BAB1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah. Pada sebagian
neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama kehidupannya. Dikemukakan
bahwa angka kejadian ikterus terdapat pada 60% bayi cukup bulan dan pada 80% bayi
kurang bulan. Di Jakarta dilaporkan 32,19% menderita ikterus. Ikterus ini pada sebagian
lagi mungkin bersifat patologik yang dapat menimbulkan gangguan yang menetap atau
menyebabkan kematian, karenanya setiap bayi dengan ikterus harus mendapat perhatian
terutama apabila ikterus ditemukan dalam 24 jam pertama kehidupan bayi atau kadar
bilirubin meningkat lebih dari 5 mg/dl dalam 24 jam. Proses hemolisis darah, infeksi
berat, ikterus yang berlangsung lebih dari 1 minggu serta bilirubin direk lebih dari 1
mg/dl juga merupakan keadaan yang menunjukkan kemungkinan adanya ikterus
patologik. Dalam keadaan tersebut penatalaksanaan ikterus harus dilakukan sebaikbaiknya agar akibat buruk ikterus dapat dihindarkan.
Kongres Kedokteran Perinatologi Eropa Ke-2, 1970, mendefinisikan Berat Badan
Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang dilahirkan dengan berat badan lahir 2500 gr
dan mengalami masa gestasi yang diperpendek maupun pertumbuhan intra uterus kurang
dari yang diharapkan (Rosa M. Sacharin, 1996).
Berat Badan Lahir Rendah tergolong bayi yang mempunyai resiko tinggi untuk
kesakitan dan kematian karena BBLR mempunyai masalah terjadi gangguan
pertumbuhan dan pematangan (maturitas) organ yang dapat menimbulkan kematian.
Angka kejadian (insidens) BBLR di negara berkembang seperti di Inggris dikatakan
sekitar 7 % dari seluruh kelahiran. Terdapat variasi yang bermakna dalam insidens
diseluruh negeri dan pada distrik yang berbeda, angka lebih tinggi di kota industri besar
(Rosa M. Sacharin, 1996). Sedangkan di Indonesia masih merupakan masalah yang perlu
diperhatikan, karena di Indonesia angka kejadiannya masih tinggi. Di RSUD Dr. Soetomo
Surabaya dari tahun ke tahun tidak banyak berubah sekitar
22 % - 26,4 %.
Peran serta perawat dalam pencegahan BBLR dengan meningkatkan kesejahteraan ibu
dan janin yang dikandung, maka perlu dilakukan deteksi dini melalui pemantauan Ante
Natal Care dan pengelolaan BBLR dengan penanganan dan pengetahuan yang memadai
dengan menggunakan pendekatan asuhan keperawatan.
Berdasarkan fenomena diatas kelompok tertarik untuk mengangkat masalah asuhan
keperawatan pada neonatus dengan BBLR di Ruang Neonatus RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
Bayi Prematur adalah bayi yang lahir kurang dari usia kehamilan yang normal (37
minggu) dan juga dimana bayi mengalami kelainan penampilan fisik. Prematuritas dan berat
lahir rendah biasanya terjadi secara bersamaan, terutama diantara bayi dengan badan 1500 gr
atau kurang saat lahir, sehingga keduanya berkaitan dengan terjadinya peningkatan
mordibitas dan mortalitas neonatus dan sering di anggap sebagai periode kehamilan pendek
(Nelson 1988 dan Sacharin 1996). Masalah Kesehatan pada bayi prematur, membutuhkan
asuhan keperawatan, dimana pada bayi prematur sebaiknya dirawat di rumah sakit karena
masih membutuhkan cairan-cairan dan pengobatan /serta pemeriksaan Laboratorium yang
bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan terapi pada bayi dan anak yang meliputi
peran perawat sebagai advokad, fasilitator, pelaksanaan dan pemberi asuhan keperawatan
kepada klien. Tujuan pemberian pelayanan kesehatan pada bayi prematur dengan asuhan
keperawatan secara komprehensif adalah untuk menyelesaikan masalah keperawatan.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apakah yang dimaksud dengan hiperbilirubin, Bblr dan premature ?
1.2.2 Apakah yang menjadi penyebab terjadinya hiperbilirubin, Bblr dan premature pada
bayi ?
1.2.3 Bagaimana manifestasi klinis penyakit hiperbilirubin, Bblr dan premature pada
bayi ?
1.2.4 Bagaimana komplikasi yang terjadi pada penyakit hiperbilirubin, Bblr dan
premature pada bayi?
1.2.5 Bagaimana patofisiologi terjadinya penyakit hiperbilirubin, Bblr dan premature
pada bayi?
1.2.6 Apa saja pemeriksaan penunjang pada penyakit hiperbilirubin, Bblr dan premature
pada bayi?
1.2.7 Bagaimana penatalaksanaan pada penyakit hiperbilirubin, Bblr dan premature
pada bayi?
1.2.8 Bagaimana proses asuhan keperawatan pada penyakit hiperbilirubin, Bblr dan
premature pada bayi?
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk menghasilkan deskripsi tentang definisi hiperbilirubin, Bblr dan premature
pada bayi.
1.3.2 Untuk menghasilkan deskripsi tentang penyebab terjadinya hiperbilirubin, Bblr dan
premature pada bayi.
1.3.3 Untuk menghasilkan gambaran tentang manifestasi klinis penyakit hiperbilirubin,
Bblr dan premature pada bayi.
1.3.4 Untuk menghasilkan gambaran tentang komplikasi yang terjadi pada penyakit
hiperbilirubin, Bblr dan premature pada bayi.
1.3.5 Untuk menghasilkan gambaran tentang patofisiologi terjadinya penyakit
hiperbilirubin, Bblr dan premature pada bayi.
1.3.6 Untuk menghasilkan deskripsi tentang pemeriksaan penunjang pada penyakit
hiperbilirubin, Bblr dan premature pada bayi.
1.3.7 Untuk menghasilkan gambaran tentang penatalaksanaan penyakit hiperbilirubin,
Bblr dan premature pada bayi.
1.3.8 Untuk menghasilkan gambaran tentang proses asuhan keperawatan pada bayi
dengan penyakit t hiperbilirubin, Bblr dan premature.
1.4 Manfaat
1.4.1 Memberikan informasi tentang penyakit hiperbilirubin, Bblr dan premature pada
bayi.
1.4.2 Memberikan informasi tentang proses asuhan keperawatan pada bayi dengan
hiperbilirubin, Bblr dan premature.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1
HIPERBILIRUBIN
2.1.1 Definisi
Hiperbilirubin adalah keadaan icterus yang terjadi pada bayi baru lahir,
yang dimaksud dengan ikterus yang terjadi pada bayi baru lahir adalah
meningginya kadar bilirubin di dalam jaringan ekstravaskuler sehingga terjadi
perubahaan warna menjadi kuning pada kulit, konjungtiva, mukosa dan alat
tubuh lainnya. (Ngastiyah, 2000) Nilai normal: bilirubin indirek 0,3 1,1 mg/dl,
bilirubin direk 0,1 0,4 mg/dl.
Hiperbilirubin merupakan gejala fisiologis (terdapat pada 25 50%
neonatus cukup bulan dan lebih tinggi pada neonatus kurang bulan). (IKA II,
2002).
Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang
kadar nilainya lebih dari normal (Suriadi, 2001).
Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah
melebihi batas atas nilai normal bilirubin serum.
Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana konsentrasi bilirubin dalam
darah berlebihan sehingga menimbulkan joundice pada neonatus (Dorothy R.
Marlon, 1998)
Hiperbilirubin adalah kondisi dimana terjadi akumulasi bilirubin dalam
darah yang mencapai kadar tertentu dan dapat menimbulkan efek patologis
pada neonatus ditandai joudince pada sclera mata, kulit, membrane mukosa dan
cairan tubuh (Adi Smith, G, 1988).
Hiperbilirubin
adalah
peningkatan
kadar
bilirubin
serum
Etiologi
1. Pembentukan bilirubin yang berlebihan.
2. Gangguan pengambilan (uptake) dan transportasi bilirubin dalam hati.
3. Gangguan konjugasi bilirubin.
4. Penyakit Hemolitik, yaitu meningkatnya kecepatan pemecahan sel darah
merah. Disebut juga ikterus hemolitik. Hemolisis dapat pula timbul karena
adanya perdarahan tertutup.
5. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan, misalnya
Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obatan tertentu.
6. Gangguan fungsi hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau
toksin yang dapat langsung merusak sel hati dan sel darah merah seperti :
7.
1.1.3
Manifestasi Klinis
Menurut Surasmi (2003) gejala hiperbilirubinemia dikelompokkan menjadi :
1. Gejala akut : gejala yang dianggap sebagai fase pertama
kernikterus pada neonatus adalah letargi, tidak mau minum dan
2.
hipotoni.
Gejala kronik : tangisan yang melengking (high pitch cry)
meliputi hipertonus dan opistonus (bayi yang selamat biasanya
menderita gejala sisa berupa paralysis serebral dengan atetosis,
gengguan pendengaran, paralysis sebagian otot mata dan displasia
dentalis).
Sedangakan menurut Handoko (2003) gejalanya adalah warna kuning
(ikterik) pada kulit, membrane mukosa dan bagian putih (sclera) mata
1.1.4
akhirnya opistotonus
1.1.5 Patofisiologi
Untuk lebih memahami tentang patofisiologi ikterus maka terlebih dahulu akan
diuraikan tentang metabolisme bilirubin
1. Metabolisme Bilirubin
Segera setelah lahir bayi harus mengkonjugasi Bilirubin (merubah Bilirubin
yang larut dalam lemak menjadi Bilirubin yang mudah larut dalam air) di dalam
hati. Frekuensi dan jumlah konjugasi tergantung dari besarnya hemolisis dan
kematangan hati, serta jumlah tempat ikatan Albumin (Albumin binding site).
Pada bayi yang normal dan sehat serta cukup bulan, hatinya sudah matang dan
menghasilkan Enzim Glukoronil Transferase yang memadai sehingga serum
Bilirubin tidak mencapai tingkat patologis.
2. Patofisiologi Hiperbilirubinemia
Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan .
Kejadian yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban
Bilirubin pada sel Hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat
peningkatan penghancuran Eritrosit, Polisitemia.
atau
pada
bayi
Hipoksia,
Asidosis.
Keadaan
lain
yang
1.1.6
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan bilirubin serum
a. Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6mg/dl
antara 2-4 hari setelah lahir. Apabila nilainya lebih dari 10mg/dl
tidak fisiologis.
b. Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai puncak 10-12 mg/dl
antara 5-7 hari setelah lahir. Kadar bilirubin yang lebih dari 14mg/dl
2.
tidak fisiologis.
Pemeriksaan radiology
Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan
diafragma kanan pada pembesaran hati, seperti abses hati atau hepatoma
3. Ultrasonografi
Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan
ekstra hepatic.
4. Biopsy hati
hepatoma.
Peritoneoskopi
Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto
dokumentasi untuk perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada
dapat
digunakan
sendiri
atau
dikombinasi
dengan
Rendah.
Tranfusi Pengganti
Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor :
1. Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.
2. Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.
3. Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam
pertama.
4. Tes Coombs Positif
5. Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama.
6. Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama.
7. Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.
8. Bayi dengan Hidrops saat lahir.
9. Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.
Transfusi Pengganti digunakan untuk :
1. Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible (rentan)
terhadap sel darah merah terhadap Antibodi Maternal.
2. Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi (kepekaan)
3. Menghilangkan Serum Bilirubin
4. Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan keterikatan
dengan Bilirubin
Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan O segera
(kurang dari 2 hari), Rh negatif whole blood. Darah yang dipilih tidak
mengandung antigen A dan antigen B yang pendek. setiap 4 - 8 jam kadar
Bilirubin harus dicek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari sampai
stabil.
Therapi Obat
Phenobarbital dapat menstimulasi hati untuk menghasilkan enzim yang
meningkatkan konjugasi Bilirubin dan mengekresinya. Obat ini efektif
baik diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa
minggu
memberikan
keperawatan
yang
paripurna
digunakan
proses
a.
b.
c.
d.
e.
2.
dengan
kriteria
suhu
aksilla
stabil
antara
36,5-37
C.
minum
( R : mengurangi pajanan sinar sementara )
c. Kolaborasi dengan dokter bila suhu tetap tinggi
( R : Memberi terapi lebih dini atau mencari penyebab lain dari hipertermi ).
3. Risiko /Gangguan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi bilirubin, efek fototerapi
Tujuan : Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak terjadi
a.
a.
b.
c.
d.
e.
5.
Intervensi :
Kaji pengetahuan keluarga tentang penyakit pasien
( R : mengetahui tingkat pemahaman keluarga tentang penyakit )
b. Beri pendidikan kesehatan penyebab dari kuning, proses terapi dan perawatannya
( R : Meningkatkan pemahaman tentang keadaan penyakit )
c. Beri pendidikan kesehatan mengenai cara perawatan bayi dirumah
(R : meningkatkan tanggung jawab dan peran orang tua dalam erawat bayi)
6. Risiko tinggi injury berhubungan dengan efek fototherapi
Tujuan : Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak terjadi
a.
a.
b.
c.
d.
e.
segar
( R : mencegah tertukarnya darah dan reaksi tranfusi yang berlebihan 0
f. Pantau tanda-tanda vital, adanya perdarahan, gangguan cairan dan elektrolit, kejang
selama dan sesudah tranfusi
(R : Meningkatkan kewaspadaan terhadap komplikasi dan dapat melakukan tindakan lebih
dini )
g. Jamin ketersediaan alat-alat resusitatif
(R : dapat melakukan tindakan segera bila terjadi kegawatan )
8. PK Kern Ikterus
Tujuan : Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam diharapkan tanda-tanda awal
kern ikterus bisa dipantau
Intervensi :
a. Observasi tanda-tanda awal Kern Ikterus ( mata berputar, letargi , epistotonus, dll )
b. Kolaborasi dengan dokter bila ada tanda-tanda kern ikterus.
Preterin Infant (bayi kurang bulan: masa gestasi kurang dari 269 hari
(37mg).
Term infant (bayi cukup bulan: masa gestasi 259-293 hari (37 41 mg).
Post term infant (bayi lebih bulan, masa gestasi 254 hari atau lebih (42
mg/lebih).
Macam BBLR
1. Prematur murni
Yaitu bayi dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu dan berat
badan lahir sesuai untuk usia kehamilan.
2. Dismatur
Yaitu bayi dengan berat badan lahir kurang dengan berat badan yang
seharusnya untuk usia kehamilan. Ini menunjukkan bayi mengalami
retardasi pertumbuhan intra uterin.
Klasifikasi BBLR
BBLR dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Berdasarkan BB lahir:
1. BBLR: BB lahir < 2500 gram
2. BBLSR: BB lahir 1000 1500 gram
3. BBLASR: BB lahir < 1000 gram
2.2.2
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
2. Faktor Janin :
a. Cacat bawaan
b. Kehamilan ganda/gemili
c. Ketuban pecah dini/KPD
3. Keadaan sosial ekonomi yang rendah
4. Idiopatik
2.2.3
Manifestasi Klinis
1. Sebelum bayi lahir
a.
seharusnya
Sering dijumpai kehamilan dengan oligradramnion gravidarum atau
perdarahan anterpartum
2. Setelah bayi lahir
a. Bayi dengan retadasi pertumbuhan intra uterin
b. Bayi premature yang lahir sebelum kehamilan 37 minggu
c. Bayi small for date sama dengan bayi dengan retardasi pertumbuhan I
d.
ntrauterine
Bayi prematur kurang sempurna pertumbuhan alat-alat dalam tubuhnya
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.
n.
o.
p.
q.
r.
s.
2.2.4
Komplikasi
1.
Patofisiologi
Semakin kecil dan semakin premature bayi, maka akan semakin tinggi
risiko gizinya. Beberapa faktor yang memberikan efek pada masalah gizi :
1. Menurunnya simpanan zat gizi, cadangan makanan di dalam tubuh
sedikit. Hampir semua lemak, glikogen, dan mineral seperti zat besi,
kalsium, fosfor dan seng dideposit selama 8 minggu terakhir kehamilan.
Dengan demikian bayi preterm mempunyai potensi terhadap peningkatan
hipoglikemia, anemia, dll
2. Belum matangnya fungsi mekanisme dari saluran pencernaan, koordinasi
antara refleks hisap dan menelan belum berkembang dengan baik sampai
kehamilan 32-34 minggu.Penundaan pengosongan lambung dan
buruknya motilitas usus sering terjadi pada bayi preterm
3. Kurangnya kemampuan untuk mencerna makanan. Bayi preterm
mempunyai sedikit simpanan garam empedu yang diperlukan untuk
mencerna dan mengabsorbsi lemak dibandingkan dengan bayi aterm.
Produksi amylase pancreas dan lipase yaitu enzim yang terlibat dalam
pencernaan lemak dan karbohidrat juga. Begitu pula kadar lactase juga
rendah sampai sekitar kehamilan 34 minggu.
4. Paru-paru yang belum matang dengan peningkatan kerja nafas dan
kebutuhan kalori yang meningkat.Masalah pernafasan juga akan
mengganggu makanan secara oral.
Penatalaksanaan
Semua bayi berat lahir rendah akan memerlukan :
1.Suhu yang tinggi dan stabil untuk mempertahankan suhu tubuh
2.Atmosfer dengan kadar oksigen dan kelembaban tinggi
3.Pemberaian minum secara hati hati karena ada kecenderungan
terisapnya susu ke paru
4.Perlindungan terhadap infeksi
5.Pencegahan kekurangan zat besi dan vitamin.
Bayi paling kecil yang beratnya kurang dari 2000 gram dirawat
telanjang dalan incubator dalam suhu 32-35oC dengan kelembaban
tinggi. Akhirnya sebelum bayi pulang mereka dirawat di dalam kamar
bayi yang dingin (21oC) untuk menyesuaikan diri dengan suhu kamar.
6.Pemberian minum
Minuman diberikan pada bayi yang terkecil dengan kateter
makanan no 6 yang terpasang terus melalui hidung bayi. Lebih baik
diberikan ASI tetapi ada susu pengganti yang cukup memuaskan yaitu
susu yang disesuaikan dengan ASI dengan pemberian 150-180
ml/kg/hr. Pedoman berikut ini merupakan pedoman yang memuaskan.
Minum dimulai bila bayi berusia 4 jam.
a. Hari 1 : 20 ml/500 gram BB/hari
b. Hari 2 : 30 ml/500 gram BB/hari
c. Hari 3 : 40 ml/500 gram BB/hari
d. Hari 4 : 50 ml/500 gram BB/hari
e. Hari 5 : 75 ml/500 gram BB/hari
7.
petugas
harus
mencuci
tangannya
dengan
cermat,
bayi
System pernafasan
Bentuk
Diagnosa I
Potensial terjadi hipotermi b/d tidak mampu mengontrol suhu tubuh d/d
sedikitnya lemak didalam tubuh, area permukaan tubuh luas, kebutuhan
metabolisme tinggi.
Tujuan : Agar suhu tubuh bayi normal
Rencana :
1.Rawat bayi diruang isolasi
Rasional : suhu ruang isolasi lebih tinggi 2 dari suhu tubuh dan
merupakan ruang yang netral bagi bayi.
2.Monitor temperature axila, observasi, catat dan laporkan perubahan
suhu
klien.
2.
Rasional : dengan seksion jalan nafas bayi menjadi bersih dan bayi
4)
asi
untuk
bayi.
Etiologi
a.
Faktor Maternal
Toksenia, hipertensi, malnutrisi / penyakit kronik, misalnya diabetes
mellitus kelahiran premature ini berkaitan dengan adanya kondisi dimana
uterus tidak mampu untuk menahan fetus, misalnya pada pemisahan
premature, pelepasan plasenta dan infark dari plasenta
b.
Faktor Fetal
Kelainan Kromosomal (misalnya trisomi antosomal), fetus multi
ganda, cidera radiasi (Sacharin. 1996)
Faktor yang berhubungan dengan kelahiran premature :
a.
Kehamilan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
b.
Malformasi Uterus
Kehamilan ganda
TI. Servik Inkompeten
KPD
Pre eklamsia
Riwayat kelahiran premature
Kelainan Rh
Penyakit
1. Diabetes Maternal
2. Hipertensi Kronik
3. Penyakit akut lain
c.
Sosial Ekonomi
1.
2.
3.
4.
Resiko Demografik
1.
2.
3.
4.
5.
b.
Ras
Usia (<> 40 tahun)
Status sosio ekonomi rendah
Belum menikah
Tingkat pendidikan rendah
Resiko Medis
1.
2.
3.
4.
5.
c.
d.
Nutrisi buruk
Merokok (lebih dari 10 rokok sehari)
Penyalahgunaan alkohol dan zat lainnya (mis. kokain)
Jarang / tidak mendapat perawatan prenatal
2.3.3
2. Iritabilitas uterus
3. Perestiwa yang mencetuskan kontraksi uterus
4. Perubahan serviks sebelum awitan persalinan
5. Ekspansi volume plasma yang tidak adekuat
6. Defisiensi progesterone
7. Infeksi
Manifestasi Klinis
2.3.4
6. Penampilan :
a)
b)
c)
d)
b.
Ketidak stabilan
Pengaturan glukosa
RDS
Ikterik
Anemia
Infeksi
Kesulitan menyusu
Penampilan :
1. Seperti pada bayi premature di garis batas tetapi lebih parah
2. Kulit lebih tipis, lebih banyak pembuluh darah yang tampak
c.
2.3.5
b.
2.3.6
c.
d.
Patofisiologi
Persalinan preterm dapat diperkirakan dengan mencari faktor resiko mayor
atau minor. Faktor resiko minor ialah penyakit yang disertai demam,
perdarahan pervaginam pada kehamilan lebih dari 12 minggu, riwayat
pielonefritis, merokok lebih dari 10 batang perhari, riwayat abortus pada
trimester II, riwayat abortus pada trimester I lebih dari 2 kali Faktor resiko
mayor adalah kehamilan multiple, hidramnion, anomali uterus, serviks terbuka
lebih dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu, serviks mendatar atau memendek
kurang dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu, riwayat abortus pada trimester II
lebih dari 1 kali, riwayat persalinan preterm sebelumnya, operasi abdominal
pada kehamilan preterm, riwayat operasi konisasi, dan iritabilitas uterus.
Pasien tergolong resiko tinggi bila dijumpai 1 atau lebih faktor resiko
mayor atau bila ada 2 atau lebioh resiko minor atau bila ditemukan keduanya.
(Kapita selekta, 2000 : 274)
2.3.7
Pemeriksaan Diagnostik
1.
Jumlah darah lengkap : Hb/Ht
2.
Kalsium serum
3. Elektrolit (Na , K , U) : gol darah (ABO)
4. Gas Darah Arteri (GDA) : Po2, Pco2
2.3.8
1.
SIRKULASI
Nadi apikal mungkin cepat dam atau tidak teratur dalam batas
normal(120 -160dpm) murmur jantung yang dapat didengar dapat
dapat
di
dengar)
tampak
pada
gestasi
minggu
ke
KEAMANAN
Suhu berfluktuasi dengan mudah .
Menagis mungkin lemah.
Wajah mungkin memar; mungkin ada suksedaneum.
Kulit kemerahan atau tembus pandang; warna mungkin merah muda/
kebiruan, akrosianosis, atau sianosis/pucat.
SEKSUALITAS
Persalinan atau kelahiran mungkin tergesa-gesa.
Genetalia;labia minora wanita mungkin lebih besar dari labia mayor
dengan klitoris menonjol;
Testis pria mungkin tidak turun, rugea mungkin banyak atau tidak ada
pada skrotum.
2.
produksi surfaktan
Perhatian usia gestasi, berat badan, dan jenis kelamin.
Rasional: neonatus lahir sebelim gestasi mingu ke-30 dan / atau brat badan
kurang dari 1500 g beresiko tinggi terhadap terjadinya RDS. Selain itu, pria 2 kali
rentnnya dari pada wanita. (catatan : mayoritas kematian berhubungan dengan
3.
RDS terjadi pada bayi dengan berat badan < 1500 g).
Kaji status pernafasan, perhatikan tanda-tanda disters pernafasan ( miss ; retraksi,
pernafasan cuping hidung , mengorok, retraksi, ronki, atau krekels).
Rasional: menandakan distres [pernafasan , khususnya bila pernafasan lebih besar
sri 60x/mnit setelah 5 jam pertama kehidupan pernafasan mengorok menunjukan
upaya untuk mempertahankan ekspensi alveolar; pernafasan cuping hidung adalah
mekanisme kompensasi untuk menambah diameter hidung dan meningkatakan
masukan oksigen. Krekels/ ronki dapat menandakan fasokontriksi pulmunal yang
berhubungan dengan TDA, hipoksmia asedemia,atau imaturotas otot areterior,
4.
yang gagal untuk kontriksi sebagai respons terhadap peningkatan lkdar oksigen.
Gunakan pemantauan oksigen transkuta atau oksimeter nadi . catat kadar tiap
jam, ubah sisi alat setiap 3-4 jam .
Rasional: memberika pemantaaun noninfasiv konstan terhadap kdar oksigen,
(cataan: insufisiensi polmunal biasanya memburuk 24-48 jam petama, kemudian
5.
mencapai pelatian).
Hisap hidung dan orofaring dengan hati-hati, sesuai kebutuhan btasi waktu
obstruksi jalan nafas dengan kateter 5-10 detik. Observasi pemantauan oksigen
trankutan oksimeter nadi sebelum dan selam penghisapan berikan kantung
ventilasi setelah penghisapan.
Rasional: mungkin perlu untuk mempertahankan kepatenan jalan nafas, khususnya
pada bayi yang menerima penytilasi bayi pertem tidak mngembangkan reflek
terkoordinasi untuk menghisap menelan, dan bernafas sampai gestasi [ada minggu
ke-32 sampai ke-34. Silia tidak berkembang dengan penuh atau mungkin rusak dari
penggunaan selam indoktrial fase eksudat berhubngan dengang RDS pada kira-48
jam
menyebabka
bradikardi,
hiposemia,
bronkospasme.
Kantung
ventilasi
6.
Pertahankan keneetrlan suhu denngan suhu tubuh pada 97,7F (dalam 0,5F).Rujuk
pada DK: termoregolasi, tidak efektifresiko tinggi terada).
Rasional : Stres dingin menigkatkan konsumsi oksigen bayi , dapat meningkatkan
a.
Natrrium bikarbonat.
Rasional: bila tindakan meningkatkan frekuensi pernapasan atau memperbaiki
ventilasi tidak cukup untuk memperbaiki asidosis. Penggunaan natrium
otot, penurunan energi. Depresi berhubungan dengan obat dan ketidak seimbangan
metabolik.
Kemungkinan di buktikan oleh :
Mempertahankan pola
pernafasan periodik ( periode apenik berakhir 5-10 dtk diikuti dengan periode pendek
ventilasi cepat). Dengan membran mukosa merah muda dan frekuensi jantung DBN.
TINDAKAN/ INTERVENSI
Mandiri
1.
Kaji frekuensi pernafasan dan pola pernafasan. Perhatikan adanya apnea dan
perubahan frekuensi jantung , tonus jantung, tonus otot, dan warna kulit berkenaan
dengan prosedur atau perawatan. Lakukan pemantauan jantung dan pernafasan yang
kontinu.
Rasional : membantu dalam memberikan periode perpytaran pernfasan normal dari
serangan apneik sejati, yang terutama sering terjadi seblum gestasi mingu ke-30.
Hisap jalan nafas sesuai kebutuhan.
Rasional : Menghilangkan mucus yang menyumbat jalan napas.
3.
Tinjau ulang riwayat ibu terhadap obat-obatan yang dapat memperberat depresi
2.
5.
Pertahankan suhu tubuh optimal.(rujuk pada DK: termoregulasi , tidak efektif, resiko
tinggi terhadap).
Rasional: bahkan adanya sedikit peningkatan atau penurunn suhu lingkungan dapat
menimbulkan apnea.
6.
Berikan rangsangan taktil yang segera.( mis, gosokan punggung bayi) bila terjadi
apnea. Pergatikan adanya sianosis, bradikardi, atau hipotonia. Anjurakan kontak orang
tua.
Rasional: merangsang SSP untuk meningkatkan gerakan tubuh dan kembalinya
pernafasan spontan. Kadang-kadang, bayi mengalami kejadian apnea lebih sedikit atau
7.
tidak ada , atau bradikardia bila orangtua menyentuh dan bicara pada mereka.
Tempatkan bayi pada matras bergelombang.
Rasional: gerakan memberikann rangsangan, yang dapat menurunkan kejadian
apnneik.
Kaloborasi
8.
9.
pernfasan.
10. Berikan obat-obatan, sesuai indikasi:
Natrium bikarbonat.
Rasional : memperbaiki asidosis.
Antibiotik.
Rasional; mengatasi infeksi pernapasan atau sepsis.
Kalsium glikonat.
Rasional: hipokalsemia mempredisposisikan bayi pada apnea.
Aminoflin.
Rasional: dapat meningkat aktifitas pusat pernafasan dan menurunkan sensitifitas
terhadap karbondiosida, menurunkan frekuensi apnea.
Pankuronium bromida (pavulon).
Rasional: mengakibatkan relaksasi otot rangka yang mungkin perlu bila bayi scra
mekanis terventilasi.
Larutan glukosa.
Rasional: mencegah hipoglikemia. (Rujuk pada DK: nutrisi, perubahan, kurang dari
kebutuhan tubuh, resikotinggi terhadap).
C.
Kaji suhu dengan sering. Periksa suhu rektal pada awalnya; selanjutnya, periksa suhu
aksila atau gunakan alat termostat dengan dasar terbuka dan penyebar hangat. Ulangi
setiap 15 mnt selama penghangatan ulang,
Rasional: hipotermia mebuat bayi cendrung pada stres dingin, penggunaan simpanan
lemak coklat yang tidak dapat diperbarui bila ada, dan menurunkan sensitifitas untuk
meningkatkan
kadar
karbon
dioksida
hiperkapnia)
atau
penurunan
kadat
oksigen( hipoksia). (catatan: penghangatan ulang terlalu cepat berkenaan dengan kondisi
apneik, ini dapat menyebabkan depessi pernafasan lanjut sebagai pengganti pernapasan.
2.
8.
9.
13. Kaji kemjuan kemampuan bayi untuk berdaptasi tergadap suhu rendah di dalam
inkubator, atau pada suhu ruangann, saat mendemonstrasikan penambahan berat badan
yang tepat
Rasional: .alat buain dapat di gunakan bila bayi dapat memperthankan suhu tubuh stabil
97,7 F dalam udra ruangan dan dapat meningkatkan berat badan.
14. Pantau suhu bayi bila keluar dari lingkungan hangtat. Berikan informasi termoregulasi
kepada orangtua.
Rasional: kontak di luar tempat tidur , khusunya dengan orangtua , mungkin singkat sak
bila bilqa dimungkinkan untuk mencegah strexs dingi n. ( catatan: hipertermia dapat
terjdi bla bayi di gendong oleh orang tua.)
15. Perhatikan perkembangan takikardia, warna kemerahan , diaforesis, letarge,apnea, koma
atau aktifitas kejang .
Rassional:tanda-tanda hipertermia (suhu tubuh lebih besar dari 99 F( 37,2 C). Da oat
berkanjut pada kerusakan otak bil tidak teratasi.
16. Evaluiasi sumber eksternal ( miss., foto terapi, lampu pemanas , atau sinar matahari).
Batasi pakaian dan mandi di seka dengan spon menggunakabn air hangat. Pastikan posisi
yang tepat dari alat pengukur suhu bila digunakan.
Rasional: tindakan ini secra umum berhasil dalam memperbaiki hipertmia. ( ctatan: bila
hipertermia menetap menetukan posisi yang tepat dan memfungsikan alat pengukur
suhu, kemungkinan status hipermetabolik seperti sepsis atau gejal a putus satnarkotik
harus dipertimbangkan).
Kolaborasi
17. Pantau pemeriksaan laboratorium,sesuai indikasi( mis., GDA, Glukosa, serum,
elektrolit, dan kadar bilirubin). (rujuk pada DK: petukaran gas .)
Rasional: stres dingin meningkatkan kebutuhann terhadap glukosa dan oksigen serta
dapat menyebabkan masalah asam basa bila bayi mengalami metabolisme anerobik
bila kadar oksigen yang cukup tidak tersedia peningkatan kadar bilirubin inderek dapat
terjadi karena pelepasan asam lemak dari metabolisme lemak coklat, dengan asam
lemak bersaig dengan bilirubin pada bagian ikatan di alabumin. Asidosis metabolok
dapat juga terjadi pada hipertermia.
18. Berikan D10 W dan ekspander volume secara intravena, bila diperlukan.
Rasional: pemberian dekstrosa mungkin perlu untuk meperbaiki hipoglikemia.
Hipotensi karena vasodilatasi perifer mungkin memerlukan tindakan pada bayi yang
mengalami stress panas. Hipertermia dapat menyebabkan peningkatan dehidrasi tiga
sampai empat kali lipat.
19. Berikan suplemen oksigen sesuai indikasi
Rasional : Bila oksigen tidak siap tersedia untuk memenuhi peningkatan kebutuhan
metabolik berkenaan dengan upaya untuk meningkatkan suhu tubuh, bayi akan
menggunakan metabolisme anaerobik, mengakibatkan asidosis karena pembentukan
asam laktat. Hipotermia menurunkan respons bayi praterm terhadap hipoksia dan
hiperkapnia, yang menyebabkan depresi pernapasan lanjut sebagai ganti dari
peningkatan frekuensi pernapasan, mengakibatkan apnea dan penurunan ambilan
oksigen. Hipertermia karena penghangatan terlalu cepat dihubungkan dengan keadaan
apnea, peningkatan kehilangan air yang tidak kasatmata dan peningkatan frekuensi
metabolik dengan peningkatan kebutuhan terhadap oksigen dan glukosa.
20. Berikan obat-obatan, sesuai indikasi :
a.
Fenobarbital.
Rasional : Membantu mencegah kejang berkenaan dengan perubahan fungsi SSP
yang disebabkan oleh hipertermia.
b.
Natrium bikarbonat
Rasional: Memperbaiki asidosis, yang dapat terjadi pada hipotermia dan hipertermia.
D.
Dapatkan seri berat badan setiap hari dengan menggunakan skala yang sama dan pada
waktu yang sama.
Rasional; Berat badan adalah indikator paling sensitif dari keseimbangan cairan.
Penurunan berat badan tidak boleh melebihi 15% dari berat badan total atau 1%-2%
dari berat badan total perhari. Ketidakadekuatan penambahan berat badan dapat
2.
Kaji haluaran melalui pengukuran urin dari kantung penampung atau melalui
penimbangan / penghitungan popok. Pertahankan catatan akurat mengenai jumlah darah
yang diambil untuk tes laboratorium.
Rasional: Haluran harus 1-3 ml/kg/jam, sementara kebutuhan terapi cairan kira-kira 80100 ml/kg/hari pada hari pertama kehidupan, meningkat sampai 120-140 ml/kg/hari
pada hari ke-3 pasca kelahiran. Pengambilan darah untuk tes menyebabkan penurunan
3.
kadar Hb/Ht.
Pantau berat jenis urin setiap selesai berkemih, atau setiap 2-4 jam, dengan
megaspirasi urin dari popok bila bayi tidak tahan dengan kantung penampung urin atau
yang kantung penampung yang direkatkan.
Rasional; Meskipun imaturitas ginjal dan ketidakmampuan untuk mengkonsentrasikan
urin biasanya mengakibatkan berat jenis yang rendah pada bayi praterm (rentang
normal 1,006 1,013), berat jenis urin bervariasi, memberikan tanda tingkat dehidrasi
individu. Kadar yang rendah menandakan volume cairan berlebihan; kadar lebih besar
4.
5.
6.
7.
9.
Kaji lokasi tempat masuknya cairan intravena setiap jam. Perhatikan edema atau
kegagalan masuknya cairan. Jangan memeriksa posisi jarum dengan menurunkan cairan
dibawah tingkat jarum.
Rasional: Pembengkakan dapat menandakan terjadi infiltrasi cairan atau plester terlalu
ketat. Aliran balik darah disebabkan oleh penurunan cairan mungkin menyumbat jarum.
10. Berikan kalium klorida, kalsium glukonat 10%, dan magnesium sulfat 50%, sesuai
indikasi. Pantau bradikardia yang potensial terjadi pada bayi melalui pemantau jantung;
observasi lokasi tempat masuknya infus terhadap adanya tanda-tanda iritasi atau edema.
Rasional: Perbaikan ketidakseimbangan elektrolit perlu untuk mempertahankan atau
mencapai homeostasis. Pemberian kalsium melalui kateter vena umbilikal dapat
menyebabkan nekrosis hepar, bila diberikan melalui arteri umbilikal, ini dapat
memperberat entrokolitits nekrotisan. Pengenalan dini dan intervensi segera dapat
membatasi efek-efek tidak baik dari infiltrasi obat; sperti kerapuhan, kalsifikasi, dan
nekrosis. (Catatan: Penggantian kalsium tidak efektif pada adanya defisit magnesium).
11. Berikan transfusi darah.
Rasional: Mungkin perlu untuk mempertahankan kadar Ht/Hb optimal dan
menggantikan kehilangan darah.
12. Berikan dopamin hidroklorida, sesuai indikasi.
Rasional: Dapat digunakan untuk mengatasi penurunan tekanan darah, khususnya bila
berhubungan dengan pemberian Pavulon.
Kolaborasi
1.
2.
E.
2.
3.
intrakranial (PTIK), yang dengan mudah membawa pada kematian akibat sirkulasi
yang kolaps. Bayi gestasi < 32 minggu dapat menjadi letargik atau hipotonik serta
dapat memanifestasikan gerakan mata menjelajahi yang tidak terkontrol dan kurang
jalur penglihatan. (Catatan: tanda-tanda klinis dan perkembangan IVH mungkin tidak
ada, sangat samar, atau tiba-tiba serta mengancam kehidupan).
Ukur lingkar kepala, sesuai indikasi.
Rasional: Membantu mendeteksi kemungkinan PTIK atau hidrosefalus, yang mungkin
4.
merupakan akibat dari hemoragi subdural. Hanya 35%-50% bayi dengan hidrosefalus
berkembang secara normal.
5.
Kaji warna kulit, perhatikan bukti peningkatan ikterik berkenaan dengan perubahan
perilaku seperti letargi, hiperrefleksia, kacau mental, dan opistotonus. (Rujuk pada
MK: Bayi baru lahir: Hiperbilirubinemia).
Rasional: Bayi praterm lebih rentan pada kernikterus pada kadar bilirubin lebih rendah
dari bayi cukup bulan karena peningkatan kadar bilirubin sirkulasi tidak terkonjugasi
melewati barier darah otak.
Kolaborasi
1.
2.
b.
c.
yang permanen.
Bantu dengan prosedur diagnostik atau terapeutik, sesuai indikasi :
a.
Skaning tomografi komputer, ultrasonografi kranial.
Rasional: Mengidentifikasi adanya/luasnya hemoragi, yang bermanfaat dalam
memprediksi kemungkinan komplikasi jangka panjang dan dalam pemilihan
tindakan.
b.
Punksi lumbal
Rasional:Spesimen cairan serebrospinal (CSS) berdarah memastikan IVH.
Beberapa rumah sakit melakukan punksi leumbal berturut-turut setiap hari
c.
(SDM).
Ventrikulopunksi atau tap.
Rasional: Mungkin digunakan untuk mengeluarkan kelebihan darah dari
ventrikel, meskipun pemeriksaan tidak menandakan adanya perubahan dalam
hasil.
e.
Penempatan pirau ventrikuloperitoneal.
Rasional: Dilatasi ventrikel progresif tidak responsif pada tindakan lain dapat
memrlukan intervensi pembedahan untuk memperbaiki atau mencegah
3.
hidrosefalus.
Berikan obat-obatan, sesuai indikasi :
a.
Kalsium, magnesium, natrium bikarbonat, dan atau glukosa.
Rasional: Perbaikan ketidakseimbangan membantu mencegah aktivitas kejang
neonatus, yang dapat terjadi pada respons terhadap keadaan metabolik
b.
sementara.
Fenobarbital
Rasional: Membantu untuk mengontrol kejang akut serta status epileptikus
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hiperbilirubin adalah keadaan icterus yang terjadi pada bayi baru lahir, yang
dimaksud dengan ikterus yang terjadi pada bayi baru lahir adalah meningginya kadar
bilirubin di dalam jaringan ekstravaskuler sehingga terjadi perubahaan warna menjadi
kuning pada kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya. (Ngastiyah, 2000) Nilai
normal: bilirubin indirek 0,3 1,1 mg/dl, bilirubin direk 0,1 0,4 mg/dl.
BBLR adalah bayi baru lair yang berat badannya saat lair kurang dari 2500 gram.
BBLR sangat membutuhkan penanganan khusus karena bayi BBLR sangat rentan
terhadap infeksi maupun hipotermi. Oleh karena itu, perlu penanganan antara lain :
1. Pengaturan suhu lingkungan
2. Pengawasan nutrisi / makanan
3. Pemberian O2
4. Pencegahan infeksi
5. Penimbangan secara ketat
Masalah Kesehatan pada bayi prematur, membutuhkan asuhan keperawatan, dimana
pada bayi prematur sebaiknya dirawat di rumah sakit karena masih membutuhkan cairancairan dan pengobatan /serta pemeriksaan Laboratorium yang bertujuan untuk
meningkatkan derajat kesehatan terapi pada bayi dan anak yang meliputi peran perawat
sebagai advokad, fasilitator, pelaksanaan dan pemberi asuhan keperawatan kepada klien.
Tujuan pemberian pelayanan kesehatan pada bayi prematur dengan asuhan keperawatan
secara komprehensif adalah untuk menyelesaikan masalah keperawatan. Bayi premature
adalah bayi yang lahir sebelu minggu ke 37, dihitung dari mulai hari pertama menstruasi
terakhir, dianggap sebagai periode kehamilan .
3.2 saran
Kita sebagai tenaga kesehatan (keperawatan ) harus meningkatkan kualitas
pelayanan pada maternal maupun neonatal sehingga dapat mengurangi insiden terjadinya
hiperbilirubin, BBLR,dan premature .