Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR

I. LAPORAN PENDAHULUAN (TINJAUAN TEORI)


A. DEFINISI
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang
rawan dan umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Sjamsuhidayat, 2010).
Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang
bersifat total maupun sebagian (Helmi, 2013).
Berdasarkan atas beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan fraktur
adalah rusaknya kontinuitas tulang yang disebabkan tekananyang berlebih
pada tulang.

B. ANATOMI FISIOLOGI

1. Anatomi Tulang
Tulang terdiri dari sel-sel yang berada pada ba intra-seluler.
Tulang berasal dari embrionic hyaline cartilage yang mana melalui
proses “Osteogenesis” menjadi tulang. Proses ini dilakukan oleh sel-
sel yang disebut “Osteoblast”. Proses mengerasnya tulang akibat
penimbunan garam kalsium.
Ada 206 tulang dalam tubuh manusia, tulang dapat
diklasifikasikan dalam lima kelompok berdasarkan bentuknya:
a. Tulang panjang (femur, humerus) terdiri dari batang tebal
panjang yang disebut diafisis dan dua ujung yang disebut
epifisis. Di sebelah proksimal dari epifisis terdapat metafisis. Di
antara epifisis dan metafisis terdapat daerah tulang rawan yang
tumbuh, yang disebut lempeng epifisisatau lempeng
pertumbuhan. Tulang panjang tumbuh karena akumulasitulang
rawan di lempeng epifisis. Tulang rawan digantikan oleh sel-sel
tulang yang dihasilkan oleh osteoblas, dan tulang memanjang.
Batang dibentuk oleh jaringan tulang yang padat. Epifisis
dibentuk dari spongi bone (cancellous atautrabecular). Pada
akhir tahun-tahun remaja tulang rawan habis, lempeng epifisis
berfungsi, dan tulang berhenti tumbuh. Hormon pertumbuhan,
estrogen, dan testosterone merangsang pertumbuhan tulang
panjang. Estrogen, bersama dengan testosteron, merangsang fusi
lempeng epifisis. Batang suatu tulang panjang memiliki rongga
yang disebut kanalis medularis. Kanalis medularis berisi
sumsum tulang.
b. Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak teratur dan inti dari
cancellous (spongy) dengan suatu lapisan luar dari tulang yang
padat.
c. Tulang pendek datar (tengkorak) terdiri atas dua lapisan tulang
padat dengan lapisan luar adalah tulang concellous.
d. Tulang yang tidak beraturan (vertebrata) sama seperti dengan
tulang pendek.
e. Tulang sesamoid merupakan tulang kecil, yang terletak di
sekitar tulang yang berdekatan dengan persedian dan didukung
oleh tendon dan jaringan fasial, misalnya patella (kap lutut).
Tulang tersusun atas sel, matriks protein dan deposit mineral.
Sel-selnya terdiri atas tiga jenis dasar osteoblas, osteosit dan
osteoklas. Osteoblas berfungsi dalam pembentukan tulangdengan
mensekresikan matriks tulang. Matriks tersusun atas 98% kolagen dan
2% subtansi dasar(glukosaminoglikan, asam polisakarida, dan
proteoglikan). Matriks merupakan kerangka dimana garam-garam
mineral anorganik ditimbun. Osteositadalah sel dewasa yang terlibat
dalam pemeliharaan fungsi tulang dan terletak dalam osteon (unit
matriks tulang). Osteoklas adalah selmultinuclear (berinti banyak)
yang berperan dalam penghancuran, resorpsi, dan remosdeling tulang.
Osteon merupakan unik fungsional mikroskopis tulangdewasa.
Ditengah osteon terdapat kapiler. Dikelilingi kapiler tersebut
merupakan matriks tulang yang dinamakan lamella. Didalam lamella
terdapat osteosit, yang memperoleh nutrisi melalui prosesus yang
berlanjut kedalamkanalikuli yang halus (kanal yang menghubungkan
dengan pembuluh darah yang terletak sejauh kurang dari 0,1 mm).
Tulang diselimuti dibagian oleh membran fibrous padat
dinamakan periosteum. Periosteum memberi nutrisi ke tulang dan
memungkinkannya tumbuh, selain sebagai tempat perlekatan tendon
dan ligamen. Periosteummengandung saraf, pembuluh darah, dan
limfatik. Lapisan yang paling dekat dengan tulang mengandung
osteoblast, yang merupakansel pembentuk tulang.
Endosteumadalah membran vaskuler tipis yang menutupi
rongga sumsum tulang panjang dan rongga-rongga dalam tulang
kanselus. Osteoklast, yang melarutkan tulang untuk memelihara
rongga sumsum, terletak dekat endosteum dan dalam lacuna Howship
(cekungan pada permukaan tulang).
Struktur tulang dewasa terdiri dari 30% bahan organik (hidup)
dan 70% endapan garam. Bahan organik disebut matriks, dan terdiri
dari lebih dari 90 % serat kolagen dan kurang dari 10% proteoglikan
(protein plus sakarida). Deposit garam terutama adalah kalsium dan
fosfat, dengan sedikit natrium, kalium karbonat, dan ion magnesium.
Garam-garam menutupi matriks dan berikatan dengan serat kolagen
melalui proteoglikan. Adanya bahan organik menyebabkan tulang
memiliki kekuatan tensif (resistensi terhadap tarikan yang
meregangkan). Sedangkan garam-garam menyebabkan tulang
memiliki kekuatan kompresi (kemampuan menahan tekanan).
Pembentukan tulang berlangsung secara terus menerusdan dapat
berupa pemanjangan dan penebalan tulang. Kecepatan pembentukan
tulang berubah selama hidup. Pembentukan tulangditentukan oleh
rangsangn hormon, faktor makanan, dan jumlah stres yang dibebankan
pada suatu tulang, danterjadi akibat aktivitas sel-sel pembentuk tulang
yaitu osteoblas.
Osteoblas dijumpai dipermukaan luar dan dalam tulang.
Osteoblas berespon terhadap berbagai sinyal kimiawiuntuk
menghasilkan matriks tulang. Sewaktu pertama kali dibentuk, matriks
tulang disebut osteoid. Dalam beberapa hari garam-garam kalsium
mulai mengendap pada osteoid dan mengeras selama beberapa
minggu atau bulan berikutnya. Sebagian osteoblast tetap menjadi
bagian dari osteoid, dan disebut osteosit atau sel tulang sejati. Seiring
dengan terbentuknyatulang, osteosit dimatriks membentuk tonjolan-
tonjolan yangmenghubungkan osteosit satu dengan osteosit
lainnyamembentuk suatu sistem saluran mikroskopik di tulang.
Kalsium adalah salah satu komponen yang berperan terhadap
tulang, sebagian ion kalsium di tulang tidak mengalarni kristalisasi.
Garam nonkristal ini dianggap sebagaikalsium yang dapat
dipertukarkan, yaitu dapat dipindahkan dengancepat antara tulang,
cairan interstisium, dan darah.
Sedangkan penguraian tulang disebut absorpsi, terjadi secara
bersamaan dengan pembentukan tulang. Penyerapan tulang terjadi
karena aktivitas sel-sel yang disebut osteoklas. Osteoklas adalahsel
fagositik multinukleus besar yang berasal dari sel-sel mirip-monosit
yang terdapat di tulang.Osteoklas tampaknya mengeluarkan berbagai
asam dan enzim yangmencerna tulang dan memudahkan fagositosis.
Osteoklas biasanya terdapat pada hanya sebagian kecil dari potongan
tulang, dan memfagosit tulang sedikit demi sedikit.Setelah selesai di
suatu daerah, osteoklas menghilang dan muncul osteoblas. Osteoblas
mulai mengisi daerah yang kosong tersebut dengan tulang baru.
Proses ini memungkinkan tulang tua yang telah melemah diganti
dengan tulang baru yang lebihkuat.
Keseimbangan antara aktivitas osteoblas dan osteoklas
menyebabkan tulang terus menerus diperbarui atau mengalami
remodeling. Pada anak dan remaja, aktivitas osteoblas melebihi
aktivitas osteoklas, sehingga kerangka menjadi lebih panjang dan
menebal. Aktivitas osteoblas juga melebihi aktivitas osteoklas pada
tulang yang pulih dari fraktur. Pada orang dewasa muda, aktivitas
osteoblas dan osteoklas biasanya setara, sehingga jumlah total massa
tulang konstan. Pada usia pertengahan, aktivitas osteoklas melebihi
aktivitas osteoblas dan kepadatan tulang mulai berkurang. Aktivitas
osteoklas juga meningkat pada tulang-tulang yang mengalami
imobilisasi. Pada usiadekade ketujuh atau kedelapan, dominansi
aktivitas osteoklas dapat menyebabkan tulang menjadi rapuh sehingga
mudah patah. Aktivitas osteoblas dan osteoklas dikontrol oleh
beberapa faktor fisik dan hormon.
Faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoblas dirangsang
oleh olah raga dan stres beban akibat arus listrik yang terbentuk
sewaktu stres mengenai tulang. Fraktur tulang secara drastis
merangsang aktivitas osteoblas, tetapi mekanisme pastinya belum
jelas. Estrogen, testosteron, dan hormon perturnbuhanadalah promotor
kuat bagi aktivitas osteoblas dan pertumbuhan tulang. Pertumbuhan
tulang dipercepat semasa pubertas akibat melonjaknya kadar hormon-
hormon tersebut. Estrogen dan testosterone akhirnya menyebabkan
tulang-tulang panjang berhenti tumbuh dengan merangsang
penutupanlempeng epifisis (ujung pertumbuhan tulang). Sewaktu
kadar estrogen turun pada masa menopaus, aktivitas osteoblas
berkurang. Defisiensi hormon pertumbuhan juga mengganggu
pertumbuhan tulang.
Vitamin Ddalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi tulang
secara langsung dengan bekerjapada osteoblas dan secara tidak
langsung dengan merangsang penyerapan kalsiumdi usus. Hal ini
meningkatkan konsentrasi kalsium darah, yang mendorong kalsifikasi
tulang. Namun, vitamin D dalam jumlah besar meningkatkan kadar
kalsium serum dengan meningkatkan penguraian tulang. Dengan
demikian, vitamin D dalamjumlah besar tanpa diimbangi kalsium
yang adekuat dalam makanan akan menyebabkan absorpsi tulang.
Adapun faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoklas
terutama dikontrol oleh hormon paratiroid. Hormon paratiroid
dilepaskan oleh kelenjar paratiroid yangterletak tepat di belakang
kelenjar tiroid. Pelepasan hormon paratiroid meningkat sebagai
respons terhadap penurunan kadar kalsium serum. Hormon paratiroid
meningkatkan aktivitas osteoklas dan merangsang pemecahan
tulanguntuk membebaskan kalsium ke dalam darah. Peningkatan
kalsium serum bekerja secara umpan balik negatif untuk menurunkan
pengeluaran hormon paratiroid lebih lanjut. Estrogen tampaknya
mengurangi efek hormon paratiroid pada osteoklas.
Efek lain hormon paratiroidadalah meningkatkankalsium serum
dengan menurunkansekresi kalsium oleh ginjal. Hormon paratiroid
meningkatkan ekskresi ion fosfatoleh ginjal sehingga menurunkan
kadar fosfat darah. Pengaktifanvitamin D di ginjal bergantung pada
hormon paratiroid. Sedangkan kalsitoninadalah suatu hormon yang
dikeluarkan oleh kelenjartiroid sebagai respons terhadap peningkatan
kadar kalsium serum. Kalsitonin memiliki sedikit efek menghambat
aktivitas dan pernbentukan osteoklas. Efek-efek ini meningkatkan
kalsifikasi tulang sehingga menurunkan kadar kalsium serum.
2. Fisiologi Tulang
Fungsi tulang adalah sebagai berikut:
a. Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh.
b. Melindungi organ tubuh (misalnya jantung, otak, dan paru-paru)
dan jaringan lunak.
c. Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan
kontraksi dan pergerakan).
d. Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang
belakang (hema topoiesis).
e. Menyimpan garam mineral, misalnya kalsium, fosfoR (Dwisang,
2014).

C. ETIOLOGI/PREDISPOSISI
Menurut Doenges (2014), penyebab fraktur antara lain:
1. Cedera Traumatik
Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh:
a. Cedera langsung, berarti pukulan langsung terhadap tulang
sehingga tulang patah seacara spontan. Pemukulan biasanya
menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit
diatasnya.
b. Cedera tidak langsung, berarti pukulan langsungberada jauh dari
lokasi benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur dan
menyebabkan fraktur klavikula.
c. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot
yang kuat.

2. Fraktur Patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan
trauma minor dapat mengakibatkan fraktur, seperti:
a. Tumor tulang (jinak atau ganas), yaitu pertumbuhan jaringan baru
yang tidak terkendali atau progresif.
b. Infeksi seperti mosteomyelitis, dapat terjadi sebagai akibat infeksi
akut atau dapat timbul sebagai salah satu proses yang progresif,
lambat dan sakit nyeri.
c. Rakhitis, suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi
vitamin D.
d. Stress tulang seperti pada penyakit polio dan orang yang bertugas di
kemiliteran.

D. MANIFESTASI KLINIS/TANDA DAN GEJALA


Menurut Mansjoer (2014), tanda dan gejala fraktur antara lain:
1. Deformitas (perubahan struktur dan bentuk) disebabkan oleh
ketergantungan fungsional otot pada kestabilan otot.
2. Bengkak atau penumpukan cairan/darah karena kerusakan pembuluh
darah, berasal dari proses vasodilatasi, eksudasi plasma, dan adanya
peningkatan leukosit pada jaringan di sekitar tulang.
3. Spasme otot karena tingkat kecacatan, kekuatan otot yang sering
disebabkan karena tulang menekan otot.
4. Nyeri karena kerusakan jaringan, perubahan struktur yang meningkat
karena penekanan sisi-sisi fraktur dan pergerakan bagian fraktur.
5. Kurangnya sensasi yang dapat terjadi karena adanya gangguan saraf,
dimana saraf ini dapat terjepit atau terputus oleh fragmen tulang.
6. Hilangnya atau berkurangnya fungsi normal karena ketidakstabilan
tulang, nyeri atau spasme otot.
7. Pergerakan abnormal.
8. Krepitasi, sering terjadi karena pergerakan bagian fraktur sehingga
menyebabkan kerusakan jaringan sekitarnya.

E. PATOFISIOLOGI
Fraktur gangguan pada tulang biasanya disebabkan oleh
traumagangguan adanya gaya dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik,
gangguan metabolik, patologik.Kemampuan otot mendukung tulang turun,
baik yangterbuka ataupun tertutup. Kerusakan pembuluh darah akan
mengakibatkanpendarahan, maka volume darah menurun. COP menurun
maka terjadiperubahan perfusi jaringan. Hematoma akan mengeksudasi
plasma danpoliferasi menjadiedem lokal maka penumpukan di dalam tubuh.
Frakturterbuka atau tertutup akan mengenai serabut saraf yang dapat
menimbulkangangguan rasa nyaman nyeri.
Selain itu dapat mengenai tulang dan dapat terjadi revral vaskuler
yangmenimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik terganggau.
Disamping itufraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang
kemungkinan dapatterjadi infeksi dan kerusakan jaringan lunak akan
mengakibatkan kerusakanintegritas kulit.
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh
traumagangguan metabolik, patologik yang terjadi itu terbuka atau tertutup.
Baikfraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut syaraf yang
dapatmenimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri. Selaian itu dapat
mengenaitulangsehingga akan terjadineurovaskuleryang akan menimbulkan
nyeri geraksehingga mobilitas fisik terganggu, disamping itu fraktur terbuka
dapatmengenaijaringanlunakyangkemungkinandapatterjadiinfeksiterkontam
inasidengan udara luar.
Pada umumnya pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup
akandilakukan immobilitas yang bertujuan untuk mempertahankan fragmen
yangtelah dihubungkan tetap pada tempatnya sampai sembuh ( Price, 2012).

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG/DIAGNOSTIK
1. X-ray: Untuk menentukan luas/lokasi fraktur.
2. Scan tulang:Untuk memperlihatkan fraktur lebih jelas,
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
3. Arteriogram: Untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler.
4. Hitung darah lengkap: Homokonsentrasi mungkin meningkat,
menurun pada perdarahan: Peningkatan leukosit sebagai respon
terhadap peradangan.
5. Kretinin: Trauma otot meningkatkan beban kretinin untuk klirens
ginjal.
6. Profil koagulasi: Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,
tranfusi atau cedera hati (Wijaya & Putri,2013).

H. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan Konservatif
a. Proteksi adalah proteksi fraktur terutama untuk mencegah trauma
lebih lanjut dengan cara memberikan sling (mitela) pada anggota
gerak atas atau tongkat pada anggota gerak bawah.
b. Imobilisasi dengan bidai eksterna. Imobilisasi pada fraktur
dengan bidai eksterna hanya memberikan imobilisasi. Biasanya
menggunakan gips atau macam-macambidai dari plastik atau
metal.
c. Reduksi tertutup dengan menggunakan manipulasi dan
imobilisasi eksterna dengan menggunakan gips. Reduksi tertutup
yang diartikan manipulasi dilakukan dengan pembiusan umum
dan lokal.
d. Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan kounter traksi.
Tindakan ini mempunyai tujuan utama, yaitu beberapa reduksi
yang bertahap dan imobilisasi.

2. Penatalaksanaan Pembedahan
Penatalaksanaan ini sangatlah penting diketahui oleh perawat,
jika ada keputusan pasien diindikasikan untuk menjalani pembedahan,
perawat mulai berperan dalam asuhan keperawatan tersebut.
a. Reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal perkutan atau K-Wire.
b. Reduksi terbuka dan fiksasi internal atau fiksasi ekternal tulang,
yaitu:
1) Open Reduction and Internal Fixation (ORIF) atau reduksi
terbuka dengan fiksasi internal.ORIFakan mengimobilisasi
fraktur dengan melakukan pembedahan untuk memasukkan
paku, scrup atau pen ke dalam tempat fraktur untuk
mengfiksasi bagian tulang pada fraktur secara bersamaan.
Fiksasi internal sering digunakan untuk merawat fraktur pada
tulang pinggul yang sering terjadi pada orang tua.
2) Open ReductionTerbuka dengan fiksasi eksternal. Tindakan
ini merupakan pilihan bagi sebagian besar fraktur. Fiksasi
eksternal dapat menggunakan kanselosascrew atau dengan
metal metakrilat (akrilik gigi) atau fiksasi eksterna dengan
jenis-jenis lain seperti gips (Sumber: Muttaqin, 2008).

II. ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORITIS


A. PENGKAJIAN
1. Identitas
a. Identitas pasien
Nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
alamat, satatus pernikan.
b. Penanggung jawab pasien
Nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
alamat, satatus pernikan, hubungan dengan pasien.

2. Riwayat Kesehatan
a. Alasan utama masuk rumah sakit dan perjalanan penyakit saat ini
1) Keluhan utama saat masuk rumah sakit
2) Keluhan utama saat pengkajian
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah
rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung
dan lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang
lengkap tentang rasa nyeri pasien digunakan:
a) Provoking incident: Apakah ada peristiwa yang menjadi
faktor presipitasi nyeri.
b) Quality of pain: Seperti apa rasa nyeri yang dirasakan
atau digambarkan pasien.Apakah seperti terbakar,
berdenyut, atau menusuk.
c) Region: Apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit
menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
d) Severity (Scale) of Pain: Seberapa jauh rasa nyeriyang
dirasakan pasien, bisa berdasarkan skala nyeri ataupasien
menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi
kemampuan fungsinya.
e) Time: Berapa lama nyeri berlangsung, kapan,
apakahbertambah buruk pada malam hari atau siang hari.
b. Riwayat kesehatan sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab
dari fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana
tindakan terhadap pasien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya
penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan
yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu,
dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa
diketahui luka kecelakaan yang lain.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab
fraktur dan memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan
menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang
dan penyakit pagetyang menyebabkan fraktur patologis yang
sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes
dengan luka di kaki sangat beresiko terjadinya osteomyelitis akut
maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses
penyembuhan tulang.
d. Riwayat alergi
Apakah pasien memiliki riwayat alergi seperti, alergi obat-
obatan, makanan, dan minuman.
e. Riwayat penyakit keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit
tulang merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur,
seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa
keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara
genetik.
3. Pola Fungsi Kesehatan
a. Persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Pada kasus fraktur akan timbul ketakutan akan terjadinya
kecacatan pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan
kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu,
pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup pasien seperti
penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme
kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu
keseimbangannya dan apakah pasien melakukan olahraga atau
tidak.
b. Nutrisi dan metabolik
Pada pasien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi
kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C
dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan tulang.
Evaluasi terhadap pola nutrisi pasien bisa membantu menentukan
penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi
komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutamakalsium atau
protein dan terpapar sinar matahari yang kurang merupakan faktor
predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain
itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas
pasien.
c. Aktivitas dan latihan
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua
bentuk kegiatan pasienmenjadi berkurang dan kebutuhan pasien
perlu banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji
adalah bentuk aktivitas pasienterutama pekerjaan pasien. Karena
ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur
dibanding pekerjaan yang lain.
d. Tidur dan istirahat
Pola tidur dan istirahat semua pasien fraktur timbul rasa
nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat mengganggu
pola dan kebutuhan tidur pasien. Selain itu juga, pengkajian
dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan
tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur.
e. Eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola
eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi,
konsistensi, warna serta bau feses pada pola eliminasi alvi.
Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi, kepekatannya,
warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada
kesulitan atau tidak.
f. Pola persepsi diri (konsep diri)
Dampak yang timbul pada pasien fraktur yaitu timbul
ketakutan akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan
pandangan terhadap dirinya yang salah.

g. Peran dan hubungan sosial


Pasienakan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam
masyarakat. Karena pasien harus menjalani rawat inap.
h. Seksual dan reproduksi
Dampak pada pasien fraktur yaitu, pasien tidak bisa
melakukan hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap
dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami pasien.
Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk
jumlah anak, dan lama perkawinannya.
i. Manajemen koping
Pada pasien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan
dirinya, yaitu ketakutan timbul kecacatanpada diri dan fungsi
tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh pasien bisa tidak
efektif.
j. Kognitif perseptual
Pada pasien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada
bagian distal fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul
gangguan. Begitu jugapada kognitifnya tidak mengalami
gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur.
k. Nilai dan kepercayaan
Untuk fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan
beribadah dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini
bisa disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak pasien.
4. Pemeriksaan Fisik
a. Vital sign
Tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun bentuk.

b. Kesadaran
Apatis, sopor, koma, gelisah, composmentis tergantung pada
keadaan pasien.
c. Pemeriksaan fisik head to toe
1) Kepala
Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak
ada penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
2) Mata
Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena
tidak terjadi perdarahan).
3) Hidung
Tidak ada deformitas, tidak ada pernafasan cuping hidung.
4) Telinga
Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada
lesi atau nyeri tekan.
5) Mulut
Tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan
mukosa mulut tidak pucat.
6) Leher
Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan,
reflek menelan ada.

7) Thorax
Tidak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
a) Jantung
I:Tidak tampak iktus jantung.
P:Nadi meningkat, iktus tidak teraba.
P: Terdengar suara redup jantung.
A:Suara S1 dan S2 tunggal, tidak ada mur-mur.
b) Paru-paru
I:Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung
pada riwayat penyakit pasien yang berhubungan
dengan paru.
P:Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
P:Suara ketok sonor, tidak ada rerdup atau suara
tambahan lainnya.
A:Suara nafas normal, tidak ada wheezing, atau suara
tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi.
8) Abdomen
I:Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.
A:Peristaltik usus normal ±20 kali/menit.
P:Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.
P: Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak
teraba.
9) Genetalia
Tidak ada gangguan (Sumber: Price, 2012).

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


1. Nyeri akut b/d agens cedera fisik.
2. Hambatan mobilitas fisikb/d kerusakan integritas struktur tulang.
3. Kerusakan integritas kulitb/d tekanan pada tonjolan tulang.
4. Ketidakseimbangan nutrisi: Kurang dari kebutuhan tubuh b/d faktor
biologis.
5. Defisit perawatan diri : mandi b/dgangguan muskuloskeletal.
6. Risiko infeksi b/d gangguan integritas kulit.

C. INTERVENSI

Diagnosa Keperawatan NOC/Tujuan NIC/Intervensi

Nyeri akut b/d agens Setelah diberikan asuhan NIC Label: Manajemen

cedera fisik. keperawatan selama 3 x 24 jam Nyeri.


diharapkan nyeri dapat teratasi, 1. Lakukan pengkajian

dengan kriteria hasil: nyeri secara

NOC Label: Kontrol Nyeri. komprehensif (lokasi,

1. Mengenali kapan nyeri durasi, frekuensi,

terjadi yang dipertahankan kualitas, faktor

pada skala 4 dan pencetus).

ditingkatkan pada skala 5. 2. Observasi adanya

2. Menggunakan tindakan petunjuk nonverval

pengurangan [nyeri] tanpa mengenai

analgesik yang ketidaknyamanan

dipertahankan pada skala terutama pada mereka

4 dan ditingkatkan pada yang tidak dapat

skala 5. berkomunikasi secara

3. Melaporkan nyeri yang efektif.

terkontrol yang 3. Ajarkan penggunaan

dipertahankan pada skala teknik

4 dan ditingkatkan pada nonfarmakologi

skala 5. (relaksasi, distraksi).

NOC Label: Tingkat Nyeri. 4. Berikan individu

1. Nyeri yang dilaporkan penurunan nyeri yang

dipertahankan pada skala optimal dengan

4 dan ditingkatkan pada penerapan analgetik.


skala 5. 5. Kendalikan faktor

2. Ekspresi nyeri wajah yang lingkungan yang

dipertahankan pada skala dapat mempengaruhi

4 dan ditingkatkan pada respon pasien

skala 5. terhadap

3. Tekanan darah yang ketidaknyamanan

dipertahankan pada skala (suhu, pencahayaan,

4 dan ditingkatkan pada suara bising).

skala 5.

NIC Label: Pemberian

Analgesik.

1. Tentukan lokasi,

karakteristik, dan

keparahan nyeri

mengobati pasien.

2. Cek adanya riwayat

alergi obat.

3. Monitor tanda vital

sebelum dan setelah

memberikan

analgesik.

4. Berikan kebutuhan
kenyamanan dan

aktivitas lain yang

dapat membantu

relaksasi untuk

memfasilitasi

penurunan nyeri.

5. Berikan analgesik

sesuai waktu

paruhnya, terutama

pada nyeri berat.


Hambatan mobilitas fisik Setelah diberikan asuhan NIC Label: Terapi

b/d penurunan kekuatan keperawatan selama 3 x 24 jam Latihan: Ambulasi.

otot. diharapkan hambatan mobilitas 1. Beri pasien pakaian

fisik dapat teratasi, dengan yang tidak

kriteria hasil: mengekang.

NOC Label: Koordinasi 2. Dorong untuk duduk

Pergerakan. di tempat tidur, di

1. Kontraksi kekuatan otot samping tempat tidur,

yang dipertahankan pada atau di kursi,

skala 4 dan ditingkatkan sebagaimana yang

pada skala 5. dapat ditoleransi

2. Kecepatan gerakan yang pasien.

dipertahankan pada skala 3. Instruksikan

4 dan ditingkatkan pada ketersediaan


skala 5. perangkat pendukung,

jika perlu.

3. Keseimbangan gerakan 4. Instruksikan pasien

yang dipertahankan pada untuk memposisikan

skala 4 dan ditingkatkan diri sepanjang proses

pada skala 5. pemindahan.

5. Bantu pasien untuk

NOC Label: Kemampuan berpindah, sesuai

berpindah. kebutuhan.

1. Berpindah dari tempat

tidur ke kursi yang NIC Label: Manajemen

dipertahankan pada skala Lingkungan.

4 dan ditingkatkan pada 1. Ciptakan lingkungan

skala 5. yang aman bagi

2. Berpindah dari kursi ke pasien.

tempat tidur yang 2. Singkirkan bahaya

dipertahankan pada skala lingkungan

4 dan ditingkatkan pada (misalnya, karpet

skala 5. yang longgar dan

3. Berpindah dari kursi ke kecil, furnitur yang

kursi yang dipertahankan dapat dipindahkan).

pada skala 4 dan 3. Lindungi pasien

ditingkatkan pada skala 5. dengan pegangan


pada sisi/bantalan di

sisi ruangan yang

sesuai.

4. Sediakan tempat

tidur dengan

ketinggian yang

rendah, yang sesuai.

5. Sediakan tempat

tidur dan lingkungan

yang bersih dan

nyaman.
Kerusakan integritas kulit Setelah diberikan asuhan NIC Label: Pengecekan

b/d tekanan pada tonjolan keperawatan selama 3 x 24 jam Kulit.

tulang. diharapkan kerusakan 1. Periksa kulit dan

integritas kulit dapat teratasi, selaput lendir terkait

dengan kriteria hasil: dengan adanya

NOC Label: Integritas kemerahan,

Jaringan: Kulit & Membran kehangatan ekstrim,

Mukosa. edema, atau drainase.

1. Suhu kulit yang 2. Amati warna,

dipertahankan pada skala kehangatan, bengkak,

4 dan ditingkatkan pada pulsasi, tekstur,

skala 5. edema, dan ulserasi

2. Sensasi yang pada ekstremitas.


dipertahankan pada skala 3. Periksa kondisi luka

4 dan ditingkatkan pada operasi, dengan tepat.

skala 5. 4. Monitor warna dan

3. Elastisitas yang suhu kulit.

dipertahankan pada skala 5. Monitor kulit untuk

4 dan ditingkatkan pada adanya ruam dan

skala 5. lecet.

4. Integritas kulit yang 6. Monitor kulit untuk

dipertahankan pada skala adanya kekeringan

4 dan ditingkatkan pada yang berlebihan dan

skala 5. kelembaban.

5. Pigmentasi abnormal yang 7. Monitor infeksi,

dipertahankan pada skala terutama dari daerah

4 dan ditingkatkan pada edema.

skala 5. 8. Lakukan langkah-

6. Nekrosis yang langkah untuk

dipertahankan pada skala mencegah kerusakan

4 dan ditingkatkan pada lebih lanjut

skala 5. (misalnya, melapisi

kasur, menjadwalkan

reposisi).

NIC Label: Perawatan


Luka.

1. Monitor karakteristik

luka, termasuk

drainase, warna,

ukuran, dan bau.

2. Bersihkan dengan

normal saline atau

pembersih yang tidak

beracun, dengan

tepat.

3. Berikan rawatan

insisi pada luka, yang

diperlukan.

4. Pertahankan teknik

balutan steril ketika

melakukan perawatan

luka, dengan tepat.

5. Ganti balutan sesuai

dengan jumlah

eksudat dan drainase.


Risiko Infeksi NOC NIC
Definisi : Rentan 1. Kontrol Resiko 1. Kontrol Resiko
mengalami invasi dan a. Mengidentifikasi a. Bersihkan
multiplikasi organisme factor resiko (5) lingkungan
patogenik yang dapat secara konsisten dengan baik
mengganggu kesehatan. menunjukkan setelah dipakai
Faktor Risiko b. Mengenali factor pasien lain
1. Kurang resiko individu (5) b. Pertahankan
pengetahuan untuk secara konsisten teknik isolasi
menghindari menunjukkan c. Batasi
pemajanan c. Memonitor factor pengunjung bila
pathogen resiko di lingkungan perlu
2. Malnutrisi (5) secara konsisten d. Instruksikan pada
3. Obesitas menunjukkan pengunjung
4. Penyakit kronis d. Memonitor factor untuk mencuci
(mis., diabetes resiko individu (5) tangan saat
mellitus) secara konsisten berkunjung dan
5. Prosedur invasive menunjukkan setelah
Pertahanan Tubuh Primer e. Mengembangkan berkunjung
Tidak Adekuat strategi yang efektif meninggalkan
1. Gangguan integritas dalam mengontrol pasien
kulit resiko (5) secara e. Gunakan sabun
2. Gangguan peristalsis konsisten antimikrobia
3. Merokok menunjukkan untuk cuci tangan
4. Pecah ketuban dini f. Mengenali perubahan f. Cuci tangan
5. Pecah ketuban status kesehatan (5) setiap sebelum
lambat secara konsisten dan setelah
6. Penurunan kerja menunjukkan tindakan
siliaris keperawatan
7. Perubahan pH g. Gunakan baju,
sekresi sarung tangan
8. Stasis cairan tubuh sebagai
Pertahanan tubuh sekunder pelindung
tidak adekuat h. Pertahankan
1. Imunosupresi lingkungan
2. Leukopenia aseptic selama
3. Penurunan pemasangan alat
hemoglobin i. Ganti letak IV
4. Supresi respons perifer dan line
inflamasi (mis., central dan
interleukin 6 [IL-6], dressing sesuai
C-reactive protein dengan petunjuk
[CRP]) umum
5. Vaksinasi tidak j. Pastikan teknik
adekuat perawatan luka
Pemajanan Terhadap yang tepat
Patogen Lingkungan k. Gunakan kateter
Meningkat intermitten untuk
1. Terpajan pada wabah menurunkan
infeksi kandung
kencing
l. Tingkatkan
intake nutrisi
m. Berikan terapi
antibiotic bila
perlu infection
protection
(proteksi
terhadap infeksi)
n. Monitor tanda
dan gejala infeksi
sistemik dan
local
o. Monitor hitung
granulosit, WBC
p. Monitor
kerentanan
terhadap infeksi
q. Batasi
pengunjung
r. Pertahankan
teknik asepsis
pada pasien yang
beresiko
s. Inspeksi kulit dan
membrane
mukosa terhadap
kemerahan,
panas, drainase
t. Inspeksi kondisi
luka/insisi bedah
u. Dorong masukan
nutrisi yang
cukup
v. Dorong masukan
cairan
w. Dorong istirahat
x. Instruksikan
pasien untuk
minum antibiotic
sesuai resep
y. Ajarkan pasien
dan keluarga
tanda dan gejala
infeksi
z. Ajarkan cara
menghindari
infeksi.
Ketidak seimbangan NOC : NIC :
nutrisi kurang dari 1. 2. Manajemen
kebutuhan tubuh a. Asupan gizi (5) tidak Gangguan Makan
Definisi : Intake nutrisi tidak menyimpang. a. Kolaborasi dengan
cukup untuk keperluan b. Asupan makanan (5) tim kesehatan lain
metabolisme tubuh. tidak menyimpang. utuk
Batasan karakteristik : c. Asupan cairan (5) mengembangkan
1. Berat badan 20 % tidak menyimpang. rencana
atau lebih di bawah d. Energy (5) tidak keperawatan
ideal menyimpang. dengan melibatkan
2. Bising usus e. Rasio BB/TB (5) tidak klien dan orang –
hiperaktif menyimpang. orang terdekat
3. Cepat kenyang 2. Status Nutrisi: Asupan dengan tepat
setelah makan Nutrisi b. Rundingkan
4. Diare a. Asuan kalori (5) dengan tim dan
5. Gangguan sensasi sepenuhnya adekuat. klien untuk
rasa b. Asupan protein (5) mengatur target
6. Kehilangan rambut sepenuhnya adekuat. pencapaian berat
berlebihan c. Asupan lemak (5) badan jika berat
7. Kelemahan otot sepenuhnya adekuat. badan klien tidak
pengunyah d. Asupan karbohidrat (5) berada dalam
8. Kelemahan otot sepenuhnya adekuat. rentang berat badan
untuk menelan e. Asupan serat (5) yang
9. Kerapuhan kapiler sepenuhnya adekuat. direkomendasikan
10. Kesalahan informasi f. Asupan vitamin (5) sesuai umur dan
11. Kesalahan persepsi sepenuhnya adekuat. bentuk tubuh
12. Ketidakmampuan 3. Nafsu Makan c. Tentukan
memakan makanan a. Hasrat/ keingian untuk pencapaian berat
13. Kram abdomen makan (5) tidak badan harian sesuai
14. Kurang informasi terganggu. keinginan
15. Kurang minat pada b. Menyenangi makanan d. Rundingkan
makanan (5) tidak terganggu. dengan ahli gizi
16. Membran mukosa c. Merasakan (5) tidak dengan
pucat terganggu. menuntukan
17. Nyeri abdomen d. Energi untuk makan (5) asupan kalori
18. Penurunan BB tidak terganggu. harian yang
dengan asupan e. Intake Nutrisi (5) tidak diperlukan untuk
makanan adekuat terganggu. mempertahankan
19. Sariawan rongga f. Rangsangan untuk berat badan yang
mulut. makan (5) tidak sudah ditentukan
20. Tonus otot menurun. terganggu. e. Ajarkan dan
Faktor-faktor yang dukung konsep
berhubungan : nutrisi yang baik
1. Faktor biologis dengan klien (dan
2. Faktor ekonomi orang terdekat
3. Gangguan klien dengan tepat)
psikososial
4. Ketidakmampuan
makan
5. Ketidakmampuan
mencerna makanan
6. Ketidakmampuan
mengabsorpsi
nutrient
7. Kurang asupan
makan

(Sumber: Moorhead, Sue., et al., 2013 & Bulechek, Gloria. M., et al., 2013)

D. EVALUASI
A. Nyeri akut b/d agens cedera fisik.
1) Nyeri yang dilaporkan dipertahankan pada skala 4 dan ditingkatkan pada

skala 5.
2) Ekspresi nyeri wajah yang dipertahankan pada skala 4 dan ditingkatkan

pada skala 5.

3) Tekanan darah yang dipertahankan pada skala 4 dan ditingkatkan pada

skala 5.

B. Hambatan mobilitas fisik b/d kerusakan integritas struktur tulang.


1) Kontraksi kekuatan otot yang dipertahankan pada skala 4 dan ditingkatkan

pada skala 5.

2) Kecepatan gerakan yang dipertahankan pada skala 4 dan ditingkatkan pada

skala 5.

3) Keseimbangan gerakan yang dipertahankan pada skala 4 dan ditingkatkan

pada skala 5.

C. Kerusakan integritas kulit b/d tekanan pada tonjolan tulang.


1) Suhu kulit yang dipertahankan pada skala 4 dan ditingkatkan pada skala 5.

2) Sensasi yang dipertahankan pada skala 4 dan ditingkatkan pada skala 5.

3) Elastisitas yang dipertahankan pada skala 4 dan ditingkatkan pada skala 5.

4) Integritas kulit yang dipertahankan pada skala 4 dan ditingkatkan pada

skala 5.

D. Ketidakseimbangan nutrisi: Kurang dari kebutuhan tubuh b/d faktor biologis.


1) Asupan gizi (5) tidak menyimpang.
2) Asupan makanan (5) tidak menyimpang.
3) Asupan cairan (5) tidak menyimpang.
4) Energy (5) tidak menyimpang.
5) Rasio BB/TB (5) tidak menyimpang.
E. Risiko infeksi b/d gangguan integritas kulit.
1) Mengidentifikasi factor resiko (5) secara konsisten menunjukkan
2) Mengenali factor resiko individu (5) secara konsisten menunjukkan
3) emonitor factor resiko di lingkungan (5) secara konsisten menunjukkan

DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, Gloria. M., et al. (2013). Nursing Interventions Classification (NIC). Sixth
Edition. United States of America: Elsevier.
Doenges, M. E. (2014). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan
Keperawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta: EGC.
Dwisang, E. L. (2014). Anatomi dan Fisiologi untuk Perawat dan Paramedis.
Tanggerang Selatan: BINARUPA AKSARA.
Helmi, N. Z. (2013). Trigger Finger. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta:
Salemba Medika.
Mansjoer, A. (2014). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 4. Jakarta: Media Aesculapius.
Moorhead, Sue., et al. (2013). Nursing Outcomes Classification (NOC). Fifth Edition.
United States of America: Elsevier.
Muttaqin, A. (2008). Asuhan Keperawatan Perioperatif Konsep, Proses, dan Aplikasi.
Jakarta: Salemba Medika.
NANDA. 2017. Diagnosis Keperawatan Definisi Dan Klasifikasi 2018-2020. Jakarta :
EGC.

Price, S. A. (2012). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6.


Jakarta: EGC.
Wijaya, A. S.,& Putri, Y. M. (2013). Keperawatan Medikal Bedah 2, Keperawatan
Dewasa Teori, dan Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medika.

Anda mungkin juga menyukai