Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

INTRACEREBRAL HEMATOMA (ICH)

Disusun Oleh:
Sumiyasih
(4399814901210034)
Profesi Ners

PROGRAM STUDI PROFESI NERS REGULER


Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) Horizon Karawang
Jalan Pangkal Perjuangan KM 1 (By Pass), Kabupaten Karawang, Jawa Barat
413116, Indonesia
2021
A. KONSEP DASAR MEDIS INTRACEREBRAL HEMATOMA (ICH)
1. PENGERTIAN
Perdarahan intracerebral adalah perdarahan yang terjadi pada jaringan otak
biasanya akibat robekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan otak.
Secara klinis ditandai dengan adanya penurunan kesadaran yang kadang-
kadang disertai lateralisasi, pada pemeriksaan CT Scan didapatkan adanya
daerah hiperdens yang indikasi dilakukan operasi jika Single, Diameter lebih
dari 3 cm, Perifer, Adanya pergeseran garis tengah, Secara klinis hematom
tersebut dapat menyebabkan gangguan neurologis/lateralisasi. Operasi yang
dilakukan biasanya adalah evakuasi hematom disertai dekompresi dari tulang
kepala. Faktor-faktor yang menentukan prognosenya hampir sama dengan
faktor-faktor yang menentukan prognose perdarahan subdural (Paula,2009).

Intra Cerebral Hematom adalah perdarahan kedalam substansi otak


.Hemorragi ini biasanya terjadi dimana tekanan mendesak kepala sampai
daerah kecil dapat terjadi pada luka tembak ,cidera tumpul (Suharyanto,
2009).

Intra secerebral hematom adalah pendarahan dalam jaringan otak itu sendiri.
Hal ini dapat timbul pada cidera kepala tertutup yang berat atau cidera kepala
terbukaintraserebral hematom dapat timbul pada penderita stroke hemorgik
akibat melebarnya pembuluh nadi (Corwin, 2009).

2. ETIOLOGI
Etiologi dari Intra Cerebral Hematom menurut Suyono (2011) adalah :
a. Kecelakaan yang menyebabkan trauma kepala
b. Fraktur depresi tulang tengkorak
c. Gerak akselerasi dan deselerasi tiba-tiba
d. Cedera penetrasi peluru
e. Jatuh
f. Kecelakaan kendaraan bermotor
g. Hipertensi
h. Malformasi ArteriVenosa
i. Aneurisma
j. Distrasia darah
k. Obat
l. Merokok

3. MANIFESTASI KLINIK
Intracerebral hemorrhage mulai dengan tiba-tiba. Dalam sekitar setengah
orang, hal itu diawali dengan sakit kepala berat, seringkali selama aktifitas.
Meskipun begitu, pada orang tua, sakit kepala kemungkinan ringan atau tidak
ada. Dugaan gejala terbentuknya disfungsi otak dan menjadi memburuk
sebagaimana peluasan pendarahaan.

Beberapa gejala, seperti lemah, lumpuh, kehilangan perasa, dan mati rasa,
seringkali mempengaruhi hanya salah satu bagian tubuh. orang kemungkinan
tidak bisa berbicara atau menjadi pusing. Penglihatan kemungkinan terganggu
atau hilang. Mata bisa di ujung perintah yang berbeda atau menjadi lumpuh.
Pupil bisa menjadi tidak normal besar atau kecil. Mual, muntah, serangan, dan
kehilangan kesadaran adalah biasa dan bisa terjadi di dalam hitungan detik
sampai menit. Menurut Corwin (2009) manifestasi klinik dari dari Intra
cerebral Hematom yaitu:
a. Kesadaran mungkin akan segera hilang, atau bertahap seiring dengan
membesarnya hematom.
b. Pola pernapasaan dapat secara progresif menjadi abnormal.
c. Respon pupil mungkin lenyap atau menjadi abnormal.
d. Dapat timbul muntah-muntah akibat peningkatan tekanan intracranium.
e. Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada berbicara dan
gerakan motorik dapat timbul segera atau secara lambat.
f. Nyeri kepala dapat muncul segera atau bertahap seiring dengan
peningkatan tekanan intra cranium

4. PATOFISIOLOGI
Perdarahan intraserebral ini dapat disebabkan oleh karena ruptur arteria
serebri yang dapat dipermudah dengan adanya hipertensi. Keluarnya darah
dari pembuluh darah didalam otak berakibat pada jaringan disekitarnya atau
didekatnya, sehingga jaringan yang ada disekitarnya akan bergeser dan
tertekan. Darah yang keluar dari pembuluh darah sangat mengiritasi otak,
sehingga mengakibatkan vosospasme pada arteri disekitar perdarahan, spasme
ini dapat menyebar keseluruh hemisfer otak dan lingkaran willisi, perdarahan
aneorisma-aneorisma ini merupakan lekukan-lekukan berdinding tipis yang
menonjol pada arteri pada tempat yang lemah. Makin lama aneorisme makin
besar dan kadang-kadang pecah saat melakukan aktivitas. Dalam keadaan
fisiologis pada orang dewasa jumlah darah yang mengalir ke otak 58 ml/menit
per 100 gr jaringan otak. Bila aliran darah ke otak turun menjadi 18 ml/menit
per 100 gr jaringan otak akan menjadi penghentian aktifitas listrik pada
neuron tetapi struktur sel masih baik, sehingga gejala ini masih revesibel.
Oksigen sangat dibutuhkan oleh otak sedangkan O2 diperoleh dari darah, otak
sendiri hampir tidak ada cadangan O2 dengan demikian otak sangat
tergantung pada keadaan aliran darah setiap saat. Bila suplay O2 terputus 8-10
detik akan terjadi gangguan fungsi otak, bila lebih lama dari 6-8 menit akan
tejadi jelas/lesi yang tidak putih lagi (ireversibel) dan kemudian kematian.
Perdarahan dapat meninggikan tekanan intrakranial dan menyebabkan ischemi
didaerah lain yang tidak perdarahan, sehingga dapat berakibat mengurangnya
aliran darah ke otak baik secara umum maupun lokal. Timbulnya penyakit ini
sangat cepat dan konstan dapat berlangsung beberapa menit, jam bahkan
beberapa hari (Corwin,2009).
PATHWAYS

5. PEMERIKSAANPENUNJANG
Pemeriksaan penunjang dari Intra Cerebral Hematom menurut Sudoyo (2006)
adalah sebagai berikut :
a. Angiografi
b. Ctscanning
c. Lumbal pungsi
d. MRI
e. Thorax photo
f. Laboratorium
g. EKG

6. PENATALAKSANAAN
Pendarahan intracerebral lebih mungkin menjadi fatal dibandingkan stroke
ischemic. Pendarahan tersebut biasanya besar dan catastrophic, khususnya
pada orang yang mengalami tekanan darah tinggi yang kronis. Lebih dari
setengah orang yang mengalami pendarahan besar meninggal dalam beberapa
hari. Mereka yang bertahan hidup biasanya kembali sadar dan beberapa fungsi
otak bersamaan dengan waktu. Meskipun begitu, kebanyakan tidak sembuh
seluruhnya fungsi otak yang hilang.

Pengobatan pada pendarahan intracerebral berbeda dari stroke ischemic.


Anticoagulant (seperti heparin dan warfarin), obat-obatan trombolitik, dan
obat-obatan antiplatelet (seperti aspirin) tidak diberikan karena membuat
pendarahan makin buruk. Jika orang yang menggunakan antikoagulan
mengalami stroke yang mengeluarkan darah, mereka bisa memerlukan
pengobatan yang membantu penggumpalan darah seperti :
a. Vitamin K, biasanya diberikan secarainfuse.
b. Transfusi atau platelet. Transfusi darah yang telah mempunyai sel darah
dan pengangkatan platelet (plasma segar yang dibekukan).
c. Pemberian infus pada produk sintetis yang serupa pada protein di dalam
darah yang membantu darah untuk menggumpal (faktorpenggumpalan).

Operasi untuk mengangkat penumpukan darah dan menghilangkan tekanan


di dalam tengkorak, bahkan jika hal itu bisa menyelamatkan hidup, jarang
dilakukan karena operasi itu sendiri bisa merusak otak. Juga, pengangkatan
penumpukan darah bisa memicu pendarahan lebih, lebih lanjut kerusakan
otak menimbulkan kecacatan yang parah. Meskipun begitu, operasi ini
kemungkinan efektif untuk pendarahan pada kelenjar pituitary atau pada
cerebellum. Pada beberapa kasus, kesembuhan yang baik adalahmungkin.

Menurut Corwin (2009) menyebutkan penatalaksanaan untuk Intra Cerebral


Hematom adalah sebagai berikut :
a. Observasi dan tirah baring terlalulama.
b. Mungkin diperlukan ligasi pembuluh yang pecah dan evakuasi hematom
secarabedah.
c. Mungkin diperlukan ventilasimekanis.
d. Untuk cedera terbuka diperlukanantibiotiok.
e. Metode-metode untuk menurunkan tekanan intra kranium termasuk
pemberian diuretik dan obat antiinflamasi.
f. Pemeriksaan Laboratorium seperti : CT-Scan, Thorax foto, dan
laboratorium lainnya yang menunjang.

7. KOMPLIKASI DAN OUTCOME


Intraserebral hematom dapat memberikan komplikasi berupa;
a. Oedem serebri, pembengkakanotak
b. Kompresi batang otak,meninggal
Sedangkan outcome intraserebral hematom dapat berupa :
a. Mortalitas20%-30%
b. Sembuh tanpa deficit neurologis
c. Sembuh denga deficit neurologis
d. Hidup dalam kondisi status vegetatif.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Pengkajian Primer
1) Airway :Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya
penumpukan iasto akibat kelemahan reflek batuk. Jika ada obstruksi
maka lakukan :
o Chin lift / jaw trust
o Suction / hisap
o Guedel airway
o Intubasi iastol dengan leher ditahan (imobilisasi) pada posisi
netral.
2) Breathing :Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas,
timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas
terdengar ronchi /aspirasi, iastoli, sonor, stidor/ ngorok, ekspansi
dinding dada.
3) Circulation : TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada
tahap lanjut, takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia,
kulit dan iastoli mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut
4) Disability :Menilai kesadaran dengan cepat,apakah sadar, hanya
respon terhadap nyeri atau atau sama sekali tidak sadar. Tidak
dianjurkan mengukur GCS.
5) Eksposure :Lepaskan baju dan penutup tubuh pasien agar dapat dicari
semua cidera yang mungkin ada, jika ada kecurigan cedera leher atau
tulang belakang, maka imobilisasi in line harus dikerjakan.

b. Pengkajian Sekunder
Pengkajian sekunder meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Anamnesis dapat meggunakan format SAMPLE yang berhubungan
dengan kejadian.
S: Sign and Symptom. Tanda gejala terjadinya tension pneumothoraks,
yaitu Ada jejas pada thorak, Nyeri pada tempat trauma, bertambah
saat inspirasi, Pembengkakan lokal dan krepitasi pada saat
palpasi,Pasien menahan dadanya dan bernafas pendek, Dispnea,
hemoptisis, batuk dan emfisema subkutan, Penurunan tekanan
darah.

A: Allergies. Riwayat alergi yang diderita klien atau keluarga klien.


Baik alergi obat-obatan ataupun kebutuhan akan makan/minum.

M: Medications (Anticoagulants, insulin and cardiovascular


medications especially). Pengobatan yang diberikan pada klien
sebaiknya yang sesuai dengan keadaan klien dan tidak menimbulka
reaksi alergi. Pemberian obat dilakukan sesuai dengan riwayat
pengobatan klien.

P: Previous medical/surgical history. Riwayat pembedahan atau masuk


rumah sakit sebelumnya.

L: Last meal (Time). Waktu klien terakhir makan atau minum.

E: Events /Environment surrounding the injury; ie. Exactly what


happened.

Pengkajian sekunder dapat dilakukan dengan cara mengkaji data dasar


klien yang kemudian digolongkan dalam SAMPLE.
1) Aktivitas / istirahat :Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
2) Sirkulasi : Takikardi, frekuensi tak teratur (disritmia), S3 atau S4 /
irama jantung gallop, nadi iasto (PMI) berpindah oleh adanya
penyimpangan mediastinal, tanda homman (bunyi rendah sehubungan
dengan denyutan jantung, menunjukkan udara dalam mediastinum).
3) Psikososial :Ketakutan, gelisah.
4) Makanan / cairan :Adanya pemasangan IV vena sentral / infuse
tekanan.
5) Nyeri / kenyamanan :Perilaku distraksi, mengerutkan wajah. Nyeri
dada unilateral meningkat karena batuk, timbul tiba-tiba gejala
sementara batuk atau regangan, tajam atau nyeri menusuk yang
diperberat oleh napas dalam.
6) Pernapasan :Pernapasan meningkat/takipnea, peningkatan kerja napas,
penggunaan otot aksesori pernapasan pada dada, ekspirasi abdominal
kuat, bunyi napas menurun/ hilang (auskultasi à mengindikasikan
bahwa paru tidak mengembang dalam rongga pleura), fremitus
menurun, perkusi dada : hipersonor diatas terisi udara, observasi dan
palpasi dada : gerakan dada tidak sama bila trauma, kulit : pucat,
sianosis, berkeringat, mental: ansietas, gelisah, bingung, pingsan.
Kesulitan bernapas, batuk, riwayat bedah dada / trauma : penyakit paru
kronis, inflamasi / infeksi paru ( iastol / efusi), keganasan (mis.
Obstruksi tumor).
7) Keamanan :Adanya trauma dada, radiasi / kemoterapi untuk
keganasan.

c. Berbagai Macam Reflex


1) Pemeriksaan refleks fisiologis
a) Refleks Biseps
 Fleksikan lengan klien pada bagian siku hingga 450 dengan
telapak tangan menghadap ke bawah.
 Letakan ibu jari anda ke di fosa antekubital di dasar tendon
biseps dan jari-jari lain anda di atas tendon biseps.
 Pukul ibu jari anda dengan refleks hammer.
b) Refleks Triseps
 Letakan lengan penderita di atas lengan pemeriksa.
 Tempatkan lengan bawah penderita dalam posisi antara fleksi
dan ekstensi.
 Minta klien untuk merilekskan lengan bawah.
 Raba triseps untuk memastikan bahwa otot tidak tegang.
 Pukul tendo triseps yang lewat fosa olekrani dengan refleks
hammer.
c) Refleks Patela
 Minta klien duduk dengan tungkai bergantung di tempat tidur
atau kursi atau minta klien berbaring terlentang dan sokong lutut
dalam posisi fleksi 900
 Raba daerah tendo patela.
 Satu tangan meraba paha penderita bagian distal, tangan yang
lain memukulkan relfleks hammer pada tendo patela.
2) Pemeriksaan reflex patologis
a) Refleks babinski (plantar)
 Gunakan benda yang memiliki ketajaman sedang, seperti ujung
hammer atau kunci.
 Goreskan ujung benda tadi pada telapak kaki klien bagian lateral,
dimulai ujung telapak kaki belakang terus ke atas dan berbelok
sampai pada ibu jari.
b) Refleks Chaddock
 Pasien dalam posisi berbaring rileks dan santai dengan tungkai
bawah diluruskan

 Pemeriksa memegang daerah tulang kering pasien agar posisi


kaki tidak berubah

 Pemeriksa menggoreskan ujung palu refleks pada kulit di bawah


maleolus eksternus. Goresan dilakukan dari atas ke bawah (dari
proksimal ke distal)

 Interpretasi: Refleks Chaddock positif (+) jika ada respons


dorsofleksi ibu jari kaki yang disertai pemekaran jari-jari yang
lain
c) Reflex Oppenheim
 Pasien dalam posisi berbaring terlentang dan rileks
 Pemeriksa menggunakan jari telunjuk dan jari jempol untuk
mengurut tulang tibia pasien dari atas ke bawah
 Interpretasi: Refleks Oppenheim positif (+) jika ada respons
dorsofleksi ibu jari kaki yang disertai mekarnya jari-jari yang
lain
d) Refleks Gordon

 Pasien dalam posisi berbaring terlentang dan rileks

 Pemeriksa menggunakan kedua telapak tangan untuk melakukan


pijatan pada otot betis pasien

 Interpretasi: Refleks Gordon positif (+) jika ada respons


dorsofleksi ibu jari kaki yang disertai mekarnya jari-jari yang
lain

2. DiagnosaKeperawatan
1) Resiko perfusi jaringan serebral tidak efektif d.d gangguan sirkulasi darah
keotak
2) Gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuskuler, kerusakan persepsi
sensori, penurunan kekuatanotot.
3) Nyeri akut b.d Luka insisi pembedahan
4) Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan pemasukan b.d faktorbiologis
5) Defisit perawatan diri b.d kelemahan, gangguan neuromuskuler, kerusakan
mobilitas fisik
6) Risiko infeksi b.d imunitas tubuh primer menurun, prosedur invasive

3. Intervensi

No Diagnosa Tujuan Intervensi


keperawatan
1. Risiko Perfusi Setelah dilakukan tindakan Edukasi diet
jaringan serebral  keperawatan selama 3 x 24 Tindakan
tidak efektif d.d aliran jam, diharapkan suplai Observasi
darah ke otak aliran darah keotak lancar  Identifikasi penyebab
terhambat dengan kriteria hasil: peningkatan TIK (mis.
 Tingkat kesadaran lesi menempati ruang,
meningkat gangguan metabolisme,
 Kognitif meningkat edema serebral,
 Tekanan intracranial peningkatan tekanan
menurun vena, obstruksi aliran
 Sakit kepala menurun cairan serebrospinal,

 Gelisah menurun hipertensi, intracranial

 Agitasi menurun idiopatik)


 Monitor peningkatan
 Demam menurun
TD
 Nilai rata-rata tekanan
 Monitor pelebaran
darah membaik
tekanan nadi
 Kesadaran membaik
 Monitor penurunan
 Tekanan darah sistolik
frekuensi jantung
membaik
 Monitor iregularitas
 Tekanan darah
irama napas
iastolic membaik
 Monitor penurunan
 Reflex saraf membaik
tingkat kesadaran
    
 Monitor pertambahan
atau ketidaksimetrisan
respon pupil
 Monitor kadar CO2 dan
pertahankan dalam
rentang yang di
indikasikan
 Monitor tekanan perfusi
serebral
 Monitor jumlah,
kecepatan, dan
karakteristik drainase
cairan serebrospinal
 Monitor efek stimulus
lingkungan terhadap
TIK
Terapeutik
 Ambil sample drainase
cairan serebrospinal
 Kalibrasi transdusel
 Pertahankan sterilitas
sistem pemantauan
 Pertahankan posisi
kepala dan leher netral
 Bilas sistem
pemantauan, jika perlu
 Atur interval
pemantauan sesuai
kondisi pasien
 Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
 Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
2 Gangguan mobilitas Setelah dilakukan tindakan Dukungan mobilisasi
fisik b.d kerusakan keperawatan selama 3x24 Tindakan
neurovas-kuler jam, diharapkan klien Observasi
dapat melakukan  Idenfikasi adanya nyeri
pergerakan fisik dengan atau keluhan fisik
kriteria hasil : lainnya
 Pergerakan ekstremitas  Idenfikasi toleransi fisik
meningkat melakukan pergerakan
 Kekuatan otot  Monitor frekuensi
meningkat jantung dan tekanan
 Rentang gerak (ROM) darah sebelum memulai
menigkat mobilisasi
 Nyeri menurun  Monitor kondisi
 Kecemasan menurun umumselama
 Kaku sendi menurun melakukan mobilisasi

 Gerakan tidak Terapeutik


terkooordinasi  Fasilitasi aktivitas
menurun mobilisasi dengan alat

 Gerakkan terbatas bantu

menurun  Fasilitasi melakukan

 Kelemahan fisik pergerakan, jika perlu

menurun  Libatkan keluarga


untuk membantu pasien
dalam meningkatkan
pergerakan
Edukasi
 Jelaskan tujuan daei
mobilisasi
 Anjurkan melakukan
mobilisasi dini
 Anjurkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan (mis. duduk
ditempat tidur, duduk
disisi tempat tidur,
pindah dari tempat tidur
kekursi)
3 Defisit Nutrisi Setelah diberikan tindakan Manajemen nutrisi
keperawatan selama x24 Tindakan
jam diharapkan dx teratasi, Observasi:
dengan  Identifikasi status
Kriteria hasil: nutrisi
- Porsi makan yang  Identifikasi alergi dan
dihabiskan meningkat intolerasnsi makanan
- Berat Badan Membaik  Identifikasi kebutuhan
- IMT Cukup membaik kalori dan jenis nutrient
- Nafsu makan membaik  Identifikasi perlunya
penggunaan selang
nasogastric
 Monitor asupan
makanan
 Monitor berat badan
 Monitor hasil
pemeriksaan lab
Terapeutik
 Lakukan oral hygiene
sebelum makan, jika
perlu
 Fasilitasi menentukan
pedoman diet
 Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang
sesuai
 Berikan makanan tinggi
serat untuk mencegah
konstipasi
 Berikan makanan tinggi
kalori dan tinggi protein
Edukasi
 Anjurkan posisi duduk,
jika mampu
 Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum
makan
 Kolaborasi dengan ahli
gizi
4. Nyeri akut b.d Luka Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri (I.
08238)
insisi pembedahan asuhan keprawatan selama
3 x 24 jam diharapkan Observasi
nyeri akut dapat diatasi
- lokasi, karakteristik,
dengan kriteria hasil : durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas nyeri
 Keluhan nyeri menurun
- Identifikasi skala nyeri
 Meringis menurun - Identifikasi respon nyeri
 Sikap protektif menurun non verbal
 Gelisah menurun - Identifikasi faktor yang
 Kesulitan tidur menurun memperberat dan
 Menarik diri menurun memperingan nyeri
 Berfokus pada diri
sendiri menurun - Identifikasi pengetahuan
Diaphoresis menurun dan keyakinan tentang
Mual menurun nyeri
Muntah menurun - Identifikasi pengaruh
Frekuensi nadi membaik budaya terhadap respon
Pola napas membaik nyeri
Tekanan darah membaik - Identifikasi pengaruh
nyeri pada kualitas hidup
Prose berpikir membaik
- Monitor keberhasilan
Focus membaik
terapi komplementer
Fungsi berkemih yang sudah diberikan
membaik - Monitor efek samping
Perilaku membaik penggunaan analgetik
Nafsu makan membaik
Pola tidur membaik Terapeutik
Kemampuan
menuntaskan aktivitas - Berikan teknik
meningkat nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
(mis. TENS, hypnosis,
akupresur, terapi musik,
biofeedback, terapi pijat,
aroma terapi, teknik
imajinasi terbimbing,
kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
- Control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
(mis. Suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
- Fasilitasi istirahat dan
tidur
- Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri

Edukasi

- Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi
meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyri
secara mandiri
- Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
- Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu

5. Defisit perawatan diri Setelah dilakukan tindakan Dukungan perawatan diri :


b.d kerusakan asuhan keprawatan selama Mandi (I.11352)
neurovaskuler 3 x 24 jam diharapkan Tindakan
Defisit perawatan diri Observasi
dapat diatasi dengan  Identifikasi usia budaya
kriteria hasil : dalam membantu
 Kemampuan mandi kebersihan diri
meningkat  Identifikasi jenis
 Kemampuan kebutuhan yang di
mengenakan pakaian butuhkan
meningkat  Monitor kebersihan
 Kemampuan makan tubuh (mis. Rambut,
meningkat mulut, kulit, kuku)
 Kemampuan ke toilet  Monitor integritas kulit
(BAB/BAK) Terapeutik
meningkat  Sedikan peralatan
 Verbalisasi keinginan mandi (mis. Sabun,
melakukan perawatan sikat gigi, shampoo,
diri meningkat pelembab kulit)
 Minat melakukan  Sediakn lingkungan
perawatan diri yng aman dan nyaman
meningkat  Fasilitasi menggosok
 Mempertahankan gigi, sesuai kebutuhan
kebersihan diri  Fasilitasi mandi, sesuai
meningkat kebutuhan
 Pertahankan kebiasaan
kebersihan diri
 Berikan bantuan sesuai
tingkat kemandirian
Edukasi
 Jelaskan kebiasaan
mandi dan dampak
tidak mandi terhadap
kesehatan
 Ajarkan kepada
keluarga cara
memandikan pasien,
jika perlu
6. Risiko infeksib.d Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Infeksi
(I.14539)
imunitas tubuh primer asuhan keprawatan selama
menurun, prosedur 3 x 24 jam diharapkan Observasi
invasive Risiko infeksi dapat diatasi
- Identifikasi
dengan kriteria hasil : riwayat kesehatan dan
riwayat alergi
Tingkat Infeksi
- Identifikasi
- Kebersihan tangan kontraindikasi
pemberian imunisasi
meningkat
- Identifikasi
- Kebersihan badan status imunisasi setiap
kunjungan ke pelayanan
meningkat
kesehatan
- Nafsu makan meningkat
Terapeutik
- Demam menurun
- Kemerahan menurun
- Berikan suntikan pada
pada bayi dibagian paha
- Nyeri menurun
anterolateral
- Dokumentasikan
- Bengkak menurun
informasi vaksinasi
- Jadwalkan imunisasi
- Vesikel menurun
pada interval waktu
yang tepat
- Cairan bau busuk
menurun Edukasi

- Sputum berwarna hijau - Jelaskan tujuan,


manfaat, resiko yang
menurun
terjadi, jadwal dan efek
- Periode malaise samping
- Informasikan imunisasi
- Kadar sel darah putih yang diwajibkan
pemerintah
membaik - Informasikan imunisasi
yang
- Kultur darah membaik melindungiterhadap
penyakit namun saat ini
- Kultur urine membaik tidak diwajibkan
pemerintah
- Informasikan vaksinasi
untuk kejadian khusus
- Informasikan
penundaan pemberian
imunisasi tidak berarti
mengulang jadwal
imunisasi kembali
- Informasikan penyedia
layanan pekan imunisasi
nasional yang
menyediakan vaksin
gratis
DAFTAR PUSTAKA
PriceS.A., Wilson L. M. 2006. Buku Ajar Ilmu. Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV.
Jakarta : EGC.
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah edisi 3 volume
8.Jakarta: EGC.
Sylvia A. Price. 2006. Patofosiologi Konsep Penyakit. Jakarta: EGC
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Strandar Diagnosa Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Strandar Intervensi Keperawatan Indonesia
Definisi dan Tindakan Keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Strandar Luaran Keperawatan Indonesia
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta Selatan: Dewan Pengurus
Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Yayasan Stroke Indonesi. (2012). Tangani Masalah Stroke di Indonesia.
Jakarta:Yayasan Stroke Indonesia

Anda mungkin juga menyukai