Di Susun oleh :
EKA SAFITRI
2011505183
A. Definisi
Cedera kepala merupakan cedera yang meliputi trauma kulit kepala, tengkorak,
dan otak. Cedera kepala menjadi penyebab utama kematian disabilitas pada usia
muda. Penderita cedera kepala seringkali mengalami edema serebri yaitu
akumulasi kelebihan cairan di intraseluler atau ekstraseluler ruang otak atau
perdarahan intrakranial yang mengakibatkan meningkatnya tekanan intrakranial.
(Nuraridf & Kusuma, 2016)
Menurut Miranda (2014) Cedera kepala adalah cedera mekanik yang dapat terjadi
secara langsung atau tidak langsung mengenai kepala yang mengakibatkan luka
di kulit kepala, fraktur tulang tengkorak, robek selaput otak, dan kerusakan
jaringan otak itu sendiri, serta dapat mengakibatkan terjadinya perdarahan
intrakranial (hematoma intracranial) dimana terdapat penimbunan darah didalam
otak karna fraktur tulang tengkorak sehingga mengakibatkan epidural hematoma.
Cidera kepala yaitu trauma yang mengenai otak yang dapat mengakibatkan
perubahan fisik intelektual, emosional dan sosial, jadi cidera kepala ringan adalah
cidera karena tekanan atau kejatuhan yang ditandai dengan GCS 13-15 dan
mengeluhkan pusing (Wijaya, 2013 )
B. Etiologi
Akibat trauma kepala dibagi menjadi (dua) yaitu trauma tajam dan tumpul
(Wijaya 2013)
a. Trauma tajam
Trauma oleh benda tajam: menyebabkan cedera setempat menimbulkan
cedera lokal. Kerusakan lokal meliputi contusio cerebral, hematom serebral,
kerusakan otak, sekunder yang menyebabkan perluasan masa lesi, pergeseran
otak atau hernia.
b. Trauma tumpul
Trauma oleh benda tumpul & menyebabkan cidera menyeluruh (difusi):
kerusakannya menyebar secara luas dan terjadi dalam 4 bentuk : cidera akson,
kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar, hemoragi kecil
multiple pada otak koma terjadi karena cedera menyebar pada hemisfer
cerebral, batang otak atau kedua-duanya.
Mekanisme cedera kepala meliputi cedera akselerasi, deselerasi, akselerasi
deslerasi, coup-countre, dan cedera rotasional (Nurarif & kusuma 2015)
a. Cedera akselerasi
Terjadi jika objek bergerak menghantam kepala yang tidak bergerak (mis, alat
pemukul menghantam kepala atau peluru yang ditembakan kekepala)
b. Ceder deselerasi
Terjadi jika kepala yang bergerak membentur obyek diam, seperti kasus jatuh
atau tabrakan mobil ketika kepala membentur kaca depan mobil.
c. Cedera akselerasi-deselerasi
Sering terjadi dalam kasus kecelakaan kendaraan bermotor dan kekerasan
fisik
d. Cedera Coup-Countre Coup
Terjadi jika kepala terbentur yang menyebabkan otak bergerak dalam ruang
kranial dan dengan kuat mengenai area tulang tengkorak yang berlawanan
serta area kepala yang pertama kali terbentur contoh pasien dipukul dibagian
belakang kepala.
e. Cedera Rotasional
Terjadi jika pukulan/benturan menyebabkan otak berputar dalam rongga
tengkorak, yang mengakibatkan peregangan atau robeknya neuron dalam
substansia alba serta robeknya pembuluh darah yang memfiksasi otak dengan
bagian dam rongga tengkorak.
C. Manifestasi KliniK
a. Sakit kepala karena trauma langsung atau meningkatnya tekanan intra kranial
b. Disorientasi atau perubahan kognitif
c. Perubahan dalam bicara
d. Perubahan dalam gerakan motorik
e. Mual dan muntah karena peningkatan tekanan intra cranial
f. Ukuran pupil tidak sama-penting untuk menentukan apakahterkait dalam
perubahan neurologis atau apakah pasien mempunyai ukuran pupil berbeda
(persentase kecil populasi mempunyai ukuran pupil berbeda)
g. Berkurangnya atau tidak adanya reaksi pupil terkait dengan kompromi neurologis
h. Menurunnya tingkat kesadaran atau hilangnya kesadaran
i. Hilang ingatan (amnesia)
D. Pathway
E. Komplikasi
Kemunduran pada kondisi pasien mungkin karena perluasan hematoma
intracranial, edema serebral progresif, dan herniasi otak.
a. Edema serebral dan herniasi
Edema serebral adalah penyebab paling umum peningkatan TIK pada pasien
yang mendapat cedera kepala, puncak pembengkakan yang terjadi kira-kira
72 jam setelah cedera. TIK meningkat karena ketidakmampuan tengkorak
untuk membesar meskipun peningkatan volume oleh pembengkakan otak
diakibatkan trauma.
b. Defisit neurologic dan psikologic
Pasien cedera kepala dapat mengalami paralysis saraf fokal seperti
anosmia(tidak dapat mencium bau-bauan) atau abnormalitas gerakan mata,
dan deficit neurologic seperti afasia, efek memori, dan kejang post traumatic
atau epilepsy
c. Komplikasi lain secara traumatic
1. Infeksi iskemik (pneumonia, SK, sepsis)
2. Infeksi bedah neurologi (infeksi, luka, meningitis, ventikulitis)
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan diagnostik
a. Foto polos tengkorak (skull X-ray/CT Scan) mengidentifikasi luasnyalesi,
determinan, ventrikuer, dan perubahan jaringan otak
b. MRI (Magnetic Resonance Imaging): dengan/tanpa menggunakan kontras.
c. Angiografi serebral : menunjukkan kelainan sirkulasi serebral seperti
perubahan jaringan otak sekuder menjadi edema, perdarahan, dan trauma
d. EEG (Elektroensefalogram): memperlihatkan keberadaan atau
berkembangnya gelombang patologis.
e. Sinar-X : Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur
garis (perderahan/edema), fragmen tulang.
f. BAER (Brain Auditory Evoked Respons) : menentukan Fungsi korteks dan
otak kecil
g. PET (Positron Emission Tomograpfy) : menunjukkan perubahan aktivitas
metabolisme pada otak.
2. Pemeriksaan laboratorium
a. AGD: untuk mengkaji keadekuatan ventilasi atau untuk melihat masalah
oksigenasi yang dapat meningkatan TIK.
b. Elektrolit serum: Cedera kepala dapat dihubungkan dengan gangguan
regulasi natrium, retensi Na berakhir dapat beberapa hari, diikuti dengan
diuresis Na, peningkatan letargi,konfusi dan kejang akibat
ketidakseimbangan elektrolit.
c. Hematologi: leukosit, hb, albumin, globulin, protein serum.
d. CSS: menentukan kemungkinan adanya pendarahan subaraknoid (warna,
komposisi, tekanan).
e. Pemeriksaan toksikologi: mendeteksi obat yang mengakibatkan penurunan
kesadaran.
f. Kadar antikonvulan darah: untuk mengetahui tingkat terapi yang cukup
efektif mengatasi kejang.
G. ASUHAN KEPERAWATAN
1) Pengkajian
1. Riwayat kesehatan
Tingkat kesadaran/GCS (<15), konvulsi, muntah, dispnea / takipnea, sakit
kepala, wajah simetris / tidak, lemah, luka di kepala, paralise, akumulasi
sekret pada saluran napas, adanya liquor dari hidung dan telinga dan
kejang.
Riwayat penyakit dahulu haruslah diketahui baik yang berhubungan
dengan sistem persyarafan maupun penyakit sistem sistemik lainnya.
Demikian pula riwayat penyakit keluarga terutama yang mempunyai
penyakit menular. Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari pasien atau
keluarga sebagai data subjektif. Data-data ini sangat berarti karena dapat
mempengaruhi prognosa pasien.
2. Pengkajian persistem
Keadaan umum
Tingkat kesadaran : composmentis, apatis, somnolen, sopor, koma
1) Sistem pernapasan
Perubahan pola napas, baik irama, kedalaman maupun frekuensi, nafas
bunyi ronchi.
2) Sistem kardiovaskuler
Apabila terjadi peningkatan TIK, tekanan darah meningkat, denyut
nadi bradikardi kemuadian takikardi
3) Sistem perkemihan
Inkotenensia, distensi kandung kemih
4) Sistem gastrointestinal
Usus mengalami gangguan fungsi, mual/muntah dan mengalami
perubahan selera
5) Sistem muskuloskletal
Kelemahan otot, deformasi
6) Sistem persyarafan
Gejala : kehilangan kesadaran, amnesia, vertigo, syncope, tinnitus,
kehilangan pendengaran, perubahan penglihatan, gangguan pengecapan
Tanda : perubahan kesadaran sampai koma, perubahan status mental,
perubahan pupil, kehilangan pengindraan, kejang, kehilangan sensasi
sebagai tubuh
3. Pengkajian pola aktivitas sehari-hari
1) Pola makan / cairan
Gejala : mual, muntah, dan mengalami perubahan selera
Tanda : kemungkinan muntah proyektil, gangguan menelan (batuk, air
liur keluar, disfagia)
2) Aktivitas / istirahat
Gejala : merasa lemah, letih, kaku, kehilangan keseimbangan
Tanda : perubahan kesadaran, letargie, hemiparese, kuadreplegia,
ataksia, cara berjalan tak tegap, masalah keseimbangan, kehilangan
tonus otot dan tonus sptik
3) Sirkulasi
Gejala : normal atau perubahan tekanan darah
Tanda : perubahan frekuensi jantung ( bradikardia, takikardia yang
diselingi disritmia )
4) Eliminasi
Gejala : inkontinensia kandung kemih / usus atau mengalami
gangguan fungsi
3) Intervensi Keperawatan
Monitor Pernapasan
1. Monitor kecepatan, irama,
kedalaman dan kesulitan
bernafas.
2. Posisikan pasien miring
kesamping, sesuai
indikasi untuk mencegah
aspirasi
H. Daftar Pustaka
Amin Huda Nurafif & Hardi Kusuma. (2016). Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis Nanda Nic-Noc . Jogjakarta: Medika
Publishing.
Moorhead, Sue, dkk. (2016). Nursing Outcame Clasification (NOC) Edisi Kelima
Bahasa Indonesia, di terjemahkan oleh Nurjannahm, Intansari. Yogyakarta:
MocoMedika