Oleh:
Nama: Fransisca Mareta D A
NIM : P17212225086
B. Etiologi
Penyebab pasti terjadinya tumor tulang tidak diketahui. Meskipun tidak
ada penyebab tumor tulang yang pasti, ada beberapa factor yang berhubungan
dan memungkinkan menjadi factor penyebab terjadinya tumor tulang yang
meliputi:
1. Genetik.
Beberapa kelainan gentik dikaitkan dengan terjadinya keganasna tulang,
misalnya sarcoma jaringan lunak atau soft tissue sarcoma (STS). Dari data
penelitian diduga mutasi genetic pada sel induk mesinkin dapat
menimbulkan sarcoma. Ada beberapa gen yang sudah
diketahui ,mempunyaiperanan dalam kejadian sarcoma, antara lain gen
RB-1 dan p53. Mutasi p53 mempunyai peranan yang jelas dalam
terjadinya STS. Gen lain yang juga diketahui mempunyai peranan adalah
gen MDM-2 (Murine DoubelMinute 2). Gen ini dapat mnghasilkan suatu
protein yang dapat mengikat pada gen p53 yang telah mutasi dan
menginaktivitas gen tersebut.
2. Radiasi.
Keganasan jaringan lunak dapat terjadi pada daerah tubuh yang terpapar
radiasi seperti pada klien karsinoma mamma dan limfoma maligna yang
mendapat radioterapi.Halperin dkk.memperkirakan resiko terjadinya
sarcoma pada klien penyakit Hodgkin yang diradiasi adalah 0,9 %.
Terjadinya keganasan jaringan lunak dan bone sarcoma akibat pemaparan
radiasi sudah dketahui sejak 1922. Walaupun jarang ditemukan,
prognosisnya buruk dan umumnya high grade.Tumor yang sering
ditemukan akibat radiasi adalah malignant fibrous histiocytoma (MFH)
dan angiosarkoma atau limfangiosarkoma.Jarak waktu antara rdiasi dan
terjadinya sarcoma diperkirakan sekitar 11 tahun.
3. Bahan Kimia.
Bahan kimia seperti Dioxindan Phenoxyherbicide diduga dapat
menimbulkan sarkoma, tetapi belum dapat dibuktikan.Pemaparan terhadap
torium dioksida (Thorotrast), suatu bahan kontras, dapat menimbulkan
angiosarkoma, pada hepar, selain itu, abses juga diduga dapat
menimbulkan mosotelioma, sedangkan polivilin klorida dapat
menyebabkan angiosarkoma hepatik.
4. Trauma
Sekitar 30 % kasus keganassan pada jaringan lunak mempunyai riwayat
trauma.Walaupun sarkoma kadang-kadang timbul pada jaringan sikatriks
lama, luka bakar, dan riwayat trauma, semua ini tidak pernah dapat
dibuktikan.
5. Limfedema kronis.
Limfedema akibat operasi atu radiasi dapat menimbulkan
limfangiosarkoma dan kasus limfangiosarkoma dapa estremitas superior
ditemukan pada klien karsinoma mamma yang mendapat radioterapi
pasca-mastektomi.
6. Infeksi.
Keganasan pada jaringan luank dan tulang dapat juga disebabkan oleh
infeksi parasit, yaitu filariasis.Pada klien limfedema kronis akibat
obstruksi, filariais dapat menimbulkan limfangiosrakoma.
C. Manifestasi Klinis
1. Penderita Osteoid Osteoma biasanya akan merasakan nyeri pada malam hari
dan menghilang dalam waktu 20 sampai 30 menit. Nyeri dapat diatasi dengan
obat non-steroid dan anti-inflamasi
2. Nyeri dan pembengkakan ekstremitas yang terkena
3. Nyeri tekan pada daerah pembengkakan
4. Fraktur patologi
5. Pembengkakan pada atau di atas tulang atau persendian serta pergerakan yang
terbatas
6. Teraba massa tulang
7. Peningkatan suhu kulit di atas massa
8. Adanya pelebaran vena (venektasi)
9. Gejala-gejala penyakit metastatik meliputi nyeri dada, anoreksia, batuk,
demam, berat badan menurun dan malaise.
D. Klasifikasi ICH
Tumor tulang ganas di golongkan berdasarkan TMM (Tumor, Nodus,
Metastasis), yaitu penyebaran setempat dan metastatis. Klasifikasi tumor tulang
menurut Sjamsuhidajat R (1997) sebagai berikut :
1. T (Tumor induk)
Tx : tumor tidak dapat dicapai
T0 : tidak ditemukan tumor primer
T1 : tumor terbatas dalam periost
T2 : tumor menembus periost
T3 : tumor masuk dalam organ atau struktur sekitar tulang
2. N (Kelenjar limfe regional)
N0 : tidak ditemukan tumor di kelenjar limfe
N1 : tumor di kelenjar limf regional
3. M (Metastasis jauh)
M1 : tidak ditemukan metastasis jauh
M2 :ditemukan metastasis jauh
E. Patofisologis
Adanya tumor pada tulang menyebabkan jaringan lunak diinvasi oleh sel
tumor. Timbul reaksi dari tulang normal dengan respon osteolitik yaitu proses
destruksi atau penghancuran tulang dan respon osteoblastik atau proses
pembentukan tulang. Terjadi destruksi tulang lokal.. Pada proses osteoblastik,
karena adanya sel tumor maka terjadi penimbunan periosteum tulang yang baru
dekat tempat lesi terjadi, sehingga terjadi pertumbuhan tulang yang abortif.
Adanya tumor tulang Jaringan lunak di invasi oleh tumor, Reaksi tulang
normal, Osteolitik (destruksi tulang), Osteoblastik (pembentukan tulang) destruksi
tulang lokal, Periosteum tulang yang baru dapat tertimbun dekat tempat lesi,
Pertumbuhan tulang yang abortif.
Sel tumor pada tumor jinak bersifat tumbuh lambat, sehingga tumor jinak
pada umumnya tidak cepat membesar. Sel tumor mendesak jaringan sehat
sekitarnya secara serempak sehingga terbentuk simpai (serabut pembungkus yang
memisahkan jaringan tumor dari jaringan sehat). Oleh karena bersimpai maka
pada umumnya tumor jinak mudah dikeluarkan dengan cara operasi.
Sel tumor pada tumor ganas (kanker) tumbuh cepat, sehingga tumor ganas
pada umumnya cepat menjadi besar. Sel tumor ganas tumbuh menyusup ke
jaringan sehat sekitarnya, sehingga dapat digambarkan seperti kepiting dengan
kaki-kakinya mencengkeram alat tubuh yang terkena. Disamping itu sel kanker
dapat membuat anak sebar (metastasis) ke bagian alat tubuh lain yang jauh dari
tempat asalnya melalui pembuluh darah dan pembuluh getah bening dan tumbuh
kanker baru di tempat lain. Penyusupan sel kanker ke jaringan sehat pada alat
tubuh lainnya dapat merusak alat tubuh tersebut sehingga fungsi alat tersebut
menjadi terganggu.
Kanker adalah sebuah penyakit yang ditandai dengan pembagian sel yang
tidak teratur dan kemampuan sel-sel ini untuk menyerang jaringan biologis
lainnya, baik dengan pertumbuhan langsung di jaringan yang bersebelahan (invasi)
atau dengan migrasi sel ke tempat yang jauh (metastasis). Pertumbuhan yang tidak
teratur ini menyebabkan kerusakan DNA, menyebabkan mutasi di gen vital yang
mengontrol pembagian sel, dan fungsi lainnya (Tjakra, Ahmad. 1991).
Adapun siklus tumbuh sel kanker adalah membelah diri, membentuk RNA,
berdiferensiasi / proliferasi, membentuk DNA baru, duplikasi kromosom sel,
duplikasi DNA dari sel normal, menjalani fase mitosis, fase istirahat (pada saat ini
sel tidak melakukan pembelahan)
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Diagnosis didasarkan pada riwayat, pemeriksaan fisik, dan penunjang
diagnosis seperti CT, mielogram, asteriografi, MRI, biopsi, dan pemeriksaan
biokimia darah dan urine.
2. Pemeriksaan foto toraks dilakukan sebagai prosedur rutin serta untuk follow-
up adanya stasis pada paru-paru.
3. Fosfatase alkali biasanya meningkat pada sarkoma osteogenik. Hiperkalsemia
terjadi pada kanker tulang metastasis dari payudara, paru, dan ginjal. Gejala
hiperkalsemia meliputi kelemahan otot, keletihan, anoreksia, mual, muntah,
poliuria, kejang dan koma. Hiperkalsemia harus diidentifikasi dan ditangani
segera.
4. Biopsi bedah dilakukan untuk identifikasi histologik. Biopsi harus dilakukan
untuk mencegah terjadinya penyebaran dan kekambuhan yang terjadi setelah
eksesi tumor. (Rasjad, 2003).
G. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan tergantung pada tipe dan fase dari tumor tersebut saat
didiagnosis.Tujuan penatalaksanaan secara umum meliputi pengangkatan
tumor, pencegahan amputasi jika memungkinkan dan pemeliharaan fungsi
secara maksimal dari anggota tubuh atau ekstremitas yang sakit.
Penatalaksanaan meliputi :
- Pembedahan
- Kemoterapi
- Radioterapi
- Terapi kombinasi.
Protokol kemoterapi yang digunakan biasanya meliputi adriamycin
(doksorubisin) cytoksan dosis tinggi (siklofosfamid) atau metrotexate dosis
tinggi (MTX) dengan leukovorin. Agen ini mungkin digunakan secara
tersendiri atau dalam kombinasi.Bila terdapat hiperkalsemia, penanganan
meliputi hidrasi dengan pemberian cairan normal intravena, diurelika,
mobilisasi dan obat-obatan seperti fosfat, mitramisin, kalsitonin atau
kortikosteroid, (Gale, 1999).
2. Tindakan keperawatan
a. Manajemen nyeri.
Teknik manajemen nyeri secara psikologik (teknik relaksasi napas dalam,
visualisasi, dan bimbingan imajinasi dan farmakologi (pemberian
analgesik)
b. Mengajarkan mekanisme koping yang efektif.
Motivasi klien dan keluarga untuk mengungkapkan perasaan mereka, dan
berikan dukungan secara moril serta anjurkan keluarga untuk berkonsultasi
ke ahli psikologi atau rohaniawan.
c. Memberikan nutrisi yang adekuat.
Berkurangnya nafsu makan, mual, muntah sering terjadi sebagai efek
samping kemoterapi dan radiasi, sehingga perlu diberikan nutrisi yang
adekuat.Antiemetika dan teknik relaksasi dapat mengurangi reaksi
gastrointestinal.Pemberian nutrisi parenteral dapat dilakukan sesuai dengan
indikasi dokter.
d. Pendidikan kesehatan.
Pasien dan keluarga diberikan pendidikan kesehatan tentang kemungkinan
terjadinya komplikasi, program terapi, dan teknik perawatan luka di rumah
Faktor Resiko
Keturunan (Hereditery), Virus Onkogenik, dan Radiasi Ion, Infeksi Sel Tumor
Destruksi Tulang Penimbunan Periosteum Tulang yang yaru dekat lempat lesi terjadi
Fraktur
Nyeri Akut
Gangguan Integritas Kulit Gangguan Mobilitas Fisik
Resiko Infeksi
I. Konsep Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1. Identitas pasien
Nama, umur, jenis kelamin, pendidkan, pekerjaan, status perkawinan,
alamat, dan lain-lain.
2. Riwayat kesehatan
- Pasien mengeluh nyeri pada daerah tulang yang terkena.
- Klien mengatakan susah untuk beraktifitas/keterbatasan gerak
- Mengungkapkan akan kecemasan akan keadaannya
3. Pengkajian Fisik
- Pada palpasi teraba massa pada derah yang terkena.
- Pembengkakan jaringan lunak yang diakibatkan oleh tumor.
4. Pengkajian status neurovaskuler
- Nyeri tekan
- Keterbatasan rentang gerak
5. Hasil laboratorium/radiologi
- Terdapat gambaran adanya kerusakan tulang dan pembentukan tulang
baru.
- Adanya gambaran sun ray spicules atau benang-benang tulang dari
kortek tulang.
- Terjadi peningkatan kadar alkali posfatase.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan tidak nyaman nyeri,
penurunan kekuatan otot.
2. Gangguan integritas kulit/ jaringan berhubungan dengan faktor
mekanik: perubahan sirkulasi, imobilitas dan penurunan sensabilitas
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis
4. Resiko Infeksi d.d Efek Prosedur invasif
C. Intervensi Keperawatan
4. Resiko Infeksi d.d Efek Prosedur (L.14137) Tingkat infeksi Setelah 1.14539 Pencegahan Infeksi :
invasif Observasi
dilakukan tindakan selama 2x 24 jam
diharapkan Tingkat infeksi menurun, - Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan
Lukman & Nurna Ningsih. 2009. Asuhan Keperawatan pada klien dengan gangguan
siste Muskuloskeletal. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.
Price, A. S., Wilson M. L., 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Alih Bahasa: dr. Brahm U. Jakarta: EGC
SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP
PPNI.
SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP
PPNI.
SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta: DPP PPNI.