Oleh:
Nama: Fransisca Mareta D A
NIM : P17212225086
B. Etiologi
Beberapa penyakit juga dapat menyebabkan terjadinya ICH. Menurut Raya (2017)
beberapa keadaan yang dapat menyebabkan terjadinya ICH sebagai berikut
1. Hipertensi
Pecahnya arteriola kecil dikarenakan oleh perubahan degeneratif akibat
hipertensi yang tidak terkontrol risiko tahunan perdarahan rekuren adalah 2%,
dapat dikurangi dengan pengobatan hipertensi diagnosis berdasarkan riwayat
klinis(Raya,2017)
2. Amyloid Angiopathy
Pecahnya arteri ukuran kecil dan menengah dengan deposisi protein β- amyloid
dapat berupa perdarahan lobar pada orang berusia diatas 70 tahun risiko tahunan
perdarahan rekuren adalah 10,5% diagnosis berdasarkan riwayat klinis dan juga
imaging seperti CT Scan, MRI dan juga Angiography (Raya, 2017).
3. Arteriovenous Malformation
Pecahnya pembuluh darah abnormal yang menghubungkan arteri dan vena risiko
tahunan perdarahan rekuren adalah 18% dapat dikurangi dengan eksisi bedah,
embolisasi, dan radiosurgery diagnosis berdasarkan imaging seperti MRI dan
angiografi konvensional (Raya, 2017).
4. Aneurisma intracranial
5. Pecahnya pelebaran sakular dari arteri ukuran medium, biasanya berhubungan
dengan perdarahan subarachnoid. Risiko perdarahan rekuren adalah 50% dalam
6 bulan pertama, dimana berkurang 3% tiap tahunnya, surgical clipping atau
pemasangan endovascular coils dapat secara signifikan mengurangi risiko
perdarahan rekuren diagnosis berdasarkan imaging seperti MRI dan angiografi
(Raya, 2017).
6. Angioma Cavernosum
Pecahnya pembuluh darah kapiler abnormal yang dikelilingi oleh jaringan ikat
memiliki risiko perdarahan rekuren adalah 4,5% dapat dikurangi dengan eksisi
bedah atau radiosurgery diagnosis berdasarkan gambaran MRI (Raya, 2017).
C. Manifestasi Klinis
Menurut Tarwoto (2013) dalam Putri Geofani, 2017), manifestasi klinis ICH
tergantung dari sisi atau bagian mana yang terkena, rata-rata serangan, ukuran lesi
dan adanya sirkulasi kolateral. Pada stroke hemoragik, gejala klinis meliputi:
D. Klasifikasi ICH
Stroke ini terjadi akibat pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu.
Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologi fokal akut yang disebabkan oleh
perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan bukan karena trauma
kapitis melainkan pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler. Perdarahan otak
dibagi dua, yaitu (Lestari, 2017) :
1. Perdarahan Intraserebral
Perdarahan intrasebral ialah keadaan pecahnya pembuluh darah
(mikroaneurisma) terutama karena hipertensi yang mengakibatkan darah masuk
ke dalam jaringan otak membentuk massa yang menekan jaringan otak dan
menimbulkan edema otak, jika peningkatan TIK terjadi secara cepat dapat
mengakibatkan kematian mendadak akibat herniasi otak (Lestari, 2017).
2. Perdarahan Subaraknoid
Perdarahan subaraknoid ialah keadaan pecahnya arteri dan keluarnya darah ke
ruang subaraknoid yang menyebabkan TIK meningkat secara mendadak,
menurunnya respon terhadap nyeri dan vasospasme pembuluh darah cerebral
yang berakibat disfungsi otak global (sakit kepala, penurunan kesadaran)
maupun fokal (hemiparase, gangguan sensorik, afasia dll) (Wijaya & Putri, 2013
dalam Lestari, 2017). Stroke Hemoragik terjadi karena adanya perdarahan
didalam otak. Perdarahan otak dibagi menjadi dua yaitu :
Perdarahan Intraserebri (PIS) Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma)
terutama karena hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan
otak, membentuk massa yang menekan jaringan otak dan menimbulkan
edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi secara cepat dapat mengakibatkan
kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intraserebri yang
disebabkan hipertensi sering dijumpai di daerah putamen, talamus, pons dan
serebellum (Muttaqin, 2009).
Perdarahan Subarakhnoid (PSA) Perdarahan ini berasal dari pecahnya
aeurisma berry atau AVM. Menurut Juwono dalam Muttaqin (2009)
Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi Wilisi dan
cabang-cabangnya yang terdapat diluar parenkim otak. Pecahnya arteri dan
keluarnya darah ke ruang subarakhnoid menyebabkan TIK meningkat
mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, dan vasospasme pembuluh
darah serebri yang berakibat disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan
kesadaran) maupun fokal (hemiparase, gangguan hemisensorik, afasia dan
lainnya). Pecahnya arteri dan keluarnya darah ke ruang subarakhnois
mengakibatkan terjadinya peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya
struktur peka nyeri, sehingga timbul nyeri kepala hebat. Sering pula dijumpai
kaku kuduk dan tanda-tanda rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatan
TIK yang mendadak juga mengakibatkan perdarahan subhialoid pada retina
dan penurunan kesadaran. Perdarahan subarakhnoid dapat mengakibatkan
vasospasme pembuluh darah serebri. Vasospasme seringkali terjadi dalam 3-
5 hari setelah timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya hari ke 5 sampai
dengan ke 9. Timbulnya vasospasme diduga karena interaksi antara bahan-
bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan ke dalam cairan serebrospinal
dengan pembuluh arteri di ruang subrakhnoid. Vasospasme ini menyebabkan
disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal
(hemiparase, gangguan hemisensorik, afasia dan lainnya) (Muttaqin, 2009). .
Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat dipenuhi.
Energi yang dihasilkan di dalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses
oksidasi. Otak tidak mempunyai cadangan O2 sehingga jika ada kerusakan
atau kekurangan aliran darah otak walau sebentar akan menyebabkan
gangguan fungsi. Demikian dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar
metabolisme sel otak, tidak boleh kurang sari 20 % karena akan menimbulkan
koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari seluruh kebutuhan glukosa
tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan terjadi
gejala disfungsi serebri. Pada saat otak mengalami hipoksia, tubuh berusaha
memuhi kebutuhan O2 melalui proses anaerob yang dapat menyebabkan
dilatasi pembuluh darah otak (Muttaqin, 2009).
E. Patofisologis
Perdarahan intraserebral ini dapat disebabkan oleh karena ruptur arteria serebri
yang dapat dipermudah dengan adanya hipertensi. keluarnya darah dari pembuluh
darah didalam otak berakibat pada jaringan disekitarnya atau didekatnya, sehingga
jaringan yang ada disekitarnya akan bergeser dan tertekan. Darah yang keluar dari
pembuluh darah sangat mengiritasi otak, sehingga mengakibatkan vosospasme pada
arteri disekitar perdarahan, spasme ini dapat menyebarkeseluh hemisfer otak dan
lingkatran willisi, perdarahan aneorisma-aneorisma ini merupakan lekukan-lekukan
bedinding tipis yang menonjol pada arteri pada tempat yang lemah. Makin lama
aneorisme makin besar dan kadang-kadang pecah saat melakukan aktivitas. Dalam
keadaan fisiologis pada orang dewasa jumlah darah yang mengalir ke otak 58
ml/menit per 100 gr jaringan otak. bila aliran darah ke otak turun menjadi 18
ml/menit per 100 gr jaringan otak akan menjadi penghentian aktifitas listrik pada
neuron tetapi stroktur sel masih baik, sehingga gejala ini massih revisibel. Oksigen
sangat dibutuhkan oleh otak sedangkan O2 diperoleh dari darah, otak sendiri hampir
tidak ada cadangan O2 dengan demikian otak sangat tergantung pada keadaan aliran
darah setiap saat. Bila suplay O2 terputus 8-10 detik akan terjadi gangguan fungsi
otak, bila lebih lama dari 6-8 menit akan terjadi jelas/lessi yang tidak putih
lagi(ireversibel)dan kemudian kematian. Pedarahan dapata meninggikan tekana
intrakranial dan menyebabkan ischemic di daaerah lain yang tidak perdarahan,
sehingga dapat berakibat mengurangnya aliran darah ke otak baik secara umum
maupun lokal. Timbulnya penyakit ini sangat cepat dan konstan dapat berlangsung
beberapa meni, jam bahkan beberapa hari.(Corwin,2009).
F. Pemeriksaan Penunjang
A. Pengkajian
1) Identitas
Meliputi: umur (dari berbagai penelitian, diketahui bahwa usia semakin
tua semakin besar pula resiko terkena stroke. Hal ini berkaitan dengan
proses degenerasi/penuaan yang terjadi secara alamiah.
2) Keluhan Utama
Kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat
berkomunikasi, dan penurunan kesadaran pasien.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Kronologis peristiwa CVA Infark sering setelah melakukan aktifitas
tiba-tiba terjadi keluhan neurologis misal: sakit kepala hebat, penurunan
kesadaran seperti koma.
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu dikaji apakah pasien pernah menderita penyakit DM, CVA,
Hipertensi, Kelainan jantung, Pernah TIA, Policitemia karena hal ini
berhubungan dengan penurunan kualitas pembuluh darah.
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Adanya riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes mellitus,
atau adanya riwayat CVA pada generasi terdahulu.
6) Pemeriksaan Fisik
a. Sistem Pernafasan (B1/Breathing)
Batuk, peningkatam produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot
bantu nafas, serta perubahan kecepatan dan kedalaman pernafasan.
Adanya ronchi akibat peningkatan produksi secret dan penurunan
kesadaran klien. Pada klien yang sadar baik sering kali tidak didapati
kelainan pada pemeriksaan sistem respirasi.
b. Sistem Peredaran Darah (B2/Blood)
Dapat terjadi hipotensi atau hipertensi, denyut jantung irreguler,
adanya murmur.
c. Sistem Persyarafan (B3/Brain)
Tingkat kesadaran: bisa sadar baik sampai terjadi koma. Penilaian
GCS untuk menilai tingkat kesdaran klien. Reflek Patologis: Reflek
babinski positif menunjukkan adanya perdarahan di otak/perdarahan
intraserebri dan untuk membedakan jenis CVA yang ada apakah
bleeding atau infark. Pemeriksaan saraf kranial
a) Saraf 1: biasanya pada klien dengan CVA tidak ada kelainan pada
fungsi penciuman.
b) Saraf 11: disfungsi persepsi visual karena gangguan jarak
sensorik primer diantara sudut mata dan kortek visual. Gangguan
hubungan visual-spasial sering terlihat pada klien dengan
hemiplegi kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian
tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk mencocokan
pakaian ke bagian tubuh.
c) Saraf 111, 1V, dan V1 apabila akibat CVA mengakibatkan
paralisis seisi otot-otot okularis didapatkan penurunan
kemampaun gerakan konjugat unilateral disisi yang sakit.
d) Saraf V11 persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
asimetris, otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
e) Saraf X11 lidah asimetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan
fasikulasi. Indra pengecapan normal.
d. Sistem Perkemihan (B4/Bladder)
Terjadi inkontinensia urine sementara karena konfusi,
ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan
ketidakmampuan untuk megendalikan kandung kemih karena
kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang kontrol sfingter
urine eksternal hilang atau berkurang, sehingga selama periode ini,
dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik steril. Inkontinensia
urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologi luas.
e. Sistem Pencernaan (B5/Bowel)
Adanya keluhan sulit menelan, nafsu makan menurun, mual dan
muntah pada fase akut. Mungkin mengalami inkontinensia alvi atau
terjadinya konstipasi akibat penurunan peristaltic usus. Adanya
gangguan pada saraf V yaitu pada beberapa keadaan CVA
menyebabkan paralisis saraf trigeminus, di dapatkan penurunan
kemampuan koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan rahang
bawah pada sisi ipsilateral dan kelumpuhan seisin otot-otot
pterigoideus dan pada saraf IX dan X yaitu kemampuan menelan
kurang baik, kesukaran membuka mulut.
f. Sistem Muskuloskeletal dan Integumen (B6/Bone)
Kehiangan kontrol volenter gerakan motorik. Terdapat hemiplegia
atau hemiparese ekstremitas, kaji adanya dekubitus akibat
immobilisasi fisik.
g. Sistem Penginderaan (B7)
Pada pengindraan pasien biasanya tidak mengalami masalah.
h. Sistem Endokrin (B8)
Ada atau tidaknya pembesaran kelenjar endokrin, biasanya tidak
mengalami pembesaran kelenjar endokrin
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese/hemiplagia
(D.0054)
2. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan penurunan sensori,
penurunan penglihatan (D.0085)
3. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi
darah otak (D.0119)
4. Resiko defisit nutrisi berhubungan dengan kelemahan otot mengunyah
dan menelan (D.0032)
5. Resiko gangguan integritas kulit yang berhubungan tirah baring lama
(D.0139)
6. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (D.0077)
7. Risiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan embolisme
(D.0017)
8. Risiko jatuh ditandai dengan kekuatan otot menurun (D.0143)
C. Intervensi Keperawatan
Edukasi
Anjurkan berbicara perlahan
Ajarkan pasien dan keluarga proses kognitif
Kolaborasi
Rujuk ke ahli patologi bicara atau terapis
4. Resiko defisit nutrisi b.d kelemahan Tujuan (L.03030) Menajemen gangguan makan (I.03111)
otot mengunyahdan menelan Setelah dilakukan asuhan keperawatan Observasi
(D.0032) selama .... diharapkan status nutrisi Monitor asupan dan keluarnya makanan dan
meningkat cairan serta kebutuhan kalori
Kriteria hasil: Terapeutik
Porsi makanan yang dihabiskan Timbang berat badan secara rutin
meningkat Diskusikan perilaku makan dan jumlah
Kekuatan otot mengunyah meningkat aktivitas fisik
Kekuatan otot menelan meningkat Edukasi
Ajarkan pengaturan diet yang tepat
Kolaborasi
Kolaborasi dengan ahli gizi tentang target berat
badan
5. Resiko gangguan integritas kulit b.d Tujuan (L.14125) Pencegahan luka tekan (I.14543)
tirah baring lama (D.0139) Observasi
Setelah dilakukan asuhan keperawatan Monitor suhu kulit yang tertekan
selama .... Diharapkan integritas kulit Periksa adanya luka tekan sebelumnya
dan jaringan meningkat. Terapeutik
Kriteria hasil: Berikan bantalan pada titik tekan atau tonjolan
Kerusakan jaringan menurun tulang
Kerusakan lapisan kulit menurun Ubah posisi dengan hati-hati setiap 1-2 jam
Kemerahan menurun Buat jadwal perubahan posisi
Edukasi
Jelaskan tanda- tanda kerusakan kulit
Ajarkan cara merawat kulit
6. Nyeri akut berhubungan dengan Tujuan (L.08066) Menejemen Nyeri (I.08238)
agen pencedera fisiologis (D.0077) Setelah dilakukan asuhan keperawatan Observasi
selama .... diharapkan tingkat nyeri Identifikasi skala nyeri
menurun. Identifikasi respon nyeri non verbal
Kriteria hasil: Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
Keluhan nyeri menurun frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
Gelisah menurun Terapeutik
Kesulitan tidur menurun Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Fasilitasi istirahat dan tidur
Kontrol lingkungan yang memperberat rasa
nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
7. Risiko perfusi serebral tidak efektif Tujuan (L.02014) Pemantauan tekanan intrakranial (I.06198)
ditandai dengan embolisme Setelah dilakukan asuhan keperawatan Observasi
(D.0017) selama .... diharapkan perfusi serebral Monitor penyebab peningkatan TIK
meningkat Monitor peningkatan TD
Kriteria hasil: Terapeutik
Tingkat kesadaran meningkat Pertahankan posisi kepala dan leher netral
Kognitif meningkat Dokumentasi hasil pemantauan
Edukasi
Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
Informasikan hasil pemantauan
8. Resiko jatuh ditandai dengan Tujuan (L.14138) Pencegahan jatuh (I.14540)
kelemahan otot (D.0143) Setelah dilakukan asuhan keperawatan Observasi
selama .... diharapkan tingkat jatuh Identifikasi faktor risiko jatuh
menurun
Kriteria hasil: Monitor kemampuan berpindah dari tempat
Jatuh dari tempat tidur menurun tidur ke kursi roda dan sebaliknya
Jatuh saat berdiri menurun Terapeutik
Pasang handrail tempat tidur
Atur tempat tidur mekanis pada posisi rendah
Gunakan alat bantu berjalan
Edukasi
Ajarkan memanggil perawat jika
membutuhkan bantuan
Anjurkan menggunakan alas kaki yang tidak
licin
DAFTAR PUSTAKA