DISUSUN OLEH :
CINDY FATIKASARI
YULIANA SUSANTI LAELU
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ............................................................................................................. 2
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 3
1.1.
1.2.
1.3.
Pengertian ........................................................................................ 5
Anatomi fisiologi ............................................................................. 6
Etiologi ........................................................................................... 11
Manifestasi klinis ........................................................................... 11
Patofisiologi ................................................................................... 12
Klasifikasi ...................................................................................... 13
Pemeriksaan penunjang ................................................................. 15
Komplikasi .................................................................................... 16
Penatalaksanaan ............................................................................ 18
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
LATAR BELAKANG
Pembangunan kesehatan yang telah dilaksanakan selama ini bertujuan untuk
berkualitas
kepada
masyarakat
yang
belum
terlaksana.
Menurut Pola penyakit penyebab kematian bayi menunjukkan bahwa proporsi penyebab
kematian neonatal kelompok umur 0-7 hari tertinggi adalah premature dan Berat Badan Lahir
Rendah / BBLR (35%), kemudian asfiksia lahir (33,6%). Penyakit penyebab kematian
neonatal kelompok umur 8-28 hari tertinggi adalah infeksi sebesar 57,1% (termasuk tetanus
9,5%, sepsis, pneumonia, diare), kemudian feeding problem (14,3%).
Berdasarkan data dari The Fifty Sixth Session of Regional Committee, WHO (World
Health Organization), pada tahun 2003, kematian bayi terjadi pada usia neonatus dengan
penyebab infeksi 33%, asfiksia/ trauma 28%, BBLR 24%, kelainan bawaan 10%, dan lainlain 5%. Salah satu penyebab mortalitas pada bayi baru lahir adalah ensefalopati biliaris
(lebih dikenal sebagai kernikterus). Ensefalopati biliaris merupakan komplikasi ikterus
neonatorum yang paling berat. Selain memiliki angka mortalitas yang tinggi, juga dapat
menyebabkan gejala sisa berupa cerebral palsy, tuli nada tinggi, paralysis dan displasia dental
yang sangat mempengaruhi kualitas hidup. Ikterus adalah suatu keadaan kulit dan membran
mulkosa yang warnanya menjadi kuning akibat peningkatan jumlah pigmen empedu di dalam
darah dan jaringan tubuh. Hiperbiliirubin adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubiin
mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi menimbulkan kern-ikterus, jika tidak
ditanggulangi dengan baik. Sebagian besar hiperbilirubin ini proses terjadinya mempunyai
dasar yang patologik
Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah pada sebagian
neonates, ikterus akan di temukan pada minggu pertama dalam kehidupannya. Di kemukakan
bahwa angka kejadian ikterus terdapat pada 60 % bayi cukup bulan dan 80 % pada bayi
kurang bulan. Ikterus ini pada sebagian lagi mungkin bersifat patologik yang dapat
menimbulkan gangguan menetap atau menyebabkan kematian, karenanya setiap bayi dengan
ikterus harus mendapat perhatian terutama bila ikterus di temukan dalam 24 jam pertama
kehidupan bayi. Proses hemolisis darah, infeksi berat, ikterus yang berlangsung lebih dari
satu minggu serta bilirubin direk lebih dari 10 mg/dl juga keadaan yang menunjukan
kemungkinan adanya ikterus patologik.
1.2.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
1.3.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
RUMUSAN MASALAH
Apa pengertian dari hiperbilirubin ?
Apa penyebab timbulnya hiperbilirubin pada anak ?
Bagaimana proses terjadinya hiperbilirubin pada anak ?
Bagaimana tanda dan gejala yang timbul dari hiperbilirubin pada anak ?
Apa saja pemeriksaan diagnostic untuk mengetahui kadar bilirubin ?
Bagaimana penatalaksanaan hiperbilirubin pada anak ?
Bagaimana asuhan keperawatan yang harus di lakukan pada pasien anak yang
terkena hiperbilirubin ?
TUJUAN
Mahasiswa mengetahui pengertian dari hiperbilirubin
Mahasiswa mengetahui penyebab timbulnya hiperbilirubin pada anak
Mahasiswa mengetahui proses terjadinya hiperbilirubin pada anak
Mahasiswa mengetahui tanda dan gejala yang timbul dari hiperbilirubin pada anak
Mahasiswa mengetahui pemeriksaan diagnostic untuk mengetahui kadar bilirubin
Mahasiswa mengetahui penatalaksanaan hiperbilirubin pada anak
Mahasiswa mengetahui asuhan keperawatan yang harus di lakukan pada pasien
anak yang terkena hiperbilirubin
BAB II
PEMBAHASAN
2.1.
KONSEP HIPERBILIRUBINEMIA
1. Pengertian
Hiperbilirubinemia adalah akumulasi berlebihan dari bilirubin di dalam darah. (Wong,
2003 : 432)
Peningkatan kadar bilirubin serum dihubungkan dengan hemolisis sel darah merah
dari bilirubin yang tidak terkonjugasi dari usus kecil, yang ditandai dengan joundice pada
kulit, sklera mukosa, dan urine. (Mitayani, 2012 : 191)
Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar nilainya
lebih dari normal. (Suriadi dan Rita, 2001 : 143)
Menurut Klous dan Fanaraft (1998) bilirubin dibedakan menjadi dua jenis yaitu:
1. Bilirubin tidak terkonjugasi atau bilirubin indirek (bilirubin bebas) yaitu bilirubin
tidak larut dalam air, berikatan dengan albumin untuk transport dan komponen bebas
larut dalam lemak serta bersifat toksik untuk otak karena bisa melewati sawar darah
otak.
2. Bilirubin terkonjugasi atau bilirubin direk (bilirubin terikat) yaitu bilirubin larut dalam
air dan tidak toksik untuk otak.
Perbandingan jenis-jenis utama hiperbilirubinemia tak terkonjugasi (Wong, 2003:432)
Ikterik
Ikterik
berhubungan
fisiologis
dengan
Ikterik ASI
Penyeba
menyusui ASI
Fungsi hepatik Masukan
susu Faktor-faktor
imatur
yang
ditambah
berhubungan
peningkatan
beban
kalori
buruk yang
terdapat
Penyakit
hemolitik
Ketidakcocokan
mungkin antigen
darah
dalam menyebabkan
yang hemolisis sejumlah
yang memecahkan
besar SDM
hemolisis
SDM
terbentuk
Awitan
dari hemolisis
kurang
sering
Hari
keempat- Selama
(bayi
kelima
pertama
24
jam
prematur,
lebih lama)
5
Puncak
72 jam
Durasi
Menurun pada
kelimabelas
Dapat tetap ikterik
hari ke lima
selama
sampai
minggu
Terapi
Hari kedua-ketiga
ke
tujuh
Fototerapi bila Sering
Hari
kesepuluh- Bervariasi
beberapa
natal-
meningkat
Suplemen kalori
24
terlalu cepat
Fototerapi
untuk menentukan
bilirubin
18-20 penyebab;
mg/dl
jam
untuk hebat,
kadar
transfusi
tukar
bila Pra
natal-transfusi
bilirubin (janin)
menurun,
dapat
bila
ASI Pencegahan
diminum sensitisasi
lagi
Dapat
(ketidakcocokan
meliputi Rh) dari ibu Rh
fototerapi
rumah
pemberian
di negatif
dengan
dengan RhoGAM
ASI
tanpa gangguan
2. Anatomi Fisiologi
Hati, yang merupakan organ terbesar tubuh dapat dianggap sebagai sebuah pabrik
kimia yang membuat, menyimpan, mengubah, dan mengekskresikan sejumlah besar substansi
yang terlibat dalam metabolisme. Lokasi hati sangat penting dalam pelaksanaan fungsi ini
karena hati menerima darah yang kaya nutrien langsung dari traktus gastrointestinal;
kemudian hati akan menyimpan atau mentransformasikan semua nutrien ini menjadi zat-zat
kimia yang digunakan di bagian lain dalam tubuh untuk keperluan metabolik. Hati
merupakan organ yang penting khususnya dalam pengaturan metabolisme glukosa dan
protein. Hati membuat dan mengeksresikan empedu yang memegang peranan utama dalam
proses pencernaan serta penyerapan lemak dalam traktus gastrointestinal. Organ ini
mengeluarkan limbah produk dari dalam aliran darah dan mengeksresikannya ke dalam
empedu. Empedu yang dihasilkan oleh hati akan disimpan untuk sementara waktu dalam
kandung empedu (vesika velea) sampai kemudian dibutuhkan untuk proses pencernaan; pada
saat ini, kandung empedu akan mengosongkan isinya dan empedu memasuki intestinum
(usus). (Brunner Suddart, 2001 : 1150).
Ekskresi Bilirubin
Bilirubin adalah pigmen yang berasal dari pemecahan hemoglobin oleh sel-sel pada
sistem retikuloendotelial yang mencakup sel-sel Kupffer dari hati. Hepatosit mengeluarkan
bilirubin dari dalam darah dan melalui reaksi kimia mengubahnya lewat konjugasi menjadi
asam glukuronat yang membuat bilirubin lebih dapat larut di dalam larutan yang encer.
Bilirubin terkonjugasi disekresikan oleh hepatosit ke dalam kanalikulus empedu di dekatnya
dan akhirnya dibawa dalam empedu ke duodenum.(Brunner & Suddart, 2001 : 1152).
Dalam usus halus, bilirubin dikonversikan menjadi urobilinogen yang sebagian akan
diekskresikan ke dalam feses dan sebagian lagi diabsorpsi lewat mukosa intestinal ke dalam
darah portal. Sebagian besar dari urobilinogen yang diserap kembali ini dikeluarkan oleh
hepatosit dan disekresikan sekali lagi ke dalam empedu (sirkulasi enterohepatik). Sebagian
urobilinogen memasuki sirkulasi sistemik dan dieksresikan oleh ginjal ke dalam urin.
Eliminasi bilirubin dalam empedu menggambarkan jalur utama ekskresi bagi senyawa ini.
(Brunner & Suddart, 2001 : 1152).
Konsentrasi bilirubin dalam darah dapat meningkat jika terdapat penyakit hati, bila
aliran empedu terhalang (yaitu, oleh batu empedu dalam saluran empedu) atau bila terjadi
penghancuran sel-sel darah merah yang berlebihan. Pada obstruksi saluran empedu, bilirubin
tidak memasuki intestinum dan sebagai akibatnya, urobilinogen tidak terdapat dalam urin.
(Brunner & Suddart, 2001 : 1152).
Metabolisme Bilirubin
Segera setelah lahir bayi harus mengkonjugasi bilirubin (merubah bilirubin yang larut
dalam lemak menjadi bilirubin yang mudah larut dalam air) di dalam hati. Frekuensi dan
jumlah konjugasi tergantung dari besarnya hemolisis dan kematangan hati, serta jumlah
tempat ikatan albumin (albumin binding site). Pada bayi yang normal dan sehat serta cukup
bulan, hatinya sudah matang dan menghasilkan enzim glukoronil transferase yang memadai
sehingga serum bilirubin tidak mencapai tingkat patologis.
Untuk mendapat pengertian yang cukup mengenai masalah ikterus pada neonatus,
perlu diketahui sedikit tentang metabolisme bilirubin pada neonatus. Bilirubin merupakan
7
produk yang bersifat toksik dan harus dikeluarkan oleh tubuh. Sebagian besar bilirubin
tersebut berasal dari degredasi hemoglobin darah dan sebagian lagi dari hem bebas atau
eritropoesis yang tidak efektif. Pembentukan bilirubin tadi dimulai dengan proses oksidasi
yang menghasilkan biliverdin serta beberapa zat lain.
Biliverdin inilah yang mengalami reduksi dan menjadi bilirubin bebas atau bilirubin
IX alfa. Zat ini sulit larut dalam air tetapi larut dalam lemak, karenanya mempunyai sifat
lipofilik yang sulit diekskresi dan mudah melalui membran biologik seperti plasenta dan
sawar darah otak. Bilirubin bebas tersebut kemudian bersenyawa dengan albumin dan dibawa
ke hepar.
Di dalam hepar terjadi mekanisme ambilan, sehingga bilirubin terikat oleh reseptor
membran sel hati dan masuk ke dalam sel hati. Segera setelah ada dalam sel hati, terjadi
persenyawaan dengan ligandin (protein-Y) protein Z dan glutation hati lain yang
membawanya ke retikulum endoplasma hati, tempat terjadinya proses konjugasi.
Prosedur ini timbul berkat adanya enzim glukotonil transferase yang kemudian
menghasilkan bentuk bilirubin indirek. Jenis bilirubin ini dapat larut dalam air dan pada kadar
tertentu dapat diekskresikan melalui ginjal. Sebagian besar bilirubin yang terkonjugasi ini
dikeskresi melalui duktus hepatikus ke dalam saluran pencernaan dan selanjutnya menjadi
urobilinogen dan keluar dengan tinja sebagai sterkobilin. Dalam usus sebagian diabsorbsi
kembali oleh mukosa usus dan terbentuklah proses absorbsi enterohepatik.
Sebagian besar neonatus mengalami peninggian kadar bilirubin indirek pada hari-hari
pertama kehidupan. Hal ini terjadi karena terdapatnya proses fisiologik tertentu pada
neonatus. Proses tersebut antara lain karena tingginya kadar eritrosit neonatus, masa hidup
eritrosit yang lebih pendek (80-90 hari) dan belum matangnya fungsi hepar. Peninggian kadar
bilirubin ini terjadi pada hari ke 2-3 dan mencapai puncaknya pada hari ke 5-7, kemudian
akan menurun kembali pada hari ke 10-14 kadar bilirubin pun biasanya tidak melebihi 10
mg/dl pada bayi cukup bulan dan kurang dari 12 mg/dl pada bayi kurang bulan.
Pada keadaan ini peninggian bilirubin masih dianggap normal dan karenanya disebut
ikterus fisiologik. Masalah akan timbul apabila produksi bilirubin ini terlalu berlebihan atau
konjugasi hati menurun sehingga kumulasi di dalam darah. Peningkatan kadar bilirubin yang
berlebihan dapat menimbulkan kerusakan sel tubuh tertentu, misal kerusakan sel otak yang
akan mengakibatkan gejala sisa dihari kemudian.
Diagram Metabolisme Bilirubin
Eritrosit
Hemoglobin
Hem
Besi/FE
Globin
Bilirubin Indirek
(tidak larut dalam air)
Melalui hati
Hati
Bilirubin berikatan dengan Glukoronat/gula residu bilirubin direk (larut dalam air)
(http://ebookbrowse.com/askep-bayi-hiperbilirubinemia-doc-d443563044)
3. Etiologi
Etiologi pada bayi dengan hiperbilirubinemia diantaranya :
1. Produksi bilirubin berlebihan, yang dapat terjadi karena; polycethemia, issoimun,
hemolytic disease, kelainan struktur dan enzim sel darah merah, keracunan obat
(hemolisis kimia : salisilat, kortikosteroid, klorampenikol), hemolisis ekstravaskuler,
cephalhematoma, ecchymosis.
2. Gangguan fungsi hati; obstruksi empedu/atresia biliari, infeksi, masalah metabolik;
3.
4.
5.
6.
5. Patofisiologi
Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian
yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban Bilirubin pada sel Hepar
yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran Eritrosit,
Polisitemia. Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan
kadar Bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau
10
pada bayi Hipoksia, Asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar
Bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi Hepar atau neonatus yang
mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada derajat tertentu Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh.
Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi
mudah larut dalam lemak. sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak
apabila Bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak
disebut Kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut
mungkin akan timbul apabila kadar Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg/dl.
Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya
tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin Indirek akan mudah melalui sawar darah otak
apabila bayi terdapat keadaan Berat Badan Lahir Rendah , Hipoksia, dan Hipoglikemia ( AH,
Markum,1991).
(http://ebookbrowse.com/askep-bayi-hiperbilirubinemia-doc-d443563044)
Pathway
11
6. Klasifikasi
Penggolongan Hiperbilirubinemia berdasarkan saat terjadi Ikterus:
1. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama.
Penyebab Ikterus terjadi pada 24 jam pertama menurut besarnya kemungkinan
dapat disusun sebagai berikut:
- Inkomptabilitas darah Rh, ABO atau golongan lain.
- Infeksi Intra Uterin (Virus, Toksoplasma, Siphilis dan kadang-kadang
-
Bakteri)
Kadang-kadang oleh Defisiensi Enzim G6PD.
bila perlu.
2. Ikterus yang timbul 24 - 72 jam sesudah lahir.
- Biasanya Ikterus fisiologis, timbul pada hari ke 2 atau ke 3, tampak jelas
-
Bila keadaan bayi baik dan peningkatannya cepat maka pemeriksaan yang
perlu dilakukan:
- Pemeriksaan darah tepi.
- Pemeriksaan darah Bilirubin berkala.
- Pemeriksaan skrining Enzim G6PD.
- Pemeriksaan lain bila perlu.
3. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu pertama.
- Sepsis.
- Dehidrasi dan Asidosis.
- Defisiensi Enzim G6PD.
- Pengaruh obat-obat.
- Sindroma Criggler-Najjar, Sindroma Gilbert.
4. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya:
- Karena ikterus obstruktif.
- Hipotiroidisme
- Breast milk Jaundice.
- Infeksi.
- Hepatitis Neonatal.
- Galaktosemia.
Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan:
-
penyakit
karena
reaksi yang menetap pada ismer bilirubin struktural yang diekskresi oleh ginjal
pada keadaan yang tidak terkonjugasi.
Indikasi tranfusi untuk mengganti darah bayi dapat dilakukan pada keadaan
berikut ini :
1. Hidrops.
2. Adanya riwayat penyakit berat.
3. Adanya riwayat sensitisasi.
Tujuan dilakukannya transfusi adalah sebagai berikut :
1. Mengoreksi anemia.
2. Menghentikan hemolisis.
3. Mencegah peningkatan bilirubin. (Mitayani, 2012 : 193)
9. Penatalaksanaan
a. Mempercepat proses konjugasi, misalnya dengan pemberian fenobarbital. Pengobatan
dengan cara ini tidak begitu efektif dan membutuhkan waktu 48 jam baru terjadi
penurunan bilirubin yangberarti. Mungkin lebih bermanfaat bila diberikan pada ibu
kira-kira 2 hari sebelum melahirkan.
b. Memberikan substrat yang kurang untuk transportasi atau konjugasi. Contohnya :
pemberian albumin untuk mengikat bilirubin yang bebas. Albumin dapat diganti
dengan plasma dosis 15 20 ml/kgbb. Pemebrian glukosa perlu untuk kojugasi hepar
sebagai sumber energi.
c. Melakukan dekompensasi bilirubin dengan fototerapi
Terapi sinar diberikan jika kadar bilirubin darah indirek lebih dari 10 mg %.
Terapisinar menimbulkan dekomposisi bilirubin dari suatu senyawa tetrapirol yang sulitlarut
dalam air menjadi senyawa dipirol yang mudah larut dalam air dan dikeluarkan melalui urin,
tinja, sehingga kadr bilirubin menurun. Selain itu pada terapi sinar ditemukan pula
peninggian konsentrasi bilirubin indirek dalam cairan empedu duodenum dan menyebabkan
bertambahnya pengeluaran cairan empedu kedalam usus sehingga peristaltik usus meningkat
dan bilirubin akan keluar bersama feses.
Pelaksanaan Terapi Sinar :
1. Baringkan bayi telanjang, hanya genitalia yang ditutup (maksmal 500 jam) agar sinar
dapat merata ke seluruh tubuh.
2. Kedua mata ditutup dengan penutup yang tidak tembus cahaya. Dapat dengan kain
kasa yang dilipat lipat dan dibalut. Sebelumnya katupkan dahulu kelopak matanya.
(untuk mencegah kerusakan retina)
16
3. Posisi bayi sebaiknya diubah ubah, telentang, tengkurap, setiap 6 jam bila mungkin,
agar sinar merata.
4. Pertahankan suhu bayi agar selalu 36,5-37 C, dan observasi suhu tiap 4- 6 jam sekali.
Jika terjadi kenaikan suhu matikan sebentar lampunya dan bayi diberikan banyak
minum. Setelah 1 jam kontrol kembali suhunya. Jika tetap hubungi dokter.
5. Perhatikan asupan cairan agar tidak terjadi dehidrasi dan meningkatkan suhu tubuh
bayi.
6. Pada waktu memberi bayi minum, dikeluarkan, dipangku, penutup mata dibuka.
Perhatikan apakah terjadi iritasi atau tidak.
7. Kadar bilirubin diperiksa setiap 8 jam setelah pemberian terapi 24 jam
8. Bila kadar bilirubin telah turun menjadi 7,5 mg % atau kurang, terapi dihentikan
walaupun belum 100 jam.
9. Jika setelah terapi selama 100 jam bilirubin tetap tinggi / kadar bilirubin dalam serum
terus naik, coba lihat kembali apakah lampu belum melebihi 500 jam digunakan.
Selanjutnya hubungi dokter. Mungkin perlu transfusi tukar.
10. Pada kasus ikterus karena hemolisis, kadar Hb diperiksa tiap hari.
Komplikasi terapi sinar :
1. Terjadi dehidrasi karena pengaruh sinar lampu dan mengakibatkan peningkatan
insesible water loss.
2. Frekuensi defekasi meningkat sebagai akibat meningkatnya bilirubin indirek dalam
cairan empedu dan meningkatkan peristaltik usus.
3. Timbul kelainan kulit sementara pada daerah yang terkena sinar (berupa kulit
kemerahan) tetapi akan hilang jika terapi selesai.
4. Gangguan retina jika mata tidak ditutup.
5. Kenaikan suhu akibat sinar lampu. Jika hal ini terjadi sebagian sinar lampu dimatikan
terapi diteruskan. Jika suhu naik terus lampu semua dimatikan sementara, bayi
dikompres dingin, dan berikan ektra minum.
6. Komplikasi pada gonad yang menurut dugaan dapat menimbulkan kelainan
( kemandulan ) tetaapi belum ada bukti.
7. Transfusi tukar.
Indikasi untuk melakukan transfusi tukar adalah :
1.
2.
3.
4.
17
Tujuan transfusi tukar adalah mengganti eritrosit yang dapat menjadi hemolisis,
membuang natibodi yang menyebabkan hemolisis, menurunkan kadar bilirubin indirek, dan
memperbaiki anemia.
BAB III
PENUTUP
A. SIMPULAN
Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin serum total yan lebih dari 10 mg
% pada minggu pertama yang ditandai dengan ikterus pada kulit, sclera dan organ lain.
Keadaan ini mempunyai potensi meningkatkan kern ikterus, yaitu keadaan kerusakan pada
otak akibat perlengketan kadar bilirubin pada otak. Hiperbilirubin in keadaan fisiologis
(terdapat pada 25-50% neonatus cukup bulan dan lebih tinggi pada neonates kurang bulan).
Hiperbilirubin ini berkaitan erat dengan ruwayat kehamilan ibu dan prenaturitas. Selain itu,
masukan asi pada bayi juga dapat mempengaruhi kadar bilirubin dalam darah. Diagnosa
keperawatan pada penderita hperbilirubin, antara lain:
-
Gangguan integritas kulit berhubungan dengan Joundice yang ditandai dengan kulit
kejaringan
Resiko gangguan tumbuh kembang.
18