Anda di halaman 1dari 41

LAPORAN RONDE KEPERAWATAN

DEPARTEMEN MATERNITAS

Disusun Oleh:
Faizal Habib, S.Kep
Rizka Fitria Navis, S.Kep
Khairul Mutmainnah, S.Kep
Intan Widiandika, S.Kep
Maya Aufa, S.Kep
Tri Okta Linda, S.Kep
Adi Sifananta, S.Kep
Evi Kurniawati, S.Kep
Anisa Maulid, S.Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH JEMBER
2019

1
2

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Persalinan atau partus adalah proses dimana bayi, plasenta dan selpaut ketuban

keluar dari uterus ibu. Persalinan diaanggap normal jika prosesnya terjadi pada usia

kehamilan yang cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa di sertai adanya penyulit.

Persalinan dimulai (inpartu) sejak uterus berkontraksi dan menyebabkan perubahan

pada serviks, membuka dan menipis dan berakhir dengan lahirnya plasenta secara

lengkap. Ibu dikatakan belum inpartu jika kontraksi uterus tidak mengakibatkan

perubahan serviks [ CITATION Dam15 \l 1057 ].

Persalinan adalah serangkaian kejadian yang berakhir dengan pengeluaran bayi

cukup bulan atau hampir cukup bulan, disusul dengan pengeluaran plasenta dan

selaput janin dari tubuh ibu [ CITATION Har10 \l 1057 ].

Hampir semua perempuan pasti akan mengalami proses persalinan baik secara

normal maupun caesar. Persalinan merupakan proses hasil konsepsi (janin dan uri)

yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau

melalui jalan lain [ CITATION Pra10 \l 1057 ].

Sectio caesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka

dinding perut dan dinding rahim [ CITATION Man16 \l 1057 ].

Kala II lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 2 jam pada primi,

dan lebih dari 30 menit sampai 1 jam pada multi. (Mochtar, 1998)

Kala II Lama adalah persalinan dengan tidak ada penurunan kepala > 1 jam

untuk nulipara dan multipara. (Sarwono, 2008)

Persalinan lama ialah persalinan yang berlangsung lebih dari 12 jam, baik pada

primipara maupun multipara. Persalinan lama dapat terjadi dengan pemanjangan kala

I dan atau kala II. (Wiknjosastro, 2010).


3

Asuhan keperawatan intranatal diperlukan untuk meningkatkan status

kesehatan ibu dan anak. Persalinan normal akan melewati proses persalinan dari kala

I-kala IV. Akan melewati proses persalinan bukan berarti ibu terbebas dari bahaya

atau komplikasi. Berbagai komplikasi dapat dialami ibu pada saat menjelang

persalinan. Komplikasi ini akan menentukan proses persalinan pada ibu. Ibu dengan

persalinan lama yaitu persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam pada primi yang

ditandai dengan fase laten lebih dari 6 jam persalinan atau telah berlangsung 12 jam

atau lebih tanpa kelahiran bayi dan dilatasi serviks dikanan garis waspada pada

partograf (Winkjosastro, 2002).

1.2 Tujuan

2.1 Tujuan Umum

Mengetahui lebih dalam tentang intranal dengan kala II lama, serta

asuhan keperawatan pada kasus ibu bersalim dengan kala II lama.

2.2 Tujuan Khusus

a. Menguraikan pengertian persalinan

b. Menguraikan periode saat persalinan

c. Menyebutkan adaptasi fisiologis dan psikologis persalinan

d. Menguraikan pengertian SC dan kala II lama

e. Menyebutkan etiologi kala II lama

f. Menjelaskan tentang patofisiologi kala II lama

g. Menjelaskan penatalaksanaan yang diberikan untuk ibu dengan

persalinan SC

h. Menyebutkan komplikasi yang dapat terjadi pada ibu dengan persalinan

SC terindikasi kala II lama

i. Melakukan asuhan keperawatan pada ibu dengan persalinan SC

terindikasi kala II lama:

1) Menguraikan pengkajian
4

2) Menyebutkan diagnosa keperawatan

3) Menyusun rencana keperawatan

4) Menguraikan intervensi keperawatan

5) Melakukan evaluasi terhadap intervensi yang telah dilakukan pada

asuhan keperawatan tersebut.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kala II Lama

2.1.1 Definisi

Persalinan lama adalah dimana fase laten lebih dari 8 jam, dan persalinan telah

berlangsung 12 jam atau lebih bayi belum lahir.

Persalinan kala II lama atau di sebut juga partus tak maju adalah suatu persalinan dengan

his yang adekuat namun tidak menunjukkan kemajuan pada pembukaan servik, turunnya kepala

dan putaran paksi selama 2 jam terakhir.

Pengertian dari partus lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam pada

primigravida dan lebih dari 18 jam pada multigravida. Dilatasi serviks di kanan garis waspada

persalinan fase aktif.

Menurut winkjosastro, 2002. Persalinan (partus) lama ditandai dengan fase laten lebih dari

8 jam, persalinan telah berlangsung 12 jam atau lebih tanpa kelahiran bayi, dan dilatasi serviks

di kanan garis waspada pada partograf.

Definisi (Menurut Prof. Dr. dr. Gulardi Hanifa Winkjosastro, SPOG, 2002. Buku

PanduaPraktisPelayananKesehatanMaternaldanNeonatal) Partus lama adalah fase laten lebih

dari 8 jam. Persalinan telah berlangsung 12 jam atau lebih, bayi belum lahir. Dilatasi serviks

dikanan garis waspada persalinan fase aktif.

Jadi, persalinan kala II lama adalah persalinan yang telah berlangsung selama 12 jam atau

lebih bayi belum lahir, dan his adekuat namun tidak menunjukkan kemajuan pada pembukaan

servik.

2.1.2 Etiologi

a. Faktor Ibu

1) His tidak efisien (adekuat)

Timbulnya his adalah indikasi mulainya persalinan, apabila his yang timbul

sifatnya lemah, pendek, dan jarang maka akan mempengaruhi turunnya kepala dan

5
6

pembukaan serviks atau yang sering disebut dengan inkoordinasi kontraksi otot

rahim, dimana keadaan inkoordinasi kontraksi otot rahim ini dapat menyebabkan

sulitnya kekuatan otot rahim untuk dapat meningkatkan pembukaan atau pengusiran

janin dari dalam rahim, pada akhirnya ibu akan mengalami partus lama karena tidak

adanya kemajuan dalam persalinan.

2) Faktor jalan lahir (pinggul sempit, kelainan serviks, vagina, tumor)

Penyebab partus lama sebagian besar adalah karena panggul ibu yang terlalu

sempit, atau gangguan penyakit pada tulang sehingga kepala bayi sulit untuk

berdilatasi sewaktu persalinan. Faktor genetik, fisiologis, dan ingkungan termasuk

gizi mempengaruhi perawakan seorang ibu. Perbaikan gizi dan kondisi kehidupan

juga penting karena dapat membantu mencegah terhambatnya pertumbuhan. Selain

itu servik yang terlalu kaku juga dapat berdampak pada lambannya kemajuan

persalinan, karena akibat servik yang kaku akan menghambat proses penipisan

portio yang nantinya akan berdampak pada lamanya pembukaan. Adanya tumor juga

sangat berpengaruh terhadap proses lamanya persalinan. Jika terjadi tumor di organ

reproduksi khususnya pada jalan lahir tentunya akan menghalangi proses lahirnya

bayi yang kemungkinan besar akan mengakibatkan partus lama.

3) Usia

Jika dilihat dari sisi biologis manusia 20 - 35 merupakan tahun terbaik wanita

untuk hamil karena selain di usia ini kematangan organ reproduksi dan hormon telah

bekerja dengan baik juga belum ada penyakit-penyakit degenerative seperti

hipertensi, diabetes, serta daya tahan tubuh masih kuat. Tidak semua ibu dengan usia

kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun dipastikan mengalami partus lama,

akan tetapi pada sebagian wanita dengan usia yang masih muda organ reproduksinya

masih belum begitu sempurna dan fungsi hormon-hormon yang berhubungan dengan

persalinan juga belum sempurna pula.

Ditambah dengan keadaan psikologis, emosional dan pengalaman yang belum

pernah dialami sebelumnya dan mempengaruhi kontraksi uterus menjadi tidak aktif,

yang nantinya akan mempengaruhi lamanya persalinan. Sedangkan pada ibu dengan
7

usia lebih dari 35 tahun diketahui kerja organ-organ reproduksinya sudah mulai

lemah, dan tenaga ibu pun sudah mulai berkurang, hal ini akan membuat ibu

kesulitan untuk mengejan yang pada akhirnya apabila ibu terus menerus kehilangan

tenaga karena mengejan akan terjadi partus lama (Amuriddin, 2009).

4) Paritas

Menurut Wiknjosastro salah satu penyebab kelainan his yang dapat

menyebabkan partus lama terutama ditemukan pada primigravida khususnya

primigravida tua, sedangkan pada multipara ibu banyak ditemukan kelainan yang

bersifat inersia uteri. Salah satu penyebab terjadinya partus lama adalah kelainan his,

his yang tidak normal baik kekuatan maupun sifatnya ridak menghambat persalinan.

Kelainan his dipengaruhinya oleh herediter, emosi, dan ketakutan menghadapi

persalinan yang sering dijumpai pada primagravida. Dikatakan bahwa terdapat

kecenderungan kesehatan ibu yang berparitas rendah lebih baik dari yang berperitas

tinggi.

5) Respons Stress

Stres psikologis memitiki efek fisik yang kuat pada persalinan. Hormon stres,

seperti adrenalin, berinteraksi dengan reseptor-beta di dalam otot uterus dan

menghambat kontraksi, memperlambat persalinan. Ini merupakan respons involunter

ketika ibu merasa terancam atau tidak aman, persalinannya berhenti baginya untuk

mencari tempat yang dirasakannya aman.

b. Faktor Janin

1) Mal presentasi dan mal posisi

Mal presentasi adalah semua presentasi janin selain varteks, sedangkan mal

posisi adalah posisi kepala janin relative terhadap pelvis dengan oksiput sebagai titik

referensi. Pada kejadian mal presentasi kerja uterus kontraksinya cenderung lelah

dan tidak teratur

2) Bayi yang besar


8

Bayi yang besar merupakan faktor partus lama yang sangat berkaitan dengan

terjadinya malposisi dan malpresentasi, janin yang dalam keadaan malpresentasi dan

malposisi kemungkinan besar akan menyebabkan partus lama atau partus macet

2.1.3 Patifisiologi

Ada 4 faktor yang mempengaruhi proses persalinan kelahiran yaitu passenger (penumpang

yaitu janin dan placenta), passagway (jalan lahir), powers (kekuatan) posisi ibu dan psikologi

(Farrer, 1999).

a. Penumpang

Cara penumpang atau janin bergerak disepanjang jalan lahir merupakan akibat

interaksi beberapa faktor yakni ukuran kepala janin, presentasi, letak, sikap dan posisi

janin.

b. Jalan lahir

Jalan lahir terdiri dari panggul ibu, yakni bagian tulang yang padat, dasar panggul,

vagina dan introitus (lubang luar vagina). Meskipun jaringan lunak khususnya lapisan-

lapisan otot dasar panggul ikut menunjang keluarnya bayi, tetapi panggul ibu lebih

berperan dalam proses persalinan janin. Maka dari itu ukuran dan bentuk panggul harus

ditentukan sebelum persalinan.

c. Kekuatan ibu (powers)

Kekuatan ibu melakukan kontraksi involunter dan volunter. Posisi ibu

mempengaruhi adaptasi anatomi dan fisiologi persalinan, posisi tegak memberi sejumlah

keuntungan yaitu rasa letih hilang, merasa nyaman dan memperbaiki sirkulasi.

Pada kala II memanjang upaya mengedan ibu menambahi resiko pada bayi karena

mengurangi jumlah oksigen ke placenta dianjurkan mengedan secara spontan jika tidak ada

kemajuan penurunan kepala maka dilakukan ektraksi vakum untuk menyelamatkan janin dan

ibunya (Simkin, 2005).

Dengan tindakan vakum ekstraksi dapat menimbulkan komplikasi pada ibu seperti

robekan pada servik uteri dan robekan pada dinding vagina. Robekan servik (trauma jalan lahir)

dapat menyebabkan nyeri dan resiko terjadinya infeksi (Doenges, 2001) dan komplikasi pada

janin dapat menyebabkan subgaleal hematoma yang dapat menimbulkan ikterus neonatorum jika
9

fungsi hepar belum matur dan terjadi nekrosis kulit kepala yang menimbulkan alopenia

(Prawirohardjo, 2002).

2.1.4 Tanda dan Gejala

a. Pembukaan serviks tidak melewati 3 cm sesudah 8 jam in partu

b. Frekuensi dan lamanya kontraksi kurang dari 3 kontraksi per 10 menit dan kurang dari 40

detik

c. Kelainan presentasi

d. Pembukaan serviks lengkap, ibu ingin mengedan, tetapi tidak ada kemajuan penanganan

e. Ibu merasa ingin meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi

f. Ibu merasakan makin meningkatnya tekanan pada rektum &/ vagina

g. Perineum terlihat menonjol

h. Vulva-vagina dan sfingter ani terlihat membuka

i. Peningkatan pengeluaran lendir darah

Gejala klinik partus lama terjadi pada ibu dan juga pada janin:

a. Pada Ibu

Ibu merasakan gelisah, letih, suhu badan meningkat, berkringat, nadi cepat,

pernafasan cepat. Di daerah lokal sering di jumpai; lingkaran bandl, edema vulva, edema

servik, cairan ketuban berbau, terdapat mekonium

b. Pada Janin

1) Denyut jantung janin cepat atau hebat atau tidak teratur bahkan negative.

2) Air ketuban terdapat mekonium, kental kehijau- hijauan dan berbau.

3) Caput succedaneum yang besar.

4) Moulage kepala yang hebat.

5) IUFD (intra uterin fetal death)

Gejala utama yang perlu diperhatikan pada partus lama antara lain:

a. Dehidrasi

b. Tanda infeksi: temperatur tinggi, nadi dan pernapasan, abdomen meteorismus

c. Pemeriksaan abdomen: meteorismus, lingkaran bandle tinggi, nyeri segmen bawah rahim
10

d. Pemeriksaan lokal vulva vagina: edema vulva, cairan ketuban berbau, cairan ketuban

bercampur mekonium

e. Pemeriksaan dalam: edema servikalis, bagian terendah sulit di dorong ke atas, terdapat

kaput pada bagian terendah

f. Keadaan janin dalam rahim: asfiksia sampai terjadi kematian

g. Akhir dari persalinan lama: ruptura uteri imminens sampai ruptura uteri, kematian karena

perdarahan atau infeksi.

2.1.5 Dampak Persalinan Lama pada Ibu dan Janin

Persalinan lama dapat menimbulkan konsekuensi serius bagi salah satu atau keduanya

sekaligus.

a. Efek pada Ibu

1) Infeksi Intrapartum

Infeksi bahaya yang serius yang mengancam pada ibu dan janinnya pada

partus lama, terutama bila disertai pecahnya ketuban. Bakteri didalam cairan amnion

menembus amnion dan menginvasi desidua serta pembuluh korion sehingga terjadi

bakterimiaa dan sepsis pada ibu dan janin. Pneumonia pada janin, akibat aspirasi

cairan amnion yang terinfeksi, adalah konsekuensi serius lainnya. Pemeriksaan

serviks dengan jari tangan akan memasukkan bakteri vagina kedalam uterus.

Pemeriksaan ini harus dibatasi selama persalinan, terutama apabila dicurigai terjadi

persalinan lama.

2) Ruptura Uteri

Penipisan abnormal segmen bawah uterus menimbulkan bahaya serius selama

partus lama, terutama pada ibu dengan paritas tinggi dan pada mereka dengan

riwayat seksio sesarea. Apabila disproporsi antara kepala janin dan panggul

sedemikian besar sehingga kepala tidak cakap (engaged) dan tidak terjadi

penurunan, segmen bawah uterusmenjadi sangat teregang kemudian dapat

menyebabkan rupture. Pada kasus ini mungkinterbentuk cincin retraksi patologis

yang dapat diraba sebagai sebuah kista trasversal atau oblik yang berjalan melintang
11

di uterus antara simfisis dan umbilicus. Apabila dijumpai keadaan ini, diindikasikan

persalinan perabdominam segera

3) Cincin retraksi patologis

Walaupun sangat jarang, dapat timbul kontriksi atau cincin local uterus pada

persalinan yang berkepanjang. Tipe yang paling sering adalah cincin retraksi

patologis Bandl, yaitu pembebtukan cincin retraksi normal yang berlebihan. Cincin

ini sering timbul akubat persalinan yang terhambat, disertai peregangan dan

penipisan berlebihan segmen bawah uterus. Pada situasi semacam ini cincin dapat

terlihat sebagai suatu identitas abdomen dan menandakan ancaman akan rupturnya

segnen bawah uterus. Kontriksi uterus local jarang dijumpai saat ini karena

terhanbatnya persalinan secara berkepanjangan tidak lagi dibiarkan. Konstriksi local

ini kadang-kadang masih terjadi sebagai konstriksi jam pasir (haourglass

constriction) uterus setelah lahirnya kembar pertama. Pada keadaan ini, konstriksi

tersebut kadang-kadang dapat dilemaskan dengan anestesi umum yang sesuai dan

janin janin dilahirkan secara normal, tetapi kadang-kadang seksio sesarea yang

dilakukan dengna segera menghasilkan progonis yang lebih baik bagi kembar kedua.

4) Pembentukan Fistula

Apabila bagian terbawah janin menekan kuat ke pintu atas pinggul tetapi tidak

maju untuk jangka waktu yang cukup lama, bagian jalan lahir yang terletak

diantaranya dan dinding panggul dapat mengalami tekanan yang berlebihan. Karena

gangguan sirkulasi, dapat terjadi narcosis yang akan jelas dalam beberapa hari

setelah melahirkan dengan munculnya fistula vesikovaginal, vesikoservikal, atau

rektovaginal. Umumnya narcosis akibat penekanan ini pada persalinan kala II yang

berkepanjangan. Dulu saat tindakan operasi ditunda selama mungkin, penyulit ini

sering dijumpai, tetapi saat ini jarang terjadi kecuali Negaranegara yang belum

berkembang.

5) Cedera otot-otot dasar panggul

Suatu anggapan yang telah dipegang adalah bahwa cedera otot-otot dasar

panggul atau persarfan ata fasia penghubungannya merupakan konsekuensi yang tida
12

terlelakan pada persalinan pervaginam, terutama apabila persalinannya sulit. Saat

kelahiran bayi, dasar panggul mendapat tekanan langsung dari kepala janin serta

tekanan kebawah akibat upaya mengejan ibu. Gaya-gaya inimeregangkan dan

melebarkan dasar panggul selama melahirkan ini akan menyebabakan inkontinensa

urin dan alvi serta prolaps organ panggul.

b. Efek pada Janin

Partus lama itu sendiri dapat dirugikan. Apabila panggul sempit dan juga terjadi

ketuban pecah lama serta infeksi intrauterus, risiko janin dan ibu akan muncul. Infeksi

intrapartum bukan saja merupkan penyulit yang serius pada ibu, tetapi juga merupakan

penyebab penting kematian janin dan neonates. Hal ini disebakan bakteri didalam cairan

amnion menembus selaput amnion dan menginvasi desidua serta pembuluh korion,

sehingga terjadi bakteremia pada ibu dan janin. Pneumonia janin, akibat aspirasi cairan

amnion yang terinfeksi, adalah konsekuensi serius lainnya.

1) Kaput Suksedeneum

Apabila panggul sempit, sewaktu persalinan sering terjadi kaput suksedeneum

yang besar terjad terbawah kepala janin. Kaput ini dapat berukuran cukup besar dan

menyebabakan kesalahan diagnostic yang serius. Kaput hamper dapat mencapai

dasar panggul sementara kepala sendiri belum cakap.

2) Molase kepala janin

Akibat tekanan his yang kuat, lempeng-lempeng tulang tengkorak saling

bertumpang tindih satu sama lain disutura-sutura besar, suatu proses yang disebut

molase. Biasannya batas median tulang parietal yang berkontak dengan promotorium

bertumpang tindih dengan tulang disebelahnya; hal ini sama terjadi pada tulang-

tulang frontal. Namun tulang oksipetal terdorong kebawah tulang parietal.

Perubahan-perubahan ini sering terjadi tanpa menimbulkan kerugian yang nyata. Di

lain pihak, apabila distorsi yang terjadi mencolok, molase dapat menyebabkan

robekan tentorium, laserasi pembuluh darah janin, tanpa perdarahan intra karinial

pada janin. Fraktur tengkorak kadang-kadang dijumpai, biasanya setelah dilakukan


13

upaya paksa pada persalinan. Fraktur ini juga dapat terjadi pada persalinan spontan

atau bahkan seksio sesarea.

2.1.6 Komplikasi

Efek yang diakibatkan oleh partus lama bisa mengenai ibu maupun janin, diantaranya:

a. Infeksi Intrapartum

Infeksi merupakan bahaya serius yang mengancam ibu dan janinnya pada partus

lama, terutama bila disertai pecahnya ketuban. Bakterididalam cairan amnion menembus

amnion dan desisdua serta pembuluhkorion sehingga terjadi bakteremia, sepsis dan

pneumonia pada janinakibat aspirasi cairan amnion yang terinfeksi.

b. Ruptur uteri

Penipisan abnormal segmen bawah uterus menimbulkan bahaya seriusselama partus

lama, terutama pada wanita dengan paritas tinggi dan pada mereka yang dengan riwayat

seksio sesarea. Apabila disproporsi antara kepala janin dan dan panggul sedemikin besar

sehingga kepalatidak engaged dan tidak terjadi penurunan, sehingga segmen bawahuterus

menjadi sangat teregang yang kemudian dapat menyebabkanruptur.

c. Cincin retraksi patologis

Pada partus lama dapat timbul konstriksi atau cincin lokal uterus, tipeyang paling

sering adalah cincin retraksi patologis Bandl. Cincin inidisertai peregangan dan penipisan

berlebihan segmen bawah uterus, cincin ini sebagai sustu identasi abdomen dan

menandakan ancamanakan rupturnya segmen bawah uterus.

d. Pembentukan fistula

Apabila bagian terbawah janin menekan kuat ke pintu atas panggultetapi tidak maju

untuk jangka waktu lama, maka bagian jalan lahiryang terletak diantaranya akan

mengalami tekanan yang berlebihan. Karena gangguan sirkulasi sehingga dapat terjadi

nekrosis yang akan jelas dalam beberapa hari setelah melahirkan dengan munculnya

fistula.

e. Cedera otot dasar panggul


14

Cedera otot-otot dasar panggul, persarafan, atau fasia penghubungnyamerupakan

konsekuensi yang tidak terelakkan pada persalinan pervaginum terutama apabila

persalinannya sulit.

f. Efek pada janin berupa kaput suksedaneum, moulase kepala janin, bila berlanjut dapat

menyebabkan terjadinya gawat janin.

2.1.7 Penataleksanaan

Penatalaksanaan yang dilakukan pada ibu dengan kala II memanjang yaitu dapat dilakukan

partus spontan, ekstraksi vakum, ekstraksi forceps, sectio caesaria, dan lain-lain.

Penatalaksanaannya yaitu sebagai berikut:

a. Tetap melakukan Asuhan Sayang Ibu, yaitu:

1) Anjurkan agar ibu selalu didampingi oleh keluarganya selama proses persalinan dan

kelahiran bayinya.

Alasan: Hasil persalinan yang baik ternyata erat hubungannya dengan dukungan dari

keluarga yang mendampingi ibu selama proses persalinan (Enkin, et al, 2000).

2) Anjurkan ibu untuk minum selama kala II persalinan

Alasan: Ibu bersalin mudah sekali mengalami dehidrasi selama proses persalinan dan

kelahiran bayi. Cukupnya asupan cairan dapat mencegah ibu mengalami hal tersebut

(Enkin, et al, 2000).

3) Ada kalanya ibu merasa khawatir dalam menjalani kala II persalinan. Berikan rasa

aman dan semangat serta tentramkan hatinya selama proses persalinan berlangsung.

Dukungan dan perhatian akan mengurangi perasaan tegang, membantu kelancaran

proses persalinan dan kelahiran bayinya. Beri penjelasan tentang cara dan tujuan dari

setiap tindakan setiap kali penolong akan melakukannya, jawab aetiap pertanyaan

yang diajukan ibu, jelaskan apa yang dialami oleh ibu dan bayinya dan hasil

pemeriksaan yang dilakukan (misalnya TD, DJJ, periksa dalam)

b. Melakukan kala II persalinan:

1) Cuci tangan (Gunakan sabun dan air bersih yang mengalir)

2) Pakai sarung tangan DTT/steril untuk periksa dalam


15

3) Beritahu ibu saat, prosedur dan tujuan periksa dalam

4) Lakukan periksa dalam (hati-hati) untuk memastikan pembukaan sudah lengkap

(10cm) lalu lepaskan sarung tangan sesuai prosedur PI - Jika pembukaan belum

lengkap, tentramkan ibu dan bantu ibu mencari posisi nyaman (bila ingin berbaring)

atau berjalan-jalan disekitar ruang bersalin. Ajarkan cara bernafas selama kontraksi

berlangsung. Pantau kondisi ibu dan bayinya dan catatkan semua temuan dalam

partograf

5) Jika ibu merasa ingin meneran tapi pembukaan belum lengkap, beritahukan belum

saatnya untuk meneran, beri semangat dan ajarkan cara bernafas cepat selama

kontraksi berlangsung. Bantu ibu untuk memperoleh posisi yang nyaman dan

beritahukan untuk menehan diri untuk meneran hingga penolong memberitahukan

saat yang tepat untuk itu.

6) Jika pembukaan sudah lengkap dan ibu merasa ingin meneran, bantu ibu mengambil

posisi yang nyaman, bimbing ibu untuk meneran secara efektif dan benar dan

mengikuti dorongan alamiah yang terjadi. Anjurkan keluarga ibu untuk membantu

dan mendukung usahanya. Catatkan hasil pemantauan dalam partograf. Beri cukup

minum dan pantau DJJ setiap 5-10 menit. Pastikan ibu dapat beristirahat disetiap

kontraksi.

7) Jika pembukaan sudah lengkap tapi ibu tidak ada dorongan untuk meneran, bantu

ibu untuk memperoleh posisi yang nyaman (bila masih mampu, anjurkan untuk

berjalan-jalan). Posisi berdiri dapat membantu penurunan bayi yang berlanjut dengan

dorongan untuk meneran. Ajarkan cara bernafas selama kontraksi berlangsung.

Pantau kondisi ibu dan bayi dan catatkan semua temuan dalam partograf.

8) Berikan cukup cairan dan anjurkan / perbolehkan ibu untuk berkemih sesuai

kebutuhan. Pantau DJJ setiap 15 menit, stimulasi puting susu mungkin dapat

meningkatkan kekuatan dan kualitas kontraksi.

9) Jika ibu tidak ada dorongan untuk meneran setelah 60 menit pembukaan lengkap,

anjurkan ibu untuk mulai meneran disetiap puncak kontraksi.


16

10) Jika bayi tidak lahir setelah 60 menit upaya tersebut diatas atau jika kelahiran bayi

tidak akan segera terjadi, rujuk ibu segera karena tidak turunnya kepala bayi

mungkin disebabkan oleh disproporsi kepala-panggul (CPD).

11) Upaya mengedan ibu menambah resiko pada bayi karena mengurangi jumlah

oksigen ke plasenta. Dianjurkan mengedan secara spontan (mengedan dan menahan

nafas terlalu lama, tidak dianjurkan)

c. Jika malpresentasi dan tanda-tanda obstruksi bisa disingkirkan, berikan infus oksitosin

d. Jika tidak ada kemajuan penurunan kepala:

1) Jika kepala tidak lebih dari 1/5 di atas simfisis pubis atau bagian tulang kepala di

stasion (O), lakukan ekstraksi vakum atau cunam

2) Jika kepala diantara 1/5-3/5 di atas simfisis pubis, atau bagian tulang kepala di antara

stasion (O)-(-2), lakukan ekstraksi vakum

3) Jika kepala lebih dari 3/5 di atas simfisis pubis atau bagian tulang kepala di atas

stasion (-2) lakukan seksio caesarea.

e. Berdasarkan penelitian Sulilowati D dengan judul “keteraturan senam hamil terhadap lama

persalinan kala 2 pada ibu bersalin”. Didapatkan hasil terdapat hubungan antara senam

hamil dengan lama persalinan kala II. Hal ini sesuai dengan teori bahwa latihan senam

hamil yang dilakukan secara mempunyai manfaat untuk latihan pernafasan, latihan

penguatan, dan peregangan otot-otot panggul yang mempercepat proses persalinan.


17

2.2 Sectio Caesaria

2.2.1 Definisi

Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatuinsisi

pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaanutuh serta berat

janin di atas 500 gram (Sarwono, 2009).

2.2.2 Jenis-Jenis Sectio Caesar

a. Abdomen (SC Abdominalis)

1) Sectio Caesarea Transperitonealis

a) Sectio caesarea klasik atau corporal: dengan insisi memanjang pada corpus

uteri.

b) Sectio caesarea profunda: dengan insisi pada segmen bawah uterus.

2) Sectio caesarea ekstraperitonealis

Merupakan sectio caesarea tanpa membuka peritoneum parietalis dan dengan

demikian tidak membuka kavum abdominalis.

b. Vagina (sectio caesarea vaginalis)

Menurut arah sayatan pada rahim, sectio caesaria dapat dilakukan apabila :

1) Sayatan memanjang (longitudinal)

2) Sayatan melintang (tranversal)

3) Sayatan huruf T (T Insisian)

c. Sectio Caesarea Klasik (korporal)

Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus uteri kira-kira 10cm.

Kelebihan:

1) Mengeluarkan janin lebih memanjang

2) Tidak menyebabkan komplikasi kandung kemih tertarik

3) Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal

Kekurangan:

1) Infeksi mudah menyebar secara intraabdominal karena tidak ada reperitonial yang

baik.
18

2) Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan.

Ruptura uteri karena luka bekas SC klasik lebih sering terjadi dibandingkan

dengan luka SC profunda. Ruptur uteri karena luka bekas SC klasik sudah dapat

terjadi pada akhir kehamilan, sedangkan pada luka bekas SC profunda biasanya baru

terjadi dalam persalinan.

Untuk mengurangi kemungkinan ruptura uteri, dianjurkan supaya ibu yang

telah mengalami SC jangan terlalu lekas hamil lagi. Sekurang -kurangnya dapat

istirahat selama 2 tahun. Rasionalnya adalah memberikan kesempatan luka sembuh

dengan baik. Untuk tujuan ini maka dipasang akor sebelum menutup luka rahim.

d. Sectio Caesarea (Ismika Profunda)

Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konkaf pada segmen bawah rahim kira-kira

10cm

Kelebihan:

1) Penjahitan luka lebih mudah

2) Penutupan luka dengan reperitonialisasi yang baik

3) Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan isi uterus ke rongga

perineum

4) Perdarahan kurang

5) Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptur uteri spontan lebih kecil

Kekurangan:

1) Luka dapat melebar ke kiri, ke kanan dan bawah sehingga dapat menyebabkan arteri

uteri putus yang akan menyebabkan perdarahan yang banyak.

2) Keluhan utama pada kandung kemih post operatif tinggi.

2.2.3 Etiologi

Manuaba (2002) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri iminen,

perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin adalah fetal distresdan
19

janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan

beberapa penyebab sectio caesarea sebagai berikut:

a. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )

Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai

dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan

secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan beberapa tulang yang

membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin ketika

akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul

patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan alami sehingga harus

dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga

panggul menjadi asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal.

b. PEB (Pre-Eklamsi Berat)

Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung disebabkan

oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah perdarahan dan infeksi, pre-

eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal paling penting

dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali

dan mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi.

c. KPD (Ketuban Pecah Dini)

Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan dan

ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban pecah dini adalah hamil

aterm di atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36 minggu

d. Bayi Kembar

Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena kelahiran

kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran satu bayi.

Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga

sulit untuk dilahirkan secara normal.

e. Faktor Hambatan Jalan Lahir


20

Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak memungkinkan

adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek

dan ibu sulit bernafas.

f. Kelainan Letak Janin

1) Kelainan pada letak kepala

a) Letak kepala tengadah

Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam teraba

UUB yang paling rendah. Etiologinya kelainan panggul, kepala bentuknya

bundar, anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar panggul.

b) Presentasi muka

Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang terletak

paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %.

c) Presentasi dahi

Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi terendah

dan tetap paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya dengan sendirinya

akan berubah menjadi letak muka atau letak belakang kepala.

2) Letak Sungsang

Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang

dengan kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri.

Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong, presentasi

bokong kaki, sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi

kaki (Saifuddin, 2002).

2.2.4 Patofisiologi

SC merupakan tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 gr dengan sayatan

pada dinding uterus yang masih utuh. Indikasi dilakukan tindakan ini yaitu distorsi kepala

panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan lunak, placenta previa dll, untuk ibu. Sedangkan

untuk janin adalah gawat janin. Janin besar dan letak lintang setelah dilakukan SC ibu akan

mengalami adaptasi post partum baik dari aspek kognitif berupa kurang pengetahuan. Akibat
21

kurang informasi dan dari aspek fisiologis yaitu produk oxsitosin yang tidak adekuat akan

mengakibatkan ASI yang keluar hanya sedikit, luka dari insisi akan menjadi post de entris bagi

kuman. Oleh karena itu perlu diberikan antibiotik dan perawatan luka dengan prinsip steril.

Nyeri adalah salah utama karena insisi yang mengakibatkan gangguan rasa nyaman.

Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa bersifat regional dan

umum. Namun anestesi umum lebih banyak pengaruhnya terhadap janin maupun ibu anestesi

janin sehingga kadang-kadang bayi lahir dalam keadaan upnoe yang tidak dapat diatasi dengan

mudah. Akibatnya janin bisa mati, sedangkan pengaruhnya anestesi bagi ibu sendiri yaitu

terhadap tonus uteri berupa atonia uteri sehingga darah banyak yang keluar. Untuk pengaruh

terhadap nafas yaitu jalan nafas yang tidak efektif akibat sekret yan berlebihan karena kerja otot

nafas silia yang menutup. Anestesi ini juga mempengaruhi saluran pencernaan dengan

menurunkan mobilitas usus.

Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan terjadi proses

penghancuran dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian diserap untuk metabolisme sehingga

tubuh memperoleh energi. Akibat dari mortilitas yang menurun maka peristaltik juga menurun.

Makanan yang ada di lambung akan menumpuk dan karena reflek untuk batuk juga menurun.

Maka pasien sangat beresiko terhadap aspirasi sehingga perlu dipasang pipa endotracheal. Selain

itu motilitas yang menurun juga berakibat pada perubahan pola eliminasi yaitu konstipasi.

(Saifuddin, Mansjoer & Prawirohardjo, 2002)

2.2.5 Pemeriksaan Penunjang

Berikut adalah beberapa pemeriksaan penunjang untuk pasien section caesaria.

a. Elektroensefalogram (EEG), Untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari kejang.

b. Pemindaian CT, Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.

c. Magneti resonance imaging (MRI), Menghasilkan bayangan dengan menggunakan

lapangan magnetik dan gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah-daerah

otak yang itdak jelas terliht bila menggunakan pemindaian CT.


22

d. Pemindaian positron emission tomography (PET), Untuk mengevaluasi kejang yang

membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik atau alirann

darah dalam otak.

e. Uji laboratorium, Fungsi lumbal: menganalisis cairan serebrovaskuler, Hitung darah

lengkap: mengevaluasi trombosit dan hematocrit, Panel elektrolit, Skrining toksik dari

serum dan urin, AGD, Kadar kalsium darah, Kadar natrium darah, Kadar magnesium

darah.

2.2.6 Komplikasi

Komplikasi yang sering terjadi pada ibu SC adalah:

a. Infeksi puerperial

Kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas dibagi menjadi:

1) Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari

2) Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan dehidrasi dan perut sedikit

kembung

3) Berat, peritonealis, sepsis dan usus paralitik

b. Perdarahan

Perdarahan banyak bisa terjadi jika pada saat pembedahan cabang-cabang arteri

uterine ikut terbuka atau karena atonia uteri.

c. Komplikasi-komplikasi lainnya antara lain luka kandung kencing, embolisme paru yang

sangat jarang terjadi.

d. Kurang kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa

terjadi ruptur uteri.


23

2.2.7 Penataleksanaan

a. Perawatan awal

1) Letakan pasien dalam posisi datar atau 45 derajat dalam ruang perawatan

2) Periksa kondisi pasien, cek tanda vital. Periksa tingkat

3) Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi

b. Diet

Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah 1 x 24 jam, jika penderita

sudah terdengar bising usus lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral.

Pemberian minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada minimal 6

jam pasca operasi, berupa air putih.

c. Mobilisasi

Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi :

1) Miring kanan dan kiri

2) Posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk (semifowler)

3) Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk

selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3 pasca

operasi.

4) Fungsi gastrointestinal

5) Tunggu bising usus timbul, diet bertahap (cair di teruskan dengan diet lunak)

6) Pemberian infus diteruskan sampai minimal 1x24 jam

d. Perawatan fungsi kandung kemih

Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada penderita,

menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24

jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.

e. Perawatan luka

1) Ganti verban dengan cara steril (jika verban terdapat rembesan/ terbuka)

2) Luka harus dijaga agar tetap kering dan bersih

3) Mengganti balutan dilakukan pada hari ketiga pasca SC atau sebelum pasien pulang

f. Jika masih terdapat perdarahan


24

1) Lakukan masase uterus

2) Beri oksitosin 10 unit dalam 500 ml cairan I.V. (garam fisiologik atau RL) 60

tetes/menit, ergometrin 0,2 mg I.M. dan prostaglandin

g. Jika terdapat tanda infeksi, berikan antibiotika kombinasi sampai pasien bebas demam

selama 48 jam

h. Analgesik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan

i. Hal – Hal lain yang perlu diperhatikan

1) Paska bedah penderita dirawat dan diobservasi kemungkinan komplikasi berupa

perdarahan dan hematoma pada daerah operasi

2) Pasca operasi perlu dilakukan drainase untuk mencegah terjadinya hematoma.

3) Pasien dibaringkan dengan posisi semi fowler (berbaring dengan lutut ditekuk) agar

diding abdomen tidak tegang.

4) Diusahakan agar penderita tidak batuk atau menangis.

5) Lakukan perawatan luka untuk mencegah terjadiny infeksi

6) Dalam waktu 1 bulan jangan mengangkut barang yang berat.

7) Selama waktu 3 bulan tidak boleh melakukan kegiatan yang dapat menaikkan

tekanan intra abdomen

8) Keseimbangan cairan dan elektrolit, kenyamanan fisik berupa nyeri dan kenya-

manan psikologis juga perlu dikaji sehingga perlu adanya orientasi dan bimbingan

kegi-atan post op seperti ambulasi dan nafas dalam untuk mempercepat hilangnya

pengaruh anestesi.

9) Perawatan pasca operasi, Jadwal pemeriksaan ulang tekanan darah, frekuensi nadi

dan nafas. Jadwal pengukuran jumlah produksi urin Berikan infus dengan jelas,

singkat dan terinci bila dijumpai adanya penyimpangan

10) Penatalaksanaan medis, Cairan IV sesuai indikasi. Anestesia; regional atau general

Perjanjian dari orang terdekat untuk tujuan sectio caesaria. Tes

laboratorium/diagnostik sesuai indikasi. Pemberian oksitosin sesuai indikasi. Tanda

vital per protokol ruangan pemulihan, Persiapan kulit pembedahan abdomen,

Persetujuan ditandatangani. Pemasangan kateter fole.


25

BAB III

TINJAUAN KASUS

3.1 Pengkajian

Rumah Sakit : RSU Dr. H. Koesnadi Bondowoso

Ruangan : Mawar

Tgl/Jam MRS : 15 Oktober 2019/09.00

Dx. Medis : P1A0

No. Register : 809504

Yang Merujuk : wringin

Tgl/Jam Pengkajian : 16 Oktober 2019 / 11.00

a. BIODATA

Nama Klien : Ny. X Nama Suami : Tn. W

Umur : 33 th Umur : 35 th

Suku/Bangsa : Indonesia Suku : Indonesia

Pendidikan : SMK Pendidikan : SMK

Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Tani

Agama : Islam Agama : Islam

Penghasilan :- Penghasilan : Rp 1.200.000

Gol. Darah :- Gol. Darah :-

Alamat : wringin Alamat : wringin

b. RIWAYAT KESEHATAN

1) Keluhan Utama

Luka operasi masih terasa nyeri, nyeri lebih lama, tidak bergerak

2) Riwayat penyakit sekarang

Klien mengatakan periksa ke wringin, di puskesmas wringin sudah ada rembesan

ketuban pecah dan pembukaan 3cmdi observasi selama 7 jam ternyata tidak ada
26

kemajuan. Lalu klien dirujuk ke RS Koesnadi, dan sampai RS Koesnadi klien

dirangsang agar pembukaan segera lengkap. Setelah pembukaan lengkap klien

mengakui sudah kelelahan di kala awal dan kepala bayi belum masuk PAP.

Akhirnya dokter menyarankan untuk operasi SC pada tanggal 16 oktober 06.00.

setelah sc pasien mengatakan nyeri pada luka operasi. nyeri dirasakan di bagian

supra pubis. Skala nyeri 5. Nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk.

3) Riwayat penyakit dahulu

4) Riwayat kesehatan keluarga

5) Riwayat psikososial

Merasa senang atas kelahiran pertama sang buah hati.

6) Pola Fungsi Kesehatan

a) Pola persepsi & tata laksana hidup sehat

Klien mengatakan jika sakit membeli obat di warung terdekat.

b) Pola nutrisi & metabolisme

Sebelum hamil ibu mengatakan makan makan makanan yang bergizi, nasi,

pauk 3x sehari

Waktu hamil 1 bulan pertama makan buah saja, bulan ke 2 makan kembali

normal seperti nasi, sayur dan lauk pauk 3x sehari.

c) Pola aktivitas

Sebelum MRS: bergerak aktif

Setelah MRS: gerakan lamban dan membatasi gerak

d) Pola eliminasi

e) Pola persepsi sensori

Pasien aktif dalam menjawab pertanyaan dan mampu merespon dengan baik.

f) Pola konsep diri

Merasa senang dan bahagia dengan kehadiran sang buah hati pertama.
27

g) Pola hubungan peran

Keluarga pasien sangat harmonis

h) Pola reproduksi dan seksual

Pasien mengatakan dalam 1 bulan berhubungan 3x

i) Pola penanggulangan stress

Pasien mengatakan jika merasa bosan, suami yang mengajak jalan-jalan

7) Riwayat kesehatan obstetri

a) Riwayat penggunaan kontrasepsi

Saat menikah siri ibu memakai suntik KB 3bulan.

Saat akan menikah resmi suntik KB dilepas.

b) Riwayat menstruasi

Menarche : 11 tahun

Lamanya : 7 hari

Siklus : 28 hari

Hari Pertama Haid Terakhir: Akhir Januari 2019

Dismenorhoe : (+)

Flour albus : Keputihan sedikit.

c) Riwayat kehamilan terdahulu

d) Riwayat kehamilan sekarang

Klien mengatakan pada bulan 1 mual muntah.

e) Riwayat persalinan lalu

8) Pemeriksaan fisik

a) Keadaan umum

Kesadaran: cukup

6CS 456

b) Tanda-tanda vital:

Suhu : 36,3oC Respirasi : 20


28

Denyut Nadi: 90 TB/BB : 150cm/45

Tensi / Nadi : 120/80 mmHg

c) Kepala & leher

Konjungtiva pink.

Bibir lembab.

Pembengkakan kelenjar limfe/tiroid (-)

Rambut: ada ketombe

d) Toraks / dada

Dada: simetris

Nyeri tekan (-)

Benjolan (-)

e) Pemeriksaan payudara

Payudara lunak, areola melebar bewarna hitam, puting menonjol, lecet, ASI

(+)

f) Abdomen

Terdapa luka sc di bagian supra pubis terbalut hepafix panjang 14cm, tidak

merembes.

g) Genetalia

Episiotomi (tanda REEDA): -

Lochea : Rubra

Anus : bersih

h) Punggung

Lordosis (-) kifosis (-) skoliosis (-)

i) Ekstremitas

Homan Sign (-)

Varises (-)

j) Integumen

k) Pemeriksaan laboratorium

WBC : 16,3 X 10^3/uL


29

Lymph : 1,8 x 10^3/uL

Mid : 1,1 x 10^3/uL

Gran 13,4 x 10^3/Ul

Lymph% 11,3%

Mid% 6,5%

Gran% 82,2%

c. ANALISIS DATA

No. DATA ETIOLOGI MASALAH


1. DS Nyeri Akut Hambatan mobilitas
Ibu mengatakan sulit bergerak fisik
DO:
 Kesulitan berpindah posisi
 Keterbatasan gerak
 Ketidak nyamanan
Gerak lamban

2. DS Agen cidera fisik


Ibu mengatakan luka pasca operasi Nyeri Akut
masih terasa nyeri
DO :
 Skala nyeri 3
 Ekspresi wajah meringis
 Ada luka pasca operasi
3. DS
Ibu mengatakan tidak BAB sudah 3 Kelemahan otot
hari abdomen Konstipasi
DO :
 Klien takut nyeri saat BAB
 Klien bedrest
 Bising usus 10x/menit
4.
DS
Kelemahan
Ibu mengatakan belum mampu
Defisit perawatan diri
bergerak dan masih dibantu setelah
mandi
operasi.
DO:
• Ketidak nyamanan gerak lamban
• Rambut kotor dan adanya lesi
5.
DS
Suplai ASI tidak
Ibu mengatakan asinya belum keluar
cukup Ketidakefektifan
DO:
pemberian ASI
• Payudara Lembek, puting
tenggelam, tidak keluar air susu
30

Post Sc hari ke 1
6. Kesiapan meningkatkan
Ds: Klien mengatakan sulit untuk rasa nyaman
bergerak

Do: 1. Gerakan lambat

2. Gerakan terbatas

7. DS : Ibu mengatakan terdapat luka Trauma Jaringan


operasi Resiko Infeksi

DO :

- Luka operasi yang belum


mongering
- Kebersihan tangan klien tidak
terjaga

3.2 Diagnosis

DIAGNOSA KEPERAWATAN / MASALAH


NO. TGL/JAM PARAF
KOLABORATIF
1. 16-10-2019 Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan
nyeri ditandi dengan gerak lamban

2. 16-10-2019 Nyeri akut yang berhubungan dengan agen cidera fisik


ditandai dengan skala nyeri 3, ekspresi wajah meringis

3. 16-10-2019 Konstipasi yang berhubungan dengan kelemahan otot


abdomen ditandai dengan klien tidak BAB selama 3 hari

4. 16-10-2019 Defisit perawatan diri mandi yang berhubungan dengan


kelemahan ditandai dengan rambut kotor dan adanya lesi

5. 16-10-2019 Ketidakefektifan pemberian Asi berhubungan dengan


suplai Asi tidak cukup fitandai dengan air susu tidak
keluar

6. 16-10-2019 Kesiapan meningkatkan rasa nyaman yang berhubungan


dengan post Sc hari ke 1

7. 16-10-2019 Resiko Infeksi yang berhubungan dengan adnya


prosedur invasive/trauma jaringan yang ditandai terdapat
luka post op yang belum mengering

3.3 Rencana Tindakan

N DIAGNOSA TUJUAN DAN RENCANA RASIONAL TTD


O KEPERAWATA KRITERIA TINDAKAN
N HASIL
31

1. Hambatan Tujuan : 1. Mengetahui


mobilitas fisik imobilitas fisik kondisi klien
yang berhubungan klien tidak 1. Observasi ttv
dengan nyeri
terhambat setelah
ditandi dengan 2. Gerakan yang
gerak lamban dilkukan tindakan 2. Ajarkan
keperawatan komperhensif
gerak secara dapat membantu
kh komperhensi pemulihan
- Mampu f
mikamiki
- Klien 3. He 3. Menambah
dapat tententang pengetahuan
duduk pentingnya tentang
Klien dapat gerak pentingnyan
berktifitas aktifitas

Kolaborasi
dengan keluarga 4. Memberikan
memberi dukungan
dukungan
kepada klien
agar klien
semangat untuk
belajar bergerak

N DIAGNOSA TUJUAN DAN RENCANA RASIONAL TTD


O KEPERAWA KRITERIA TINDAKAN
TAN HASIL
2. Nyeri akut Tujuan : nyeri akut 1. Manajemen 1. Manajemen
yang teratasi dalam a. Berikan a. Posisi yang
berhubungan waktu 3x24 jam posisi yang nyaman dapat
dengan agen
nyaman membantu
cidera fisik KH :
ditandai untuk klien mengurangi
- Ekspresi b. Ajarkan nyeri
dengan skala
wajah tekhnik b. Tekhnik nafas
nyeri 3,
ekspresi wajah rileks nafas dalam panjang dapat
meringis - Skala nyeri c. Ajarkan mengurangi
1 kompresi air nyeri
hangat c. Kompres air
d. Membatasi hangat dapat
pengunjung mengurangi
2. Monitoring nyeri
dan evaluasi d. Lingkungan
a. Skala nyeri yang tenang
b. Ekspresi mampu
wajah meningkatkan
3. Edukasi istirahat klien
Jelaskan pada 2. Monitoring dan
klien dan evaluasi dapat
keluarga melihat
32

tentang nyeri perkembangan


4. Kolaborasi yang terjadi pada
dengan tenaga klien
medis lain u 3. Edukasi
ntuk Dapat
pemberian menambah
pereda nyeri wawasan atau
informasi klien
dan keluarga
klien
4. Kolaborasi
pemberian
pereda nyeri
merupakan obat
anti inflamasi
nonsteroid yang
berfungsi
meredakan nyeri
33

3. Konstipasi Tujuan : 1 Managemen 1. Manajemen


yang Konstipasi teratasi konstipasi konstipasi
berhubungan dalam waktu 1x24 a. Mengetahui
dengan a. Identifikasi
jam tindakan yang
kelemahan faktor penyebab
otot abdomen akan di lakukan
KH : konstipasi selanjutnya
ditandai
- Klien BAB b. peningkatan
dengan klien
tidak BAB - Tidak takut saat b. Dorong aktivitas dapat
BAB peningkatan
selama 3 hari meningkatkan
aktifitas yang
optimal peristaltik usus
c. Merangsang
c. Anjurkan diet eliminasi regular
tinggi serat d. Merangsang
pencernaan untuk
d. Anjurkan
merangsang
banyak minum air
peningkatan
hangat
peristaltic
e. Latih gerak 2. Observasi
sendi a. bising usus
menandakan
2. Observasi peristaltic usus
b. Mengetahui BAB
a. Monitor bising
klien
usus
3. Pengetahuan
b. Monitor BAB yang adekuat
klien dapat membantu
keberhasilan
3. Edukasi klien tindakan
untuk diet keperawatan
makanan tinggi 4. Kolaborasi
serat dan minum dengan dokter
air hangat a. Merangsang
4. Kolaborasi peningkatan
dengan dokter peristaltic usus

a. Pemberian
Dulkolax
34

4. Defisit Tujuan : 1. Observasi ttv 1. Mengetahui


perawatan diri kondisi klien
mandi yang Setelah dilakukan
berhubungan tindakan 2. Ajarkan gerak 2. Gerakan yang
dengan keperawatan pada secara komperhensif
kelemahan klien selama 2x24 komperhensif
ditandai dapat membantu
jam pasien dan pemulihan
dengan rambut
kotor dan keluarga mampu 3. Mengedukasi 3. Menambah
adanya lesi merawat diri tentang pengetahuan
sendiri. pentingnya tentang
kebersihan diri pentingnya
Kriteria Hasil:
perawatan diri
-Klien tampak 4. Kolaborasi 4. Memberikan
bersih dan segar dengan keluarga dukungan kepada
memberi klien agar klien
- Klien mampu semangat untuk
dukungan
melakukan belajar bergerak
perawatan diri
secara mandiri
atau dengan
bantuan.

5. Ketidakefektif Tujuan : 1. Lakukan


an pemberian managemen
Asi Setelah dilakukan a. Perawatan a. Agar asi
berhubungan tindakan payudara lancar
dengan suplai keperawatan pada
Asi tidak b. Brescar b. Megeluarkan
klien selama 2x24 pada asi
cukup fitandai
jam payudara c. Posisi yang
dengan air
susu tidak ketidakefetifan c. Berikan nyaman
keluar pemberian Asi posisi yang dapat
teratasi. nyaman membuat asi
Kriteria Hasil: d. Lakukan lancar
pemeriksaa d. Untuk
- Putting lunak n dengan mengetahui
- Bayi menyusu memutar adanya
Air Asi keluar dan kelainan atau
menekan asi
jarngan e. Agar ibu
payudara bisa
e. Latih ibu menyusui
agar bayinya
menyusui 2. Monitor
1. Memonitor a. keadaan
a. Payudara payudara
b. Respon b. respon bayi
bayi setelah setelah
menyusui menyusui
2. Lakukan 3. Pendidikan
pendidikan kesehatan agar
35

kesehatan ibu bisa tau cara


tentang cara merawat bayi
merawat Agar tujuan tercapai
payudara
3. Kolaborasi
dengan tim
medis

6.
Kesiapan 1. Posisikan klien
meningkatkan Tujuan: Setelah
senyaman 1. Agar klien merasa
rasa nyaman dilakukan tindakan
yang mungkin nyaman
keperawatan 2. Agar klien lebih
berhubungan 2. Ajarkan teknik
dengan post Sc dalam waktu 1x24 relaksasi nafas rileks dan
hari ke 1 jam klien merasa mengetahui apa
dalam
yang harus
nyaman 3. Anjurkan keluarga dilakukan jika nyeri
untuk membantu muncul kembali
klien melakukan 3. Bantuan dari
latihan gerak keluarga dapat
KH: 1. Merasa meningkatkan
4. Berikan penkes
rileks semangat untuk
kesiapan
latihan gerak
2. Dapat meningkatkan rasa
4. Penegtahuan
nyaman merupakan modal
bergerak
5. Kolaborasi dengan utama untuk
dengan
tim kesehatan merubah perilaku
bebas seseorang
lainnya
5. Untuk
pemberian
7. anti nyeri
Resiko Infeksi
yang Tujuan : 1. Kaji adanya
berhungan 1.Suhu menandakan
Setelah dilakukan perubahan suhu
dengan adanya infeksi atau tidak
prosedur tindakan
keperawatan 2.Observasi 2.Mengetahui
invasive yang kondisi luka
selama 1x24 jam kondisi luka
ditandai
terdapat luka infeksi tidak
terjadi 3.Anjurkan pasien 3.Menjaga
post op yang
untuk mencuci kebersihan dan
belum KH:
mengering tangan setelah mengurangi resiko
- Luka oprasi melakukan infeksi
sembuh kegiatan
- Klien
mengerti cara 4.Ajarkan klien
cara perawatan 4.Meningkatkan
perawatan
luka yg benar luka yang benar pengetahuan klien

5.kolaborasi untuk 5.Pemberian


36
37

3.4 Pelaksanaan

DX TGL/
TINDAKAN KEPERAWATAN PARAF
KEPERAWATAN JAM
Hambatan 11. 00 1. Melakukan observasi aktivitas
mobilitas fisik klien
yang berhubungan
dengan nyeri 12.10 2. Mengajarkan cara mika miki
ditandi dengan dengan benar
gerak lamban 13.00 R/ ibu memperhatikan
penjelasan perawat
3. Mengajarkan perawatan
menyeka pasien
R/ ibu memperhatikan
penjelasan perawat dan
mendemonstrasikannya
4. Memberikan dukungan dan
semangat pada ibu untuk
melaksanakan aktifitas .

Nyeri akut yang 11. 00 1. Mengkaji skala nyeri klien


berhubungan R/ Skala nyeri 3
dengan agen 2. Mengkaji ekspresi wajah klien
cidera fisik
ditandai dengan R/ Ekspresi wajah klien meringis
skala nyeri 3, 3. Memberikan posisi yang nyaman
ekspresi wajah untuk klien
meringis 4. Mengajarkan tekhnik nafas
panjang
5. Mengajarkan tekhnik kompres air
hangat
R/ klien mengerti dan
mencobanya

1. Mengidentifikasi penyebab
Konstipasi yang 11.00
konstipasi
berhubungan R/ bising usus 10x/menit
dengan kelemahan
2. Mengedukasi klien untuk
otot abdomen
ditandai dengan mengkonsumsi makanan berserat,
klien tidak BAB minum air hangat, dan MIKA-
selama 3 hari MIKI
14.00
3. Memonitor bising usus dan BAB
38

klien
R/ bising usus 12x/menit, belum
BAB
11.00
1. Melakukan observasi aktivitas
Defisit perawatan
klien
diri mandi yang
12.10 2. Mengedukasi klien tentang
berhubungan
kebersihan diri
dengan kelemahan
R/ ibu memperhatikan
ditandai dengan
penjelasan perawat
rambut kotor dan
adanya lesi. 13.00 3.Mengajarkan perawatan menyeka
pasien.
R/ ibu memperhatikan penjelasan
perawat dan
mendemonstrasikannya
4. Memberikan dukungan dan
semangat pada ibu untuk
melaksanakan perawatan diri
mandi.

11. 20 1. Memberikan posisi yang


Ketidakefektifan
nyaman
pemberian Asi
R/ pasien duduk di tempat tidur
berhubungan 12.16
dengan suplai Asi
2. Memeriksa payudara dengan
tidak cukup 13.00 memutar da menekan jaringan
fitandai dengan air
payudara
susu tidak keluar 15.08 R/ payudara tidak keluar asi
3. Melakukan pijat brescar pada
payudara
R/ pasien dipijat brescar pada
15.40 payudara
4. Memonitor payudara
15.45 R/ asi keluar sedikit
5. Memonitor respon bayi setelah
menyusu
16.34 R/ bayi menangis
6. Melakukan pendidikan
kesehatan tentang cara merawat
payudara
R/ pasien memahami
39

1. Mengatur posisi klien senyaman


mungkin.
R/: Klien merasa nyaman
2. Mengajarkan relaksasi nafas
dalam
R/: saat nyeri muncul lalu
mengambil nafas dalam dengan
panjang, nyeri tidak berasa
3. Memberikan penkes tentang
kesiapan meningkatkan rasa
nyaman
R/: klien mengerti bagaimana
cara untuk meningkatkan rasa
nyaman.

4. TTV
R/: Suhu : 36,3oC
Respirasi : 20
Denyut Nadi: 90
TB/BB : 150cm/45
Tensi / Nadi : 120/80 mmHg

5. Memberikan obat oral


R/:Asmef sebagai antibiotic dan
pereda nyeri
Resiko Infeksi
yang berhungan
dengan adanya 11.00
prosedur invasive 1.Mengkaji adanya perubahan suhu
yang ditandai
terdapat luka post R/ Suhu klien 36,3 C
op yang belum 11.10 2.Observasi kondisi luka
mengering
R/ Luka operasi klien belum
menering
11.22
3.Menganjurkan pasien untuk
mencuci tangan setelah melakukan
kegiatan
14.00
R/Klien kooperative
4.Ajarkan klien cara perawatan luka
yang benar
R/ Klien memahami
40

3.5 Evaluasi

MASALAH
TGL/
KEP/ CATATAN PERLEMBANGAN PARAF
JAM
KOLABORATIF
Hambatan 16-10- S : klien takut membolak balikkan
mobilitas fisik 2019 badan
yang 14.00
berhubungan O: keadaan umum baik
dengan nyeri A: masalah belum teratasi
ditandi dengan
gerak lamban P : intervensi di lanjutkan

Nyeri akut yang 16-10-


berhubungan S ; klien mengatakan nyeri pada
2019
dengan agen 14.00 daerah bekas operasi
cidera fisik
ditandai dengan O ; skala nyeri 3, ekspresi wajah
skala nyeri 3, meringis.
ekspresi wajah
meringis A; masalah belum teratasi

P; intervensi dilanjutkan

Konstipasi yang 16-10- S: Klien mengatakan belum BAB


berhubungan 2019
dengan 14.00 O: Bising usus 12x/menit, mampu
kelemahan otot MIKA-MIKI
abdomen
ditandai dengan A: Masalah belum teratasi
klien tidak BAB
selama 3 hari P: Intervensi dilanjutkan

Defisit 16-10- S : klien masih dengan bantuan


perawatan diri 2019 keluarganya
mandi yang 14.00
berhubungan O: keadaan umum baik
dengan
41

kelemahan A: masalah belum teratasi


ditandai dengan
rambut kotor dan P : intervensi di lanjutkan
adanya lesi
S : Pasien megatakan asinya keluar
16-10- sedikit
Ketidakefektifan 2019
pemberian Asi 14.00 O: puting sedikit lunak dan bayi
berhubungan menyusu
dengan suplai
Asi tidak cukup A: pemberian asi teratasi sebagian
fitandai dengan
air susu tidak P : intervensi di lanjutkan
keluar
S: klien mengatakan sulit untuk
bergerak

Kesiapan O: -gerakan lambat


meningkatkan
-gerakan terbatas
rasa nyaman
yang A: intervensi belum tercapai
berhubungan
dengan post Sc P: intervensi dilanjutkan
hari ke 1

16-10- S: klien mengatakan sudah


2019
menjaga kebersihannya
Resiko Infeksi 14.00
yang berhungan O: -Luka Operasi masih basah
dengan adanya
prosedur -Klien mengerti perawatan luka
invasive yang dengan benar
ditandai terdapat
luka post op A: intervensi belum tercapai
yang belum
mengering P: intervensi dilanjutkan

Anda mungkin juga menyukai