Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN KOMPREHENSIF NEONATUS DENGAN

“HIPERBILIRUBIN”

DISUSUN OLEH:
Ade Irma Samsuddin
NIM. P07224318011

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN


KALIMANTAN TIMUR
JURUSAN KEBIDANAN PRODI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN
TAHUN AJARAN 2021
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha pengasih lagi Maha penyayang. Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah,dan
inayah-Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah mengenai
“Hiperbilirubin“.

Makalah ini telah saya susun dengan semaksimal mungkin dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu saya
menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan
makalah ini.

Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
segi susunan kalimat maupun tata bahasa. Oleh karena itu dengan tangan terbuka saya
menerima segala saran dan kritik dari para pembaca agar saya dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata saya ucapkan banyak terima kasih dan permohonan maaf sebesar-besarnya
dan saya berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat serta menjadi sumber inspirasi
terhadap para pembaca.

Samarinda, 15 Juni 2021

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI.............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................1

1. LATAR BELAKANG..................................................................................1
2. RUMUSAN MASALAH..............................................................................1
3. TUJUAN........................................................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................2

1. ........................................................................................................................2
2. ........................................................................................................................3
3. ........................................................................................................................4
4. ........................................................................................................................5
5. ........................................................................................................................7

BAB III PENUTUP..................................................................................................12

A. KESIMPULAN.............................................................................................12
B. SARAN..........................................................................................................12
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Tingkat kesehatan ibu dan anak merupakan salah satu indicator di suatu Negara.
Angka kematian Maternal dan Neonatal masih tinggi, salah satu faktor penting dalam
upaya penurunan angka tersebut dengan memberikan pelayanan kesehatan maternal dan
neonatal yang berkualitas kepada masyarakat yang belum terlaksana (Prawirohardjo,
2010).
Angka kematian bayi di negara-negara ASEAN seperti Singapura 3/1000 per
kelahiran hidup, Malaysia 5,5/1000 per kelahiran hidup, Thailand 17/1000 per kelahiran
hidup, Vietnam 18/1000 per kelahiran hidup, dan Philipina 26/1000 per kelahiran hidup.
Sedangkan angka kematian bayi di Indonesia cukup tinggi yakni 26,9/2000 per kelahiran
hidup (Depkes, 2007).
Dalam upaya mewujudkan visi “Indonesia Sehat 2010”, maka salah satu tolak ukur
adalah menurunnya angka mortalitas dan morbiditas neonatus, dengan proyeksi pada
tahun 2005 AKB dapat turun menjadi 18 per 1000 kelahiran hidup. Salah satu penyebab
mortalitas pada bayi baru lahir adalah ensefalopati biliaris (lebih dikenal sebagai
kernikterus). Ensefalopati biliaris merupakan komplikasi ikterus neonatorum yang paling
berat. Selain memiliki angka mortalitas yang tinggi, juga dapat menyebabkan gejala sisa
berupa cerebral palsy, tuli nada tinggi, paralysis dan displasia dental yang sangat
mempengaruhi kualitas hidup (Depkes, 2007).
Angka kejadian bayi hiperbilirubin berbeda di satu tempat ke tempat lainnya. Hal
ini disebabkan oleh perbedaan dalam faktor penyebab dan penatalaksanaan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat disimpulkan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apakah yang dimaksud dengan hiperbilirubin ?
2. Apakah yang menjadi penyebab terjadinya hiperbilirubin ?
3. Bagaimana etiologi pada penyakit hiperbilirubin?
4. Bagaimana komplikasi yang terjadi pada penyakit hiperbilirubini?
5. Bagaimana patofisiologi terjadinya penyakit hiperbilirubin, ?
6. Apa saja pemeriksaan penunjang pada penyakit hiperbilirubin?
7. Bagaimana diagnosis dan penatalaksanaan pada penyakit hiperbilirubin?
8. Bagaimana proses asuhan kebidanan pada penyakit hiperbilirubin?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum:
1. Untuk menambah pengetahuan mengenai asuhan kebidanan yang diberikan pada bayi
patologi dengan hiperbilirubin.
2. Guna memahami asuhan yang dapat diberikan pada bayi patologi dengan
hiperbilirubin.
3. Mengetahui cara menganalisa data pada bayi hiperbillirubin.
4. Untuk mengetahui diagnose potensial bayi dengan hiperbilirubin.
5.Untuk mengetahui kebutuhan segera yang di gunakan untuk penanganan bayi dengan
hiperbilirubin.

1.3.2 Tujuan khusus :


1. Melakukan pengkajian bayi hiperbilirubin.
2. Menetapkan diagnose pada bayi
3. Mengetahui kebutuhan yang memerlukan tindakan segera setelah ditetapkannya
diagnose.
4. Mengidentifikasi masalah potensial yang terjadi.
5. Melakukan Perencanaan Asuhan
6. Melaksanakan Asuhan menyeluruh.
7. Mengevaluasi dari asuhan yang diberikan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Teori Hiperbilirubin


A.           Definisi Hiperbilirubin
Hiperbilirubinemia adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar
nilainya lebih dari normal. (Suriadi dan Rita, 2010). Hiperbilirubinemia merupakan
suatu kondisi bayi baru lahir dengan kadar bilirubin serum total lebih dari 10mg%
pada minggu pertama yang ditandai dengan ikterus, yang dikenal dengan ikterus
neonatorum patologis. Hiperbilirubinemia yang merupakan suatu keadaan
meningkatnya kadar bilirubin didalam jaringan ekstravaskular, sehingga konjungtiva,
kulit, dan mukosa akan berwarna kuning. (Aziz, 2011)
Hiperbilirubinemia adalah akumulasi berlebihan dari bilirubin di dalam darah.
(Wong, 2011). Hiperbilirubinemia adalah peningkatan kadar bilirubin serum yang
dihubungkan dengan hemolisis sel darah merah dari bilirubin yang tidak terkonjugasi
dari usus kecil, yang ditandai dengan jaundice pada kulit, sclera mukosa, dan urine.
(Mitayani, 2012).

B. Etiologi Hiperbilirubin
1. Etiologi
Peningkatan kadar bilirubin umum terjadi pada setiap bayi baru lahir, karena:
a. Hemolisis yang disebabkan oleh jumlah sel darah merah lebih banyak dan
berumur lebih pendek.
b. Fungsi hepar yang belum sempurna (jumlah dan fungsi enzim glukuronil
transferase, UDPG/T dan ligand dalam protein belum adekuat) -> penurunan
ambilan bilirubin oleh hepatosit dan konjugasi.
c. Sirkulus enterohepatikus meningkat karena masih berfungsinya enzim ->
glukuronidase di usus dan belum ada nutrien.
2. Peningkatan kadar bilirubin yang berlebihan (ikterus nonfisiologis) dapat disebabkan
oleh faktor/keadaan:
a. Hemolisis akibat inkompatibilitas ABO atau isoimunisasi Rhesus, defisiensi
G6PD, sferositosis herediter dan pengaruh obat.
b. Infeksi, septikemia, sepsis, meningitis, infeksi saluran kemih, infeksi intra
uterin.
c. Polisitemia.
d. Ekstravasasi sel darah merah, sefalhematom, kontusio, trauma lahir.
e. Ibu diabetes.
f. Asidosis.
g. Hipoksia/asfiksia.
h. Sumbatan traktus digestif yang mengakibatkan peningkatan sirkulasi
enterohepatik
D. Patofisiologi
Bilirubin pada neonatus meningkat akibat terjadinya pemecahan eritrosit. Bilirubin
mulai meningkat secara normal setelah 24 jam, dan puncaknya pada hari ke 3-5. Setelah
itu perlahan-lahan akan menurun mendekati nilai normal dalam beberapa minggu.

E. Gejala Dan Tanda Klinis

Gejala utamanya adalah kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa. Disamping itu dapat
pula disertai dengan gejala-gejala:
1. Dehidrasi
Asupan kalori tidak adekuat (misalnya: kurang minum, muntah-muntah)
2.     Pucat
Sering berkaitan dengan anemia hemolitik (mis. Ketidakcocokan golongan darah
ABO, rhesus, defisiensi G6PD) atau kehilangan darah ekstravaskular.
3.     Trauma lahir.
Bruising, sefalhematom (peradarahn kepala), perdarahan tertutup lainnya.
4.       Pletorik (penumpukan darah)
Polisitemia, yang dapat disebabkan oleh keterlambatan memotong tali pusat.
5.             Letargik dan gejala sepsis lainnya.
6.         Petekiae (bintik merah di kulit)
Sering dikaitkan dengan infeksi congenital, sepsis atau eritroblastosis
7.           Mikrosefali (ukuran kepala lebih kecil dari normal)
Sering berkaitan dengan anemia hemolitik, infeksi kongenital, penyakit hati
8.           Hepatosplenomegali (pembesaran hati dan limpa)
9.           Omfalitis (peradangan umbilikus)
10.         Hipotiroidisme (defisiensi aktivitas tiroid)
11.         Massa abdominal kanan (sering berkaitan dengan duktus koledokus)
12.         Feses dempul disertai urin warna coklat.
Pikirkan ke arah ikterus obstruktif, selanjutnya konsultasikan ke bagian hepatologi.
F. Pencegahan
Perlu dilakukan terutama bila terdapat faktor risiko seperti riwayat
inkompatibilitas ABO sebelumnya. AAP dalam rekomendasinya mengemukakan
beberapa langkah pencegahan hiperbilirubinemia sebagai berikut
1. Primer

AAP merekomendasikan pemberian ASI pada semua bayi cukup bulan dan hampir
cukup bulan yang sehat. Dokter dan paramedis harus memotivasi ibu untuk
menyusukan bayinya sedikitnya 8-12 kali sehari selama beberapa hari pertama. 
Rendahnya asupan kalori dan atau keadaan dehidrasi berhubungan dengan proses
menyusui dan dapat menimbulkan ikterus neonatorum. Meningkatkan frekuensi
menyusui dapat menurunkan kecenderungan keadaan hiperbilirubinemia yang berat
pada neonatus. Lingkungan yang kondusif bagi ibu akan menjamin terjadinya proses
menyusui yang baik. 
AAP juga melarang pemberian cairan tambahan (air, susu botol maupun dekstrosa)
pada neonatus nondehidrasi. Pemberian cairan tambahan tidak dapat mencegah
terjadinya ikterus neonatorum maupun menurunkan kadar bilirubin serum.

2. Sekunder

Dokter harus melakukan pemeriksaan sistematik pada neonatus yang memiliki risiko
tinggi ikterus neonatorum.
Pemeriksaan Golongan Darah
Semua wanita hamil harus menjalani pemeriksaan golongan darah ABO dan Rhesus
serta menjalani skrining antibodi isoimun. Bila ibu belum pernah menjalani
pemeriksaan golongan darah selama kehamilannya, sangat dianjurkan untuk
melakukan pemeriksaan golongan darah dan Rhesus. Apabila golongan darah ibu
adalah O dengan Rh-positif, perlu dilakukan pemeriksaan darah tali pusat. Jika darah
bayi bukan O, dapat dilakukan tes Coombs.

Penilaian Klinis
Dokter harus memastikan bahwa semua neonatus dimonitor secara berkala untuk
mengawasi terjadinya ikterus. Ruang perawatan sebaiknya memiliki prosedur standar
tata laksana ikterus. Ikterus harus dinilai sekurang-kurangnya setiap 8 jam bersamaan
dengan pemeriksaan tanda-tanda vital lain. 
Pada bayi baru lahir, ikterus dapat dinilai dengan menekan kulit bayi  sehingga
memperlihatkan warna kulit dan subkutan. Penilaian ini harus dilakukan dalam
ruangan yang cukup terang, paling baik menggunakan sinar matahari. Penilaian ini
sangat kasar, umumnya hanya berlaku pada bayi kulit putih dan memiliki angka
kesalahan yang tinggi. Ikterus pada awalnya muncul di bagian wajah, kemudian akan
menjalar ke kaudal dan ekstrimitas.

G. Komplikasi pada Hiperbilirubin


Komplikasi yang dapat ditimbulkan penyakit ini yaitu terjadi kern ikterus yaitu keruskan
otak akibat perlangketan bilirubin indirek pada otak. Pada kern ikterus gejala klinik pada
permulaan tidak jelas antara lain : bayi tidak mau menghisap, letargi, mata berputar-putar,
gerakan tidak menentu (involuntary movements), kejang tonus otot meninggi, leher kaku,
dan akhirnya opistotonus. Selain itu dapat juga terjadi Infeksi/sepsis, peritonitis, pneumonia
(Nelson, 2007).

H. Penatalaksanaan

Berdasarkan pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan


Hiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek dari Hiperbilirubi
nemia. Pengobatan mempunyai tujuan :
1.             Menghilangkan Anemia
2.             Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi
3.             Meningkatkan Badan Serum Albumin
4.             Menurunkan Serum Bilirubin
Metode therapi pada Hiperbilirubinemia meliputi : Fototerapi, TransfusiPengganti, Infus Alb
umin dan Therapi Obat (Nelson, 2007).
1.             Fototherapi
Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengantranfusi pengganti untuk
menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus padacahaya dengan intensitas yang tinggi ( a
bound of fluorencent light bulbsorbulbs in the blue-light spectrum) akan menurunkan
Bilirubin dalam kulit.
Fototherapi menurunkan kadar Bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresiBiliar Bilirubin
tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorsijaringan mengubah Bilirubin tak
terkonjugasi menjadi dua isomeryangdisebut Fotobilirubin.
Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darahmelalui mekanisme difusi. Di
dalam darah Fotobilirubin berikatan denganAlbumin dan dikirim ke Hati. Fotobilirubin
kemudian bergerak ke Empedu dandiekskresi ke dalam Deodenum untuk dibuang bersama
feses tanpa proseskonjugasi oleh Hati (Avery dan Taeusch, 1984). Hasil Fotodegradasi
terbentukketika sinar mengoksidasi Bilirubin dapat dikeluarkan melalui urine.
Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadarBilirubin, tetapi
tidak dapat mengubah penyebab Kekuningan dan Hemolisisdapat menyebabkan Anemia.
Secara umum Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin Indirek 4 -5 mg / dl.
Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram  harus di Fototherapi dengan
konsentrasi Bilirubun 5 mg / dl. Beberapa ilmuan mengarahkan untuk memberikan
Fototherapi Propilaksis pada 24 jam pertama pada Bayi Resiko Tinggi dan Berat
Badan Lahir Rendah.
2.             Tranfusi Pengganti
Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor :
a.             Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.
b.             Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.
c.             Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama.
d.            Tes Coombs Positif
e.             Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama.
f.              Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama.
g.             Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.
h.             Bayi dengan Hidrops saat lahir.
i.               Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.
Transfusi Pengganti digunakan untuk :
a. Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible (rentan)
terhadap sel darah merah terhadap Antibodi Maternal.
b. Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi (kepekaan)
c. Menghilangkan Serum Bilirubin
d. Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan keterikatandengan
Bilirubin
Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan O segera(kurang dari 2 hari), Rh
negatif whole blood. Darah yang dipilih tidakmengandung antigen A dan antigen B yang
pendek. setiap 4 - 8 jam kadar bilirubin harus dicek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari
sampai stabil.
3.             Therapi Obat
Phenobarbital dapat menstimulasi hati untuk menghasilkan enzim yang meningkatkan
konjugasi Bilirubin dan mengekresinya. Obat ini efektifbaik diberikan pada ibu hamil untuk
beberapa hari sampai beberapa minggusebelum melahirkan. Penggunaan penobarbital pada
post natal masih menjadipertentangan karena efek sampingnya (letargi).Colistrisin dapat
mengurangi Bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urinesehingga menurunkan siklus
Enterohepatika.

I. Pemeriksaan Penunjang
1.             Pemeriksaan bilirubin serum
a.             Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6mg/dl antara 2-4 hari setelah
lahir. Apabila nilainya lebih dari 10mg/dl tidak fisiologis.
b.             Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai puncak 10-12 mg/dl antara 5-7 hari
setelah lahir. Kadar bilirubin yang lebih dari 14mg/dl tidak fisiologis.
2.             Pemeriksaan radiology
Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan diafragma kanan pada
pembesaran hati, seperti abses hati atau hepatoma.
3.             Ultrasonografi
Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan ekstra hepatic.
4.             Biopsy hati
Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang sukar seperti untuk
membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra hepatic selain itu juga untuk memastikan
keadaan seperti hepatitis, serosis hati, hepatoma.
5.             Peritoneoskopi
Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto dokumentasi untuk
perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada penderita penyakit ini.
6.             Laparatomi
Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto dokumentasi untuk
perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada penderita penyakit ini.
2.2  Konsep Dasar Manajemen Asuhan Kebidanan pada neonatus dengan Hiperbilirubin

I.  PENGKAJIAN
Tanggal/waktu pengkajian :
Tanggal MRS :
Nama Pengkaji :

Tempat Pengkajian :
A. DATA SUBJEKTIF

1. Identitas
a. Identitas klien
Nama :
Umur/Tanggal lahir :
Jenis kelamin                   :
Tanggal MRS :
Diagnosa medis :

b. Identitas orang tua


Nama Ayah :
Nama Ibu :
Usia Ayah / Ibu : <20 tahun atau <35 tahun (Suradi, 2000)
Pendidikan Ayah / Ibu :
Pekerjaan Ayah / Ibu : 
            
Agama :
Suku/ bangsa :
Alamat :

2. Alasan masuk rumah sakit / keluhan utama


a. Alasan masuk rumah sakit / MRS :
b. Keluhan utama :
Keluhan utama adalah keluhan yang harus dinyatakan dengan singkat dan
menggunakan bahasa yang dipakai si pemberi keterangan (Varney, 2007). Pada
kasus bayi dengan hiperbilirubin derajat III keluhan utama yaitu bayinya kuning,
bayinya malas minum (Surasmi, 2003)

3. Riwayat kesehatan klien


a. Riwayat kesehatan sekarang
 Keluhan Utama
Pada kasus hiperbilirubin, bayi baru lahir dengan kadar bilirubin serum total
lebih dari 10mg% pada minggu pertama yang ditandai dengan ikterus
b. Riwayat kesehatan yang lalu
 Riwayat kehamilan dan kelahiran
- Riwayat antenatal :
Kurangnya antenatal care yang baik. Penggunaan obat – obat yang
meningkatkan ikterus ex: salisilat sulkaturosic oxitosin yang dapat
mempercepat proses konjungasi sebelum ibu partus. (Rionaldi,2014)
- Riwayat intranatal :
Berisi tentang jenis persalinan, penolong, lama persalinan dari kala I sampai
kala IV, keadaan anak, jumlah air ketuban dan adakah komplikasi dalam
peersalinan. Pada kasus bayi dengan berat badan lahir rendah kurang dari
2500 gr tanpa memandang usia kehamilan (Proverawati dan Ismawati,
2010).
- Riwayat postnatal : Untuk mengetahui keadaan bayi dan ibu saat nifas,
adakah komplikasi saat nifas (Prawirohardjo, 2007)
- Riwayat imunisasi :
 Riwayat alergi :
 Riwayat penyakit yang pernah diderita :
 Riwayat operasi :
Dikaji untuk mengetahui apakah ibu pernah melakukan operasi (Nursalam,
2012)
 Riwayat tumbuh kembang :

4. Riwayat Kesehatan Keluarga


a. Riwayat penyakit menular
b. Riwayat penyakit keturunan:
 Gaya hidup : Perilaku ibu dalam mengonsumsi obat-obatan yang dapat
mempengaruhi timbulnya hiperbilirubin
c. Riwayat penyakit menahun

5. Pola Fungsional Kesehatan


Kebutuhan Dasar Keterangan

Pola Nutrisi Riwayat perlambatan / makan oral buruk,


mungkin lebih disusui daripada menyusu
botol. Pada umumnya bayi malas minum
( reflek menghisap dan menelan lemah
sehingga BB bayi mengalami penurunan).
Palpasi abdomen dapat menunjukkan
pembesaran limfa, hepar
Pola Eliminasi Bising usus hipoaktif. Pasase mekonium
mungkin lambat.
Pola Istirahat Bayi yang mengalami hiperbilirubin
memiliki pola tidur yang lebih banyak dari
bayi normal
Pola Personal Hygiene Pada bayi dengan hiperbilirubin, personal
hygine juga perlu dikaji sebab kebersihan
pada bayi sangat diutamakan untuk
pencegahan infeksi. (Soepardan,
Suryani.2009)
Pola Aktivitas Pada bayi dengan hiperbilirubin, bayi
biasanya bergerak aktif namun sedikit agak
lemas
6. Riwayat Psikososiokultural Spiritual
(Depkes, 2005) dan Najman 1991 dalam salmah (2006) menyatakan bahwa
kehamilan yang tak diinginkan bisa berdampak kepada kesehatan mental, baik ibu
maupun bapaknya.

a. Komposisi fungsi dan hubungan keluarga (genogram)


b. Keadaan lingkungan rumah dan sekitar
c. Kultur dan kepercayaan yang mempengaruhi kesehatan

B.  DATA OBJEKTIF
1. Pemeriksaan Umum
Kesadaran   : Compos mentis sampai samnolen
Tanda Vital :
- Tekanan darah :
- Nadi : Untuk mengetahui nadi lebih cepat atau tidak. Nilai
batas normal 120-160 kali/menit. (Strigh,2004)
- Pernafasan :
- Suhu : Dinilai untuk mengetahui suhu tubuh bayi.
Pemeriksaan ini dapat dilakukan melalui rectal, axilla dan oral yang digunakan
untuk menilai keseimbangan suhu tubuh yang dapat digunakan untuk membantu
menentukkan diagnosis dini suatu penyakit (Hidayat, 2011). Suhu tubuh normal
bayi baru lahir berkisar 36,5ᴼC - 37,5ᴼC.
Antropometri
- Panjang badan : batas normal 45-50 cm
- Berat badan : batas normal 2500-3500 gram
- LILA :-
- Lingkar kepala : batas normal 33-35 cm
- Lingkar dada : batas normal 30-33 cm
- Lingkar perut :-
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan secara head to toe mulai dari inspeksi, palpasi, auskultasi
dan perkusi.
Inspeksi :
Kulit : Hiperbilirubin mengakibatkan peningkatan kadar bilirubin dalam
darah sehingga menimbulkan warna kuning pada kulit bayi. (Asep,
2012)
Kepala :

Wajah : Simetris atau tidak (Hidayat, 2009). Pada kasus hiperbilirubin wajah
bayi terlihat berwarna kuning

Mata : Konjungtiva pucat atau tidak, sklera kuning atau tidak (Hidayat,
2009). Pada kasus hiperbilirubin sklera terlihat kuning
Telinga : Hiperbilirubin dapat menyebabkan gangguan pendengaran, apabila
bilirubin tak terkonjugasi melawati bloodbrain barrier, bilirubin tersebut juga
ditimbulkan di daerah gangliabasalis, dan juga pada daerah vestibulecochlear nucleus
dan sebagai akibatnya adalah sebagian terjadi gangguan pendengaran sensorineural.
(Zamia, 2004)

Hidung : Ada cairan atau tidak,ada kotoran yang menyumbat jalan nafas atau
tidak (Kosim, 2009). Pada kasus hiperbilirubin hidung terlihat
kuning.

Mulut :

Leher :

Dada :

Abdomen :

Genetalia eksterna :
Anus :

Ekstermitas :

Palpasi :

Kulit :

Kepala :

Wajah :

Mata :

Telinga :

Hidung :

Mulut :

Leher :

Dada :

Abdomen :

Genetalia :

Anus :

Ekstermitas :

Auskultasi :

Dada :

Perkusi :

3. Pemeriksaan Neurologis/Refleks
 Reflek refleks masih lemah dan belum sempurna. Refleks tergantung pada usia gestasi
(Doengoes,2001) ,yaitu :
- Rooting terjadi dengan baik pada gestasi minggu 32
- Kooerdinasi reflex untuk menghisap, menelan, dan bernafas biasanya terbentuk
pada gestasi minggu ke-32
- Komponen pertama dari reflex moro (ekstensi lateral dari ekstermitas atas dengan
membuka tan,igan) tampak pada gestasi minggu ke 28
- Komponen kedua (fleksi anterior dan menangis yang dapat didengar) tampak pada
gestasi minggu ke-32.
 Menurut Wiknjosastro, 2005:
- Reflek Morro : Reflek morro pada bayi hiperbilirubin derajat III biasanya
lemah (Farrer, 2007)
- Reflek Rooting : Kalau pipi bayi disentuh, ia akan menolehkan kepalanya
ke sisi yang disentuh itu untuk mencari putting susu (Wong, 2004)
- Reflek Sucking : Bayi normal yang cukup bulan akan berupaya untuk
menghisap setiap benda yang menyentuh bibirnya. Reflek menelan juga terdapat
(Wong, 2005). Reflek sucking pada bayi dengan hiperbilirubin derajat III biasanya
lemah (Farrer, 2007)
- Reflek Grasping : Respon menggenggam ini berkurang pada bayi premature
karena ada kelainan syaraf di otak.
- Reflek Tonick Neck : Bayi melakukan perubahan posisi bila kepala di putar ke
satu sisi (Wong, 2004)
- Reflek Walking : Kaki akan bergerak keatas dan kebawah bila sedikit
disentuhkan ke permukaan keras.

4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang diperoleh dari peemeriksaan Hb dan golongan darah, serta kadar
bilirubin dalam darah (Wiknjasosto, 2007). Pada bayi dengan hiperbilirubin derajat III hasil
laboratorium kadar bilirubin di atas 10-14 mg% (normal <5 mg%) (Saifuddin, 2002).

5. Data Rekam Medis


Tindakan dan terapi yang telah didapat sebelumnya.
Tanggal / jam Terapi / Tindakan yang telah diberikan Pelaksana

II. INTERPRETASI DATA DASAR


Diagnosis :
Diagnosa kebidanan adalah diagnose yang ditegakkan bidan dalam lingkup praktek
kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur diagnosa kebidanan (Varney, 2007)
Masalah :
Hal-hal yang berkaitan dengan pengalaman/hal yang sedang dialami klien yang
ditemukan dari hasil pengkajian atau yang menyertai diagnosis.
Kebutuhan :
Hal-hal yang dibutuhkan oleh klien dan belum teridentifikasi dalam diagnosis dan
masalah.

III. IDENTIFIKASI DIAGNOSIS/MASALAH POTENSIAL


Diagnosa potensial adalah mengidentifikasi dengan hati-hati dan kritis pola atau
kelompok tanda dan gejala yang memerlukan tindakan kebidanan untuk membantu
pasien mengatasi atau mencegah masalah yang spesifikasi. Diagnosa potensial pada bayi
baru lahir dengan hiperbilirubin derajat IV akan muncul apabila kadar bilirubin semakin
meningkat lebih dari 15-20 mg% (Varney, 2007)

IV. IDENTIFIKASI KEBUTUHAN TINDAKAN SEGERA


Langkah ini mencakup rumusan tindakan emergensi darurat yang harus dilakukan.
Rumusan ini mencakup tindakan segera yang bisa dilakukan secara mandiri, kolaborasi,
dan bersifat rujukan.

V. INTERVENSI
Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh sebagai kelanjutan manajemen
terhadap diagnosis dan masalah yang telah diidentifikasi.

VI. IMPELEMENTASI
Pelaksaan dilakukan dengan efisien dana man sesuai dengan rencana asuhan yang telah
disusun. Pelaksaan ini bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian dikerjakan
oleh klien atau anggota tim kesehatan lainnya.

VII. EVALUASI
Evaluasi merupakan penilaian tentang keberhasilan dan keefektifan asuhan kebidanan
yang telah dilakukan. Evaluasi didokumentasikan dalam bentuk SOAP.
BAB III
TINJAUAN KASUS

I.  PENGKAJIAN
Tanggal/waktu pengkajian : 14 Juni 2021 / 15:00 PM
Tanggal MRS : 14 Juni 2021
Nama Pengkaji : Ade Irma Samsuddin

Tempat Pengkajian :
A. DATA SUBJEKTIF

7. Identitas
a. Identitas klien
Nama : By. Ny. D
Umur/Tanggal lahir : 10 hari / 04-06-2021
Jenis kelamin                   : Perempuan
Tanggal MRS : 14 Juni 2021
Diagnosa medis : Hiperbilirubin

b. Identitas orang tua


Nama Ayah : Tn. M
Nama Ibu : Ny. D
Usia Ayah / Ibu : 32 thn / 31 thn
Pendidikan Ayah / Ibu : SMA / S1
Pekerjaan Ayah / Ibu : PHL/ IRT
Agama : Islam / Islam
Suku/ bangsa : Kutai / Kutai
Alamat : Jl. Woltermongosidi

8. Alasan masuk rumah sakit / keluhan utama


a. Alasan masuk rumah sakit / MRS :
Kulit terlihat bewarna kuning
b. Keluhan utama
Kulit terlihat bewarna kuning

9. Riwayat kesehatan klien


a. Riwayat kesehatan sekarang
 Keluhan Utama
Bayi memiliki daya hisap kurang, menangis kuat
b. Riwayat kesehatan yang lalu
 Riwayat kehamilan dan kelahiran
- Riwayat antenatal :
Trimester I : Ibu mengatakan saat hamil ibu mengeluh mual dan muntah
Trimester II : Ibu mengatakan ibu kurang nafsu makan
Trimester III : Ibu mengatakan mengeluh nyeri perut bagian bawah.
- Riwayat intranatal :
- Riwayat postnatal :
 Riwayat imunisasi :
 Riwayat alergi : Ibu mengatakan ibu tidak memiliki riwayat alergi
apapun obat atau makanan.
 Riwayat penyakit yang pernah diderita : Ibu mengatakan tidak memiliki
riwayat penyakit seperti asma, TBC, hepatitis, hipertensi, diabetes mellitus,
epilepsy, HIV/AIDS, penyakit jantung ataupun penyakit ginjal.
 Riwayat operasi : Ibu pernah melakukan operasi Sectio Caesaria
 Riwayat tumbuh kembang : -

10. Riwayat Kesehatan Keluarga


Ibu mengatakan dalam keluarga tidak ada yang menderita penyakit menurun seperti (DM,
jantung, hipertensi, asma) dan menular seperti (hepatitis, TBC, HIV / AIDS)

11. Pola Fungsional Kesehatan


Kebutuhan Dasar Keterangan

Pola Nutrisi
Pola Eliminasi
Pola Istirahat

Pola Personal Hygiene


Pola Aktivitas

12. Riwayat Psikososiokultural Spiritual


a. Psikologi

b. Social

c. Kultural

d. Spiritual

B.  DATA OBJEKTIF
1. Pemeriksaan Umum
Kesadaran   :
Tanda Vital :
- Tekanan darah :-
- Nadi : 144 x/menit
- Pernafasan : 46 x/menit
- Suhu : 36°C
Antropometri
- Panjang badan : 51 cm
- Berat badan : 2970 gram
- LILA : cm
- Lingkar kepala : cm
- Lingkar dada : cm
- Lingkar perut :-

2. Pemeriksaan Fisik
Kulit : Pada kepala, badan, paha sampai lutut terlihat kuning
Kepala : Tidak ada caput succedaneum, kepala terlihat kuning

Wajah : Simetris, terlihat kuning

Mata : Sklera agak kuning, konjungtiva merah muda


Telinga : Simetris, terlihat kuning, tidak ada gangguan pendengaran

Hidung : Simetris, tidak ada kotoran/lender, kelihatan kuning

Mulut : Tidak labiopalatoskisis, tidak ada lender, berwarna kuning

Leher : Tidak ada pembesaran tiroid, terlihat kuning

Dada : Simetris, Nampak kuning

Abdomen : Tidak kembung, kelihatan kuning,tidak ada pembesaran hati

Genetalia eksterna : Labia mayora belum menutupi labia minora, klitoris menonjol.

Anus : Berlubang (+)

Ekstermitas : Lengkap, pada kuku tidak terlihat kuning

Pemeriksaan Neurologis/Refleks

- Reflek Morro : Kuat, saat dilakukan rangsangan, lengan ekstensi dengan


ibu jari dan jari telunjuk bentuk huruf C
- Reflek Rooting : Lemah, saat dilakukan sentuhan pada pipi kepala bayi
sedikit menoleh kea rah sentuhan
- Reflek Sucking : Lemah, saat diberikan dot bayi menghisap dengan lemah
- Reflek Grasping : Kuat, bayi menggenggam kuat saat jari pemeriksaan
diletakkan di telapak tangan
- Reflek Tonick Neck : Lemah, bila bayi ditengkurapkan maka kepala akan
menengadah ke atas dan berputar
- Reflek Walking : Kaki akan bergerak keatas dan kebawah bila sedikit
disentuhkan ke permukaan keras.

3. Pemeriksaan Penunjang
Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Hemoglobin : gr%
Hematokrit : %
Leukosit : ribu
Bilirubin direk : mg%
Bilirubin indirek : mg%
Bilirubin total : 15-70 mg%
Golongan darah :

5. Data Rekam Medis


Tanggal / jam Terapi / Tindakan yang telah diberikan Pelaksana
14 Juni 2021 / 14.45 Monitor Ikterik Pada Sklera dan Kulit Bayi Perawat &
Mahasiswa
14 Juni 2021 / 14.50 Monitor TTV Perawat &
Mahasiswa
14 Juni 2021 / 15.00 Berikan penutup mata pada bayi Mahasiswa
14 Juni 2021 / 15.00 Fototerapi Perawat &
Mahasiwa
14 Juni 2021 / 15.05 Edukasi pada ibu untuk menyusui setiap 2 jam Mahasiswa

II. INTERPRETASI DATA DASAR


Diagnosis :
NCB – SMK, usia 10 hari dengan hiperbilirubin
Masalah :

Kebutuhan :
III. IDENTIFIKASI DIAGNOSIS/MASALAH POTENSIAL
Hiperbilirubin derajat

IV. IDENTIFIKASI KEBUTUHAN TINDAKAN SEGERA


Pada kasus hiperbilirubin, kebutuhan tindakan segera pada bayi adalah beri ASI tiap 2
jam, observasi keadaan umum bayi dan tanda-tanda vital tiap per 8 jam, kaji reflek
menghisap dan menelan tiap per 3 jam, dll.

V. INTERVENSI
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian tindakan fototerapi
Rasional : pemberian terapi sinar (fototerapi) diberikan pada neonatus pada jumlah serum
bilirubin tertentu sesuai panduan penatalksanaan hiperbilirubin menurut
American Academy of Pediatrics

VI. IMPELEMENTASI

VII. EVALUASI
BAB IV

PENUTUP

A.           Kesimpulan
Hiperbilirubinemia adalah bayi dismatur lebih sering menderita hiperbilirubinemia
dibanding bayi yang bertanya sesuai dengan masa kehamilan. Berat hati bayi dismatur kurang
dibandingkan bayi biasa, mungkin disebabkan gangguan pertumbuhan hati.
Penyebabnya yaitu dari Bilirubin tidak terkonjugasi atau bilirubin indirek (bilirubin bebas)
yaitu bilirubin tidak larut dalam air, berikatan dengan albumin untuk transport dan komponen
bebas larut dalam lemak serta bersifat toksik untuk otak karena bisa melewati sawar darah otak.
Sedangkan Bilirubin terkonjugasi atau bilirubin direk (bilirubin terikat) yaitu bilirubin larut
dalam air dan tidak toksik untuk otak. Manifestasi klinik dari hiperbilirubinemia adalah Letargi,
Tonus otot meningkat, Leher kaku,Opistotonus, Muntah, anorexia, fatigue, warna urine gelap,
warna tinja pucat.

B.            Saran
Kami selaku penulis berharap kepada pembaca khususnya kami sendiri agar dapat
menambah pengetahuan dan keterampilan tentang asuhan keperawatan pada anak khususnya 
dengan hiperbilirubinemia.
DAFTAR PUSTAKA

Betz, & Linda. (2009). Buku Saku Keperawatan Pediatri edisi 5. Ahli bahasa, Eny Meiliya

Editor  edisi bahasa Indonesia, Egi Komara Yudha. Jakarta : EGC

R Dwienda octa, & Liva maita, dkk. (2012). Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi/Balita dan Anak

Prasekolah untuk Bidan ed 1.  Yogyakarta : ECG

 Hidayat A Aziz Alimul. (2005). Pengantar Ilmu Kesehatan Anak Untuk Pendidikan

Kebidanan. Jakarta : Salemba Medika

Suryanah. (1996). Keperawatan Anak Untuk Siswa SPK. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai