Disusun Oleh:
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Klien Dengan
Hiperbilirubin” ini dengan lancar. Atas bimbingan dan arahan dalam penulisan
makalah ini. Juga kepada rekan-rekan mahasiswa yang telah mendukung sehingga
dapat diselesaikannya makalah ini.
Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data sekunder yang penulis
peroleh dari buku panduan yang berkaitan dengan Asuhan Keperawatan Klien
Dengan Hiperbilirubin, serta infomasi dari media massa yang berhubungan dengan
sikap sebagai dasar prilaku individu terhadap lingkungan sosial, tak lupa penyusun
ucapkan terima kasih kepada pengajar mata kuliah Keperawatan Anak.
Penulis harap, dengan membaca makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita
semua, dalam hal ini dapat menambah wawasan kita mengenai Asuhan Keperawatan
Klien Dengan Hiperbilirubin, khususnya bagi penulis. Penulis mengharapkan kritik
dan saran dari pembaca demi perbaikan menuju arah yang lebih baik.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
Salah satu keadaan yang menyerupai penyakit hati yang terdapat pada bayi
baru lahir adalah terjadinya hiperbillirubinemia yang merupakan salah satu
kegawatan pada bayi baru lahir karena dapat menjadi penyebab gangguan tumbuh
kembang bayi. Kelainan ini tidak termasuk kelompok penyakit saluran pencernaan
makanan, namun karena kasusnya banyak dijumpai maka harus dikemukakan.
Kasus ikterus ditemukan pada ruang neonatus sekitar 60% bayi aterm dan pada 80
% bayi prematur selama minggu pertama kehidupan. Ikterus tersebut timbul akibat
penimbunan pigmen bilirubin tak terkonjugasi dalam kulit. Bilirubin tak
terkonjugasi tersebut bersifat neurotoksik bagi bayi pada tingkat tertentu dan pada
berbagai keadaan.
Ikterus pada bayi baru lahir dapat merupakan suatu gejala fisiologis atau
patologis. Ikterus fisiologis terdapat pada 25-50% neonatus cukup bulan dan lebih
tinggi lagi pada neonatus kurang bulan sebesar 80%. Ikterus tersebut timbul pada
hari kedua atau ketiga, tidak punya dasar patologis,kadarnya tidak membahayakan,
dan tidak menyebabkan suatu morbiditas pada bayi. Ikterus patologis adalah
ikterus yang punya dasar patologisatau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai
yang disebut hiperbilirubinemia. Dasar patologis yang dimaksud yaitu jenis
bilirubin,saat timbul dan hilangnya ikterus, serta penyebabnya.
TINJAUAN TEORI
2.1 Pengertian
Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah
melebihi batas atas nilai normal bilirubin serum.
Hiperbilirubin adalah suatu keadaan dimana konsentrasi bilirubin dalam
darah berlebihan sehingga menimbulkan joundice pada neonatus.
Hiperbilirubin adalah kondisi dimana terjadi akumulasi bilirubin dalam
darah yang mencapai kadar tertentu dan dapat menimbulkan efek patologis
pada neonatus ditandai joudince pada sclera mata, kulit,membrane mukosa
dan cairan tubuh.
Hiperbilirubin adalah peningkatan kadar bilirubin serum
(hiperbilirubinemia) yang disebabkan oleh kelainan bawaan, juga dapat
menimbulkan ikterus.
Hiperbilirubinemia adalah kadar bilirubin yang dapat menimbulkan efek
pathologis.
2.2 Klasifikas
1. Ikterus prehepatik
Disebabkan oleh produksi bilirubin yang berlebihan akibat hemolisis
sel darah merah. Kemampuan hati untuk melaksanakan konjugasi terbatas
terutama pada disfungsi hati sehingga menyebabkan kenaikan bilirubin
yang tidak terkonjugasi.
2. Ikterus hepatic
Disebabkan karena adanya kerusakan sel parenkim hati. Akibat
kerusakan hati maka terjadi gangguan bilirubin tidak terkonjugasi masuk
ke dalam hati serta gangguan akibat konjugasi bilirubin yang tidak
sempurna dikeluarkan ke dalam doktus hepatikus karena terjadi retensi dan
regurgitasi.
3. Ikterus kolestatik
Disebabkan oleh bendungan dalam saluran empedu sehingga empedu
dan bilirubin terkonjugasi tidak dapat dialirkan ke dalam usus halus.
Akibatnya adalah peningkatan bilirubin terkonjugasi dalam serum dan
bilirubin dalam urin, tetapi tidak didaptkan urobilirubin dalam tinja dan urin.
4. Ikterus neonatus fisiologi
Terjadi pada 2-4 hari setelah bayi baru lahir dan akan sembuh pada
hari ke-7. Penyebabnya organ hati yang belum matang dalam memproses
bilirubin.
5. Ikterus neonatus patologis
Terjadi karena factor penyakit atau infeksi. Biasanya disertai suhu
badan yang tinggi dan berat badan tidak bertambah.
2.3 Etiologi
5. Urine pekat
6. Perut buncit
8. Gangguan neurologic
b. Jaundice yang tampak pada hari ke 2 atau 3 dan mencapai puncak pada
hari ke 3-4 dan menurun hari ke 5-7 yang biasanya merupakan jaundice
fisiologi.
2.5 Patofisiologi
Pada derajat tertentu bilirubin akan bersifat toksik dan merusak jaringan
tubuh. Toksisitas terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang bersifat sukar
larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya
efek patologis pada sel otak apabila bilirubintadi dapat menembus sawar darah
otak. Kelainan yang terjadi di otak disebut kernikterus. Pada umumnya dianggap
bahwa kadar bilirubinindirek lebih dari 20mg/dl.
Mudah tidaknya kadar bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak
hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin indirekakan mudah melalui
sawar darah otak apabila bayi terdapat keadaan berat badan lahir rendah,
hipoksia, dan hipoglikemia.
a. Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6mg/dlantara 2-4
hari setelah lahir. Apabila nilainya lebih dari 10mg/dltidak fisiologis.
b. Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai puncak 10-12mg/dl antara
5-7 hari setelah lahir. Kadar bilirubin yang lebih dari14mg/dl tidak
fisiologis.
2. Pemeriksaan radiology
3. Ultrasonografi
4. Biopsy hati
5. Peritoneoskopi
6. Laparatomi
3. Kematian.
4. Kernikterus
2.8 Penatalaksanaan
1. Tindakan umum
Pemberian makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang sesuai
dengan kebutuhan bayi baru lahir. Imunisasi yang cukup baik ditempat bayi
dirawat.
3. Pemberian fenobarbital
4. Terapi transfuse
5. Terapi obat-obatan
2.9 Pencegahan
7. Pencegahan infeksi
BAB III
ASUHAN KEPERAWATANA
3.1 Pengkajian
1. Riwayat orang tua: Ketidakseimbangan golongan darah ibu dan anak seperti
Rh, ABO,Polisitemia, Infeksi, Hematoma, Obstruksi Pencernaan dan ASI.
3. Pengkajian Psikososial: Dampak sakit anak pada hubungan dengan orang tua,
apakah orangtua merasa bersalah, masalah Bonding, perpisahan dengan anak.
Tujuan: Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak
terjadi deficit volume cairan dengan kriteria :
Intervensi:
Tujuan: Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak
terjadi hipertermi dengan kriteria :
Intervensi:
2. Matikan lampu sementara bila terjadi kenaikan suhu, dan berikan kompres
dingin serta ekstra minum.
4. Memberi terapi lebih dini atau mencari penyebab lain dari hipertermi.
Intervensi:
4. Jaga kebersihan kulit bayi dan berikan baby oil atau lotion pelembab
Tujuan: Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam diharapkan orang
tua dan bayi menunjukan tingkah laku “Attachment” , orang tua dapat
mengekspresikan ketidak mengertian proses Bounding
Intervensi :
Intervensi :
/Rasional: meningkatkan tanggung jawab dan peran orang tua dalam merawat
bayi
Tujuan: Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak
terjadi injury akibat fototerapi (misal; konjungtivitis, kerusakan jaringan kornea)
Intervensi:
3. Matikan lampu, buka penutup mata untuk mengkaji adanya konjungtivitis tiap
8 jam.
/Rasional: memberi kesempatan pada bayi untuk kontak mata dengan ibu.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 1x24 jam diharapkan tranfusi
tukar dapat dilakukan tanpa komplikasi
Intervensi:
5. Catat jenis darah ibu dan Rhesus memastikan darah yang akan ditranfusikan
adalah darah segar.
PENUTUPAN
4.1 Kesimpulan
Hiperbilirubin adalah keadaan icterus yang terjadi pada bayi baru lahir,
yang dimaksud dengan ikterus yang terjadi pada bayi baru lahir adalah
meningginya kadar bilirubin di dalam jaringan ekstravaskuler sehingga terjadi
perubahaan warna menjadi kuning pada kulit,konjungtiva, mukosa dan alat tubuh
lainnya. (Ngastiyah, 2000) Nilainormal: bilirubin indirek 0,3 – 1,1 mg/dl, bilirubin
direk 0,1 – 0,4 mg/dl.
4.2 Saran