Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

PTOSIS

Disusun Oleh :
Unik Nurocmah
P1337420214115

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN SEMARANG
PRODI DIII KEPERAWATAN PURWOKERTO
TAHUN 2015
A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
a. Ptosis adalah kondisi kelopak mata yang tidak dapat membuka dengan optimal
seperti mata normal ketika memandang lurus ke depan (Drooping eye lid).
b. Ptosis adalah posisi dimana kelopak mata jauh lebih rendah dari posisi normal.
2. Etiologi
a. Ptosis yang didapatkan (aquired) pada umumnya disebabkan oleh :
1) Faktor Mekanik
Akibat berat yang abnormal dari palpebra dapat menyulitkan otot levator
palpebra mengangkat palpebra. Hal ini dapat disebabkan oleh inflamasi
akut atau kronik berupa edema, tumor atau materi lemak yang keras,
misalnya xanthelasma.
2) Faktor Miogenik
Ptosis pada satu atau kedua kelopak mata sering merupakan tanda awal
myasthenia gravis dan kejadiannya diatas 95% dari kasus yang ada.
3) Faktor Neurogenik (paralitik)
Terdapat intervensi pada jalur bagian saraf cranial III yang mempersarafi
otot levator pada tingkat manapun dari inti okulomotor ke myoneural
junction. Ptosis didapat (acquired) biasanya terjadi unilateral.
4) Faktor Trauma
Trauma tumpul maupun tajam pada aponeurosis levator maupun otot
levator sendiri juga menyebabkan ptosis. Pada pemeriksaan histologik,
efek terjadi karena adanya kombinasi faktor miogenik, aponeurotik dan
sikatriks. Perbaikan terkadang terjadi dalam 6 bulan atau lebih, jika tidak
ada perbaikan maka tindakan pembedahan dapat menjadi alternatif.
b. Ptosis kongenital
Akibat kegagalan perkembangan muskulus levator palpebra. Dapat
terjadi sendiri maupun bersama dengan kelainan otot rektus superior (paling
sering) atau kelumpuhan otot mata eksternal menyeluruh (jarang). Hal ini
bersifat herediter ( Irga, 2010 ).
3. Tanda dan Gejala
a. Tanda
1) Jatuhnya / menutupnya kelopak mata atas yang tidak normal
2) Kesulitan membuka mata secara normal
3) Peningkatan produksi air mata
4) Iritasi pada mata karena kornea terus tertekan kelopak mata
5) Pada anak akan terlihat guliran kepala ke arah belakang untuk mengangkat
kelopak mata agar dapat melihat jelas.
b. Gejala
Pasien datang karena :
1) Keluhan kosmetik yang ditimbulkan
2) Gangguan penglihatan
3) Terdapat gejala berkaitan dengan penyebab dasar (missal pupil asimetris).
4. Patofisiologi
Ptosis terjadi karena disfungsi satu atau kedua otot retractor palpebra
superior, yaitu musculus levator palpebrae superioris berserta aponeurosis dan
musculus Mueller. Ptosis congenital terjadi akibat dari distrofi musculus levator
palpebrae dan juga cranial nerve (CN) III palsy. Ptosis yang didapat juga terjadi
karena cranial nerve (CN) III palsy dan Horner cervical sympathetic nerve palsy.
Pada pasien usia lanjut, ptosis disebabkan oleh penipisan, peregangan dan
disinsersio aponeurosis levator. Namun, pergerakan mata dan pupil normal. Pada
ptosis onset lambat, dapat terjadi karena acquired muscular dystrophy, chronic
progressive external ophthalmoplegia, dan myasthenia gravis.
5. Penatalaksanaan
a. Ptosis ringan tidak membutuh pengobatan, tetapi harus sering dipantau.
b. Semua jenis ptosis ditangani dengan bedah kecuali pada myasthenia gravis.
Sebagian besar operasi pada ptosis berupa reseksi aponeurosis levator atau
otot tarsus superior (atau keduanya). Bagian superior tarsus sering direseksi
untuk menambah elevasi. Pada pasien dengan levator yang kurang atau tidak
berfungsi, memerlukan pengangkat alternatif. Fascia lata autogen biasanya
dianggap sebagai suspensi terbaik.
c. Pada beberapa pasien yang tidak dapat menjalani pembedahan atau yang tidak
menginginkan pembedahan, dapat menggunakan kaca mata khusus. Kaca mata
ini mempunyai sejenis kruk pada bagian atasnya yang membantu mengangkat
kelompak mata yang jatuh.
d. Pada ptosis yang disebabkan myasthenia gravis,diberikan terapi
Pyridostigmine (Mestinon).
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Meliputi nama, jenis kelamin, pendidikan, agama, pekerjaan, tanggal
pemeriksaan, alamat, suku dan bangsa yang digunakan, nomor register,
diagnosa medis.
b. Keluhan utama
Keluhan- keluhan yang paling utama yang dirasakan pasien misalnya
menutupnya kelopak mata yang tidak normal, gangguan penglihatan.
c. Riwayat penyakit sekarang
Bagaimana keadaan dan keluhan klien saat timbulnya masalah, riwayat
trauma, miastenia gravis, penyebab, gejala ( tiba – tiba atau perlahan ), lokasi.
d. Riwayat penyakit dahulu
Yang perlu dikaji pasien pernah menderita penyakit sebelumnya dan penyakit
yang pernah diderita pasien misalnya trauma mata dan miastenia gravis.
e. Riwayat penyakit keluarga
Dalam pengkajian ini meliputi riwayat penyakit yang pernah diderita keluarga
dan pada sistem lain yang mempengaruhinya.
f. Riwayat psikososial
Meliputi psikologis pasien yang berhubungan dengan reaksi emosional, citra
tubuh serta dampaknya terhadap kehidupanya sosial pasien
g. Riwayat pola sehari – hari
1) Pola Nutrisi
Menguraikan tentang Jumlah kalori dan jumlah cairan sebelum dan selama
sakit.
2) Pola Eliminasi
Menguraikan tentang frekuensi miksi dan defekasi setiap hari dan keluhan
atau masalah yang terjadi.
3) Pola Aktifitas
Menguraikan tentang aktivitas yang dilakukan sehari-hari (berat-
ringannya aktivitas) dan macam-macam aktivitasnya.
4) Pola Istirahat
Menguraikan tentang berapa lama pasien beristirahat dalam sehari yang
dibagi menjadi istirahat di siang hari dan di malam hari.
h. Pemeriksaan Fisik :
Pemeriksaan pada penderita ptosis untuk mendeteksi masalah fisik yang
dapat mempengaruhi kesehatannya :
Pemeriksaan fisik awal pada pasien ptosis dimulai dengan empat ukuran
klinik:
1) Inspeksi: kita dapat melihat sikap,bentuk,ukuran dan ada tidaknya gerakan
yang tidak dapat dikendalikan dari otot tersebut.
2) Palpasi: palpasi dilakukan untuk menentukan konsistensi serta adanya nyeri
tekan dan untuk menilai kekuatan otot tonus.
3) Gerakan pasif: gerakan pasif dilakukan dengan cara menyuruh pasien untuk
mengistirahatkankan ototnya dan pada saat yang bersamaan kita
mengerakkan otot pasien. Pada pasien normal, maka kita akan mendapatkan
tahanan otot yang berarti pada saat kita menggerakkan otot tersebut.
4) Gerakan aktif: gerakan aktif nin dilakukan dengan dua cara,pertama; pasien
disuruh untuk menggerakan ototnya kemudian kita menahan gerakannya,
kedua; pasien suruh mengerakkan ototnya dan suruh dia untuk menahan
gerakannya sendiri.
Kordinasi gerakan: tindakan ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya
kerja sama yang baik antar otot.
a) Fissura interpalpebra vertical
Jarak antara margo palpebra superior dan inferior pada posisi
penglihatan primer ( normal 15 – 18mm ). Ptosis < 15 mm.
b) Margin reflek distance (MRD)
Penderita disuruh melihat pada posisi primer, kemudian di ukur jarak
antara margo palpebra superior dan reflek cahaya, normal 4 mm.
c) Fungsi levator
Penderita diminta melihat ke bawah maksimal, pemeriksa memegang
penggaris dan menempatkan pada titik nol pada margo palpebra
superior, juga pemeriksa menekan otot frontal agar otot frontal tidak ikut
mengangkat kelopak mata, lalu penderita disuruh melihat ke atas
maksimal dan dilihat margo palpebra superior ada pada titik berapa.
Aksi elevator normal 14 – 16 mm.ptosis dibawah angka normal.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan beratnya palpebra yang
abnormal.
b. Gangguan akomodasi berhubungan dengan penurunan kemampuan muskulus
levator.
c. Gangguan citra diri berhubungan dengan penyakitnya.
3. Intervensi Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan beratnya palpebra yang abnormal
1) Tujuan : Nyeri dapat berkurang dengan kriteria hasil : Klien
mengungkapkan nyeri berkurang dan ekspresi wajah normal.
2) Intervensi
1. Observasi beratnya palpebra yang abnormal
2. Kaji tingkat skala nyeri klien
3. Terangkan nyeri yang di derita klien dan penyebabnya
4. Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi
5. Kolaborasi pemberian analgesik
Rasional
1. Mengetahui penyebab palpebra menjadi abnormal
2. Pengukuran nilai ambang nyeri dapat dilakukan dengan skala maupun
deskripsi
3. Meningkatkan koping klien dalam melakukan guidance mengatasi
nyeri
4. Adaptasi terhadap nyeri merupakan teknik yang dapat menurunkan
nyeri
5. Mengurangi terjadinya nyeri dapat dilakukan dengan pemberian
analgesik oral maupun sistemik.
b. Gangguan akomodasi berhubungan dengan penurunan kemampuan muskulus
levator.
1) Tujuan : Gangguan akomodasi dapat berkurang dengan kriteria hasil :
a) Lapang pandang pasien jauh
b) Penglihatan mata tajam
c) Tidak ada kelainan refraksi.
2) Intervensi
1. Observasi lapang pandang (penglihatan) klien
2. Anjurkan klien untuk tes tajam penglihatan, tes kelainan refraksi
3. Anjurkan klien menunjukkan foto lama dari wajah dan mata pasien.
Rasional
1. Mengetahui sejauh mana penglihatan klien
2. Untuk mengetahui ketajaman penglihatan dan ada tidaknya kelainan
refraksi pada klien
3. Melihat perubahan perbandingan pada mata.
c. Gangguan citra diri berhubungan dengan penyakitnya
1) Tujuan : Pasien dapat menerima perubahan yang ada pada dirinya
dengan kriteria hasil :
a) Mengidentifikasi kekuatan personal
b) Pengakuan terhadap perubahan actual pada penampilan tubuh
c) Menggambarkan perubahan actual pada fungsi tubuh
d) Memelihara hubungan social yang dekat dan hubungan personal
2) Intervensi :
1. Beri motivasi untuk menerima keadaan dirinya
2. Beri penjelasan bahwa penyakitnya dapat disembuhkan
3. Jelaskan pentingnya perawatan kulit termasuk kepala, badan, dan pubis
4. Berikan motivasi tentang percaya diri dan mencegah isolasi sosial.
Rasional :
1. Membantu klien perlahan-lahan menerima keadaan dirinya
2. Memberikan motivasi pada klien untuk sembuh
3. Meningkatkan kemandirian dan penerimaan klien
4. Membangun kepercayaan diri dan mencegah klien menjadi isolasi
sosial.
4. Implementasi
Setelah rencana keperawatan tersususun, selanjutnya diterapkan tindakan
yang nyata untuk mencapai hasil yang diharapkan berupa berkurangnya atau
hilangnya masalah pasien. Pada tahap implementasi ini terdiri atas beberapa
kegiatan yaitu validasi rencana keperawatan, menuliskan atau
mendokumentasikan rencana keperawatan, serta melanjutkan pengumpulan data.
5. Evaluasi
Adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan
keperawatan pada klien.Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon pasien
terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Evaluasi dapat dibagi
dua yaitu evalusi proses atau formatif dilakukan setiap selesai melaksanakan
tindakan, evaluasi hasil atau sumatif dilakukan dengan membandingkan respon
pasien pada tujuan khusus dan umum yang telah ditentukan. (Keliat, 1998)
DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr. H. Sidarta Ilyas, SpM. (2006). Dasar Teknik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit
Mata edisi kedua. Jakarta : FKUI

James, Bruce, dkk. (2006). Lecture Oftalmologi edisi kesembilan. Jakarta : Erlangga
Medical Series

Muttaqin, Arif. ( 2008 ). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sisten Persyarafan.
Jakarta : Salemba medika.

Anda mungkin juga menyukai