Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA KLIEN DENGAN OSTEOPOROSIS DI RUANG RAWAT


JALAN ORTHOPEDI RSD Dr. SOEBANDI JEMBER

LAPORAN PENDAHULUAN

disusun guna memenuhi tugas pada Program Pendidikan Profesi Ners (P3N)
Stase Keperawatan Medikal Bedah (KMB)

oleh

NIM 112311101017

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2015
A. REVIEW ANATOMI DAN FISIOLOGI
1. Anatomi Tulang
Sistem muskuloskeletal merupakan penunjang bemtuk tubuh dan
bertanggung jawab terhadap pergerakan. Komponen utama sistem
muskuloskeletal adalah jaringan ikat. Sistem ini terdiri dari tulang, sendi, otot
rangka, tendon, ligamen, bursa, dan jaringan-jaringan khusus yang
menghubungkan struktur-struktur ini (Price & Wilson, 2005).
Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat
melekatnya otot-otot yang menggerakkan kerangka tubuh. Ruang di tengah
tulang-tulang tertentu berisi jaringan hematopoietik, yang membentuk berbagai
sel darah merah. Tulang juga merupakan tempat primer untuk menyimpan dan
mengatur kalsium dan fosfat (Price & Wilson, 2005).
Komposisi jaringan tulang menurut Sloane (2003) dan Price & Wilson (2005)
adalah sebagai berikut:
a. Tulang terdiri dari sel-sel dan matriks ekstraseluler. Sel-sel tersebut
adalah:
1) Osteosit : sel-sel yang mengisi lakuma dalam matriks, osteosit
bertindak sebagai suatu lintasan untuk pertukaran kimiawi melalui
tulang yang padat.
2) Osteoblas : menyintesis unsur-unsur organik tulang. Sel ini
bertanggungjawab untuk pembentukan tulang-tulang baru selama
pertumbuhan, perbaikan, dan membentuk kembali tulang. Osteoblas
membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe I dan proteoglikan
sebagai matrik tulang atau jaringan osteoid melalui suatu poses yang
disebut osifikasi. Ketika sedang aktif menghasilkan jaringan osteoid,
osteoblas mensekresikan sejumlah besar fosfatase alkali, yang
memegang peranan penting dalam mendapatkan kalsium dan fosfat ke
dalam matriks tulang.
3) Osteoklas : sel-sel yang bertanggungjawab untuk menghancurkan
tulang. Osteoklas adalah sel-sel besar berinti banyak yang
memungkinkan mineral dan matriks tulang dapat diabsorpsi. Sel-sel ini
mengandung enzim proteolitik yang memecahkan matriks dan
beberapa asam yang melarutkan mineral tulang, sehingga kalsium dna
fosfat terlepas ke dalam aliran darah.
b. Matriks Tulang
Tersusun atas serat-serat kolagen organik yang tertanam pada substansi
dasar dan garam-garam anorganik tulang seperti fosfor dan kalsium.
c. Kedua Jenis jaringan Tulang
1) Tulang Cancellus (berongga) tersusun dari batang-batang tulang halus
dan ireguler yang bercabang dan saling bertumpang tindih untuk
membentuk jaring-jaring spikula tulang dengan rongga-rongga yang
mengandung sumsum.
2) Tulang Kompak adalah jaringan yang tersusun rapat terutama
ditemukan sebagai lapisan di atas jaringan tulang cancellus.
Porositasnya bergantung pada saluran mikroskopik (kanakuli) yang
mengandung pembuluh darah, yang berhubungan dengan saluran
Havers. Saluran Havers yaitu suatu saluran yang sejajar dengan sumbu
tulang, di dalam saluran terdapat pembuluh-pembuluh darah dan saraf.
Disekeliling sistem havers terdapat lamela-lamela yang konsentris dan
berlapis-lapis. Lamela adalah suatu zat interseluler yang berkapur.
Pada lamela terdapat rongga-rongga yang disebut lacuna. Di dalam
lacuna terdapat osteosit. Dari lacuna keluar menuju ke segala arah
saluran-saluran kecil yang disebut canaliculi yang berhubungan
dengan lacuna lain atau canalis Havers. Canaliculi penting dalam
nutrisi osteosit. Di antara sistem Havers terdapat lamela interstitial
yang lamella-lamelanya tidak berkaitan dengan sistem Havers.
Pembuluh darah dari periostem menembus tulang kompak melalui
saluran volkman dan berhubungan dengan pembuluh darah saluran
Havers. Kedua saluran ini arahnya saling tegak lurus. Dan tulang spons
tidak mengandung sistem Havers
Gambar 1. Sel-sel dalam tulang
Osteogenesis (pertumbuhan dan perkembangan tulang) merupakan suatu
proses pembentukan tulang dalam tubuh. Jenis pembentukan tulang menurut
Sloane (2003) adalah sebagai berikut:
a. Osifikasi intramembranosa
Terjadi secara langsung dalam jaringan mesenkim janin dan melibatkan
proses penggantian membram (mesenkim) yang sudah ada. Misalnya pada
tulang pipih seperti tulang-tulang tengkorak. Penulangan ini secara
langsung tidak akan terulang lagi.
b. Osifikasi endokondral
Proses pembentukan tulang yang terjadi dimana sel-sel mesenkim
berdiferensiasi lebih dulu menjadi kartilago (jaringan rawan) lalu
berubah menjadi jaringan tulang, misal proses pembentukan tulang
panjang, ruas tulang belakang, dan pelvis. Proses osifikasi ini
bertanggungjawab pada pembentukan sebagian besar tulang manusia.
Pada proses ini sel-sel tulang (osteoblas) aktif membelah dan muncul di
bagian tengah dari tulang rawan yang disbeut center osifikasi. Osteoblas
selanjutnya berubah menjadi osteosit, sel-sel tulang dewasa ini tertanam
dengan kuat pada mtariks tulang.
Reorganisasi tulang yaitu tulang mempertahankan bentuk eksternalnya
selama masa pertumbuhan akibat proses reorganisasi konstan, disertai proses
pengerasan tulang (oleh osteoblas) dan proses resorpsi (oleh osteoklas) yang
terjadi pada permukaan dan di dalam tulang (Sloane, 2003).
Tulang adalah jaringan plastik yang hidup dan mengadaptasikan bentuk dan
arsitekturnya terhadap stres, aktivitas, saat pemakaian, saat tidak dipakai, dan
penyakit melalui keseimbangan kerja osteoblas dan osteoklas, yang dikendalikan
oleh faktor-faktor hormon dan nutrisi. Hormon yang mempengaruhi proses
pertumbuhan juga reorganisasi kehidupan adalah hormon pertumbuhan, hormon
tiroid, kalsitonin, hormon paratiroid, dan hormon kelamin (androgen dan
esterogen). Faktor nutrisi yang penting untuk pertumbuhan dan perkembangan
tulang yang sempurna meliputi kalsium, fosfpr, dan vitamin A dan D (Sloane,
2003).
Osifikasi atau yang disebut dengan proses pembentukan tulang telah bermula
sejak umur embrio 6-7 minggu dan berlangsung sampai dewasa. Osifikasi dimulai
dari sel-sel mesenkim memasuki daerah osifikasi, bila daerah tersebut banyak
mengandung pembuluh darah akan membentuk osteoblas, bila tidak mengandung
pembuluh darah akan membentuk kondroblas.
Pembentukan tulang rawan terjadi segera setelah terbentuk tulang rawan
(kartilago). Mula-mula pembuluh darah menembus perichondrium di bagian
tengah batang tulang rawan, merangsang sel-sel perichondrium berubah menjadi
osteoblas. Osteoblas ini akan membentuk suatu lapisan tulang kompakta,
perichondrium berubah menjadi periosteum. Bersamaan dengan proses ini pada
bagian dalam tulang rawan di daerah diafisis yang disebut juga pusat osifikasi
primer, sel-sel tulang rawan membesar kemudian pecah sehingga terjadi kenaikan
pH (menjadi basa) akibatnya zat kapur didepositkan, dengan demikian
terganggulah nutrisi semua sel-sel tulang rawan dan menyebabkan kematian pada
sel-sel tulang rawan ini.
Kemudian akan terjadi degenerasi (kemunduran bentuk dan fungsi) dan
pelarutan dari zat-zat interseluler (termasuk zat kapur) bersamaan dengan
masuknya pembuluh darah ke daerah ini, sehingga terbentuklah rongga untuk
sumsum tulang.
Pada tahap selanjutnya pembuluh darah akan memasuki daerah epiphise
sehingga terjadi pusat osifikasi sekunder, terbentuklah tulang spongiosa. Dengan
demikian masih tersisa tulang rawan dikedua ujung epifise yang berperan penting
dalam pergerakan sendi dan satu tulang rawan di antara epifise dan diafise yang
disebut dengan cakram epifise.
Selama pertumbuhan, sel-sel tulang rawan pada cakram epifise terus-menerus
membelah kemudian hancur dan tulang rawan diganti dengan tulang di daerah
diafise, dengan demikian tebal cakram epifise tetap sedangkan tulang akan
tumbuh memanjang. Pada pertumbuhan diameter (lebar) tulang, tulang didaerah
rongga sumsum dihancurkan oleh osteoklas sehingga rongga sumsum membesar,
dan pada saat yang bersamaan osteoblas di periosteum membentuk lapisan-lapisan
tulang baru di daerah permukaan.

B. OSTEOPOROSIS
1. Definisi
Secara harfiah kata osteo berarti tulang dan kata porosis berarti berlubang atau
dalam istilah populer adalah tulang keropos. Zat kapur, kalsium adalah mineral
terbanyak dalam tubuh kurang lebih 98% kalsium dalam tubuh terdapat di dalam
tulang. Osteoporosis adalah penyakit dimana tulang menjadi rapuh dan mudah
patah dimana biasanya yang sering mengalami kerusakan adalah pinggul, tulang
belakang, dan pergelangan tangan (National Institute of Arthritis and
Musculoskeletal and Skin Disease, 2014). Keadaan tersebut tidak memberikan
keluhan klinis kecuali apabila telah terjadi fraktur (Thief in the night).
Osteoporosis adalah hilangnya massa tulang dan bukan perubahan
kandungan-kandungannya. Keadaan ini ditandai oleh meningkatnya risiko fraktur
akibat kerapuhan tulang (Rubenstein et al, 2007). Osteoporosis adalah densitas
tulang 2,5 standar deviasi di bawah rata-rata bagi wanita dewasa kulit putih
(WHO dalam Rubenstein et al, 2007).
Osteoporosis adalah hal yang sering dijumpai dan menjadi predisposisi untuk
terjadinya fraktur tulang akibat adanya penurunan kuantitatif dan kedua
komponen matriks tulang yaitu osteoid dan hidroksipati (Davey, 2005).
Osteoporosis adalah penurunan massa tulang disebabkan karena peningkatan
resorbsi tulang yang melebihi yang melebihi pembentukan tulang (Price &
Wilson, 2005).
Definisi osteoporosis dapat disimpulkan dari beberapa definisi tersebut adalah
penyakit hilangnya massa tulang akibat adanya penurunan kuantitatif dan kedua
matriks tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah dan meningkatnya
risiko terjadi fraktur.

Gambar 3. Sebelah kiri adalah Gambar tulang normal dan sebelah kanan adalah
gambar tulang dengan osteoporosis

2. Faktor Risiko
Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab atau faktor-faktor yang berisiko
terkena osteoporosis, antara lain:
a. Riwayat Keluarga
Seseorang termasuk berisiko tinggi bila orang tuanya juga menderita
osteoporosis. Faktor genetik ini terutama berpengaruh pada ukuran dan
densitas tulang. Wanita yang mempunyai ibu pernah mengalami patah
tulang panggul, dalam usia tua akan dua kali lebih mudah terkena patah
tulang yang sama. Disamping itu keluarga juga berpengaruh dalam hal
kebiasaan makan dan aktifitas fisik.
b. Jenis Kelamin
Osteoporosis lebih banyak terjadi pada wanita. Hal ini disebabkan
pengaruh hormon estrogen yang mulai menurun kadarnya dalam tubuh
sejak usia 35 tahun. Selain itu, wanita pun mengalami menopause yang
dapat terjadi pada usia 45 tahun. Pada wanita postmenopause kerapuhan
tulang terjadi lebih cepat dibandingkan dengan pembentukkan tulang.
c. Usia
Kehilangan masa tulang meningkat seiring dengan meningkatnya usia.
Semakin bertambah usia, semakin besar risiko mengalami osteoporosis
karena tulang menjadi berkurang kekuatan dan kepadatannya.
Berkurangnya massa tulang mulai terjadi setelah usia antara 30 sampai
35 tahun. Patah tulang meningkat pada wanita usia >45 tahun, sedangkan
pada laki-laki patah tulang baru meningkat pada usia >75 tahun.
Penyusutan massa tulang sampai 3-6% pertahun terjadi pada 5-10 tahun
pertama pascamenopause. Pada usia lanjut penyusutan terjadi sebanyak
1% per tahun. Namun, pada wanita yang memiliki faktor risiko
penyusutan dapat terjadi hingga 3% per tahun. Selain itu, pada usia lanjut
juga terjadi penurunan kadar 1,25 (OH)2D yang disebabkan oleh
kurangnya masukan vitamin D dalam diet, gangguan absorpsi vitamin D,
dan berkurangnya vitamin D dalam kulit.
d. Aktifitas Fisik
Kurang kegiatan fisik menyebabkan sekresi Ca yang tinggi dan
pembentukan tulang tidak maksimum. Namun aktifitas fisik yang terlalu
berat pada usia menjelang menopause justru dapat menyebabkan
penyusutan tulang. Kurang berolahraga juga dapat menghambat proses
pembentukan tulang sehingga kepadatan massa tulang akan berkurang.
Semakin banyak bergerak dan olah raga, maka otot akan memacu tulang
untuk membentuk massa. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa
akivitas fisik seperti berjalan kaki pada dasarnya memberikan pengaruh
melindungi tulang dan menurunkan demineralisasi tulang karena
pertambahan umur. Hasil penelitian Recker et.al dalam Groff dan
Gropper (2000), membuktikan bahwa aktifitas fisik berhubungan dengan
penambahan kepadatan tulang spinal[19,20]. Aktivitas fisik harus
mempunyai unsur pembebanan pada tubuh atau anggota gerak dan
penekanan pada aksis tulang untuk meningkatkan respon osteogenik dari
estrogen.
e. Status Gizi
Zat gizi dan gaya hidup juga mempengaruhi kondisi tulang, meskipun hal
ini mungkin lebih berhubungan dengan variabel luar seperti zat gizi dan
aktifitas fisik yang tidak teratur. Perawakan kurus cenderung memiliki
bobot tubuh cenderung ringan merupakan faktor risiko terjadinya
kepadatan tulang yang rendah. Hubungan positif terjadi bila berat badan
meningkat dan kepadatan tulang juga meningkat.
f. Kebiasaan Konsumsi Asupan Kalsium
Kalsium (Ca), fosfor (P), dan magnesium (Mg) merupakan komponen
utama pembentuk tulang. Sebagai mineral terbanyak, berat Ca yang
terdapat pada kerangka tulang orang dewasa kurang lebih 1 kilogram.
Penyimpanan mineral dalam tulang akan mencapai puncaknya (Peak
Bone Mass atau PBM) sekitar umur 20-30 tahun. Pada priode PBM ini
jika massa tulang tercapai dengan kondisi maksimal akan dapat
menghindari terjadinya osteoporosis pada usia berikutnya. Pencapaian
PBM menjadi rendah jika individu kurang berolahraga, konsumsi Ca
rendah, merokok, dan minum alkohol. Kalsium dan vitamin D
dibutuhkan untuk pertumbuhan tulang yang kuat. Kalsium juga sangat
penting untuk mengatur kerja jantung, otot, dan fungsi saraf. Semakin
bertambahnya usia, tubuh akan semakin berkurang pula kemampuan
menyerap kalsium dan zat gizi lain. Oleh karena itu, pria dan wanita
lanjut usia membutuhkan konsumsi kalsium yang lebih banyak.
Konsumsi Ca yang dianjurkan National Osteoporosis Foundation (NOF)
adalah 1000 mg untuk usia 19-50 th dan 1200mg untuk usia 50th keatas.
Sumber - sumber kalsium terdapat pada susu, keju, mentega, es krim,
yoghurt dan lain – lain.
g. Kebiasaan Merokok
Wanita yang mempunyai kebiasaan merokok sangat rentan terkena
osteoporosis karena zat nikotin di dalamnya mempercepat penyerapan
tulang dan juga membuat kadar dan aktivitas hormon estrogen dalam
tubuh berkurang sehingga susunan sel tulang tidak kuat dalam
menghadapi proses pembentukan tulang.
h. Penyakit Diabetes Mellitus
Orang yang mengidap DM lebih mudah mengalami osteoporosis.
Pemakaian insulin merangsang pengambilan asam amino ke sel tulang
sehingga meningkatkan pembentukkan kolagen tulang, akibatnya orang
yang kekurangan insulin atau resistensi insulin akan mudah terkena
osteoporosis. Kontrol gula yang buruk juga akan memperberat
metabolisme vitamin D dan osteoporosis.

3. Etiologi
Menurut etiologinya osteoporosis dapat dikelompokkan dalam osteoporosis
primer dan osteoporosis sekunder (Rubenstein, 2007). Osteoporosis primer terjadi
akibat kekurangan massa tulang yang terjadi karena faktor usia secara alami.
Osteoporosis primer ini terdiri dari dua bagian:
1. Tipe I (Post Menopausal)
Terjadi 15-20 tahun setelah menopause (usia 53-75 tahun). Ditandai oleh
fraktur tulang belakang tipe crush, Colles’fracture, dan berkurangnya gigi
geligi. Hal ini disebabkan luasnya jaringan trabekular pada tempat
tersebut, dimana jaringan trabekular lebih responsif terhadap defisiensi
estrogen.

2. Tipe II (Senile)
Terjadi pada pria dan wanita usia ≥70 tahun. Ditandai oleh fraktur panggul
dan tulang belakang tipe wedge. Hilangnya massa tulang kortikal terbesar
terjadi pada usia tersebut.
3. Osteoporosis sekunder dapat terjadi pada tiap kelompok umur yang
disebabkan oleh penyakit atau kelainan tertentu, atau dapat pula akibat
pemberian obat yang mempercepat pengeroposan tulang. Contoh
penyebab osteoporosis sekunder antara lain gagal ginjal kronis,
hiperparatiroidisme (hormon paratiroid yang meningkat), hipertirodisme
(kelebihan horman gondok), hipogonadisme (kekurangan horman seks),
multiple mieloma, malnutrisi, faktor genetik, dan obat-obatan.
4. Osteoporosis juvenil idiopatik merupakan jenis osteoporosis yang
penyebabnya tidak diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa
muda yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang normal, kadar vitamin
yang normal, dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang
( Junaidi, 2007).

4. Stadium Osteoporosis
Ada beberapa stadium osteoporosis menurut Waluyo (2009) diantaranya:
a. Pada stadium 1, tulang bertumbuh cepat, yang dibentuk masih lebih banyak
dan lebih cepat daripada tulang yang dihancurkan. Ini biasanya terjadi pada
usia 30-35 tahun.
b. Pada stadium 2, umumnya pada usia 35-45 tahun, kepadatan tulang mulai
turun (osteopenia).
c. Pada stadium 3, usia 45-55 tahun, fraktur bisa timbul sekalipun hanya dengan
sentuhan atau benturan ringan.
d. Pada stadium 4, biasanya diatas 55 tahun, rasa nyeri yang hebat akan timbul
akibat patah tulang. Klien tidak bisa bekerja, bergerak, bahkan mengalami
stres dan depresi

5. Manifestasi Klinik
Tanda khas dari osteoporosis adalah fraktur yang terjadi akibat trauma ringan
(pada tulang radius distal, fraktur colles, atau kolum femur) atau bahkan tanpa
trauma sama sekali, misalnya fraktur (baji atau crush) pada vertebra daerah
torakal, menyebabkan berkurangnya tinggi badan, kifosis tulang punggung yang
berlebih (punuk janda), dan nyeri (Davey, 2005).
Jadi, seseorang dengan osteoporosis biasanya akan memberikan keluhan atau
gejala sebagai berikut:
1. Tinggi badan berkurang
2. Bungkuk atau bentuk tubuh berubah
3. Patah tulang
4. Nyeri bila ada patah tulang (Tandra, 2009).

6. Patofisiologi
Tulang tidak hanya berfungsi sebagai stabilitator, tetapi juga sebagai
cadangan kalsium, fosfat, magnesium, natrium, kalium, laktat, dan sitrat. Kalsium
merupakan mineral yang sangat penting bagi tubuh. Bila terjadi kekurangan
kalsium tubuh, kadar kalsium dapat dipertahankan stabil melalui mobilisasi
kalsium dari tulang (Price & Wilson, 2005).

Tulang mengalami proses resorpsi dan formasi secara terus menerus yang
disebut sebagai remodelling tulang. Proses remodelling tulang merupakan proses
mengganti tulang yang sudah tua atau rusak, diawali dengan resorpsi atau
penyerapan tulang oleh osteoklas dan diikuti oleh formasi atau pembentukan
tulang oleh osteoblas.
Proses remodelling diawali dengan pengaktifan osteoklast oleh sitokin
tertentu. Sitokin yang berasal dari monosit-monosit dan yang berasal sel-sel
osteoblast (sel induk) itu sendiri sangat berperan pada aktivitas osteoklas.
Estrogen mengurangi aktivitas osteoklas, sedangkan bila kekurangan estrogen
meningkatkan aktivitas osteoklas. Enzim proteolitik, seperti kolagen membantu
osteoklas dalam proses pembentukkan tulang (Guyton, 20007).

Pada tahap resorpsi, osteoklas bekerja mengkikis permukaan daerah tulang


yang perlu diganti. Proses resorpsi ini ditandai dengan pelepasan berbagai
metabolit yang sebagian dapat dipergunakan sebagai pertanda (marker) untuk
menasah tingkat proses dinamisasi tulang. Pada proses pembentukkan osteoblast
mulai bekerja. Sel yang berasal dari sel mesenhim ini menyusun diri pada daerah
permukaan berongga dan membentuk matriks baru (osteosid) yang kelak akan
mengalami proses mineralisasi melalui pembentukkan kalsium hidroksiapetit dan
jaringan matrik kolagen (Rubenstein, 2007).

Dalam proses pembentukan tulang, hal yang sangat penting adalah


koordinasi yang baik antara osteoklas, osteoblas, dan sel-sel endotel. Selama
sistem ini berada dalam keseimbangan, pembentukkan dan penghancuran tulang
akan selalu seimbang. Pada usia reproduksi, di mana fungsi ovarium masih baik,
terdapat keseimbangan antara proses pembentukkan tulang (osteoblas) dan proses
laju pergantian tulang (osteoklas) sehingga tidak timbul pengeroposan tulang.
Namun, ketika memasuki usia klimakterium, keseimbangan antara osteoklas dan
osteobals mulai mengalami gangguan, fungsi osteoblas mulai menurun dan
pembentukkan tulang baru pun berkurang, sedangkan osteoklas menjadi hiperaktif
dan dengan sendirinya penggantian tulang berlangsung sangat cepat (high
turnover). Aktivitas osteoklas ditandai dengan terjadinya pengeluaran
hidroksiprolin dan piridinolincrosslink melalui kencing, serta asam fosfat dalam
plasma. Hormon paratiroid dan 1,25 (OH)2 vitamin D3 mengaktifkan osteoklas
sedangkan kalsitonin dan estradiol menghambat kerja osteoklas. Resopsi tulang
menyebabkan mobilisasi kalsium dan hal ini menyebabkan berkurangnya sekresi
hormon paratiroid akibatnya pembentukkan 1,25 (OH)2 vitamin D3 serta resorpsi
kalsium oleh usus berkurang (Guyton, 2007).

7. Pemeriksaan Khusus dan Penunjang


Pengukuran densitas tulang merupakan kriteria utama untuk menegakkan
diagnosis dan monitoring osteoporosis dengan densitometri, computed
tomography scan (CT Scan), atau ultrasound. Diagnosis osteoporosis dapat
dilakukan dengan cara anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Pada saat ini bakuan untuk diagnosis osteoporosis diperoleh dengan menggunakan
teknik Dual Energy X-ray Absorpsiometry (DXA) yang mengukur kepadatan
tulang sentral. kelangkaan dan mahalnya DXA untuk sementara dapat digantikan
dengan alat Ultrasound Densitometry atau Quantitative Ultrasound (QUS) yang
lebih murah, mudah dipindahkan dan tidak terdapat efek radiasi tetapi tidak dapat
mengukur secara langsung BMD[2].
Beberapa teknik yang dapat digunakan untuk mengukur kepadatan mineral
tulang adalah sebagai berikut :
a. Dual-Energy X-ray Absorptiometry (DEXA), menggunakan dua sinar–X
berbeda, dapat digunakan untuk mengukur kepadatan tulang belakang dan
pangkal paha. Sejumlah sinar-X dipancarkan pada bagian tulang dan
jaringan lunak yang dibandingkan dengan bagian yang lain. Tulang yang
mempunyai kepadatan tulang tertinggi hanya mengizinkan sedikit sinar-x
yang melewatinya. DEXA merupakan metode yang paling akurat untuk
mengukur kepadatan mineral tulang. DEXA dapat mengukur sampai 2%
mineral tulang yang hilang tiap tahun. Penggunaan alat ini sangat cepat
dan hanya menggunakan radiasi dengan dosis yang rendah tetapi lebih
mahal dibandingkan dengan metode ultrasounds. Satuan : gr/cm2.
Gambar 4. Dual-Energy X-ray Absorptiometry (DEXA)

Gambar 5. Figure 1 menunjukkan tes densitas tulang pada wanita tua yang sehat, dimana
angka pada grafik menunjukkan di zona hijau (normal), sedangkan Figure 2 menunjukkan
tes densitas tulang pada wanita tua dengan oseteoporosis, dimana angka pada grafik
menunjukkan di zona merah (osteoporosis)

Pemeriksaan DEXA dianjurkan pada menurut Rachman 92006) dan Setyohadi


(2006) adalah:
1. Wanita lebih dari 65 tahun dengan faktor risiko.
2. Pascamenopause dan usia < 65 tahun dengan minimal 1 faktor risiko
disamping menopause atau dengan fraktur.
3. Wanita pascamenopause yang kurus (Indek Massa Tubuh < 19 kg/m2).
4. Ada riwayat keluarga dengan fraktur osteoporosis.
5. Mengkonsumsi obat-obatan yang mempercepat timbulnya osteoporosis.
5. Menopause yang cepat (premature menopause).
6. Amenorrhoea sekunder > 1 tahun.
7. Kelainan yang menyebabkan osteoporosis seperti:
a) Anorexia nervosa
b) Malabsorpsi
c) Primary hyperparathyroid
d) Post-transplantasi
e) Penyakit ginjal kronis
f) Hyperthyroid
g) Immobilisasi yang lama
h) Cushing syndrom
9. Berkurangnya tinggi badan, atau tampak kiphosis.
b. Peripheral Dual-Energy X-ray Absorptiometry (P-DEXA), merupakan
hasil modifikasi dari DEXA. Alat ini mengukur kepadatan tulang anggota
badan seperti pergelangan tangan, tetapi tidak dapat mengukur kepadatan
tulang yang berisiko patah tulang seperti tulang belakang atau pangkal
paha. Jika kepadatan tulang belakang dan pangkal paha sudah diukur maka
pengukuran dengan P-DEXA tidak diperlukan. Mesin P-DEXA mudah
dibawa, menggunakan radiasi sinar-X dengan dosis yang sangat kecil dan
hasilnya lebih cepat dan konvensional dibandingkan DEXA. Satuan :
gr/cm2.
Gambar 6. Peripheral Energy X-ray Absorptiometry (P-DEXA)

c. Dual Photon Absorptiometry (DPA), menggunakan zat radioaktif untuk


menghasilkan radiasi. Dapat mengukur kepadatan mineral tulang belakang
dan pangkal paha, juga menggunakan radiasi sinar dengan dosis yang
sangat rendah tetapi memerlukan waktu yang cukup lama. Satuan : gr/cm2.
d. Ultrasounds, pada umumnya digunakan untuk tes pendahuluan. Jika
hasilnya mengindikasikan kepadatan mineral tulang rendah maka
dianjurkan untuk tes menggunakan DEXA. Ultrasounds menggunakan
gelombang suara untuk mengukur kepadatan mineral tulang, biasanya
pada telapak kaki. Sebagian mesin melewatkan gelombang suara melalui
udara dan sebagian lagi melalui air. Ultrasounds dalam penggunaannya
cepat, mudah dan tidak menggunakan radiasi seperti sinar-X. Salah satu
kelemahan ultrasounds adalah tidak dapat menunjukkan kepadatan mineral
tulang yang berisiko patah tulang karena osteoporosis. Penggunaan
ultrasounds juga lebih terbatas dibadingkan DEXA. Satuan : gr/cm2.
Gambar 7. Ultrasound

e. Quantitative Computed Tomography (QCT), adalah suatu model dari CT-


scan yang dapat mengukur kepadatan tulang belakang. Salah satu model
dari QCT disebut peripheral QCT (pQCT) yang dapat mengukur
kepadatan tulang anggota badan seperti pergelangan tangan. Pada
umumnya pengukuran dengan QCT jarang dianjurkan karena sangat
mahal, menggunakan radiasi dengan dosis tinggi dan kurang akurat
dibandingkan dengan DEXA, P-DEXA atau DPA. Satuan : gr/cm2.
Gambar 8. Quantitative Computed Tomography (QCT)

Hasil pengukuran kepadatan tulang dapat disajikan dalam beberapa bentuk,


yaitu :
a. T-score
T-score hasil pengukuran kepadatan tulang dibandingkan dengan nilai rata-
rata kepadatan tulang sehat pada umur 30 tahun. Nilai kepadatan mineral tulang
selanjutnya dilaporkan sebagai standar deviasi dari mean kelompok yang
direferensikan.
1. Nilai negatif (-) mengindikasikan bahwa tulang mempunyai kepadatan
yang lebih kecil dibandingkan dengan rata-rata kepadatan tulang sehat
pada usia 30 tahun.
2. Nilai positif (+) mengindikasikan bahwa tulang mempunyai kepadatan
mineral lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata kepadatan tulang sehat
pada usia 30 tahun.
Tabel 1 menunjukkan kepadatan tulang berdasarkan T-score menurut World
Health Organization (WHO).

Tabel 1. Kepadatan Tulang Berdasar T-Score


Kategori Nilai T-Score
Normal -1 ≤ SD < 2,5
Osteopenia -2,5 ≤ SD < -1
Osteoporosis < -2,5
Osteoporosis parah < -2,5 dan adanya satu atau lebih fraktur

b. Z-score.
Z-score menilai kepadatan tulang yang diperoleh dibandingkan dengan hasil
yang lain dari kelompok orang yang mempunyai umur, jenis kelamin dan ras yang
sama. Nilai Z-score hasil pengukuran kepadatan tulang diberikan dalam standar
deviasi (SD) dari nilai rata-rata kelompoknya. Nilai kepadatan mineral tulang
selanjutnya dilaporkan sebagai standar deviasi dari mean kelompok yang
direferensikan.
1. Nilai negatif (-) mengindikasikan bahwa tulang mempunyai kepadatan
yang lebih kecil dibandingkan dengan rata-rata kepadatan tulang yang lain
dalam kelompoknya.
2. Nilai positif (+) mengindikasikan bahwa tulang mempunyai kepadatan
mineral lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata kepadatan tulang yang
lain dalam kelompoknya.
Z-score direkomendasikan bagi pria dan wanita yang berusia muda serta anak-
anak. Penilaian kepadatan tulang dengan menggunakan Z-score disajikan menurut
International Society for Clinical Densitometry (ISCD) sebagaimana pada tabel 2.

Tabel 2. Kepadatan Tulang Berdasar Z-Score


Kategori Nilai T-Score
Normal ≥ -2 SD
Kepadatan tulang rendah < -2 SD
8. Pengobatan
Farmakologi
Secara teoritis osteoporosis dapat diobati dengan cara menghambat kerja
osteoklas dan atau meningkatkan kerja osteoblas. Akan tetapi saat ini obat-
obat yang beredar pada umumnya bersifat anti resorpsi. Yang termasuk obat
antiresorpsi misalnya: estrogen, kalsitonin, bisfosfonat. Sedangkan Kalsium
dan Vitamin D tidak mempunyai efek antiresorpsi maupun stimulator tulang,
tetapi diperlukan untuk optimalisasi meneralisasi osteoid setelah proses
pembentukan tulang oleh sel osteoblas (Setiyohadi, 2006).
1. Estrogen
Mekanisme estrogen sebagai antiresorpsi, mempengaruhi aktivitas sel
osteoblas maupun sel osteoklas, telah dibicarakan diatas. Pemberian
terapi estrogen dalam pencegahan dan pengobatan osteoporosis dikenal
sebagai Terapi Sulih Hormon (TSH). Estrogen sangat baik diabsorbsi
melalui kulit, mukosa vagina, dan saluran cerna. Efek samping estrogen
meliputi nyeri payudara (mastalgia), retensi cairan, peningkatan berat
badan, tromboembolisme, dan pada pemakaian jangka panjang dapat
meningkatkan risiko kanker payudara. Kontraindikasi absolut
penggunaan estrogen adalah:
kanker payudara, kanker endometrium, hiperplasi endometrium,
perdarahan uterus disfungsional, hipertensi, penyakit tromboembolik,
karsinoma ovarium, dan penyakit haid yang berat.
2. Bisfosfonat
Bisfosfonat merupakan obat yang digunakan untuk pengobatan
osteoporosis. Bifosfonat merupakan analog pirofosfat yang terdiri dari 2
asam fosfonat yang diikat satu sama lain oleh atom karbon. Bisfosfonat
dapat mengurangi resorpsi tulang oleh sel osteoklas dengan cara
berikatan dengan permukaan tulang dan menghambat kerja osteoklas
dengan cara mengurangi produksi proton dan enzim lisosomal di bawah
osteoklas.
3. Monoklonal antibodi RANK-Ligand
Seperti diketahu terjadinya osteoporosis akibat dari jumlah dan aktivitas
sel osteoklas menyerap tulang. Dalam hal ini secara biomolekuler
RANK-L sangat berperan. RANK-L akan bereaksi dengan reseptor
RANK pada osteoklas dan membentuk RANK- RANKL kompleks, yang
lebih lanjut akan mengakibatkan meningkatnya deferensiasi dan aktivitas
osteoklas. Untuk mencegah terjadinya reaksi tersebut digunakanlah
monoklonal antibodi (MAbs) dari RANK-L yang dikenal dengan:
denosumab. Besarnya dosis yang digunakan adalah 60 mg dalam 3 atau 6
bulan.
Latihan pembebanan (olahraga)
Olahraga merupakan bagian yang sangat penting pada pencegahan maupun
pengobatan osteoporosis. Program olahraga bagi penderita osteoporosis
sangat
berbeda dengan olahraga untuk pencegahan osteoporosis. Gerakan-gerakan
tertentu yang dapat meningkatkan risiko patah tulang harus dihindari.48 Jenis
olahraga yang baik adalah dengan pembebanan dan ditambah latihanlatihan
kekuatan otot yang disesuaikan dengan usia dan keadaan individu masing-
masing. Dosis olahraga harus tepat karena terlalu ringan kurang bermanfaat,
sedangkan terlalu berat pada wanita dapat menimbulkan gangguan pola haid
yang justru akan menurunkan densitas tulang. Jadi olahraga sebagai bagian
dari pola hidup sehat dapat menghambat kehilangan mineral tulang,
membantu mempertahankan postur tubuh dan meningkatkan kebugaran
secara umum untuk mengurangi risiko jatuh.

9. Pencegahan
Pencegahan penyakit osteoporosis sebaiknya dilakukan pada usia muda
maupun masa reproduksi. Berikut ini hal-hal yang dapat mencegah osteoporosis,
yaitu:
a. Asupan kalsium cukup
Mempertahankan atau meningkatkan kepadatan tulang dapat dilakukan
dengan mengkonsumsi kalsium yang cukup. Minum 2 gelas susu dan vitamin
D setiap hari, bisa meningkatkan kepadatan tulang pada wanita setengah baya
yang sebelumya tidak mendapatkan cukup kalsium. Sebaiknya konsumsi
kalsium setiap hari. Dosis yang dianjurkan untuk usia produktif adalah 1000
mg kalsium per hari, sedangkan untuk lansia 1200 mg per hari. Kebutuhan
kalsium dapat terpenuhi dari makanan sehari-hari yang kaya kalsium seperti
ikan teri, brokoli, tempe, tahu, keju dan kacang-kacangan.
Berikut adalah rekomendasi nutrisi kalsium dan vitamin D untuk
dikonsumsi setiap hari menurut National Academy of Sciences (2010) dalam
National Institute of Arthritis and Musculoskeletal and Skin Disease (2014) :

b. Paparan sinar matahari


Sinar matahari terutama UVB membantu tubuh menghasilkan vitamin D yang
dibutuhkan oleh tubuh dalam pembentukan massa tulang. Berjemurlah
dibawah sinar matahari selama 20-30 menit, 3x/minggu. Sebaiknya berjemur
dilakukan pada pagi hari sebelum jam 9 dan sore hari sesudah jam 4. Sinar
matahari membantu tubuh menghasilkan vitamin D yang dibutuhkan oleh
tubuh dalam pembentukan massa tulang (Ernawati, 2008).
c. Melakukan olahraga dengan beban
Selain olahraga menggunakan alat beban, berat badan sendiri juga dapat
berfungsi sebagai beban yang dapat meningkatkan kepadatan tulang.
Olahraga beban misalnya senam aerobik, berjalan dan menaiki tangga.
Olahraga yang teratur merupakan upaya pencegahan yang penting.
Tinggalkan gaya hidup santai, mulailah berolahraga beban yang ringan,
kemudian tingkatkan intensitasnya. Yang penting adalah melakukannya
dengan teratur dan benar. Latihan fisik atau olahraga untuk penderita
osteoporosis berbeda dengan olahraga untuk mencegah osteoporosis.
Latihan yang tidak boleh dilakukan oleh penderita osteoporosis adalah
sebagai berikut:
1) Latihan atau aktivitas fisik yang berisiko terjadi benturan dan
pembebanan pada tulang punggung. Hal ini akan menambah risiko patah
tulang punggung karena ruas tulang punggung yang lemah tidak mampu
menahan beban tersebut. Hindari latihan berupa lompatan, senam aerobik
dan joging.
2) Latihan atau aktivitas fisik yang mengharuskan membungkuk kedepan
dengan punggung melengkung. Hal ini berbahaya karena dapat
mengakibatkan cedera ruas tulang belakang. Juga tidak boleh melakukan
sit up, meraih jari kaki, dan lain-lain.
3) Latihan atau aktivitas fisik yang mengharuskan menggerakkan kaki
kesamping atau menyilangkan dengan badan, juga meningkatkan risiko
patah tulang, karena tulang panggul dalam kondisi lemah.
Berikut ini latihan olahraga yang boleh dilakukan oleh penderita osteoporosis:
Low Impact
1) Jalan kaki secara teratur, karena memungkinkan sekitar 4,5 km/jam
selama 50 menit, lima kali dalam seminggu. Ini diperlukan untuk
mempertahankan kekuatan tulang. Jalan kaki lebih cepat (6 km/jam) akan
bermanfaat untuk jantung dan paru-paru.
2) Aerobik ringan
3) Elips (jalan kaki menggunakan alat)
4) Naik tangga
5) Thai chi
6) Latihan beban untuk kekuatan otot, yaitu dengan mengangkat ”dumbble”
kecil untuk menguatkan pinggul, paha, punggung, lengan dan bahu.
7) Latihan untuk meningkatkan keseimbangan dan kesigapan.
8) Latihan untuk melengkungkan punggung ke belakang, dapat dilakukan
dengan duduk dikursi, dengan atau tanpa penahan. Hal ini dapat
menguatkan otot-otot yang menahan punggung agar tetap tegak,
mengurangi kemungkinan bengkok, sekaligus memperkuat punggung.
High Impact
1) Jogging atau berlari
2) Menari aerobik
3) Memanjat
4) Lompat tali
5) Menaiki tangga
Untuk pencegahan osteoporosis, latihan fisik yang dianjurkan adalah latihan
fisik yang bersifat pembebanan, terutama pada daerah yang mempunyai
risiko tinggi terjadi osteoporosis dan patah tulang. Jangan lakukan senam
segera sesudah makan. Beri waktu kira-kira 1 jam perut kosong sebelum
mulai dan sesudah senam. Dianjurkan untuk berlatih senam tiga kali
seminggu, minimal 20 menit dan maksimal 60 menit. Sebaiknya senam
dikombinasikan dengan olahraga jalan secara bergantian, misalnya hari
pertama senam, hari kedua jalan kaki, hari ketiga senam, hari keempat jalan
kaki, hari kelima senam, hari keenam dan hari ketujuh istirahat. Jalan kaki
merupakan olahraga yang paling mudah, murah dan aman, serta sangat
bermanfaat. Gerakannya sangat mudah dilakukan, melangkahkan salah satu
kaki kedepan kaki yang lain secara bergantian. Lakukanlah jalan kaki 20-30
menit, paling sedikit tiga kali seminggu.dianjurkan berjalan lebih cepat dari
biasa, disertai ayunan lengan. Setiap latihan fisik harus diawali dengan
pemanasan untuk:
1) Menyiapkan otot dan urat agar meregang secara perlahan dan mantap
sehingg mencegah terjadinya cedera.
2) Meningkatkan denyut nadi, pernapasan, dan suhu tubuh sedikit demi
sedikit.
3) Menyelaraskan koordinasi gerakan tubuh dengan keseimbangan gerak
dan
4) Menimbulkan rasa santai.
Lakukan selama 10 menit dengan jalan ditempat, gerakan kepala, bahu, siku
dan tangan, kaki, lutut dan pinggul. Kemudian lakukan peregangan selama
kira-kira 5 menit. Latihan peregangan akan menghasilkan selama kira-kira 5
menit. Latihan peregangan akan menghasilkan kelenturan otot dan
kemudahan gerakan sendi. Latihan ini dilakukan secara berhati-hati dan
bertahap, jangan sampai menyebabkan cedera. Biasanya dimulai dengan
peregangan otot-otot lengan, dada, punggung, tungkai atas dan bawah, serta
otot-otot kaki Latihan inti, kira-kira 20 menit, merupakan kumpulan gerak
yang bersifat ritmis atau berirama agak cepat sehingga mempunyai nilai
latihan yang bermanfaat. Utamakan gerakan, tarikan dan tekanan pada
daerah tulang yang sering mengalami osteoporosis, yaitu tulang punggung,
tulang paha, tulang panggul dan tulang pergelangan tangan. Kemudian
lakukan juga latihan beban. Dapat dibantu dengan bantal pasir, dumbble,
atau apa saja yang dapat digenggam dengan berat 300-1000 gram untuk 1
tangan, mulai dengan beban ringan untuk pemula, dan jangan melebihi 1000
gram. Beban untuk tulang belakang dan tungkai sudah cukup memdai
dengan beban dari tubuh itu sendiri.
Setelah latihan inti harus dilakukan pendinginan dengan memulai gerakan
peregangan seperti awal pemanasan dan lakukan gerakan menarik napas
atau ambil napas dan buang napas secara teratur. Jika masih
memungkinkan. Lakukan senam lantai kira-kira 10 menit. Latihan ini
merupakan gabungan peregangan, penguatan dan koordinasi. Lakukan
dengan lembut dan perlahan dalam posisi nyaman, rileks dan napas yang
teratur (Santoso, 2009).

d. Hindari rokok dan minuman beralkohol


Menghentikan kebiasaan merokok merupakan upaya penting dalam
mengurangi faktor risiko terjadinya osteoporosis. Terlalu banyak minum
alkohol juga bisa merusak tulang.
e. Deteksi dini osteoporosis
Karena osteoporosis merupakan suatu penyakit yang biasanya tidak diawali
dengan gejala, maka langkah yang paling penting dalam mencegah dan
mengobati osteoporosis adalah pemeriksaan secara dini untuk mengetahui
apakah kita sudah terkena osteoporosis atau belum, sehingga dari
pemeriksaan ini kita akan tahu langkah selanjutnya.
Clinical Pathway

Menopause Usia Diet Ca yang Merokok Diabetes Melitus Penurunan


buruk tonus otot

FSH menurun Fungsi osteoblas Nikotin Penurunan


menurun Rangsangan sekresi
insulin Trauma
PTH
Esterogen menurun Esterogen Pengambilan asam
Pembentukan tulang Cedera
Aktivasi osteoklas menurun amino
baru berkurang
Osteoklas meningkat
Terputusnya jaringan
Reabsorbsi Ca Pembentukan
kulit
tulang meningkat kolagen tulang
Pengikisan permukaan
daerah tulang meningkat
Spasme otot

Menurunkan Pelepasan mediator


Risiko Cedera densitas tulang Osteoporosis nyeri

Penurunan tonus otot Perubahan bentuk Perubahan tulang Kurang terpapar SSP
tulang punggung informasi

Kerusakan mobilitas fisik Reseptor nyeri


Perubahan body Spasme otot Kurang pengetahuan
image mengenai osteoporosis
bedrest Nyeri
Nyeri punggung
Ketidakefektifan Ketakutan akan
fraktur Ansietas
konstipasi koping individu
Disfungsi
seksual
Asuhan Keperawatan
Pengkajian Umum
a. Identitas klien
Nama: mengetahui identitas klien
Umur dan tanggal lahir: meningkat seiring bertambahnya usia, kepadatan
tulang menurun mulai usia 30 sampai 35 tahun. Patah tulang meningkat
pada wanita usia >45 tahun, sedangkan pada laki-laki patah tulang baru
meningkat pada usia >75 tahun.
Jenis kelamin: bisa terjadi pada laki-laki dan perempuan dan meningkat
pada perempuan.
Suku bangsa: dapat terjadi pada semua suku bangsa
Pekerjaan: osteoporosis meningkat pada orang dengan pekerjaan yang
kurang melakukan aktivitas fisik.
Pendidikan: pendidikan menentukan pengetahuan dalam memahami proses
penyakit
Status menikah: dukungan dari istri/suami dapat mempercepat proses
penyembuhan dari pada klien yang hidup sendiri.
Alamat: mengetahui identitas klien
Tanggal MRS: mengetahui identitas klien
Diagnosa medis: Osteoporosis
b. Identitas penaggung jawab meliputi nama, umur, tanggal lahir, jenis
kelamin, alamat.
c. Alasan MRS dan Keluhan Utama: Tanyakan sejak kapan pasien
merasakan keluhan seperti yang ada pada keluhan utama dan tindakan apa
saja yang dilakukan pasien untuk menanggulanginya.
d. Riwayat penyakit sekarang: Informasi yang dapat diperoleh meliputi
informasi mengenai keluhan.
e. Riwayat penyakit dahulu: penyakit kronik (misalnya ginjal, dan paru),
diabetes mellitus, imunosupresi (misalnya obat-obatan, HIV),
ketergantungan alkohol, aspirasi (misalnya epilepsi), penyakit virus yang
baru terjadi (misalnya influenza), malnutrisi, ventilasi mekanik,
pascaoperasi (Jeremy, 2007; Misnadirly, 2008).
f. Riwayat penyakit keluarga: tanyakan pada pasien apakah keluarga pasien
ada yang mengalami hal yang sama dengan pasien atau apakah keluarga
ada yang mengalami penyakit degeneratif.
g. Pola pemeliharaan kesehatan
Merupakan pola kesehatan yang sering dilakukan misalnya :
1. Kebiasaan minum alkohol
2. Kebiasaan merokok
3. Menggunakan obat-obatan
4. Aktifitas  atau olahraga
5. Stress 

Pengkajian Fisik (B1-B6)


Setelah melaukan anamnesa yang mengarah pada keluhan klien,
pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian
anamnesis. Pemeriksaan fisik dilakukan secara persistem (B1-B6) dengan
focus pada pemeriksaan B3 (brain) yang terarah dan dihubungkan dengan
keluhan-keluhan dari klien. Pemeriksaan fisik dimulai dengan memeriksa
TTV. Pada klien pneumonia biasanya didapatkan (Muttaqin, 2008).

B1 Breathing
Inspeksi : ditemukan ketidaksimetrisan rongga dada dan tulang belakang
Palpasi : traktil fremitus seimbang kanan dan kiri
Perkusi : cuaca resonan pada seluruh lapang paru
Auskultasi : pada usia lanjut biasanya didapatkan suara ronki
B2 Blood
Pengisian kapiler kurang dari 1 detik sering terjadi keringat dingin dan
pusing, adanya pulsus perifer memberi makna terjadi gangguan pembuluh
darah atau edema yang berkaitan dengan efek obat.
B3 Brain
Kesadaran biasanya kompos mentis, pada kasus yang lebih parah klien dapat
mengeluh pusing dan gelisah.
B4 Bladder
Produksi urine dalam batas normal dan tidak ada keluhan padasistem
perkemihan
B5 Bowel
Untuk kasus osteoporosis tidak ada gangguan eleminasi namun perlu dikaji
juga frekuensi, konsistensi, warna serta bau feses.
B6 Bone
Pada inspeksi dan palpasi daerah kolumna vertebralis, klien osteoporosis
sering menunjukkan kifosis atau gibbus (dowager’s hump) dan penurunan
tinggi badan. Ada perubahan gaya berjalan, deformitas tulang, leg-length
inequality dan nyeri spinal. Lokasi fraktur yang terjadi adalah antara vertebra
torakalis 8 dan lumbalis 3.
Diagnosis Keperawatan
1. Resiko cedera : fraktur yang berhubungan dengan tulang oestoporotik
2. Kerusakan mobilisasi fisik berhubungan dengan penurunan tonus otot
3. Nyeri berhubungan dengan spasme otot
4. Kurangnya pengetahuan mengenai osteoporosis dan proses terapi
5. Ansietas berhubungan dengan ketakutan akan fraktur
6. Konstipasi berhubungan dengan imobilisasi atau ileus
7. Ketidak efektifan koping individu berhubungan dengan body image
Rencana tindakan keperawatan
No. Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1 Risiko cedera : fraktur Tujuan : Setelah diberikan asuhan NIC Label >> Environmental
yang berhubungan keperawatan selama 1x15 menit, management

dengan tulang diharapkan pasien tidak mengalami 1. Ciptakan lingkungan yang seaman 1. Ciptakan lingkungan yang
cedera dengan criteria hasil : mungkin untuk pasien seaman mungkin untuk pasien
oestoporotik
2. Identifikasi kebutuhan akan keamanan 2. Identifikasi kebutuhan akan
a. NOC Label >> Risk control
pasien berdasarkan tingkat fungsi fisik keamanan pasien berdasarkan
1) Monitor factor risiko
dan kognitif dan riwayat atau tingkat fungsi fisik dan kognitif
lingkungan secara konsisten
kebiasaan dan riwayat atau kebiasaan
2) Monitor factor risiko personal
3. Singkirkan lingkungan yang 3. Singkirkan lingkungan yang
behavior secara konsisten
berbahaya,benda-benda yang berbahaya,benda-benda yang
3) Mengembangkan strategi
berbahaya dari lingkungan berbahaya dari lingkungan
efektif mengontrol risiko
4. Amankan dengan side-rails/ lapisan 4. Amankan dengan side-rails/
4) Berkomitmen terhadap
side-rail lapisan side-rail
strategi control risiko
5. Sediakan tempat tidur ketinggian 5. Sediakan tempat tidur ketinggian
5) Menghindari eksposure yang
rendah dan alat-alat adaptive rendah dan alat-alat adaptive
mengancam kesehatan secara
6. Tempatkan benda yang sering 6. Tempatkan benda yang sering
konsisten
digunakan dalam jangkauan digunakan dalam jangkauan
6) Pasien berpartisipasi dalam
7. Sediakan tempat tidur dan lingkungan 7. Sediakan tempat tidur dan
memantau yang berhubungan
yang nyaman dan bersih lingkungan yang nyaman dan
dengan masalah kesehatan
7) Menyadari perubahan status 8. Tempatkan tombol pengatur tempat bersih
kesehatan secara konsisten tidur dalam jangkauan 8. Tempatkan tombol pengatur
b. NOC Label >> Seizure 9. Singkirkan material yang digunakan tempat tidur dalam jangkauan
control saat mengganti pakaian dan eliminasi, 9. Singkirkan material yang
1) Menjelaskan factor pencetus serta bahan-bahan residual lainnya digunakan saat mengganti
serangan secara konsisten ketika kunjungan dan waktu makan pakaian dan eliminasi, serta
2) Secara konsisten 10. Kurangi stimulus lingkungan bahan-bahan residual lainnya
menunjukkan melapor pada 11. Hindari pajanan yang tidak diperlukan ketika kunjungan dan waktu
petugas kesehatan ketika efek 12. Manipulasi cahaya untuk keuntungan makan
samping pengobatan muncul terapi 10. Kurangi stimulus lingkungan
3) Secara konsisten 13. Tingkatkan keamanan kebakaran 11. Hindari pajanan yang tidak
menunjukkan menghindari 14. Kontrol lingkungan hama diperlukan
factor risiko serangan 12. Manipulasi cahaya untuk
4) Secara konsisten keuntungan terapi
menunjukkan menggunakan 13. Tingkatkan keamanan kebakaran
teknik pereduksi stress yang 14. Kontrol lingkungan hama
efektif untuk menurunkan
aktivitas serangan
5) Secara konsisten
menunjukkan
mempertahankan pola tidur-
bangun
6) Secara konsisten
menunjukkan mengikuti
program latihan fisik yang
ditentukan
7) Secara konsisten
menunjukkan implementasi
praktek yang aman di
lingkungan
2 Kerusakan mobilisasi NOC : NIC :
fisik berhubungan  Joint Movement :
Exercise therapy : ambulation
dengan penurunan tonus Active
1. Monitoring vital sign
 Mobility Level 1. Mengetahui kondisi
otot sebelum/sesudah latihan dan lihat
 Self care : ADLs tubuh klien saat melakukan
respon pasien saat latihan
 Transfer ativitas fisik
2. Konsultasikan dengan terapi fisik
performance 2. Menyesuaikan
tentang rencana ambulasi sesuai
Setelah dilakukan tindakan dengan kondisi klien untuk
dengan kebutuhan
keperawatan selama….gangguan melakukan aktifitas fisik
3. Bantu klien untuk menggunakan
mobilitas fisik teratasi dengan 3. Menghindari
tongkat saat berjalan dan cegah
kriteria hasil: terjadinya fraktur yang lain
terhadap cedera
 Klien meningkat 4. Membantu
dalam aktivitas fisik 4. Ajarkan pasien atau tenaga mempercepat proses
 Mengerti tujuan kesehatan lain tentang teknik penyembuhan
dari peningkatan mobilitas ambulasi 5. Mengetahui
 Memverbalisasik 5. Kaji kemampuan pasien dalam kemampuan klien menentukan
an perasaan dalam mobilisasi teknik terapi selanjutnya
meningkatkan kekuatan dan 6. Latih pasien dalam pemenuhan 6. Melatih klien untuk
kemampuan berpindah kebutuhan ADLs secara mandiri mandiri
 Memperagakan sesuai kemampuan 7. Membantu klien
penggunaan alat Bantu untuk 7. Dampingi dan Bantu pasien saat melatih kemampuan diri
mobilisasi (walker) mobilisasi dan bantu penuhi 8. Membantu klien
kebutuhan ADLs ps. melakukan aktivitas
8. Berikan alat Bantu jika klien 9. Membantu
memerlukan. mengawali latihan
9. Ajarkan pasien bagaimana merubah
posisi dan berikan bantuan jika
diperlukan
3 Nyeri berhubungan NOC : NIC: 1. Mengetahui gambaran klinis nyeri
dengan spasme otot - Pain Level, Pain Management yang dirasakan
- pain control, 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
- comfort level komprehensif termasuk lokasi,
Setelah dilakukan tinfakan karakteristik, durasi, frekuensi, 2. Memvalidasi ketidaknyamanan
keperawatan selama 2 x 24 jam kualitas dan faktor presipitasi klien melalui subjektif dan
Pasien tidak mengalami nyeri, 2. Observasi reaksi nonverbal dari objektif
dengan kriteria hasil: ketidaknyamanan 3. Dukungan untuk kesembuhan
a. Mampu klien
mengontrol nyeri (tahu 3. Bantu pasien dan keluarga untuk 4. Memberikan kenyamanan klien
penyebab nyeri, mampu mencari dan menemukan dukungan agar tidak fokus pada nyeri
menggunakan tehnik 4. Kontrol lingkungan yang dapat
nonfarmakologi untuk mempengaruhi nyeri seperti suhu 5. Menghindari timbulnya nyeri
mengurangi nyeri, mencari ruangan, pencahayaan dan kebisingan 6. Untuk menentukan intervensi
bantuan) 5. Kurangi faktor presipitasi nyeri 7. Memberikan kenyamanan klien
b. Melaporkan 6. Kaji tipe dan sumber nyeri agar tidak fokus pada nyeri
bahwa nyeri berkurang dengan 7. Ajarkan tentang teknik non
menggunakan manajemen nyeri farmakologi: napas dada, relaksasi, 8. Bantuan farmakologis dasar
c. Mampu distraksi, kompres hangat/ dingin
mengenali nyeri (skala, 8. Berikan analgetik untuk mengurangi 9. Mengurangi timbulnya nyeri
intensitas, frekuensi dan tanda nyeri: ……... Meningkatkan koping diri klien
nyeri) 9. Tingkatkan istirahat
d. Menyatakan rasa 10. Berikan informasi tentang nyeri
nyaman setelah nyeri berkurang seperti penyebab nyeri, berapa lama
e. Tanda vital nyeri akan berkurang dan antisipasi
dalam rentang normal ketidaknyamanan dari prosedur
f. Tidak mengalami
gangguan tidur
4 Kurangnya pengetahuan NOC: 1. Kaji tingkat pengetahuan pasien dan 1. Kaji tingkat pengetahuan pasien
mengenai osteoporosis  Kowlwdge : disease process keluarga dan keluarga

dan proses terapi  Kowledge : health Behavior 2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit 2. Jelaskan patofisiologi dari
Setelah dilakukan tindakan dan bagaimana hal ini berhubungan penyakit dan bagaimana hal ini
keperawatan selama …. pasien dengan anatomi dan fisiologi, dengan berhubungan dengan anatomi dan
menunjukkan pengetahuan tentang cara yang tepat. fisiologi, dengan cara yang tepat.
proses penyakit dengan kriteria 3. Gambarkan tanda dan gejala yang 3. Gambarkan tanda dan gejala yang
hasil: biasa muncul pada penyakit, dengan biasa muncul pada penyakit,
 Pasien dan keluarga cara yang tepat dengan cara yang tepat
menyatakan pemahaman 4. Gambarkan proses penyakit, dengan 4. Gambarkan proses penyakit,
tentang penyakit, kondisi, cara yang tepat dengan cara yang tepat
prognosis dan program 5. Identifikasi kemungkinan penyebab, 5. Identifikasi kemungkinan
pengobatan dengan cara yang tepat penyebab, dengan cara yang tepat
 Pasien dan keluarga mampu 6. Sediakan informasi pada pasien 6. Sediakan informasi pada pasien
melaksanakan prosedur yang tentang kondisi, dengan cara yang tentang kondisi, dengan cara yang
dijelaskan secara benar tepat tepat
 Pasien dan keluarga mampu 7. Sediakan bagi keluarga informasi 7. Sediakan bagi keluarga informasi
menjelaskan kembali apa yang tentang kemajuan pasien dengan cara tentang kemajuan pasien dengan
dijelaskan perawat/tim yang tepat cara yang tepat
kesehatan lainnya 8. Diskusikan pilihan terapi atau 8. Diskusikan pilihan terapi atau
penanganan penanganan
9. Dukung pasien untuk mengeksplorasi 9. Dukung pasien untuk
atau mendapatkan second opinion mengeksplorasi atau
dengan cara yang tepat atau mendapatkan second opinion
diindikasikan dengan cara yang tepat atau
10. Eksplorasi kemungkinan sumber atau diindikasikan
dukungan, dengan cara yang tepat 10. Eksplorasi kemungkinan sumber
atau dukungan, dengan cara yang
tepat
5 Ansietas berhubungan NOC : NIC :
dengan ketakutan akan - Kontrol kecemasan Anxiety Reduction (penurunan

fraktur - Koping kecemasan)


Setelah dilakukan asuhan selama 1. Gunakan pendekatan yang 1. Menenangkan klien
……………klien kecemasan menenangkan 2. Mempermudah
teratasi dgn kriteria hasil: 2. Nyatakan dengan jelas harapan memberikan pemahaman kepada
 Klien mampu mengidentifikasi terhadap pelaku pasien klien
dan mengungkapkan gejala 3. Jelaskan semua prosedur dan apa 3. Mengurangi
cemas yang dirasakan selama prosedur kecemasan klien
 Mengidentifikasi, 4. Temani pasien untuk memberikan 4. untuk memberikan
mengungkapkan dan keamanan dan mengurangi takut keamanan dan mengurangi takut
menunjukkan tehnik untuk 5. Berikan informasi faktual mengenai 5. memberikan harapan
mengontol cemas diagnosis, tindakan prognosis kesembuhan bagi klien
 Vital sign dalam batas normal 6. Libatkan keluarga untuk 6. pendampingan klien
 Postur tubuh, ekspresi wajah, mendampingi klien memberikan klien kekuatan
bahasa tubuh dan tingkat 7. Instruksikan pada pasien untuk 7. Instruksikan pada
aktivitas menunjukkan menggunakan tehnik relaksasi pasien untuk menggunakan tehnik
berkurangnya kecemasan 8. Dengarkan dengan penuh perhatian relaksasi
9. Identifikasi tingkat kecemasan 8. Dengarkan dengan
10. Bantu pasien mengenal situasi yang penuh perhatian
menimbulkan kecemasan 9. Identifikasi tingkat
11. Dorong pasien untuk kecemasan
mengungkapkan perasaan, ketakutan, 10. Mengurangi
persepsi penyebab cemas
12. Kelola pemberian obat anti cemas 11. untuk
mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi
12. membantu
mengurangi cemas dengan teknik
farmakologi
6 Konstipasi berhubungan NOC: NIC : 1. Identifikasi faktor-faktor yang
dengan imobilisasi atau  Bowl Elimination menyebabkan konstipasi
1. Manajemen konstipasi
ileus  Hidration 2. Identifikasi faktor-faktor yang 2. Monitor tanda-tanda ruptur
Setelah dilakukan tindakan menyebabkan konstipasi bowel/peritonitis
keperawatan selama …. konstipasi 3. Monitor tanda-tanda ruptur 3. Jelaskan penyebab dan
pasien teratasi dengan kriteria hasil: bowel/peritonitis rasionalisasi tindakan pada pasien
 Pola BAB dalam batas normal 4. Jelaskan penyebab dan rasionalisasi 4. Konsultasikan dengan dokter
 Feses lunak tindakan pada pasien tentang peningkatan dan
 Cairan dan serat adekuat 5. Konsultasikan dengan dokter tentang penurunan bising usus
 Aktivitas adekuat peningkatan dan penurunan bising 5. Kolaburasi jika ada tanda dan
 Hidrasi adekuat usus gejala konstipasi yang menetap
6. Kolaburasi jika ada tanda dan gejala 6. Jelaskan pada pasien manfaat diet
konstipasi yang menetap (cairan dan serat) terhadap
7. Jelaskan pada pasien manfaat diet eliminasi
(cairan dan serat) terhadap eliminasi 7. Jelaskan pada klien konsekuensi
8. Jelaskan pada klien konsekuensi menggunakan laxative dalam
menggunakan laxative dalam waktu waktu yang lama
yang lama 8. Kolaburasi dengan ahli gizi diet
9. Kolaburasi dengan ahli gizi diet tinggi tinggi serat dan cairan
serat dan cairan 9. Dorong peningkatan aktivitas
10. Dorong peningkatan aktivitas yang yang optimal
optimal 10. Sediakan privacy dan keamanan
11. Sediakan privacy dan keamanan selama BAB
selama BAB
7 Ketidak efektifan koping NOC: NIC :
individu berhubungan  Body image Body image enhancement

dengan body image  Self esteem 1. Kaji secara verbal dan nonverbal 1. Menilai gambaran diri klien
Setelah dilakukan tindakan respon klien terhadap tubuhnya 2. Menilai seberapa besar
keperawatan selama …. gangguan 2. Monitor frekuensi mengkritik gangguan yang terjadi
body image dirinya 3. Meningkatkan kepercayaan
pasien teratasi dengan kriteria hasil: 3. Jelaskan tentang pengobatan, diri klien
 Body image positif perawatan, kemajuan dan prognosis 4. Membantu mengungkapkan
 Mampu mengidentifikasi penyakit apa yang dirasakan
kekuatan personal 4. Dorong klien mengungkapkan 5. Memberikan pengertian
 Mendiskripsikan secara faktual perasaannya kepada klien
perubahan fungsi tubuh 5. Identifikasi arti pengurangan 6. Membangun kepercayaan diri
 Mempertahankan interaksi melalui pemakaian alat bantu klien
sosial 6. Fasilitasi kontak dengan individu
lain dalam kelompok kecil
Discharge Planning (NIC: 150)
a. Kaji kemampuan klien untuk
meninggalkan RS
b. Kolaborasikan dengan
terapis, dokter, ahli gizi, atau petugas kesehatan lain tentang kebelanjutan
perawatan klien di rumah
c. Identifikasi bahwa pelayanan
kesehatan tingkat pertama (puskesmas atau petugas kesehatan di rumah
klien) mengetahui keadaan klien
d. Identifikasi pendidikan
kesehatan apa yang dibutuhkan oleh klien yaitu hindari penyebab
kambuhnya pneumonia, cara penularan, dan pencegahan kekambuhan,
melakukan gaya hidup sehat.
e. Komunikasikan dengan klien
tentang perencanaan pulang
f. Dokumentasikan
perencanaan pulang
g. Anjurkan klien untuk
melakukan pengontrolan kesehatan secara rutin
DAFTAR PUSTAKA

Baughman, D.C. 2000. Keperawatan Medikal Bedah: Buku Saku untuk Brunner
dan Suddarth. Jakarta: EGC.
Bulecked, G.M, et al. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC). United
Sates of America: Elsevier.

Davey, P. 2005. At a glance Medicine. Jakarta: Erlangga.

Moorhead, S., et al. 2013. Nursing Outcome Classification (NOC). United Sates
of America: Elsevier.
NANDA. 2014. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2015-2017.
Jakarta: EGC.

National Institute of Arthritis and Musculoskeletal and skin Disease. 2014. What
is Osteoporosis?. [serial online] http://www.niams.nih.gov/health_info/bone/osteo
porosis/osteoporosis_ff.pdf [05 November 2015].
Pearce, E.C. 2013. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT.
Gramedia. Jakarta: Erlangga.

Price, A & Wilson, L. 2004. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.


Jakarta: EGC.
Rachman IA. 2006. Osteoporosis primer (post menopause osteoporosis).
Osteoporosis. Edisi 1. Jakarta: Perhimpunan Osteoporosis Indonesia - CV
Infomedika;.

Rubenstein, et al. 2007. Lecture Notes: Kedokteran Klinis. Edisi 6. Jakarta:


Erlangga.

Setiyohadi, B. 2006. Perkembangan terbaru dalam penatalaksanaan osteoporosis.


Osteoporosis. Edisi 1. Jakarta: Perhimpunan Osteoporosis Indonesia – CV
Infomedika;

Soemantri, I. 2007. Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan pada


Pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
WHO. 2014. Pneumonia. [serial online] http://www.who.int/mediacentre
/factsheets/fs331/en/ [18 Oktober 2015]

Anda mungkin juga menyukai