DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 1
NAMA KELOMPOK :
1. ALDO TURANG
2. ANDIKA
3. ANDREAS LEONG
4. ANGREINI TENDEAN
5. CHRISTOFEL GOSAL
6. CHINTANI BOLANG
7. CORNELIA TELAP
8. CHRISTY UMBOH
9. CKRIVINA WOINALANG
10. CARINA MONDORINGIN
11. DANDI TAMARENGKI
12. FRANSISKA MAKALIWE
13. YUNI
LAPORAN PENDAHULUAN
HIPERBILIRUBIN
2.1 Definisi
Hiperbilirubinemia adalah istilah yang dipakai untuk ikterus neonatorum setelah ada hasil
laboratorium yang menunjukkan peningkatan kadar serum bilirubin. Hiperbilirubi-nemia
fisiologis yang memerlukan terapi sinar, tetap tergolong non patologis sehingga disebut
‘Excessive Physiological Jaundice’. Digolongkan sebagai hiperbillirubenemia patologis
(‘Non Physiological Jaundice’) apabila kadar serum bilirubin terhadap usia neonates >95%
menurut Normogram Bhutani.
Hiperbilirubinemia adalah salah satu masalah paling umum yang dihadapi dalam jangka
bayi yang baru lahir. Secara historis, manajemen berasal ari studi tentang toksisitas bilirubin
pada dengan penyakit hemolitik. Rekomendasi yang lebih baru mendukung penggunaan
terapi yang kurang intensif dalam jangka bayi yang sehat dengan sakit kuning. (Ely Susan,
2011)
Hiperbilirubinemia merupakan suatu kondisi bayi baru lahir dengan kadar bilirubin serum
total lebih dari 10 mg% pada minggu pertama yang ditandai dengan ikterus, yang dikenal
dengan ikterus neonatorum patologis. Hiperbilirubimenia yang merupakan suatu keadaan
meningkatnya kadar bilirubin di dalam jaringan ekstravaskular, sehingga konjungtiva, kulit,
dan mukosa akan berwarna kuning. Keadaan tersebut juga bisa berpotensi besar terjadi
ikterus, yaitu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak. Bayi yang
mengalami hiperbilirubinemia memiliki ciri sebagai berikut : adanya ikterus terjadi pada 24
jam pertama, peningkatan konsentrasi bilirubin serum 10 mg% atau lebih setiap 24 jam,
konsentrasi bilirubin serum 10 mg% pada neonatus yang cukup bulan dan 12,5 mg% pada
neonatus yang kurang bulan, ikterus disertai dengan proses hemolisis kemudian ikterus yang
disertai dengan keadaan berat badan lahir kurang dari 2000 gram, masa gestasi kurang dari
36 minggu, asfiksia, hipoksia, sindrom gangguan pernafasan, dan lain-lain.
2.2 Etiologi
Penyebab dari hiperbilirubinemia terdapat beberapa faktor. Secara garis besar, penyebab
dari hiperbilirubinemia adalah :
Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya pada emolisis
yang meningkat pada inkompatibilitas Rh, ABO, golongan darah lain,
defisiensi G6PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.
b. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar.
Gangguan ini dapat disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya substrat untuk
konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau
tidak terdapatnya enzim glukorinil transferase (Sindrom Criggler-Najjar). Penyebab
lain adalah defisiensi protein Y dalam hepar yang berperanan penting dalam uptake
bilirubin ke sel hepar.
c. Gangguan transportasi
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkut ke hepar. Ikatan
bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat,
sulfarazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin
indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.
d. Gangguan dalam ekskresi
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar hepar.
Kelainan di luar hepar biasanya diakibatkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam
hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.
2.3 Klasifikasi
Ikterus neonatorum dibagi menjadi ikterus fisiologis dan patologis (ngastiyah,1997)
1) Ikterus fisiologis
Ikterus fisiologis adalah ikterus yang memiliki karakteristik sebagai berikut (hanifa,
1987, ngastiyah)
Timbul pada hari ke 2 dan ke 3 dan tampak jelas pada hari ke 5 dan ke 6
Kadar bilirubin indirek setelah 2x24 jam tidak melewati 15mg/dL pada neonatus
cukup bulan dan 10mg/dL perhari pada kurang bulan
Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tak melebihi 5 mg/dL perhari
Kadar bilirubin direk kurang dari 1mg/dL
Ikterus hilang pada 10 hari pertama
Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologi tertentu.
2) Ikterus patologi
Adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang
mempunyai potensi untuk menimbulkan kern ikterus kalau tidak ditanggulangi
dengan baik atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis.
Karakteristik ikterus patologis(ngastiyah,1997)sebagai berikut:
- Ikteerus terjadi dalam 24 jam pertama kehidupan,ikterus menetap sesudah bayi
berumur 10 hari(pada bayi cukup bulan)dan lebih dari 14 hari pada bayi berat
lahir rendah(BBLR)
- Konsentrasi bilirubin serum melebihi 10mg/dL pada bayi kurang bulan(BBLR)
dan 12,5mg/dL pada bayi cukup bulan
- Bilirubin direk lebih dari 1mg/dL
- Peningkatan bilirubin 5mg/dL atau lebih dalam 24 jam
Ikterus yang disertai proses hemolisis(inkompatibilitas darah,defisiensi enzim G6PD
dan sepsis).
2.4 Patofisiologi
Bilirubin adalah produk penguraian heme. Sebagian besar (85-90%) terjadi dari
penguraian hemoglobin dan sebagian kecil (10-15%) dari senyawa lain seperti mioglobin. Sel
retikuloendotel menyerap kompleks haptoglobin dengan hemoglobin yang telah dibebaskan
dari sel darah merah. Sel-sel ini kemudian mengeluarkan besi dari heme sebagai cadangan
untuk sintesis berikutnya dan memutuskan cincin heme untuk menghasilkan tertapirol
bilirubin, yang disekresikan dalam bentuk yang tidak larut dalam air (bilirubin tak
terkonjugasi, indirek). Karena ketidaklarutan ini, bilirubin dalam plasma terikat ke albumin
untuk diangkut dalam medium air. Sewaktu zat ini beredar dalam tubuh dan melewati lobulus
hati, hepatosit melepas bilirubin dari albumin dan menyebabkan larutnya air dengan
mengikat bilirubin ke asam glukoronat (bilirubin terkonjugasi, direk) (Sacher,2004).
Dalam bentuk glukoronida terkonjugasi, bilirubin yang larut tersebut masuk ke sistem
empedu untuk diekskresikan. Saat masuk ke dalam usus, bilirubin diuraikan oleh bakteri
kolon menjadi urobilinogen. Urobilinogen dapat diubah menjadi sterkobilin dan
diekskresikan sebagai feses. Sebagian urobilinogen direabsorsi dari usus melalui jalur
enterohepatik, dan darah porta membawanya kembali ke hati. Urobilinogen daur ulang ini
umumnya diekskresikan ke dalam empedu untuk kembali dialirkan ke usus, tetapi sebagian
dibawa oleh sirkulasi sistemik ke ginjal, tempat zat ini diekskresikan sebagai senyawa larut
air bersama urin (Sacher, 2004).
Pada dewasa normal level serum bilirubin 2mg/dl dan pada bayi yang baru lahir akan
muncul ikterus bila kadarnya >7mg/dl (Cloherty et al, 2008).
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh pembentukan bilirubin yang melebihi
kemampuan hati normal untuk ekskresikannya atau disebabkan oleh kegagalan hati (karena
rusak) untuk mengekskresikan bilirubin yang dihasilkan dalam jumlah normal. Tanpa adanya
kerusakan hati, obstruksi saluran ekskresi hati juga akan menyebabkan hiperbilirubinemia.
Pada semua keadaan ini, bilirubin tertimbun di dalam darah dan jika konsentrasinya
mencapai nilai tertentu (sekitar 2- 2,5mg/dl), senyawa ini akan berdifusi ke dalam jaringan
yang kemudian menjadi kuning. Keadaan ini disebut ikterus atau jaundice (Murray et
al,2009).
Dalam perawatan bayi dengan terapi sinar,yang perlu diperhatikan sebagai berikut :
a. Diusahakan bagian tubuh bayi yang terkena sinar dapat seluas mungkin dengan
membuka pakaian bayi.
b. Kedua mata dan kemaluan harus ditutup dengan penutup yang dapat
memantulkan cahaya agar tidak membahayakan retina mata dan sel reproduksi
bayi.
c. Bayi diletakkan 8 inci di bawah sinar lampu. Jarak ini dianggap jarak yang terbaik
untuk mendapatkan energi yang optimal.
d. Posisi bayi sebaiknya diubah-ubah setiap 18 jam agar bagian tubuh bayi yang
terkena cahaya dapat menyeluruh.
e. Suhu bayi diukur secara berkala setiap 4-6 jam.
f. Kadar bilirubin bayi diukur sekurang-kurangnya tiap 24 jam.
g. Hemoglobin harus diperiksa secara berkala terutama pada bayi dengan hemolisis.
d. Bilirubin direk.
Pemeriksaan serum bilirubin total harus diulang setiap 4-24 jam tergantung usia bayi dan
tingginya kadar bilirubin. Kadar serum albumin juga perlu diukur untuk menentukan pilihan
terapi sinar ataukah tranfusi tukar.
e. Resiko injuri pada mata dan genetalia berhubungan dengan foto terapi.
Tujuan : tidak terjadi kecelakaan pada mata selama terapi diberikan.
Intervensi :
1) Gunakan pelindung pada mata dan genetalia pada saat fototerapi.
2) Pastikan mata tertutup, hindari penekanan mata yang berlebihan karena dapat
menimbulkan jejas pada mata yang tertutup atau pada kornea .
1. Identitas pasiaen
Nama : R.V
Umur :
Agama : kristen
Pendidikan :
Suku/bangsa : Minahasa
Tangal masuk :
Tanggal masuk :
A. Ayah
Nama :
Umur :
Pendidikan :
Agama : Kristen
Suku/bangsa : Minahasa
Alamat :
Pekerjaan :
B. Ibu
Nama :
Umur :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Agama : Kristen
Suku/bangsa : Minahasa
Alamat :
C. Genogram
D. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama :
Klien dibawa ke Rs dengan keluhan kuning pada kulit bayi
b. Riwayat kesehatan sekarang :
pasien di rawat di dalam inkubator, mukosa bibir kuning
c. Riwayat penyakit dahulu :
1) Pranatal care :
Ny N mengatakan saat hamil 5 kali melakukan pemeriksaan kehamilan
selama hamil ibu klien hanya merasa mengidam dan tidak ada keluhan lainya
ibu klien mengalami kenaikan berat badan 4 kg, ibu pasien mengatakan
tidak mendapat suntikan faksin, golongan darah ibu B dan golongan darah
bapa tidak diketahui, dan selama kehamilan ibu pasien hanya mengkonsumsi
vitamin dari bidan.
2) Natal :
Ny mengatakan melahirkan di polindes desa di bantu bidan setempat pada tgl
3 april, ibu klien merasa tanda-tanda melahirkan daro jam 02 pagi dan pasien
lahir jam 09 pagi persalinan spontan usia kehamilan 36 minggu.
3) Pos natal
PB: 52 cm
4) Riwayat nutrisi/asi
Ibu klien mengatakan setelah beberapa menit di lahirkan bayi di susui
kemudian setelah itu bayi hanya di berikan susu vormula karna produksi asi
ibu hanya sedikit dan kondisi perawatan bayi di ruangan NICU membuat bayi
di berikan susu formula.
4) Riwayat imunisasi
Klien baru di berikan fitamin K saja
d. Riwayat tumbu kembang
1) Pertumbuhan fisik
b. Tinggi badan: 52 cm
c. Lingkar kepala: 36 cm
e. Lingkat perut: 35 cm
2) Perkembangan
Bayi tampak melihat dan mengikuti objek yang di lihatnya, tersenyum jika
mendengar orang bersuara dan menanggis saat lapar dan saat BAB
3) Riwayat kesehatan lingkungan
Ibu klien mengatakan rumah memiliki ventilasi, jau dari limbah pembuangan
dan memiliki kamar mandi/WC
4) Riwayat spritual
Ibu klien beragama kristen protestan
5) Riwayat pisikososisl
Keluarga merasa cemas dengan keaadaan bayi. Ayah bayi merupakan perokok
aktif dan lingkungan sekitar rumah asri.
6) Aktifitas sehari-hari
Bayi lebih banyak tidur dan menangis jika lapar atau sesuda BAB atau pun
BAK. Klien biasanya BAB 2-3/hari badan nampak bersih.
e. Pemeriksaan fisik
b. kesadaran: composmentis
c. TTV: N:140
R: 50x/Mnt
SB: 38 c
g. Mulut
h. Tht
Telinga : Nampak simetris, bersin, tidak cairan maupun benjolan abnormal
i. Mata
j. Ekstremitas
Pemeriksaan Penunjang
Hb : 4,8
Ht : 13,7
Leukosit : 28.000
Trombosit : 193.000
CRP : 24
SGOT/SGPT : 77/16
Pengobatan Perawatan
- Koen 4B - Fototherapy
- Ampicilin 180mg/12 jam
- Gentamicin 18mg/36 jam
Analisa Data
↓
Pemecahan bilirubin Integritas kulit
berlebih
↓
Bilirubin yang tidak terikat
dengan abdomen
meningkat
↓
hiperbilirubin
indikasi fototerapi
↓
Sinar dengan intesitas
tinggi
↓
Gangguan suhu tubuh
Diagnosa Keperawatan
Intervensi
DIAGNOSA TUJUAN 𝛿
NO KEPERAWATAN KRITERIA HASIL INTERVENSI RASIONAL
2. pasien tidak
dehidrasi.