Anda di halaman 1dari 14

Struktur Mikroskopis (tulang sendi)

Struktur dan Fisiologi Tulang


Pembentukan tulang dapat berlangsung secara berkesinambungan dan tumbuh
baik berupa pemanjangan maupun penebalan, walaupun kecepatan dalam
pembentukan dan pertumbuhan tulang sangat di pengaruhi oleh berbagai faktor,
diantaranya: hormon, konsumsi zat gizi maupun tingkat aktivitas dari tulang itu
sendiri.

Osteoblast sebagai sel pembentuk tulang dapat dijumpai baik dibagian luar
maupun di bagian dalam dari tulang. Sel ini juga memiliki respon terhadap
rangsangan yang dapat membentuk matriks tulang. Saat permulaan matriks
tulang dibentuk masih dalam tahap yang disebut osteoid (tulang muda), yang
akan diikuti dengan pengendapan garam-‐garam kalsium dan dalam beberapa
minggu / bulan akan mengeras . Saat ini osteoblas masih merupakan bagian dari
tulang, tetapi istilahnya berganti menjadi osteosit (sel tulang sejati). Bersamaan
dengan pengerasan dari matriks tulang, sel-‐sel tulang sejati membentuk
suatu tonjolan-‐tonjolan yang berhubungan dengan osteosit lainnya dan
membentuk suatu sistem saluran mikroskopik tulang.

Selain mengalami pembentukan dan pertumbuhan, tulang juga mengalami


absorbsi / penguraian. Aktivitas dari penguraian tulang dikerjakan oleh suatu sel
yang disebut osteoklas. Sel ini memiliki sifat fagositik dan juga mempunyai
multinukleus besar yang berasal dari sel-‐sel mirip monosit yang terdapat
pada tulang. Dalam proses fagosit tulang, osteoklas tampaknya dibantu oleh
berbagai zat yang mirip enzim sehingga proses absorbsi tulang menjadi lebih
mudah. Proses absorbsi tulang oleh osteoklas terjadi sedikit demi sedikit dan
bila telah selesai sel osteoklas ini akan menghilang dan digantikan oleh sel
osteoblas. Sel-‐ sel osteoblas akan mengisi ruang-‐ruang kosong akibat proses
absorbsi dan membentuk matriks tulang dan lambat laun matriks tersebut
menjadi keras oleh proses mineralisasi sampai akhirnya menjadi tulang sejati
yang baru. Proses absorbsi oleh osteoklas dan proses pembentukan tulang baru
oleh osteoblas memungkinkan tulang yang telah tua dan lemah digantikan
oleh tulang baru yang lebih kuat.
Ada beberapa macam faktor yang mengontrol aktivitas dari pembentukan dan
pertumbuhan dari tulang

a. Hormon
Estrogen, testoteron dan hormon pertumbuhan merupakan promotor
kuat dari aktivitas pembentukan dan pertumbuhan dari tulang. Hal ini
disebabkan pada saat masa pubertas, hormon –hormon jenis ini
meningkat kuantitasnya di dalam tubuh suatu individu. Walaupun
disebutkan dari beberapa penelitian yang melaporkan bahwa estrogen
dan testoteron memberikan pengaruh terhadap pemberhentian
pertumbuhan dari tulang panjang dan merangsang penutupan lempeng
epifisis dari tulang tersebut.

Aktivitas dari pertumbuhan tulang juga dapat dipengaruhi oleh paratiroid


hormon. Kadar hormon paratiroid akan meningkat apabila terjadi
penurunan kadar kalsium dalam serum. Hormon paratiroid dapat
memberikan efek meningkatkan aktivitas osteoklas dan merangsang
pemecahan tulang untuk membebaskan kalsium ke dalam darah. Begitu
pula sebaliknya, apabila terjadi peningkatan kadar ion kalsium dalam
serum, maka merupakan umpan balik negatif terhadap rangsangan
pengeluaran hormon paratiroid.

b. Asupan Mineral
Vitamin D berperanan dalam pertumbuhan tulang baik secara langsung
maupun tidak langsung. Secara langsung, vitamin D diyakini dapat
merangsang peningkatan osteoblas pada tulang; sedangkan secara tidak
langsung, vitamin D berpengaruh terhadap rangsangan penyerapan
kalsium dalam usus. Hal ini berakibat dapat meningkatkan konsentrasi
kalsium dalam darah dan mendorong aktivitas mineralisasi pada tulang.
Namun, kadar konsentrasi vitamin D yang terlalu tinggi dalam darah akan
berdampak pada rangsangan kebutuhan akan ion kalsium, dilain pihak
juga dapat meningkatkan penguraian tulang. Dengan demikian, kadar
vitamin D yang tinggi apabila tidak diimbangi dengan kadar ion kalsium
dan phospor yang cukup maka akan dapat meningkatkan proses absorbsi
tulang.

Patologi Tulang

Osteopetrosis

Osteopetrosis merupakan sebuah kelainan yang disebut sebagai osteosclerotik


(peningkatan massa tulang), yang dapat terjadi pada anjing, domba, sapi serta
beberapa strain pada tikus dan biasanya dideskripsikan sebagai kelainan
metaphyseal dysplasia. Dasar dari kelainan ini berupa kegagalan dari osteoklas
dalam menyerap kembali dan membentuk trabekula primer. Jadinya, spikula
dari tulang dengan inti sentral dari kalsifikasi kartilago mengisi ruang medulla
(medullary cavity). Proses ini dapat mempengaruhi seluruh tulang yang
berkembang dari model tulang kartilago (merupakan hasil dari proses elongasi
dari osifikasi endokondral piringan pertumbuhan tulang). Tulang yang
mengalami kelainan ini menJadi lebih padat dan tidak memiliki ruang medulla.
Kelainan ini biasanya terjadi pada sapi Angus dan biasanya bersifat turunan dari
gen yang bersifat resesif autosomal. Apabila kelainan ini terjadi pada anak sapi
yang masih dalam kandungan, biasanya tipikal kasus stillborn beberapa minggu
lebih awal (premature).

Congenital Cortikal Hyperostosis

Penyakit ini umumnya menyerang anak babi yang baru lahir (merupakan
sebuah contoh pada kasus diaphyseal dysplasia) dengan karakterisasi berupa
formasi periosteal pada tulang baru pada permukaan tulang panjang. Lesi dapat
merupakan hasil dari disorganisasi dari perichondral ossifikasi. Tulang pada
bagian ekstremitas biasanya dapat terlihat menebal oleh edema dan dari
perputaran spikula dari tulang yang terbentuk pada permukaan periosteal dari
metaphysis dan diaphysis. Pada anak babi yang terinfeksi biasanya mengalami
stillborn atau mengalami kematian sesaat setelah lahir karena komplikasi dari
penyakit yang lain.
Craniomandibular Osteopathy

Penyakit ini memiliki nama lain lion jaw, dan secara tipical terjadi pada anjing
Scottish terrier atau West Highland. Kelainan ini mempunyai karakteristis lesi
yang bilateral simetris dan merupakan efek dari pembentukan tulang periosteal
yang baru dan hasil dari penyerapan yang tidak teratur dari beberapa penebalan
yang irregular pada mandibula, occipital dan temporal tulang serta terkadang
pada tulang tengkorak. Tetapi bagian yang umumnya parah adalah tympani
bullae, dan jarang pada tulang periosteal yang baru terjadi pada bagian tulang
kaki. Pada pengamatan histopatologi, ada banyak bentukan garis-‐garis
basophilic yang tipis dan irregular yang merupakan indikasi tempat berhentinya
penyerapan; serta formasi dari pembentukan tulang yang terjadi menyebabkan
adanya mosaik karakteristik pada pengamatan mikroskopis.

Kelainan ini umumnya teramati pada anjing dengan rentan umur 4 – 7 tahun dan
dapat pula sembuh. Pada anjing yang mengalami kelainan, biasanya mengalami
kesulitan mastikasi yang disertai rasa sakit dan otot pada tengkorak mengalami
atropi .

Osteogenesis imperfecta

Merupakan bentuk kelainan tulang yang umum terjadi pada sapi, domba, dan
anjing muda. Kelainan ini meliputi tulang, dentin dan tendon. Secara klinis,
hewan yang mengalami kelainan ini akan tampak mengalami multipel fraktur,
dislokasi sendi, serta kerusakan dentin. Dasar dari kelainan ini berupa kegagalan
fungsional pada produksi osteoblastik collagen tipe I, dan pada beberapa kasus,
terjadi akibat menurunnya sintesis protein non colagenus, seperti; osteonectin
yang sangat berperanan pada pembentukan dan pertumbuhan dari tulang, sendi
dan gigi.
Angular Limb deformity

Kelainan ini berupa deviasi dari bagian distal tulang-‐tulang pada kaki pada suatu
individu. Kelainan bentuk ini dapat terjadi pada spesies hewan apapun, tapi yang
paling sering adalah pada kuda yang masih muda.

Deviasi ini asalnya bisa dari berbagai lokasi, misalnya bagian distal radial physis,
carpus, distal metatarsal physis. Kelainan ini bisa juga terlihat pada saat hewan
baru lahir ataupun bisa muncul disaat hewan itu tumbuh besar. Causatif
faktornya bervariasi, dari malposisi disaat fetus didalam uterus, joint yang
bermasalah / kendor, hypotiroidisme, trauma, over nutrisi (konsumsi jumlah
protein dan kalori yang berlebihan), dan kegagalan endocondral osifikasi dari
epiphyses dari karpal, tarsal, dan tulang-‐tulang panjang. Kelainan ini juga dapat
berkembang dari tidak seimbangnya pertumbuhan pada bagian yang
bersebrangan dengan epifise, seperti pada bagian distal radius, dan dapat
disebabkan oleh trauma atau kerusakan lokal dari supply darah baik pada bagian
physis dari samping epiphysis ataupun bagian komplek dari artikular epifisis.
Contohnya, kerusakan supply darah ke bagian lateral epiphysis yang dapat
menyebabkan penurunan pertumbuhan tulang longitudinal pada bagian lateral
pada suatu tulang, dan terjadi deviasi lateral dari tulang kaki karena
pertumbuhan tulang yang hanya terjadi pada bagian dalam dari tulang tersebut.
Hal yang sama juga dapat terjadi bila kerusakan atau retardasi yang terjadi pada
pertumbuhan satu aspek dari kartilago komplek articular-‐epipisis. Hal ini dapat
mengakibatkan epipisis mengalami malformasi berupa kelainan bentuk pada
tulang kaki yang disebut angular limb deformity.

Metabolic Bone Diseases

Kelainan tulang yang bersifat sistemik ini umumnya diakibatkan karena faktor
nutrisional, endokrin, dan / atau toxin. Abnormalitas secara struktural terjadi
baik pada saat tulang itu tumbuh maupun sudah dewasa atau selama normal
modeling dan remodeling. Kelainan ini sering disebut osteodystrophy.
Osteodystrophy merupakan kelainan yang relatif masih bersifat umum dan
berupa kelainan formasi tulang. Kelainan osteodystropi metabolik yang bersifat
klasik dapat berupa osteoporosis, fibrous osteodystropy, rickets, and
osteomalacia. Istilah-‐istilah ini mengindikasikan perubahan-‐perubahan patologi
yang spesifik, tetapi belum tentu mengindikasikan penyebabnya yang spesifik.
Misalnya, osteoporosis bisa terjadi karena kekurangan kalsium, terapi
glukokortikoid dalam waktu yang lama, atau kurangnya aktivitas fisik. Perlu
diingat bahwa tipe osteodystrophy yang berbeda dapat terjadi pada tulang yang
sama, contohnya osteodistrophy pada hewan dengan kekurangan kalsium yang
parah yang dibarengi dengan asupan posphor yang tinggi dapat menyebabkan
kelainan dari osteoporosis dan fibrous osteodystrophy. Praktisnya, kebanyakan
kasus kekurangan nutrisi pada hewan tidak hanya melibatkan satu elemen
nutrisi, namun lebih sering bersifat multipel.

Osteoporosis

Osteoporosis merupakan penyakit klinis pada tulang karena penurunan density


/ massa dari tulang itu sendiri. Tulang umumnya mengalami mineralisasi,
namun bila terjadi gangguan proses mineralisasi tulang dapat menyebabkan
terjadinya osteoporosis. Penurunan masa tulang juga dapat terjadi tetapi tidak
disertai dengan gejala klinis, kasus ini disebut osteopenia. Pada kasus keduanya,
osteoporosis dan osteopenia, bagian ketebalan kortikal tulang mengalami
pengurangan. Trabekulaenya mengalami penipisan dan jumlahnya juga
berkurang dan terjadi perforasi pada bagian plate tulang. Sedangkan, ruang
medulari menjadi melebar karena terjadi penyerapan endosteal pada kortical
tulang. Hasil akhir berupa tulang yang rapuh dan lebih mudah mengalami
fraktur. Selain itu klinis yang lain dapat berupa retakan-‐retakan kecil yang hanya
dapat dilihat dengan mikroskop. Retakan-‐retakan ini juga dapat menurunkan
densitas dari tulang yang membuat menjadi lebih rapuh walaupun tulang
tampak kuat secara visual pada saat diawal periode terjadi penurunan masa
tulang.

Pada hewan yang sedang tumbuh, osteoporosis dapat bersifat reversible,


sedangkan pada hewan yang telah dewasa, jika trabekula telah hilang, maka
tulang tersebut tidak mampu lagi berformasi. Beberapa penyebabnya meliputi:
kekurangan kalsium, kelaparan, kurangnya aktivitas fisik, dan terapi yang
menggunakan glucocorticoid.

Kekurangan kalsium dapat menyebabkan hipokalsemia, yang dikompensasi


dengan meningkatnya produksi PTH dan meningkatnya resorbsi dari tulang.
Kelaparan dan malnutrisi juga dapat menyebabkan terhentinya pertumbuhan
tulang dan selanjutnya akan memicu osteoporosis yang berkarakter kelainan
formasi dari tulang akibat kekurangan protein dan mineral.

Berkurangnya aktivitas fisik menyebabkan peningkatan absorbsi tulang dan


penurunan formasi dari tulang. Kehilangan dari masa tulang yang berhubungan
dengan paralisa yang berlangsung lama atau immobilisasi tidak pasti akan
berlangsung progresif, tetapi hal ini akan menyebabkan perubahan besar pada
stabilitas level baru terhadap system skleton itu sendiri. Ini juga dapat memicu
dari munculnya kasus osteoporosis.

Post-‐menopausal osteoporosis pada manusia merupakan kejadian yang


umum dan penting pada wanita, yang biasanya menimbulkan kelainan bentuk
tulang terutama pada bagian vertebral; atau bisa juga terjadi kolap dan fraktur
patologis pada bagian leher femur. Pengurangan konsentrasi dari estrogen,
kurangnya aktivitas fisik, berkurangnya tonus otot, dan kurangnya asupan
kalsium juga merupakan beberapa faktor yang dapat menstimuli munculnya
kelainan ini.

Rickets dan Osteomalacia

Rickets merupakan kelainan pada tulang yang umumnya terjadi pada tulang
yang masih muda, sedangkan osteomalacia merupakan kelainan yang terjadi
pada tulang yang telah dewasa. Lesi dari kedua kelainan ini berupa kegagalan
tulang mengalami mineralisasi sehingga tulang bisa menjadi rapuh, mengalami
kelainan bentuk dan fraktur. Pada hewan yang sedang tumbuh, rickets
merupakan kelainan pada tulang termasuk kartilago yang terjadi pada saat
proses endochondral osifikasi berlangsung. Sedangkan pada hewan yang telah
dewasa, osteomalacia merupakan kelainan yang hanya terjadi pada tulang, yang
umumnya disebabkan oleh kekurangan asupan vitamin D dan / atau phospor.
Akan tetapi kegagalan dari mineralisasi tulang dan osteomalacia dapat terjadi
pada kasus penyakit ginjal kronis dan kasus kronik flourosis. Secara
mikroskopis, lesi dari kasus rickets merupakan refleksi dari kegagalan
mineralisasi dari lempeng tulang rawan dan tulang secara umum dan akan
tampak disorganisasi pada bagian chondrosit tulang yang sedang tumbuh.

Fibrous Osteodystrophy

Merupakan lesi skeletal yang disebabkan karena terjadi peningkatan pelebaran


penyerapan osteoklastik pada tulang dan digantikan oleh jaringan fibrous.
Kelainan ini biasanya berhubungan dengan kasus tiroidisme, baik tingkat
primer, sekunder ataupun pseudohipertiroidisme. Adanya kelainan berupa
jaringan fibrous ini menyebabkan hewan tidak mampu berdiri sempurna, fraktur
dan dapat terjadi deformitas. Kasus fibrous osteodystrophy ini lebih jarang
terjadi saat kelainan hipertiroidisme yang primer, akan tetapi yang secondary
hipertiroidisme lebih umum. Kelainan fibrous osteodystrophy dapat juga muncul
akibat pengaruh faktor nutrisi dan ginjal (nutritional or renal fibrous dystrophy).

Nutritional hiperparatiroidisme disebabkan oleh faktor makanan yang


cenderung dapat menurunkan konsentrasi dari serum ion kalsium yang biasanya
direspon oleh glandula paratiroid dengan meningkatkan output dari PTH. Ini
biasanya terjadi pada hewan muda, yang sedang tumbuh dan sering diberikan
pakan dengan konsentrasi kalsium yang rendah dan kandungan phospor yang
tinggi. Ransum tanpa supplemen pada babi dan pakan daging pada anjing dan
kucing merupakan contoh dari pakan hewan yang mengandung kalsium rendah
sedangkan phospor yang tinggi yang dapat menyebabkan secondary
hipertiroidisme dan akhirnya menyebabkan fibrous osteodystrophy.
Renal fibrous osteodystrophy

Osteomalacia dan fibrous osteodystrophy dapat terjadi secara terpisah atau


kombinasi yang disebabkan oleh penyakit renal kronis pada manusia. Fibrous
osteodystrophy dapat merupakan komplikasi dari kasus osteomalacia, yang
sering terjadi pada anjing yang mengalami renal osteodystrophy. Anjing bisa
mengalami kegagalan untuk berdiri secara sempurna, dan juga kehilangan gigi
sampai kelainan bentuk dari mandibula dan maxilla akibat absorbsi dari
osteoklastik tulang dan digantikan oleh jaringan fibrous. Pathogenesis dari
osteodystrophy sangat kompleks dan beragam dan tergantung dari derajat
keparahan penyakit ginjal dan ketersediaan vitamin D. Kehilangan fungsi dari
glomerulus ginjal, ketidakmampuan untuk mengekskresikan phospat, serta
ketidak mampuan dari ginjal untuk memproduksi 1,25 dihidroksi vitamin D dan
asidosis merupakan faktor penting yang menyebabkan terjadinya kelainan renal
dystrophy. Terjadinya retensi phospat karena ginjal mengalami penurunan
kemampuan untuk mengekskresikannya sehingga menyebabkan
hiperphospatemia. Sedangkan, bila kalsium dan phospor telah melebihi daya
solubilitasnya didalam tubuh suatu individu, maka kalsium bisa mengalami
presipitasi pada jaringan sehingga menyebabkan terjadinya hipokalsemia. Pada
kejadian kasus hipokalsemia dapat menstimuli output dari PTH sehingga bisa
memicu terjadinya fibrous osteodystrophy. Sedangkan penurunan dari
konsentrasi 1,25 dihidroksi vitamin D oleh karena terjadinya kerusakan pada
ginjal bersamaan dengan kegagalan proses mineralisasi pada tulang karena
kejadian asidosis uremia dapat menjelaskan perkembangan dari kejadian
kelainan osteomalacia.

Aseptik Nekrosis Tulang

Aseptik nekrosis tulang pada manusia terjadi dengan klinis yang beragam
termasuk infark pada tulang, hiperadrenokorticism, emboli lemak dan nitrogen
maupun intramedullary neoplasia. Pada hewan, aseptic nekrosis pada tulang
umumnya berhubungan dengan intramedullary neoplasia dan berbagai kelainan
non neoplastik. Penurunan supply darah dari pembuluh darah pada tulang dan
meningkatnya tekanan sumsum tulang merupakan faktor penting dalam
pathogenesis dari kasus aseptic nekrosis tulang. Pengamatan patologi anatomi
pada kasus ini bervariasi tergantung luasnya daerah nekrosis. Bila terjadi pada
tulang dengan daerah nekrosis yang luas, tulang akan tampak kering, berkapur,
dengan bagian periosteum dapat dilepas dengan mudah. Sedangkan secara
mikroskopis, karakteristik dari kasus ini ditandai dengan kematian sel-‐sel tulang
pada bagian yang nekrosis dan kehilangan osteosit pada bagian lacuna dari
tulang tersebut.

Osteitis

Merupakan kelainan tulang dimana tulang mengalami peradangan. Peradangan


pada tulang yang melibatkan bagian periosteum dari tulang disebut periosteitis;
sedangkan bila terjadi sampai pada bagian ruang medulari dari tulang, disebut
osteomyelitis.

Osteomyelitis biasanya terjadi secara kronis, yang mampu menyebabkan


terjadinya nekrosis dan kehilangan struktur pada tulang. Osteomyelitis juga
dapat terjadi akibat kelainan proses kompensasi dari produksi tulang yang baru.
Kedua proses ini dapat saling mendahului dan terjadi selama beberapa periode.

Osteitis dan turunan kelainannya dapat disebabkan oleh bakteri walaupun agen
lain seperti virus, jamur dan protozoa dapat terlibat di dalamnya. Actinomyces
pyogenes dan bakteri pyogenes lainnya, merupakan bakteri yang umum dapat
menginfeksi tulang dan mampu menimbulkan kasus yang disebut suppuratif
osteomyelitis pada hewan. Namun, bakteri Staphillococcus intermedius
merupakan bakteri yang paling sering menyebabkan osteomyelitis pada anjing.

Lesi Proliferatif dan Neoplastik pada Tulang

Tulang merupakan jaringan yang relatif mudah meluas dan terkena neoplasia.
Banyak jaringan tulang yang mengalami neoplasia yang terjadi bersamaan
dengan kasus kelainan resorbsi dan formasi pembentukan tulang baru. Namun
dilaporkan, rasa sakit, hiperkalsemia, peningkatkan aktivitas serum alkalin
phospatase, fraktur, metastasis merupakan faktor lain yang dapat menyebabkan
terjadinya neoplasia pada tulang. Pada pembentukan tulang baru, neoplasia
umumnya terjadi yang ditandai dengan kelainan bentuk sel-‐sel penyusun tulang
dan biasanya disusun oleh plasma sel myeloma dan limphosarkoma. Sedangkan
terjadinya neoplasia pada tulang akibat dari destruksi pada tulang, berhubungan
dengan osteoklas dalam fungsinya memfagosit tulang-‐tulang yang sudah tua.
Aktivitas dari absorbsi dan formasi dari jaringan neoplasia tulang tidak terlepas
dari aktivitas sitokin yang diproduksi oleh sel-‐sel inflamasi dan neoplastik
sel, seperti: Prostaglandin, asam metabolic, dan beberapa enzym yang bersifat
katabolisme. Pada kasus hiperkalsemia pada hewan, contoh kasus yang sering
terjadi yaitu adenokarsinoma dari glandula apokrin pada kantong bagian anal
dari anjing. Neoplasia ini sering menyebabkan peningkatan produksi
PTH-‐ related protein dan metastasis secara luas.

Lesi Non-neoplastik Proliferatif dan Sistik pada Tulang

Lesi dari jenis ini sering terjadi pada pembentukan tulang yang baru, misalnya:
saat pembentukan tulang baru akibat fraktur, pada kasus kronik osteomyelitis
dan kasus degeneratif pada persendian. Lesi jenis ini dapat berkarakteristik
berupa nodular yang bersifat benigna yang muncul keluar dari permukaan
tulang (Exostosis / Osteophyte). Apabila perluasan dari kelainan jaringan tulang
ini sampai ke ligamen atau tendon, hal ini disebut enthesophyte. Bahkan, lesi
dari tulang ini dapat disertai dengan adanya kandungan kartilago. Hiperostosis
digunakan untuk mengindikasikan dimensi dari tulang itu meningkat, dan
berimplikasi terhadap terjadinya penebalan yang bersifat kesatuan pada lapisan
permukaan periosteal. Sedangkan, enostosis merupakan kelainan pertumbuhan
jaringan tulang yang terdapat di dalam ruang medulla dari tulang. Asalnya
dimulai dari permukaan kortikal-‐endoteal dari jaringan tulang. Kelainan ini
dapat berpengaruh terhadap aktivitas sumsum tulang pada ruang medulla.

Lesi non-‐neoplastik bisa dikelirukan dengan lesi neoplastik pada


spesimen biopsy. Sebaliknya, biopsy yang hanya pada bagian permukaan bisa
hanya memperoleh lesi non neoplasia yang menutupi jaringan tulang yang
mengalami neoplasia. Statement ini penting dalam hal membuat diagnosa
morfologis dari spesimen biopsy tanpa didukung oleh latar belakang klinis,
pengamatan radiografi, dan data laboratorium penunjang lainnya. Perlu juga
diperhatikan dalam mendiagnosa kelainan pada tulang, bisa saja suatu lesi
terjadi bersamaan
dengan adanya lesi yang lain pada satu tempat, misalnya kejadian osteosarkoma
yang sering komplikasi dengan proses perbaikan saat terjadi fraktur atau
osteomyelitis.

Hipertropik Osteopathy

Pada hewan kasus ini sering terjadi pada Anjing, dengan karakteristik lesi
berupa besarnya tulang karena pertumbuhan yang progressif, akibat formasi
dari tulang baru dibagian diaphysis tulang dan biasanya terjadi secara bilateral
pada tulang rusuk bagian distal. Kelainan ini juga disebut sebagai Hypertropik
pulmonary osteopathy karena kebanyakan dari kasus ini terjadi pada bagian
intra-‐thorak dari hewan. Formasi pembentukan tulang yang baru dapat
terjadi secara relatif cepat, akan tetapi dapat juga mengalami regresi jika
penyebab primernya dihilangkan. Peningkatan tekanan darah arteri, hyperemia,
dan edema dari periosteum dapat menyebabkan penebalan pada bagian
periosteum tulang. Pada awalnya akan terjadi peningkatan lapisan jaringan
fibrous dan selanjutnya akan terbentuk formasi tulang yang baru.

Osteochondromas

Kelainan ini dapat terjadi pada anjing dan kuda, dan merupakan kelainan akibat
kesalahan perkembangan dari pertumbuhan tulang dan bukan merupakan
kelainan yang bersifat neoplasia. Lesi ini bersifat turunan dan akan terlihat
segera setelah individu tersebut lahir. Osteochondromas berasal dari masa
eksentrik yang berlokasi dibagian physis tulang yang bisa tumbuh dari tulang
panjang, rusuk, tulang belakang, ataupun scapula. Secara mikroskopis, lesi ini
memiliki penutup katilago hyaline yang bisa muncul pada saat proses
endochondral osifikasi berlangsung dan dalam rangka trabekula membentuk
dasar dari lesi tersebut.

Fibrous dysplasia

Lesi yang tidak umum yang bisa dilihat pada beberapa tempat pada suatu
individu (sering pada daerah tulang kepala dan tulang panjang) pada hewan
muda. Lesi ini dapat berasal dari kegagalan perkembangan tulang yang bisa
bersifat multipel. Secara tipikal, tulang yang telah ada tergantikan oleh perluasan
masa dari jaringan fibro-‐osseus yang bisa memperlemah bagian kortek dari
tulang dan memperluas bagian eksternal dari kontur tulang tersebut. Lesi
tersebut bersifat padat, dan pada saat diseksi akan teramati pada bagian tulang
yang mengalami mineralisasi dan bisa juga diikuti dengan adanya kista multipel
yang di dalamnya terdapat cairan sanguinus.

Referensi:

Ceriana, R., & Sari, W. (2018, February). Perubahan struktur makroskopis hati
dan ginjal mencit yang diberi ekstrak batang Sipatah-Patah (Cissus Quadrangula
Salisb.). In Prosiding Seminar Nasional Biotik (Vol. 4, No. 1).

Rakhmawati, H. Pemanfaatan domba Garut (Ovis aries) sebagai Hewan Model


Osteoartritis: Analisis Sendi Femorotibialis (Doctoral dissertation, Bogor
Agricultural University (IPB)).

Ceriana, R., & Sari, W. (2018, February). Perubahan struktur makroskopis hati
dan ginjal mencit yang diberi ekstrak batang Sipatah-Patah (Cissus Quadrangula
Salisb.). In Prosiding Seminar Nasional Biotik (Vol. 4, No. 1).

Kuntoadi, G. B., & SKG, M. (2019). Buku Ajar Anatomi Fisiologi: untuk mahasiswa
APIKES–Semester 1. Pantera Publishing.

Anda mungkin juga menyukai