keinginan untuk menuntuk ilmu yang menyebabkan
tekanan batin maupun tekanan fisik pada anak.
B. Pengertian Perfroma Belajar
Performa belajar merupakan hasil yang dicapai selama 1
semester atau sampai berakhirnya proses belajar mengajar. Hasil
yang dicapai dapat diketahui melalu berbagai cara bisa dari tes
tertulis maupun tes lisan. Dari hasil tes tersebut dapat ditarik
kesimpulan seberapa banyak materi yang dia kuasai selama
proses belajar mengajar berlangsung. Dalam proposal ini yang
lebih ditekankan hasil perolehan materi selama 1 semester di
kelas 1 dengan latar belakang keluarga yang berbeda – beda.
Keluarga dapat mempengaruhi performa belajar seorang anak,
dimana dengan kurangnya perhatian orang tua kepada anak
dapat mengakibatkan turunnya hasil belajar anak. Dampak yang
sangat mempengaruhi performa anak yang saat ini terhitung
besar jumlahnya di indonesia adalah dari latar belakang
keluarga “Broken Home”. Memang tidak semua anak dengan
latar belakang keluarga “Broken Home” mendapat hasil belajar
yang rendah bahkan ada anak dengan latar belakang keluarga
yang “Broken Home” lebih menonjol hasil belajarnya dibanding
anak dengan keluarga yang utuh.
BAB 3
METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian
Dalam penelitian proposal skripsi ini penulis melakukan
penelitian di SD NEGERI WONOKOYO 01 KOTA MALANG.
Sekolah ini terletak di ujung Kota Malang dengan mayoritas penduduk
keluarga dengan tingkat pendidikan yang rendah.
B. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan suatu kegiatan yang dilakukan secara
terencana dan sistematis untuk mendapatkan jawaban pemecahan
masalah terhadap performa belajar anak kelas 1 dengan latar belakang
keluarga “Broken Home”. Jenis penelitian ini adalah penelitian studi
kasus.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia studi kasus merupakan
pendekatan untuk meneliti gejala sosial dengan menganalisis satu
kasus secara mendalam dan utuh.
C. Metode Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data peneliti menggunakan 3 cara sebagai
berikut :
1. Dokumen Analisis
Dokumen analisis dalam penilitian ini yaitu dilihat dari
data Kartu Keluarga siswa kelas 1 SD NEGERI WONOKOYO
01 KOTA MALANG TAHUN AJARAN 2018/2019. Dalam
Kartu Keluarga yang dikumpulkan terdapat ±50% siwa dengan
latar belakang keluarga “Broken Home”.
2. Angket
Angket merupakan pentanyaan tertulis yang digunakan
untuk memperoleh informasi dari responden tentang keluarga dan
siswa kelas 1 SD NEGERI WONOKOYO 01 KOTA MALANG
TAHUN AJARAN 2018/2019. Dalam angket tersebut tedapat
pertanyaan seputar keseharian siswa kelas 1 baik di rumah maupun
di sekolah. Keseharian berupa kegiatan mulai pagi bagun tidur
sampai malam tidur lagi, kebiasaan di rumah maupun di sekolah.
3. Wawancara
Dalam metode wawancara yang dilakukan peneliti.
Wawancara ditujukan kepada siswa kelas 1 dan juga guru SD
NEGERI WNOKOYO 01 KOTA MALANG TAHUN AJARAN
2018/2019. Wawancara kepada siswa meliputi materi yang telah
diperoleh dalam semeter 1 dan juga bagaimana cara siswa belajar
di rumah dan juga keseharian di rumah. Sedangkan wawancara
yang ditujukan kepada guru meliputi latar belakang siswa kelas 1
dan juga keseharian siswa di dalam kelas pada saat proses belajar
mengajar.
DAFTAR RUJUKAN
Dhieni, Mengikat Makna: Kiat-Kiat Ampuh Untuk Melejitkan Kemauan
Plus Kemampuan Membaca dan Menulis Buku. Bandung: Penerbit Kaifa,
2007 hlm 5-3
Kamus Besar Bahasa Indonesia
Kulsum. Umi S.Pd melalui wawancara guru kelas 1 SD Negeri
Wonokoyo 01 Kota Malang
Olivia & Ariani, Bagaimana Meningkatkan Kemampuan Membaca.
CV.Sinar Baru:Bandung 2009 hlm. xii
Somadoyo.Samsu , Straregi dan Teknik Pembelajaran Membaca,
(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), 13.
Sudirman N., dkk., Ilmu Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosda Karya,
1992), 4.

Anda mungkin juga menyukai