Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

OSTEOSARCOMA

Diajukan untuk memenuhi tugas stase Keperawatan Anak

Disusun Oleh :

Rafika Dita Martiana

PROGRAM PROFESI NERS ANGKATAN XXXVIII

UNIVERSITAS PADJADJARAN

FAKULTAS KEPERAWATAN

BANDUNG

2019
LAPORAN PEDAHULUAN
KASUS OSTEOSARCOMA

I. Definisi Osteosarcoma
Osteosarcoma adalah tumor ganas tulang primer yang ditandai adanya sel-sel
mesenkim ganas yang memproduksi osteoid atau sel tulang immature (Kemenkes RI,
2016). Osteosarcoma biasanya terdapat pada metafisis tulang panjang seperti pada
daerah lutut yaitu distal femur, proksimal tibia, proksimal humerus dengan rasio
pertumbuhan yang cepat meskipun tidak menutup kemungkinan dapat terjadi pada
semua tulang (Brunner & Suddart, 2008). Kasus osteosarkoma banyak ditemukan
pada anak-anak usia dibawah 15 tahun terjsdi pada laki-laki dan perempuan, tetapi
pada akhir remaja penyakit ini lebih banyak di termukan pada anak laki-laki
(Smeltzer & Brenda, 2002)

II. Anatomi dan Fisiologi Tulang

1. Jenis-jenis sel Tulang


a. Osteoblas

Osteoblas merupakan sel tulang yang berasal dari sumsumn tulang dimana sel
mesenkim berada. Sel ini bertugas untuk pembentukan matrik tulang (kolagen dan
glikoprotein) banyak ditemukan pada tulang yang sedang tumbuh. Sitoplasma tampak
basofil karena banyak mengandung ribonukleoprotein yang menandakan aktif
mensintesis protein Bila sedang mensintesis matriks tulang, osteoblas berbentuk
kuboid dan mempunyai suatu sitoplasma yang basofilik. Bila kegiatan sintesis sedang
tidak aktif, menjadi gepeng atau pipih dan sifat basofilik sitoplasmanya berkurang.

b. Osteosit.
Osteosit adalah sel matur yang ditemukan terbungkus di dalam lapisanlapisan
matriks tulang yang telah mengalami mineralisasi. Didalam kanalikuli yang
mengandung lakuna, terdapat juluran filipodial osteosit dari sel-sel berdekatan
berhubungan melalui gap junction. Penggabungan ini memungkinkan aliran ion dan
molekul kecil antar sel (misalnya hormon yang mengatur pertumbuhan dan
perkembangan tulang). Hubungan filipodial di antara osteosit yang berkapsul
memberikan suatu mekanisme dimana nutrisi dan metabolit dapat mengalir di antara
pembuluh darah dan osteosit yang jauh. Mempunyai peranan penting dalam
pembentukan matriks tulang dengan cara membantu pemberian nutrisi pada tulang.

c. Osteoklas
Osteoklas berasal dari sel monosit makrofag yang mempunyai kemampuan
mengikis tulang ukuran berkisar antara 20 μm-100μm dengan inti sampai mencapai
50 buah. . Di dalam matriks tulang yang mengalami resorpsi, bagian osteoklas
raksasa ditemukan terletak di dalam cekungan matriks yang terbentuk secara
enzimatis dan dikenal sebagai lakuna Howship. resorpsi osteoklatik berperan pada
proses remodeling tulang sebagai respon dari pertumbuhan atau perubahan tekanan
mekanikal pada tulang. Osteoklas bertugas memelihara homeostasis darah dalam
jangka panjang, memperbaiki tulang bersama osteoblast

2. Jenis Tulang Berdasarkan Sifat-sifat Fisik


a. Tulang Rawan (Kartilago)
Tulang rawan adalah tulang yang tersusun atas interseluler yang berbentuk jelly
yaitu condroithin sulfat yang didalamnya terdapat serabut kolagen dan elastin
sehingga memiliki sifat lentur. Pada intraseluler tulang rawan terdapat rongga-rongga
yang dikenal dengan nama Lacuna yang berisi chondrosit. tulang rawan tidak
mengandung pembuluh darah dan saraf kecuali lapisan luarnya (perikondrium).
Tulang rawan terdiri dari tiga tipe yaitu:
 Tulang rawan hialin
Tulang yang berwarna putih sedikit kebiru-biruan, mengandung serat-serat
kolagen dan chondrosit. Tulang rawan hialin dapat kita temukan pada laring, trakea,
bronkus, ujung-ujung tulang panjang, tulang rusuk bagian depan, cuping hidung dan
rangka janin.
 Tulang rawan elastic
Tulang yang mengandung serabut-serabut elastis. Tulang rawan elastis dapat kita
temukan pada daun telinga, tuba eustachii (pada telinga) dan laring.
 Tulang rawan fibrosa
Tulang yang mengandung banyak terdapat serat kolagen sehingga sangat kuat dan
lebih kaku. Tulang ini dapat kita temukan pada discus diantara tulang vertebrae dan
pada simfisis pubis diantara 2 tulang pubis.

b. Tulang Keras (Osteon)


Tulang keras atau yang sering kita sebut sebagai tulang berfungsi menyusun
berbagai sistem rangka. Tulang tersusun atas:
 Osteoblas: sel pembentuk jaringan tulang

 Osteosit: sel-sel tulang dewasa

 Osteoklas : sel-sel penghancur tulang

3. Jenis Tulang Berdasarkan Bentuk


a. Tulang panjang
Tulang panjang adalah terdiri dari batang tebal panjang yang disebut diafisis dan
dua ujung yang disebut epifisis, disebelah proksimal dari epifisis terdapat metafisis
dan diantara epifisis dan metafisis terapat daerah tulang rawan yang tumbuh yang
disebut lempeng epifisis atau lempeng pertumbuhan. Di tempat inilah di mana proses
osifikasi endokhondral terjadi, suatu proses pertumbuhan dimana terjadi secara
longitudinal, kolom tulang rawan yang mengandung vaskularisasi diganti oleh sel sel
tulang yang dihasilkan oleh osteoblas. Ketika tulang telah mencapai panjang dewasa,
proses ini berakhir, dan terjadi penutupan bagian epifisis, sehingga tulang menjadi
benar-benar kaku. Jika epifisis tertutup dan tulang rawan tidak ada lagi, daerah ini
lebih mudah terinvasi oleh sel-sel tumor, karena tulang rawan bisa menjadi
penghalang untuk penyebaran osteosarkoma. Pada batang tulang panjang terdapat
rongga yang disebut kanalis medularis yang berisi sumsum tulang. Contoh tulang
panjang adalah tulang hasta (ulna), tulang pengumpil (radius) serta tulang kaki
diantaranya tulang paha (femur), dan tulang kering (tibia).
b. Tulang pendek
Tulang pendek memiliki bentuk kubus dan ukurannya yang pendek umumnya
dapat ditemukan pada pangkal kaki, pangkal lengan dan ruas ruas tulang belakang
c. Tulang pipih
Tulang pipih tersusun atas dua lapisan tulang padat dengan lapisan luar adalah
tulang cencellous dan didalamnya terdapat sumsum tulang. Kebanyakan tulang pipih
menyusun dinding rongga, sehingga tulang pipih ini sering berfungsi sebagai
pelindung atau memperkuat. Contohnya adalah tulang rusuk (costa), tulang belikat
(scapula), tulang dada (sternum), dan tulang tengkorak.

d. Tulang yang tidak berbentuk (irregular bone)

Tulang tak berbentuk memiliki bentuk yang tak termasuk ke dalam tulang pipa,
tulang pipih, dan tulang pendek. Tulang ini terdapat di bagian wajah dan tulang
belakang. Gambar tulang wajah (bagian mandibula) di samping termasuk tulang
irregular.

e. Tulang sesamoid
Tulang sesamoid merupakan tulang kecil, yang terletak di sekitar tulang yang
berdekatan dengan persediaan dan didukung oleh tendon dan jaringan fasial, misalnya
patella (kap lutut).
4. Proses pembentukan tulang
Pembentukan atau osifikasi bermula sejak embrio 6-7 minggu dan berlangsung
sampai dewasa. Osifikasi dimulai dari sel-sel masenkim memasuki daerah osifikasi
bila daerah tersebut banyak mengandung pembuluh darah akan membentuk osteoblas,
bila tidak mengandung pembuluh darah akan membentuk kondroblas. Mula-mula
pembuluh darah menembus perichondrium (jaringan ikat padat yang mengelilingi
tulang rawan ) di bagian tengah batang tulang rawan, merangsang sel- sel
perichondrium berubah menjadi osteoblas. Osteoblas ini akan membentuk suatu
lapisan tulang kompakta, perichondrium berubah menjadi periosteum. Bersamaan
dengan proses ini pada bagian dalam tulang rawan di daerah diafisis yang disebut
juga pusat osifikasi primer, sel-sel tulang rawan membesar kemudian pecah sehingga
terjadi kenaikan pH (menjadi basa) akibatnya zat kapur didepositkan, dengan
demikian terganggulah nutrisi semua sel-sel tulang rawan dan menyebabkan kematian
pada sel-sel tulang rawan ini.Kemudian akan terjadi degenerasi (kemunduran bentuk
dan fungsi) dan pelarutan dari zat-zat interseluler (termasuk zat kapur) bersamaan
dengan masuknya pembuluh darah ke daerah ini, sehingga terbentuklah rongga untuk
sumsum tulang.Pada tahap selanjutnya pembuluh darah akan memasuki daerah
epiphise sehingga terjadi pusat osifikasi sekunder, terbentuklah tulang spongiosa.
Dengan demikian masih tersisa tulang rawan dikedua ujung epifise yang
berperan penting dalam pergerakan sendi dan satu tulang rawan di antara epifise dan
diafise yang disebut dengan cakram epifise.Selama pertumbuhan, sel-sel tulang rawan
pada cakram epifise terus-menerus membelah kemudian hancur dan tulang rawan
diganti dengan tulang di daerah diafise, dengan demikian tebal cakram epifise tetap
sedangkan tulang akan tumbuh memanjang. Pada pertumbuhan diameter (lebar)
tulang, tulang didaerah rongga sumsum dihancurkan oleh osteoklas sehingga rongga
sumsum membesar, dan pada saat yang bersamaan osteoblas di periosteum
membentuk lapisan-lapisan tulang baru di daerah permukaan.
III. Etiologi Osteosarcoma
Adapun faktor predisposisi yang dapat menyebabkan osteosarcoma antara lain
a. Trauma
Osteosarcoma dapat terjadi beberapa bulan atau beberapa tahun setelah
terjadinya injuri. Walaupun demikian trauma ini tidak dapat dianggap sebagai
penyebab utama karena tulang yang fraktur akibat trauma ringan maupun parah
jarang menyebabkan osteosarcoma.
b. Ekstrinsik karsinogenik
Penggunaan substansi radio aktif dalam jangka waktu lama dan melebihi dosis
juga diduga merupakan penyebab terjadinya osteosarcoma ini. Salah satu contoh
adalah radium. Radiasi yang diberikan untuk penyakit tulang seperti kista tulang
aneurismal, fibrous displasia, setelah 3-40 tahun dapat mengakibatkan osteosarcoma
c. Karsinogenik kimia
Terpapar zat kimia seperti senyawa antrasiklin dan senyawa pengalkil, beryllium
dan methylcholanthrene merupakan senyawa yang dapat menyebabkan perubahan
genetik
d. Virus
Rous sarcoma virus yang mengandung gen V-Src yang merupakan proto-
onkogen, virus FBJ yang mengandung proto-onkogen c-Fos yang menyebabkan
kurang responsif terhadap kemoterapi.
e. Keturunan ( genetik )
Osteosarkoma pada anak-anak mungkin memiliki dasar genetik, meskipun belum
dapat dipastikan secara teoritis. Kelainan genetik pada kromosom 13 diduga
merupakan penyebab osteosarkoma pada kelompok pasien ini. Terjadi displasia
tulang, termasuk penyakit Paget, dysplasia fibrosa, enchondromatosis, dan beberapa
eksostosis yang turun temurun dan retinoblastoma yang juga merupakan salah satu
faktor risiko. Kombinasi konstitusional mutasi genetik dari RB (germline
retinoblastoma) dan terapi radiasi dikaitkan dengan risiko tinggi terutama
pengembangan osteosarkoma, LiFraumeni Sindrome (mutasi germline p53), dan
Rothmund-Thomson Sindrome (autosomal yang terdesak asosiasi dari bawaan cacat
tulang , dysplasia rambut dan kulit, hypogonadism, dan katarak.

f. Beberapa kondisi tulang yang ada sebelumnya yang


Pada anak yang mempunyai penyakit dahulu seperti Paget’s disease,
osteomielitis kronis, osteochondroma, poliostotik displasia fibrosis, eksostosis
herediter multipel meningkatkan resiko untuk menderita osteosarcoma.

IV. Manifestasi Klinis


Pada pasien yang terdiagnosa osteosarcoma tanda dan gejala yang di alami
diantaranya :
a. Adanya massa tulang atas atau persedian sehingga pergerakan menjadi terbatas
dan terjadi peningkatan suhu kulit diatas masa dan ketegangan vena
b. Adanya nyeri pada bagian ekstremitas yang terkena biasanya semakin parah
pada malam hari dan meningkat sesuai dengan progresivitas penyakit
c. Fraktur patologis dapat terjadi pada 5-10% pasien osteosarkoma
d. Anak akan mengalami penurunan berat badan, anoreksia dan anemia
e. Lesi primer dapat mengenai semua tulang, namun tempat yang paling sering
adalah distal femur, proksimal tibia, dan proksimal humerus

f. Gejala penyakit metastatik meliputi nyeri dada, batuk, demam, berat badan
menurun dan malaise

V. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan Radiologi merupakan pemeriksaan yang dilakukan pertama kali
pada pasien yang dicurigai menderita osteosarkoma, pemeriksaan ini untuk
mengetahui adanya destruksi pada tulang dan adanya segitiga codman. Pemeriksaan
radiologi juga dilakukan pada pasien pasca kemoterapi untuk menilai pengurangan
ukuran massa, penambahan ossifikasi, dan pembentukan peripheral bony shell. Foto
x-ray thorax proyeksi AP/PA, untuk melihat adanya metastasis paru dengan ukuran
yang cukup besar. Berikut merupakan hasil pemeriksaan radiologi untuk menunjang
diagnosa diklasifikasikan berdasarkan jenis osteosarkoma
 Osteosarkoma konvensional menunjukkan lesi litik moth eaten atau permeatif, lesi
blastik, destruksi korteks, reaksi periosteal tipe agresif (segi tiga Codman,
sunburst, hair on end), massa jaringan lunak, dan formasi matriks (osteoid maupun
campuran osteoid dan khondroid).
 Osteosarkoma parosteal menunjukkan massa eksofitik berlobulasi dengan
kalsifikasi sentral berdensitas tinggi, berlokasi di dekat tulang, kadang disertai
gambaran string sign. Osteosarkoma periosteal memperlihatkan massa jaringan
lunak dengan reaksi periosteal perpendikuler, erosi kortikal, dan penebalan
korteks.
 High grade surface osteosarcoma menunjukkan ossifikasi berdensitas tinggi,
reaksi periosteal, erosi dan penebalan korteks. Dapat juga ditemukan invasi
intramedular.
 Osteosarkoma telangiektatik memperlihatkan lesi litik geografik ekspansil
asimetrik, tepi sklerotik minimal dan destruksi korteks yang menunjukkan pola
pertumbuhan agresif. Dapat ditemukan fraktur patologik dan matriks osteoid
minimal.
 Small cell osteosarcoma memperlihatkan lesi litik permeatif, destruksi korteks,
massa jaringan lunak, reaksi periosteal, serta kalsifikasi matriks osteoid.
 Low grade central osteosarcoma memperlihatkan lesi litik destruktif ekspansil,
disrupsi korteks, massa jaringan lunak dan reaksi periosteal.

b. Pemeriksaan CT scan

Pemeriksaan CT scan pada pasien osteosarcoma dapat digunakan u tuk


mengetahui detil lesi pada tulang kompleks apakah di intraoseus atau ekstraoseus.
Selain itu dapat digunakan untuk mendeteksi metastasis paru. Kegunaan lain dari CT
scan adalah tuntunan biopsi tulang (CT guided bone biopsy). CT scan thoraks
berguna untuk mengidentifikasi adanya metastasis mikro pada paru dan organ
thoraks.
c. Pemeriksaan MRI
MRI merupakan modalitas terpilih untuk evaluasi ekstensi lokal tumor dan
membantu menentukan manajemen bedah yang paling sesuai. MRI dapat menilai
perluasan massa ke intramedular (ekstensi longitudinal, keterlibatan epifisis, skip
lesion), perluasan massa ke jaringan lunak sekitarnya dan intraartikular, serta
keterlibatan struktur neurovaskular. Pemberian kontras gadolinium dapat
memperlihatkan vaskularisasi lesi, invasi vaskular, dan area kistik atau nekrotik.
Pasca kemoterapi, MRI digunakan untuk menilai ekstensi massa dan penambahan
komponen nekrotik

d. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksan laboratorium merupakan pemeriksaan tambahan/ penunjang dalam
membantumenegakkan diagnosis tumor. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan
meliputi pemeriksaan darah meliputi laju endap darah, haemoglobin,fosfatase alkali
serum, elektroforesis protein serum, fosfatase asam serum yangmemberikan nilai
diagnostik pada tumor ganas tulang dan p emeriksaan urine yang penting adalah
pemeriksaan protein Bence-Jones.

e. Pemeriksaan Biopsi

 Biopsi tertutup dengan menggunakan jarum halus ( fine needle aspiration, FNA)
dengan menggunakan sitodiagnosis, merupakan salah satu biopsi untuk
melakukandiagnosis pada tumor.

 Biopsi terbuka adalah metode biopsi melalui tindakan operatif. Keunggulan


biopsi terbuka dibandingkan dengan biopsi tertutup, yaitu dapat mengambil
jaringan yang lebih besar untuk pemeriksaan histologis dan
pemeriksaanultramikroskopik, mengurangi kesalahan pengambilan jaringan, dan
mengurangikecenderungan perbedaan diagnostik tumor jinak dan tunor ganas
(seperti antara enkondroma dan kondrosakroma, osteoblastoma dan
osteosarkoma). Biopsi terbuka tidak boleh dilakukan bila dapat menimbulkan
kesulitan pada prosedur operasi berikutnya, misalnya pada reseksi end-block
VI. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan

1. Tindakan Medis
Menurut Saferi Wijaya dan Mariza Putri (2013), Pengobatan seringkali merupakan
kombinasi dari:
a. Kemoterapi (siklofosfamid, vinkristin, daktinomisin, daktinomisin, doksorubisin,
ifosfamid, eposid). Kemoterapi harapannya adalah kombinasi kemoterapi
mempunyai efek yang lebih tinngi dengan tingkat toksisitas yang rendah sambil
menurunkan kemungkinan resistensi terhadap obat.
b. Terapi penyinaran tumor
Radiasi apabila tumor bersifat radio sensitive dan kemoterapi (preoperative, pasca
operative dan ajuran untuk mencegah mikrometastasis). Sasaran utama dapat
dilakukan dengan sksisi luas dengan teknik grafting restorative. Ketahanan dan
kualitas hidup merupakan pertimbangan penting pada prosedur yang
mengupayakan mempertahankan ekstermitas yang sakit.
c. Terapi pembedahan untuk mengangkat tumor
Sasaran penatalaksanaan adalah menghancurkan atau pengangkatan tumor. Ini
dapat dilakukan dengan bedah (berkisar dari eksisi local sampai amputasi dan
disartikulasi).
d. Pengangkatan tumor secara bedah sering memerlukan amputasi ekstremitas yang
sakit, dengan tinggi amputasi diatas tumor agar dapat mengontrol local lesi primer.
Prognosis tergantung kepada lokasi dan penyebaran tumor.
 Penanganan kanker tulang metastasis adalah peliatif dan sasaran teraupetiknya
adalah mengurangi nyeri dan ketidak nyamanan pasien sebanyak mungkin.
Terapi tambahan disesuaikan dengan metode yang diganakan untuk
menangani kanker asal fiksasi interna fraktur patologik dapat mengurangi
kecacatan dan nyeri yang timbul
 Bila terdapat hiperkalsemia, penanganan meliputi hidrasi dengan pemberian
cairan salin normal intravena, diuretika, mobilisasi dan obat-obatan seperti
fosfat, mitramisin, kalsitonin, atau kartikosteroid.
2. Tindakan Keperawatan
a. Manajemen nyeri
Teknik manajemen nyeri secara psikologik (teknik relaksasi napas dalam,
visualisasi, dan bimbingan imajinasi) dan farmakologi ( pemberian analgetika).
b. Mengajarkan mekanisme koping yang efektif
Motivasi klien dan keluarga untuk mengungkapkan perasaan mereka, dan berikan
dukungan secara moril serta anjurkan keluarga untuk berkonsultasi ke ahli
psikologi atau rohaniawan.
c. Memberikan nutrisi yang adekuat
Berkurangnya nafsu makan, mual, muntah sering terjadi sebagai efek samping
kemoterapi dan radiasi, sehingga perlu diberikan nutrisi yang adekuat.
Antiemetika dan teknik relaksasi dapat mengurangi reaksi gastrointestinal.
Pemberian nutrisi parenteral dapat dilakukan sesuai dengan indikasi dokter.
d. Pendidikan kesehatan
Pasien dan keluarga diberikan pendidikan kesehatan tentang kemungkinan terjadinya
komplikasi, program terapi, dan teknik perawatan luka di rumah.

VII. Pengkajian
1. Pengkajian
Adapun langkah-langkah dalam pengkajian pada anak dengan Osteosarkoma menurut
Wong (2009), adalah sebagai berikut :
a. Identitas Klien
Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah, suku bangsa,
agama, pendidikan, pekerjaan dan identitas orang tua.
b. Riwayat Kesehatan
Keluhan Utama
Biasanya pasien datang ke RS dengan keluhan nyeri di daerah kaki atau tangan
yang mengalami pembengkakan, terjadi pembengkakan biasanya di daerah tulang
panjang.
c. Riwayat Tumbuh Kembang
Dalam pengkajian ini, yang perlu ditanyakan adalah hal hal yang berhubungan
dengan keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan anak sesuai dengan anak
usia sekarang yang meliputi motoric kasar, motoric halus, perkembangan kognitif
atau bahasa, personal sosial.
c. Riwayat Psikososial
Dalam pengkajian ini yang perlu ditanyakan meliputi orang terdekat klien,
hubungan dengan klien, hubungan dengan saudara kandung, serta pendidikan
orang tua mengenai penyakit yang diserita klien.
d. Riwayat Hospitalisasi
Pengkajian ini meliputi pertanyaan tentang peraaan orang tua terhadap anaknya
yang sedang di rawat di rumah sakit serta harapan orang tua terhadap kondisi
kesehatan anaknya saat ini dan untuk kedepannya.
e. Riwayat Aktifitas Sehari-hari
Pengkajian ini meliputi pertanyaan tentang pola mata dan minum anak, jenis
makanan dan minuman yang disukai anak, porsi makan dan minum anak setiap
hari serta pantangan masalah makanan dan minuman terhadap anak, waktu
istirahat anak selama di rumah, kebersihan anak setiap hari, pola eliminasi anak
setiap harinya serta waktu bermain dan rekreasi setiap hari libur, dan anak
biasanya lemas serta tidak bisa beraktivitas sehari-hari.
f. Pemeriksaan Fisik
Menurut Saferi Wijaya dan Mariza Putri (2013), Pemeriksaan fisik pada pasien
anak dengan Osteosarkoma meliputi pengkajian head to toe berikut merupakan
hasil pemeriksaan fokus yang ditemukan pada pasien osteosarkoma yaitu
 Mata : Biasanya mata simetris kiri dan kanan, reflek cahaya normal yaitu
pupil mengecil, konjungtiva anemis, sclera tidak ikterik.
 Mulut : Biasanya mukosa bibir kering, berwarna pucat, tidak terjadi
stomatitis, tidak terdapat pembesaran tongsil, lidah putih.
 Kardiovaskuler : Inspeksi : ictus cordis terlihat; Palpasi : ictus cordis teraba 1
jari; Perkusi : di intercosta V media klavikularis sinistra bunyinya pekak;
Auskultasi : irama denyut jantung normal tidak ada bunyi tambahan
 Lengan-Lengan Tungkai : Ekstemitas atas dan bawah : Biasanya kekuatan
otot berkurang. Rentang gerak pada ekstremitas pasien menjadi terbatas
karena adanya masa,nyeri, atau fraktur patologis, biasanya terabanya benjolan
atau masa pada daerah sekitar tulang. Pada sistem Persyarafan : Biasanya
kelemahan otot dan penurunan kekuatan

VIII. Potensial Komplikasi


Menurut Brunner and Suddart (2008), komplikasi dari Osteosarkoma yaitu :
a. Akibat langsung : Patah tulang, amputasi
b. Akibat tidak langsung : Penurunan berat badan, anemia, penurunan kekebalan
tubuh dan metastase paru.
c. Akibat pengobatan : Gangguan saraf tepi, penurunan kadar sel darah, perubahan
jenis kulit dan kebotakan pada kemoterapi

X. Asuhan Keperawatan pada Osteosarkoma

a. Diagnosa Keperawatan
 Nyeri akut berhubungan dengan proses patologik atau inflamasi.
 Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan dan
kerusakan muskuloskeletal
 Ansietas berhubungan dengan ancaman kematian dan perubahan status
kesehatan
 Resiko cedera berhubungan dengan tumor
 Resiko infeksi berhubungan dengan penyakit kronis dan kerusakan jaringan
b. Rencana Asuhan Keperawatan

No Diagnosa NOC NIC


1. Nyeri akut Pain level
Pain Manajement
Pain contro
berhubungan dengan
Comfort level 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
obstruksi jaringan
komprehensif termasuk lokasi,
saraf atau inflamasi. Kriteria Hasil :
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu faktor presipitasi.
penyebab nyeri,mampu menggunakan 2. Observasi reaksi non verbal dan
teknik non farmakologi untuk ketidaknyamanan, seperti pasien tampak
mengurangi nyeri) meringis, dan memegangi bagian tubuh
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang yang sakit.
dengan menggunakan manajemen nyeri 3. Gunakan tehnik komunikasi terapeutik
3. Mampu mengenali nyeri untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien.
(skala,intensitas,frekue nsi, dan tanda 4. Kontrol lingkungan yang dapat
nyeri) menpengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
4. Menyatakan rasa nyaman setelah pencahayaan dan kebisingan.
nyeri berkurang 5. Kurangi faktor presipitasi nyeri.
6. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
(farmakologi (analgetik), dan non –
farmakologi (relaksasi nafas dalam)
7. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi.
8. Ajarkan tentang tehnik non farmakologi.
9. Berikan analgetik ntuk mengurangi nyeri.
Hambatan mobilitas NOC : NIC :
fisik berhubungan 1. Joint Movement : Active
Exercise therapy : ambulation
dengan penurunan 2. Mobility Level
kekuatan dan 1. Monitoring vital sign sebelm/sesudah
3. Self care : ADLs
kerusakan latihan dan lihat respon pasien saat latihan
muskuloskeletal 4. Transfer performance 2. Konsultasikan dengan terapi fisik tentang
rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan
Kriteria hasil:
3. Bantu klien untuk menggunakan tongkat
1. Klien meningkat dalam aktivitas saat berjalan dan cegah terhadap cedera
fisik 4. Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain
2. Mengerti tujuan dari peningkatan tentang teknik ambulasi
mobilitas 5. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
6. Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan
ADLs secara mandiri sesuai kemampuan
7. Dampingi dan Bantu pasien saat mobilisasi
dan bantu penuhi kebutuhan

ADLs
1. Berikan alat Bantu jika klien memerlukan.
2. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi
dan berikan bantuan jika diperlukan
Ansietas NOC: NIC:
berhubungan dengan
Penurunan Kecemasan
ancaman kematian  Anxiety self control
dan perubahan status 1. Gunakan pendekan yang menyenangkan
 Anxiety level 2. Nyatakan dengan jelas harapan terhadap
kesehatan
 Coping pelaku pasien
3. Jelaskan semua prosedur dan apa yang
Kriteria hasil : dirasakan selama prosedur
1. Klien mampu 4. Temani pasien untuk memberikan
mengidentifikasi dan mengungkapkan keamanan dan mengurangi takut
gejala cemas. 5. Dengarkan dengan penuh perhatian
2. Mengidentifikasi, mengungkapkan 6. Identifikasi tingkat kecemasan
dan menunjukkan teknik untuk 7. Bantu pasien mengenal situasi
mengontrol cemas.
3. Vital sign dalam batas Normal

Resiko cedera NOC: NIC :


berhubungan dengan
1. Risk Kontrol Enviroment Management
tumor
(Manajemen Lingkungan)
Kriteria Hasil:
1. Indentifikasi kebutuhan keamanan pasien
1. Klien terbebas dari cidera berdasarkan level fisik dan fungsi
2. Klien mampu menjelaskan cara/metode koognitif serta riwayat kebiasaan
untuk mencegah injury/cidera sebelumnya.
3. Klien mampu menjelaskan faktor resiko 2. Indentifikasi benda-benda beresiko
dari lingkungan/perilaku personal di lingkungan.
4. Mampu menggunakan fasilitas kesehatan 3. Pindahkan benda-benda berbahaya
yang ada dari lingkungan pasien.
4. Modifikasi lingkungan
meminimalisir bahaya dan resiko.
5. Siapkan pasien dengan telfon
emergency.
6. Beritahu pasien terhadap resiko
individual dan kelompok mengenai
bahaya dan resiko.
7. Kolaborasikan dengan petugas lain
untuk meningkatakan keamanan
lingkungan.
Resiko infeksi NOC : NIC :
berhubungan dengan 1. Immune Status
Infection Control
penyakit kronis dan 2. Knowledge : Infection control
1. Pertahankan teknik aseptif
kerusakan jaringan 3. Risk control
2. Batasi pengunjung bila perlu
Kriteria Hasil :
3. Cuci tangan setiap sebelum dan
1.Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
sesudah tindakan keperawatan
2.Menunjukkan kemampuan untuk
4. Gunakan baju, sarung tangan sebagai
mencegah timbulnya infeksi
alat pelindung
3.Jumlah leukosit dalam batas normal
5. Ganti letak IV perifer dan dressing
4.Menunjukkan perilaku hidup sehat
sesuai dengan petunjuk umum
6. Gunakan kateter intermiten untuk
menurunkan infeksi kandung kencing
7. Tingkatkan intake nutrisi
Infection Protection
1. Monitor tanda dan gejala infeksi
sistemik dan lokal
2. Pertahankan teknik isolasi k/p
3. Inspeksi kulit dan membran mukosa
terhadap kemerahan, panas, drainase
4. Monitor adanya luka
5. Dorong masukan cairan
6. Dorong istirahat
7. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan
gejala infeksi
8. Kaji suhu badan pada pasien
neutropenia setiap 4 jam
DAFTAR PUSTAKA

Brunner, & Suddart. (2008). Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.

Herdman & Kamitsuru, 2018)Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., &
Wagner, C. M. (2016). Nursing Interventions Classification (NIC) Edisi Bahasa
Indonesia. (I. Nurjannah & R. D. Tumanggor, Eds.) (Ed 6). Singapore: Elsevier
Inc.

Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2018). NANDA-I Diagnosa Keperawatan Definisi


dan Klasifikasi 2018-2019. (B. A. Keliat, H. S. Mediani, & T. Tahlil, Eds.) (Ed.
11). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Kemenkes RI. (2016). Panduan Penatalaksanaan Osteosarkoma. Jakarta: Kementian


Kesehatan Republik Indonesia.

Kurniasih, Amanda. 2013. Laporan Pendahuluan Askep Osteosarkoma.


https://id.scribd.com/doc/168720911/Laporan-Pendahuluan-Osteosarcoma.
Diakses tanggal 26 September2019. Pukul 21.05 wita.

Moorhead, Johnson, Maas, & Swanson, 2016)Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M.
L., & Swanson, E. (2016). Nursing Outcomes Classification (NOC) 5th
Indonesian Edition. (I. Nurjannah & R. D. Tumanggor, Eds.) (Ed 5). Singapore:
Elsevier Inc.

Smeltzer, S. C., & Brenda, G. B. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Beda Vol
III Edisi 8. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Wijaya Andra Saferi, Putri Yessie Mariza, 2013. Keperawatan Medikal Bedah 2.
Yogyakarta : Nuha Medika

Wong, L. Donna. (2009). Keperawatan Pediatrik Volume 1. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai