Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

HIPERBILIRUBIN

DISUSUN OLEH :

NAMA : OLYVIA RETNO UTAMI


PRODI : D3 KEPERAWATAN
NIM : 191440101010
KARU PEMBIMBING : NOVI CATARINA, AM.Kep

PROGRAM STUDI
DIPLOMA III KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
’AISYIYAH PALEMBANG
TAHUN AJARAN
2020/2021

1
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarakaatuh

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya kepada kami sehingga kami mampu menyelesaikan makalah ini dengan tepat
waktu yang berjudul “ Hiperbilirubin ”.
Makalah ini kami susun berdasarkan sumber – sumber dari buku – buku dan pencarian
melalui internet. sehingga kami berharap makalah ini memberikan informasi yang akurat dan
bermanfaat bagi kita semua.
Kami juga menyadari bahwa makalah ini masih juga jauh dari sempurna, oleh karena itu
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi
tercapainya makalah yang lebih sempurna di kemudian hari.
Akhir kata kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dan
berperan serta dalam pembuatan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga allah SWT
meridhai segala usaha kita. Aamiin.

Dalam kesempatan ini saya mengharapkan kritik ataupun saran yang bermanfaat dan
semoga Tuhan Yang Maha Kuasa memberikan Karunia dan Hidayah Nya kepada kita semua
hingga Makalah tentang Hiperbilirubin ini bermanfaat bagi para pembaca.

Nasrun Minnallahi Wa Fathun Qarib


Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh

2
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................................................. 2

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 3

1.1. LATAR BELAKANG ............................................................................ 3


1.2. RUMUSAN MASALAH ....................................................................... 4
1.3. TUJUAN ................................................................................................ 4

BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................... 5

2.1. KONSEP HIPERBILIRUBINEMIA .................................................... 5

1. Pengertian ........................................................................................ 5
2. Anatomi fisiologi ............................................................................. 6
3. Etiologi ........................................................................................... 11
4. Manifestasi klinis ........................................................................... 11
5. Patofisiologi ................................................................................... 12
6. Klasifikasi ...................................................................................... 13
7. Pemeriksaan penunjang ................................................................. 15
8. Komplikasi .................................................................................... 16
9. Penatalaksanaan ............................................................................ 18

BAB III PENUTUP .............................................................................................. 20

A. KESIMPULAN ......................................................................................... 20

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Pembangunan kesehatan yang telah dilaksanakan selama ini bertujuan untuk


meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Indikator derajat kesehatan masyarakat
komponen kesehatan,diantaranya adalah Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian
Bayi (AKB). Indonesia masih menuai presentasi di ASEAN (Association of South East Asia
Nations) Angka kematian bayi di negara-negara ASEAN seperti Singapura 3/1000 per
kelahiran hidup, Malaysia 5,5/1000 per kelahiran hidup, Thailand 17/1000 per kelahiran
hidup, Vietnam 18/1000 per kelahiran hidup, dan Philipina 26/1000 per kelahiran hidup.
Sedangkan angka kematian bayi di Indonesia cukup tinggi yakni 26,9/2000 per kelahiran
hidup.
Tingkat kesehatan ibu dan anak merupakan salah satu indikator di suatu Negara. Angka
kematian Maternal dan Neonatal masih tinggi, salah satu faktor penting dalam upaya
penurunan angka tersebut dengan memberikan pelayanan kesehatan maternal dan neonatal
yang berkualitas kepada masyarakat yang belum terlaksana.
Menurut Pola penyakit penyebab kematian bayi menunjukkan bahwa proporsi penyebab
kematian neonatal kelompok umur 0-7 hari tertinggi adalah premature dan Berat Badan Lahir
Rendah / BBLR (35%), kemudian asfiksia lahir (33,6%). Penyakit penyebab kematian
neonatal kelompok umur 8-28 hari tertinggi adalah infeksi sebesar 57,1% (termasuk tetanus
9,5%, sepsis, pneumonia, diare), kemudian feeding problem (14,3%).

Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah pada sebagian
neonates, ikterus akan di temukan pada minggu pertama dalam kehidupannya. Di kemukakan
bahwa angka kejadian ikterus terdapat pada 60 % bayi cukup bulan dan 80 % pada bayi
kurang bulan. Ikterus ini pada sebagian lagi mungkin bersifat patologik yang dapat
menimbulkan gangguan menetap atau menyebabkan kematian, karenanya setiap bayi dengan
ikterus harus mendapat perhatian terutama bila ikterus di temukan dalam 24 jam pertama
kehidupan bayi. Proses hemolisis darah, infeksi berat, ikterus yang berlangsung lebih dari
satu minggu serta bilirubin direk lebih dari 10 mg/dl juga keadaan yang menunjukan
kemungkinan adanya ikterus patologik.

4
1.2. RUMUSAN MASALAH
a. Apa pengertian dari hiperbilirubin ?
b. Apa penyebab timbulnya hiperbilirubin pada anak ?
c. Bagaimana proses terjadinya hiperbilirubin pada anak ?
d. Bagaimana tanda dan gejala yang timbul dari hiperbilirubin pada anak ?
e. Apa saja pemeriksaan diagnostic untuk mengetahui kadar bilirubin ?
f. Bagaimana penatalaksanaan hiperbilirubin pada anak ?

1.3. TUJUAN
a. Mahasiswa mengetahui pengertian dari hiperbilirubin
b. Mahasiswa mengetahui penyebab timbulnya hiperbilirubin pada anak
c. Mahasiswa mengetahui proses terjadinya hiperbilirubin pada anak
d. Mahasiswa mengetahui tanda dan gejala yang timbul dari hiperbilirubin pada anak
e. Mahasiswa mengetahui pemeriksaan diagnostic untuk mengetahui kadar bilirubin
f. Mahasiswa mengetahui penatalaksanaan hiperbilirubin pada anak

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. KONSEP HIPERBILIRUBINEMIA


1. Pengertian

Hiperbilirubinemia adalah akumulasi berlebihan dari bilirubin di dalam darah. (Wong,


2003 : 432)

Peningkatan kadar bilirubin serum dihubungkan dengan hemolisis sel darah merah
dari bilirubin yang tidak terkonjugasi dari usus kecil, yang ditandai dengan joundice pada
kulit, sklera mukosa, dan urine. (Mitayani, 2012 : 191)

Menurut Klous dan Fanaraft (1998) bilirubin dibedakan menjadi dua jenis yaitu:
1. Bilirubin tidak terkonjugasi atau bilirubin indirek (bilirubin bebas) yaitu bilirubin
tidak larut dalam air, berikatan dengan albumin untuk transport dan komponen bebas
larut dalam lemak serta bersifat toksik untuk otak karena bisa melewati sawar darah
otak.
2. Bilirubin terkonjugasi atau bilirubin direk (bilirubin terikat) yaitu bilirubin larut dalam
air dan tidak toksik untuk otak.

Perbandingan jenis-jenis utama hiperbilirubinemia tak terkonjugasi (Wong, 2003:432)

Ikterik
Ikterik berhubungan
Ikterik ASI Penyakit hemolitik
fisiologis dengan menyusui
ASI
Penyebab Fungsi hepatik Masukan susu Faktor-faktor yang Ketidakcocokan
imatur yang buruk mungkin terdapat antigen darah
ditambah berhubungan dalam ASI yang menyebabkan
peningkatan dengan sedikitnya memecahkan hemolisis sejumlah
beban bilirubin kalori yang bilirubin menjadi besar SDM
dari hemolisis dikonsumsi oleh bentuk lemak yang Hati tidak mampu
SDM bayi sebelum ASI dapat larut, yang mengkonjugasi dan

6
terbentuk direabsorpsi dari mengekskresikan
usus kelebihan bilirubin
Defekasi kurang dari hemolisis
sering
Awitan Setelah 24 jam Hari kedua-ketiga Hari keempat- Selama 24 jam
(bayi kelima pertama
prematur, lebih
lama)
Puncak 72 jam Hari kedua-ketiga Hari kesepuluh- Bervariasi
kelimabelas
Durasi Menurun pada Dapat tetap ikterik
hari ke lima selama beberapa
sampai ke minggu
tujuh
Terapi Fototerapi bila Sering menyusu Penghentian ASI Pasca natal-
kadar bilirubin ASI sementara sampai fototerapi, bila
meningkat Suplemen kalori 24 jam untuk hebat, transfusi
terlalu cepat Fototerapi untuk menentukan tukar
bilirubin 18-20 penyebab; bila Pra natal-transfusi
mg/dl kadar bilirubin (janin)
menurun, ASI Pencegahan
dapat diminum sensitisasi
lagi (ketidakcocokan
Dapat meliputi Rh) dari ibu Rh
fototerapi di negatif dengan
rumah dengan RhoGAM
pemberian ASI
tanpa gangguan

2. Anatomi Fisiologi

Hati, yang merupakan organ terbesar tubuh dapat dianggap sebagai sebuah pabrik
kimia yang membuat, menyimpan, mengubah, dan mengekskresikan sejumlah besar substansi
yang terlibat dalam metabolisme. Lokasi hati sangat penting dalam pelaksanaan fungsi ini
karena hati menerima darah yang kaya nutrien langsung dari traktus gastrointestinal;

7
kemudian hati akan menyimpan atau mentransformasikan semua nutrien ini menjadi zat-zat
kimia yang digunakan di bagian lain dalam tubuh untuk keperluan metabolik. Hati
merupakan organ yang penting khususnya dalam pengaturan metabolisme glukosa dan
protein. Hati membuat dan mengeksresikan empedu yang memegang peranan utama dalam
proses pencernaan serta penyerapan lemak dalam traktus gastrointestinal. Organ ini
mengeluarkan limbah produk dari dalam aliran darah dan mengeksresikannya ke dalam
empedu. Empedu yang dihasilkan oleh hati akan disimpan untuk sementara waktu dalam
kandung empedu (vesika velea) sampai kemudian dibutuhkan untuk proses pencernaan; pada
saat ini, kandung empedu akan mengosongkan isinya dan empedu memasuki intestinum
(usus). (Brunner Suddart, 2001 : 1150).

 Ekskresi Bilirubin

Bilirubin adalah pigmen yang berasal dari pemecahan hemoglobin oleh sel-sel pada
sistem retikuloendotelial yang mencakup sel-sel Kupffer dari hati. Hepatosit mengeluarkan
bilirubin dari dalam darah dan melalui reaksi kimia mengubahnya lewat konjugasi menjadi
asam glukuronat yang membuat bilirubin lebih dapat larut di dalam larutan yang encer.
Bilirubin terkonjugasi disekresikan oleh hepatosit ke dalam kanalikulus empedu di dekatnya
dan akhirnya dibawa dalam empedu ke duodenum.(Brunner & Suddart, 2001 : 1152).

Dalam usus halus, bilirubin dikonversikan menjadi urobilinogen yang sebagian akan
diekskresikan ke dalam feses dan sebagian lagi diabsorpsi lewat mukosa intestinal ke dalam
darah portal. Sebagian besar dari urobilinogen yang diserap kembali ini dikeluarkan oleh
hepatosit dan disekresikan sekali lagi ke dalam empedu (sirkulasi enterohepatik). Sebagian
urobilinogen memasuki sirkulasi sistemik dan dieksresikan oleh ginjal ke dalam urin.
Eliminasi bilirubin dalam empedu menggambarkan jalur utama ekskresi bagi senyawa ini.
(Brunner & Suddart, 2001 : 1152).

Konsentrasi bilirubin dalam darah dapat meningkat jika terdapat penyakit hati, bila
aliran empedu terhalang (yaitu, oleh batu empedu dalam saluran empedu) atau bila terjadi
penghancuran sel-sel darah merah yang berlebihan. Pada obstruksi saluran empedu, bilirubin
tidak memasuki intestinum dan sebagai akibatnya, urobilinogen tidak terdapat dalam urin.
(Brunner & Suddart, 2001 : 1152).

 Metabolisme Bilirubin

8
Segera setelah lahir bayi harus mengkonjugasi bilirubin (merubah bilirubin yang larut
dalam lemak menjadi bilirubin yang mudah larut dalam air) di dalam hati. Frekuensi dan
jumlah konjugasi tergantung dari besarnya hemolisis dan kematangan hati, serta jumlah
tempat ikatan albumin (albumin binding site). Pada bayi yang normal dan sehat serta cukup
bulan, hatinya sudah matang dan menghasilkan enzim glukoronil transferase yang memadai
sehingga serum bilirubin tidak mencapai tingkat patologis.
Untuk mendapat pengertian yang cukup mengenai masalah ikterus pada neonatus,
perlu diketahui sedikit tentang metabolisme bilirubin pada neonatus. Bilirubin merupakan
produk yang bersifat toksik dan harus dikeluarkan oleh tubuh. Sebagian besar bilirubin
tersebut berasal dari degredasi hemoglobin darah dan sebagian lagi dari hem bebas atau
eritropoesis yang tidak efektif. Pembentukan bilirubin tadi dimulai dengan proses oksidasi
yang menghasilkan biliverdin serta beberapa zat lain.
Biliverdin inilah yang mengalami reduksi dan menjadi bilirubin bebas atau bilirubin
IX alfa. Zat ini sulit larut dalam air tetapi larut dalam lemak, karenanya mempunyai sifat
lipofilik yang sulit diekskresi dan mudah melalui membran biologik seperti plasenta dan
sawar darah otak. Bilirubin bebas tersebut kemudian bersenyawa dengan albumin dan dibawa
ke hepar.
Di dalam hepar terjadi mekanisme ambilan, sehingga bilirubin terikat oleh reseptor
membran sel hati dan masuk ke dalam sel hati. Segera setelah ada dalam sel hati, terjadi
persenyawaan dengan ligandin (protein-Y) protein Z dan glutation hati lain yang
membawanya ke retikulum endoplasma hati, tempat terjadinya proses konjugasi.
Prosedur ini timbul berkat adanya enzim glukotonil transferase yang kemudian
menghasilkan bentuk bilirubin indirek. Jenis bilirubin ini dapat larut dalam air dan pada kadar
tertentu dapat diekskresikan melalui ginjal. Sebagian besar bilirubin yang terkonjugasi ini
dikeskresi melalui duktus hepatikus ke dalam saluran pencernaan dan selanjutnya menjadi
urobilinogen dan keluar dengan tinja sebagai sterkobilin. Dalam usus sebagian diabsorbsi
kembali oleh mukosa usus dan terbentuklah proses absorbsi enterohepatik.
Sebagian besar neonatus mengalami peninggian kadar bilirubin indirek pada hari-hari
pertama kehidupan. Hal ini terjadi karena terdapatnya proses fisiologik tertentu pada
neonatus. Proses tersebut antara lain karena tingginya kadar eritrosit neonatus, masa hidup
eritrosit yang lebih pendek (80-90 hari) dan belum matangnya fungsi hepar. Peninggian kadar
bilirubin ini terjadi pada hari ke 2-3 dan mencapai puncaknya pada hari ke 5-7, kemudian
akan menurun kembali pada hari ke 10-14 kadar bilirubin pun biasanya tidak melebihi 10
mg/dl pada bayi cukup bulan dan kurang dari 12 mg/dl pada bayi kurang bulan.

9
Pada keadaan ini peninggian bilirubin masih dianggap normal dan karenanya disebut
ikterus fisiologik. Masalah akan timbul apabila produksi bilirubin ini terlalu berlebihan atau
konjugasi hati menurun sehingga kumulasi di dalam darah. Peningkatan kadar bilirubin yang
berlebihan dapat menimbulkan kerusakan sel tubuh tertentu, misal kerusakan sel otak yang
akan mengakibatkan gejala sisa dihari kemudian.

3. Etiologi

Etiologi pada bayi dengan hiperbilirubinemia diantaranya :

1. Produksi bilirubin berlebihan, yang dapat terjadi karena; polycethemia, issoimun,


hemolytic disease, kelainan struktur dan enzim sel darah merah, keracunan obat
(hemolisis kimia : salisilat, kortikosteroid, klorampenikol), hemolisis ekstravaskuler,
cephalhematoma, ecchymosis.
2. Gangguan fungsi hati; obstruksi empedu/atresia biliari, infeksi, masalah metabolik;
hypothyroidisme, jaundice ASI.
3. Gangguan pengambilan dan pengangkutan bilirubin dalam hepatosit.
4. Gagalnya proses konjugasi dalam mikrosom hepar.
5. Gangguan dalam ekskresi.
6. Peningkatan reabsorpsi pada saluran cerna (siklus enterohepatik).

4. Manifestasi Klinik

Manifestasi klinik yang sering dijumpai pada bayi dengan hiperbilirubinemia diantaranya :

1. Ikterus pada kulit dan konjungtiva, mukosa, dan alat-alat tubuh lainnya. Bila ditekan
akan timbul kuning.
2. Bilirubin direk ditandai dengan kulit kuning kehijauan dan keruh pada ikterus berat.
3. Bilirubin indirek ditandai dengan kulit kuning terang pada ikterus berat.
4. Bayi menjadi lesu.
5. Bayi menjadi malas minum.
6. Tanda-tanda klinis ikterus jarang muncul.
7. Letargi.
8. Tonus otot meningkat.

10
9. Leher kaku.
10. Opistotonus.
11. Muntah, anorexia, fatigue, warna urine gelap, warna tinja pucat. (Mitayani, 2012 :
192)

5. Patofisiologi

Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Kejadian
yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban Bilirubin pada sel Hepar
yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran Eritrosit,
Polisitemia. Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan
kadar Bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau
pada bayi Hipoksia, Asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar
Bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi Hepar atau neonatus yang
mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.

Pada derajat tertentu Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh.
Toksisitas terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi
mudah larut dalam lemak. sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak
apabila Bilirubin tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak
disebut Kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut
mungkin akan timbul apabila kadar Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg/dl.

Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya
tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin Indirek akan mudah melalui sawar darah otak
apabila bayi terdapat keadaan Berat Badan Lahir Rendah , Hipoksia, dan Hipoglikemia
( AH, Markum,1991).

Pathway

11
6. Klasifikasi

Penggolongan Hiperbilirubinemia berdasarkan saat terjadi Ikterus:

1. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama.


Penyebab Ikterus terjadi pada 24 jam pertama menurut besarnya kemungkinan
dapat disusun sebagai berikut:
- Inkomptabilitas darah Rh, ABO atau golongan lain.
- Infeksi Intra Uterin (Virus, Toksoplasma, Siphilis dan kadang-kadang
Bakteri)
- Kadang-kadang oleh Defisiensi Enzim G6PD.

Pemeriksaan yang perlu dilakukan:

- Kadar Bilirubin Serum berkala.


- Darah tepi lengkap.
- Golongan darah ibu dan bayi.
- Test Coombs.
- Pemeriksaan skrining defisiensi G6PD, biakan darah atau biopsi Hepar
bila perlu.

12
2. Ikterus yang timbul 24 - 72 jam sesudah lahir.
- Biasanya Ikterus fisiologis, timbul pada hari ke 2 atau ke 3, tampak jelas
pada hari ke 5-6 dan menghilang pada hari ke 10.
- Bayi tampak biasa, minum baik, berat badan naik biasa
- Kadar bilirubin serum pada bayi cukup bulan tidak lebih dari 12 mg %,
pada BBLR 10 mg %, dan akan hilang pada hari ke 14.
- Penyebab ikterus fisiologis diantaranya karena kekurangan protein Y dan
Z, enzim Glukoronyl transferase yang belum cukup jumlahnya.
- Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah ABO atau Rh, atau
golongan lain. Hal ini diduga kalau kenaikan kadar Bilirubin cepat
misalnya melebihi 5mg% per 24 jam.
- Defisiensi Enzim G6PD atau Enzim Eritrosit lain juga masih mungkin.
- Polisetimia.
- Hemolisis perdarahan tertutup (pendarahan subaponeurosis, pendarahan
Hepar, sub kapsula dll).

Bila keadaan bayi baik dan peningkatannya cepat maka pemeriksaan yang
perlu dilakukan:

- Pemeriksaan darah tepi.


- Pemeriksaan darah Bilirubin berkala.
- Pemeriksaan skrining Enzim G6PD.
- Pemeriksaan lain bila perlu.
3. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu pertama.
- Sepsis.
- Dehidrasi dan Asidosis.
- Defisiensi Enzim G6PD.
- Pengaruh obat-obat.
- Sindroma Criggler-Najjar, Sindroma Gilbert.
4. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya:
- Karena ikterus obstruktif.
- Hipotiroidisme
- Breast milk Jaundice.
- Infeksi.
- Hepatitis Neonatal.

13
- Galaktosemia.

Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan:

- Pemeriksaan Bilirubin berkala.


- Pemeriksaan darah tepi.
- Skrining Enzim G6PD.
- Biakan darah, biopsi Hepar bila ada indikasi.

Berikut adalah beberapa keadaan yang menimbulkan ikterus patologis :

1. penyakit hemolitik, isoantibodi karena ketidakcocokan golongan darah ibu dan anak
seperti Rhesus antagonis, ABO, dsb.
2. kelainan dalam se darah merah seperti pada defisiensi G-6-PD
3. hemolisis, hematoma, polisitemia, perdarahan karena trauma lahir
4. infeksi : septisemia, meningitis, infeksi saluran kemih, penyakit karena
toksoplasmosis, sifilis, rubela, hepatitis
5. kelainan metabolik, hipoglikemia, galaktosemia
6. obat2an yang menggantikan ikatan bilirubin dengan albumin seperti : sulfonamid,
salisilat, sodium benzoat, gentamisin.
7. Pirau enteropatik yang meninggi, obstruksi usus letak tinggi, penyakit hirschsprung,
stenosis pilorik, mekonium ileus, dsb.

7. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan yang dapat dilakukan diantaranya :

1. Tes Coomb pada tali pusat bayi baru lahir. Hasil positif tes Coomb indirek
menandakan adanya antibodi Rh-positif, anti-A, atau anti-B dalam darah ibu. Hasil
positif dari tes Coomb direk menandakan adanya sentisasi (Rh-positif, anti-A, anti-B)
sel darah merah dari neonatus.
2. Golongan darah bayi dan ibu : mengidentifikasi inkompatibilitas ABO.
3. Bilirubin total : kadar direk (terkonjugasi) bermakna jika melebihi 1,0-1,5 mg/dl, yang
mungkin dihubungkan dengan sepsis. Kadar indirek (tidak terkonjugasi) tidak boleh
melebihi peningkatan 5 mg/dl dalam 24 jam, atau tidak boleh lebih dari 20 mg/dl pada
bayi cukup bulan atau 15 mg/dl pada bayi praterm (tergantung pada berat badan).

14
4. Protein serum total : kadar kurang dari 3,0 g/dl menandakan penurunan kapasitas
ikatan, terutama pada bayi praterm.
5. Hitung darah lengkap: Hemoglobin (Hb) mungkin rendah (kurang dari 14 g/dl) karena
hemolisis. Hematokrit (Ht) mungkin meningkat (lebih besar dari 65 %) pada
polisitemia, penurunan (kurang dari 45 %) dengan hemolisis dan anemia berlebihan.
6. Glukosa : kadar Dextrostix mungkin kurang dari 45 % glukosa darah lengkap kurang
dari 30 mg/dl, atau tes glukosa serum kurang dari 40 mg/dl bila bayi baru lahir
hipoglikemi dan mulai menggunakan simpanan lemak dan melepaskan asam lemak.
7. Daya ikat karbon dioksida. Penurunan kadar menunjukkan hemolisis.
8. Meter ikterik transkutan : mengidentifikasi bayi yang memerlukan penentuan
bilirubin seru.
9. Jumlah retikulosit : peningkatan retikulosit menandakan peningkatan produksi SDM
dalam respons terhadap hemolisis yang berkenaan dengan penyakit Rh.
10. Smear darah perifer : dapat menunjukkan SDM abnormal atau imatur, eritroblastosis
pada penyakit Rh, atau sferositis pada inkompabilitas ABO.
11. Tes Betke-Kleihauer: evaluasi smear darah maternal terhadap eritrosit janin.

8. Komplikasi

Komplikasi yang biasa terjadi adalah sebagai berikut :

1. Ikterik ASI.
2. Kernik ikterus (bilirubin ensefalitis).
Menghilangkan bilirubin yang terkontaminasi, menggantikan faktor koagulasi pada
kernik ikterus, menghilangkan antibodi (Rh, ABO), dan hemolisis yang menghasilkan
sel darah merah, serta tersensititasi dari sel darah merah dilakukan dengan cara
berikut ini.
a. Menghilangkan bahan yang kurang dalam proses metabolisme bilirubin (misalnya
menambahkan glukosa pada keadaan hipoglikemia) atau menambahkan bahan
untuk memperbaiki transportasi bilirubin (misalnya albumin). Penambahan
albumin dilakukan walaupun tidak terdapat hipoalbuminemia, tetapi perlu diingat
adanya zat-zat yang merupakan kompetitor albumin yang juga dapat mengikat
bilirubin (misalnya sulfonamid atau obat-obatan lainnya).
Penambahan albumin juga dapat mempermudah proses ekstrasi bilirubin
jaringan ke dalam plasma. Hal ini mengakibatkan kadar bilirubin plasma

15
meningkat, ini tidak berbahaya karena bilirubin tersebut berada dalam ikatan
dengan albumin. Albumin diberikan dalam dosis yang tidak melebihi 1
gram/kgBB sebelum maupun sesudah tindakan transfusi untuk mengganti darah.
b. Mengurangi peredaran enterohepatik dengan pemberian makanan oral dini.
c. Fototerapi
Ikterus klinis dan hiperbilirubinemia indirek berkurang pada perpanjangan cahaya
yang berintensitas tinggi pada spektrum yang dapat dilihat. Bilirubin menyerap
cahaya secara maksimal pada kisaran biru (dari 420-470 mm). Cahaya putih yang
berspektrum luasan berwarna biru (super). Spektrum sempit khusus dan hijau
efektif menurunkan kadar bilirubin dapat memengaruhi foto reaksi bilirubin yang
terikat oleh albumin. Bilirubin dalam kulit menyerap energi cahaya yang dengan
foto isomerisasi mengubah bilirubin (-42 sampai dengan -15) tak terkonjugasi
alamiah yang bersifat toksik menjadi isometer konfigurasi terkonjugasi, yaitu
bilirubin (-42 sampai -15e). Foto terapi mengubah bilirubin alamiah melalui suatu
reaksi yang menetap pada ismer bilirubin struktural yang diekskresi oleh ginjal
pada keadaan yang tidak terkonjugasi.
Indikasi tranfusi untuk mengganti darah bayi dapat dilakukan pada keadaan
berikut ini :
1. Hidrops.
2. Adanya riwayat penyakit berat.
3. Adanya riwayat sensitisasi.

Tujuan dilakukannya transfusi adalah sebagai berikut :

1. Mengoreksi anemia.
2. Menghentikan hemolisis.
3. Mencegah peningkatan bilirubin. (Mitayani, 2012 : 193)

9. Penatalaksanaan
a. Mempercepat proses konjugasi, misalnya dengan pemberian fenobarbital. Pengobatan
dengan cara ini tidak begitu efektif dan membutuhkan waktu 48 jam baru terjadi
penurunan bilirubin yangberarti. Mungkin lebih bermanfaat bila diberikan pada ibu
kira-kira 2 hari sebelum melahirkan.
b. Memberikan substrat yang kurang untuk transportasi atau konjugasi. Contohnya :
pemberian albumin untuk mengikat bilirubin yang bebas. Albumin dapat diganti

16
dengan plasma dosis 15 – 20 ml/kgbb. Pemebrian glukosa perlu untuk kojugasi hepar
sebagai sumber energi.
c. Melakukan dekompensasi bilirubin dengan fototerapi

Terapi sinar diberikan jika kadar bilirubin darah indirek lebih dari 10 mg %.
Terapisinar menimbulkan dekomposisi bilirubin dari suatu senyawa tetrapirol yang sulitlarut
dalam air menjadi senyawa dipirol yang mudah larut dalam air dan dikeluarkan melalui urin,
tinja, sehingga kadr bilirubin menurun. Selain itu pada terapi sinar ditemukan pula
peninggian konsentrasi bilirubin indirek dalam cairan empedu duodenum dan menyebabkan
bertambahnya pengeluaran cairan empedu kedalam usus sehingga peristaltik usus meningkat
dan bilirubin akan keluar bersama feses.

Pelaksanaan Terapi Sinar :

1. Baringkan bayi telanjang, hanya genitalia yang ditutup (maksmal 500 jam) agar sinar
dapat merata ke seluruh tubuh.
2. Kedua mata ditutup dengan penutup yang tidak tembus cahaya. Dapat dengan kain
kasa yang dilipat lipat dan dibalut. Sebelumnya katupkan dahulu kelopak matanya.
(untuk mencegah kerusakan retina)
3. Posisi bayi sebaiknya diubah ubah, telentang, tengkurap, setiap 6 jam bila mungkin,
agar sinar merata.
4. Pertahankan suhu bayi agar selalu 36,5-37 C, dan observasi suhu tiap 4- 6 jam sekali.
Jika terjadi kenaikan suhu matikan sebentar lampunya dan bayi diberikan banyak
minum. Setelah 1 jam kontrol kembali suhunya. Jika tetap hubungi dokter.
5. Perhatikan asupan cairan agar tidak terjadi dehidrasi dan meningkatkan suhu tubuh
bayi.
6. Pada waktu memberi bayi minum, dikeluarkan, dipangku, penutup mata dibuka.
Perhatikan apakah terjadi iritasi atau tidak.
7. Kadar bilirubin diperiksa setiap 8 jam setelah pemberian terapi 24 jam
8. Bila kadar bilirubin telah turun menjadi 7,5 mg % atau kurang, terapi dihentikan
walaupun belum 100 jam.
9. Jika setelah terapi selama 100 jam bilirubin tetap tinggi / kadar bilirubin dalam serum
terus naik, coba lihat kembali apakah lampu belum melebihi 500 jam digunakan.
Selanjutnya hubungi dokter. Mungkin perlu transfusi tukar.
10. Pada kasus ikterus karena hemolisis, kadar Hb diperiksa tiap hari.

17
Komplikasi terapi sinar :

1. Terjadi dehidrasi karena pengaruh sinar lampu dan mengakibatkan peningkatan


insesible water loss.
2. Frekuensi defekasi meningkat sebagai akibat meningkatnya bilirubin indirek dalam
cairan empedu dan meningkatkan peristaltik usus.
3. Timbul kelainan kulit sementara pada daerah yang terkena sinar (berupa kulit
kemerahan) tetapi akan hilang jika terapi selesai.
4. Gangguan retina jika mata tidak ditutup.
5. Kenaikan suhu akibat sinar lampu. Jika hal ini terjadi sebagian sinar lampu dimatikan
terapi diteruskan. Jika suhu naik terus lampu semua dimatikan sementara, bayi
dikompres dingin, dan berikan ektra minum.
6. Komplikasi pada gonad yang menurut dugaan dapat menimbulkan kelainan
( kemandulan ) tetaapi belum ada bukti.
7. Transfusi tukar.

Indikasi untuk melakukan transfusi tukar adalah :

1. kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg %


2. kenaikan kadar bilirubin indirek cepat, yaitu 0,3 – 1 mg % / jam
3. anemia berat pada neonatus dengan gejala gagal jantung
4. bayi dengan kadar hemoglobin tali pusat kurang 14 mg % dan uji coomb’s positif.

Tujuan transfusi tukar adalah mengganti eritrosit yang dapat menjadi hemolisis,
membuang natibodi yang menyebabkan hemolisis, menurunkan kadar bilirubin indirek, dan
memperbaiki anemia.

BAB III

PENUTUP

18
A. KESIMPULAN

Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin serum total yan lebih dari
10 mg % pada minggu pertama yang ditandai dengan ikterus pada kulit, sclera dan organ lain.
Keadaan ini mempunyai potensi meningkatkan kern ikterus, yaitu keadaan kerusakan pada
otak akibat perlengketan kadar bilirubin pada otak. Hiperbilirubin in keadaan fisiologis
(terdapat pada 25-50% neonatus cukup bulan dan lebih tinggi pada neonates kurang bulan).

Hiperbilirubin ini berkaitan erat dengan ruwayat kehamilan ibu dan prenaturitas.
Selain itu, masukan asi pada bayi juga dapat mempengaruhi kadar bilirubin dalam darah.
Diagnosa keperawatan pada penderita hperbilirubin, antara lain:

1. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan Joundice yang ditandai dengan kulit
wajah dan dadah tampak kuning
2. Resiko intoleransi aktifitas berhubungan dengan penurunan perfusi O2 kejaringan
3. Resiko gangguan intake nutrisi berhubungan dengan penurunan suplai nutrisi
kejaringan
4. Resiko gangguan tumbuh kembang.

19

Anda mungkin juga menyukai