Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN


DENGAN HIPERBILIRUBIN

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. DEFINISI
Hiperbilirubinemia adalah akumulasi berlebih bilirubin dalam darah (Wong, D. 2004).
Hiperbilirubinemia aeonatal atau ikterus fisiologis adalah suatu kadar bilirubin serum total yang
lebih dari 5 mg/dl, disebabkan oleh predisposisi neotanal untuk memproduksi bilirubin dan
keterbatasan kemampuan untuk mengekskresikannya (Betz dan Sowden, 2009).
Hiperbilirubin merupakan suatu kondisi di mana produksi bilirurin yang berlebihan di
dalam darah. Menurut Lubis (2013),  Hiperbilirubinemia merupakan salah satu fenomena klinis
tersering ditemukan pada bayi baru lahir, dapat disebabkan oleh proses fisiologis, atau patologis,
atau kombinasi keduanya (Slusher 2013).
Hiperbilirubinemia/Ikterus neonatorum adalah keadaan ikterus yang terjadi pada bayi baru
lahir yaitu meningginya kadar bilirubin di dalam jaringan ekstravaskuler sehingga kulit,
konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna kuning ( Ngastiyah, 1997).
Ikterus neonatorum/hiperbilirubinemia adalah naiknya kadar bilirubin tidak langsung
pada bayi baru lahir.
a. Batas normal kadar bilirubin pada bayi cukup bulan adalah < 10 mg/dl/jam pada hari ke-3
kenaikan kadar bilirubin <0,2 mg/dl/jam.
b. Batas normal kadar bilirubin pada bayi kurang bulan adalah < 12 mg/dl/jam, sedangkan hari 4-
5 kenaikan kadar bilirubin < 0,2 mg/dl/jam.

2. EPIDEMIOLOGI/INSIDEN KASUS
Pada sebagian besar neonatus, ikterik akan ditemukan dalam minggu pertama
kehidupannya. Dikemukan bahwa angka kejadian iketrus terdapat pada 60 % bayi cukup bulan dan
80 % bayi kurang bulan. Ikterus ini pada sebagian penderita dapat berbentuk fisiologik  dan
sebagian lagi patologik yang dapat menimbulkan gangguan yang menetap atau menyebabkan
kematian.
3. ETIOLOGI
a. Penyebab Ikterus fisiologis
1) Kurang protein Y dan Z
2) Enzim glukoronyl transferase yang belum cukup jumlahnya.
b. Penyebab ikterus patologis
1) Peningkatan produksi:
a) Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat
ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan Rhesus dan
ABO.
b) Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.
c) Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolik yang
terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis .
d) Defisiensi G6PD/ Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase.
e) Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20 (beta) ,
diol (steroid).
f) Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase , sehingga kadar Bilirubin Indirek
meningkat misalnya pada berat lahir rendah.
g) Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia.
2) Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya pada
Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya Sulfadiasine,
sulfonamide, salisilat, sodium benzoat, gentamisisn,dll.
3) Gangguan fungsi Hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksin
yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti Infeksi ,
Toksoplasmosis, Sifilis, rubella, meningitis,dll.
4) Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.
5) Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif, hirschsprung.

4. PATOFISIOLOGI
Hiperbilirubinamia neonatal atau ikterus fisiologis, suatu kadar bilirubin serum total
yang lebih dari 5 mg/dl disebabkan oleh predisposisi neonatal untuk memproduksi bilirubin
dan keterbatasan kemampuan untuk mengekskresikannya. Dari definisinya, tidal ada
ketidaknormalan lain atau proses patologis yang mengakibatkan ikterus. Warna kuning
pada kulit dan membran mukosa adalah karena deposisi pigmen bilirubin tak terkonjugasi.
Sumber utama bilirubin adalah dari pemecahan hemoglobin yang sudah tua atau sel darah
merah yang mengalami hemolisis. Pada neonatus, sel darah merah mengalami pergantian
yang lebih tinggi dan waktu hidup yang lebih pendek, yang meningkatkan kecepatan
produksi bilirubin lebih tinggi. Ketidakmatangan hepar neonatal merupakan faktor yang
membatasi ekskresi bilirubin.
Bilirubin tak terkonjugasi atau indirek bersifat larut lemak dan mengikat albumin
plasma. Bilirubin kemudian diterima oleh hati, tyerdapat konjugasinya. Bilirubin
terkonjugasi atau direk diekskresikan dalam bentuk empedu ke dalam usus. Di dalam usus,
bakteri mengubah bilirubin terkonjugasi menjadi urobilinogen. Mayoritas urobilinogen
yang sangat mampu larut diekskresikan kembali oleh hepar dan dieliminasikan ke dalam
feses, ginjal mengekskresikan 5% urobilinogen. Peningkatan kerusakan sel darah merah
dan ketidakmatangan hepar tidak hanya menambah peningkatan kadar bilirubin tetapi
bakteri usus lain dapat mendekonjugasi bilirubin yang memungkinkannya direabsorpsi ke
dalam sirkulasi dan selanjutnya meningkatkan kadar bilirubin (Betz dan Sowden, 2009)
Pada derajat tertentu bilirubin akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh.
Toksiksitas terutama ditemukan pada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut dalam air
tanpa mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis yang
terjadi pada otak apabila bilirubin tadi dapt menembus sawar darah otak. Kelainan yang
terjadi pada otak disebut kern ikterus. Pada umunya dianggap bahwa kelainan pada saraf
pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl.
Mudah tidaknya kadar bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung
pada keadaan neonatus. Bilirubin indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila
bayi terdapat keadaan BBLR, hipoksia, hipoglikemia.

5. PATHWAY (terlampir)
6. KLASIFIKASI
Ikterus neonatorum dibagi menjadi ikterus fisiologis dan patologis
( Ngastiyah,1997).
a) Ikterus Fisiologis
Ikterus pada neonatus tidak selamanya patologis. Ikterus fisiologis adalah Ikterus yang
memiliki karakteristik sebagai berikut (Hanifa, 1987, Ngastiyah, 1997)
1. Timbul pada hari ke-2 dan ke-3 dan tampak jelas pada hari ke-5 dan ke-6.
2. Kadar Bilirubin Indirek setelah 2 x 24 jam tidak melewati 15 mg% pada neonatus
cukup bulan dan 10 mg % pada kurang bulan.
3. Kecepatan peningkatan kadar Bilirubin tak melebihi 5 mg % per hari
4. Kadar Bilirubin direk kurang dari 1 mg %
5. Ikterus hilang pada 10 hari pertama
6. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis tertentu
7. Bayi tampak biasa, minum baik, berat badan naik.
b) Ikterus Patologis/Hiperbilirubinemia
Ikterus patologis adalah suatu keadaan dimana kadar Bilirubin dalam darah mencapai
suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan Kern Ikterus kalau tidak
ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis.
Karakteristik ikterus patologis (Ngastiyah, 1997) sebagai berikut :
1. Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama kehidupan. Ikterus menetap sesudah bayi
berumur 10 hari ( pada bayi cukup bulan) dan lebih dari 14 hari pada bayi baru lahir
BBLR.
2. Konsentrasi bilirubin serum melebihi 10 mg % pada bayi kurang bulan (BBLR) dan
12,5 mg% pada bayi cukup bulan.
3. Bilirubin direk lebih dari 1mg%.
4. Peningkatan bilirubin 5 mg% atau lebih dalam 24 jam.
5. Ikterus yang disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi enzim
G6PD, dan sepsis).

7. GEJALA KLINIS
1) Ikterus pertama kali dapat dilihat pada daerah kepala dan batang tubuh dan
berkembang ke bagian bawah
2) Ikterus dapat dilihat pada sklera, kulit dan membran mukosa
3) Urine menjadi berwarna emas gelap sampai berwarna coklat
4) Kadar bilirubin menurun setelah 5 hari dan biasanya berada dalam batas normal pada
hari kesepuluh kehidupan
8. PEMERIKSAAN FISIK
Kuning, Pallor Konvulsi, Letargi, Hipotonik, menangis melengking, refleks menyusui
yang lemah, iritabilitas.

9. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Laboratorium (Pemeriksan Darah)
a) Pemeriksaan billirubin serum. Pada bayi prematur kadar billirubin lebih dari 14
mg/dl dan bayi cukup bulan kadar billirubin 10 mg/dl merupakan keadaan yang
tidak fisiologis.
b) Hb, HCT, Hitung Darah Lengkap.
c) Protein serum total.
2. USG, untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong empedu.
3. Radioisotop Scan, dapat digunakan untuk membantu membedakan hapatitis dan atresia
billiari.
(Sumber: Fundamental Keperawatan, 2005)

10. PENATALAKSANAAN
1. Pengawasan antenatal dengan baik dan pemberian makanan sejak dini (pemberian
ASI).
2. Menghindari obat yang meningkatakan ikterus pada masa kelahiran, misalnya sulfa
furokolin.
3. Pencegahan dan pengobatan hipoksin pada neonatus dan janin.
4. Fenobarbital
Fenobarbital dapat mengeksresi billirubin dalam hati dan memperbesar konjugasi.
Meningkatkan sintesis hepatik glukoronil transferase yang mana dapat meningkatkan
billirubin konjugasi dan clereance hepatik pigmen dalam empedu. Fenobarbital tidak
begitu sering digunakan.
5. Antibiotik, bila terkait dengan infeksi.
6.  Fototerapi
Fototerapi dilakukan apabila telah ditegakkan hiperbillirubin patologis dan berfungsi
untuk menurunkan billirubin dikulit melalui tinja dan urine dengan oksidasi foto pada
billirubin dari billiverdin.
7. Transfusi tukar.
Transfusi tukar dilakukan bila sudah tidak dapat ditangani dengan foto terapi.
8. Infuse albumin
(Sumber: IDAI, 2011)

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. PENGKAJIAN
a) Riwayat Orang Tua :
Ketidakseimbangan golongan darah ibu dan anak seperti Rh, ABO, Polisitemia, Infeksi,
Hematoma, Obstruksi Pencernaan dan ASI.
b) Pemeriksaan Fisik :
Kuning, Pallor Konvulsi, Letargi, Hipotonik, menangis melengking, refleks menyusui
yang lemah, iritabilitas.
c) Pengkajian Psikososial :
Dampak sakit anak pada hubungan dengan orang tua, apakah orang tua merasa bersalah,
masalah Bonding, perpisahan dengan anak.
d) Pengetahuan Keluarga meliputi :
Penyebab penyakit dan pengobatan, perawatan lebih lanjut, apakah mengenal keluarga
lain yang memiliki yang sama, tingkat pendidikan, kemampuan mempelajari
Hiperbilirubinemia .

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a) Resiko tinggi ketidakseimbangan volume cairan berhubungan dengan peningkatan
kehilangan cairan
b) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan reflek
isap
c) Hipertermi berhubungan dengan efek fototerapi
d) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan efek fototerapi
1 DIAGNOSA
a. Resiko tinggi cedera b.d. meningkatnya kadar bilirubin toksik dan komplikasi berkenaan
phototerapi.
b. Resiko tinggi kekurangan volume cairan b.d. phototerapi
c. Kerusakan integritas kulit b.d. efek dari phototerapi
d. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan menelan

3. INTERVENSI
DIAGNOSA NOC NIC RASIONAL
Resiko tinggi Setelah di lakukan 1.Kaji BBL terhadap 1. Mengetahui ada
ketidakseimban tindakan adanya tidaknya
gan volume keperawatan hiperbilirubinemia hiperbilirubin
cairan selama 3x24 jam setia 2-4 jam lima pada bayi.
berhubungan klien membaik hari pertama
dengan dengan kriteria : kehidupan
peningkatan -   Klien tidak 2.Berikan phototerapi 2. Mengurangi
kehilangan menunjukan kadar bilirubin
cairan gejala sisa pada bayi.
neurologis dan
berlanjutnya
komplikasi
phototerapi

3.Jelaskan fungsi 3. Keluarga


fototherapy paham tentang
prosedur yang
akan di
4.Kolaborasi lakukan.
pemberian transfusi 4. Transfusi tukar
tukar dilakukan bila
terjadi
hiperbilirubine
mia pathologis
karena
terjadinya
proses
hemoliitik
berlebihan yang
disebabkan oleh
abo antagonis

Perubahan 1.        1.     


nutrisi kurang Setelah dilakukan 1. Kaji Input dan Output 1. Mengetahui cairan
dari kebutuhan tindakan masuk dan keluar.
tubuh keperawatan 2. Pertahankan intake 2. Mempertahankan
berhubungan selama 3x24 jam cairan  intake yang masuk
dengan pasien membaik tetap seimbang
penurunan reflek dengan kriteria dengan intake yang
isap hasil: keluar
- Tidak ada 3. Jelaskan kepada 3. Memberikan
tanda-tanda keluarga tentang pemahaman kepada
dehidrasi pentingnya keluarga terkait
- Turgor baik keseimbangan cairan keseimbangan cairan
- Tidak terjadi 4. Kolaborasi dengan 4. Mencegah
penurunan dokter tentang terjadinya dehidrasi
kesadaran pemberian cairan

Hipertermi Setelah di lakukan 1. Monitor adanya 1. Deteksi dini


berhubungan intervensi kerusakan integritas kerusakan integritas
dengan efek keperawatan kulit kulit
fototerapi selama 3x24 jam 2. Bersihkan kulit bayi 2. Mencegah
pasien membaik dari kotoran setelah terjadinya iritasi
dengan kriteria BAB, BAK padakulit bayi.
hasil : 3. Lakukan perubahan
- Tidak terjadi posisi setiap 2 jam 3. Perubahan posisi
kerusakan mempertahankan
integritas kulit sirkulasi yang
adekuat dan
mencegah
penekanan yang
4. Jelaskan keluarga berlebihan pada
tentang pentingnya satu sisi
menjaga 4. Keluarga paham
kelembaban kulit tentang pentingnya
5. Kolaborasi dengan menjaga
dokter untuk kelembaban kulit
pemberian salep 5. Mencegah
kerusakan kulit
lebih parah

Kerusakan Setelah di lakukan 1. Monitor jumlah 1. Mengetahui intake


integritas kulit tindakan nutrisi dan pasien agar bisa
berhubungan keperawatan kandungan kalori menghitung jumlah
dengan efek selama 3x24 jam, kalori yang masuk
fototerapi pasien membaik 2. Berikan makanan 2. Menghindari
dengan kriteria: terpilih terjadinya
- Tidak terjadi penurunan BB dan
penurunan BB 3. Berikan informasi gizi tercukupi
- Tidak terdapat kepada keluarga 3. Mengetahui
tanda-tanda tentang kebutuhan keluarga paham
malnutrisi nutrisi tentang jumlah
- Terjadi 4. Kolaborasi dengan nutrisi yang di
peningkatan BB dokter maupun ahli butuhkan pasien
gizi tentang gizi yang 4. Menentukan dan
di butuhkan pasien. memberikan
makanan yang
benar-benar sesuai
dengan kondisi
pasien

4. EVALUASI
a) Diagnosa 1: Kebutuhan cairan pada bayi terpenuhi
b) Diagnosa 2: Kebutuhan nutrisi bayi terpenuhi
c) Diagnosa 3: Bayi tidak mengalami hipertermi
d) Diagnosa 4: Tidak terjadi kerusakan integritas pada kulit bayi

DAFTAR PUSTAKA

Alimul, Hidayat A. 2015. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Jakarta: Salemba medika.


Bulecheck, Gloria M., Butcher, Howard K., Dochterman, J. McCloskey. 2012.Nursing

Interventions Classification (NIC). Fifth Edition. Iowa : Mosby Elsavier.

Doengoes, E Marlynn & Moerhorse, Mary Fraces. 2001. Rencana Perawatan Maternal /

Bayi. EGC. Jakarta

Jhonson,Marion. 2012. Iowa Outcomes Project Nursing Classification (NOC). St. Louis

,Missouri ; Mosby.

NANDA International. 2012. Nursing Diagnoses : Definitions & Classifications 2012-2014.

Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai