Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

CEDERA KEPALA

DISUSUN OLEH

Iqbal Ramadhan

0433131420117102

PROGRAM STUDI SARJANA 1 KEPERAWATAN

STIKES HORIZON KARAWANG

Jl. Pangkal Perjuangan KM. 1 By Pass Karawang Barat

2021
LAPORAN PENDAHULUAN
TRAUMA KEPALA

A. Definisi
Trauma atau cedera kepala (Brain Injury) adalah salah satu bentuk trauma
yang dapat mengubah kemampuan otak dalam menghasilkan keseimbangan fisik,
intelektual, emosional, sosial dan pekerjaan atau dapat dikatakan sebagai bagian dari
gangguan traumatik yang dapat menimbulkan perubahan-perubahan fungsi
otak(Black, 2005).
Menurut konsensus PERDOSSI (2006), cedera kepala yang sinonimnya
adalah trauma kapitis/head injury/trauma kranio serebral/traumatic brain injury
merupakan trauma mekanik terhadap kepala baik secara langsung ataupun tidak
langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologis yaitu gangguan fisik,
kognitif, fungsi psikososial baik bersifat temporer maupun permanen.
Trauma Brain Injury adalah salah satu bentuk trauma yang dapat mengubah
kemampuan otak dalam menghasilkan keseimbangan fisik, intelektual, emosional,
gangguan traumatik yang dapat menimbulkan perubahan-perubahan fungsi otak
(Pedoman Penaggulangan Gawat Darurat Ems 119 Jakarta, 2008).

B. Klasifikasi
Klasifikasi trauma kepala berdasarkan nilai Glasgow Come Scale (GCS):
1. Minor
a. GCS 13 – 15
b. Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30
menit.
c. Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma.
2. Sedang
a. GCS 9 – 12
b. Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang
dari 24 jam.
c. Dapat mengalami fraktur tengkorak.
3. Berat
a. GCS 3 – 8 
b. Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.
c. Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.
Klasifikasi berdasarkan morfologinya menurut mufti (Mufti, 2009), terdiri
dari:
1. Trauma kepala terbuka
Kerusakan otak dapat terjadi bila tulang tengkorak masuk kedalam
jaringan otak dan melukai durameter, saraf otak, jaringan otak dan terdapat
tanda dan gejala dari fraktur basis trauma kepala terbuka yaitu :
 Battle sign (warna biru dibelakang telinga di atas os mastoid)
 Hemotimpanum (perdahan didaerah gendang telinga).
 Periorbital ecchymosis (mata warna hitam tanpa trauma langsung).
 Rinhorrhoe (liquor keluar dari hidung).
 Othorrhoe (liquor keluar dari telinga).
2. Trauma kepala tertutup
a. Komosia
 Cedera kepala ringan.
 Disfungsi neurologis sementara dan dapat pulih kembali.
 Hilang kesadaran sementara, kurang dari 10-20 menit.
 Tanpa kerusakan otak permanen.
 Muncul gejala nyeri kepala, pusing, muntah.
 Disorientasi sementara.
 Tidak ada gejala sisa
b. Hematoma epidural
 Pedarahan antara tulang-tulang tengkorak dan durameter.
 Lokasi tersering temporal dan frontale.
 Pecahnya pembuluh darah meningen dan sinus venosus
 Adanya desak ruang.
 Penurunan kesadaran ringan saat kejadian.
 Penurunan kesadaran hebat.
 Koma.
 Nyeri kepala hebat.
 Reflek patologik positif
c. Hematoma subdural
 Perdarahan antara durameter dan arachnoid.
 Biasanya pecah vena, akut, subakut, dan kronis.
 Akut = gejala 24-48 jam, sering berhubungan dengan cedera otak dan
medula oblongata, tekanan intrakranial meningkat, sakit kepala,
mengantuk, reflek melambat, bingung, reflek pupil lambat.
 Subakut = berkembang 7-10 hari, konkusio agak lambat, adanya gejala
TIK meningkat, kesadaran menurun.
 Kronis = perdarahan kecil terkumpul dan meluas, sakit kepala, lethargi,
kacau mental, kejang, disfagia
d. Hematoma intracranial
 Perdarahan intraserebral ± 25 cc atau lebih.
 Selalu diikuti oleh konkusio

C. Patofisiologi
Cedera memegang peranan yang sangat besar dalam menentukan berat
ringannya konsekuensi patofisiologis dari suatu trauma kepala. Cedera percepatan
(aselerasi) terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam,
seperti trauma akibat pukulan benda tumpul, atau karena kena lemparan benda
tumpul. Cedera perlambatan (deselerasi) adalah bila kepala membentur objek yang
secara relatif tidak bergerak, seperti badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini
mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak
langsung, seperti yang terjadi bila posisi badan diubah secara kasar dan cepat.
Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada kepala, yang
menyebabkan trauma regangan dan robekan pada substansi alba dan batang otak.
Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar
pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi. Sebagai
akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral
dikurangi atau tak ada pada area cedera. Konsekuensinya meliputi hiperemi
(peningkatan volume darah) pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta
vasodilatasiarterial, semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial, dan
akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Beberapa kondisi yang dapat
menyebabkan cedera otak sekunder meliputi hipoksia, hiperkarbia, dan hipotensi.
Genneralli dan kawan-kawan memperkenalkan cedera kepala “fokal” dan
“menyebar” sebagai kategori cedera kepala berat pada upaya untuk menggambarkan
hasil yang lebih khusus. Cedera fokal diakibatkan dari kerusakan fokal yang meliputi
kontusio serebral dan hematom intraserebral, serta kerusakan otak sekunder yang
disebabkan oleh perluasan massa lesi, pergeseran otak atau hernia. Cedera otak menyebar
dikaitkan dengan kerusakan yang menyebar secara luas dan terjadi dalam empat bentuk
yaitu: cedera akson menyebar, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar,
hemoragi kecil multipel pada seluruh otak. Jenis cedera inimenyebabkan koma bukan
karena kompresi pada batang otak tetapi karena cederamenyebar pada hemisfer serebral,
batang otak, atau dua-duanya.
1. Etiologi
Adapun etiologi dari cedera kepala menurut Suriadi & Yuliani (2001), yaitu :
 Kecelakaan kenderaan bermotor atau sepeda dan mobil.
 Jatuh.
 Kecelakaan saat olahraga.
 Cedera akibat kekerasan.
  Menurut Sjamsuhidajat, R & Jong, WD (2004), etiologi dari trauma kepala terdiri
dari :
 Benda tajam.
 Benda tumpul.
 Peluru.
 Kecelakaan lalu lintas
2. Tanda dan Gejala
 Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih
 Kebungungan
 Iritabel
 Pucat
 Mual dan muntah
 Pusing kepala
 Terdapat hematoma
 Kecemasan
 Sukar untuk dibangunkan
 Bila fraktur, mungkin adanya cairan serebrospinal yang keluar dari hidung
(rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.

3. Masalah keperawatan
- Perfusi jaringan tidak efektif (spesifik serebral)
- Nyeri akut
- Pola nafas tidak efektif
- Kerusakan integritas kulit
- Gangguan pemenuhan ADL
- Resiko tinggi infeksi

D. Pemeriksaan Penunjang
1. Spinal X ray: Membantu menentukan lokasi terjadinya trauma dan efek yang
terjadi(perdarahan atau ruptur atau fraktur).
2. CT Scan: Memperlihatkan secara spesifik letak oedema, posisi hematoma,
adanya jaringanotak yang infark atau iskemia serta posisinya secara pasti.
3. Myelogram: Dilakukan untuk menunjukan vertebrae dan adanya bendungan dari
spinalaracknoid jika dicurigai.
4. MRI (magnetic imaging resonance): Dengan menggunakan gelombang magnetik
untuk menentukan posisi serta besar/luas terjadinya perdarahan otak.
5. Thorax X ray: Untuk mengidentifikasi keadaan pulmo.
6. Pemeriksaan fungsi pernafasan: Mengukur volume maksimal dari inspirasi dan
ekspirasi yang penting diketahui bagi penderita dengan cidera kepala dan pusat
pernafasan (medulla oblongata).
7. Analisa Gas Darah: Menunjukan efektifitas dari pertukaran gas dan usaha
pernafasan.

E. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan keperawatan
a. Kontusio dengan kehilangan kesadaran kurang dari 20 menit : Biasanya tidak
perlu dirawat, Tirah baring
b. Kontusio, laserasi atau kehilangan kesadaran lebih dari 20 menit : Rawat di
UPI, Tirah baring, Lakukan tidakan untuk mengatasi meningkatnya tekanan
intracranial mencegah kejang
c. Mengkaji riwayat cedera
d. Pantau tanda-tanda vital dan periksa cedera tambahan. Palpasi tulang
tengkorak untuk menemukan gejala nyeri tekan atau hematoma
e. Jika pasien mengalami perubahan tingkat kesadaran lakukan observasi tanda-
tanda vital, tingkat kesadaran, dan besar pupil setiap 15 menit.
f. Pasien dengan kondisi stabil setelah dilakukan observasi selama empat jam
atau lebih dapat dipulangkan di bawah pengawasan orang dewasa yang
bertanggung jawab
g. Bersihkan dan cuci luka yang superfisial pada kulit kepala.
h. Berikan edukasi pada klien untuk mewaspadai kemungkinan sakit kepala
bertambah berat, vomitus, tanda-tanda perdarahan cairan serebrospinal dari
dalam telinga
i. Jika pada pasien mengalami kontusio serebri dan fraktur cranium pertahankan
patensi jalan napas dengan memasang pipa Mayo, pemasangan pipa jalan
napas melalui hidung merupakan kontraindikasi pada pasien fraktur basis
kranii. Intubasi bisa diperlukan. Lakukan pengisapan (suction) melalui mulut
dan bukan melalui hidung untuk mencegah bakteri masuk jika terjadi
kebocoran cairan serebrospinal
j. Jika ditemukan rembesan cairan serebrospinal dari hidung, bersihkan
rembesan dan jangan biarkan pasien menghembuskannya keluar seperti
membuang ingus
k. Jika ditemukan rembesan cairan serebrospinal dari dalam telinga, tutup telinga
secara hati-hati tanpa menekannya dengan kasa steril dan jangan memasukkan
kasa tersebut ke dalam liang telinga
l. Atur posisi pasien sedemikian rupa agar secret dapat mengalir keluar dengan
benar, tinggikan bagian kepala ranjang hingga membentuk sudut 30 derajat
m. Terapkan kewaspadaan terhadap serangan kejang atau bangkitan epilepsi,
tetapi jangan menghalangi pasien dengan banyak larangan
n. Batasi asupan total cairan per oral sampai 40% hingga 50% (1200 hingga 1500
ml/hari) untuk mengurangi volume cairan tubuh dan edema intraserebral.
2. Penatalaksanaan medis
Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan trauma kepala
adalah sebagai berikut:
a. Observasi 24 jam.
b. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.
c. Berikan terapi intravena bila ada indikasi.
d. Pasien diistirahatkan atau tirah baring.
e. Profilaksis diberikan bila ada indikasi.
f. Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi.
g. Pemberian obat-obat analgetik.
h. Pembedahan bila ada indikasi.

F. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian fokus
Data
Pengkajian
Objektif
Airway - Terdapat sumbatan atau penumpukan secret
- Adanya suara nafas tambahan : terdengar adanya
suara snoring (+)
Breathing - Perubahan frekuensi nafas (Takipnea)
- Irama nafas abnormal (cepat dan dangkal) 
- Nafas spontan tetapi tidak adekuat
Circulation - Perubahan tekanan darah
- Perubahan frekuensi jantung (takikardia)
- Akral dingin
- Hidung dan mulut mengeluarkan darah
atau perdarahan massif
- Anemis (+)
Disability - Mata : pupil anisokor
- Reaksi cahaya menurun
- Penurunan GCS
- Peningkatan TIK
- Kerusakan system saraf pusat atau neuromuscular
Exposure - Kepala terdapat lesi
- Riwayat kesehatan: waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat kejadian,
statuskesadaran saat kejadian, pertolongan yang diberikan segera setelah
kejadian.
- Pemeriksaan fisik: Sistem respirasi :
a. suara nafas, pola nafas (kusmaull, cheyenestokes, biot, hiperventilasi,
ataksik) 
b. Kardiovaskuler : pengaruh perdarahan organ atau pengaruh PTIK
c. Sistem saraf :
- Kesadaran
- GCS
- Fungsi saraf kranial trauma yang mengenai/meluas ke batang
otakakan melibatkan penurunan fungsi saraf kranial.
- Fungsi sensori-motor adakah kelumpuhan, rasa baal, nyeri,
gangguandiskriminasi suhu, anestesi, hipestesia, hiperalgesia,
riwayat kejang.
d. Sistem pencernaan
- Bagaimana sensori adanya makanan di mulut, refleks
menelan,kemampuan mengunyah, adanya refleks batuk, mudah
tersedak. Jika pasien sadar tanyakan pola makan?
- Waspadai fungsi ADH, aldosteron : retensi natrium dan cairan.
- Retensi urine, konstipasi, inkontinensia.
e. Kemampuan bergerak : kerusakan area motoric
- hemiparesis/plegia,gangguan gerak volunter, ROM, kekuatan otot.
f. Kemampuan komunikasi : kerusakan pada hemisfer dominan disfagia atau
afasia akibat kerusakan saraf hipoglosus dan saraf fasialis.
g. Psikososial : data ini penting untuk mengetahui dukungan yang
didapat pasien dari keluarga.

b. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul


1. Perfusi jaringan tidak efektif (spesifik serebral)
2. Nyeri akut
3. Pola nafas tidak efektif
4. Kerusakan integritas kulit
5. Gangguan pemenuhan ADL
6. Resiko tinggi infeksi

c. Rencana Keperawatan
Intervensi atau tindakan keperawatan yang dapat dilakukan pada pasien
dengan trauma kepala adalah sebagai berikut:
1. Pertahankan jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi.
2. Berikan oksigen sesuai kondisi.
3. Buat jalur intravena untuk memasukkan cairan dan obat-obatan.
4. Siapkan untuk dilakukan tindakan medis.
5. Berikan obat-obatan sesuai dengan order.
6. Bantu mengurangi kecemasan.
7. Lakukan intervensi lain yang dapat membantu kesembuhan pasien.
8. Edukasi pasien.

G. Buku sumber
Amin HN & Hardhi K. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan NANDA Nic-Noc. Yogyakarta :Mediaction.
Price and Wilson. 2005. Patofisiologi. Konsep  Klinik  Proses-Proses Penyakit. Edisi
6. Volume 2 Jakarta : EGC.
Ulya, I., dkk. 2007. Buku Ajar Keperawatan Gawat Darurat pada Kasus Trauma.
Jakarta Selatan: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai