Anda di halaman 1dari 24

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA An. R.V DENGAN DIAGNOSA HIPERBILIRUBIN DI RUANGAN


NICU DI RSUP PROF Dr. R.D KANDOU MANADO

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 1

NAMA KELOMPOK :

1. ALDO TURANG
2. ANDIKA
3. ANDREAS LEONG
4. ANGREINI TENDEAN
5. CHRISTOFEL GOSAL
6. CHINTANI BOLANG
7. CORNELIA TELAP
8. CHRISTY UMBOH
9. CKRIVINA WOINALANG
10. CARINA MONDORINGIN
11. DANDI TAMARENGKI
12. FRANSISKA MAKALIWE
13. YUNI
LAPORAN PENDAHULUAN
HIPERBILIRUBIN

2.1 Definisi

Hiperbilirubinemia adalah istilah yang dipakai untuk ikterus neonatorum setelah ada hasil
laboratorium yang menunjukkan peningkatan kadar serum bilirubin. Hiperbilirubi-nemia
fisiologis yang memerlukan terapi sinar, tetap tergolong non patologis sehingga disebut
‘Excessive Physiological Jaundice’. Digolongkan sebagai hiperbillirubenemia patologis
(‘Non Physiological Jaundice’) apabila kadar serum bilirubin terhadap usia neonates >95%
menurut Normogram Bhutani.

Hiperbilirubinemia adalah salah satu masalah paling umum yang dihadapi dalam jangka
bayi yang baru lahir. Secara historis, manajemen berasal ari studi tentang toksisitas bilirubin
pada dengan penyakit hemolitik. Rekomendasi yang lebih baru mendukung penggunaan
terapi yang kurang intensif dalam jangka bayi yang sehat dengan sakit kuning. (Ely Susan,
2011)

Hiperbilirubinemia merupakan suatu kondisi bayi baru lahir dengan kadar bilirubin serum
total lebih dari 10 mg% pada minggu pertama yang ditandai dengan ikterus, yang dikenal
dengan ikterus neonatorum patologis. Hiperbilirubimenia yang merupakan suatu keadaan
meningkatnya kadar bilirubin di dalam jaringan ekstravaskular, sehingga konjungtiva, kulit,
dan mukosa akan berwarna kuning. Keadaan tersebut juga bisa berpotensi besar terjadi
ikterus, yaitu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak. Bayi yang
mengalami hiperbilirubinemia memiliki ciri sebagai berikut : adanya ikterus terjadi pada 24
jam pertama, peningkatan konsentrasi bilirubin serum 10 mg% atau lebih setiap 24 jam,
konsentrasi bilirubin serum 10 mg% pada neonatus yang cukup bulan dan 12,5 mg% pada
neonatus yang kurang bulan, ikterus disertai dengan proses hemolisis kemudian ikterus yang
disertai dengan keadaan berat badan lahir kurang dari 2000 gram, masa gestasi kurang dari
36 minggu, asfiksia, hipoksia, sindrom gangguan pernafasan, dan lain-lain.

2.2 Etiologi
Penyebab dari hiperbilirubinemia terdapat beberapa faktor. Secara garis besar, penyebab
dari hiperbilirubinemia adalah :

a. Produksi bilirubin yang berlebihan.

Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya pada emolisis
yang meningkat pada inkompatibilitas Rh, ABO, golongan darah lain,
defisiensi G6PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.
b. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar.

Gangguan ini dapat disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya substrat untuk
konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau
tidak terdapatnya enzim glukorinil transferase (Sindrom Criggler-Najjar). Penyebab
lain adalah defisiensi protein Y dalam hepar yang berperanan penting dalam uptake
bilirubin ke sel hepar.
c. Gangguan transportasi

Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkut ke hepar. Ikatan
bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat,
sulfarazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin
indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.
d. Gangguan dalam ekskresi

Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar hepar.
Kelainan di luar hepar biasanya diakibatkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam
hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.

2.3 Klasifikasi
Ikterus neonatorum dibagi menjadi ikterus fisiologis dan patologis (ngastiyah,1997)
1) Ikterus fisiologis
Ikterus fisiologis adalah ikterus yang memiliki karakteristik sebagai berikut (hanifa,
1987, ngastiyah)
 Timbul pada hari ke 2 dan ke 3 dan tampak jelas pada hari ke 5 dan ke 6
 Kadar bilirubin indirek setelah 2x24 jam tidak melewati 15mg/dL pada neonatus
cukup bulan dan 10mg/dL perhari pada kurang bulan
 Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tak melebihi 5 mg/dL perhari
 Kadar bilirubin direk kurang dari 1mg/dL
 Ikterus hilang pada 10 hari pertama
 Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologi tertentu.
2) Ikterus patologi
Adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang
mempunyai potensi untuk menimbulkan kern ikterus kalau tidak ditanggulangi
dengan baik atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis.
Karakteristik ikterus patologis(ngastiyah,1997)sebagai berikut:
- Ikteerus terjadi dalam 24 jam pertama kehidupan,ikterus menetap sesudah bayi
berumur 10 hari(pada bayi cukup bulan)dan lebih dari 14 hari pada bayi berat
lahir rendah(BBLR)
- Konsentrasi bilirubin serum melebihi 10mg/dL pada bayi kurang bulan(BBLR)
dan 12,5mg/dL pada bayi cukup bulan
- Bilirubin direk lebih dari 1mg/dL
- Peningkatan bilirubin 5mg/dL atau lebih dalam 24 jam
Ikterus yang disertai proses hemolisis(inkompatibilitas darah,defisiensi enzim G6PD
dan sepsis).

2.4 Patofisiologi
Bilirubin adalah produk penguraian heme. Sebagian besar (85-90%) terjadi dari
penguraian hemoglobin dan sebagian kecil (10-15%) dari senyawa lain seperti mioglobin. Sel
retikuloendotel menyerap kompleks haptoglobin dengan hemoglobin yang telah dibebaskan
dari sel darah merah. Sel-sel ini kemudian mengeluarkan besi dari heme sebagai cadangan
untuk sintesis berikutnya dan memutuskan cincin heme untuk menghasilkan tertapirol
bilirubin, yang disekresikan dalam bentuk yang tidak larut dalam air (bilirubin tak
terkonjugasi, indirek). Karena ketidaklarutan ini, bilirubin dalam plasma terikat ke albumin
untuk diangkut dalam medium air. Sewaktu zat ini beredar dalam tubuh dan melewati lobulus
hati, hepatosit melepas bilirubin dari albumin dan menyebabkan larutnya air dengan
mengikat bilirubin ke asam glukoronat (bilirubin terkonjugasi, direk) (Sacher,2004).
Dalam bentuk glukoronida terkonjugasi, bilirubin yang larut tersebut masuk ke sistem
empedu untuk diekskresikan. Saat masuk ke dalam usus, bilirubin diuraikan oleh bakteri
kolon menjadi urobilinogen. Urobilinogen dapat diubah menjadi sterkobilin dan
diekskresikan sebagai feses. Sebagian urobilinogen direabsorsi dari usus melalui jalur
enterohepatik, dan darah porta membawanya kembali ke hati. Urobilinogen daur ulang ini
umumnya diekskresikan ke dalam empedu untuk kembali dialirkan ke usus, tetapi sebagian
dibawa oleh sirkulasi sistemik ke ginjal, tempat zat ini diekskresikan sebagai senyawa larut
air bersama urin (Sacher, 2004).
Pada dewasa normal level serum bilirubin 2mg/dl dan pada bayi yang baru lahir akan
muncul ikterus bila kadarnya >7mg/dl (Cloherty et al, 2008).
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh pembentukan bilirubin yang melebihi
kemampuan hati normal untuk ekskresikannya atau disebabkan oleh kegagalan hati (karena
rusak) untuk mengekskresikan bilirubin yang dihasilkan dalam jumlah normal. Tanpa adanya
kerusakan hati, obstruksi saluran ekskresi hati juga akan menyebabkan hiperbilirubinemia.
Pada semua keadaan ini, bilirubin tertimbun di dalam darah dan jika konsentrasinya
mencapai nilai tertentu (sekitar 2- 2,5mg/dl), senyawa ini akan berdifusi ke dalam jaringan
yang kemudian menjadi kuning. Keadaan ini disebut ikterus atau jaundice (Murray et
al,2009).

2.5 Manifestasi Klinis


Bayi baru lahir (neonatus) tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya kira-kira
6mg/dl (Mansjoer at al, 2007).
Ikterus sebagai akibat penimbunan bilirubin indirek pada kulit mempunyai
kecenderungan menimbulkan warna kuning muda atau jingga. Sedangkan ikterus obstruksi
(bilirubin direk) memperlihatkan warna kuning kehijauan atau kuning kotor. Perbedaan ini
hanya dapat ditemukan pada ikterus yang berat (Nelson, 2007).
Gambaran klinis ikterus fisiologis :
a. Tampak pada hari 3,4
b. Bayi tampak sehat (normal)
c. Kadar bilirubin total <12mg%
d. Menghilang paling lambat 10-14 hari
e. Tak ada faktor resiko
f. Sebab : proses fisiologis (berlangsung dalam kondisi fisiologis) (Sarwono et al,
2005).

Gambaran klinik ikterus patologis :


a. Timbul pada umur <36 jam
b. Cepat berkembang
c. Bisa disertai anemia
d. Menghilang lebih dari 2 minggu
e. Ada faktor resiko
f. Dasar : proses patologis (Sarwono et al, 2005).
Tampak ikterus pada sklera, kuku, dan sebagian besar kulit serta membran
mukosa. Jaundice yang tampak dalam 24 jam pertama sejak bayi lahir disebabkan oleh
penyakit hemolitik, sepsis atau ibu dengan diabetik dan infeksi. Jaundice yang tampak
pada hari ke-2 atau ke-3 dan mencapai puncak pada hari ke-3 sampaike-4 serta
menurun pada hari ke-5 sapai hari ke-7 biasanya merupakan jaundice fisiologis.
Gejala kernikterus berupa kulit kuning kehijauan, muntah, anorexia, fatique,
warna urine gelap, warna tinja seperti dempul, letargi (lemas), kejang, tak mau
menetek, tonus otot meninggi dan akhirnya opistotonus. (Ngastiyah, 2005).
2.6 Pathway
2.7 Penatalaksanaan
Pada dasarnya, pengendalian bilirubin adalah seperti berikut :
a. Stimulasi proses konjugasi bilirubin menggunakan fenobarbital. Obat ini kerjanya
lambat, sehingga hanya bermanfaat apabila kadar bilirubinnya rendah dan ikterus
yang terjadi bukan disebabkan oleh proses hemolitik. Obat ini sudah jarang dipakai
lagi.
b. Menambahkan bahan yang kurang pada proses metabolisme bilirubin (misalnya
menambahkan glukosa pada hipoglikemi) atau (menambahkan albumin untuk
memperbaiki transportasi bilirubin). Penambahan albumin bisa dilakukan tanpa
hipoalbuminemia. Penambahan albumin juga dapat mempermudah proses
ekstraksi bilirubin jaringan ke dalam plasma. Hal ini menyebabkan kadar bilirubin
plasma meningkat, tetapi tidak berbahaya karena bilirubin tersebut ada dalam
ikatan dengan albumin. Albumin diberikan dengan dosis tidak melebihi 1g/kgBB,
sebelum maupun sesudah terapi tukar.

c. Mengurangi peredaran enterohepatik dengan pemberian makanan oral dini.


d. Memberi terapi sinar hingga bilirubin diubah menjadi isomer foto yang tidak
toksik dan mudah dikeluarkan dari tubuh karena mudah larut dalam air.
e. Mengeluarkan bilirubin secara mekanik melalui transfusi tukar (Mansjoer et al,
2007).

Pada umunya, transfusi tukar dilakukan dengan indikasi sebagai berikut:


a. Pada semua keadaan dengan kadar bilirubin indirek ≤20mg%
b. Kenaikan kadar bilirubin indirek yang cepat yaitu 0,3-1mg%/jam
c. Anemia yang berat pada neonatus dengan gejala gagal jantung
d. Bayi dengan kadar hemoglobin tali pusat <14mg% dan uji Coombs direct positif
(Hassan et al, 2005).

Dalam perawatan bayi dengan terapi sinar,yang perlu diperhatikan sebagai berikut :
a. Diusahakan bagian tubuh bayi yang terkena sinar dapat seluas mungkin dengan
membuka pakaian bayi.
b. Kedua mata dan kemaluan harus ditutup dengan penutup yang dapat
memantulkan cahaya agar tidak membahayakan retina mata dan sel reproduksi
bayi.
c. Bayi diletakkan 8 inci di bawah sinar lampu. Jarak ini dianggap jarak yang terbaik
untuk mendapatkan energi yang optimal.
d. Posisi bayi sebaiknya diubah-ubah setiap 18 jam agar bagian tubuh bayi yang
terkena cahaya dapat menyeluruh.
e. Suhu bayi diukur secara berkala setiap 4-6 jam.
f. Kadar bilirubin bayi diukur sekurang-kurangnya tiap 24 jam.
g. Hemoglobin harus diperiksa secara berkala terutama pada bayi dengan hemolisis.

2.8 Pemeriksaan Penunjang


Secara klinis, ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir atau setelah beberapa
hari. Amati ikterus pada siang hari dengan lampu sinar yang cukup. Ikterus akan terlihat
lebih jelas dengan sinar lampu dan bisa tidak terlihat dengan penerangan yang kurang,
terutama pada neonatus yang berkulit gelap. Penilaian ikterus akan lebih sulit lagi apabila
penderita sedang mendapatkan terapi sinar (Etika et al, 2006).
Salah satu cara memeriksa derajat kuning pada neonatus secara klinis, mudah dan
sederhana adalah dengan penilaian menurut Kramer (1969). Caranya dengan jari telunjuk
ditekankan pada tempat-tempat yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung,dada,lutut
dan lain-lain. Tempat yang ditekan akan tampak pucat atau kuning.
Pemeriksaan serumbilirubin (bilirubin total dan direk) harus dilakukan pada neonatus yang
mengalami ikterus. Terutama pada bayi yang tampak sakit atau bayi-bayi yang tergolong
risiko tinggi terserang hiperbilirubinemi berat. Namun pada bayi yang mengalami ikterus
berat, lakukan terapi sinar sesegera mungkin, jangan menunda terapi sinar dengan menunggu
hasil pemeriksaan kadar serum bilirubin.
‘Transcutaneous bilirubin (TcB)’ dapat digunakan untuk menentukan kadar serum bilirubin
total, tanpa harus mengambil sampel darah. Namun alat ini hanya valid untuk kadar bilirubin
total < 15 mg/dL (<257 µmol/L), dan tidak ‘reliable’ pada kasus ikterus yang sedang
mendapat terapi sinar.
Pemeriksaan tambahan yang sering dilakukan untuk evaluasi menentukan penyebab ikterus
antara lain :

a. Golongan darah dan ‘Coombs test’.

b. Darah lengkap dan hapusan darah.

c. Hitung retikulosit, skrining G-6-PD.

d. Bilirubin direk.

Pemeriksaan serum bilirubin total harus diulang setiap 4-24 jam tergantung usia bayi dan
tingginya kadar bilirubin. Kadar serum albumin juga perlu diukur untuk menentukan pilihan
terapi sinar ataukah tranfusi tukar.

2.9 Konsep Keperawatan


2.9.1 Pengkajian
a. Aktivitas/ istirahat : letargi, malas
b. Sirkulasi : mungkin pucat, menandakan anemia
c. Eliminasi : Bising usus hipoaktif, vasase meconium mungkin lambat, faeces mungkin
lunak atau coklat kehijauan selama pengeluaran billirubin. Urine berwarna gelap.
d. Makanan cairan : Riwayat pelambatan/ makanan oral buruk.
e. Palpasi abdomen : dapat menunjukkan pembesaran limpa, hepar.
f. Neurosensori :
1) Chepalohaematoma besar mungkin terlihat pada satu atau kedua tulang parietal
yang berhubungan dengan trauma kelahiran.
2) Oedema umum, hepatosplenomegali atau hidrops fetalis, mungkin ada dengan
inkompathabilitas Rh.
3) Kehilanga refleks moro, mungkin terlihat.
4) Opistotonus, dengan kekakuan lengkung punggung, menangis lirih, aktifitas
kejang.
g. Pernafasan : krekels (oedema fleura)
h. Keamanan : Riwayat positif infeksi atau sepsis neonatus, akimosis berlebihan, pteque,
perdarahan intrakranial, dapat tampak ikterik pada awalnya pada wajah dan berlanjut
pada bagian distal tubuh.
i. Seksualitas : mungkin praterm, bayi kecil usia untuk gestasi (SGA), bayi dengan
letardasio pertumbuhan intra uterus (IUGR), bayi besar untuk usia gestasi (LGA)
seperti bayi dengan ibu diabetes. Terjadi lebih sering pada bayi pria daripada bayi
wanita.

2.9.2 Diagnosa Keperawatan


a. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan hilangnya air (IWL) tanpa
disadari akibat dari fototerapi dan kelemahan menyusu.
b. Resiko terjadi komplikasi; kernikterus b.d peningkatan kadar bilirubin.
c. Gangguan rasa nyaman dan aman berhubungan dengan akibat pengobatan/terapi
sinar.
d. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan komplikasi tranfusi tukar.
e. Resiko injuri pada mata dan genetalia berhubungan dengan foto terapi.
f. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan fototerapi.
g. Resiko injuri berhubungan dengan peningkatan serum bilirubin sekunder dari
pemecahan sel darah merah dan gangguan eksresi bilirubin.

2.9.3 Rencana Tindakan


a. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan hilangnya air (IWL) tanpa
disadari akibat dari fototerapi dan kelemahan menyusu.
Tujuan : Memenuhi kebutuhan cairan dan nutrisi .
Intervensi :
1) Pertahankan intake : beri minum sesuai kebutuhan karena bayi malas minum
berikan berulang-ulang, jika tidak mau menghisap dapat diberikan menggunakan
sendok atau sonde.
2) Berikan terapi infus sesuai program bila indikasi : meningkatnya temperatur,
meningkatnya konsentrasi urin, dan cairan hilang berlebihan.
3) Perhatikan frekuensi BAB, mungkin susu tidak cocok (jika bukan ASI) .
4) Kaji adanya dehidrasi: membran mukosa, ubun-ubun, turgor kulit, mata.
5) Monitor suhu tiap 2 jam.

b. Resiko terjadi komplikasi; kernikterus b.d peningkatan kadar bilirubin.


Tujuan : Mengenal gejala dini mencegah meningkatnya ikterus.
Intervensi :
1) Jika bayi sudah terlihat mulai kuning, jemur pada matahari pagi (sekitar jam 7
– 8 selama 15 – 30 menit).
2) Periksa darah untuk bilirubin, jika hasilnya masih dibawah 7 mg% ulang
keesokan harinya.
3) Berikan minum banyak.
4) Perhatikan hasil darah bilirubin, jika hasilnya 7 mg%/lebih segera hubungi dokter,
bayi perlu terapi.

c. Gangguan rasa nyaman dan aman berhubungan dengan akibat pengobatan/terapi


sinar.
Tujuan : Untuk memenuhi kebutuhan psikologik, dengan memangku bayi setiap
memberikan minum dan mengajak berkomunikasi secara verbal
Intervensi :
1) Mengusakan agar bayi tidak kepanasan atau kedinginan
2) Memelihar kebersihan tempat tidur bayi dan lingkungannya
3) Mencegah terjadinya infeksi (memperhatikan cara bekerja aseptik)

d. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan komplikasi tranfusi tukar.


Tujuan : menyelesaikan tranfusi tukar tanpa komplikasi dan menunjukkan penurunan
kadar bilirubin serum.
Intervensi :
1) Perhatikan kondisi tali pusat bayi sebelum tranfusi bila vena umbilikal
digunakan.
2) Pertahankan puasa selama 4 jam sebelum prosedur tindakan atau aspirasi isi
lambung.
3) Jamin ketersedian alat resusitatif
4) Pertahankan suhu tubuh sebelum, selama dan sesudah prosedur tindakan
5) Pastikan golongan darah serta faktor Rh bayi dan ibu
6) Pantau tekanan vena, nadi, warna, frekuensi pernafasan selama dan setelah
tranfusi
7) Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan
8) Pantau tanda ketidakseimbangan elektrolit
9) Kolaborasi :
a) Pantau peneriksaan laboratorium sesuai indikasi ( kadar bilirubin
serum, protein total serum, kalsium dan kalium, glukosa, kadar Ph
serum
b) Berikan albumin sesuai indikasi
c) Kalsium glukonat 5 %
d) Natium bikarbonat
e) Protein sulfat

e. Resiko injuri pada mata dan genetalia berhubungan dengan foto terapi.
Tujuan : tidak terjadi kecelakaan pada mata selama terapi diberikan.
Intervensi :
1) Gunakan pelindung pada mata dan genetalia pada saat fototerapi.
2) Pastikan mata tertutup, hindari penekanan mata yang berlebihan karena dapat
menimbulkan jejas pada mata yang tertutup atau pada kornea .

f. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan fototerapi.


Tujuan : tidak terjadi gangguan integritas kulit selama terapi diberikan.
Intervensi :
1) Inspeksi kulit setiap 4 jam.
2) Gunakan sabun bayi.
3) Merubah posisi bayi dengan sering.
4) Gunakan pelindung daerah genetal.
5) Gunakan pengalas yang lembut.
g. Resiko injuri berhubungan dengan peningkatan serum bilirubin sekunder dari
pemecahan sel darah merah dan gangguan eksresi bilirubin.
Tujuan : bayi tidak mengalami kecelakaan selama perawatan.
Intervensi :
1) Cegah adanya injuri (internal).
2) Kaji hiperbilirubin tiap ( 1-4 jam) dan catat.
3) Berikan fototerapi sesuai program.
4) Monitor kadar bilirubin 4 – 8 jam sesuai program.
5) Antisipasi kebutuhan tranfusi tukar.
6) Monitor Hb da Hct.
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN NY. C.U. DENGAN DIAGNOSA HIPERBILLIRUBIN
DI RUANGAN NICU RSUP R.D.KANDOU
MANADO

I. Pengkajian Anak Sehat


A.Biodata

1. Identitas pasiaen

Nama : R.V

Umur :

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : kristen

Pendidikan :

Suku/bangsa : Minahasa

Tangal masuk :

Tanggal masuk :

No. Med. Rec :

Diagnosa medis : Hiperbilirubin

2. Identitas orang tua/penanggung jawab

A. Ayah

Nama :

Umur :

Pendidikan :

Agama : Kristen

Suku/bangsa : Minahasa

Alamat :

Pekerjaan :
B. Ibu

Nama :

Umur :

Pendidikan :

Pekerjaan :

Agama : Kristen

Suku/bangsa : Minahasa

Alamat :

C. Genogram

D. Riwayat Kesehatan

a. Keluhan utama :
Klien dibawa ke Rs dengan keluhan kuning pada kulit bayi
b. Riwayat kesehatan sekarang :
pasien di rawat di dalam inkubator, mukosa bibir kuning
c. Riwayat penyakit dahulu :
1) Pranatal care :
Ny N mengatakan saat hamil 5 kali melakukan pemeriksaan kehamilan
selama hamil ibu klien hanya merasa mengidam dan tidak ada keluhan lainya
ibu klien mengalami kenaikan berat badan  4 kg, ibu pasien mengatakan
tidak mendapat suntikan faksin, golongan darah ibu B dan golongan darah
bapa tidak diketahui, dan selama kehamilan ibu pasien hanya mengkonsumsi
vitamin dari bidan.
2) Natal :
Ny mengatakan melahirkan di polindes desa di bantu bidan setempat pada tgl
3 april, ibu klien merasa tanda-tanda melahirkan daro jam 02 pagi dan pasien
lahir jam 09 pagi persalinan spontan usia kehamilan 36 minggu.
3) Pos natal

a. kondisi bayi: BB: 3.600

PB: 52 cm

Bayi telah mendapat vitamin K. Ibu klien mengatakan bayi nampak


kekunigan beberapa saat melahirkan.

4) Riwayat nutrisi/asi
Ibu klien mengatakan setelah beberapa menit di lahirkan bayi di susui
kemudian setelah itu bayi hanya di berikan susu vormula karna produksi asi
ibu hanya sedikit dan kondisi perawatan bayi di ruangan NICU membuat bayi
di berikan susu formula.
4) Riwayat imunisasi
Klien baru di berikan fitamin K saja
d. Riwayat tumbu kembang
1) Pertumbuhan fisik

a. Berat badan: 3.600

b. Tinggi badan: 52 cm

c. Lingkar kepala: 36 cm

d. lingkar kengan : tidak dikaji

e. Lingkat perut: 35 cm

f. lingkar dada :33 cm

2) Perkembangan
Bayi tampak melihat dan mengikuti objek yang di lihatnya, tersenyum jika
mendengar orang bersuara dan menanggis saat lapar dan saat BAB
3) Riwayat kesehatan lingkungan
Ibu klien mengatakan rumah memiliki ventilasi, jau dari limbah pembuangan
dan memiliki kamar mandi/WC
4) Riwayat spritual
Ibu klien beragama kristen protestan
5) Riwayat pisikososisl

Keluarga merasa cemas dengan keaadaan bayi. Ayah bayi merupakan perokok
aktif dan lingkungan sekitar rumah asri.

6) Aktifitas sehari-hari
Bayi lebih banyak tidur dan menangis jika lapar atau sesuda BAB atau pun
BAK. Klien biasanya BAB 2-3/hari badan nampak bersih.
e. Pemeriksaan fisik

a. keadaan umum: tanpak sakit

b. kesadaran: composmentis

c. TTV: N:140

R: 50x/Mnt

SB: 38 c

f. Antroprometri : BB: 3.600


PB: 52 cm
LK: 36 cm
LD: 33 cm
LLA: Tidak dikaji
g. Reflek
klien memiliki reflek menelan dan mengisap yang belum sempurna.
f. Kepala atau leher
wajah tampak simetris tdak ada benjolan, rambut berwarna hitam dan lurus, tidak
ada pembengkakan pada leher.

g. Mulut

mukosa mulut nampak lembab dan berwarna kuning

h. Tht
Telinga : Nampak simetris, bersin, tidak cairan maupun benjolan abnormal

Hidung : Lubang hidung simetris

i. Mata

Nampak simetris dan tidak ada pembengkakan

j. Ekstremitas

Atas : Lengkap dan tidak ada kelainan

Bawah : Lengkap dan tidak ada kelainan

Pemeriksaan Penunjang

Hb : 4,8

Ht : 13,7

Leukosit : 28.000

Trombosit : 193.000

CRP : 24

SGOT/SGPT : 77/16

Perawatan Dan Pengobatan

Pengobatan Perawatan

- Koen 4B - Fototherapy
- Ampicilin 180mg/12 jam
- Gentamicin 18mg/36 jam

Analisa Data

NO DATA ETIOLOGI PRABLEM


1 DS: Ibu pasien mengatakan lemah Peningkatan
dikstribusi eritrosik,
warna kulit berubah
ganguan temporosit
bilirubin atau peningkatan
DO: Klien tampak menguning. deklusi entepo hepatic ht
dan eritrot


Pemecahan bilirubin Integritas kulit
berlebih


Bilirubin yang tidak terikat
dengan abdomen
meningkat

2 DS: Ibu pasien mengatakan Icterus pada skela


leher/tidak peningkatan
pasien demam
bilirubin indairek 7,1 liter
x / menit
DO: suhu badan pasien


hiperbilirubin
indikasi fototerapi


Sinar dengan intesitas
tinggi


Gangguan suhu tubuh
Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan pemecahan bilirubin


yang berlebihan yang tidak terikat albumin di tandai dengan.

DS: pasien tampak kuning.

2. hipertermi berhubungan dengan adanya infeksi pada pasien.

Intervensi

DIAGNOSA TUJUAN 𝛿
NO KEPERAWATAN KRITERIA HASIL INTERVENSI RASIONAL

1 Gangguan integritas kulit Tujuan: setelah 1. bina 1. untuk


berhubungan dengan dilakukan tindakakan hubungan menciptakan
pemecahan bilirubin yang keperawatan selama 3 sebagai dengan hubungan saling
berlebihan yang tidak x24 jam di harapkan perwat dan percaya antara
terikat albumin di tandai agar kulit bayi kembali pasien pasien dan perawat.
dengan normal kembali.
2. observasi
2. sebagai dasar
DS: pasien tsmpsk kuning KH: 1. ibu pasien dan kaji tanda-
mengatakan pasien tanda vital penentuan
tidak menguning pasien intervensi
DS: Ibu psien mengatakan selanjutnya
warna kulit berubah 2. bilirubin dapat di 3. lakukan
kurangi. terapi sinar 3. untuk tindakan
DO: klien tampak kuning pada byi. medis
menghilangkan
4. kolaborasi kelebihan bilirubin
dokter dan pasien
perawat

Hiperbilirubin Tujuan: setelah 1.Pemberian 1. untuk menurukan


2 berhubungan dengan dilakukan tindakan kompres pada kadar bilirubin
adanya infeksi pada bayikeperawatan selama anak pasien
3x24 jam diharapkan 2. pasien tidak
DS: Ibu pasien agar demam dapat 2.mencukupi dehidrasi saat pasien
mengatakan pasien demam turun dengan edema tubuh
demam
KH:1. Pemberian 3.memberikan
DO: Suhu badan pasien kompres pada bayi asi pada pasien
demam bisa turun

2. pasien tidak
dehidrasi.

Implementasi Dan Evaluasi

NO DX HARI/TGL IMPLEMENTASI EVALUASI

1 1. Membina hubungan saling S: ibu pasien mengatakan


percaya antara orang tua dan warna kulit pasien mulai
perawat kembali nirmal.

2.mengobservasi dan mengkaji O: warna kulit perlahan


1 08-04-19 tanda-pasien vital pasien kembali normal.

3.melakukan terapi sinar pada A: masalah teratasi sebagian


1 pasien
P: lanjutkan intervensi
4. kolaborasi dokter dan perawat

2 1. mongobserfasi dan mengkaji S: ibu pasien mengatakan


tanda-tanda fital pasien demam yang dialami anaknya
sda muklai menurun.
1 2. melakukan terapi sinar pada
pasien O: Pasien tampak segar dan
09-04-19 tidak rewel
2 3. pemberian kompres pada anak
A: masalah teratasi sebagian
1 4. memberikan asi pada pasien
P: lanjutkan interfensi.
5.kolaborasi dengan dokter dan
2
perawat

Anda mungkin juga menyukai