Oleh :
17.321.2666
A11-A
2. ETIOLOGI
Penyebab tumor ini hampir sama dengan keganasan yang lain, masih
merupakan teka-teki yang belum terpecahkan. Radiasi dan virus onkogenik,
yang telah terlihat dalam terjadinya keganasan yang lain, telah dianggap sebagai
agen penyebab. Beberapa faktor etiologik telah diindentifikasi pada
osteosarkoma orang dewasa yang lebih jarang terjadi, tetapi hanya sedikit kasus
saja. Osteosarkoma epidemik dilaporkan pada pelukis lempeng jam radium
disebabkan oleh penumpukan radioaktif didalam tulang, Thorotrast-dulu
menggunakan bahan kontras radiografik yang mengandung radioaktif thorium
dioxide erat hubungannya dengan timbulnya osteosarkoma seperti pada
neoplasma hati. Selain itu, juga terdapat faktor kecenderungan genetik.
Osteosarkoma pada masa kanak-kanak mungkin sekali memiliki dasar genetik,
meskipun tak seorangpun pernah menemukannya. Mungkin kelainan genetik
pada kromosom 13 dapat menyebabkan osteosarkoma pada kelompok pasien
ini. Terjadi dysplasia tulang, termasuk penyakit Paget, dysplasia fibrosa,
enchondromatosis, dan turun temurun beberapa exostoses dan retinoblastoma
(kuman-garis bentuk) adalah faktor risiko. Kombinasi konstitusional mutasi
genetik dari RB (germline retinoblastoma) dan terapi radiasi dikaitkan dengan
risiko tinggi terutama pengembangan osteosarkoma, Li-Fraumeni Sindrom
(mutasi germline), dan Rothmund-Thomson Sindrom (autosomal yang terdesak
asosiasi dari bawaan cacat tulang , dysplasia rambut dan kulit, hypogonadism,
dan katarak).
3. PATOFISIOLOGI
Sarkoma osteogenik (Osteosarkoma) merupakan neoplasma tulang
primer yang sangat ganas. Tumor ini tumbuh dibagian metafisis tulang tempat
yang paling sering terserang tumor ini adalah bagian ujung tulang panjang,
terutama lutut. Penyebab osteosarkoma belum jelas diketahui, adanya
hubungan kekeluargaan menjadi suatu predisposisi. Begitu pula adanya
hereditery. Dikatakan beberapa virus onkogenik dapat menimbulkan
osteosarkoma pada hewan percobaan. Radiasi ion dikatakan menjadi 3%
penyebab langsung osteosarkoma. Akhir-akhir ini dikatakan ada 2 tumor
suppressor gene yang berperan secara signifikan terhadap tumorigenesis pada
osteosarkoma yaitu protein P53 ( kromosom 17) dan Rb (kromosom 13).
Lokasi tumor dan usia penderita pada pertumbuhan pesat dari tulang
memunculkan perkiraan adanya pengaruh dalam patogenesis osteosarkoma.
Mulai tumbuh bisa didalam tulang atau pada permukaan tulang dan berlanjut
sampai pada jaringan lunak sekitar tulang epifisis dan tulang rawan sendi
bertindak sebagai barrier pertumbuhan tumor kedalam sendi. Osteosarkoma
mengadakan metastase secara hematogen paling sering keparu atau pada
tulang lainnya dan didapatkan sekitar 15%-20% telah mengalami metastase
pada saat diagnosis ditegakkan. Adanya tumor di tulang menyebabkan reaksi
tulang normal dengan respons osteolitik (destruksi tulang) atau respons
osteoblastik (pembentukan tulang).Beberapa tumor tulang sering terjadi dan
lainnya jarang terjadi, beberapa tidak menimbulkan masalah, sementara
lainnya ada yang sangat berbahaya dan mengancam jiwa. tinggi daripada rata-
rata memiliki risiko tambahan untuk mengembangkan penyakit. Anak-anak
yang telah mewarisi salah satu langka sindrom kanker juga berada di risiko
tinggi untuk osteosarkoma. Sindrom ini termasuk retinoblastoma (tumor jahat
yang berkembang di retina, biasanya pada anak-anak berusia di bawah umur 2
tahun) dan Li-Fraumeni Sindrom (jenis mewarisi mutasi genetik). Karena
berhubungan ke radiasi lain, dapat memicu DNA mutasi, anak-anak yang telah
menerima perawatan radiasi untuk episode sebelum kanker juga meningkat di
risiko untuk osteosarkoma. Gejala biasanya telah ada selama beberapa minggu
atau bulan sebelum pasien didiagnosa. Gejala yang paling sering terdapat
adalah nyeri, terutama nyeri pada saat aktifitas, adanya massa atau
pembengkakan. Tidak jarang terdapat riwayat trauma, meskipun peran trauma
pada osteosarkoma tidaklah jelas. Fraktur patologis sangat jarang terjadi,
terkecuali pada osteosarkoma telangiectatic yang lebih sering terjadi fraktur
patologis. Nyeri pada ekstrimitas dapat menyebabkan kekakuan. Riwayat
pembengkakan dapat ada atau tidak, tergantung dari lokasi dan besar dari lesi.
Gejala sistemik, seperti demam atau keringat malam sangat jarang.
Penyebaran tumor pada paru-paru sangat jarang menyebabkan gejala
respiratorik dan biasanya menandakan keterlibatan paru yang luas. Penemuan
pada pemeriksaan fisik biasanya terbatas pada tempat utama tumor :
1. Massa : massa yang dapat dipalpasi dapat ada atau tidak, dapat nyeri tekan
dan hangat pada palpasi, meskipun gejala ini sukar dibedakan dengan
osteomielitis. Pada inspeksi dapat terlihat peningkatan vaskularitas pada kulit.
2. Penurunan range of motion : keterlibatan sendi dapat diperhatikan pada
pemeriksaan fisik.
3. Lymphadenopathy : keterlibatan kelenjar limfa merupakan hal yang sangat
jarang terjadi.
4. KLASIFIKASI
5. GEJALA KLINIS
a. Rasa sakit (nyeri), Nyeri dan atau pembengkakan ekstremitas yang terkena
(biasanya menjadi semakin parah pada malam hari dan meningkat sesuai
dengan progresivitas penyakit).
b. Pembengkakan, Pembengkakan pada atau di atas tulang atau persendian
serta pergerakan yang terbatas (Gale. 1999: 245).
c. Keterbatasan gerak
d. Fraktur patologik.
e. Menurunnya berat badan
f. Teraba massa; lunak dan menetap dengan kenaikan suhu kulit di atas massa
serta distensi pembuluh darah maupun pelebaran vena.
g. Gejala-gejala penyakit metastatik meliputi nyeri dada, batuk, demam, berat
badan menurun dan malaise (Smeltzer. 2001: 2347).
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan yang biasa dilakukan:
a. Pemeriksaan radiologis menyatakan adanya segitiga codman dan destruksi tulang.
b. CT scan dada untuk melihat adanya penyebaran ke paru-paru.
c. Biopsi terbuka menentukan jenis malignansi tumor tulang, meliputi tindakan insisi,
eksisi, biopsi jarum, dan lesi- lesi yang dicurigai.
d. Skening tulang untuk melihat penyebaran tumor.
e. Pemeriksaan darah biasanya menunjukkan adanya peningkatan alkalin fosfatase.
f. MRI digunakan untuk menentukan distribusi tumor pada tulang dan penyebaran
pada jaringan lunak sekitarnya.
g. Scintigrafi untuk dapat dilakukan mendeteksi adanya “skip lesion”.
7. PENATALAKSANAAN
a. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan tergantung pada tipe dan fase dari tumor tersebut saat
didiagnosis. Tujuan penatalaksanaan secara umum meliputi pengangkatan
tumor, pencegahan amputasi jika memungkinkan dan pemeliharaan fungsi
secara maksimal dari anggota tubuh atau ekstremitas yang sakit.
Penatalaksanaan meliputi pembedahan, kemoterapi, radioterapi, atau terapi
kombinasi. Osteosarkoma biasanya ditangani dengan pembedahan dan / atau
radiasi dan kemoterapi. Protokol kemoterapi yang digunakan biasanya
meliputi adriamycin (doksorubisin) cytoksan dosis tinggi (siklofosfamid)
atau metrotexate dosis tinggi (MTX) dengan leukovorin. Agen ini mungkin
digunakan secara tersendiri atau dalam kombinasi.
Bila terdapat hiperkalsemia, penanganan meliputi hidrasi dengan
pemberian cairan normal intravena, diurelika, mobilisasi dan obat-obatan
seperti fosfat, mitramisin, kalsitonin atau kortikosteroid. ( Gale. 1999: 245 )
b. Tindakan keperawatan
1) Manajemen nyeri
Teknik manajemen nyeri secara psikologik (teknik relaksasi
napas dalam, visualisasi, dan bimbingan imajinasi) dan farmakologi
(pemberian analgetika).
2) Mengajarkan mekanisme koping yang efektif
Motivasi klien dan keluarga untuk mengungkapkan perasaan
mereka, dan berikan dukungan secara moril serta anjurkan keluarga
untuk berkonsultasi ke ahli psikologi atau rohaniawan.
3) Memberikan nutrisi yang adekuat
Berkurangnya nafsu makan, mual, muntah sering terjadi
sebagai efek samping kemoterapi dan radiasi, sehingga perlu diberikan
nutrisi yang adekuat. Antiemetika dan teknik relaksasi dapat
mengurangi reaksi gastrointestinal. Pemberian nutrisi parenteral dapat
dilakukan sesuai dengan indikasi dokter.
4) Pendidikan kesehatan
Pasien dan keluarga diberikan pendidikan kesehatan tentang
kemungkinan terjadinya komplikasi, program terapi, dan teknik
perawatan luka di rumah. (Smeltzer. 2001: 2350 ).
5) Jika diperlukan traksi, Prinsip Perawatan Traksi
a) Berikan tindakan kenyamanan ( contoh: sering ubah posisi,
pijatan punggung ) dan aktivitas terapeutik.
b) Berikan obat sesuai indikasi contoh analgesik relaksan otot.
c) Berikan pemanasan lokal sesuai indikasi.
d) Beri penguatan pada balutan awal / pengganti sesuai dengan
indikasi, gunakan teknik aseptic dengan tepat.
e) Pertahankan linen klien tetap kering, bebas keriput.
f) Anjurkan klien menggunakan pakaian katun longgar.
g) Dorong klien untuk menggunakan manajemen stress,
contoh: bimbingan imajinasi, nafas dalam.
h) Kaji derajat imobilisasi yang dihasilkan
i) Identifikasi tanda atau gejala yang memerlukan evaluasi
medik, contoh: edema, eritema.
Tujuan dari penatalaksanaan adalah untuk menghancurkan atau
mengankat jaringan maligna dengan menggunakan metode yang seefektif
mungkin.
Secara umum penatalaksanaan osteosarkoma ada dua, yaitu:
a. Pada pengangkatan tumor dengan pembedahan
biasanya diperlukan tindakan amputasi pada ekstrimitas yang
terkena, dengan garis amputasi yang memanjang melalui tulang
atau sendi di atas tumor untuk control lokal terhadap lesi
primer. Beberapa pusat perawatan kini memperkenalkan
reseksi lokal tulang tanpa amputasi dengan menggunakan
prosthetik metal atau allograft untuk mendukung kembali
penempatan tulang-tulang.
b. Kemoterapi
Obat yang digunakan termasuk dosis tinggi metotreksat
yang dilawan dengan factor citrovorum, adriamisin,
siklifosfamid, dan vinkristin.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. AKTIFITAS / ISTIRAHAT :
- Gejala : Kelemahan dan atau keletihan.
- Perubahan pada pola istirahat dan jam kebiasaan tidur pada malam
hari, adanya faktor-faktor yang mempengaruhi tidur misalnya, nyeri,
ansietas, berkeringat malam.
- Keterbatasan partisipasi dalam hobi, latihan.
b. SIRKULASI :
- Gejala : Palpitasi, nyeri dada pada pengerahan kerja.
c. INTEGRITAS EGO :
- Gejala : Faktor stres ( keuangan, pekerjaan, perubahan peran) dan
cara mengatasi stres ( mis: Merokok, menunda mencari pengobatan,
keyakinan religius). Masalah tentang perubahan dalam penampila
mis: pembedahan. Menyangkal diagnosis, perasan tidak berdaya,
putus asa, tidak mampu, tidak bermakna, kehilangan kontrol,
depresi.
- Tanda : Menyangkal, menarik diri, marah.
d. ELIMINASI :
- Gejala : Perubahan pada pola devekasi mis: darah pada feses, nyeri
pada devekasi.
- Tanda : Perubahan pada bising usus, distensi abdomen.
e. MAKANAN / CAIRAN :
- Gejala : Kebiasaan diet buruk ( mis: rendah serat, tinggi lemak
adiktif). Anoreksia, mual/muntah. Perubahan pada berat badan,
berkurangnya massa otot
- Tanda : perubahan pada turgor kulit/kelembaban; edema.
f. NEUROSENSORI :
- Gejala : pusing, sinkope.
g. NYERI ATAU KENYAMANAN :
- Gejala : Tidak ada nyeri atau derajat bervariasi misalnya
ketidaknyamanan ringan sampai nyeri berat.
h. PERNAFASAN :
- Gejala : Merokok ( tembakau, mariyuana, hidup dengan seseorang
yang merokok). Pemajanan abses.
i. INTERAKSI SOSIAL :
- Gejala : Ketidak adekuatan / kelemahan sistem pendukung. Riwayat
perkawinan ( berkenan dengan kepuasan dirumah, dukungan atau
bantuan). Masalah tentang fungs/ tanggung jawab peran.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Nyeri akut berhubungan dengan proses patologik dan pembedahan
(amputasi).
b. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal,
nyeri dan amputasi.
c. Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan atau jaringan
berhubungan dengan penekanan pada daerah tertentu dalam waktu yang
lama.
d. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan fraktur terbuka kerusakan
jaringan lunak.
e. Risiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan status
hipermetabolik berkenaan dengan kanker.
5. Mempercepat proses
penyembuhan, mencegah
6. Untuk menentukan
program latihan.
6. Kolaborasi
dengan bagian
fisioterapi.
3. Mencegah kontaminasi
3. Rawat luka
dan kemungkinan infeksi
dengan
silang.
menggunakan
tehnik aseptik
4. Merupakan indikasi
4. Mewaspadai
adanya osteomilitis.
adanya keluhan
nyeri
mendadak,
keterbatasan
gerak, edema
lokal, eritema
pada daerah
luka.
3. Berikan diet
3. Memenuhi
TKTP dan
kebutuhan
asupan cairan
metabolik
kuat
jaringan. Asupan
cairan adekuat
untuk
menghilangkan
produk sisa
4. Pantau hasil
pemeriksaan 4. Membantu
laboraturium mengidentifikasi
sesuai indikasi derajat
malnutrisi
4. IMPLEMENTASI
5. EVALUASI
1. Dx. 1 :
- Nyeri klien sudah berkurang.
- Klien sudah tampak mampu beristirahat dan merasa rileks
- KLien mampu memahami tentang nyeri dan mampu mengatasinya.
2. Dx. 2 :
- Klien memahami kondisi individual, program pengobatan.
- Keikut sertaan Klien dalam program latihan.
- Pasien menunjukkan kemampuan teknik beraktivitas
- Kemampuan pasien mempertahankan koordinasi sesuai tingkat optik.
3. Dx 3. :
- Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
4. Dx 4 :
- Klien tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi.
- Leokosit klien dalam bentuk normal.
- Tanda-tanda vital klien tampak normal.
5. Dx :
- Klien tampak memperlihatkan peningkatan berat badan
- Tidak terjadinya malnutrisi.
PATHWAY
DAFTAR PUSTAKA
Noor Helmi, Zairin. 2012. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal, Jakarta : Salemba medika, 2012
Price, Sylvia Anderson. 2011. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi
4. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Doenges, Marilynn, E. dkk. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi Revisi, 2010. EGC, Jakarta
http://www.scribd.com/doc/49448400/PATOFISIOLOGI-OSTEOSARCOMA
http://ifaria.files.wordpress.com/2012/01/patofis-osteosarcoma.doc
Meyer WH; Malawer MM. 2013. Osteosarcoma : Clinical features and Evolving Surgical and
Chemotheraputic Strategies, Pediatr Clin North Am 38:317