Anatomi Otak
a. Sistem Saraf
Sistem saraf terbagi menjadi dua bagian yaitu sistem saraf pusat (SSP) dan
sistem saraf tepi (SST). Sistem saraf pusat terdiri dari otak dan medula
spinalis. Sistem saraf tepi terdiri dari neuron aferen dan eferen sistem saraf
somatis (SSS) dan neuron sistem saraf otonom/viseral (SSO) (Muttaqin,
2008:4-24).
Sistem Saraf Pusat
1. Otak
Bagian-bagian otak
Otak merupakan jaringan yang paling banyak memakai energi dalam seluruh
tubuh manusia dan terutama berasal dari proses metabolisme oksidasi
glukosa. Otak manusia mengandung hampir 98% jaringan saraf tubuh.
Kisaran berat otak sekitar 1,4 kg dan mempunyai isi sekitar 1200 cc.
2. Medula spinalis
Medula spinalis merupakan bagian dari sistem susunan saraf pusat. Medula
spinalis terdiri atas 31 segmen jaringan saraf dan masing-masing memiliki
sepasang saraf spinal yang keluar dari kanalis vertebralis melalui foramina
intervertebrales. Terdapat 8 pasang saraf servikal (dan hanya 7 vertebra
servikalis), 12 pasang saraf torakalis, 5 pasang saraf lumbalis, 5 pasang saraf
sakralis, dan 1 pasang saraf koksigeal. Saraf spinal dilindungi oleh tulang
vertebra, ligament, meningen spinal, dan CSF.
Sistem Ventrikular
Sistem ventricular terdiri dari empat ventriculares; dua ventriculus lateralis (I &
II) di dalam hemispherii telencephalon, ventriculus tertius pada diencephalon dan
ventriculus quartus pada rombencephalon (pons dan med. oblongata). Kedua
ventriculus lateralis berhubungan dengan ventriculus tertius melalui foramen
interventriculare (Monro) yang terletak di depan thalamus pada masing-masing
sisi. Ventriculus tertius berhubungan dengan ventriculus quartus melalui suatu
lubang kecil, yaitu aquaductus cerebri (aquaductus sylvii). Sesuai dengan
perputaran hemispherium ventriculus lateralis berbentuk semisirkularis, dengan
taji yang mengarah ke caudal. Dibedakan beberapa bagian: cornu anterius pada
lobus frontalis, yang sebelah lateralnya dibatasi oleh caput nuclei caudate,
sebelah dorsalnya oleh corpus callosum; pars centralis yang sempit (cella media)
di atas thalamus, cornu temporale pada lobus temporalis, cornu occipitalis pada
lobus occipitalis (Satyanegara et al, 2010).
2. Definisi
Pengertian Intraventricular hemorrhage (IVH) secara singkat dapat
diartikan sebagai perdarahan intraserebral non traumatik yang terbatas pada
sistem ventrikel atau yang timbul di dalam atau pada sisi dari ventrikel. (Oktaviani
et al 2011). IVH Merupakan terdapatnya darah dalam sistem ventrikuler. Secara
umum dapat digolongkan menjadi dua yaitu perdarahan intraventrikular primer
dan perdarahan intraventrikular sekunder. Perdarahan intraventrikular primer
adalah terdapatnya darah hanya dalam sistem ventrikuler, tanpa adanya ruptur
atau laserasi dinding ventrikel. Disebutkan pula bahwa PIVH merupakan
perdarahan intraserebral nontraumatik yang terbatas pada sistem ventrikel,
sedangkan perdarahan sekunder intraventrikuler muncul akibat pecahnya
pembuluh darah intraserebral dalam dan jauh dari daerah periventrikular, yang
meluas ke sistem ventrikel (Brust, 2012).
Sekitar 70% perdarahan intraventrikular (IVH) terjadi sekunder, IVH
sekunder mungkin terjadi akibat perluasan dari perdarahan intraparenkim atau
subarachnoid yang masuk ke system intraventrikel. Kontusio dan perdarahan
subarachnoid (SAH) berhubungan erat dengan IVH. Perdarahan dapat berasal
dari middle communicating artery atau dari posterior communicating artery
(Brust, 2012). Tingkatan IVH terdiri dari:
a. Grade I : Pendarahan terbatas pada area periventricular ( acuan asal mula)
b. Grade II: perdarahan Intraventricular (10-50% dari area ventricular pada
pandangan sagittal)
c. Grade III: perdarahan Intraventricular (> 50% area ventricular atau bilik
jantung bengkak) (OUSF, 2004).
3. Etiologi
Menurut Brust (2012) Etiologi IVH bervariasi dan pada beberapa pasien
tidak diketahui. Tetapi menurut penelitian didapatkan bahwa penyebab IVH
anatara lain:
a. Hipertensi, aneurisma: bahwa IVH tersering berasal dari perdarahan
hipertensi pada arteri parenkim yang sangat kecil dari jaringan yang sangat
dekat dengan sistem ventrikuler
b. Kebiasaan merokok
c. Alkoholisme: Dari studi observasional dilaporkan meningkatnya kejadian
stroke perdarahan pada pasien merokok dan konsumsi alkohol.
d. Etiologi lain yang mendasari IVH di antaranya adalah anomali pembuluh
darah serebral, malformasi pembuluh darah termasuk angioma kavernosa
dan aneurisma serebri merupakan penyebab tersering IVH pada usia
muda. Pada orang dewasa, IVH disebabkan karena penyebaran
perdarahan akibat hipertensi primer dari struktur periventrikel. Adanya
perdarahan intraventrikular hemoragik meningkatkan resiko kematian yang
berbanding lurus dengan banyaknya volume IVH.
Faktor resiko yang dapat menyebabkan IVH antara lain yaitu:
1. Usia tua
2. Volume darah intracerebral hemoragik
3. Tekanan darah lebih dari 120 mmHg
4. Lokasi dari Intracerebral hemoragik primer.
5. Perdarahan yang dalam, pada struktur subkortikal lebih beresiko menjadi
intraventrikular hemoragik, lokasi yang sering terjadi yaitu putamen (35-
50%), lobus (30%), thalamus (10-15%), pons (5%-12%), caudatus (7%)
dan serebelum (5%) (Brust,2012).
4. Patofisiologi
Hipertensi dan aneurisma pembuluh darah pada otak dapat menyebabkan
timbulnya perdarahan pada sistem ventrikel. Ventrikel mempunyai fungsi sebagai
sarana penghasil LCS dan juga mengatur aliran. Bila terdapat penambahan
volume pada sistem ventrikel terlebih lagi darah maka ventrikel akan melebar
dan lebih mudah terjadi sumbatan. Sumbatan dapat terjadi pada bagian yang
menyempit, dapat terjadi clotting sehingga terjadi sumbatan. Bila terbentuk
sumbatan di situ akan Secara otomatis tekanan intrakranila pun ikut meningkat
yang menyebabkan terjadinya desakan pada area sekitar otak. Penekanan dapat
menimbulkan reaksi berupa penurunan kesadaran akibat adanya penekanan
pada batang otak, menimbulkan nyeri kepala bila timbul penekanan pada area
yang sensitif nyeri, bila menyebabkan penekanan berat perfusi ke bagian-bagian
otak tertentu dapat berkurang (Annibal et al, 2014).
Berkurangnya perfusi dapat menyebabkan gangguan fungsi otak. Seperti
yang diketahui tiap bagian otak memiliki fungsi masing-masing dalam
menjalankan tugasnya seperti: frontalis bekerja untuk mengatur kegiatan motorik,
parietalis sebagai fungsi sensorik, temporalis sebagai pusat berbicara dan
mendengar. Kerusakan menimbulkan gejala klinis sesuai area yang terkena
(Annibal et al, 2014).
5. Tanda dan Gejala
Mayoritas pasien mengalami nyeri kepala akut, kaku kuduk, muntah dan
penurunan kesadaran yang berkembang cepat sampai keadaan koma. Pada
pemeriksaaan biasanya di dapati hipertensi kronik.
Secara mendetail gejala yang muncul diantaranya (Isyan, 2012) :
1. Kehilangan Motorik. Disfungsi motor paling umum adalah
a. Hemiplegia yaitu paralisis pada salah satu sisi yang sama seperti pada
wajah, lengan dan kaki (karena lesi pada hemisfer yang berlawanan).
b. Hemiparesis yaitu kelemahan pada salah satu sisi tubuh yang sama
seperti wajah, lengan, dan kaki (Karena lesi pada hemisfer yang
berlawanan).
2. Kehilangan atau Defisit Sensori.
a. Parestesia (terjadi pada sisi berlawanan dari lesi). Kejadian seperti
kebas dan kesemutan pada bagian tubuh dan kesulitan dalam
propriosepsi (kemampuan untuk merasakan posisi dan gerakan bagian
tubuh).
3. Kehilangan Komunikasi (Defisit Verbal). Fungsi otak lain yang dipengaruhi
oleh stroke adalah bahasa dan komunikasi. Disfungsi bahasa dan
komunikasi dapat dimanifestasikan oleh hal berikut :
a. Disartria adalah kesulitan berbicara atau kesulitan dalam membentuk
kata. Ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan
oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan bicara.
b. Disfasia atau afasia adalah bicara detektif atau kehilangan bicara, yang
terutama ekspresif atau reseptif (mampu bicara tapi tidak masuk akal).
c. Apraksia adalah ketidak mampuan untuk melakukan tindakan yang
dipelajari sebelumnya, seperti terlihat ketika pasien mengambil sisir dan
berusaha untuk menyisir rambutnya.
d. Disfagia adalah kesulitan dalam menelan.
4. Gangguan Persepsi adalah ketidakmampuan untuk menginterprestasikan
sensasi. Dapat mengakibatkan
a. Disfungsi persepsi visual, karena gangguan jaras sensori primer
diantara mata dan korteks visual.
b. Homonimus hemianopsia (kehilangan setengah lapang pandang)
c. Gangguan hubungan visual-spasial (mendapatkan hubungan dua atau
lebih objek dalam area spasial).
5. Defisit Kognitif.
a. Kehilangan memori jangka pendek dan panjang.
b. Penurunan lapang perhatian.
c. Kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi.
d. Alasan abstrak buruk.
e. Perubahan Penilaian.
6. Defisit Emosional.
a. Kehilangan kontrol-diri.
b. Labilitas emosional.
c. Penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan stress.
d. Depresi.
e. Menarik diri.
6. Komplikasi
Komplikasi yang dapat muncul dari IVH antara lain:
a. Hidrosefalus. Hal ini merupakan komplikasi yang sering dan kemungkinan
disebabkan karena obstruksi cairan sirkulasi serebrospinal atau
berkurangnya absorpsi meningeal. Hidrosefalus dapat berkembang pada
50% pasien dan berhubungan dengan keluaran yang buruk.
b. Perdarahan ulang (rebleeding), dapat terjadi setelah serangan hipertensi.
c. Vasospasme. Beberapa laporan telah menyimpulkan hubungan antara
intraventricular hemorrhage (IVH) dengan kejadian dari vasospasme serebri,
yaitu: 1). Disfungsi arteriovena hipotalamik berperan dalam perkembangan
vasospasme intrakranial. 2). Penumpukkan atau jeratan dari bahan
spasmogenik akibat gangguan dari sirkulasi cairan serebrospinal.
Gangguan
Perdarahan yang terjadi menyebabkan perfusi
Penekanan penekanan pada area otak jaringan
pada area cerebral
sensitif nyeri
Peningkatan TIK Penekanan berat
perfusi pada
Nyeri akut area tertentu
Jika dibiarkan pada otak
akan terjadi menyebabkan
edema otak gangguan
fisiologis otak
konfusi Gangguan penurunan
kesadaran
menyenangkan
seperti berjalan-jalan,
berbicara dengan
keluarga atau teman
4. Anjurkan pasien 4. Untuk mengurangi rasa
untuk mempraktekkan nyeri datang
teknik distraksi
sebelum waktu nyeri, 5. Mengetahui kefektifan
jika pasien mampu teknik distraksi
5. Evaluasi dan
dokumentasikan
respon dari distraksi
3. Konfusi akut Setelah dilakukan NOC: NOC: 1. Memudahkan intervensi
berhubungan dengan asuhan selama 1. Kemampuan 1. Identifikasi sesuai dengan kondisi
perubahan perfusi 3x24 konfusi akut kognitif: kemungkinan klien
jaringan serebral teratasi kemampuan penyebab konfusi 2. Respon kognitif
untuk 2. Kaji kemampuan maladaptive biasanya
menampikan sensori dan persepsi mencakup gangguan
proses mental pasien sensori dan persepsi
yang kompleks yang dapat
2. Memori: membahayakan
kemampuan keamanan pasien.
untuk 3. Mengetahui tingkat
mendapatkan kesadaran pasien
3. Pantau status
kembali secara 4. Mengetahui kondisi
neurologis (GCS)
kognitif dan emosional pasien
melaporkan 5. mengetahui kondisi
4. Pantau status
informasi yang emosional tubuh pasien
diterima
sebelumnya 5. Monitor tanda vital: 6. mengetahui tingkat
3. Status neurologis: suhu, tekanan darah, kesadaran
kesadaran: nadi, dan respirasi
orientasi sadar 6. Monitor ukuran pupil, 7. mengontrol keadaan
a. Pasien akan bentuk, kesimetrisan, serebral
menunjukkan dan reaktifitasnya 8. mengetahui tingkat
penurunan 7. Monitor level kesadaran
agitasi/kegelisaha kesadaran
n 8. Monitor level orientasi
b. Membuka mata
terhadap stimulus
eksternal
c. Memahami
instruksi verbal
4. Gangguan komunikasi setelah dilakukan NOC: NIC:
verbal berhubungan asuhan a. Kemampuan 9. Kaji tingkat 1. Perubahan dalam isis
dengan berkurangnya keperawatan komunikasi kemampuan pasien kognitif dan bicara
perfusi pada area brocca selama 3x24 jam b. Kemampuan dalam berkomunikasi merupakan indikator dari
gangguan komunikasi 10. Minta pasien gangguan serebral
komunikasi verbal ekspresif: mengikuti perintah 2. Melakukan penilaian
teratasi kemampuan sederhana terhadap adanya
untuk 11. Tunjukkan objek dan keruskan sensorik
mengungkapkan minta pasien 3. Melakukan penilaian
dan mengartikan menyebutkan nama terhadap adanya
pesan verbal dan benda tersebut kerusakan motorik
non verbal 12. Ajarkan pasien 4. Bahasa isyarat dapat
c. Kemampuan berkomunikasi non membantu untuk
komunikasi verbal (bahasa menyampaikan isi pesan
reseptif: isyarat) yang dimaksud
kemampuan 13. Kolaborasi dengan 5. Untuk mengidentifikasi
untuk menerima ahli terapi wicara kekurangan/kebutuhan
dan mengartikan terapi
pesan verbal dan
non verbal
1. Pasien akan
mengkomunikasik
an kebutuhan
5. Gangguan sensori Setelah dilakukan NOC: NIC:
persepsi penglihatan tindakan a. Pasien akan 1. Pastikan derajat/tipe 1. Mengetahui seberapa
berhubungan dengan keperawatan berpartisipasi kehilangan penglihatan berat kehilangan
penurunan perfusi pada selama 3x24 jam dalam program penglihatan
bagian oksipitalis otak gangguan sensori pengobatan 2. Dorong 2. Menggali kemampuan
persepsi b. Pasien akan mengekspresikan klien mengenali penyakit
penglihatann mempertahankan perasaan tentang serta mengetahui derajat
teratasi lapang ketajaman kehilangan / sakit
penglihatan tanpa kemungkinan
kehilangan lebih kehilangan penglihatan 3. Menghindari kesalahan
lanjut. 3. Tunjukkan pemberian memberikan obat
tetes mata, contoh
menghitung tetesan, 4. Menghindari cedera pada
menikuti jadwal, tidak klien
salah dosis
4. Lakukan tindakan
untuk membantu
pasien menangani
keterbatasan
penglihatan, contoh,
kurangi kekacauan,atur
perabot, ingatkan
memutar kepala ke 5. Manajemen regimen
subjek yang terlihat; pengobatan
perbaiki sinar suram
dan masalah
penglihatan malam.
5. Kolaborasi obat sesuai
dengan indikasi
6. Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan NOC: NIC: terapi latihan
berhubungan dengan tindakan 1. Ambulasi 1. Mengontrol kemampuan
1. Monitoring vital sign
Kelemahan keperawatan berjalan: yang dimiliki pasien
sebelm/sesudah
neutronsmiter/kelemahan selama 3x24 jam kemampuan
latihan dan lihat respon
fisisk gangguan mobilitas berjalan dari satu
pasien saat latihan
fisik teratasi dengan tempat ke tempat
2. Konsultasikan dengan 2. Melakukan terapi sesuai
lain
terapi fisik tentang dengan kemampuan
2. Ambulasi kursi pasien
rencana ambulasi
roda: kemampuan
sesuai dengan
untuk berpindah
kebutuhan
dari satu tempat
3. Bantu pasien untuk 3. Untuk mencegah cidera
ke tempat lain
menggunakan tongkat,
menggunakan kruk, walker, kursi roda
kursi roda saat berjalan dan
3. Pergerakan sendi cegah terhadap cedera
aktif: rentang 4. Ajarkan pasien atau 4. Melatih pasien untuk
gerak sendi tenaga kesehatan lain melakukan rentang gerak
dengan gerakan tentang teknik minimal
atas inisiatif ambulasi
5. Menentukan terapi
sendiri 5. Kaji kemampuan mobilisasi selanjutnya
4. Tingkat pasien dalam
6. Memandirikan pasien
mobilisasi: mobilisasi
untuk melakukan activity
kemampuan 6. Latih pasien dalam daily living (ADL)
untuk melakukan pemenuhan kebutuhan
pergerakan yang ADLs secara mandiri
7. Memberikan dukungan
bermanfaat sesuai kemampuan
bagi kemajuan pasien
5. Perawatan diri: 7. Dampingi dan Bantu
kemampuan pasien saat mobilisasi
8. Membantu pasien terbiasa
untuk melakukan dan bantu penuhi
secara pelahan dengan
perawatan diri kebutuhan ADLs ps.
kondisi tubuhnya
paling dasar dan 8. Berikan alat bantu jika
9. Membantu pasien terbiasa
aktivitas pasien memerlukan.
secara pelahan dengan
perawatan diri kondisi tubuhnya
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 10.
Jakarta: EGC.
Dewanto, et al. (2009). Panduan Praktis Diagnosis & Tata Laksana Penyakit
Saraf. Jakarta:EGC
Dey Mahua, Jaffe Jannifer, Stadnik Agniezka, Awad Issam A. Journal of External
Ventricular Drainage for Intraventricular Hemorrhage. 2012. [serial
online] http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22002766 [Diakses 22 Mei
2016]
Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta: EGC.
Satyanegara et al. 2010. Anatomi susunan saraf Edisi 4. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Werner, Kahle. 2000. Atlas Berwarna & Teks Anatomi Manusia : Sistem Syaraf
dan Alat-alat Sensoris. Jilid 3, edisi. 6. Jakarta: Penerbit Hippocrates