Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK

PERUBAHAN FISIOLOGIS DAN KONDISI PATOLOGIS SISTEM


GASTROINTESTINAL PADA LANSIA

Kelas A
Focus Group 3

Aulia Mufti Rahmawati 1306403724


Cintia Fajri Utami 1306377663
Dita Permata Eleana 1306409406
Esti Nur Rohmah 1306402646
Kurnia Fattah 1306409412
Siti Kholilah 1306378155

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS INDONESIA
2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas segala rahmat dan anugrah-Nya yang
telah diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Perubahan Fisiologis dan Kondisi Patologis Sistem Gastrointestinal Pada Lansia”. Tujuan
penulisan makalah ini ialah memberikan pemahaman terkait perubahan fisiologis sistem
tubuh lansia yaitu salah satunya sistem gastrointestinal, serta gangguan patologis terkait
sistem tubuh tersebut yang mungkin terjadi di lansia.
Penulis menucapkan terima kasih kepada fasilitator mata ajar Keperawatan Gerontik,
kelas A, Ibu Ns. Dwi Nurviyandari K, S.Kep., MN. yang mengarahkan penulis terkait materi
sehingga penulis mampu menyusun makalah ini. Penulis menyadari bahwa masih terdapat
kesalahan dalam hal penulisan maupun penyajian dari makalah ini.
Penulis berharap akan adanya krtitik dan saran dari para pembaca yang bersifat
membangun. Kritik dan saran berguna sebagai bahan evaluasi bagi penulis agar dapat
memperbaiki dalam penyususnan makalah selanjutnya. Akhir kata, penulis berharap agar
makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan dapat menambah pengetahuan dari pembaca.

Depok, 10 Maret 2016

Tim Penulis

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ............................................................................................................................ i

Daftar Isi .................................................................................................................................... ii

BAB 1: Pendahuluan.................................................................................................................iii

1.1.Latar Belakang.............................................................................................................iii

1.2.Rumusan Masalah ....................................................................................................... iv

1.3.Tujuan Penulisan ......................................................................................................... iv

1.4.Metode Penulisan ........................................................................................................ iv

1.5.Sistematika Penulisan .................................................................................................. iv

BAB 2: Isi .................................................................................................................................. 1

2.1. Perubahan Fisiologis Sistem Gatrointestinal .............................................................. 1

2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Fungsi Sistem Pencernaan pada Lansia ............. 5

2.3. Gangguan Patologis yang sering terjadi pada sistem pencernaan lansia .................... 7

2.3.1. Konstipasi pada Lansia ................................................................................. 7

2.3.2. Malnutrisi pada Lansia.................................................................................. 8

2.4. Pengkajian Terkait Gastrointestinal dan Nutrisi pada Lansia ...................................... 9


2.4.1. Pengkajian IMT dan MNA pada Lansia ....................................................... 9
2.4.2. Pengkajian IPPA & Tes Diagnostik ............................................................ 11
2.4.3. Tes Diagnostik ............................................................................................ 14
BAB 3: Penutup ....................................................................................................................... 17

3.1. Kesimpulan ................................................................................................................ 17

3.2. Saran .......................................................................................................................... 17

Daftar Pustaka .......................................................................................................................... 18

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Badan Pusat Statistik (2012) mengatakan populasi lansia di Indonesia pada tahun
2012 mencapai 7,56% dari seluruh jumlah penduduk di Indonesia. Sedangkan didunia jumlah
lansia tahun 2014 mencapai 7,4 milliar (United Nation, 2014). Pada tahun 2050 diperkirakan
terjadi pengikatan lansia di Indonesia maupun di dunia. Pada tahun 2013 dikatakan angka
kesakitan lansiadi Indonesai mencapai 26,63% dari jumlah populasi lansia di Indonesia
(Kemenkes, 2013). Dengan adanya peningkatan populasi lansia dan untuk meningkatkan
kesehatan lansia, pelayanan keperawatan juga harus semakin membaik.
Lansia merupakan individu yang unik, dimana pada lansia sudah mengalami
perubahan baik secara fisiologis, psikologis maupun kognitif. Perubahan fisiologis tubuh
lansia tidak terkecuali dengan sistem gatrointestinal seperti perubahan pada mulut, esofagus,
lambung, usus halus, usus besar, anus dan organ aksesoris seperti hati, kandung empedu dan
pankreas. Perubahan yang dialami lansia memengaruhi kehidupan lansia tersebut seperti
meningkatnya resiko sakit dan perubahan perilaku pada lansia.
Lansia sangat menyadari perubahan yang terjadi pada diri mereka, sehingga ketika
terjadi perubahan maka mereka mengaggap itu adalah patologis (penyakit). Penyakit yang
sering diderita lansia akibat perubahan fisiologis sistem gastrointestinal seperti konstipasi dan
malnutrition berupa undernutrition atau overnutrition (obesitas). Ketika lansia sakit, mereka
cenderung mencari informasi tentang penyakitnya dan melakukan hal yang mereka yakini
benar tetapi sebenarnya tidak baik untuk kesehatan. Oleh karena itu, perawat harus mengkaji
secara intensif apa yang diderita lansia sesuai dengan acuan pengkajian pada sistem
gastrointestinal.
Dengan justifikasi di atas, penulis ingin memaparkan perubahan fisiologis pada sistem
gastrointestinal pada lansia yang akan berpengaruh kepada perilaku kehidupan lansia. Tulisan
ini berjudul “Perubahan Fisiologi Sistem Gastrointestinal pada Lanjut Usia”. Tulisan ini
dibuat bertujuan untuk memberikan informasi bagi pembaca dan penulis yang merupakan
calon perawat yang pada akhirnya dapat memberikan intervensi yang sesuai pada lansia.

iii
1.2. Rumusan Masalah
Lansia memiliki keunikan tersendiri. Secara fisiologis lansia mengalami perubahan
pada berbagai sistem tubuhnya, salah satunya adalah sistem pencernaan. Kondisi
fisiologis lansia perlu dilakukan untuk menemukan adanya perubahan kondisi baik
perubahan normal maupun perubahan yang mengarah ke patologis. Pengkajian sistem
pencernaan di lakukan dengan beberapa cara yaitu pengkajian inspeksi, palpasi, perkusi,
dan auskultasi (IPPA), tes diagnostik, MNA, dan IMT. Sistem pencernaan lansia dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor yang menyebabkan beberaoa gangguan pada sistem
pencernaan. Beberapa kondisi gangguan pencernaan juga muncul karena dampak dari
perubahan fisiologis lansia.
1.3. Tujuan Penulisan
1.3.1. Menguraikan perubahan fisiologis pada sistem pencernaan yang dialami lansia
1.3.2. Menguraikan beberapa jenis pengkajian sistem pencernaan dan status nutrisi
lansia
1.3.3. Menguraikan beberapa temuan normal pada pengkajian sistem pencernaan dan
status nutrisi lansia
1.3.4. Menjelaskan beberapa faktor yang mempengaruhi sistem pencernaan pada
lansia
1.3.5. Menjelaskan beberapa gangguan sistem pencernaan dan nutrisi sebagai efek dari
perubahan fisiologis lansia.
1.4. Metode Penulisan
Makalah ini disusun dengan metode penulisan penulusuran pustaka. Penelusuran
pustaka dilakukan dengan mencari referensi melalui literatur mulai dari buku, website
resmi, dan jurnal kesehatan. Kemudian hasil penelusuran disusun, disitasi, dan dianalisis.
1.5. Sistematika Penulisan
Makalah ini disusun dalam 3 bab, yang terdiri dari Bab I, Bab II, dan Bab III. BAB
I merupakan pendahuluan yang terdiri dari, latar belakang, rumusan masalah, metode
penulisan, dan sistematika penulisan. Pada BAB II merupakan isi yang terdiri dari
berbagai hasil tinjauan literatur. Pada bab terakhir, BAB III merupakan penutup yang
terdiri dari kesimpulan hasil penulusuran literatur dan saran

iv
BAB II

ISI

2.1. Perubahan Fisiologis Sistem Gatrointestinal


Sistem GI sebagai jalur pemasokan nutrisi untuk pertumbuhan dan perbaikan sel
dengan melakukan ingesti, pencernaan mekanik, digesti, sekresi, absorpsi, dan ekskresi
terhadap makanan yang masuk (Martini, Nath, dan Bartholomew, 2012). Semakin
bertambahnya usia kerja sistem GI mengalami perubahan berupa penurunan motalitas dan
perubahan struktur organ. Selain itu, produktivitas dari kelenjar endokrin maupun eksokrin
juga mengalami penurunan yang berpengaruh juga terhadap sistem gastrointestinal.
Mulut berfungsi yang mencerna makanan menjadi bolus mengalami perubahan
fisiologis pada lansia. Perubahan pada enamel gigi menjadi lebih keras dan rapuh, dentin
menjadi lebih berserabut, dan ruang saraf menjadi pendek dan sempit menyebabkan gigi
menjadi mudah tanggal (Miller, 2012). Meiner dan Lueckenotte (2006) menambahkan
tanggal gigi disebabkan juga karena kerusakan jaringan disekitar gigi, dan resorpsi dan
deposisi tulang yang terjadi secara bersamaan. Miller (2012) pada lansia juga mengalami
penurunan sekresi saliva. Saliva berfungsi mensekresikan enzim percernaan, mengatur flora
mulut, remineralisasi gigi, meningkatkan nafsu makan, pelumas jaringan lunak dan
membantu mencerna makanan. Penurunan sekresi saliva lebih banyak terjadi akibat kondisi
patologis dan efek dari penggunaan obat seperti analgesik.
Pada lansia juga terjadi penurunan sense of taste khususnya manis dan asin dan sense
of smell. Seseorang dapat merasakan makan dimulut karena memiliki taste bund, pada lansia
taste bund mengalami penurunan jumlah dan terjadi atropi (Meiner dan Lueckenotte, 2006).
Sehingga lansia mengalami perubahan rasa (disgeusia), kemampuan untuk merasakan
menurun (hypogeusia) dan tidak dapat merasakan beberapa rasa (ageusia). Mukosa mulut
juga mengalami perubahan berupa kehilangan elastisitas, atrofi sel epitel, dan suplai darah
berkurang ke jaringan ikat (Miller, 2012). Hal ini mengakibatkan lansia mengalami
penurunan nafsu makan dan rentan infeksi dan ulserasi di mulut.
Pada esophagus terdapat gelombang peristaltik yang menyebabkan makanan dapat
masuk ke lambung. (Miller, 2012) mengatakan lansia mengalami penurunan gelombang
peristaltik dan esophagus menjadi meregang. Selain itu, lansia juga mengalami presbyphagia
yaitu melambatnya menelan. Mitty (2008) menambahkan lower esophageal sphingter
mengalami penurunan untuk relaksasi sehingga lansia rentan mengalami refluks makanan.

1
Hal ini menyebabkan risiko tinggi terjadi aspirasi pada lansia yang dapat menyebabkan
penyakit pada saluran pernapasan seperti pneumonia.
Setelah makanan sampai di lambung, makanan akan mengalami pencernaan lebih
kompleks seperti motilitas, sekresi dan digesti. Ebersole, Hess, Touhy dan Jett (2005)
mengatakan lambung pada lansia banyak mengalami perubahan fisiologis berupa penurunan
motalitas, volume dan penurunan sekresi bikarbonat serta mukus lambung. Perubahan ini
disebabkan karena atropi lambung dan Hypochlorydria (ketidakcukupan HCL). Penurunan
motilitas lambung menyebabkan makanan menjadi lama dicerna dilambung sehingga terjadi
peningkatan waktu pengosongan lambung dan lansia menjadi jarang makan.
Atropi lambung menyebabkan penurunan sekresi mukus dan parietal sel (Newton,
2005). Dimana sekresi mukus sebagai pelindung mukosa lambung ketika terjadi proses
pencernaan makanan, sedangkan parietal sel akan mensekresikan HCL yang berfungsi untuk
membunuh zat berbahaya dalam makanan dan sekresi pepsin. Hal ini menyebabkan
penurunan perlindungan terhadap mukosa lambung dan tidak adanya pertahanan pertama
untuk membunuh bakteri H. Pylori. Ebersole, Hess, Touhy dan Jett (2005) mengatakan
penurunan sekresi parietal sel juga menyebabkan penurunan faktor intrinsik (glikoprotein)
untuk penyerapan Vitamin B12 sehingga lansia rentan mengalami anemia.
Pada lambung juga terjadi perubahan mekanisme pertahanan mukosa seperti
prostaglandin, bikarbonat, dan mekanisme perbaikan (repair mechanism). Prostaglandin
diproduksi dari asam arakidonat oleh epitel lambung sebagai respon cidera, dengan
bertambahkan usia produksi prostaglandin ini menurun. Hal ini dikarenakan, pada lansia jalur
konversi asam arakinodat menjadi prostaglandin menjadi abnormal (Newton, 2005). Pada
lansia juga terjadi penurunan produksi bikarbonat dan kemampuan memperbaiki sendiri
ketika terjadi kerusakan. Dengan adanya perubahan berupa penurunan produksi HCL, pepsin,
dan mekanisme pertahanan mukosa menyebabkan lambung tidak dapat melindungi mukosa
lambung secara optimal sehingga rentan mengalami penyakit lambung seperti peptic ulcer
yang diperparah dengan konsumsi obat-obatan NSAIDs.
Hati dan kandung empedu sebagai organ aksesori sistem GI juga mengalami
perubahan. Hati berperan dalam metabolisme protein, lemak dan karbohidrat, membunuh zat
toksik, dan mensekresi empedu. Semakin bertambah usia, hati menjadi lebih kecil, berserat,
terakumulasi lipofuscin (pigmen coklat), dan menurunnya aliran darah (Miller, 2012). Hal ini
menyebabkan makanan yang masuk tidak di metabolisme dengan sempurna untuk
menghasilkan ATP untuk kerja sel tubuh dan zat toksik tidak dibunuh dengan optimal
sehingga lansia rentan terhadap penyakit. Kandung empedu mensekresikan empedu setelah
2
dirangsang oleh hati yang berfungsi untuk mencerna lemak dalam tubuh. Semakin
bertambahkan usia terjadi penurunan jumlah sekresi empedu, pelebaran saluran empedu,
peningkatan sekresi cholecystokinin (Miller, 2012). Hal tersebut mengakitbatkan lemak tidak
dimetabolisme dengan sempurna, meningkatnya risiko terjadi batu empedu, dan menurunnya
nafsu makan.
Pankreas memiliki fungsi yang sangat esensial bagi pencernaan. Sebagai kelenjar
yang multifungsi, pankreas banyak memproduksi enzim-enzim yang berperan dalam
penetralan keasaman di kimus, pemecahan lemak, protein, dan karbohidrat di usus halus.
Peran yang tak kalah pentingnya adalah fungsi pankreas dalam pengaturan gula darah.
Pankreas memproduksi hormon insulin dan glikogen yang berfungsi sebagai pengatur level
gula darah. Penuaan berpengaruh pada pengurangan berat pankreas, hiperplasia kelenjar,
fibrosis pada bagian cuping, dan pengurangan kecepatan respon sel B dalam pengaturan
glukosa. Perubahan ini tidak berdampak langsung dalam fungsi pencernaan. Tetapi yang
cukup berbahaya adalah penurunan kemampuan pengaturan metabolisme glukosa. Hal ini
mengakibatkan lebih rentannya lansia untuk terkena diabetes tipe 2. Penambahan umur juga
mempengaruhi sekresi eksokrin dari pankreas. Hal ini mengakibatkan menurunnya aliran
enzim dan pengurangan produksi bikarbonat dan enzim.
Di usus halus, makanan telah berbentuk kimus yang siap dicerna menggunakan
enzim-enzim pencernaan dari usus kecil, hati, dan pankreas. Penuaan berpengaruh pada
kekuatan otot di usus dalam gerakan peristaltik. Selain itu, mukosa yang bertugas melicinkan
permukaan juga berkurang. Perubahan lain yang terjadi menurut Miller (2012) adalah adanya
atrofi otot, pengurangan jumlah folikel limfatik, pengurangan berat usus kecil, serta
memendek dan melebarnya vili. Perubahan struktur ini tidak berdampak signifikan pada
motilitas, permeabilitas, atau waktu pencernaan. Tetapi yang perlu diwaspadai, perubahan ini
dapat berdampak pada fungsi sistem imun dan absorpsi nutrien, seperti folat, kalsium,
vitamin B12 dan D. Penuaan dapat mengakibatkan turunnya jumlah enzim laktase. Hal ini
mengakibatkan penguraian nutrien makanan pun lebih lama. Selain itu, lansia juga berpotensi
mudah kembung karena lebih mudah mengalami peningkatan jumlah bakteri. Hal ini
memungkinkan adanya sakit perut, perut terlihat besar karena kembung, dan juga kehilangan
berat badan. Bakteri dapat berbahaya jika berkembang tanpa kontrol karena akan mengurangi
absorpsi nutrisi tertentu seperti vitamin B12, zat besi, dan kalsium. Dalam usus halus,
menurut Grassi et all (2011) mayoritas penelitian membuktikan tidak ada perubahan yang
signifikan dalam motilitas karena penuaan. Namun memang pada proses absorpsinya,
terdapat beberapa perubahan akibat penurunan fungsi.
3
Setelah nutrien di absorpsi di usus halus, kimus akan memasuki usus besar. Di usus
besar, terjadilah absorpsi air dan elektrolit, serta pembuangan zat sisa/sampah metabolisme
pencernaan. Penuaan berpengaruh pada beberapa hal, seperti pengurangan sekresi mukus,
pengurangan elastisitas dinding rektum, dan pengurangan kemampuan mempersepsikan
distensi dinding rektum. Berbeda dengan usus halus, pada kolon motilitasnya berubah ketika
terjadi penuaan. Hal ini karena adanya penurunan neuron dalam pleksus, terutama pleksus
mienterik (Grassi et al, 2011). Namun, Tabloski (2014) mengungkapkan motilitas dan transisi
pada kolon lansia sebenarnya tidak berbeda jauh dengan orang muda. Penuaan akan lebih
berefek pada penurunan kentut dan kekuatan sfingter anal. Penurunan kekuatan otot kolon
dapat menyebabkan berkembanganya divertikula. Divertikula ini disebabkan karena
tingginya tekanan di kolon, sementara kekuatan otot kolon sudah melemah sehingga tidak
mampu mendorong makanan dengan baik atau sempurna. Keadaan ini membuat suplai darah
ke usus besar tidak sempurna sehingga menyebabkan peradangan di daerah tertentu yang
disebut divertikula.

Beberapa faktor dapat mengubah fungsi kolon dan mengakibatkan perubahan pada
fungsi usus, seperti diagnosis dengan kelainan metabolisme atau endokrin, faktor gaya hidup
dan lingkungan seperti kekurangan fiber atau cairan dalam makanan, cedera atau kelainan
neurologis, permasalahan dalam mobilitas, permasalahan dalam kognitif atau psikis, atau
penggunaan obat-obatan tertentu. Hal ini dapat mempengaruhi kerja sistem cerna lansia dan
dapat mengakibatkan permasalahan seperti inkontinensia fekal, konstipasi, maupun diare.
Gaya hidup lansia juga mempengaruhi kerja usus besarnya. Ruiz (2015) mencontohkan
seperti menurunnya aktivitas fisik atau penggunaan obat-obat tertentu mampu melemahkan
kontraksi dalam usus besar.

4
2.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Fungsi Sistem Pencernaan pada Lansia
seiring bertambahnya usia, terjadi proses penuaan tubuh yang dapat menyebabkan berbagai
masalah kesehatan. Beberapa faktor yang mempengaruhi fungsi sistem pencernaan pada
lansia diantaranya:
1. Penurunan nafsu makan.
Salah satu dampak dari proses penuaan tubuh pada lansia adalah penurunan produksi
kelenjar saliva yang berfungsi sebagai peningkat nafsu makan. Penurunan produksi saliva ini
dapat menyebabkan xerostomia (kering mulut) (Kozier, 2008). Selain itu, terdapat beberapa
penyebab lainnya yang dapat menyebabkan penurunan nafsu makan pada lansia, diantaranya
adalah perubahan sensori (penglihatan, perasa, pembau), penyakit akut atau kronis,
berkurangnya kontak sosial pada saat makan, konsumsi obat yang berdampak menurunkan
nafsu makan, serta perubahan psikologis pada lansia (Dewi, 2014). Seiring bertambahnya
usia terjadi penurunan regenerasi sel perasa (taste cells), sehingga menyebabkan lansia sulit
membedakan rasa (Miller, 2012). Cara yang dapat dilakukan dalam mengatasi permasalahan
penurunan nafsu makan pada lansia adalah menganjurkan lansia agar makan dalam porsi
sedikit tapi sering, memberikan variasi makanan baik dari segi jenis, tampilan, dan rasa agar
lansia tertarik, serta menciptakan suasana makan yang nyaman (Tabloski, 2014 ).
2. Gangguan pada kesehatan gigi dan menelan
Pada umumnya, lansia cenderung membatasi jumlah dan jenis makanan yang
dikonsumsi akibat dari penurunan kemampuan lansia dalam mengunyah dan menelan. Hal
tersebut disebabkan oleh komponen gigi yang menjadi lebih keras namun rapuh serta ruang
saraf yang menjadi lebih pendek dan sempit, sehingga terjadi penurunan sensitivitas terhadap
rangsangan dan rentan fraktur (Miller, 2012). Hal tersebut dirasa perlu mendapatkan
perhatian khusus oleh caregiver dan careprovider lansia guna mempertahankan intake nutrisi
yang adekuat (Dewi, 2014). Hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah ini pada
lansia adalah memberikan makanan yang lembut dikunyah, bertekstur halus, dalam potongan
kecil, serta menganjurkan lansia untuk minum banyak air sehingga membantu mengunyah
dan menelan makanan (Tabloski, 2014 ). Beberapa hal yang menyebabkan kurangnya
perawatan gigi pada lansia diantaranya adalah kurangnya informasi pentingnya kebersihan
gigi, minimnya transportasi menuju pelayanan kesehatan gigi, serta kesalahan persepsi
mengenai perawatan gigi yang hanya dilakukan saat sudah menjadi masalah kesehatan
(Jablonski et al., 2009 dalam Miller, 2012).
3. Efek obat-obatan

5
Obat-obatan memiliki efek samping yang menyebabkan gangguan pencernaan dan
nutrisi yang tidak adekuat dengan mempengaruhi pola makan dan penyerapan nutrisi. Obat-
obatan dapat mengganggu proses penyerapan dan ekskresi nutrisi. Contohnya (Miller, 2012):
- Antibiotik spektrum luas dapat mengganggu flora usus dan sintesis nutrisi
- Obat-obatan dan vitamin yang memiliki struktur kimia yang mirip akan bersaing saat
bereaksi sehingga menggu proses ekskresi masing-masing.
- Beberapa obat yang bekerja dengan mengikat ion tertentu dan membentuk senyawa yang
tidak dapat diserap, misalnya tetrasiklin yang mengikat zatbesi dan kalsium
- Diuretik yang dapat mengganggu transportasi air, natrium, glukosa, dan asam amino
- Sumplemen dan obat-obatan herbal dapat mempengaruhi nutrisi, misalnya penggunaan
jangka panjang suplemen beta-karoten yang dapat menyebabkan defisiensi vitamin E
4. Kebiasaan atau gaya hidup
Kebiasaan merokok dan alkohol akan membahayakan status nutrisi lansia. Alkohol
memiliki kalori yang tinggi tetapi dengan nutrisi yang rendah. Selain itu, alkohol dapat
mengganggu penyerapan vitamin B-kompleks dan vitamin C. Rokok menyebabkan gangguan
sensori pembau dan perasa, serta mengganggu absorpsi vitamin C dan asam folat (Miller,
2012).
5. Faktor psikososial
Perubahan psikososial pada lansia dapat mempengaruhi nafsu makan lansia. Seperti
perubaan jadwal makan dan partisipasi pasangannya. Akan sulit bagi lansia yang sehari-
harinya terbiasa menyiapkan makanan untuk keluarga dan pasangannya, namun akibat proses
kehilangan, ia harus menyesuaikan diri dengan membeli, menyiapkan, dan makan tanpa
pasangannya, begitupula sebaliknya (Miller, 2012). Stress dan cemas dapat mempengaruhi
proses pencernaan, seperti muncul gejala anoreksia serta penurunan nafsu makan. Selain itu,
seiring bertambahnya umur akan muncul penurunan kognitif pada lansia (Grieger, et al, 2009
dalam Miller, 2012).
6. Faktor lingkungan, budaya dan sosial-ekonomi
Latar belakang budaya, etnis, agama, dan sosial ekonomi mempengaruhi cara individu
dan kelompok dalam memilih dan menyiapkan makanan dan minuman. Beberapa budaya
juga mengatur pola makan yang juga mempengaruhi status nutrisi individu. Oleh karena itu,
perawat perlu mengenali faktor budaya yang mempengaruhi status gizi lansia serta status
ekonomi dan sosial lansia tersebut sebelumnya. Lansia yang berasal dari sosial ekonomi
rendah biasanya memiliki kendala dalam pemenuhan nutrisi. Kondisi lingkungan dan kondisi
cuaca tertentu dapat menyebabkan lansia stres (Miller, 2012).
6
7. Perilaku akibat pengaruh mitos dan kesalahpahaman
Beberapa kelompok masyarakat memiliki kepercayaan bahwa makanan berserat dan
buah-buahan atau sayuran mentah berbahaya bagi lansia. Padahal, jika tubuh kekurangan
seratdan hanya memakan sayuran dan buaah yang dimasak dapat memperlambat waktu feses
saat melewati usus besar sehingga menyebaabkan konstipasi (Miller, 2012).

2.3. Gangguan Patologis yang sering terjadi pada sistem pencernaan lansia
2.3.1. Konstipasi pada Lansia
Konstipasi menurut NANDA (2014) merupakan penurunan frekuensi defekasi yang
normal pada klien, diikuti dengan kesulitan evakuasi feses yang keras dan kering, serta
sensasi incomplete yang klien rasakan. Konstipasi pada lansia disebabkan oleh faktor risiko
(multifaktorial) dan akibat perubahan usia (aging). Dalam Gallegos-Orozco (2012), faktor
eksternal dianggap lebih banyak menyebabkan konstipasi lansia namun beberapa perubahan
intrinsik fisiologis kolon juga dipertimbangkan sebagai penyebab konstipasi, antara lain : 1)
penurunan jumlah neuron pada myenteric plexus yang mengganggu stimulus defekasi secara
langsung, 2) peningkatan deposisi kolagen pada kolon descenden yang menyebabkan
abnormalitas kolon serta dismotilitas rektum, 3) penurunan stimulus saraf pada otot sirkular
kolon yang menyebabkan kurangnya koordinasi pergerakan segmental kolon, kemudian 4)
degenerasi jaringan fibro-fatty dan peningkatan ketebalan internal anal sphincter seiring
proses penuaan. Menurut Gallegos-Orozco (2012) pula, konstipasi yang disebabkan oleh
faktor risiko (multifaktorial) merupakan konstipasi yang diakibatkan oleh
1) Medikasi tertentu, contohnya pada lansia yang mengkonsumsi antikolinergik yang
memiliki efek samping menurunkan kontraktilitas otot polos pencernaan,
2) Perubahan diet seperti kurangnya intake cairan dan serat,
3) Imobilitas akibat gangguan kognitif dan neuromuskular, kemudian menurut
Tabloski (2014), juga dapat disebabkan oleh
4) Comorbid illnesses, seperti gangguan endokrin dan metabolisme, serta
5) Faktor perilaku dan psikososial lansia, dimana lamanya rawat inap juga
berkontribusi terhadap angka konstipasi dan seringnya menunda defekasi, sehingga
seringkali menyebabkan retensi fekal (Rao & Go, 2010).

Pemeriksaan pada lansia untuk mengetahui konstipasi terdiri dari anamnesa,


pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan diagnostik (Rao & Go, 2010).

7
Pemeriksaan Konstipasi Lansia
Pemeriksaan Fisik  Anamnesa : Frekuensi, kebiasaan defekasi,
intake makanan, karakteristik feses, medikasi,
perasaan incomplete saat defekasi
 Inspeksi : Area anal (erosi kulit, fisura anal,
dan hemoroid)
 Palpasi : Kuadran kiri bawah abdomen
 Auskultasi: bowel movement.
Pemeriksaan Diagnostik  Anorectal manometry : Fungsi anal sphincter
dan rektum dengan mengukur sensasi rektal,
refleks rectoanal, dan kompliansi rektal

2.3.2. Malnutrisi pada Lansia


Malnutrisi pada lansia terbagi menjadi dua yaitu undernutrition dan overnutrition.
Tabloski (2014) menjelaskan bahwa undernutrition merupakan kekurangan nutrisi yang
dibutuhkan lansia untuk perbaikan jaringan, sehingga menghasilkan evaluasi klinis yang
buruk seperti lamanya penyembuhan luka, pembentukan ulkus decubitus, kehilangan massa
otot, perubahan respon imun, lamanya lansia menginap di rumah sakit (hospitalization),
hingga peningkatan angka mortalitas lansia. Adapun fokus malnutrisi pada kondisi
undernutrition adalah unintentional weight loss. Unintentional weight loss, yaitu kehilangan
berat tubuh yang tidak diinginkan, dengan perhitungan sebanyak sekitar 5% kehilangan berat
badan dalam satu bulan dan 10% dalam 6 bulan (Tabloski, 2014), indeks massa tubuh <21,
dan lingkaran betis <31 cm (Bauer et al, 2006). Hal ini disebabkan oleh hal yang lebih
kompleks daripada hanya karena proses aging, namun dapat disebutkan adanya tiga penyebab
utama yaitu intake cairan dan makanan yang tidak adekuat, praktik iatrogenic, dan
peningkatan kehilangan nutrien akibat hipermetabolisme (Tabloski, 2014).
Faktor Penyebab Unintentional Weight Loss
Intake cairan dan nutrient tidak adekuat  Dehidrasi
 Kehilangan selera makan akibat perubahan
sistem pencernaan dan fungsi sensori
 Gangguan kognitif dan neuromuskular
(dysphagia)
 Perasaan membebani orang lain dalam
melakukan feeding dan toileting
Praktik iatrogenic  Tindakan NPO (nothing per oral)
 Tindakan pemberian nutrisi yang tidak sesuai

8
 Human error (dokumentasi nutrisi yang tidak
jelas)
Kehilangan nutrient akibat hipermetabolisme  Hipermetabolisme akibat demam, penyakit
infeksi, fraktur, dan gangguan
cardiopulmonal
Kondisi malnutrisi yang lain adalah overnutrition yang identik dengan kejadian
obesitas. Adapun dalam Han, Tajar, & Lean (2011), obesitas merupakan proses akibat
akumulasi lemak yang berlebihan dibanding kebutuhan fungsionalnya. Pada lansia, obesitas
didefinisikan oleh angka indeks massa tubuh >30, namun akibat adanya pemendekan tulang
spinal dan perubahan tinggi, digunakan waist circumference (WC) untuk menilai jaringan
adiposa total dan intra-abdominal pada lansia, dimana WC lansia laki-laki yang normal
berkisar 90-100 cm, wanita 80-90 cm, dan indikator WC untuk kondisi obesitas pada laki-laki
adalah >110 cm, dan wanita >95 cm. Secara fisiologis obesitas pada lansia disebabkan akibat
perubahan hormonal yaitu penurunan responsivitas hormon tyroid dan resistensi sel terhadap
leptin yang menyebabkan akumulasi lemak tubuh. (Newman, 2009). Obesitas juga
disebabkan oleh berbagai faktor risiko, yang meliputi perilaku, psikologis, sosial, dan
metabolik, yang lalu akan berdampak pada kesehatan lansia, antara seperti penyakit
kardiovaskular, kardiopulmonal, eksaserbasi asthma, kanker, dan peningkatan angka
morbiditas lansia (Han, Tajar, & Lean, 2011).
Faktor Risiko Obesitas
Perilaku (behaviour)  Sedentary lifestyles
 Pola makan yang tidak baik
 Diet tinggi lemak, rendah protein dan serat
Psikologis  Gangguan pola makan (bulimia nervousa)
Sosial  Kebudayaan
 Lingkungan yang membentuk pola makan
Metabolik  Diabetes mellitus
 Dyslipidemia

2.4. Pengkajian Terkait Gastrointestinal dan Nutrisi pada Lanjut Usia


2.4.1. Pengkajian IMT dan MNA pada Lansia
Pengkajian yang dapat dilakukan untuk menentukan status nutrisi lansia ialah tinggi
badan, berat badan, dan indeks masa tubuh (IMT). IMT merupakan ukuran komposisi tubuh
yang berhubungan dengan lemak tubuh dan biasanya digunakan sebagai indikator malnutrisi
(Miller, 2012). Formula IMT (Meiner, 2004), sebagai berikut :

9
BB (kg)
IMT =
TB (m2)

Setelah BB dan TB sudah dimasukkan ke dalam rumus diatas dan sudah diketahui
hasilnya maka selanjutnya membandingkan hasil tersebut dengan kategori status gizi lansia.
Klasifikasi IMT menurut WHO ialah <18.5 underweight, 18.5 - 24.9 healthy weight, 25 –
29.9 overweight, 30 – 34.9 obesity I, 35 – 39.9 obesity II, dan 40 obesity III (Public Health
England, 2013). Sedangkan Kategori status gizi lansia berdasarkan IMT menurut Depkes RI
(2005) dalam Oktariyani (2012), yaitu : < 18.5 kg/m2 (gizi kurang), 18.5 – 25 kg/m2 (gizi
normal), dan >25 (gizi lebih).
The Mini Nutritional Assessment (MNA) merupakan alat yang sering digunakan untuk
mengkaji status nutrisi lansia karena dapat dilakukan secara cepat dan mudah. Penilaian
MNA terdiri dari 2 bagian yaitu 6 skrining dan 12 pertanyaan dan sekitar 15 menit untuk
dapat menyelesaikannya (Miller, 2012). Pada bagian pertama pada MNA ialah enam
pertanyaan awal yang disebut sebagai fase skrining meliputi perubahan dalam mengkonsumi
makanan, penurunan berat badan, penurunan mobilitas, kehadiran stress psikologis dan
penyakit akut, kehadiran masalah neuropsikologi dan IMT. Pada fase ini, akan diketahui
mengenai lansia mempunyai status nutrisi yang baik atau kemungkinan malnutrisi (Caselato-
Sousa, et al., 2011). Jka hasil yang didapatkan menunjukkan berisiko dan atau malnutrisi,
evaluasi lebih lanjut harus dilakukan dengan mengajukan 12 pertanyaan.
Pada bagian kedua MNA ialah melakukan pengkajian yang meliputi tempat tinggal
lansia, jumlah obat-obatan yang dikonsumsi, cedera luka (ulkus decubitus), apakah kebiasaan
makan mandiri, persepsi mengenai kesehatan mereka, dan pengukuran lingkar lengan atas
(LLA) dan pengukuran lingkar betis. Setelah kedua belas pertanyaan sudah selesai diajukan,
skor yang sudah didapat dijumlahkan. Langkah terakhir ialah menjumlahkan hasil dari skor
skrining dan skor pengkajian untuk menentukan status gizi lansia yang meliputi nutrisi baik,
berisiko malnutrisi, dan malnutrisi (Caselato-Sousa, et al., 2011).

10
Sumber: mna-elderly.com/forms/MNA_english.pdf

2.4.2. Pengkajian IPPA


Pengkajian sangat diperlukan untuk menegakan diagnose keperawatan. Pengkajian
pada gastrointestinal terdapat beberapa cara, namun yang paling utama dilakukan adalah
dengan anamnesa, pengkajian IPPA, dan tes diagnostik.
 Anamnesa

11
Anamnesa merupakan langkah pengkajian dengan mengajukan pertanyaan untuk
mengidentifikasi kondisi pasien.. Dengan melakukan anamnesa, beberapa informasi yang
didapatkan yaitu,
 Pola makan dan intake nutrisi
 Gejala terkait kondisi patologis atau disfungsi pada sistem pencernaan
 Perilaku dalam menjaga kesehatan terkait perawatan oral
 Kondisi lingkungan yang mempengaruhi persiapan dan proses menikmati
makanan
 Perubahan terkait kondisi usia yang dapat mempengaruhi kebutuhan nutrisi dan
proses pencernaan.
 Pengetahuan kesehatan
Berikut ini merupakan tabel acuan untuk melakukan anamnesa berdasarkan
lingkup informasi yang ingin didapatkan.
Tabel Acuan Anamnesa terkait Gastrointestinal dan Nutrisi (Miller, 2012)
Kenyamanan Oral dan Kemampuan Sikap dan Kebiasaan terhadap Perawatan
Mengunyah Gigi
 Apakah anda mengalami kesulitan karena  Seberapa sering anda bertemu dengan
rasa nyeri dan perdarahan pada mulut? dokter gigi?
 Apakah terdapat gigi yang nyeri, goyang,  Kapan terakhir anda melakukan
atau sensitive terhadap suhu panas atau perawatan gigi?
dingin?  Kemana anda pergi biasaya untuk
 Apakah terdapat perdarahan pada gusi melakukan perawtan gigi?
anda?  Apa yang mencegah anda untuk pergi ke
 Apakah anada mengalami gangguan dokter gigi? (Jika tidak pernah atau
ketika mengunyah atau menelan makanan min.1kali/tahun)
atau cairan? Jika terdapat hal tersebut jenis  Apakah anda mengunakan benang gigi?
makanan atau minuman apakah itu? Seberapa sering (jika ya)? Apakah anda
 Apakah terdapat beberapa makan yang pernah diajarkan menggunakan benang
dihindari karena menimbulkan masalah gigi (jika tidak)?
dalam menelan atau mengunyah?
 Apakah mulut anda terasa kering?
Pola Persiapan dan Mengkonsumsi
Kebutuhan Nutrisi
Makanan

12
 Apakah anada menederita  Dimana biasayanya anda makan?
diabetes/penyakit jantung/ kondisi lain  Dengan siapa anda makan?
yang memerlukan modifikasi diet?  Apakah terdapat orang yang membantu
 Apakah anda memiliki alaregi makanan? anda menyiapkan makanan?
 Jenis medikasi apa yang ada konsumsi?
 Bagaimana pola aktivitas sehari-hari
anda?
Pola Eliminasi Usus Pola Pengadaan Makanan
 Berapa kali seminggu anda BAB?  Bagaimana biasanya anda berbelanja
 Apakah terdapat perubahan pola BAB kebutuhan sehari-hari?
anda?  Apakah anda mendapat bantuan untuk
 Apakah anda mengalami kesulitan BAB? pergi ke toko?
 Apakah anda pernah mengalmi diare atau  Dimana dan seberapa sering anda
BAB cair? berbelanja kebutuhan anda?
 Apakah anda pernah meggunakan obat  Bagaiamana anda biasanya mem-budget
pencahar atau obat yang membantu anda makanan?
BAB?  Apakah anda mendapat kesulitan dalam
 Apakah anda pernah merasakan sakit atau mendapatkan makanan dikarenakan
BAB berdarah ketika BAB? beberapa kondisi gangguan
fisik/transportasi?

 Inspeksi
 Observasi secara umum kondisi klien
 Observasi bagian oral. Bibir berwarna pink lembab, gigi intact, gusi pink tidak
ada perdarahan, mebran mukosa pink lembab, lidah pink lembab dan terdapat
variscoities pada permukaan bawah (Miller, 2012).Perhatikan jumlah gigi dan
penggunaan gigi palsu apakah penuh atau sebagian. Perhatikan apakah gigi palsu
yang digunakan terpasang pas. Cek apakah terdapat perdarahan dan kondisi
kebersihan mulut klien.
 Observasi Abdomen dan anus. Abdomen simetris dan bergerak ketika respirasi,
kulit anus sekitarnya halus, feses lembut kecoklatan (Miller, 2012). Observasi
kulit perut, bagaimana warna kulitnya, apakah terdapat lesi, apakah terdapat ruam
jamur pada lipatan kulitnya, pakah kulit terlihat kaku. Kondisi kekakuan pada

13
abdomen dapat menunjukan adanya obstruksi (Anderson, 2007). Selanjutnya
perhatikan kesimetrisan abdomen dan apakah terdapat pembengkakan pada
abdomen. Perhatikan bentuk abdomen klien.
 Palpasi
 Palpasi dilakukan untuk mengetahui bagaimana tekstur, masa, distensi, nyeri,
posisi organ, dan suhu (Berman,Snyder, & Frandsen, 2012).
 Palpasi dilakaukan dengan cara membagi abdomen menjadi 9 bagian, yang
dimana setiap bagian menggambarkan lokasi organ-organ pada abdomen.
 Kondisikan pasien dalam kondisi relaks sehingga otot abdomen dapat dengan
mudah dipalpasi dan tidak menimbulkan kerancuan.
 Jika terpalpasi masa pada abdomen maka hal tersebut dapat mengindikasi
diverticulitis, impaksi fekal, mesenteric thrombosis, atau kanker (Anderson,
2007).
 Perkusi
Perkusi dilakukan untuk mengatahui batas organ dan Perkusi dilakukan dengan
prinsip pemantulan suara yang di hasilkan dengan ketukan oleh tangan. Perkusi
dilakukan dengan membagi 4 kuadran abdomen yang dimulai dari kuadran kanan bawah
searah jarum jam. Normalnya perkusi lambung ditemukan sonor hingga timpani, liver
dan limpa ditemukan dullnes, dan usus ditemukan tympani (Berman,Snyder, & Frandsen,
2012).
 Auskultasi
Auskultasi dilakukan dengan mendengarkan suara melalui stetoskop. Aukultasi
dilakukan pada 4 kuadran abdomen. Setiap abdomen dengarkan suara usus hingga
terdengar. Terdapat beberapa kondisi abnormal suara usus yaitu hipoaktif, hiperaktif, dan
absen (Berman,Snyder, & Frandsen, 2012). Suara bising usus normal dapat terdengar
setiap 5-10 detik, jika tidak terdengar bising usus dapat mengidikasikan kondisi yang
tidak normal. Perubahan kecepatan suara usus dapat mengindikasikan beberapa kondisi
yang dapat mengindikasikan gangguan gastrointestinal. Suara usus akan terdengar lebih
lambat dikarenakan pergerakan usus yang menurun akibat proses penuaa (Anderson,
2007)

2.4.3.Tes Diagnostik
Tes diagnostic juga digunakan untuk melengkapi keakuratan screening yang
dilakukan. Selain itu tes diagnostic dilakukan untuk mendapatkan gambaran yang lebih
14
jelas terkait kondisi tubuh lansia. Berikut ini merupakan beberapa tes diagnostic terkait
pemeriksaan gastrointestinal pada lansia.
 Tes laboratium
Berikut ini merupakan gambar terkait indikator yang digunakan untuk status nutrisi
normal.
Hasil Tes Laboratorium
Indikator Nilai Normal
Kolesterol < 200mg/dL
HDL Perempuan  35-85mg/dL; Laki-laki  35-65 mg/dL
LDL < 130mg/dL
Glukosa Puasa 60-110 mg/dL
Kalium 3,5-5,0 mEq/dL
Natrium 135-145 mEq/dL
Penanda Nutrisi (Foreman, Millisen, & Fulmer, 2010)
Serum Albumin 3,5 -5,4 g/dL
Prealbumin 15-35 mg/dL
Transferin >200mg/dL
Total Lymphocyte >1500mm3
Penanda Hidrasi (Foreman, Millisen, & Fulmer, 2010)
BUN/Rasio < 20
Creatinin
Serum Osmolaritas 280-300mmol/kg
Berat jenis urin 1,005 -1,030
Volume Urin >1200 cc/day atau 50 cc/jam

 Endoskopi
Endoskopi merupakan cara untuk melihat visual secara langsung pada sistem
gastrointestinal dengan meggunanakan sebuah selang yang bersifat fleksibel dengan
kamera kecil. Pada lansia endoskopi memiliki beberapa pertimbangan. Pemberian
sedasi untuk endoskopi pada lansia dapat memberikan beberapa efek yaitu hipotensi,
hipoksia, aritmia, dan aspirasi ketika dilakukan prosedur (Katsinelos, et al, 2011
dalam Travis, Pievsky, Saltzman, 2012). Hal tersebut dapat menimbulkan efek yang
buruk untuk lansia tersebut. Untuk itu lansia perlu diberikan sedasi dalam jumlah

15
dosis yang rendah untuk mencegah terjadinya kondisi tersebut. Terdapat beberapa
jenis endoskopi, namun dari beberapa jenis tersebut, rata-rata komplikasi prosedur
kolonoskopi meningkat seiring dengan meningkatnya usia khususnya komplikasi
perfosrasi. (Travis, Pievsky, Saltzman, 2012).
 X-Ray
X-ray merupakan prosedur diagnostic dengan menggunakan x-ray untuk
mendapatkan gambaran kondisi organ abdomen. X-ray digunakan untuk
mengidentifikasi tumor, obstruksi, iskemi usus, kalsifikasi pankreas, penumpukan gas
abnormal (yang menandakan obstruksi usus), dan penyempitan.

 MRI/CT-scan
CT-Scan dilakukan untuk mendapatkan gambaran tubuh dan organnya secara
horizontal. CT-Scan digunakan untuk mengkaji divertikulitis akut dan pembentukan
abses, mendiagnosis kanker kolorektal dan stadium tumor rektal.

16
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
Seiring bertambahnya umur, lansia akan mengalami penurunan baik dalam biologis
ataupun psikologisnya. Salah satu sistem yang mengalami penurunan ialah sistem
gastrointestinal. Sistem gastrointestinal merupakan sistem yang berperan dalam menerna
makanan dan nutrien dari makanan tersebut untuk memenuhi pertumbuhan dan
perkembangan sel. Pada lansia sistem ini akan mengalami penurunan sehingga akan
berpengaruh pada keefektifitasan kerjanya.
Pada lansia ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi sistem
gastrointestinal sehingga lansia rentang untuk mengalami masalah kesehatan. Masalah
kesehatan yang sering terjadi ialah konstipasi dan malnutrisi. Perawat dalam hal tersebut
sangat berperan untuk mengetahui penyebab-penyebab yang mungkin terjadi dengan
melakukan pengkajian IPPA dan pengkajian mengenai nutrisinya dengan menggunakan
IMT dan MNA. Sehingga, tindakana perawat dapat diberikan pada lansia dengan tepat,
baik, dan dapat meningkatkan kualitas hidup lansia.

3.2 Saran
Kami berharap pembaca dapat memahami pembahasan makalah kami mengenai
perubahan fisiologis lansia pada sistem gastronintestinal. Saran kami sebagai mahasiswa
perawat yang nantinya akan menjadi perawat harus memaksimalkan pengetahuannya dan
tidak berhenti untuk terus belajar. Bukan hanya untuk mempersiapkan diri menghadapi
pasien lansia di masa yang akan datang, mulai sekarang juga kita bisa mulai memahami
keluarga kita yang lansia. Sehingga kita mempunyai bekal untuk menjadi perawat
professional yang mempunyai kemampuan dan integritas kerja yang baik.

17
DAFTAR PUSTAKA

Anderson, M. A. (2007). Caring for older adults holistically (4th Ed.). Philadelphia: F.A.
Davis Company
Badan Pusat Statistik. (2012). Statistik penduduk lanjut usia 2011. Jakarta: Badan Pusat
Statistik
Berman, A., Snyder, S., & Frandsen, G. (2012). Kozier & Erb’s Fundamental of Nursing:
Concepts, Process, an Practice, 10th Edition. San Fransisco: Pearson EducationMiller,
C. A. (2012). Nursing for wellness in older adults: theory and practice (6th Ed.).
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkin
Caselato-Sousa, V. M., et al. Using the Mini Nutritional Assessment to evaluate the profile of
elderly patients in a geriatric outpatient clinic and in long-term institutions.
International Journal of Clinical Medicine. 2011, 2, 582-587
Dewi, S. R. (2014). Buku Ajar Keperawatan Gerontik Edisi 1. Yogyakarta: Deepublish.
Ebersole, P., Hess, P., Touhy, T., & Jett, K. (2005) Gerontological nursing & health aging
(2nd Ed). St. Louis, Missouri: Mosby, Inc
Foreman, M. D., Milisen, K. & Fulmer, T.T. (2010). Critical care nursing of older adults:
best practices (3rd Ed.). New York: Springer
Grassi, M et al. (2011). Changes, functional disorders, and diseases in the gastrointestinal
tract of elderly. Roma: Sapienza University of Rome.
Henry. (2008). Hubungan karakteristik, gaya hidup dan asupan faktor gizi terhadap status
IMT pada lansia di 3 Posbindu Keluarahan Rangkapan Jaya Lama Kecamatan
Pancoran Mas, Kota Depok, 2008. [Skripsi]. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia
Kepala Pusat Data Informasi Kementerian Kesehatan RI. (2013). Gambaran Kesehatan
Lanjut Usia di Indonesia. Jakarta: Kemeskes RI
Kozier, B. B. (2008). Fundamentals of Nursing: Concepts, Process, and Practice 8th Edition.
USA: Pearson Education, Inc.
Mauk, K. L. (2006). Gerontological Nursing: Competencies for Care. USA: Jones and
Bartlett Publishers, Inc.
Meiner, S. E. (2004). Care gastrointestinal problems in the older adult. USA: Springer
Publishing Company
Meiner, S. E., & Lueckenotte, A. G. (2006). Gerontologic nursing. Philadelphia: Mosby

18
Miller, C. A. (2012). Nursing for Wellness in Older Adults Sixth Edition. China: Lippincott
Williams & Wilkins.
Mitty, R. D. (2008). Gastrointestinal physiology (2nd Ed.). New York: Springer Publishing
Company. Retrieved from
http://search.proquest.com/docview/189462075?accountid=17242
Newton, J. L. (2005). Effect of age-related changes in gastric physiology on tolerability of
medications for older people. Drugs & aging, 22(8), 655-661. Retrieved February 27,
2016, from http://web.a.ebscohost.com/ehost/pdfviewer/pdfviewer?sid=80eaabbb-
5ca9-44b7-aeec-2a19a8bcc6ea@sessionmgr4001&vid=15&hid=4114
Ruiz, A. (2015). Effects of Aging on the Digestive System. Di download pada
http://www.merckmanuals.com/home/digestive-disorders/biology-of-the-digestive-system/effects-
of-aging-on-the-digestive-system
Tabloski, P. A. (2014). Gerontological Nursing 3rd Ed. USA: Pearson Education, Inc.
Travis A.C., Pievsky D., & Saltzman J.R. (2012). Endoscopy in The Elderly. The American
Journal of Gastroenterology, 107, 1495-1501.
Oktariyani. (2012). Gambaran status gizi pada lanjut usia di Panti Sosial Tresna Werdha
(PSTW) Budi Mulya 01 dan 03 Jakarta Timur. [Skripsi]. Depok: Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas Indonesia
Public Health England. (2013). Measurement of obesity; Body Mass Index (BMI). Retrieved
from http://www.noo.org.uk/NOO_about_obesity/measurement
United Nations. (2014). The World Population Situation in 2014. Retrieved from
http://www.un.org/en/development/desa/population/publications/pdf/trends/Concise%
20Report%20on%20the%20World%20Population%20Situation%202014/en.pdf.
Dikases pada Jumat, 4 Maret 2016

19

Anda mungkin juga menyukai