3. PATOFISIOLOGI
Adanya cedera kepala dapat menyebabkan kerusakan struktur, misalnya kerusakan
pada parenkim otak, kerusakan pembuluh darah, perdarahan, edema dan gangguan
biokimia otak seperti penurunan adenosis tripospat, perubahan permeabilitas vaskuler,
patofisiologi cedera kepala dapat terbagi atas dua proses yaitu cedera kepala primer dan
cedera kepala sekunder, cedera kepala primer merupakan suatu proses biomekanik yang
terjadi secara langsung saat kepala terbentur dan dapat memberi dampat kerusakan
jaringan otat. Pada cedera kepala sekunder terjadi akibat dari cedera kepala primer,
misalnya akibat dari hipoksemia,iskemia dan perdarahan. Perdarahan cerebral
menimbulkan hematoma misalnya pada epidural hematoma, berkumpulnya antara
periosteun tengkorak dengan durameter, subdura hematoma akibat berkumpulnya darah
pada ruang antara durameter dengan subaraknoid dan intra cerebral, hematoma adalah
berkumpulnya darah didalam jaringan cerebral.
Kematian pada penderita cedera kepala terjadi karena hipotensi karena gangguan
autoregulasi, ketika terjadi autoregulasi menimbulkan perfusi jaringan cerebral dan
berakhir pada iskemia jaringan otak (Tarwoto, 2007).
Infeksi, fraktur tengkorak atau luka terbuka dapat merobekan membran meningen
sehingga kuman dapat masuk. Infeksi meningen ini biasanya berbahaya karena keadaan ini
memiiki potensi menyebar ke sistem saraf yang lain (Gustiawan 2010). PC yang tinggi
dan P yang rendah akan memberikan prognosis yang kurang baik, oleh karenanya perlu
dikontrol P tetap > 90 mmHg, Sa > 95% dan PC 30 50 mmHg.atau mengetahui adanya
masalah ventilasi perfusi atau oksigenasi yang dapat meningkatkan TIK.
b.
c.
2.
Circulation
Hipotensi dan hipoksia adalah merupakan penyebab utama terjadinya perburukan
pada CKS. Hipotensi merupakan petunjuk adanya kehilangan darah yang cukup berat,
walaupun tidak tampak. Jika terjadi hipotensi maka tindakan yang dilakukan adalah
menormalkan tekanan darah. Lakukan pemberian cairan untuk mengganti volume
yang hilang sementara penyebab hipotensi dicari.
3.
b.
Menurut prioritas tindakan pada cedera kepala ditentukan berdasarkan beratnya cedera yang
didasarkan atas kesadaran pada saat diperiksa.
1. Klien dalam keadaan sadar ( GCS : 15 ) :
a. Cedera kepala simleks ( simple head injury )
Klien mengalami cedera kepala tanpa diikuti dengan gangguan kesadaran,
amnesia maupun gangguan kesadaran lainya. Pada klien demikian dilakukan
perawatan luka, periksa radiologi hanya atas indikasi, kepada kelurga diminta
untuk mengobservasi kesadaran.
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Pengkajian
Fokus pengkajian pada cedera kepala ringan meliputi:
1. Riwayat kesehatan meliputi: keluhan utama, kapan cidera terjadi, penyebab
cidera, riwayat tak sadar, amnesia, riwayat kesehatan yang lalu, dan riwayat
kesehatan keluarga.
2. Pemeriksaan fisik head to toe
3. Keadaan umum (tingkat kesadaran dan kondisi umum klien).
4. Pemeriksaan persistem dan pemeriksaan fungsional.
Sedangkan menurut dongoes tahun 2000 :
1. Sistem persepsi dan sensori (pemeriksaan panca indera: penglihatan, pendengaran,
penciuman, pengecap, dan perasa).
2. Sistem persarafan (tingkat kesadaran/ nilai GCS, reflek bicara, pupil, orientasi
waktu dan tempat).
3. Sistem pernafasan (nilai frekuensi nafas, kualitas, suara, dan kepatenan jalan
nafas).
4. Sistem kardiovaskuler (nilai TD, nadi dan irama, kualitas, dan frekuensi).
5. Sistem gastrointestinal (nilai kemampuan menelan, nafsu makan/ minum,
peristaltik, eliminasi)
6. Sistem integumen (nilai warna, turgor, tekstur dari kulit, luka/ lesi).
7. Sistem reproduksi.
8. Sistem perkemihan (nilai frekuensi BAK, volume BAB)
9. Pola Makan / cairan.
Gejala : mual, muntah, dan mengalami perubahan selera.
Tanda : muntah kemungkinan muntah proyektil, gangguan menelan (batuk, air liur
keluar,disfagia).
10. Aktifitas / istirahat
Gejala : merasa lemah, letih, kaku, kehilangan keseimbangan.
Tanda : perubahan kesadaran, letargie, hemiparese, kuadreplegia, ataksia, cara
berjalan tak tegap, masalah keseimbangan, kehilangan tonus otot dan tonus spatik.
11. Sirkulasi
Gejala : normal atau perubahan tekanan darah.
Airway
Kaji adanya obstruksi jalan antara lain suara stridor, gelisah karena hipoksia,
penggunaan otot bantu pernafasan, sianosis
b. Breathing
Inspeksi frekuensi nafas, apakah terjadi sianosis karena luka tembus dada, fail chest,
gerakan otot pernafasan tambahan. Kaji adanya suara nafas tambahan seperti ronchi,
wheezing.
c.
Sirkulasi
Kaji adanya tanda-tanda syok seperti: hipotensi, takikardi, takipnea, hipotermi,pucat,
akral dingin, kapilari refill>2 detik, penurunan produksi urin.
d.
Disability
Kaji tingkat kesadaran pasien serta kondisi secara umum.
e.
Eksposure
Buka semua pakaian klien untuk melihat adanya luka.
Pengkajian skunder
a. Kepala
Kelainan atau luka kulit kepala dan bola mata, telinga bagian luar dan membrana
timpani, cedera jaringan lunak periorbital
b. Leher
Adanya luka tembus leher, vena leher yang mengembang
c. Neurologis
Penilaian fungsi otak dengan GCS
d. Dada
Pemeriksaan klavikula dan semua tulang iga, suara nafas dan jantung, pemantauan
EKG
e. Abdomen
Kaji adanya luka tembus abdomen, pasang NGT dengan trauma tumpul abdomen
2.
3.
4.
5.
Kerusakan integritas kulit : luka lecet dan luka robek b.d faktor mekanik
(J.Wikinson,2007).
3. Intervensi
1. Nyeri akut b.d agen cidera fisik: post traumatik.
Tujuan :
a. Klien mampu melaporkan nyeri kepada penyedia perawatan.
b. Klien akan mampu menunjukan teknik relaksasi individual yang efektif untuk
mencapai kenyamanan.
c. Klien mampu menggunakan tindakan mengurangi nyeri dengan analgesik dan non
analgesik secara tepat.
Intervensi :
a. Minta klien untuk menilai nyeri pada skala 0 sampai 10
Rasional : untuk mengetahui tingkat nyeri yang dialami klien.
b. Lakukan pengakajian nyeri yang komprehensif meliputi lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, intensitas, keparahan nyeri dan faktor pencetusnya.
DAFTAR PUSTAKA