Anda di halaman 1dari 38

1

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF PADA KLIEN DENGAN


NONUNION FEMUR DI INSTALASI BEDAH SENTRAL (IBS)
RSD dr. SOEBANDI JEMBER

disusun guna memenuhi tugas pada Program Profesi Ners (P2N)


Stase Keperawatan Bedah

oleh
Alfun Hidayatulloh, S.Kep.
NIM 122311101047

PROGRAM PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2016
2

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluan asuhan keperawatan perioperatif pada pasien dengan


Nonunion Femur di Instalasi Bedah Sentral (IBS) RSD dr. Soebandi Jember telah
disetujui dan disahkan pada:
Hari, tanggal : Selasa, 27 Desember 2016
Tempat : Instalasi Bedah Sentral (IBS) RSD dr. Soebandi

Jember, 30 Desember 2016


Mahasiswa

Alfun Hidayatulloh, S.Kep.


NIM 122311101047

Pembimbing Klinik Penanggung Jawab Mata Kuliah


Instalasi Bedah Sentral (IBS) Stase Keperawatan Bedah
RSD dr. Soebandi Jember PSIK Universitas Jember

H. Mustakim, S.Kep., Ns., MMKes. Ns. Mulia Hakam, M.Kep.,Sp.Kep.MB


NIP 19750225 199703 1 003 NIP 19810319 201404 1 001
3

LAPORAN PENDAHULUAN NONUNION FEMUR

I. KONSEP TEORI
A. PENGERTIAN NONUNION
Delayed union terjadi bila penyembuhan fraktur lebih dari 6 bulan, nonunion
diartikan sebagai gagal tersambungnya tulang yang fraktur, sedangkan malunion
adalah penyambungan yang tidak normal pada fraktur (Rasjad, 2007). Nonunion
merupakan komplikasi kronis dari fraktur. Nonunion adalah kondisi dimana tulang
yang mengalami fraktur belum sepenuhnya sembuh dalam 9 bulan sejak cedera dan
yang belum menunjukkan tanda-tanda penyembuhan lebih dari 3 bulan berturut-
turut pada x-rays serial (Punett&Pramod, 2016). Nonunion merupakan kegagalan
fraktur berkonsolidasi dan memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil
setelah 6-9bulan. Nonunion ditandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada
sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseudoarthrosis (Mutaqqin, 2008).
Nonunion adalah kondisi dimana tulang yang patah gagal untuk sembuh (AAOS.
2016).
Nonunion femur adalah kondisi dimana tulang femur yang mengalami fraktur
belum sepenuhnya sembuh dalam 9 bulan sejak cedera dan yang belum
menunjukkan tanda-tanda penyembuhan lebih dari 3 bulan berturut-turut pada x-
rays serial yang disebabkan kegagalan fraktur femur untuk berkonsolidasi dan
memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9bulan.
Klasifikasi Fraktur Nonunion
4

Fraktur non union dibagi menjadi hipertrofi dan atrofi (Punett&Pramod, 2016).
1. Fraktur non union hipertrofi memiliki suplai darah yang baik bagi kedua
fragmen, menunjukkan berbagai derajat pembentukan kalus, dan dapat diobati
dengan meningkatkan stabilitas mekanis pada lokasi fraktur dengan fiksasi
internal ataupun eksternal atau dengan stimulasi elektris. Fraktur non union
hipertrofi dibagi menjadi :
a) Fraktur non union ‘Elephant Foot’ yang sangat hipertrofik dan kaya akan
kalus. Disebabkan oleh fiksasi dan imobilisasi inadekuat atau penumpuan
berat badan yang terlalu dini pada fraktur yang sudah direduksi dengan
fragmen yang masih vital
b) Fraktur non union “Horse Hoof” yang agak hipertrofik dan sedikit akan
kalus. Disebabkan oleh fiksasi yang kurang stabil dengan plate dan screw.
Ujung fragmen menunjukkan adanya kalus yang insufisien untuk
penyambungan tulang seutuhnya dan kemungkinan ada sedikit sklerosis
c) Fraktur non union oligotrofik yang tidak hipertrofik, tetapi vaskularisasinya
baik dan tidak terbentuk kalus. Biasanya disebabkan oleh pergeseran besar
dari fragmen frakturnya, distraksi antar fragmen atau fiksasi internal tanpa
aposisi akurat antar fragmennya
2) Fraktur non union atrofi atau avaskular adalah fraktur non union dengan
nekrosis tulang, tanpa adanya pembentukan kalus, seringkali terdapat
kesenjangan antar fragmen fraktur dan membutuhkan eksisis tulang-tulang
yang sudah tidak vital serta implantasi stimulus biologis (contohnya bone graft)
dan pemasangan perangkat mekanis yang sifatnya menstabilkan. Fraktur non
union atrofi dibagi menjadi:
a) Fraktur non union ‘Torsion Wedge’ dengan adanya fragmen intermediat
yang menyebabkan penurunan atau penghentian suplai darah. Fragmen
intermediat telah sembuh dan menempel pada fragmen utama tetapi sisi
satunya tidak. Biasanya tampak pada fraktur tibia yang dilakukan
pemasangan plate dan screw.
b) Fraktur non union kominutiva dengan adanya satu atau lebih fragmen
intermediat yang nekrotik. Pemeriksaan radiografi menunjukan tidak
5

adanya pembentukan kalus. Biasanya disebabkan oleh patahnya plate yang


digunakan untuk stabilisasi fraktur pada masa akut.
c) Fraktur non union defek dengan hilangnya fragmen diafisis tulang. Ujung
fragmen masih vital tetapi penyembuhan tulang tidak memungkinkan.
Seiring perjalanan waktu, ujung fragmen menjadi atrofi. Biasanya terjadi
setelah fraktur terbuka, sekuestrektomi pada osteomyelitis dan reseksi
tumor.
d) Fraktur non union atrofik adalah hasil akhir ketika fragmen intermediet
hilang dan jaringan parut kekurangan sel osteogenik potensial. Ujung
fragmen mengalami osteoporosis dan atrofi.
Anatomi Tulang Femur
Tulang femur merupakan tulang pipa terpanjang dan terbesar didalam
tulang kerangka pada bagian pangkal yang berhubungan dengan asetabulum
membentuk kepala sendi yang disebut kaput femoris. Disebelah atas dan bawah dari
kolumna femoris terdapat laju yang disebut trokanter mayor dan trokanter minor.
Dibagian ujung membentuk persendian lutut, terdapat 2 buah tonjolan yang disebut
kondilus lateralis, diantara kedua kondilus ini terdapat lekukan tempat letaknya
tulang tempurung lutut (patella)yang disebut fosa kondilus (Prince, 2005).
6

Jaringan Lunak Sekitar Femur


a. Otot Kompartemen
Otot paha dipisahkan menjadi 3 kompartemen oleh facia produnda, yaitu
kompartemen anterior, medial dan posterior. Otot yang ada pada masing-
masing kompartemen dapat dilihat dalam tabel.
Anterior Medial Posterior
Quadriceps Pactineus Adduktor Semimembranosus
femoris Sartoneus longus Semitendinosus
Rektus femoris Iliopsoas Assuktor brevis Bisep femoris
Vastus lateralis Psoas Adduktor Muskulus
Vastus medialis Iliacus magnus sartorius
Vastus intermdius Gracilis
Obturator
eksternus
Pada permukaan anterior dipangkal paha terdapat suatu hiatus saphenous yang
merupakan tempat masuknya vena saphenamagna (vena supericialis) ke dalam
fascia lata. Otot pada bagian anterior berfungsi untuk fleksi hip joint. Otot
medial berfungsi untuk mengadduksi ekstremitas inferior. Otot bagian posterior
dikenal sebagai hamstring, fungsi otot tersebut adalah untuk menggantung
tungkai (memfleksikan tungkai)
7

b. Pembuluh darah
1) Arteri Femoralis
Terletak di ruang lateral vagina femoralis. Bercabang menjadi arteri
circumflexa ilium superficialis, arteri epigastrica superficialis,
arteripudenda externa superficialis, arteri pudenda externa profunda, arteri
profunda femoris, arteri genicularis descendens.
2) Vena Femoralis
Terletak di ruang medial vagina femoralis. Bercabang menjadi vena
Circumflexa ilium superficialis, vena Epigastrica superficialis, Vena
Pudendae externae yg bermuara ke vena Saphena magna

c. Syaraf
1) Saraf femoral – saraf ini merupakan bagian dari pleksus lumbalis. Saraf
femoralis memberikan sensasi ke anterior (depan) paha. Otot ini
menginervasi di paha anterior yang memungkinkan lutut untuk
memperpanjang.
2) Saraf lateral femoral – saraf ini merupakan bagian dari jaringan saraf lumbal
pleksus. Saraf lateral femoralis memberikan sensasi ke sisi anterior dan
lateral paha.
8

3) Saraf saphena: saraf ini merupakan cabang dari saraf femoral dan berjalan
menyusuri bagian medial kaki ke bagian medial kaki dan innervates kulit
di sisi medial pergelangan kaki dan kaki.

d. Tendon
1) Tendon psoas mayor
2) Quadrisep tendon berada di atara femur dan tibia
3) Bisep femoris tendon avulsion

Fraktur Femur
Fraktur femur adalah suatu patahan kontinuitas struktur tulang femur
dikarenakan trauma langsung, trauma tidak langsung, faktor tekanan atau kelelahan
dan faktor patologik. Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur
yang bisa terjadi akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari
ketinggian) dan biasanya lebih banyak dialami oleh laki-laki dewasa. Patah pada
9

daerah ini dapat menimbulkan pendarahan yang cukup banyak. Kemampuan tiap
tulang untung bertahan dari trauma tergantung dari beberapa faktor, termasuk di
dalamnya kekuatan tulang atau densitasnya, arah trauma, tipe traumanya dan
kemampuan otot serta ligamen sekitar tulang untuk mengabsorbsi kekuatan trauma.
Tipe trauma yang berbeda, menghasilkan pola fraktur yang berbeda (Mansjoer,
2007).

Penggolongan fraktur femur dapat dibagi menjadi beberapa kategori,


meliputi:
a. Fraktur Collum Femur
Fraktur Collum Femur dapat disebabkan oleh trauma langsung yaitu misalnya
seseorang terjatuh dengan posisi miring dan trokanter mayor langsung
terbentur pada benda keras seperti jalan. Pada trauma tidak langsung, fraktur
kolum femur terjadi karena gerakan eksorotasi yang mendadak dari tungkai
bawah. Kebanyakan fraktur ini terjadi pada wanita tua yang tulangnya sudah
mengalami osteoporosis (Mansjoer, 2007).
b. Fraktur SubTrochanter Femur
Fraktur SubTrochanter Femur merupakan fraktur dimana garis patahnya
berada 5 cm distal dari trochanter minor, dibagi dalam beberapa klasifikasi
tetapi yang lebih sederhana dan mudah dipahami adalah klasifikasi Fielding &
Magliato, yaitu :
1) tipe 1, garis fraktur satu level dengan trochanter minor
2) tipe 2, garis patah berada 1 -2 inch di bawah dari batas atas trochanter minor
3) tipe 3, garis patah berada 2 -3 inch di distal dari batas atas trochanterminor
10

c. Fraktur Batang Femur


Fraktur batang femur biasanya terjadi karena trauma langsung akibat
kecelakaan atau jatuh dari ketinggian, patah pada daerah ini dapat
menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan penderita
menjadi shock. Salah satu klasifikasi fraktur batang femur berdasarkan adanya
lukayang berhubungan dengan daerah yang patah, meliputi:
1) Tertutup
2) Terbuka
Ketentuan fraktur femur terbuka bila terdapat hubungan antara tulang
patahdengan lingkungan luar tubuh. Fraktur batang femut terbuka dibagi
dalam tiga derajat, yaitu:
a) Derajat I
Bila terdapat hubungan dengan dunia luar timbul luka kecil, biasanya
diakibatkan tusukan fragmen tulang dari dalam menembus keluar.
b) Derajat II
Luka lebih besar (>1cm) luka ini disebabkan karena benturan dari luar.
c) Derajat III
Luka lebih luas dari derajat II, lebih kotor, jaringan lunak banyak yang
rusak (otot, saraf, pembuluh darah)
d. Fraktur Femur Suprakondiler
Fraktur supracondyler fragment bagian distal selalu terjadi dislokasi ke
posterior, hal ini biasanya disebabkan karena adanya tarikan dari otot – otot
gastrocnemius. Fraktur supracondiler pada umumnya disebabkan oleh trauma
langsung karena kecepatan tinggi sehingga terjadi gaya axial dan stress valgus
atau varus dan disertai gaya rotasi.
e. Fraktur Femur Interkondiler
Fraktur ini relatif jarang dan biasanya terjadi sebagai akibat jatuh dengan lutut
dalam keadaaan fleksi dari ketinggian. Permukaan belakang patella yang
berbentuk baji , melesak ke dalam sendi lutut dan mengganjal di antara kedua
kondilus dan salah satu atau keduanya retak. Pada bagian proksimal
kemungkinan terdapat komponen melintang sehingga didapati fraktur dengan
11

garis fraktur berbentuk seperti huruf T atau Y. Secara klinis, sendi lutut
bengkak akibat hemartrosis dan biasanya disertai goresan atau memar pada
bagian depan lutut yang menunjukkan adanya trauma. Pada fraktur jenis ini
juga dapat mengakibatkan fraktur pada patella.
f. Fraktur Kondiler Femur
Mekanisme traumanya bisa kombinasi dari gaya hiperabduksi dan adduksi
disertai dengan tekanan pada sumbu femur keatas.

B. ETIOLOGI NONUNION
Fraktur non union dapat disebabkan oleh gangguan vaskularisasi atau
kurangnya stabilitas antar fragmen. Noncompliance, neuropati, konsumsi alkohol,
merokok adalah faktor-faktor yang berkontribusi terhadap terjadinya non union
(Mansjoer, 2007). Nonunions terjadi ketika tulang tidak memiliki stabilitas yang
memadai, aliran darah, atau keduanya. Nonunion juga terjadi akibat dari high-
energy injury seperti dari kecelakaan mobil, karena luka parah sering mengganggu
suplai darah ke tulang yang patah (AAOS, 2016).
1. Faktor risiko
Beberapa faktor meningkatkan risiko nonunion (AAOS, 2016).
a) Penggunaan tembakau atau nikotin dalam bentuk apapun (merokok,
mengunyah tembakau, dan penggunaan permen karet nikotin atau patch)
menghambat penyembuhan tulang dan meningkatkan kemungkinan
nonunion.
b) Usia yang lebih tua
c) Anemia berat
d) Diabetes
e) Tingkat vitamin D rendah
f) Hypthyroidism
g) Nutrisi buruk
h) Obat termasuk obat anti-inflamasi seperti aspirin, ibuprofen, dan
prednison. Dokter dan pasien harus selalu mendiskusikan risiko dan
manfaat menggunakan obat ini selama penyembuhan patah tulang
12

i) Infeksi
j) Fraktur yang kompleks
2. Suplai darah
Nonunions terjadi jika tulang yang cedera memiliki suplai darah yang terbatas
(AAOS, 2016).
a) Beberapa tulang, seperti tulang kaki, memiliki stabilitas yang melekat dan
suplai darah yang sangat baik. Mereka dapat diharapkan untuk
menyembuhkan dengan pengobatan minimal.
b) Beberapa tulang, seperti tulang paha atas (kepala femoral dan leher) dan
tulang pergelangan tangan kecil (skafoid), memiliki suplai darah yang
terbatas. Pasokan darah dapat hancur ketika tulang ini patah.
c) Beberapa tulang, seperti tulang kering (tibia), memiliki suplai darah yang
moderat, bagaimanapun, cedera dapat mengganggu itu. Misalnya, cedera
energi tinggi dapat merusak kulit dan otot lebih tulang dan menghancurkan
suplai darah eksternal. Selain itu, cedera dapat menghancurkan suplai darah
internal yang ditemukan di sumsum di tengah tulang.
Fraktur non union sering ditemukan pada (Asami-asean, 2016):
a) Fraktur terbuka
b) Fraktur yang terinfeksi
c) Fraktur segmental dengan gangguan suplai darah terutama pada fragmen
bagian tengah
d) Fraktur kominutiva karena trauma berat
e) Fraktur dengan fiksasi yang kurang baik
f) Fraktur dengan imobilisasi dalam rentang waktu inadekuat
g) Fraktur dengan reduksi terbuka yang kurang baik
h) Fraktur yang tertarik menjauh (distraksi) oleh traksi atau karena plate dan
screw
i) Fraktur pada tulang yang teriritasi
13

Tahapan Bone Healing

Setiap tulang yang mengalami cedera, misalnya fraktur karena kecelakaan, akan
mengalami proses penyembuhan. Fraktur tulang dapat mengalami proses
penyembuhan dalam 5 tahap yaitu (Muttaqin, 2008):
1. Fase hematoma
Apabila tejadi fraktur pada tulang panjang, maka pembuluh darah kecil yang
melewati kanalikuli dalam system haversian mengalami robekan dalam daerah
fraktur dan akan membentuk hematoma diantara kedua sisi fraktur. Hematoma
yang besar diliputi oleh periosteum. Periosteum akan terdorong dan mengalami
robekan akibat tekanan hematoma yang terjadi sehingga dapat terjadi
ekstravasasi darah kedalam jaringan lunak. Osteosit dengan lakunannya yang
terletak beberapa millimeter dari daerah fraktur akan kehilangan darah dan mati,
yang akan menimbulkan suatu daerah cincin avaskular tulang yang mati pada
sis-sisi fraktur segera setelah trauma. Waktu terjadinya proses ini dimulai saat
fraktur terjadi sampai 2-3 minggu.
2. Fase proliferasi seluler subperiosteal dan endosteal
Pada saat ini terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu reaksi
penyembuhan. Penyembuhan fraktur terjadi karena adanya sel-sel osteogenik
yang berproliferasi dari periosteum untuk membentuk kalus eksterna serta pada
daerah endosteum membentuk kalus interna sebagi aktivitas seluler dalam
14

kanalis medularis. Apabila terjadi robekan yang hebat pada periosteum, maka
penyembuhan sel berasal dari diferansiasi sel-sel mesenkimal yang
berdiferensiasi kedalam jaringan lunak. Pada tahap awal dari penyembuhan
fraktur ini terjadi penambahan jumlah dari sel-sel osteogenik yang memberi
penyembuhan yang cepat pada jaringan osteogenik yang sifatnya lebih cepat
dari tumor ganas. Jaringan seluler tidak terbentuk dari organisasi pembekuan
hematoma suatu daerah fraktur. Setelah beberapa minggu, kalus dari fraktur
akan membentuk suatu massa yang meliputi jaringan osteogenik. Pada
pemeriksaan radiologist kalus belum mengandung tulang sehingga merupakan
suatu daerah radioluscen. Pada fase ini dimulai pada minggu ke 2-3 setelah
terjadinya fraktur dan berakhir pada minggu ke 4-8.
3. Fase pembentukan kalus (Fase union secara klinis)
Setelah pembentukan jaringan seluler yang tumbuh dari setiap fragmen sel
dasar yang berasal dari osteoblast dan kemudian pada kondroblast membentuk
tulang rawan. Tempat osteoblas diduduki oleh matriks interseluler kolagen dan
perlekatan polisakarida oleh garam-garam kalsium pembentuk suatu tulang
yang imatur. Bentuk tulang ini disebut moven bone. Pada pemeriksaan radiolgis
kalus atau woven bone sudah terlihat dan merupakan indikasi radiologik
pertama terjadinya penyembuhan fraktur.
4. Fase konsolidasi (Fase union secara radiology)
Woven bone akan membentuk kalus primer dan secara perlahan-lahan diubah
menjadi tulang yang lebih matang oleh aktivitas osteoblas yang menjadi
struktur lamellar dan kelebihan kalus akan di resorpsi secara bertahap. Pada fase
3 dan 4 dimulai pada minggu ke 4-8 dan berakhir pada minggu ke 8-12 setelah
terjadinya fraktur.
5. Fase remodeling
Bilamana union telah lengkap, maka tulang yang baru akan membentuk bagian
yang meyerupai bulbus yang meliputi tulang tetapi tanpa kanalis medularis.
Pada fase remodeling ini perlahan-lahan terjadi resorpsi secara osteoklastik dan
tetapi terjadi osteoblastik pada tulang dan kalus eksterna secara perlahan-lahan
menghilang. Kalus intermediet berubah menjadi tulang yang kompak dan berisi
15

system haversian dan kalus bagian dalam akan mengalami peronggaan untuk
membentuk susmsum. Pada fase terakhir ini, dimulai dari minggu ke 8-12 dan
berakhir sampai beberapa tahun dari terjadinya fraktur.
Faktor Yang Mempengaruhi Penyembuhan Fraktur (Muttaqin, 2008):
1. Faktor Sistemik
1) Umur
2) Level aktivitas
3) Status nutrisi
4) Faktor hormonal
a) Hormon pertumbuhan (Growth Hormone)
b) Kortikosteroid (Osteonekrosis mikrovaskular)
c) Lain-lain (Tiroid, esterogen, androgen, kalsitonin, paratiroid,
prostaglandin)
5) Penyakit (Diabetes, anemia, neuropati)
6) Defisiensi vitamin A, C, D, K
7) Obat-obatan (NSAID, antikoagulan, faktor XII, calcium-channel blocker,
sitotoksin, difosfonat, fenitoin, sodium florida, tetrasiklin)
8) Nikotin atau alkohol
9) Hiperoksia
10) Faktor pertumbuhan sistemik
11) Temperatur lingkungan
12) Trauma sistem saraf pusat
2. Faktor Lokalis
1) Faktor tidak tergantung cedera, pengobatan atau komplikasi
a) Tipe tulang
b) Tulang abnormal
1. Nekrosis karena radiasi
2. Infeksi
3. Tumor dan kondisi patologis lainnya
c) Denervasi
2) Faktor tergantung cedera
16

a) Derajat kerusakan lokal


1. Fraktur compound
2. Fraktur kominutiva
3. Kecepatan (velocity) terjadinya cedera
4. Kadar vitamin K1 sirkuler rendah
b) Luasnya kerusakan suplai vaskular ke tulang, fragmennya (osteonekrosis
makrovaskular) atau jaringan lunak di sekitar; keparahan cedera
c) Tipe dan lokasi fraktur
d) Hilangnya tulang
e) Interposisi jaringan lunak
f) Faktor pertumbuhan lokal
3) Faktor tergantung penatalaksanaan
a) Luasnya trauma karena pembedahan
b) Pengalihan aliran darah karena pemasangan implan
c) Derajat dan jenis rigiditas fiksasi internal maupun eksternal dan pengaruh
waktu
d) Derajat, durasi dan arah deformasi tulang dan jaringan lunak karena
beban
e) Luasnya permukaan kontak antar fragmen
f) Faktor stimulasi osteogenesis pasca trauma (bone grafts, bone
morphogenetic protein, stimulasi elektris, teknik operasi, stasis vena
intermiten)
4) Faktor berhubungan dengan komplikasi
a) Infeksi
b) Stasis vena
c) Alergi bahan metal

C. PATOFISIOLOGI
Pada dasarnya penyebab fraktur itu sama yaitu trauma, tergantung dimana
fraktur tersebut mengalami trauma, begitu juga dengan fraktur femur ada dua faktor
penyebab fraktur femur, faktor-faktor tersebut diantaranya, fraktur fisiologis
17

merupakan suatu kerusakan jaringan tulang yang diakibatkan dari kecelakaan,


tenaga fisik, olahraga, dan trauma dan fraktur patologis merupakan kerusakan
tulang terjadi akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor dapat
mengakibatkan fraktur (Rasjad, 2007).
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk
menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat
diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya
atau terputusnya kontinuitas tulang (Lukman & Ningsih, 2009). Jika tulang
mengalami fraktur, maka periosteum, pembuluh darah di korteks, marrow dan
jaringan disekitarnya rusak. Terjadi pendarahan dan kerusakan jaringan di ujung
tulang. Terbentuklah hematoma di canal medulla. Pembuluh-pembuluh kapiler dan
jaringan ikat tumbuh ke dalamnya menyerap hematoma tersebut, dan
menggantikannya. Jaringan ikat berisi sel-sel tulang (osteoblast) yang berasal dari
periosteum. Setelah pembentukan jaringan seluler yang tumbuh dari setiap fragmen
sel dasar yang berasal dari osteoblast dan kemudian pada kondroblast membentuk
tulang rawan. Tempat osteoblas diduduki oleh matriks interseluler kolagen dan
perlekatan polisakarida oleh garam-garam kalsium pembentuk suatu tulang yang
imatur. Bentuk tulang ini disebut moven bone (Mutaqqin, 2008). Pada nonunion
fraktur mengalami kegagalan untuk berkonsolidasi dan memproduksi sambungan
yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9bulan. Pada pemeriksaan radiolgis pada
bulan ke 3 kalus atau woven bone tidak terlihat dan merupakan indikasi radiologik
pertama terjadinya nonunion. Ada beberapa penyebab terjadinya fraktur yang non
union antara lain infeksi, immobilisasi yang kurang, interposisi jaringan lunak
antara fragmen fraktur, suplai darah yang kurang, status nutrisi yang buruk, fraktur
terbuka, comminuted, segmental ataupun fraktur patologik yang lain. Persendian
yang tidak tepat dimana sering disebut pseudoarthrosis sering dijumpai. Pada
kondisi ini, terjadi gerakan seperti persendian, dan karena gerakan tersebut akan
menghasilkan sinovium dan tepi kavitas dimana kemudian akan diisi oleh cairan
sinovial (AAOS, 2016).
18

D. TANDA DAN GEJALA


a. Pasien dengan nonunions biasanya merasa nyeri di lokasi fraktur setelah
rasa sakit awal fraktur menghilang. Nyeri ini bisa berlangsung berbulan-
bulan, atau bahkan bertahun-tahun. Mungkin konstan, atau mungkin terjadi
hanya ketika lengan atau kaki yang patah digunakan (AAOS, 2016).
b. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung
bergerak secara tidak alamiah. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau
tungkai menyebabkan deformitas ekstremitas, yang bisa diketahui dengan
membandingkan dengan ekstremitas yang normal. Ektremitas tak dapat
berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas
tulang tempat melekatnya otot (Brunner & Suddarth, 2001).
c. Sebuah kesenjangan terus-menerus tanpa tulang mencakup situs fraktur
(AAOS, 2016).
d. Tidak ada kemajuan dalam penyembuhan tulang ketika studi pencitraan
diulang dibandingkan selama beberapa bulan (AAOS, 2016).
e. Penyembuhan yang tidak memadai dalam jangka waktu yang biasanya
cukup untuk penyembuhan normal (AAOS, 2016).
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Radiologi
Sebagai penunjang, pemeriksaanyang penting adalah “pencitraan”
menggunakan sinar rontgen (x-ray).Untuk mendapatkan gambaran 3
dimensi keadaan dan kedudukantulang yang sulit, maka diperlukan 2
proyeksi yaitu AP atau PA danlateral. Dalam keadaan tertentu
diperlukan proyeksi tambahan (khusus) ada indikasi untuk
memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi.
Perludisadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi
kegunaanpemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan
permintaan.
Hal yang harus dibaca pada x-ray adalah bayangan jaringan lunak, tipis
tebalnya korteks sebagai akibat reaksi periosteum atau
biomekanik atau juga rotasi, trobukulasi ada tidaknya rare fraction, sela sendi
19

serta bentuknya arsitektur sendi. Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin
perlu tehnik khususnya seperti:
1) Tomografi
Menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain
tertutupyang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan
struktur yangkompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada
struktur lain juga mengalaminya.
2) Myelografi
Menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah diruang
tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma.
3) Arthrografi
Menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda paksarteri
4) Computed Tomografi-Scanning
Menggambarkan potongan secara transversal dari tulang dimana
didapatkan suatu struktur tulang yang rusak

Contoh klinis pasien dengan deviasi gabungan varus axis (A) dan perbedaan rotasi 15 °
(B) sebelum reamed memaku pertukaran intramedullary dari nonunion femoralis .
b. Pemeriksaan laboratorium
1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.
2) Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang dan menunjukkan
kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5),
Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap
penyembuhan tulang.
20

c. Pemeriksaan lain-lain
1) Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test sensitivitas:
didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi.
2) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan
pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi.
3) Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf yang
diakibatkan fraktur.
4) Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena
trauma yang berlebihan.
5) Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi
pada tulang.
6) MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
F. PENATALAKSANAAN
Nonsurgical perawatan untuk nonunions memiliki kelebihan dan kekurangan.
Lebih dari satu alternatif yang mungkin tepat (AAOS, 2016).
1. Pengobatan non-bedah
Stimulator tulang eksternal diterapkan pada kulit di atasnya nonunion tersebut.
Beberapa nonunions dapat diobati nonsurgically. Pengobatan non operasi yang
paling umum adalah stimulator tulang. Perangkat kecil ini memberikan
gelombang elektromagnetik ultrasonik atau berdenyut yang merangsang
penyembuhan pasien dengan menempatkan stimulator pada kulit dari nonunion
selama 20 menit sampai beberapa jam setiap hari. Perawatan ini harus
digunakan setiap hari untuk menjadi efektif.

Stimulator tulang eksternal diterapkan pada kulit di atasnya nonunion.


21

2. Pengobatan bedah
Tulang cangkok diambil dari belakang panggul dan ditempatkan di lokasi
nonunion. Operasi yang dibutuhkan ketika metode nonsurgical gagal, juga
mungkin perlu operasi kedua jika operasi pertama gagal. Pilihan bedah
termasuk cangkok tulang atau cangkok pengganti tulang, fiksasi internal, dan /
atau fiksasi eksternal.
a) Bone Graft. Selama prosedur ini, tulang dari bagian lain dari tubuh patah di
situs untuk "jump start" proses penyembuhan. Cangkok tulang menyediakan
perancah tulang baru yang bisa tumbuh. Cangkok tulang juga menyediakan
sel-sel tulang segar dan bahan kimia alami yang dibutuhkan tubuh untuk
penyembuhan tulang.

Tulang cangkok diambil dari belakang panggul dan ditempatkan di lokasi nonunion.
Selama prosedur, ahli bedah membuat sayatan dan menghilangkan (panen)
tulang dari daerah yang berbeda pada pasien. Ini kemudian
ditransplantasikan ke situs nonunion. Tepi panggul atau "krista iliaka" yang
paling sering digunakan untuk tulang panen. Meskipun panen tulang
mungkin menyakitkan, jumlah tulang dihilangkan biasanya tidak
menimbulkan masalah fungsional, struktural atau kosmetik.
b) Allograft (cadaver tulang graft). Allograft (cadaver) cangkok tulang
menghindari tulang panen dari pasien, dan karena itu, mengurangi rasa sakit
yang terlibat dengan mengobati nonunion tersebut. Seperti cangkok tulang
22

tradisional, menyediakan perancah untuk tulang pasien untuk


menyembuhkan di daerah nonunion tersebut. Dengan berjalannya waktu,
tulang pasien menggantikan tulang mayat. Meskipun ada risiko teoritis
infeksi, mayat tulang graft diproses dan disterilisasi untuk meminimalkan
risiko ini.
c) Pengganti tulang graft dan / atau osteobiologics. Seperti allograft,
penggantian cangkok tulang secara panen dari pasien untuk menghindari
prosedur panen tulang dan nyeri yang terkait. Meskipun pengganti cangkok
tulang tidak memberikan sel-sel tulang segar yang dibutuhkan untuk
penyembuhan normal, mereka menyediakan perancah bahan kimia yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan.
Tergantung pada jenis nonunion, salah satu bahan di atas, atau kombinasi
dari bahan, dapat digunakan untuk memperbaiki nonunion tersebut. Cangkok
tulang (atau pengganti cangkok tulang) saja tidak memberikan stabilitas ke situs
fraktur. Kecuali nonunion secara inheren stabil, juga mungkin perlu prosedur
bedah lebih (fiksasi internal atau eksternal) untuk meningkatkan stabililty.
a) Fiksasi internal. Fiksasi internal menstabilkan nonunion. Dokter bedah
menempel pelat logam dan sekrup ke luar tulang atau menempatkan kuku
(batang) di dalam kanal tulang. Fixator eksternal terbuat dari pin dan kabel
menstabilkan nonunion tibia. Jika nonunion terjadi setelah operasi fiksasi
internal, operasi fiksasi internal lain mungkin diperlukan untuk
meningkatkan stabilitas. Ahli bedah dapat menggunakan perangkat yang
lebih kaku, seperti batang yang lebih besar (paku) atau piring lagi.
Menghapus sebuah paku yang sebelumnya dimasukkan dan memasukkan
lebih besar (exchange memaku) meningkatkan stabilitas dan merangsang
penyembuhan dalam tulang. Fiksasi internal dapat dikombinasikan dengan
cangkok tulang untuk membantu stabilitas dan merangsang penyembuhan.
b) Fiksasi eksternal. Fiksasi eksternal menstabilkan tulang terluka, juga.
Dokter bedah menempel bingkai kaku ke luar lengan terluka atau kaki.
Frame melekat pada tulang dengan kabel atau pin. Fiksasi eksternal dapat
digunakan untuk meningkatkan stabilitas situs fraktur jika ketidakstabilan
23

membantu menyebabkan nonunion tersebut. Fiksasi eksternal dapat


mengobati nonunions pada pasien yang juga memiliki kehilangan tulang
dan / atau infeksi.

Fixator eksternal terbuat dari pin dan kabel menstabilkan nonunion tibia.
24

Clinical Pathways Faktor resiko: Nikotin, usia tua, anemia berat, diabetes, tingkat
vitamin D rendah, nutrisi buruk, obat anti-inflamasi, infeksi,
fraktur yang kompleks
Fraktur femur Tulang imatur (wove bone)
Suplai darah: tulang paha atas (kepala femoral dan leher) dan
memiliki suplai darah yang terbatas. Pasokan darah dapat hancur
ketika tulang ini patah.
Patah tulang tertutup Patah tulang terbuka
kegagalan untuk
berkonsolidasi dan Fraktur terbuka, terinfeksi, fiksasi yang kurang baik, imobilisasi
memproduksi sambungan inadekuat, reduksi terbuka yang kurang baik, teriritasi
yang lengkap, kuat, dan stabil .
Kerusakan struktur tulang Pembedahan ulang (ORIF,OREF) Pre Op:Ansietas

Patah tulang merusak jaringan Nonunion femur


Kerusakan jaringan Laserasi kulit

Perubahan letak fragmen deformitas


Terputusnya kontinuitas jar. Stimulus neurotransmitter nyeri Post Op: Kerusakan integritas kulit

Kehilangan Fungsi Putus vena/arteri


Hematoma Pelepasan mediator prostaglandin
Intra Op:
perdarahan Ketidakefektifan perfusi
Ekstravasasi darah Keterbatasan Gerak
Jaringan
kedalam jaringan lunak Respon nyeri hebat
Kehilangan volume cairan
Imobilitas
sel-sel osteogenik
Pre Op: Nyeri
yang berproliferasi
Kronis
Intra Op: Resiko Syok
Post Op:Hambatan Mobilitas Fisik hipovolemik

osteoblast
Pasien malas bergerak Post Op: Risiko Disuse Sindrom
25

A. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Anamnesis
1) Identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, usia, alamat, agama, bahsa yang digunkan,
status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, nomor
register, tanggal dan jam masuk rumah sakit, dan diagnosis medis.
Pada umumnya, keluhan utama pada kasus nonunion fraktur femur adalah
rasa nyeri yang lama.Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap
mengenai rasa nyeri klien, perawat mengunakan OPQRSTUV.
O (onset)
P (Provoking Incident): hal yang menjadi faktor presipitasi nyeri adalah
trauma pada bagian femur
Q (quality of pain): klien merasakan nyeri yang bersifat menusuk.
R (Region, Radiation, Relief): nyeri yang terjadi di bagian paha yang
mengalami patah tulang. Nyeri dapt reda dengan imobilisasi atau istirahat.
S (Scale of pain): Secara subyektif, nyeri yang dirasakan klien antara 2-4
pada skala pengukuran 0-4
T (Treatment)
U (Understanding)
V (Value)
2) Riwayat penyakit sekarang
Kaji kronologi terjadinya trauma yang menyebabkan patah tulang paha
tidak sembuh, pertolongan apa yang telah didapatkan, dan apakah sudah
berobat ke dukun patah, nutrisi, imobilisasi. Dengan mengetahui
mekanisme terjadinya kecelakaaan, perawat dapat mengetahui luka
kecelakaan yang lain.
3) Riwayat penyakit dahulu
Penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit yang menyebabkan
fraktur patologis sehingga tulang sulit untuk menyambung. Selain itu, klien
diabetes dengan luka di kaki sangat beresiko terjadi osteomielitis akut dan
kronis dan penyaklit diabetes melitus menghambat proses penyembuhan
tulang. Kapan mengalami fraktur, sudah berapa lama.
4) Riwayat penyakit keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan patah tulang paha adalah
faktor predispossisi terjadinya fraktur, seperti osteoporosis yang sering
terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung
diturunkan secara genetik.
5) Riwayat psikospiritual
26

Kaji respon emosis klien terhadap penyakit yang dideritanya, peran klien
dalam keluarga, masyarakat, serta respon atau pengaruhnya dalam
kehidupan sehari-hari, baik dalam keluarga maupun masyarakat.
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status general)
untuk mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokal)
1) Keadaan umum
Keadaan baik dan buruknya klien.Tanda-tanda gejala yang perlu dicatat
adalah kesadaran diri pasien (apatis, sopor, koma, gelisah, komposmetis
yang bergantung pada keadaan klien), kesakitan atau keadaaan penyakit
(akut, kronis, berat, ringan, sedang, dan pada kasus fraktur biasanya akut)
tanda vital tidak normal karena ada gangguan lokal baik fungsi maupun
bentuk.
2) B1 (Breathing)
Pada pemeriksaan sistem pernafasan, didapatkan bahwa klien nonunion
fraktur femur tidak mengalami kelainaan pernafasan. Pada palpasi thorak,
didapatkan taktil fremitus seimbang kanan dan kiri. Pada auskultasi tidak
terdapat suara tambahan.
3) B2 (Blood)
Inspeksi tidak ada iktus jantung, palpasi nadi meningkat iktus tidak teraba,
auskultasui suara S1 dan S2 tunggal, tidak ada murmur.
4) B3 (Brain)
a) Tingkat kesadaran biasanya komposmentis.
Kepala: Tidak ada gangguan, yaitu normosefalik, simetris., tidak ada
penonjolan, tidak ada sakit kepalarteri
Leher: Tidak ada gangguan, simetris, tidak ada penonjolan, reflek
menelan adarteri
Wajah : Wajah terlihat menahan sakit dan bagian wajah yang lain tidak
mengalami perubahan fungsi dan bentuk. Wjah simetris, tidak ada lesi
dan edemarteri
Mata: Tidak ada gangguan, konjungtiva tidak anemis (pada klien
dengan patah tulang tertutup tidak terjadi perdarahan). Klien yang
mengalami nonunion fraktur femur terbuka biasanya mengfalami
perdarahan sehingga konjungtiva nya anemis.
Telinga : Tes rinn dan weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada
lesi dan nyeri tekan.
Hidung: Tidak ada deformitas, tidak ada pernafasan cuping hidung.
Mulut dan Faring: Tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi
perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.
27

Status mental, observasi penampilan, dan tingkah laku klien.Biasanya


status mental tidak mengalami perubahan.
c) Pemeriksaan saraf kranial
Saraf I: fungsi penciuman tidak ada gangguan.
Saraf II: ketajaman penglihatan normal
Saraf III, IV, VI: tidak ada gangguan mengangkat kelopak mata, pupil
isokor.
Saraf V: tidak mengal;ami paralisis pada otot wajah.
Saraf VII: persepsi pengecapan dalam batas normal dan wajah simetris.
Saraf VIII: tidak ditemukan tuli konduktif dan tuli persepsi.
Saraf IX dan X: kemampuan menelan baik
Saraf XI: tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
Saraf XII: ;idah simeteris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada
faskulasi. Indra pengecapan normal.
d) Pemeriksaan refleks
Biasnya tidak ditemukan reflek patologis.
d) Pemeriksaan sensori
Daya raba klien nonunion fraktur femur berkurang terutama pada
bagian distal fraktur, sedangkan indra yang lain dan kognitifnya tidak
menga;lami gangguan. Selian itu, timbul nyeri akibat fraktur.
5) B4 (Bladder)
Kaji urine yang meliputi wana, jumlah dan karakteristik urine, termasuk
berat jenis urine.Biasanya klien nonunion fraktur femur tidak mengalami
gangguan ini.
6) B5 (Bowel)
Inspeksi abdomen: bentuk datar, simetris, tidak ada herniarteri Palpasi:
turgor baik, tidak ada defans muskular dan hepar tidk terabarteri Perkusi:
suiara timpani, ada pantulan gelombang cairan. Auskultasi peristaltik
normal. Inguinal,genital: hernia tidak teraba, tidak ada pembesaran limfe
dan tidak ada kesulitan BAB.
7) B6 (Bone)
Adannya nonunion fraktur femur akan mengganggu secara lokal, baik
fungsi motorik, sensorik maupun peredaran darah.
8) Keadaan Lokal
a) Look
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain:
Cictriks (jaringan parut baik yang alami maupunbuatan seperti bekas
operasi).
Fistulae.Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atauhyperpigmentasi.
28

Benjolan, pembengkakan, atau cekungan denganhal-hal yang tidak


biasa (abnormal).
Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)
b) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki
mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini merupakan
pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah, baik pemeriksa
maupun klien. Yang perlu dicatat adalah:(a) Perubahan suhu disekitar
trauma (hangat) dan kelembaban kulit.(b) Apabila ada pembengkakan,
apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama disekitar
persendian.(c) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan
(1/3 proksimal,tengah, atau distal).Otot: tonus pada waktu relaksasi
atau konttraksi,benjolan yang terdapat di permukaan atau melekat
padatulang. Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada
benjolan, maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya,
konsistensinya, pergerakan terhadap dasar atau permukaannya,
nyeriatau tidak, dan ukurannyarteri
c) Move
Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan
menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri
pada pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar
dapatmengevaluasi keadaan sebelum dan sesudah gerakan sendi dicatat
dengan ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0
(posisi netral) atau dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan
apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang
dilihat adalah gerakan aktif dan pasif.

2. Diagnosa Keperawatan
Pre Operatif
a. Nyeri kronis berhubungan dengan nonunion femur kerusakan jaringan
lunak
b. Ansietas berhubungan dengan prosedur tindakan pembedahan dan
hasil akhir pembedahan
Intra Operatif
a. Gangguan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan perdarahan
c. Resiko syok hipovolemik berhubungan dengan kehilangan cairan
berlebih.
d. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.
29

Post operatif
a. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
muskuloskeletal, kerusakan integritas struktur tulang, penurunan
kekuatan otot.
e. Risiko sindrom disuse berhubungan dengan imobilisasi dan nyeri
c. Kerusakan integritas kulit/jaringan berhubungan denganimobilisasi,
penurunan sirkulasi, fraktur terbuka
30

3. Perencanaan Keperawatan

Pre Operatif

Rencana Perawatan
No Diagnosa Keperawatan
Nursing Out Come (NOC) Nursing Intervention Classification (NIC)
1 Nyeri akut berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan NIC : Pain management
fraktur tulang, spasme otot, keperawatan selama 3x24 jam 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
edema,kerusakan jaringan lunak diharapkan nyeri hilang/ berkurang komprehensif (PQRST)
dengan kriteria hasil: Rasional : mengetahui skala nyeri yang
a. Klien mampu mengontrol nyeri dirasakan pasien
(tahu penyebab nyeri dan 2. Kontrol lingkungan pasien yang dapat
mampu menggunakan teknik mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
non farmakologik untuk pencahayaan, dan kebisingan
mengurangi nyeri) Rasional : memberikan kenyamanan bagi
b. Mampu mengenali nyeri (skala, pasien
intensitas, frekuensi) 3. Ajarkan tentang teknik non farmakologik
c. Klien menyatakan rasa nyaman seperti teknik nafas dalam
setelah nyeri berkurang Rasional : mengalihkan rasa nyeri yang
dirasakan pasien
4. Tingkatkan istirahat
Rasional : manajemen nyeri pasien
5. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
Rasional : mengevaluasi hasil tindakan dan
menentukan intervensi lanjutan
31

2 Cemas berhubungan dengan akan Setelah di berikan asuhan keperawatan Penurunan Kecemasan (5820)
dilaksanakan operasi kecemasan klien berkurang bahkan 1. Kaji penyebab kecemasan klien
hilang 2. Observasi tanda verbal dan non verbal dari
NOC: kecemasan klien
Kontrol Kecemasan (1402) Calming technique (5880)
a. Tingkat ansietas klien menurun 1. Kontrol faktor lingkungan yang menyebabkan
b. Pengetahuan klien terhadap klien cemas.
penyebab ansietas meningkat 2. Mempertahankan kontak mata dengan pasien
c. Klien mampu menggunakan teknik 3. Yakinkan pasien terhadap keselamatan diri dan
relaksasi untuk mengontrol cemas keamanannya
Coping enhancement (5230)
1. Tingkatkan pengetahuan klien mengenai proses
operasi
2. Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam pada klien
Intra Operatif

Rencana Perawatan
No Diagnosa Keperawatan
Nursing Out Come (NOC) Nursing Intervention Classification (NIC)
1 Gangguan perfusi jaringan perifer Tujuan : setelah dilakukan tindakan 1. Ukur tanda-tanda vital, observasi pengisian
berhubungan dengan suplai oksigen keperawatan selama 3 x 24 jam kapiler, warna kulit/membrane mukosa,
tidak adekuat pasien menunjukkan perfusi yang dasar kuku.
adekuat 2. Auskultasi bunyi napas
Kriteria Hasil : 3. Observasi keluhan nyeri dada, palpitasi.
a. Tanda-tanda vital stabil 4. Evaluasi respon verbal melambat, agitasi,
b. Membran mukosa berwarna gangguan memori, bingung.
merah muda 5. Evaluasi keluhan dingin, pertahankan suhu
c. Pengisian kapiler lingkungan dan tubuh supaya tetap hangat.
d. Haluaran urine adekuat Kolaborasi
32

6. Observasi hasil pemeriksaan laboratorium


darah lengkap.
7. Berikan transfusi darah lengkap/packed
sesuai indikasi
8. Berikan oksigen sesuai indikasi
9. Siapkan intervensi pembedahan sesuai
indikasi.
2 Risiko syok berhubungan dengan Setelah diberikan asuhan NIC:
perdarahan saat operasi keperawatan diharapkan Pencegahan Syok (4260)
hipotermia teratasi, dengan kriteria 1. Monitor terhadap adanya respon kompensasi
hasil: awal syok (misal: TD dibawah normal,
NOC: tekanan nadi melemah, hipotensi ortostatik
Keparahan Syok : Hipovolemik ringan, pucat, perlambatan pengisian kapiler,
(0419) takikardi, mual muntah, dll)
Perfusi Jaringan : Seluler (0416) 2. Monitor terhadap adanya tanda awal dari
a. Perdarahan terhenti penurunan fungsi jantung
b. HB dalam batas normal 3. Monitor kemungkinan penyebab kehilangan
c. Tidak terjadi tanda-tanda syok cairan
4. Monitor status sirkulasi (TD, warna kulit,
temperatur, kualitas nadi, dan CRT)
5. Monitor suhu dan status respirasi
6. Berikan oksigen sesuai kebutuhan
7. Kolaborasikan pemberian epineprin melalui
IV
3 Resiko infeksi berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan NIC:
tindakan invasif (insisi post keperawatan, resiko ineksi Kontrol infeksi
pembedahan) terkontrol
33

NOC : 1. Bersihkan lingkungan dengan baik setelah


Kontrol Resiko (1902) digunakan untuk pasien
1. Keluarga dapat memodifikasi 2. Ganti peralatan per pasien sesuai protokol
gaya hidup untuk 3. Ajarkan cuci tangan bagi pengunjung
meminimalkan risiko 4. Cuci tangan sebelum dan sesudan tindakan
2. Mengenali perubahan status keperawatan
kesehatan 5. Kolaborasi pemberian antibiotik
6. Ajarkan keluarga dan klien bagaimana
menghindari infeksi
7. Ganti IV perifer max 3 hari sekali

Post Operatif

Rencana Perawatan
No Diagnosa Keperawatan
Nursing Out Come (NOC) Nursing Intervention Classification (NIC)
1 Hambatan mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan NIC: exercise therapy (ambulation)
berhubungan dengan gangguan keperawatan selama 3x24 jam 1. Kaji kemampuan fungsional otot
muskuloskeletal, kerusakan integritas diharapkan pasien mampu Rasional : mengidentifikasi kekuatan
struktur tulang, penurunan kekuatan melakukan aktifitas fisik sesuai /kelemahan dapat membantu memberi
otot. dengan kemampuannya dengan informasi yang diperlukan untuk membantu
kriteria hasil: pemilihan intervensi
NOC: joint movement dan mobility 2. Atur posisi tiap 2 jam, (supinasi, sidelying)
level terutama pada bagian yang sakit
a. Peningkatan aktivitas pasien Rasional : dapat menurunkan resiko iskemia
b. Memperagakan penggunaan jaringan injury. Sisi yang sakit biasanya
alat bantu untuk mobilisasi kekurangan sirkulasi dan sensasi yang buruk
34

serta lebih mudah terjadi kerusakan


kulit/dekubitus.
3. Mulai ROM. Aktif/pasif untuk semua
ekstremitas . Anjurkan latihan meliputi
latihan otot quadriceps/gluteal ekstensi, jari
dan telapak tangan serta kali.
Rasional : meminimalkan atropi otot,
meningkatkan sirkulasi, membantu mencegah
kontraktur, menurunkan resiko hiperkalsiurea
dan osteoporosis pada pasien dengan
haemorhagic.
4. Tempatkan bantal di bawah aksila sampai
lengan bawah
Rasional : mencegah abduksi bahu dan fleksi
siku
5. Elevasi lengan dan tangan
Rasional : dapat meningkatkan aliran balik
vena dan mencegah terjadinya formasi
edema.
6. Observasi sisi yang sakit seperti warna,
edema, atau tanda lain seperti perubahan
sirkulasi.
Rasional : jaringan yang edema sangat mudah
mengalami trauma, dan sembuh dengan lama.
7. Kolarobarsi dengan ahli terapi fisik, untuk
latihan aktif, latihan dengan alat bantu dan
ambulasi pasien.
35

Rasional : program secara individual akan


sesuai dengan kebutuhan pasien baik dalam
perbaikan deficit keseimbangan , koordinasi
dan kekuatanRasional : memonitor status
infeksi
2 Kerusakan integritas kulit Setelah dilakukan tindakan NIC : Incision site care
berhubungan dengan dengan fraktur keperawatan selama 7x24 jam 1. Kaji lokasi kerusakan kulit dan ketahui
terbuka ,imobilisasi, penurunan diharapkan tidak terjadi kerusakan penyebab kerusakan
sirkulasi integritas kulit secara luas dengan Rasional : pengkajian utama untuk
. kriteria hasil: menentukan intervensi yang dapat
NOC : Wound Healing dilakukan
a. Integritas permukaan kulit 2. Tentukan kondisi kerusakan kulit saat ini
kembali Rasional: mengetahui seberapa dalam luka
b. Melaporkan adanya yang merusak jaringan
penrubahan sensasi nyeri pada 3. Monitor area yang rusak dari perubahan
tempat luka warna, kemerahan, bengkak, perubahan
c. Mampu mendemonstrasikan suhu, nyeri atau tanda infeksi lainnya.
rencana untuk penyembuhan Rasional: mengidentifikasi masalah lain
kulit dan mencegah trauma yang mungkin muncul
berulang 4. Hindari tekanan pada area yang sakit
d. Mampu menjelaskan langkah- Rasional : mencegah adanya tekanan yang
langkah untuk penyembuhan. menyebabkan luka semakin parah
5. Evaluasi penggunaan alas pada bagian yang
sakit
Rasional: mempertahankan kenyamanan
pasien
6. Kolaborasi untuk pemberian salep atau obat
topical lainnya
36

Rasional : pencegahan untuk infeksi dan


juga penyembuhan

3 Risiko sindrom disuse berhubungan Setelah dilakukan tindakan Terapi latihan: mobilisasi sendi (0224)
dengan imobilisasi dan nyeri keperawatan selama 7x24 jam 1. Monitor lokasi dan kecenderungan nyeri dan
risiko sindrom disuse dapat ketidaknyamanan selama aktivitas
menurun dengan kriteria hasil : 2. Jelaskan tujuan dan manfaat melakukan
NOC : Kontrol Risiko (1902) latihan sendi pada pasien dan keluarga
a. Mengenali faktor risiko 3. Lakukan latihan ROM pasif pada pasien
sindrom disuse 4. Dukung pasien untuk melakukan ROM aktif
b. Mengembangkan dan 5. Ajarkan keluarga pasien tentang latihan
menjalankan strategi kontrol ROM
risiko sindrom disuse (ankle 6. Kolaborasikan fisioterapi untuk
pump exercise, ROM, LKO, mengembangkan dan menerapkan program
WBA) latihan (ankle pump exercise, ROM, LKO,
WBA)
37

4. Discharge Planning
a. Persiapan perawatan di rumah
Hal yang harus dikaji meliputi tingkat pengetahuan klien dan keluarga dan
lingkungan rumah. Hal-hal yang memungkinkan jauh dan celaka harus
dihilangkan. Ruang harus bebas/minimal perabot untuk memudahkan klien
bergerak dengan alat bantu. Toilet duduk bisa disiapkan untu membantu
kemandirian klien dalam bereliminasi
b. Edukasi klien/keluarga
Klien dengan fraktur biasanya dipulangkan kerumah masih dalam keadaan
memakai balutan, splint, gips atau fiksasi eksternal. Perawa harus
menyiapkan instruksi verbal/tertulis untuk klien/keluarga/caregiver
bagaimana mengkaji dan merawat luka untuk meningkatkan penyembuhan
dan mencegah infeksi. Klien dan keluarga harus tahu bagaimana
komplikasi/tanda-tanda komplikasi dan dimana serta kapan harus menemui
atau kontak dengan tenaga kesehatan profesional. Asupan nutrisi dan
membatasi aktivitas pasien yang mengakibatkan kegagalan proses
peneyembuhan. Seperti dilarang merokok dan pengurangan aktivitas pada
ekstremitas yang sakit.
c. Psikososial
Perawat mengidentifikasi masalah potensial/aktual dirumah sakit dan
mengatur untuk evaluasi di rumah. Agar proses penyembuhan bisa sukses
dan tidak mengalami kegagalan seperti sebelumnya.
38

DAFTAR PUSTAKA

Amarican Academy of Orthopaedic Surgeons (AAOS). 2016. Nonunions. Diakses


melalui http://orthoinfo.aaos.org/topic.cfm?topic=A00374 [25 Desember
2016]

Asami-asean. 2016. Nonunion. Diakses melalui http://www.asami-


asean.org/indonesian/information/Nonunion.asp [25 Desember 2016]

Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Bulechek, dkk. 2016. Nursing Interventions Classification (NIC). Jakarta:


Elsevier.
Lukman, N & Ningsih, N. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.
Mansjoer, A. 2007. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta: Medica
Aesculpalus.

Moorhead, dkk. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC). Jakarta: Elsevier.


Muttaqin, A. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Muskuloskeletal. Jakarta:EGC.

NANDA. 2015. Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.

Prince, Sylvia A, et al. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.


Jakarta: EGC.

Puneet&Pramod. 2016. Non Union Distal Femur Fracture: Causes and


Management Options [serial online]. Diakses melalui
www.traumainternational.co.in [25 Desember 2016]

Rasjad, C. 2007. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta: PT.Yarsif Watampone.

Anda mungkin juga menyukai