A. PENGERTIAN
Osteomielitis adalah infeksi pada sumsum tulang yang dapat disebabkan oleh bakteri,
virus atau proses spesifik (M. Tuberculosa, jamur) (Mansjoer, 2000, hal 358).
Osteomielitis adalah infeksi akut tulang yang dapat terjadi karena penyebaran infeksi
dari darah (osteomielitis hematogen) atau yang lebih sering, setelah kontaminasi fraktur
terbuka atau reduksi (osteomielitis eksogen) (Elizabet J. Coroin, 2001, hal 301).
Osteomielitis adalah infeksi pada tulang yang biasanya menyerang metafisis tulang
panjang (FKUI Jakarta, 1996, hal 131). Osteomielitis adalah radang sumsum tulang
(Ramali, 2002, hal 244).
B. KLASIFIKASI
Pembagian osteomielitis yang lazim menurut Arif Mansjoer (2000, hal 358) :
1. Osteomielitis primer, yang disebabkan penyebaran secara hematogen dari fokus
lain, osteomielitis primer dapat dibagi menjadi osteomielitis akut dan kronik.
2. Osteomielitis sekunder atau osteomielitis perkontinuitanum yang disebabkan
penyebaran kuman dari sekitarnya, seperti bisul dan luka.
Menurut Sjamsuhidajat (1997, hal 1.221-1.222) osteomilitis dibagi menjadi dua, antara
lain
1. Osteomielitis akut, infeksi tulang panjang yang disebabkan oleh infeksi lokal atau
trauma tulang.
2. Osteomielitis kronis, osteomilitis akut yang tidak diterapi secara adekuat
C. ETIOLOGI
Organisme penyebab umum menurut Sachdeva (1996, hal 92) :
1.
2.
3.
4.
Staphylococcus aureus
Streptococcus pyogenes
Pneumococcus
Escherichia coli
D. PATOFISIOLOGI
Faktor-faktor yang berperan dalam menimbulkan penyakit yaitu virulensi organisme dan
kerentanan hospes dengan status imun yang rendah. Penyakit ini lebih terbatas pada
metafisis tulang karena pembuluh darah cenderung melingkari metafisis sehingga
memungkinkan emboli terinfeksi menyangkut di daerah itu dan lapisan epifisis dapat
mencegah penyebaran infeksi ke sendi sehingga infeksi terkoalisir di metafisis. Itulah
sebabnya mengapa infeksi terjadi pada lapisan metafisis tulang yang mengalami
pertumbuhan pada anak-anak. Tetapi pada orang dewasa terjadi di diafisis.. Emboli yang
terinfeksi menyangkut di dalam pembuluh darah, menyebabkan trombosis sehingga
mengakibatkan nekrosis avaskuler pada bagian korteks tulang.
Respons peradangan terhadap infeksi mengakibatkan suhu tubuh meningkat dan terjadi
oedem dan mengakibatkan terangkatnya periosteum dari tulang sehingga memutuskan
lebih banyak suplai darah. Pengangkatan periosteum ini menimbulkan nyeri hebat,
apalagi dengan adanya tegangan eksudat dibawahnya, infeksi dapat pecah ke
subperiosteal kemudian menembus subkutis dan menyebar menjadi selulitis atau
menjalar melalui rongga subperiosteal ke diafisis. Infeksi juga dapat pecah ke bagian
tulang diafisis melalui kanalis medularis, penjalaran subperiosteal ke arah diafisis akan
memasuki pembuluh darah yang ke diafisis sehingga menyebabkan nekrosis tulang.
Tulang yang mengalami nekrosis dikenal sebagai sekuestrum. Tulang dimana
periosteum terangkat melapisi tulang yang mati dikenal dengan involukrum. Pus
mencari jalan keluar dari lapisan tulang baru melalui serangkaian lubang yang dikenal
dengan kloaka. (Sachdeva, 1996. hal 92 dan Sjamsuhidayat, 1997, 1221)
E. MANIFESTASI KLINIK
Menurut Sachdeva (1996, hal 93) gejala penyakit yang paling umum ialah rasa nyeri
yang perlahan-lahan meningkat, keparahannya sehingga menderita demam dan toksik
dalam waktu 48 jam. Tanda fisik yang penting ialah nyeri tekan lokal dekat metafisis.
Menurut Elizabet J Corwin (2001, hal 301) : gejala gejala osteomielitis hematogen
antara lain adalah demam, menggigil dan keengganan menggerakkan anggota badan
yang sakit.
Pada orang dewasa, gejala mungkin samar dan berupa demam, lemah dan malaise.
Infeksi saluran nafas, saluran kemih, telinga atau kulit sering mendahului osteomielitis
hematogen. Osteomielitis eksogen biasanya disertai tanda-tanda cedera dan peradangan
ditempat nyeri. Terjadi demam dan pembesaran kelenjar getah bening regional.
Menurut M.A. Handerson (1997 : 213/215) gejala pada osteomilitis akut yaitu nyeri
tekan akut pada daerah tulang yang sakit, nyeri bila bagian yang sakit digerakkan. Tanda
fisiknya yaitu pembengkakan dan kemerahan, pyrexia, panas tinggi. Sedangkan pada
osteomilitis kronik gejalanya yaitu nyeri pada tulang yang kumat-kumatan selama suatu
jangka waktu yang panjang. Tanda fisiknya pada pemeriksaan sinar memperlihatkan
adanya kavitasi.
F. KOMPLIKASI
Penyakit infeksi dapat menimbulkan komplikasi dini dan lanjut. Komplikasi dini dapat
berupa pembentukan abses jaringan lunak dan arthritis septik, sementara itu komplikasi
lanjutnya berupa osteomielitis kronis, fraktur patologis, kontraktur sendi dan gangguan
pertumbuhan tulang. Smeltzer & Bare (2002 : 2387)
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan darah : sel darah putih meningkat sampai 30.000 disertai laju endap
darah ; pemeriksaan titer antibody anti-stafilokokus ; pemeriksaan kultur darah
untuk menentukan bakterinya (50% POSITIF) dan di ikuti uji sensetivitas.selain
itu,harus diperiksa adanya penyakit anemia sel sabit yang merupakan jenis
osteomeilitis yang jarang terjadi.
2. Pemerisaan feces : pemeriksaan feces untuk kultur dilakukan bila trdapat
kecurigaaninfeksi oleh bakteri.
3. Pemeriksaan biopsy : pemeriksaan di lakukan pada tempat yang di curigai.
4. Pemeriksaan ultra sound: pemeriksaan ini dapat memperlihatkan efusi pada sendi.
5.
5. Pemeriksaan radiologi: Pada pemeriksaan foto polos sepuluh hari pertama,tidak di
temukan kelainan radiologis yang berarti, dan mungkin hanya di temukan
pembengkakan jaringan lunak.Gambaran destruksi tulang dapat dilihat setelah
sepuluh hari (2 minggu). Pemeriksaan radioisotope akan memperlihatkan
penangkapan isotop pada daerah lesi.
H. PENATALAKSANAAN MEDIS
diirigasi secara langsung dengan larutan salin fisiologis steril. Terapi antibiotika
dilanjutkan.
Pada osteomielitis kronik, antibiotika merupakan ajuvan terhadap debridemen bedah.
Dilakukan sequestrektomi (pangangkatan involukrum secukupnya supaya ahli bedah
dapat mengangkat sequestrum). Kadang harus dilakukan pengangkatan tulang untuk
menjalankan rongga yang dalam menjadi cekungan yang dangkal (saucerization). Semua
tulang dan kartilago yang terinfeksi dan mati diangkat supaya dapat terjadi
penyembuhan yang permanen.
Luka dapat ditutup rapat untuk menutup rongga mati (dead space) atau dipasang tampon
agar dapat diisi oleh jaringan grunulasi atau dilakukan grafting dikemudian hari. Dapat
dipasang drainase berpenghisap untuk mengontrol hematoma dan membuang debris.
Dapat diberikan irigasi larutan salin normal selama 7 sampai 8 hari. Dapat terjadi infeksi
samping dangan pemberian irigasi ini.
Rongga yang didebridemen dapat diisi dengan grafit tulang kanselus untuk merangsang
penyembuhan. Pada defek yang sangat besar, rongga dapat diisi dengan transfer tulang
berpembuluh darah atau flap otot (dimana suatu otot diambil dari jaringan sekitarnya
namun dengan pembuluh darah yang utuh). Teknik bedah mikro ini akan meningkatkan
asupan darah, perbaikan asupan darah kemudian akan memungkinkan penyembuhan
tulang dan eradikasi infeksi. Prosedur bedah ini dapat dilakukan secara bertahap untuk
menyakinkan penyembuhan. Debridemen bedah dapat melemahkan tulang, yang
kemudian memerlukan stabilisasi atau penyokong dengan fiksasi interna atau alat
penyokong eksterna untuk mencegah terjadinya patah tulang (Smeltzer, Suzanne C,
2002).
MANAJEMEN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. B1 (Breathing) : Pada inspeksi, didapat bahwa klien osteomielitis tidak mengalami
kelainan pernapasan. Pada palpasi toraks, ditemukan taktil fremitus seimbang kanan
dan kiri. Pada auskultasi, tidak didapat suara napas tambahan.
2.
B2 (Blood) : Pada inspeksi, tidak tampak iktus jantung. Palpasi menunjukan nadi
meningkat, iktus tidak teraba. Pada auskultasi, didapatkan S1 dan S2 tunggal, tidak
ada mundur.
5.
B5 (Bowel) :Inspeksi abdomen: Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia. Palpasi:
Turgor baik, hepar tidak teraba. Perkusi: Suara timpani, ada pantulan gelombang
cairan. Auskultasi: Peristaltik usus normal (20 kali/menit). Inguinal-genitalia-anus:
Tidak ada hernia, tidak ada pembesaran limfe, tidak ada kesulitan defekasi. Pola
nutrisi dan metabolisme. Klien osteomielitis harus mengonsumsi nutrisi melebihi
kebutuhan sehari-hari, seperti kalsium, zat besi, protein, vitamin C, dan lainnya untuk
membantu proses penyembuhan infeksi tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien
dapat membantu menentukan penyebab masalah muskuloskletal dan mengantisipasi
komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat, terauma kalsium atau protein. Masalah
nyeri pada osteomielitis menebabkan klien kadang mual atau muntah sehingga
pemenuhan nutrisi berkurang. Pola eliminasi: Tidak ada gangguan pola eliminasi,
tetapi tetap perlu dikaji frekuensi, konsistensi, warna, serta bau feces. Pada pola
berkemih, dikaji frekuensi, kepekatan, warna, bau, dan jumlah urine.
6.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Preoperatif
1. Nyeri yang berhubungan dengan distensi jaringan oleh akumulasi cairan / proses
inflamasi.
2. Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan nyeri dan bengkak sendi.
3. Kurang pengetahuan tentang kondisi atau prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi.
Intraoperatif
1. Resiko tinggi perdarahan berhubungan dengan proses pembedahan.
Postoperatif
1. Nyeri yang berhubungan dengan inflamasi, insisi dan drainase.
2. Resiko infeksi berhubungan dengan luka insisi.
3. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri, alat imobilisasi dan
keterbatasan menahan beban berat badan.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
PREOPERATIF
Nyeri yang berhubungan dengan distensi jaringan oleh akumulasi cairan / proses
inflamasi. (Doengoes, 2000, hal. 861).
Tujuan : Nyeri dapat terkontrol atau hilang.
Kriteria hasil : Melaporkan bahwa nyeri hilang / terkontrol, menunjukkan lebih nyaman
dan rileks, waktu istirahat dan aktivitas seimbang
Intervensi :
1. Kaji lokasi, intensitas dan tipe nyeri.
Rasional : Untuk dapat mengidentifikasi rasa nyeri dan ketidaknyamanan yang dapat
berguna dalam penanganan medik dan intervensi keperawatan.
2. Tinggikan dan dukung ekstremitas yang terkena.
Rasional : Meningkatkan aliran balik vena menurunkan edema dan menurunkan
nyeri.
3. Jelaskan prosedur sebelum memulai tindakan keperawatan.
Rasional : Memungkinkan pasien untuk siap secara mental untuk aktivitas juga
berpartisipasi dalam mengontrol ketidaknyamanan.
4. Lakukan dan awasi latihan rentang gerak pasif atau aktif.
Rasional : Mempertahankan kekuatan atau mobilitas otot yang sakit dan
memudahkan resolusi inflamasi pada jaringan yang cedera.
5. Berikan alternatif tindakan kenyamanan, contoh perubahan posisi.
Rasional : Meningkatkan sirkulasi umum, menurunkan area tekanan lokal dan
kelelahan otot.
6. Dorong menggunakan tehnik manajemen stress, latihan nafas dalam.
Rasional : Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol dan dapat
meningkatkan kemampuan koping dalam manajemen nyeri, yang mungkin
menetapkan untuk periode lebih lama.
Rasional : Untuk dapat mengidentifikasi rasa nyeri dan ketidaknyamanan yang dapat
berguna dalam penanganan medik dan intervensi keperawatan.
2. Tinggikan dan dukung ekstremitas yang terkena.
Rasional : Meningkatkan aliran balik vena menurunkan edema dan menurunkan
nyeri.
3. Jelaskan prosedur sebelum memulai tindakan keperawatan.
Rasional : Memungkinkan pasien untuk siap secara mental untuk aktivitas juga
berpartisipasi dalam mengontrol ketidaknyamanan.
4. Lakukan dan awasi latihan rentang gerak pasif atau aktif.
Rasional : Mempertahankan kekuatan atau mobilitas otot yang sakit dan
memudahkan resolusi inflamasi pada jaringan yang cedera.
5. Berikan alternatif tindakan kenyamanan, contoh perubahan posisi.
Rasional : Meningkatkan sirkulasi umum, menurunkan area tekanan lokal dan
kelelahan otot.
6. Dorong menggunakan tehnik manajemen stress, latihan nafas dalam.
Rasional : Memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa kontrol dan dapat
meningkatkan kemampuan koping dalam manajemen nyeri, yang mungkin
menetapkan untuk periode lebih lama.
7. Berikan obat sesuai indikasi : narkotik dan analgesik non narkotik.
Rasional : Diberikan untuk menurunkan nyeri dan atau spasme otot.
Resiko infeksi berhubungan dengan luka insisi.
Tujuan : Tidak terjadi pesiko perluasan infeksi yang dialami.
Kriteria Hasil : Mencapai waktu penyembuhan.
Intervensi :
1. Berikan perawatan luka.
Rasional : Mencegah pemasukan bakteri dari infeksi/ sepsis lanjut.
2. Ganti balutan dengan sering, pembersihan dan pengeringan kulit sepanjang waktu.
Rasional : Balutan basah menyebabkan kulit iritasi dan memberikan media untuk
pertumbuhan bakteri, peningkatan resiko infeksi luka.
3. Berikan antibiotic sesuai indikasi.
Rasional : Mungkin diberikan secara profilaktik sehubungan dengan peningkatan
resiko infeksi.
Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri, alat imobilisasi dan
keterbatasan menahan beban berat badan.
Tujuan : Gangguan mobilitas fisik dapat berkurang setelah dilakukan tindakan
keperawatan. Kriteria Hasil : Meningkatkan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 1997. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah, Volume 3. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Doenges, Marilynn E, dkk. 1993. Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman Untuk
Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Doenges,Marilynn E.1999.Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3.EGC : Jakarta,hal 569
-595. Mansjoer, Arif, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Mutataqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.