Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

INTRACEREBRAL HEMATOMA (ICH)

1. KONSEP DASAR
a. Definisi
Perdarahan intracerebral adalah perdarahan yang terjadi pada jaringan otak
biasanya akibat robekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan otak. Secara
klinis ditandai dengan adanya penurunan kesadaran yang kadang-kadang disertai
lateralisasi, pada pemeriksaan CT Scan didapatkan adanya daerah hiperdens yang
indikasi dilakukan operasi jika Single, Diameter lebih dari 3 cm, Perifer, Adanya
pergeseran garis tengah.

Intracerebral hematoma adalah perdarahan dalam jaringan otak itu sendiri. Hal
ini dapat timbul pada cidera kepala tertutup yang berat atau cidera kepala terbuka.
Intraserebral hematoma dapat timbul pada penderita stroke hemoragik akibat
melebarnya pembuluh nadi.

b. Etiologi
Etiologi dari Intra Cerebral Hematom menurut Suyono (2011) adalah :
1) Kecelakaan yang menyebabkan trauma kepala
2) Fraktur depresi tulang tengkorak
3) Gerak akselerasi dan deselerasi tiba-tiba
4) Cedera penetrasi peluru
5) Jatuh
6) Kecelakaan kendaraan bermotor
7) Hipertensi
8) Malformasi Arteri Venosa
9) Aneurisma
c. Tanda dan gejala
Intracerebral hemorrhage mulai dengan tiba-tiba. Hal itu diawali dengan
sakit kepala berat, seringkali selama aktifitas. Meskipun begitu, pada orang tua,
sakit kepala kemungkinan ringan atau tidak ada. Dugaan gejala terbentuknya
disfungsi otak dan menjadi memburuk sebagaimana peluasan pendarahaan.
Beberapa gejala, seperti lemah, lumpuh, kehilangan perasa, dan mati rasa,
seringkali mempengaruhi hanya salah satu bagian tubuh. Orang kemungkinan
tidak bisa berbicara atau menjadi pusing. Penglihatan kemungkinan terganggu
atau hilang. Mata bisa di ujung perintah yang berbeda atau menjadi lumpuh. Pupil
bisa menjadi tidak normal besar atau kecil. Mual, muntah, serangan, dan
kehilangan kesadaran adalah biasa dan bisa terjadi di dalam hitungan detik sampai
menit. Menurut Corwin (2009) manifestasi klinik dari dari intracerebral hematoma
yaitu :
1) Kesadaran mungkin akan segera hilang, atau bertahap seiring dengan
membesarnya hematom.
2) Pola pernapasaan dapat secara progresif menjadi abnormal.
3) Respon pupil mungkin lenyap atau menjadi abnormal.
4) Dapat timbul muntah-muntah akibat peningkatan tekanan intrakranial.
5) Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada berbicara dan gerakan
motorik dapat timbul segera atau secara lambat.
6) Nyeri kepala dapat muncul segera atau bertahap seiring dengan peningkatan
tekanan intrakranial.
d. Patofisiologi

Perdarahan intraserebral ini dapat disebabkan oleh karena ruptur arteria


serebri yang dapat dipermudah dengan adanya hipertensi. Keluarnya darah dari
pembuluh darah didalam otak berakibat pada jaringan disekitarnya atau
didekatnya, sehingga jaringan yang ada disekitarnya akan bergeser dan tertekan.
Darah yang keluar dari pembuluh darah sangat mengiritasi otak, sehingga
mengakibatkan vosospasme pada arteri disekitar perdarahan, spasme ini dapat
menyebar keseluruh hemisfer otak, perdarahan aneorisma-aneorisma ini
merupakan lekukan-lekukan berdinding tipis yang menonjol pada arteri pada
tempat yang lemah. Makin lama aneorisme makin besar dan kadang-kadang pecah
saat melakukan aktivitas. Dalam keadaan fisiologis pada orang dewasa jumlah
darah yang mengalir ke otak 58 ml/menit per 100 gr jaringan otak. Bila aliran
darah ke otak turun menjadi 18 ml/menit per 100 gr jaringan otak akan menjadi
penghentian aktifitas listrik pada neuron tetapi struktur sel masih baik, sehingga
gejala ini masih revesibel. Oksigen sangat dibutuhkan oleh otak sedangkan O2
diperoleh dari darah, otak sendiri hampir tidak ada cadangan O2 dengan demikian
otak sangat tergantung pada keadaan aliran darah setiap saat. Bila suplay O2
terputus 8-10 detik akan terjadi gangguan fungsi otak, bila lebih lama dari 6-8
menit akan tejadi jelas/lesi yang tidak putih lagi (ireversibel) dan kemudian
kematian. Perdarahan dapat meninggikan tekanan intrakranial dan menyebabkan
ischemi didaerah lain yang tidak perdarahan, sehingga dapat berakibat
mengurangnya aliran darah ke otak baik secara umum maupun lokal. Timbulnya
penyakit ini sangat cepat dan konstan dapat berlangsung beberapa menit, jam
bahkan beberapa hari.
Pathway ICH

Trauma kepala, Fraktur depresi tulang tengkorak, Hipertensi, Malformasi Arteri Venosa, Aneurisma

Pecahnya pembuluh darah


otak (perdarahan intracranial)

Darah masuk ke dalam


jaringan otak

Penatalaksanaan : Darah membentuk massa


Kraniotomi atau hematoma

Luka insisi Mikroorganisme


Penekanan pada jaringan
pembedahan
otak

Resiko infeksi
Peningkatan Tekanan
Intrakranial

Metabolisme Gangguan aliran darah Fungsi otak menurun


Sel melepaskan
anaerob dan oksigen ke otak
mediator nyeri :
prostaglandin, Refleks menelan menurun
sitokinin Ketidakefektifan Kerusakan
Vasodilatasi
perfusi jaringan neuromotorik
pembuluh darah
cerebral
Kelemahan otot Anoreksia
Impuls ke pusat
nyeri di otak progresif
(thalamus) Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
ADL dibantu Kerusakan mobilitas
kebutuhan tubuh
Impuls ke pusat fisik
nyeri di otak
(thalamus)
Defisit perawatan
Somasensori korteks diri:makan, mandi,
otak : nyeri eliminasi, berpakain.
dipersepsikan

Nyeri
e. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dari Intra Cerebral Hematom menurut Sudoyo (2006)
adalah sebagai berikut :
1) Angiografi
2) Ct scanning
3) Lumbal pungsi
4) MRI
5) Thorax photo
6) Laboratorium
7) EKG
f. Penatalaksanaan
Intracerebral hematoma mungkin menjadi fatal dibandingkan stroke ischemic.
Perdarahan tersebut biasanya besar, khususnya pada orang yang mengalami
tekanan darah tinggi yang kronis. Mereka yang bertahan hidup biasanya kembali
sadar dan beberapa fungsi otak bersamaan dengan waktu. Meskipun begitu,
kebanyakan tidak sembuh seluruhnya fungsi otak yang hilang.
Pengobatan pada Intracerebral hematoma berbeda dari stroke ischemic.
Anticoagulant (seperti heparin dan warfarin), obat-obatan trombolitik, dan obat-
obatan antiplatelet (seperti aspirin) tidak diberikan karena membuat pendarahan
makin buruk.
Operasi untuk mengangkat penumpukan darah dan menghilangkan tekanan di
dalam tengkorak, bahkan jika hal itu bisa menyelamatkan hidup, jarang dilakukan
karena operasi itu sendiri bisa merusak otak. Juga, pengangkatan penumpukan
darah bisa memicu pendarahan lebih, lebih lanjut kerusakan otak menimbulkan
kecacatan yang parah. Meskipun begitu, operasi ini kemungkinan efektif untuk
pendarahan pada kelenjar pituitary atau pada cerebellum. Pada beberapa kasus,
kesembuhan yang baik adalah mungkin.
Menurut Corwin (2009) menyebutkan penatalaksanaan untuk Intra Cerebral
Hematom adalah sebagai berikut :
1) Observasi dan tirah baring terlalu lama.
2) Mungkin diperlukan ligasi pembuluh yang pecah dan evakuasi hematom secara
bedah.
3) Mungkin diperlukan ventilasi mekanis.
4) Untuk cedera terbuka diperlukan antibiotiok.
5) Metode-metode untuk menurunkan tekanan intra kranial termasuk pemberian
diuretik dan obat anti inflamasi.

2. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


a. Pemeriksaan Primer
1) Primary Survey (ABCDE)
Primary survey (pengakajian primer) dilakukan melalui beberapa tahapan,
antara lain (Gilbert., D’Souza., & Pletz, 2009) :
a) General Impressions
o Memeriksa kondisi yang mengancam nyawa secara umum.
o Menentukan keluhan utama atau mekanisme cedera
o Menentukan status mental dan orientasi (waktu, tempat, orang)
b) Pengkajian Airway
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian airway pada pasien antara lain :
 Kaji kepatenan jalan nafas pasien. Apakah pasien dapat berbicara atau
bernafas dengan bebas?
 Tanda-tanda terjadinya obstruksi jalan nafas pada pasien antara lain:
 Adanya snoring atau gurgling
 Stridor atau suara napas tidak normal
 Agitasi (hipoksia)
 Penggunaan otot bantu pernafasan / paradoxical chest movements
 Sianosis
 Look dan listen bukti adanya masalah pada saluran napas bagian atas dan
potensial penyebab obstruksi :
 Muntahan
 Perdarahan
 Jika terjadi obstruksi jalan nafas, maka pastikan jalan nafas pasien
terbuka.
 Lindungi tulang belakang dari gerakan yang tidak perlu pada pasien yang
berisiko untuk mengalami cedera tulang belakang.
 Gunakan berbagai alat bantu untuk mempatenkan jalan nafas pasien
sesuai indikasi :
 Chin lift/jaw thrust
 Lakukan suction (jika tersedia)
 Oropharyngeal airway/nasopharyngeal airway, Laryngeal Mask
Airway
 Lakukan intubasi
c) Pengkajian Breathing (Pernafasan)
Yang perlu diperhatikan dalam pengkajian breathing pada pasien antara
lain:
 Look, listen dan feel; lakukan penilaian terhadap ventilasi dan
oksigenasi pasien.
 Inspeksi dari tingkat pernapasan sangat penting. Apakah ada tanda-
tanda sebagai berikut : cyanosis, penetrating injury, flail chest,
sucking chest wounds, dan penggunaan otot bantu pernafasan.
 Palpasi untuk adanya : pergeseran trakea, fraktur ruling iga,
subcutaneous emphysema, perkusi berguna untuk diagnosis
haemothorax dan pneumotoraks.
 Auskultasi untuk adanya : suara abnormal pada dada.
 Buka dada pasien dan observasi pergerakan dinding dada pasien jika
perlu.
 Tentukan laju dan tingkat kedalaman nafas pasien; kaji lebih lanjut
mengenai karakter dan kualitas pernafasan pasien.
 Penilaian kembali status mental pasien.
 Dapatkan bacaan pulse oksimetri jika diperlukan
 Pemberian intervensi untuk ventilasi yang tidak adekuat dan / atau
oksigenasi:
 Pemberian terapi oksigen
 Bag-Valve Masker
 Intubasi (endotrakeal atau nasal dengan konfirmasi penempatan
yang benar), jika diindikasikan
 Catatan: defibrilasi tidak boleh ditunda untuk advanced airway
procedures
 Kaji adanya masalah pernapasan yang mengancam jiwa lainnya dan
berikan terapi sesuai kebutuhan.
d) Pengkajian Circulation
Langkah-langkah dalam pengkajian terhadap status sirkulasi pasien,
antara lain:
 Cek nadi dan mulai lakukan CPR jika diperlukan.
 CPR harus terus dilakukan sampai defibrilasi siap untuk digunakan.
 Kontrol perdarahan yang dapat mengancam kehidupan dengan
pemberian penekanan secara langsung.
 Kaji kulit untuk melihat adanya tanda-tanda hipoperfusi atau
hipoksia (capillary refill).
 Lakukan treatment terhadap hipoperfusi
e) Pengkajian Level of Consciousness dan Disabilities
Pada primary survey, disability dikaji dengan menggunakan skala
AVPU :
 A - alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya mematuhi
perintah yang diberikan
 V - vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara yang
tidak bisa dimengerti
 P - responds to pain only (harus dinilai semua keempat tungkai jika
ekstremitas awal yang digunakan untuk mengkaji gagal untuk
merespon)
 U - unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik stimulus
nyeri maupun stimulus verbal.
f) Expose, Examine dan Evaluate
Menanggalkan pakaian pasien dan memeriksa cedera pada pasien. Jika
pasien diduga memiliki cedera leher atau tulang belakang, imobilisasi
in-line penting untuk dilakukan. Lakukan log roll ketika melakukan
pemeriksaan pada punggung pasien. Yang perlu diperhatikan dalam
melakukan pemeriksaan pada pasien adalah mengekspos pasien hanya
selama pemeriksaan eksternal. Setelah semua pemeriksaan telah selesai
dilakukan, tutup pasien dengan selimut hangat dan jaga privasi pasien,
kecuali jika diperlukan pemeriksaan ulang (Thygerson, 2011).
b. Pemeriksaan Sekunder

1) Identitas Klien
Mengcakup nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, agama, No Mr, pendidikan,
status pekawinan, diangnosa medis dll.
2) Riwayat Kesehatan
a) Riwayat Kesehatan Dahulu
Biasanya pada klien ini mempunyai riwayat hipertensi, diabetes melitus,
penyakit jantung, anemi, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang
lama, pengunaan obat-obat antikoagulan, aspirin dan kegemukan/obesitas.
b) Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya klien sakit kepala, mual muntah bahkan kejang sampai tak
sadarkan diri, kleumpuhan separoh badan dan gangguan fungsi otak.
c) Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya ada anggota keluarga yang menderita atau mengalami penyakit
seperti : hipertensi, Diabetes Melitus, penyakit jantung.
d) Riwayat Psikososial
Biasanya masalah perawatan dan biaya pengobatan dapat membuat emosi
dan pikiran klein dan juga keluarga sehingga baik klien maupun keluarga
sering merasakan sterss dan cemas.
3) Pemeriksaan Fisik
(1) Rambut dan hygiene kepala
(2) Mata:buta,kehilangan daya lihat
(3) Hidung,simetris ki-ka adanya gangguan
(4) Leher,
(5) Dada
I: simetris ki-ka
P: premitus
P: sonor
A: ronchi
(6) Abdomen
I: perut acites
P :hepart dan lien tidak teraba
P :Thympani
A :Bising usus (+)
(7) Genito urinaria :dekontaminasi,anuria
(8) Ekstramitas :kelemahan,kelumpuhan.
4) Pemeriksaan Fisik Sistem Neurologis
(1) Tingkat Kesadaran
i. Kualitatif
Adalah fungsi mental keseluruhan dan derajat kewasapadaan.
 CMC → dasar akan diri dan punya orientasi penuh
 APATIS → tingkat kesadaran yang tampak lesu dan mengantuk
 LATARGIE → tingkat kesadaran yang tampak lesu dan
mengantuk
 DELIRIUM → penurunan kesadaran disertai pe ↑ abnormal
aktifitas psikomotor → gaduh gelisah
 SAMNOLEN → keadaan pasien yang selalu mw tidur →
diransang bangun lalu tidur kembali
 KOMA → kesadaran yang hilang sama sekali
ii. Kuantitatif
Dengan Menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS)
 Respon membuka mata ( E = Eye )
o Spontan (4)
o Dengan perintah (3)
o Dengan nyeri (2)
o Tidak berespon (1)
 Respon Verbal ( V= Verbal )
o Berorientasi (5)
o Bicara membingungkan (4)
o Kata-kata tidak tepat (3)
o Suara tidak dapat dimengerti (2)
o Tidak ada respons (1)
 Respon Motorik (M= Motorik )
o Dengan perintah (6)
o Melokalisasi nyeri (5)
o Menarik area yang nyeri (4)
o Fleksi abnormal/postur dekortikasi (3)
o Ekstensi abnormal/postur deserebrasi (2)
o Tidak berespon (1)
(2) Pemeriksaaan Nervus Cranialis
i. Test nervus I (Olfactory)
Fungsi penciuman Test pemeriksaan, klien tutup mata dan minta
klien mencium benda yang baunya mudah dikenal seperti sabun,
tembakau, kopi dan sebagainya. Bandingkan dengan hidung bagian
kiri dan kanan.
ii. Test nervus II ( Optikus)
Fungsi aktifitas visual dan lapang pandang Test aktifitas visual, tutup
satu mata klien kemudian suruh baca dua baris di koran, ulangi untuk
satunya. Test lapang pandang, klien tutup mata kiri, pemeriksa di
kanan, klien memandang hidung pemeriksa yang memegang pena
warna cerah, gerakkan perlahan obyek tersebut, informasikan agar
klien langsung memberitahu klien melihat benda tersebut.
iii. Test nervus III, IV, VI (Oculomotorius, Trochlear dan Abducens)
Fungsi koordinasi gerakan mata dan kontriksi pupil mata (N III).
 Test N III Oculomotorius (respon pupil terhadap cahaya),
menyorotkan senter kedalam tiap pupil mulai menyinari dari
arah belakang dari sisi klien dan sinari satu mata (jangan
keduanya), perhatikan kontriksi pupil kena sinar.
 Test N IV Trochlear, kepala tegak lurus, letakkan obyek kurang
lebih 60 cm sejajar mid line mata, gerakkan obyek kearah kanan.
Observasi adanya deviasi bola mata, diplopia, nistagmus.
 Test N VI Abducens, minta klien untuk melihat kearah kiri dan
kanan tanpa menengok.
iv. Test nervus V (Trigeminus)
Fungsi sensasi, caranya : dengan mengusap pilihan kapas pada
kelopak mata atas dan bawah.
 Refleks kornea langsung maka gerakan mengedip ipsilateral.
 Refleks kornea consensual maka gerakan mengedip
kontralateral.
Usap pula dengan pilihan kapas pada maxilla dan mandibula
dengan mata klien tertutup. Perhatikan apakah klien merasakan
adanya sentuhan
 Fungsi motorik, caranya : klien disuruh mengunyah, pemeriksa
melakukan palpasi pada otot temporal dan masseter.
v. Test nervus VII (Facialis)
 Fungsi sensasi, kaji sensasi rasa bagian anterior lidah, terhadap
asam, manis, asin pahit. Klien tutup mata, usapkan larutan berasa
dengan kapas/teteskan, klien tidak boleh menarik masuk
lidahnya karena akan merangsang pula sisi yang sehat.
 Otonom, lakrimasi dan salvias
 Fungsi motorik, kontrol ekspresi muka dengancara meminta
klien untuk: tersenyum, mengerutkan dahi, menutup mata
sementara pemeriksa berusaha membukanya.
vi. Test nervus VIII (Acustikus)
Fungsi sensoris :
 Cochlear (mengkaji pendengaran), tutup satu telinga klien,
pemeriksa berbisik di satu telinga lain, atau menggesekkan jari
bergantian kanan-kiri.
 Vestibulator (mengkaji keseimbangan), klien diminta berjalan
lurus, apakah dapat melakukan atau tidak.
vii. Test nervus IX (Glossopharingeal) dan nervus X (Vagus)
N IX, mempersarafi perasaan mengecap pada 1/3 posterior lidah, tapi
bagian ini sulit di test demikian pula dengan M.Stylopharingeus.
Bagian parasimpatik N IX mempersarafi M. Salivarius inferior. N X,
mempersarafi organ viseral dan thoracal, pergerakan ovula, palatum
lunak, sensasi pharynx, tonsil dan palatum lunak.
viii. Test nervus XI (Accessorius)
Klien disuruh menoleh kesamping melawan tahanan. Apakah
Sternocledomastodeus dapat terlihat ? apakah atropi ? kemudian
palpasi kekuatannya. Minta klien mengangkat bahu dan pemeriksa
berusaha menahan test otot trapezius.
ix. Nervus XII (Hypoglosus)
 Mengkaji gerakan lidah saat bicara dan menelan
 Inspeksi posisi lidah (mormal, asimetris / deviasi)
Keluarkan lidah klien (oleh sendiri) dan memasukkan dengan
cepat dan minta untuk menggerakkan ke kiri dan ke kanan.
(3) Menilai Kekuatan Otot
Kaji cara berjalan dan keseimbangan
Observasi cara berjalan, kemudahan berjalan dan koordinasi gerakan
tangan, tubuh – kaki
i. Periksa tonus otot dan kekuatan
Kekualan otot dinyatakan dengan menggunakan angka dari 0-5
0 = tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot ; Iumpuh total
1 = terlihat kontraksi tetap ; tidak ada gerakan pada sendi.
2 = ada gerakan pada sendi tetapi tidak dapat melawan gravitasi
3 = bisa melawan gravitasi tetapi tidak dapat menahan tahanan
pemeriksa
4 = bisa bergerak melawan tahanan pemeriksa tetapi kekuatannya
berkurang
5 = dapat melawan tahanan pemeriksa dengan kekuatan maksimal
(4) Pemeriksaan reflek
Pemeriksaan refleks biasanya dilakukan paling akhir. Klien biasanya dalam
posisi duduk atau tidur jika kondisi klien tidak memungkinkan. Evaluasi
respon klien dengan menggunakan skala 0 – 4
0 = tidak ada respon
1 = Berkurang (+)
2 = Normal (++)
3 = Lebih dari normal (+++)
4 = Hiperaktif (++++)
i. Reflek Fisiologis
 Reflek Tendon
o Reflek patella
Pasien bebaring terlentang lutut diangkat keatas fleksi kurang
lebih dari 300. tendon patella (ditengah-tengah patela dan
Tuberositas tibiae) dipukul dengan reflek hamer. respon berupa
kontraksi otot guardrisep femoris yaitu ekstensi dari lutut.
o Reflek Bisep
Lengan difleksikan terhadap siku dengan sudut 900 supinasi dan
lengan bawah ditopang ada atas (meja periksa) jari periksa
ditempat kan pada tendon m.bisep (diatas lipatan siku)
kemudian dipukul dengan reflek hamer.normal jika ada
kontraksi otot biceps, sedikit meningkat bila ada fleksi sebagian
ada pronasi, hiperaktif maka akan tejadi penyebaran gerakan-
gerakan pada jari atau sendi.
o Reflek trisep
Lengan bawah disemifleksikan, tendon bisep dipukul dengan
dengan reflek hamer (tendon bisep berada pada jarak 1-2 cm
diatas olekronon) respon yang normal adalah kontraksi otot
trisep, sedikit meningkat bila ada ekstensi ringan dan hiperaktif
bila ekstensi bila ekstensi siku tersebut menyebar keatas sampai
ke otot – otot bahu.
o Reflek Achiles
Posisi kaki adalah dorso fleksi untuk memudah kan pemeriksaan
reflek ini kaki yang di[eriksa diletakan/disilangkan diatas
tungkai bawah kontral lateral.tendon achiles dipukul dengan
reflek hamer, respon normal berupa gerakan plantar fleksi kaki.
o Reflek Superfisial
 Reflek kulit perut
 Reflek kremeaster
 Reflek kornea
 Reflek bulbokavernosus
 Reflek plantar
 Reflek Patologis
o Babinski
Merupakan reflek yang paling penting ia hanya dijumpai pada
penyakit traktus kortikospital.untuk melakukan tes ini, goreslah
kuat-kuat bagian lateral telapak kaki bagian lateraltelapak kaki
dari tumit ke arah jari kelingking dan kemudian melintasi
bagian jantung kaki. Respon babinski timbul jika ibu jari kaki
melakukan dorsofleksi dan jari-jari lain menyebar,klau
normalnya adalah fleksi plantar pada semua jari kaki.
Cara lain untuk membangkitkan rangsangan babinski:
 Cara chaddock
Rangsang diberikan dengan jalan menggores bagian lateral
maleolus hasil positif bila gerakan dorsoekstensi dari ibu jari
dan gerakan abduksi dari jarijari lainnya.
 Cara Gordon
Memencet ( mencubit) otot betis
 Cara Oppenheim
Mengurut dengan kuat tibia dan otot tibialis anterior arah
mengurut kebawah (distal)
 Cara Gonda
Memencet (menekan) satu jari kaki dan kemudian
melepaskannya sekonyong koyong.
5) Rangsangan Meningeal
Untuk mengetahui rangsangan selaput otak (misalnya pada meningitis)
dilakukan pemeriksaan :
(1) Kaku kuduk
Bila leher di tekuk secara pasif terdapat tahanan, sehingga dagu
tidak dapat menempel pada dada --- Kaku kuduk positif (+)
(2) Tanda Brudzunsky I
Letakkan satu tangan pemeriksa di bawah kepala klien dan tangan
lain di dada klien untuk mencegah badan tidak terangkat.Kemudian
kepala klien di fleksikan kedada secara pasif.Brudzinsky I positif
(+)
(3) Tanda Brudzinsky II
Tanda brudzinsky II positif (+) bila fleksi klien pada sendi panggul
secara pasif akan diikuti oleh fleksi tungkai lainnya pada sendi
panggul dan lutut.
(4) Tanda kerniq
Fleksi tungkai atas tegak lurus, lalu dicoba meluruskan tungkai
bawah pada sendi lutut normal-,bila tungkai membentuk sudut
1350 terhadap tungkai atas. Kerniq + bila ekstensi lutut pasif akan
menyebabkan rasa sakit tebila ekstensi lutut pasif akan
menyebabkan rasa sakit terhadap hambatan.
(5) Test lasegue
Fleksi sendi paha dengan sendi lutut yang lurus akan menimbulkan
nyeri sepanjang Mischiadicus.

c. Diagnosa Keperawatan
1) Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral b.d Gangguan aliran darah dan
oksigen ke otak
2) Nyeri kepala akut b.d peningkatan tekanan intracranial (TIK)
3) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d anoreksia
4) Kerusakan mobilitas fisik b.d Kelemahan neurotransmiter
5) Defisit perawatan diri: makan, mandi, eliminasi, dan berpakaian b.d kelemahan
fisik.
6) Resiko infeksi berhubungan dengan invasi mikroorganisme.

d. Intervensi Keperawatan

TUJUAN & KRITERIA


NO DIAGNOSA INTERVENSI (NIC)
HASIL (NOC)
1 Inefektif Perfusi Setelah dilakukan tindakan Intracranial Pressure Monitoring
keperawatan selama ……..klien
Jaringan Cerebral menunjukkan keefektifan perfusi 1. Catat respons pasien terhadap
jaringan dengan stimulasi
Kriteria Hasil :
a. me 2. Monitor intake dan output cairan
ndemonstrasikan status sirkulasi
yang ditandai dengan : 3. Restrain pasien juka prlu
Tekanan systole dandiastole dalam 4. Monitor TTV
rentang yang diharapkan
 Tidak ada ortostatikhipertensi 5. Kolaborasi pemberian antibiotic
 Tidak ada tanda tanda
peningkatan tekanan
6. Minimalkan stimuli dari luar
intrakranial (tidak lebih dari 7. Letakkan kepala pada posisi agak
15 mmHg)
b. me ditinggikan dan dalam posisi
ndemonstrasikan kemampuan
anatomis
kognitif yang ditandai dengan:
 berkomunikasi dengan jelas 8. Pertahankan keadaan tirah baring
dan sesuai dengan
kemampuan 9. Catat perubahan dalam
 menunjukkan perhatian, penglihatankaji rigiditus,
konsentrasi dan orientasi
 memproses informasi
 membuat keputusan dengan
benar
c. me
nunjukkan fungsi sensori motori
cranial yang utuh : tingkat
kesadaran mambaik, tidak ada
gerakan gerakan involunter

2. Perubahan nutrisi Setelah dilakukan tindakan NIC :


keperawatan selama ….x24 jam Nutrition Managemen
kurang dari masalah nutrisi kurang dari kebutuhan 1. Kaji adanya alergi makanan
tubuh teratasi. 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
kebutuhan tubuh Kriteria hasil : menentukan jumlah kalori dan
a. Adanya peningkatan BB sesuai nutrisi yang dibutuhkan pasien.
dengan tujuan 3. Anjurkan pasien untuk
b. BBI sesuai dengan tinggi badan meningkatkan intake Fe
c. Mampu mengidentifikasi 4. Anjurkan pasien untuk
kebutuhan nutrisi meningkatkan protein dan vitamin C
d. Tidak ada tanda- tanda malnutrisi 5. Berikan substansi gula
e. Menunjukkan penigkatan fungsi 6. Yakinkan diet yang dimakan
pengecapan dari menelan mengandung tinggi serat untuk
Tidak terjadi penurunan BB yang mencegah konstipasi
berarti 7. Berikan makanan yang terpilih
( sudah dikonsultasikan dengan ahli
gizi)
8. Ajarkan pasien bagaimana membuat
catatan makanan harian.
9. Monitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori
10. Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi
11. Kaji kemampuan pasien untuk
mendapatkan nutrisi yang
dibutuhkan

Nutrition Monitoring:
1. BB pasien dalam batas normal
2. Monitor adanya penurunan berat
badan
3. Monitor tipe dan jumlah aktivitas
yang biasa dilakukan
4. Monitor interaksi anak atau
orangtua selama makan
5. Monitor lingkungan selama makan
6. Jadwalkan pengobatan dan tindakan
tidak selama jam makan
7. Monitor kulit kering dan perubahan
pigmentasi
8. Monitor turgor kulit
9. Monitor kekeringan, rambut kusam,
dan mudah patah
10. Monitor mual dan muntah
11. Monitor kadar albumin, total
protein, Hb, dan kadar Ht
12. Monitor makanan kesukaan
13. Monitor pertumbuhan dan
perkembangan
14. Monitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan konjungtiva
15. Monitor kalori dan intake nuntrisi
16. Catat adanya edema, hiperemik,
hipertonik papila lidah dan cavitas
oral.

3. Kerusakan mobilitas Setelah dilakukan tindakan NIC :


keperawatan selama ….x24 jam Exercise therapy : ambulation
fisik Kerusakan diharapkan mobilitas fisik dalam 1. Monitoring vital sign
rentang normal. sebelm/sesudah latihan dan lihat
neuromotorik Kriteria Hasil: respon pasien saat latihan
 Klien meningkat dalam 2. Konsultasikan dengan terapi fisik
aktifitas fisik tentang rencana ambulasi sesuai
 Mengerti dari tujuan dengan kebutuhan
peningkatan mobilitas 3. Bantu klien untuk menggunakan
 Memperbalisasikan perasaan tongkat saat berjalan dan cegah
dalam meningkatkan kekuatan dan terhadap cedera
kemampuan berpindah 4. Ajarkan pasien atau tenaga
kesehatan lain tentang teknik
ambulasi
5. Kaji kemampuan pasien dalam
mobilisasi
6. Latih pasien dalam pemenuhan
kebutuhan ADLs secara mandiri
sesuai kemampuan
7. Dampingi dan Bantu pasien saat
mobilisasi dan bantu penuhi
kebutuhan ADLs ps.
8. Berikan alat Bantu jika klien
memerlukan.
9. Ajarkan pasien bagaimana merubah
posisi dan berikan bantuan jika
diperlukan

Defisit perawatan Setelah dilakukan tindakan NIC :


keperawatan selama ….x24 jam Self Care assistane : ADLs
diri: makan, mandi, masalah defisit perawatan diri teratasi 1. Monitor kemempuan klien
dengan untuk perawatan diri yang mandiri.
eliminasi, dan Kriteria Hasil : 2. Monitor kebutuhan klien untuk
a. Klien terbebas dari bau badan alat-alat bantu untuk kebersihan diri,
berpakaian b.d b. Menyatakan kenyamanan berpakaian, berhias, toileting dan
kelemahan fisik. terhadap kemampuan untuk makan.
melakukan ADLs 3. Sediakan bantuan sampai klien
c. Dapat melakukan ADLS mampu secara utuh untuk
dengan bantuan melakukan self-care.
4. Dorong klien untuk melakukan
aktivitas sehari-hari yang normal
sesuai kemampuan yang dimiliki.
5. Dorong untuk melakukan secara
mandiri, tapi beri bantuan ketika
klien tidak mampu melakukannya.
6. Ajarkan klien/ keluarga untuk
mendorong kemandirian, untuk
memberikan bantuan hanya jika
pasien tidak mampu untuk
melakukannya.
7. Berikan aktivitas rutin sehari-
hari sesuai kemampuan.
8. Pertimbangkan usia klien jika
mendorong pelaksanaan aktivitas
sehari-hari
DAFTAR PUSTAKA

ABTA. 2014. Meningioma. American Brain Tumor Association available at


http://www.abta.org/secure/meningioma-brochure.pdf and
http://www.abta.org/brain-tumor-information/types-of-tumors/meningioma.html
Elizabeth J. Corwin. 2009. Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta: Aditya Media
Johnson, M., Maas, M., Moorhead, S. 2008. Nursing Outcomes Classification Fourth
Edition. Mosby, Inc : Missouri.
Mardjono M, Sidharta P. Dalam: Neurologi klinis dasar. : Fakultas Kedokteran Universtas
Indonesia; 2003. Hal 393-4.
McCloskey, J.C., Bulechek, G.M. 2008. Nursing Intervention Classification Fourth
Edition. Mosby, Inc : Missouri.
North American Nursing Diagnosis Association. 2012. Nursing Diagnoses : Definition &
Classification 2012-2014. Philadelphia.

Anda mungkin juga menyukai