Anda di halaman 1dari 8

INDONESIA 

merupakan negara dengan ideologi Pancasila. Pancasila adalah ideology yang


bersifat terbuka, yang artinya Pancasila mengandung nilai dasar yang selalu relevan bagi
sepanjang zaman. Pancasila sebagai ideologi Indonesia juga bersifat umum, yang artinya
menyentuh semua kehidupan manusia yang esensial, yakni nilai Ketuhanan, Kemanusiaan,
Persatuan, Kerakyatan (Demokrasi), dan Keadilan. Implementasi dari nilai-nilai Pancasila dalam
setiap sila Pancasila misalnya adanya keyakinan bagi setiap warga negara terhadap Tuhan Yang
Maha Esa, adanya persamaan hak dan juga kewajiban yang dimiliki oleh seluruh warga negara,
menjunjung tinggi persatuan bangsa dalam berbagai sendi dalam kehidupan, berjalannya prinsip
demokrasi yang bersumber dari nilai-nilai pendidikan karakter dan juga tata cara kehidupan
bangsa, dan tercapainya keadilan yang didalamnya mencangkup hak asasi yang dimiliki oleh
setiap warga negara.

BERBICARA mengenai ideologi bangsa, tampaknya implementasi dari nilai-nilai yang terdapat


dalam setiap sila Pancasila kini mulai memudar. Hal itu ditunjukkan dengan adanya gejala-gejala
sosial yang berakibat pada terjadinya fenomena sosial di masyarakat, khususnya di lingkup
pendidikan. Fenomena sosial yang kerap disoroti di lingkup pendidikan adalah maraknya
bullying. Menurut wikipedia.org, bullying atau penindasan, perundungan, perisakan dan
pengintimidasian ini adalah penggunaan kekerasan, ancaman, atau paksaan untuk
menyalahgunakan atau mengintimidasi orang lain. Perilaku ini dapat menjadi suatu kebiasaan
dan melibatkan ketidakseimbangan kekuasaan sosial dan fisik. Bullying yang terjadi bentuknya
adalah dengan menyakiti seseorang dalam bentuk fisik, emosional, maupun psikologis dan
dilakukan secara berulang-ulang.

PENYEBAB bullying dapat berasal dari pelaku dan korban bullying. Dari sisi korban bullying,
penyebab bully yang paling umum adalah mengenai penampilan fisik, ketika seseorang memiliki
penampilan fisik yang dianggap berbeda dengan anak lain pada umumnya, para pelaku bully
dapat menjadikannya bahan untuk mengintimidasi anak tersebut. Selain itu, hal lain yang dapat
menjadi penyebab bully pada sisi korban adalah ketika seorang anak dianggap lebih lemah atau
tidak suka melawan, maka akan menimbulkan ketidakseimbangan kekuatan antara pelaku dan
juga korban. Pelaku tentunya merasa sebagai pihak yang lebih kuat dan dapat mendominasi
korban yang lebih lemah.

SEDANGKAN hal umum yang biasanya menjadi faktor seseorang menjadi pelaku bullying
adalah munculnya rasa iri dengan korban serta kesulitan dalam mengendalikan emosi juga dapat
menyebabkan pelaku melakukan tindak bully terhadap korban. Rasa iri ini bisa muncul akibat
korban memiliki hal yang sebenarnya sama istimewanya dengan sang pelaku dan karena pelaku
tidak dapat mengendalikan emosinya, pelaku mengintimidasi korban agar korban tidak akan
lebih menonjol dari diri sendiri. Bullying atau perundungan dapat menimbulkan dampak bagi
korban.
TIDAK HANYA dampak dalam jangka pendek yang menimbulkan korban mengalami syok
atau bahkan cedera fisik semata. Namun bullying juga berdampak pada korban dalam jangka
waktu yang panjang. Misalnya adalah korban mengalami perubahan konsep diri yang menjadi
negative karena pikirannya menjadi terganggu atau tidak fokus pada hidup yang selanjutnya,
korban juga bisa saja mengalami penurunan kepercayaan diri sehingga muncul perasaan takut
dan cemas dengan kondisi lingkungan sekitarnya. Tidak hanya itu, dampak lain yang sangat
berbahaya bagi korban bullying adalah dapat menjadikan korban menjadi depresi, dan depresi
yang berkepanjangan dapat membuat korban melakukan tindakan anarkis dengan menyakiti
dirinya sendiri dan bahkan sampai mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri. Bullying banyak
menyerang anak-anak dengan rata-rata usia sekolah.

CONTOH KASUS bullying dilingkup pendidikan yang sempat viral pada tahun 2020 adalah
beredarnya video bullying sekaligus pelecehan yang dilakukan oleh anak-anak SMA dan setelah
ditelusuri kejadian tersebut terjadi di daerah Sulawesi Utara. Video tersebut berdurasi 24 detik
dan yang menjadi korban dalam kasus bullying ini adalah seorang siswi dan aksi tidak pantas
tersebut dilakukan oleh empat orang remaja yang terdiri dari 3 laki-laki dan 1 perempuan.
Perempuan yang menjadi korban ini dipegangi kaki dan tangannya oleh dua orang, laki-laki dan
perempuan. Korban yang dilecehkan tersebut berada dilantai dengan posisi telentang dengan
tangan dan kaki dipegangi, sehiga tidak bisa pergi, sedangkan pelaku yang lainnya membully
korban dengan melecehkan korban tersebut dengan menyentuh badan seta menggerayanginya.
Dalam video yang viral di media sosial ini, nampak korban menangis dan meronta-ronta untuk
dilepaskan, namun keempat pelaku malah tertawa dan terus membullynya. Miris bukan?

MELIHAT REALITAS kasus bullying yang terjadi di Indonesia memperlihatkan bahwa


Pancasila hanya dijadikan sebagai bahan hafalan semata serta dengan adanya bullying
menunjukkan bahwa implementasi dari nilai-nilai yang terdapat dalam setiap sila Pancasila tidak
diamalkan dengan benar dalam kehidupan sehai-hari. Misalnya dalam sila pertama yang
berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa yang didalamnya terdapat makna toleransi antar umat
beragama dan dengan adanya kasus bullying menunjukkan bahwa tidak adanya rasa saling
menghormati antar umat beragama. Selain itu, pada sila kedua atau sila kemanusiaan bullying
menjadi perilaku yang tidak mencerminkan kesadaran sikap maupun kesadaran perilaku yang
sesuai dengan nilai-nilai moral dan tuntunan nurani, karena perilaku bullying merupakan
tindakan merendahkan korban.

OLEH KARENA bullying merupakan tindakan yang tidak sesuai dengan Pancasila, sebagai
warga negara yang baik diharapkan mampu memaknai serta mengamalkan Pancasila dalam
kehidupan sehari-hari. Pancasila yang bersifat umum yang menyentuh semua kehidupan bangsa
harus dijadikan filter untuk melakukan tindakan apapun, terutama tindakan yang bertentangan
seperti bullying. Dalam alasan apapun, bullying tidak dibenarkan dilakukan dalam lingkup
pendidikan ataupun dimana saja, dan dalam keadaan dan situasi apapun bullying bukan
merupakan tindakan pilihan, karena bullying hanya merugikan bagi siapapun terutama korban.

Pancasila sebagai ideologi negara Indonesia memiliki nilai-nilai yang perlu dijalankan.
Kemanusiaan yang adil dan beradab yang terdapat pada sila kedua mengandung nilai
bahwasannya setiap warga negara wajib menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai
makhluk hidup yang beradab, terutama hak-hak kodrat manusia (hak asasi) yang harus dijamin
dalam perundang-undangan negara. Tetapi pada kenyataannya masih banyak sekali hak-hak
asasi manusia yang terabaikan, salah satunya adalah bullying di sekolah. Saat ini masih banyak
sekali anak anak yang tertindas di bangku sekolah, KPAI mencatat dalam kurun waktu 9 tahun,
dari 2011 sampai 2019, ada 37.381 pengaduan kekerasan terhadap anak. Untuk Bullying baik di
pendidikan maupun sosial media, angkanya mencapai 2.473 laporan dan trennya terus meningkat
(KPAI, 2020). Bullying merupakan perilaku agresif yang dilakukan oleh seseorang atau
kelompok terhadap orang-orang atau kelompok lain yang dilakukan secara berulang-ulang
dengan cara menyakiti secara fisik maupun mental (Prasetyo, 2011). Tindakan bullying dapat
dibagi menjadi tiga kategori, yaitu bullying fisik, bullying verbal, dan bullying mental atau
psikologis (Nusantara, 2008 p.2). Bullying fisik terjadi ketika seseorang disakiti atau dirugikan
pada anggota tubuhnya, bullying verbal merupakan tindakan kekerasan melalui ucapan, bullying
mental/ psikologis merupakan tindakan kekerasan yang mengakibatkan korban mengalami sakit
secara mental.
Faktor psikososial merupakan salah satu penyebab yang tidak bisa dipisahkan dari kejadian
bullying (Yusuf fahrudin, 2012). Bullying dapat disebabkan oleh perbedaan kelas, ekonomi,
agama, gender, etnisitas atau racism. Bullying juga dapat disebabkan oleh keluarga yang tidak
rukun, situasi sekolah yang tidak harmonis, dan karakter individu atau kelompok seperti adanya
iri hati, adanya semangat untuk menguasai diri korban dengan kekuatan fisik, dan untuk
meningkatkan popularitas di kalangan sepermainannya (Astuti, 2008). Setiap anak sejak lahir
memiliki hak untuk hidup, tumbuh, berkembang dan berhak atas perlindungan dari kekerasan
dan diskriminasi, seperti yang telah tercantum dalam Undang-Undang dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 pasal 28B ayat (2) yang berbunyi “setiap anak berhak atas kelangsungan
hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.
Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya tindakan bullying yaitu: faktor individu
(biologis dan temperamen), faktor keluarga, teman sebaya, sekolah dan media.
Kemanusiaan menurut KBBI, mempunyai arti sebagai sifat-sifat manusia. Manusia itu sendiri
mempunyai arti sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang mempunyai pikiran dan akal budi yang
mampu menguasai makhluk lain. Keadilan merupakan suatu sifat dimana kita berpihak kepada
yang benar, tidak memihak atau berat sebelah. Sedangkan keadaban berasal dari kata adab yang
mempunyai arti budaya. Jadi keadaban dapat diartikan sebagai suatu sikap atau tindakan yang
dilandasi oleh nilai nilai budaya, terutama norma-norma sosial dan kesusilaan dalam masyarakat.
Sila ke-2 Pancasila mempunyai bunyi “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab”, dimana memiliki
arti bahwa Bangsa Indonesia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa harus saling
menjunjung tinggi harkat dan martabat seseorang tanpa membedabedakan suku, budaya, ras, dan
agamanya. Berikut adalah berbagai upaya untuk mewujudkan kemanusiaan yang adil dan
beradab di kehidupan kita:
1. Mengenali dan memperlakukan orang-orang sesuai dengan status dan martabat mereka
sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Mahakuasa.
2. Mengakui kesetaraan, hak hak dasar, dan kewajiban setiap manusia, tanpa memandang ras,
suku, agama, jenis kelamin, warna kulit, dan sebagainya.
3. Mengembangkan rasa saling mencintai dan menyayangi antar sesama.
4. Mengembangkan toleransi antar sesama.
5. Tidak bersikap sewenang wenang terhadap orang lain. f) Menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan.
6. Mengaplikasikan nilai-nilai kemanusiaan di kehidupan kita.
7. Berani membela kebenaran dan keadilan.
8. Mengetahui bahwa Bangsa Indonesia merupakan sebagian dari seluruh umat manusia.
9. Mengembangkan sikap hormat kepada bangsa lain dan sesama
Contoh kasus yang melanggar sila ke-2 Pancasila terkait pembahasan “Kemanusiaan yang Adil
dan Beradab “tentang Bullying. Bintang Tungkaji, seorang anak perempuan diduga jadi korban
bullying di Kotamobagu, Sulawesi Utara akhirnya meninggal dunia. Diketahui Bintang Tungkaji
merupakan siswa salah satu Madrasah Tsanawiyah (MTs) di Kotamobagu diduga telah dianiaya
dan menjadi korban bullying temannya sendiri. Dikutip dari unggahan Facebook Dedeng
Mopangga, Bintang Tungkaji diduga jadi korban bullying yang dilakukan oleh 9 orang
temannya.Bintang Tungkaji berusia 13 tahun dan merupakan siswi kelas 7A salah satu MTs
Negeri di Kotamobago, Sulawesi Utara.Disebutkan bahwa ketika Bintang Tungkaji dianiaya,
tangan Almarhumah diikat oleh para pelaku kemudian dipukuli di bagian perut. Kejadian itu
mengakibatkan korban meninggal dunia. Kasus bullying dianggap sebagai pelanggaran sila ke-2
Pancasila karena hak dan martabat seseorang tidak dihargai, dimana seorang individu
diperlakukan tidak setara karena individu lain menganggap dirinya lebih baik dalam segi
tertentu. Individu tersebut bersikap sewenangwenang dan tidak adanya perilaku saling mengasihi
antar sesama. Dengan adanya sikap kemanusiaan yang adil dan beradab maka akan terciptanya
kehidupan masyarakat yang saling mengasihi dan menghormati setiap individu tanpa
memandang suku, ras, budaya, dan agama. Dengan demikian, maka kehidupan masyarakat yang
aman dan tentram dapat terjadi di kehidupan bermasyarakat ini.
Dampak Bullying Dampak tindakan bullying tidak hanya pada korban, tetapi dampak tersebut
juga mengenai pelaku bullying dan korban-pelaku bullying. Berbeda dengan korban pelaku,
tingkat gangguan kesehatan mental mereka lebih besar dibandingkan pelaku dan korban
bullying. Mereka adalah individu yang melakukan tindakan bullying, namun mereka juga
menjadi korban bullying (Slee & Skrzypiec, 2016). Mereka mengalami permasalahan pro-sosial,
hiperaktif, dan perilaku (Skrzypiec et al., 2012). Untuk korban bullying, penelitian Skrzypiec et
al. (2012) menjelaskan bahwa mereka berada pada rating antara pelaku dan korban-pelaku
bullying. Mereka mempunyai masalah dengan kesehatan mental, terutama gejala emosional
(Skrzypiec et al., 2012). Hal yang sering ditemukan adalah mereka sering terisolasi secara sosial,
tidak mempunyai teman dekat atau sahabat, dan tidak memiliki hubungan baik dengan orang tua
(Rosen et al., 2017). Davis (2005) dalam penelitiannya juga menyebutkan bahwa perilaku
bullying merupakan faktor resiko dalam berkembangnya depresi pada pelaku dan korban
bullying. Dalam Sejiwa (2008) dijelaskan bahwa hal yang paling ekstrim mengenai dampak
psikologis dari bullying yaitu munculnya gangguan psikologis misalnya rasa cemas yang
berlebihan, merasa ketakutan, depresi, dan memiliki keinginan untuk bunuh diri serta munculnya
gejala gangguan stres pasca trauma. Menurut Houbre dkk (dalam Houbre dkk, 2006) secara
natural, perilaku bullying berdampak pada pihak-pihak yang terlibat. Pihak-pihak yang terlibat
dalam perilaku bullying dapat dibagi menjadi 4 kategori yaitu bullies-only, victim-only, bully-
victim dan neutral (Haynie dkk., dalam Stein dkk, 2006). Bully dan victim sering melaporkan
simtom fisik dan psikologis (Delfabbro dkk, dalam Jankauskiene dkk, 2008), prestasi akademik
yang rendah, meninggalkan kelas, perilaku destruktif seperti merokok dan penggunaan obat-
obatan (Dake dkk, dalam Jankauskiene dkk, 2008), meningkatnya risiko psikopatologis dan
depresi yang dapat mengarah pada tindakan bunuh diri, terutama pada perempuan (Klomek dkk,
dalam Jankauskiene dkk, 2008).
Pada bully-victim juga terjadi masalah penyesuaian yang buruk di sekolah (Nansel dkk., dalam
Stein dkk, 2006), gangguan psikologis (Kumpulainen dkk, dalam Stein dkk, 2006), isolasi sosial
(Juvonen, dkk, dalam Stein dkk, 2006), penggunaan alkohol (Nansel dkk, dalam Stein dkk,
2006), depresi (Juvonen dkk, dalam Stein dkk, 2006), kecemasan (Kaltiala-heino dkk, dalam
Stein dkk, 2006) dan masalah kesehatan (Nansel dkk, dalam Stein dkk, 2006). Korban bullying
juga mengalami kekerasan fisik, untuk bullying yang bersifat kekerasan secara fisik. Tindakan
kekerasan secara fisik dan verbal yang mereka terima sering menjadi faktor trauma untuk jangka
pendek dan jangka panjang. Trauma mempengaruhi terhadap penyesuaian diri dengan
lingkungan, yaitu dalam hal ini adalah lingkungan sekolah (Modecki et al., 2014). Bahkan,
penelitian yang dilakukan oleh Cornell et al. (2013) menemukan bahwa bullying merupakan
prediktor untuk tingkat prestasi akademik dan putus sekolah. Dampak lain yang timbul pada
korban akibat bullying yaitu rendahnya rasa percaya diri, anak anak mungkin akan menjadi
pemalu atau penakut, sehingga sulit untuk melakukan interaksi sosial. Bagi mereka yang
mengalami tindakan tidak menyenangkan di lingkungan sosial tentu akan mempengaruhi rasa
percaya dirinya.
Setiap nilai yang terkandung dalam Sila Pancasila tentu memiliki makna, seperti dalam Sila
pertama yaitu “Ketuhanan yang Maha Esa” memiliki makna bahwa Indonesia berlandaskan
agama. Sila kedua “Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab” mengandung nilai kemanusiaan
untuk menjunjung tinggi sebuah keadilan serta martabat manusia yang merupakan makhluk
ciptaan Tuhan, yang diaktualisasikan dalam semangat saling menghargai, toleran, dimana
tingkah laku sehari-hari dipusatkan kepada nilai-nilai moral yang luhur, dan demi kepentingan
bersama. Sila Ketiga “Persatuan Indonesia” mengandung makna Indonesia yang memiliki
beragam suku serta budaya diharapkan tetap mampu menjalin keharmonisan. Sila Keempat
“Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan”
mengandung makna bahwa Indonesia merupakan negara yang bersifat demokratis. Sila Kelima
“Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia” mengandung makna bahwa masyarakat
Indonesia diperlakukan sama tanpa melihat perbedaan (Octavian, 2018). Menurut (Asmaroini,
2016), Pancasila mempunyai rangkaian nilai, diantaranya nilai religius, humanistik, persatuan,
kerakyatan, serta keadilan. Nilai- nilai Pancasila ini bisa digunakan untuk sebuah landasan dasar
dan juga motivasi dalam segala tindakan yang bernilai baik didalam kehidupan sehari-hari juga
dalam bentuk kenegaraan (Pratiwi, Eka Fauziah & Anggraeni, 2021).
Nilai-nilai dasar Pancasila tersebut bersifat universal, objektif, maknanya nilai-nilai tersebut bisa
digunakan dan dibenarkan oleh negara- negara lainnya. Kemudian Pancasila bersifat subjektif,
memiliki arti bahwa nilai-nilai Pancasila itu terpaku kepada pemicu dan penunjang nilai
Pancasila itu sendiri, yakni masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia. Nilai-nilai Pancasila juga
berperan sebagai pandangan hidup bagi bangsa Indonesia. Oleh karena itu dalam mencegah dan
menangani perilaku bullying pada siswa sekolah dasar bisa dilakukan dengan mengajarkan anak
tentang nilai-nilai yang terkandung dalam sila Pancasila, diantaranya:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
Dalam sila pertama ini terkandung nilai bahwa kita itu sebagai makhluk ciptaan Tuhan memiliki
derajat yang sama. Meskipun Indonesia memiliki 5 agama beda dan diakui, hal itu bukan berarti
dapat menjadi perbedaan. Keberagaman sudah seharusnya tidak bersifat hierarkis, tetapi egaliter,
dengan demikian berimplikasi dalam nilai etis toleransi. Sebagai umat yang beragama dan
beriman serta bertakwa kepada Tuhan, sudah sewajarnya kita memiliki nilai- nilai kebenaran,
kebaikan, kejujuran,serta kemuliaan dalam diri, sehingga dapat memajukan moral bangsa
(Octavian, 2018). Melalui sila pertama ini, kita sebagai guru dapat menerangkan kepada siswa
bahwa peran kita sebagai makhluk ciptaan Tuhan haruslah saling menghargai. Kita tidak boleh
berlaku kasar kepada sesama makhluk hidup, sehingga tidak ada orang yang tersakiti. Siswa juga
perlu diberi bekal pengetahuan tentang rasa saling menyayangi yang diajarkan oleh agama. Hal
ini diharapkan dapat mencegah serta meminimalisir perilaku bullying yang terjadi pada siswa
sekolah dasar.
2. Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab
Sila kedua ini memiliki nilai yang menjunjung tinggi kemanusiaan. Kemanusiaan yang dimaksud
disini yaitu manusia yang adil juga beradab, menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan serta martabat
manusia sebagai makhluk Tuhan, yang diciptakan dalam semangat untuk saling menghargai,
toleran dalam perilaku sehari-hari didasarkan pada nilai-nilai moral yang tinggi, dan untuk
kepentingan bersama. Dalam hal ini, kita sebagai pendidik dapat mengajarkan siswa untuk
berperilaku baik terhadap sesama. Kita sebagai manusia harus bisa berlaku adil serta tidak boleh
memperlakukan orang lain dengan berbeda.
3. Persatuan Indonesia
Dalam sila ketiga ini terkandung nilai yang berarti bahwa kita sebagai warga negara Indonesia
haruslah bersatu meskipun terdapat banyak perbedaan diantara kita. Sila ketiga juga mengajarkan
kita untuk hidup saling membantu dan gotong-royong. Negara Indonesia merupakan negara yang
memiliki banyak keragaman tapi tetap satu, mengikatkan diri dalam persatuan yang digambarkan
dalam semboyan negara kita yaitu Bhinneka Tunggal Ika. Perbedaan tidak seharusnya menjadi
masalah serta menyebabkan permusuhan, melainkan untuk diarahkan pada suatu yang dapat
saling menguntungkan yaitu persatuan dalam kehidupan bersama guna menciptakan tujuan
bersama (Antari & De Liska, 2020). Persatuan pada sila ketiga sangat erat kaitannya dengan
perilaku yang dapat merujuk pada sebuah persahabatan. Ketika siswa paham apa makna dari
persatuan ini, mereka pastinya akan saling menghargai dan berteman dengan siapapun.
Persahabatan yang terbentuk antara siswa tentunya dapat mengurangi bahkan mencegah perilaku
bullying. Mereka akan bersatu dan menciptakan suasana yang hangat serta menyenangkan dalam
pertemanannya
4. Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan
Sila keempat mengajarkan kita untuk hidup dengan bermusyawarah. Musyawarah yang terjadi
dapat membentuk sikap demokratis. Siswa diharapkan dapat bersikap demokratis dan bisa
menghargai perbedaan pendapat dengan temannya. Jika siswa paham akan makna demokrasi ini,
tentunya perilaku bullying terhadap perbedaan pendapat tidak akan terjadi diantara mereka.
Sehingga, siswa dapat hidup rukun dan saling menghargai perbedaan yang terdapat diantara
mereka.
5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Dalam sila kelima ini terkandung nilai keadilan. Disini anak dapat diajarkan untuk bersikap adil
kepada semua orang diantaranya yaitu tidak membeda bedakan teman sehingga anak bisa
berteman dengan siapapun dan tidak memberikan perlakuan yang berbeda kepada setiap
temannya. Dengan demikian tentu sila kelima dalam pancasila ini dapat membantu dalam
membentuk karakter yang baik kepada siswa dan tentunya dapat membantu untuk meminimalisir
kasus atau perilaku bullying yang terjadi pada anak. Dapat dilihat dari nilai nilai pancasila diatas
bahwa begitu banyak nilai kemanusiaan dalam pancasila yang dapat membentuk karakter yang
baik kepada siswa.
Nilai pancasila dianggap memiliki peran penting dan sangat berpengaruh untuk membangun
karakter positif terhadap generasi muda, hal tersebut dikarenakan di dalam pendidikan pancasila
tertuang nilai nilai yang dapat membangun kepribadian generasi muda khususnya terhadap
generasi muda indonesia. Sebagaimana yang disebutkan (Fitriani & Dewi, 2021) bahwa
eksistensi Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara keberadaannya sangat
diperlukan, karena nilai pancasila bisa berperan sebagai benteng pelindung untuk menumbuhkan
kembali karakter bangsa yang luntur dalam menghadapi dampak arus globalisasi bagi generasi
penerus bangsa Indonesia. Selain itu ilai-nilai yang terkandung pada setiap sila Pancasila
merupakan wujud dari karakter bangsa Indonesia sebagai cerminan warga negara yang baik
Good Citizen. Oleh karena itu tentunya sebagai bangsa Indonesia yang berideologikan Pancasila
hendaknya kita dapat menanamkan nilai-nilai Pancasila dalam membentuk karakter penerus
bangsa dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara sehingga terbentuk karakter masyarakat
bangsa Indonesia yang seharusnya. Dalam mengimplementasikan nilai nilai pancasila ini
tentunya diharapkan siswa dapat mengetahui aturan aturan yang baik dalam berteman dan
bermasyarakat serta memiliki akhlak yang baik sehingga perilaku bullying dapat teratasi sedikit
demi sedikit.
Bullying dapat dikatakan sebagai satu bentuk kekerasan pada anak yang dilakukan oleh salah
satu atau sekelompok teman seusianya kepada seseorang anak yang lebih lemah untuk
menghasilkan keuntungan atau kepuasan tersendiri bagi seorang pelakunya. Perilaku bullying
terbagi kedalam beberapa bentuk, dengan tingkatan yang beda. Bentuk-bentuk bullying tersebut
diantaranya yaitu berupa bullying fisik, bullying verbal, dan bullying non verbal atau tidak
langsung. Perilaku bullying yang sering terjadi pada sekolah dasar yaitu perilaku bullying yang
berbentuk verbal seperti mengejek/menghina temannya dan bahkan memanggil dengan sebutan
nama orang tuanya. Untuk meminimalisir perilaku bullying tersebut tentunya guru memiliki
peran yang sangat penting dalam membentuk karakter baik pada anak. Pendidikan karakter
tersebut dapat diimplementasikan melalui Pendidikan Kewarganegaraan karena sesuai dengan
tujuannya yaitu untuk membentuk generasi muda agar menjadi masyarakat yang baik, cinta
tanah air, bertanggungjawab dan siap untuk hidup ditengah masyarakat. Pendidikan
Kewarganegaraan dalam mengatasi perilaku bullying pada anak sekolah dasar ini kemudian
dapat diimplementasikan melalui nilai-nilai pancasila yang mengandung banyak nilai
kemanusiaan. Sebagaimana pernyataan (Saaadah & Dewi, 2021) yang mengatakan bahwa
pancasila dapat dijadikan sebagai salah satu bentuk upaya untuk memperkuat karakter baik pada
anak.

Anda mungkin juga menyukai