Anda di halaman 1dari 21

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang


Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dengan baik yang
berjudul THERAPY HORMONAL makalah ini disusun untuk memenuhi tugas dan
diajukan untuk memenuhi standar proses pembelajaran pada mata kuliah Reproduksi.
Meskipun telah berusaha segenap kemampuan, namun penulis menyadari bahwa
makalah ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran
dan kritik dari semua pihak demi perbaikan di hari kemudian.
Akhir kata, penyusun berharap makalah semoga makalah ini dapat bermanfaat
dalam proses pembelajaran di StiKes Pertamedika Jakarta.
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah. Pada sebagian
neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama kehidupannya. Dikemukakan
bahwa angka kejadian ikterus terdapat pada 60% bayi cukup bulan dan pada 80% bayi
kurang bulan. Ikterus merupakan salah satu penyakit yang berkaitan dengan sistem imun.
Ikterus ini pada sebagian lagi mungkin bersifat patologik yang dapat menimbulkan
gangguan yang menetap atau menyebabkan kematian, karenanya setiap bayi dengan
ikterus harus mendapat perhatian terutama apabila ikterus ditemukan dalam 24 jam
pertama kehidupan bayi atau kadar bilirubin meningkat lebih dari 5 mg/dl dalam 24 jam.
Proses hemolisis darah, infeksi berat, ikterus yang berlangsung lebih dari 1 minggu serta
bilirubin direk lebih dari 1 mg/dl juga merupakan keadaan yang menunjukkan
kemungkinan adanya ikterus patologik. Dalam keadaan tersebut penatalaksanaan ikterus
harus dilakukan sebaik-baiknya agar akibat buruk ikterus dapat dihindarkan.

B. TUJUAN PENULISAN

1. Tujuan umum
Agar mahasiswa memahami tentang konsep dasar asuhan keperawatan pada anak dengan
hiperbilirubinemia.
2. Tujuan khusus
a. Mahasiswa mampu memahami konsep medis tentang hiperbilirubinemia.
b. Mahasiswa mampu menetapkan diagnosa keperawatan pada anak dengan
hiperbilirubinemia.
c. Mahasiswa mampu merencanakan intervensi keperawatan pada anak dengan
hiperbilirubinemia
BAB II
TINJAUAN TEORI

1. HIPERBILIRUBIN

A. Definisi

Hiperbilirubin adalah keadaan icterus yang terjadi pada bayi baru lahir, yang
dimaksud dengan ikterus yang terjadi pada bayi baru lahir adalah meningginya kadar
bilirubin di dalam jaringan ekstravaskuler sehingga terjadi perubahaan warna menjadi
kuning pada kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya. Nilai normal: bilirubin
indirek 0,3 1,1 mg/dl, bilirubin direk 0,1 0,4 mg/dl.
Hiperbilirubin merupakan gejala fisiologis (terdapat pada 25 50% neonatus cukup
bulan dan lebih tinggi pada neonatus kurang bulan).
Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar
nilainya lebih dari normal.
Hiperbilirubin adalah peningkatan kadar bilirubin serum (hiperbilirubinemia) yang
disebabkan oleh kelainan bawaan, juga dapat menimbulkan ikterus.
Hiperbilirubinemia adalah kadar bilirubin yang dapat menimbulkan efek
pathologis.

B. Metabolisme Billirubin
75%dari bilirubin yang ada pada BBL yang berasal dari penghancuran hemoglobin
,dan 25%dari mioglobin , sitokrom, katalase dan tritofan pirolase .satu gram bilirubin
yang hancur menghasilkan 35 mg bilirubin .bayi cukup bulan akan menghancurkan
eritrosit sebanyak satu gram / hari dalam bentuk bilirubin indirek yang terikat dengan
albumin bebas (1 gram albumin akan mengikat 16 mg bilirubin). Bilirubin indirek larut
dalam lemak dan bila sawar otak terbuka, bilirubin akan masuk kedalam otak dan
terjadilah kernikterus. yang memudahkan terjadinya hal tersebut ialah imaturitas,
asfiksia/hipoksia, trauma lahir, BBLR (kurang dari 2500 gram), infeksi, hipoglikemia,
hiperkarbia.didalam hepar bilirubin akan diikat oleh enzim glucuronil transverse menjadi
bilirubin direk yang larut dalam air, kemudian diekskresi kesistem empedu, selanjutnya
masuk kedalam usus dan menjadi sterkobilin. sebagian di serap kembali dan keluar
melalui urin sebagai urobilinogen.
Pada BBL bilirubin direk dapat di ubah menjadi bilirubin indirek didalam usus
karena disini terdapat beta-glukoronidase yang berperan penting terhadap perubahan
tersebut. bilirubin indirek ini diserap kembali oleh usus selanjutnya masuk kembali ke
hati (inilah siklus enterohepatik).
Keadaan ikterus di pengaruhi oleh :
a) Faktor produksi yang berlebihan melampaui pengeluaran nya terdapat pada hemolisis
yang meningkat seperti pada ketidakcocokan golongan darah (Rh, ABO
antagonis,defisiensi G-6-PD dan sebagai nya).
b) Gangguan dalam uptake dan konjugasi hepar di sebabkan imaturitas hepar, kurangnya
substrat untuk konjugasi (mengubah) bilirubin, gangguan fungsi hepar akibat
asidosis,hipoksia, dan infeksi atau tidak terdapat enzim glukuronil transferase (G-6-
PD).
c) Gangguan tranportasi bilirubin dalam darah terikat oleh albumin kemudian di angkut
oleh hepar . Ikatan ini dapat di pengaruhi oleh obat seperti salisilat dan lain-lain.
Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak bilirubin indirek yang bebas dalam
darah yang mudah melekat pada otak (terjadi krenikterus).
d) Gangguan dalam ekskresi akibat sumbatan dalam hepar atau di luar hepar. Akibat
kelainan bawaan atau infeksi, atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.
C. Klasifikasi
Terdapat 2 jenis ikterus yaitu yang fisiologis dan patologis.
1. Ikterus fisiologi
Ikterus fisiologi adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan hari ketiga serta tidak
mempunyai dasar patologi atau tidak mempunyai potensi menjadi karena ikterus. Adapun
tanda-tanda sebagai berikut :
1. Timbul pada hari kedua dan ketiga
2. Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan.
3. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5% per hari.
4. Kadar bilirubin direk tidak melebihi 1 mg%.
5. Ikterus menghilang pada 10 hari pertama.
6. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis.
2. Ikterus Patologi
Ikterus patologis adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubin
mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia. Adapun tanda-tandanya sebagai
berikut:
1. Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama.
2. Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan atau melebihi 12,5%
pada neonatus kurang bulan.
3. Pengangkatan bilirubin lebih dari 5 mg% per hari.
4. Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama.
5. Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%.
6. Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik.

D. Etiologi
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan
oleh beberapa faktor yaitu :
a) Produksi yang berlebihan
Hal ini melebihi kemampuannya bayi untuk mengeluarkannya, misalnya pada
hemolisis yang meningkat pada inkompabilitas darah Rh, ABO , golongan darah
lain, defisiensi enzim G-6PADA , piruvat kinase , perdarahan tertutup dan sepsis.
b) Gangguan proses uptake dan konjugasi hepar
Gangguan ini dapat disebabkan oleh immaturitas hepar , kurang subtract untuk
konjugasi billirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hypoxia dan infeksi
atau tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase ( sindrom Criggler- Najjar )
penyebab lain atau defisiensi protein Y dalam hepar yang berperan penting dalam
uptake billirubin ke sel hepar.
c) Gangguan transfortasi
Billirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke hepar, ikatan
billirubin dengan albumin dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat dan
sulfaforazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapat billirubin
indirek yang beba dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.
d) Gangguan dalam ekskresi
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau diluar hepar.
Kelainan di luar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam
hepar biasanya akibat infeksi , kerusakan hepar oleh penyebab lain.

Faktor resiko terjadinya hiperbilirubin antara lain:


1. Faktor Maternal
Ras atau kelompok etnik tertentu (Asia, Native American,Yunani)
Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan Rh)
Penggunaan infus oksitosin dalam larutan hipotonik.
ASI
2. Faktor Perinatal
Trauma lahir (sefalhematom, ekimosis)
Infeksi (bakteri, virus, protozoa)
3. Faktor Neonatus
Prematuritas
Faktor genetic
Polisitemia
Obat (streptomisin, kloramfenikol, benzyl-alkohol, sulfisoxazol)
Rendahnya asupan ASI
Hipoglikemia
Hipoalbuminemia

E. MANIFESTASI KLINIS
Bayi baru lahir(neonatus) tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya kira-
kira 6mg/dl. Ikterus sebagai akibat penimbunan bilirubin indirek pada kulit mempunyai
kecenderungan menimbulkan warna kuning muda atau jingga. Sedangkan ikterus
obstruksi (bilirubin direk) memperlihatkan warna kuning-kehijauan atau kuning kotor.
Perbedaan ini hanya dapat ditemukan pada ikterus yang berat.
Gambaran klinis ikterus fisiologis:
a). Tampak pada hari 3,4
b). Bayi tampak sehat(normal)
c). Kadar bilirubin total <12mg%
d). Menghilang paling lambat 10-14 hari
e). Tak ada faktor resiko
f). Sebab: proses fisiologis (berlangsung dalam kondisi fisiologis)
Gambaran klinik ikterus patologis:
a). Timbul pada umur <36 jam
b). Cepat berkembang
c). Bisa disertai anemia
d). Menghilang lebih dari 2 minggu
e). Ada faktor resiko
f). Dasar: proses patologis
Gejala hiperbilirubinemia dikelompokkan menjadi :
1. Gejala akut : gejala yang dianggap sebagai fase pertama kernikterus pada neonatus
adalah letargi, tidak mau minum dan hipotoni.
2. Gejala kronik : tangisan yang melengking (high pitch cry) meliputi hipertonus dan
opistonus (bayi yang selamat biasanya menderita gejala sisa berupa paralysis serebral
dengan atetosis, gengguan pendengaran, paralysis sebagian otot mata dan displasia
dentalis).
F. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat ditimbulkan penyakit ini yaitu terjadi kern ikterus yaitu
keruskan otak akibat perlangketan bilirubin indirek pada otak. Pada kern ikterus gejala
klinik pada permulaan tidak jelas antara lain : bayi tidak mau menghisap, letargi, mata
berputar-putar, gerakan tidak menentu (involuntary movements), kejang tonus otot
meninggi, leher kaku, dan akhirnya opistotonus. Selain itu dapat juga terjadi
Infeksi/sepsis, peritonitis, pneumonia.
G. PATOFISIOLOGI
Bilirubin adalah produk penguraian heme. Sebagian besar(85-90%) terjadi dari
penguraian hemoglobin dan sebagian kecil(10-15%) dari senyawa lain seperti mioglobin.
Sel retikuloendotel menyerap kompleks haptoglobin dengan hemoglobin yang telah
dibebaskan dari sel darah merah. Sel-sel ini kemudian mengeluarkan besi dari heme
sebagai cadangan untuk sintesis berikutnya dan memutuskan cincin heme untuk
menghasilkan tertapirol bilirubin, yang disekresikan dalam bentuk yang tidak larut dalam
air(bilirubin tak terkonjugasi, indirek). Karena ketidaklarutan ini, bilirubin dalam plasma
terikat ke albumin untuk diangkut dalam medium air. Sewaktu zat ini beredar dalam
tubuh dan melewati lobulus hati ,hepatosit melepas bilirubin dari albumin dan
menyebabkan larutnya air dengan mengikat bilirubin ke asam glukoronat(bilirubin
terkonjugasi, direk).
Dalam bentuk glukoronida terkonjugasi, bilirubin yang larut tersebut masuk ke
sistem empedu untuk diekskresikan. Saat masuk ke dalam usus ,bilirubin diuraikan oleh
bakteri kolon menjadi urobilinogen. Urobilinogen dapat diubah menjadi sterkobilin dan
diekskresikan sebagai feses. Sebagian urobilinogen direabsorsi dari usus melalui jalur
enterohepatik, dan darah porta membawanya kembali ke hati. Urobilinogen daur ulang ini
umumnya diekskresikan ke dalam empedu untuk kembali dialirkan ke usus, tetapi
sebagian dibawa oleh sirkulasi sistemik ke ginjal, tempat zat ini diekskresikan sebagai
senyawa larut air bersama urin.
Pada dewasa normal level serum bilirubin <1mg/dl. Ikterus akan muncul pada
dewasa bila serum bilirubin >2mg/dl dan pada bayi yang baru lahir akan muncul ikterus
bila kadarnya >7mg/dl.
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh pembentukan bilirubin yang melebihi
kemampuan hati normal untuk ekskresikannya atau disebabkan oleh kegagalan
hati(karena rusak) untuk mengekskresikan bilirubin yang dihasilkan dalam jumlah
normal. Tanpa adanya kerusakan hati, obstruksi saluran ekskresi hati juga akan
menyebabkan hiperbilirubinemia. Pada semua keadaan ini, bilirubin tertimbun di dalam
darah dan jika konsentrasinya mencapai nilai tertentu(sekitar 2-2,5mg/dl), senyawa ini
akan berdifusi ke dalam jaringan yang kemudian menjadi kuning. Keadaan ini disebut
ikterus atau jaundice.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan bilirubin serum
a. Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6mg/dl antara 2-4 hari setelah
lahir. Apabila nilainya lebih dari 10mg/dl tidak fisiologis.
b. Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai puncak 10-12 mg/dl antara 5-7 hari
setelah lahir. Kadar bilirubin yang lebih dari 14mg/dl tidak fisiologis.
2. Pemeriksaan radiology
Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan diafragma kanan
pada pembesaran hati, seperti abses hati atau hepatoma
3. Ultrasonografi
Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan ekstra hepatic.
4. Biopsy hati
Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang sukar seperti untuk
membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra hepatic selain itu juga untuk
memastikan keadaan seperti hepatitis, serosis hati, hepatoma.
5. Peritoneoskopi
Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto dokumentasi untuk
perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada penderita penyakit ini.
6. Laparatomi
Dilakukan untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto dokumentasi untuk
perbandingan pada pemeriksaan ulangan pada penderita penyakit ini

I. PENATALAKSANAAN
Berdasarkanpadapenyebabnya,makamanejemenbayidengan
Hiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek dari Hiperbilir
ubinemia. Pengobatan mempunyai tujuan :
1. Menghilangkan Anemia
2. Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi
3. Meningkatkan Badan Serum Albumin
4. Menurunkan Serum Bilirubin
Metode therapi pada Hiperbilirubinemia meliputi : Fototerapi, Transfusi Pengganti, Infus
Albumin dan Therapi Obat.
1. Fototherapi
Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan Transfusi Pengganti untuk
menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas yang tinggi
(a bound of fluorencent light bulbsor bulbs in the blue-light spectrum) akan menurunkan

Bilirubin dalam kulit. Fototherapi menurunkan kadar Bilirubin dengan cara


memfasilitasi eksresi Biliar Bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya
yang diabsorsijaringan mengubah Bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer
yang disebut Fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah
melalui mekanisme difusi. Di dalam darah Fotobilirubin berikatan dengan
Albumin dan dikirim ke Hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke Empedu dan
diekskresi ke dalam Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proses
konjugasi oleh Hati (Avery dan Taeusch, 1984). Hasil Foto degradasi terbentuk
ketika sinar mengoksidasi Bilirubin dapat dikeluarkan melalui urine.
Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar
Bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab Kekuningan dan Hemolisis
dapat menyebabkan Anemia. Secara umum Fototherapi harus diberikan pada kadar
Bilirubin Indirek 4 -5 mg / dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari
1000 gram harus di Fototherapi dengan konsentrasi Bilirubun 5 mg / dl. Beberapa
ilmuan mengarahkan untuk memberikan Fototherapi Propilaksis pada 24 jam
pertama pada Bayi Resiko Tinggi dan Berat Badan Lahir Rendah.

2. Tranfusi Pengganti
Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor :
1. Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.
2. Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.
3. Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama.
4. Tes Coombs Positif
5. Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama.
6. Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama.
7. Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.
8. Bayi dengan Hidrops saat lahir.
9. Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.
Transfusi Pengganti digunakan untuk :
Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible (rentan)
terhadap sel darah merah terhadap Antibodi Maternal.
Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi (kepekaan)
Menghilangkan Serum Bilirubin
Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan keterikatan
dengan Bilirubin
Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan O segera
(kurang dari 2 hari), Rh negatif whole blood. Darah yang dipilih tidak
mengandung antigen A dan antigen B yang pendek. setiap 4 - 8 jam kadar
Bilirubin harus dicek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari sampai stabil.

3.Therapi Obat
Phenobarbital dapat menstimulasi hati untuk menghasilkan enzim yang
meningkatkan konjugasi Bilirubin dan mengekresinya .Obatini efektif baik diberikan
pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum melahirkan.
Penggunaan penobarbital pada post natal masih menjadipertentangan karena efek
sampingnya (letargi).
Colistrisin dapat mengurangi Bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urine
sehingga menurunkan siklus Enterohepatika.
2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI HIPERBILIRUBIN
Untuk memberikan keperawatan yang paripurna digunakan proses
keperawatan yang meliputi Pengkajian, Diagnosa Keperawatan, Perencanaan,
Pelaksanaan dan Evaluasi.
A. Pengkajian
1. Riwayat orang tua :
Ketidakseimbangan golongan darah ibu dan anak seperti Rh, ABO, Polisitemia,
Infeksi, Hematoma, Obstruksi Pencernaan dan ASI.
a). Riwayat kehamilan dengan komplikasi(obat-obatan, ibu DM, gawat janin, malnutrisi
intrauterine, infeksi intranatal)
b). Riwayat persalinan dengan tindakan/komplikasi
c). Riwayat ikterus/terapi sinar/transfusi tukar pada bayi sebelumnya
d). Riwayat inkompatibilitas darah
e). Riwayat keluarga yang menderita anemia, pembesaran hepar dan limpa
2. Pemeriksaan Fisik :
Kuning, Pallor Konvulsi, Letargi, Hipotonik, menangis melengking, refleks menyusui
yang lemah, Iritabilitas.Secara klinis, ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah
lahir atau setelah beberapa hari. Amati ikterus pada siang hari dengan lampu sinar yang
cukup. Ikterus akan terlihat lebih jelas dengan sinar lampu dan bisa tidak terlihat dengan
penerangan yang kurang, terutama pada neonatus yang berkulit gelap. Penilaian ikterus
akan lebih sulit lagi apabila penderita sedang mendapatkan terapi sinar.
Salah satu cara memeriksa derajat kuning pada neonatus secara klinis, mudah dan
sederhana adalah dengan penilaian menurut Kramer(1969). Caranya dengan jari telunjuk
ditekankan pada tempat-tempat yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung,dada,lutut
dan lain-lain. Tempat yang ditekan akan tampak pucat atau kuning. Penilaian kadar
bilirubin pada masing-masing tempat tersebut disesuaikan dengan tabel yang telah
diperkirakan kadar bilirubinnya.

Derajat Ikterus pada Neonatus menurut Kramer


Zona indirek Bagian tubuh yang kuning Rata-rata serum bilirubin
1 Kepala dan leher 100
2 Pusat-leher 150
3 Pusat-paha 200
4 Lengan+Tungkai 250
5 Tangan+Kaki >250
Waktu timbulnya ikterus mempunyai arti penting pula dalam diagnosis dan
penatalaksanaan penderita karena saat timbulnya ikterus mempunyai kaitan erat dengan
kemungkinan penyebab ikterus tersebut.
3. Pengkajian Psikososial :
Dampak sakit anak pada hubungan dengan orang tua, apakah orang tua merasa
bersalah, masalah Bonding, perpisahan dengan anak.
4. Pengetahuan Keluarga meliputi :
Penyebab penyakit dan pengobatan, perawatan lebih lanjut, apakah mengenal
keluarga lain yang memiliki yang sama, tingkat pendidikan, kemampuan
mempelajari Hiperbilirubinemia.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul :
1. Risiko/ defisit volume cairan berhubungan dengan tidak adekuatnya intake cairan,
serta peningkatan Insensible Water Loss (IWL) dan defikasi sekunder fototherapi
2. Risiko /gangguan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi bilirubin, efek
fototerapi.
3. Risiko hipertermi berhubungan dengan efek fototerapi.
4. Gangguan parenting ( perubahan peran orang tua ) berhubungan dengan
perpisahan dan penghalangan untuk gabung.
5. Kecemasan meningkat berhubungan dengan therapi yang diberikan pada bayi.
6. Risiko tinggi injury berhubungan dengan efek fototherapi
7. Risiko tinggi komplikasi (trombosis, aritmia, gangguan elektrolit, infeksi)
berhubungan dengan tranfusi tukar.
8. PK : Kern Ikterus

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Risiko /defisit volume cairan b/d tidak adekuatnya intake cairan serta peningkatan
IWL dan defikasi sekunder fototherapi
Tujuan : Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak terjadi
deficit volume cairan dengan kriteria :
- Jumlah intake dan output seimbang
- Turgor kulit baik, tanda vital dalam batas normal
- Penurunan BB tidak lebih dari 10 % BBL
Intervensi & Rasional :
a. Kaji reflek hisap bayi
( Rasional/R : mengetahui kemampuan hisap bayi )
b. Beri minum per oral/menyusui bila reflek hisap adekuat
(R: menjamin keadekuatan intake )
c. Catat jumlah intake dan output , frekuensi dan konsistensi faeces
( R : mengetahui kecukupan intake )
d. Pantau turgor kulit, tanda- tanda vital ( suhu, HR ) setiap 4 jam
(R : turgor menurun, suhu meningkat HR meningkat adalah tanda-tanda dehidrasi )
e. Timbang BB setiap hari
(R : mengetahui kecukupan cairan dan nutrisi).

2. Risiko/hipertermi berhubungan dengan efek fototerapi


Tujuan : Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak terjadi
hipertermi dengan kriteria suhu aksilla stabil antara 36,5-37 0 C.
Intervensi dan rasionalisasi :
a. Observasi suhu tubuh ( aksilla ) setiap 4 - 6 jam
(R : suhu terpantau secara rutin )
b. Matikan lampu sementara bila terjadi kenaikan suhu, dan berikan kompres dingin
serta ekstra minum
( R : mengurangi pajanan sinar sementara )
c. Kolaborasi dengan dokter bila suhu tetap tinggi
( R : Memberi terapi lebih dini atau mencari penyebab lain dari hipertermi ).
3. Risiko /Gangguan integritas kulit berhubungan dengan ekskresi bilirubin, efek
fototerapi
Tujuan : Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak terjadi
gangguan integritas kulit dengan kriteria :
tidak terjadi decubitus
Kulit bersih dan lembab

Intervensi :
a. Kaji warna kulit tiap 8 jam
(R : mengetahui adanya perubahan warna kulit )
b. Ubah posisi setiap 2 jam
(R : mencegah penekanan kulit pada daerah tertentu dalam waktu lama ).
c. Masase daerah yang menonjol
(R : melancarkan peredaran darah sehingga mencegah luka tekan di daerah tersebut ).
d. Jaga kebersihan kulit bayi dan berikan baby oil atau lotion pelembab
( R : mencegah lecet )
e. Kolaborasi untuk pemeriksaan kadar bilirubin, bila kadar bilirubin turun menjadi
7,5 mg% fototerafi dihentikan
(R: untuk mencegah pemajanan sinar yang terlalu lama )

4. Gangguan parenting ( perubahan peran orangtua) berhubungan dengan perpisahan


dan penghalangan untuk gabung.
Tujuan : Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam diharapkan orang tua dan
bayi menunjukan tingkah laku Attachment , orang tua dapat mengekspresikan ketidak
mengertian proses Bounding.
Intervensi :
a. Bawa bayi ke ibu untuk disusui
( R : mempererat kontak sosial ibu dan bayi )
b. Buka tutup mata saat disusui
(R: untuk stimulasi sosial dengan ibu )
c. Anjurkan orangtua untuk mengajak bicara anaknya
(R: mempererat kontak dan stimulasi sosial ).
d. Libatkan orang tua dalam perawatan bila memungkinkan
( R: meningkatkan peran orangtua untuk merawat bayi ).
e. Dorong orang tua mengekspresikan perasaannya
(R: mengurangi beban psikis orangtua)

5. Kecemasan meningkat berhubungan dengan therapi yang diberikan pada bayi.


Tujuan : Setelah diberikan penjelasan selama 2x15 menit diharapkan orang tua
menyatakan mengerti tentang perawatan bayi hiperbilirubin dan kooperatif dalam
perawatan.
Intervensi :
a. Kaji pengetahuan keluarga tentang penyakit pasien
( R : mengetahui tingkat pemahaman keluarga tentang penyakit )
b. Beri pendidikan kesehatan penyebab dari kuning, proses terapi dan perawatannya
( R : Meningkatkan pemahaman tentang keadaan penyakit )
c. Beri pendidikan kesehatan mengenai cara perawatan bayi dirumah
(R : meningkatkan tanggung jawab dan peran orang tua dalam erawat bayi)

6. Risiko tinggi injury berhubungan dengan efek fototherapi


Tujuan : Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak terjadi
injury akibat fototerapi ( misal ; konjungtivitis, kerusakan jaringan kornea )
Intervensi :
a. Tempatkan neonatus pada jarak 40-45 cm dari sumber cahaya
( R : mencegah iritasi yang berlebihan).
b. Biarkan neonatus dalam keadaan telanjang, kecuali pada mata dan daerah genetal
serta bokong ditutup dengan kain yang dapat memantulkan cahaya usahakan agar penutup
mata tidak menutupi hidung dan bibir.

(R : mencegah paparan sinar pada daerah yang sensitif )


c. Matikan lampu, buka penutup mata untuk mengkaji adanya konjungtivitis tiap 8
jam
(R: pemantauan dini terhadap kerusakan daerah mata )
d. Buka penutup mata setiap akan disusukan.
( R : memberi kesempatan pada bayi untuk kontak mata dengan ibu ).
e. Ajak bicara dan beri sentuhan setiap memberikan perawatan
( R : memberi rasa aman pada bayi ).

7. Risiko tinggi terhadap komplikasi berhubungan dengan tranfusi tukar


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 1x24 jam diharapkan tranfusi
tukar dapat dilakukan tanpa komplikasi
Intervensi :
a. Catat kondisi umbilikal jika vena umbilikal yang digunakan
(R : menjamin keadekuatan akses vaskuler )
b. Basahi umbilikal dengan NaCl selama 30 menit sebelum melakukan tindakan
( R : mencegah trauma pada vena umbilical ).
c. Puasakan neonatus 4 jam sebelum tindakan
(R: mencegah aspirasi )
d. Pertahankan suhu tubuh sebelum, selama dan setelah prosedur
( R : mencegah hipotermi
e. Catat jenis darah ibu dan Rhesus memastikan darah yang akan ditranfusikan adalah
darah segar
( R : mencegah tertukarnya darah dan reaksi tranfusi yang berlebihan
f. Pantau tanda-tanda vital, adanya perdarahan, gangguan cairan dan elektrolit, kejang
selama dan sesudah tranfusi
(R : Meningkatkan kewaspadaan terhadap komplikasi dan dapat melakukan tindakan
lebih dini )
g. Jamin ketersediaan alat-alat resusitatif
(R : dapat melakukan tindakan segera bila terjadi kegawatan )

8. PK Kern Ikterus
Tujuan : Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam diharapkan tanda-tanda
awal kern ikterus bisa dipantau
Intervensi :
a. Observasi tanda-tanda awal Kern Ikterus ( mata berputar, letargi , epistotonus, dll)
b. Kolaborasi dengan dokter bila ada tanda-tanda kern ikterus.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Hiperbilirubin adalah suatu kedaaan dimana kadar bilirubin serum total yang lebih
dari 10 mg % pada minggu pertama yang ditendai dengan ikterus pada kulit, sclera dan
organ lain. Keadaan ini mempunyai potensi meningkatkan kern ikterus, yaitu keadaan
kerusakan pada otak akibat perlengketan kadar bilirubin pada otak. Hiperbilirubin ini
keadaan fisiologis (terdapat pada 25-50 % neonatus cukup bulan dan lebih tinggi pada
neonates kurang bulan).
Hiperbilirubin ini berkaitan erat dengan riwayat kehamilan ibu dan prematuritas. Selain
itu, asupan ASI pada bayi juga dapat mempengaruhi kadar bilirubin dalam darah.
Diagnosa keperawatan pada penderita hiperbilirubin, antara lain:
1. Gangguan Integritas Kulit berhubungan dengan joundice yang ditandai dengan
kulit wajah dan dada tampak kuning.
2. Resiko Intoleransi Aktifitas berhubungan dengan penurunan perfusi O2 ke
jaringan.
3. Resiko Gangguan Intake Nutrisi berhubungan dengan penurunan suplai nutrisi ke
jaringan.
4. Resiko Gangguan Tumbuh Kembang.
B. SARAN
Diharapkan makalah ini dapat menambah pengetahuan mahasiswa dalam memberikan
pelayanan Keperawatan dan dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Dan
untuk para tim medis agar dapat meningkatkan pelayanan kesehatan khususnya dalam
bidang keperawatan sehingga dapat memaksimalkan kita untuk memberikan health
education dalam perawatan bayi dengan hiperbilirubin.
DAFTAR PUSTAKA

Alimul, Hidayat A. 2005. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Jakarta: Salemba medika.

Bulecheck, Gloria M., Butcher, Howard K., Dochterman, J. McCloskey. 2012.Nursing


Interventions Classification (NIC). Fifth Edition. Iowa : Mosby Elsavier.

Jhonson,Marion. 2012. Iowa Outcomes Project Nursing Classification (NOC). St. Louis
,Missouri ; Mosby.

NANDA International. 2012. Nursing Diagnoses : Definitions & Classifications 2012-2014.


Jakarta : EGC.

Pedoman Praktek Klinik: Ikatan Dokter Anak Indonesia (2011)

Potter, Patricia A. Perry, Anne Griffin. 2005. Buku Ajar Fudamental Keperawatan : Konsep,
Proses dan Praktis Volume 2. EGC :Jakarta

Slusher, et all (2013). Treatment Of Neonatal Jaundice With Filtered Sunlight In Nigerian
Neonates: Study Protocol Of A Non-Inferiority, Randomized Controlled Trial.
http://www.trialsjournal.com/content/14/1/446: TRIALS

Syaifuddin, Bari Abdul. 2000. Buku Ajar Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan
Neonatal. JNPKKR/POGI & Yayasan Bina Pustaka. Jakarta
TUGAS MATA KULIAH
SISTEM REPRODUKSI

THERAPY HORMONAL

DISUSUN OLEH:
1. DARNO : 11152015
2. SEFTI HASANAH : 11152031
3. MELLYANA SUSANTI : 11152023
4. PURWANTI RAHAYU : 11152028

Dosen Koordinator: Ns. Hanik Rohmah,S.Kep. M.Kep.Mat


PROGRAM STUDI S1-NERS KEPERAWATAN
STIKes PERTAMEDIKA JAKARTA
5. KATA PENGANTAR
6.
7. Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan
Rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk
maupun isinya yang sangat sederhana.
8. Harapan kami Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu
acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca untuk mengetahui informasi tentang
Terapy Hormonal sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini,
sehingga kedepannya dapat lebih baik.
9. Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang
kami miliki sangat kurang. Oleh kerena itu, kami harapkan kepada pembaca untuk
memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah
ini.
10.
11.

12.

13.

14.

15.

16.

17.

18.

19.

20.

21.

22.
23.

24.

25.

26.

27.

28.

29.
30.
31.

32.

33.

34.

35.

36.

37.

38.

39.

40.

41.

42.

43.

Anda mungkin juga menyukai