OLEH :
NI PUTU ARISTA
NIM : 209012423
2. Etiologi
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat
disebabkan oleh beberapa faktor. Secara garis besar, ikterus neonatarum dapat
dibagi :
a. Produksi yang berlebihan Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk
mengeluarkannya, misalnya pada hemolisis yang meningkat pada
inkompatibilitas Rh, ABO, golongan darah lain, defisiensi G6PD, piruvat
kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.
b. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar Gangguan ini dapat
disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya substrat untuk konjugasi bilir ubin,
gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak
terdapatnya enzim glukorinil transferase(Sindrom Criggler-Najjar). Penyebab
lain adalah defisiensi protein Y dalam hepar yang berperanan penting dalam
uptake bilirubin ke sel hepar.
c. Gangguan transportasi Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian
diangkut ke hepar. Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh
obat misalnya salisilat, sulfarazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih
banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah
melekat ke sel otak.
d. Gangguan dalam eksresi Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam
hepar atau di luar hepar. Kelainan di luar hepar biasanya diakibatkan oleh
kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan
hepar oleh penyebab lain. (Hassan et al.2015).
3. Patofisiologi
Bilirubin adalah produk penguraian heme. Sebagian besar (85-90%) terjadi
dari penguraian hemoglobin dan sebagian kecil (10-15%) dari senyawa lain seperti
mioglobin. Sel retikuloendotel menyerap kompleks haptoglobin dengan hemoglobin
yang telah dibebaskan dari sel darah merah. Sel-sel ini kemudian mengeluarkan besi
dari heme sebagai cadangan untuk sintesis berikutnya dan memutuskan cincin heme
untuk menghasilkan tertapirol bilirubin, yang disekresikan dalam bentuk yang tidak
larut dalam air (bilirubin tak terkonjugasi, indirek). Karena ketidaklarutan ini,
bilirubin dalam plasma terikat ke albumin untuk diangkut dalam medium air.
Sewaktu zat ini beredar dalam tubuh dan melewati lobulus hati, hepatosit melepas
bilirubin dari albumin dan menyebabkan larutnya air dengan mengikat bilirubin ke
asam glukoronat (bilirubin terkonjugasi, direk)
Dalam bentuk glukoronida terkonjugasi, bilirubin yang larut tersebut masuk
ke sistem empedu untuk diekskresikan. Saat masuk ke dalam usus, bilirubin
diuraikan oleh bakteri kolon menjadi urobilinogen. Urobilinogen dapat diubah
menjadi sterkobilin dan diekskresikan sebagai feses. Sebagian urobilinogen
direabsorsi dari usus melalui jalur enterohepatik, dan darah porta membawanya
kembali ke hati. Urobilinogen daur ulang ini umumnya diekskresikan ke dalam
empedu untuk kembali dialirkan ke usus, tetapi sebagian dibawa oleh sirkulasi
sistemik ke ginjal, tempat zat ini diekskresikan sebagai senyawa larut air bersama
urin (Sacher, 2012).
Pada dewasa normal level serum bilirubin 2mg/dl dan pada bayi yang baru
lahir akan muncul ikterus bila kadarnya >7mg/dl. Hiperbilirubinemia dapat
disebabkan oleh pembentukan bilirubin yang melebihi kemampuan hati normal
untuk ekskresikannya atau disebabkan oleh kegagalan hati (karena rusak) untuk
mengekskresikan bilirubin yang dihasilkan dalam jumlah normal. Tanpa adanya
kerusakan hati, obstruksi saluran ekskresi hati juga akan menyebabkan
hiperbilirubinemia. Pada semua keadaan ini, bilirubin tertimbun di dalam darah dan
jika konsentrasinya mencapai nilai tertentu (sekitar 2- 2,5mg/dl), senyawa ini akan
berdifusi ke dalam jaringan yang kemudian menjadi kuning. Keadaan ini disebut
ikterus atau jaundice (Murray et al,2015).
4. Klasifikasi
a. Ikterus Fisiologis.
Ikterus fisiologik adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan ketiga yang
tidak mempunyai dasar patologis, kadarnya tidak melewati kadar yang
membahayakan atau mempunyai potensi menjadi “kernicterus” dan tidak
menyebabkan suatu morbiditas pada bayi. Ikterus patologik adalah ikterus yang
mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang
disebut hiperbilirubin.
Ikterus pada neonatus tidak selamanya patologis. Ikterus fisiologis adalah ikterus
yang memiliki karakteristik sebagai berikut :
1) Timbul pada hari kedua - ketiga.
2) Kadar bilirubin indirek setelah 2x24 jam tidak melewati 15 mg% pada
neonatus cukup bulan dan 10 mg% pada kurang bulan.
3) Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg% perhari.Kadar
bilirubin direk kurang dari 1 mg%.
4) Ikterus hilang pada 10 hari pertama.
5) Tidak mempunyai dasar patologis; tidak terbukti mempunyai hubungan
dengan keadaan patologis tertentu. Ikterus yang kemungkinan menjadi
patologis atau hiperbilirubinemia dengan karakteristik sebagai berikut :
Ikterus terjadi pada 24 jam pertama sesudah kelahiran.
1) Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau > setiap 24 jam.
2) Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg% pada neonatus < bulan dan
12,5 mg% pada neonatus cukup bulan.
3) Ikterus disertai proses hemolisis (inkompatibilitas darah, defisiensi enzim
G6PD dan sepsis).
4) Ikterus disertai berat lahir < 2000 gr, masa gestasi < 36 minggu, asfiksia,
hipoksia, sindrom gangguan pernafasan, infeksi, hipoglikemia, hiperkapnia,
hiperosmolalitas darah.
b. Ikterus Patologis/Hiperbilirubinemia.
Icterus patologis adalah suatu keadaan dimana kadar konsentrasi bilirubin dalam
darah mencapai suatu nilai yang mempunyai potensi untuk menimbulkan kern
ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik, atau mempunyai hubungan
dengan keadaan yang patologis. Brown menetapkan hiperbilirubinemia bila
kadar bilirubin mencapai 12 mg% pada cukup bulan, dan 15 mg% pada bayi
kurang bulan. Utelly menetapkan 10 mg% dan 15 mg%.
c. Kern Ikterus.
Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak
terutama pada korpus striatum, talamus, nucleus subtalamus, hipokampus,
nukleus merah, dan nukleus pada dasar ventrikulus IV.
Kern ikterus ialah ensefalopati bilirubin yang biasanya ditemukan pada neonatus
cukup bulan dengan ikterus berat (bilirubin lebih dari 20 mg%) dan disertai
penyakit hemolitik berat dan pada autopsy ditemukan bercak bilirubin pada otak.
Kern ikterus secara klinis berbentuk kelainan syaraf simpatis yang terjadi secara
kronik (Nagastiyah, 2014)
Rumus Kramer
5. Manifestasi Klinis
Bayi baru lahir (neonatus) tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya
kira-kira 6mg/dl. Ikterus sebagai akibat penimbunan bilirubin indirek pada kulit
mempunyai kecenderungan menimbulkan warna kuning muda atau jingga.
Sedangkan ikterus obstruksi (bilirubin direk) memperlihatkan warna
kuningkehijauan atau kuning kotor. Perbedaan ini hanya dapat ditemukan pada
ikterus yang berat (Nelson, 2014).
a. Gambaran klinis ikterus fisiologis :
1) Tampak pada hari 3,4
2) Bayi tampak sehat (normal)
3) Kadar bilirubin total <12mg%
4) Menghilang paling lambat 10-14 hari
5) Tak ada faktor resiko
6) Sebab : proses fisiologis (berlangsung dalam kondisi fisiologis) (Prawirohadjo
&Sarwono, 2016).
b. Gambaran klinik ikterus patologis :
1) Timbul pada umur <36 jam
2) Cepat berkembang
3) Bisa disertai anemia
4) Menghilang lebih dari 2 minggu
5) Ada faktor resiko
6) Dasar : proses patologis (Prawirohadjo &Sarwono, 2016).
Tampak ikterus pada sklera, kuku, dan sebagian besar kulit serta membran
mukosa. Jaundice yang tampak dalam 24 jam pertama sejak bayi lahir disebabkan
oleh penyakit hemolitik, sepsis atau ibu dengan diabetik dan infeksi. Jaundice yang
tampak pada hari ke-2 atau ke-3 dan mencapai puncak pada hari ke-3 sampaike-4
serta menurun pada hari ke-5 sapai hari ke-7 biasanya merupakan jaundice
fisiologis.
Gejala kernikterus berupa kulit kuning kehijauan, muntah, anorexia, fatique,
warna urine gelap, warna tinja seperti dempul, letargi (lemas), kejang, tak mau
menetek, tonus otot meninggi dan akhirnya opistotonus. (Ngastiyah, 2014).
6. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pemeriksaan derajat ikterus, ikterus terlihat
pada sclera, tanda-tanda penyakit hati kronis yaitu eritema palmaris, jari tubuh
(clubbing), ginekomastia (kuku putih) dan termasuk pemeriksaan organ hati (tentang
ukuran, tepid an permukaan); ditemukan adanya pembesaran limpa (splenomega li),
pelebaran kandung empedu, dan masa abdominal, selaput lender, kulit nerwarna
merah tua, urine pekat warna teh, letargi, hipotonus, reflek menghisap
kurang/lemah, peka rangsang, tremor, kejang, dan tangisan melengking
(Prawirohadjo &Sarwono, 2016).
7. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan laboratorium.
1) Test Coomb pada tali pusat BBL
Hasil positif test Coomb indirek menunjukkan adanya antibody Rh-positif,
anti-A, anti-B dalam darah ibu. Hasil positif dari test Coomb direk
menandakan adanya sensitisasi ( Rh-positif, anti-A, anti-B) SDM dari
neonatus.
2) Golongan darah bayi dan ibu : mengidentifikasi incompatibilitas ABO.
3) Bilirubin total.
Kadar direk (terkonjugasi) bermakna jika melebihi 1,0-1,5 mg/dl yang
mungkin -dihubungkan dengan sepsis.
Kadar indirek (tidak terkonjugasi) tidak boleh melebihi 5 mg/dl dalam 24
jam atau tidak boleh lebih dari 20 mg/dl pada bayi cukup bulan atau 1,5
mg/dl pada bayi praterm tegantung pada berat badan.
4) Protein serum total
Kadar kurang dari 3,0 gr/dl menandakan penurunan kapasitas ikatan
terutama pada bayi praterm.
5) Hitung darah lengkap
Hb mungkin rendah (< 14 gr/dl) karena hemolisis.
Hematokrit mungin meningkat (> 65%) pada polisitemia, penurunan (<
45%) dengan hemolisis dan anemia berlebihan.
6) Glukosa
Kadar dextrostix mungkin < 45% glukosa darah lengkap <30 mg/dl atau test
glukosa serum < 40 mg/dl, bila bayi baru lahir hipoglikemi dan mulai
menggunakan simpanan lemak dan melepaskan asam lemak.
7) Daya ikat karbon dioksida
Penurunan kadar menunjukkan hemolisis
8) Meter ikterik transkutan
Mengidentifikasi bayi yang memerlukan penentuan bilirubin serum.
9) Pemeriksaan bilirubin serum
Pada bayi cukup bulan, bilirubin mencapai kurang lebih 6mg/dl antara 2-4
hari setelah lahir. Apabila nilainya lebih dari 10mg/dl tidak fisiologis.
10) Pada bayi premature, kadar bilirubin mencapai puncak 10-12 mg/dl antara 5-
7 hari setelah lahir. Kadar bilirubin yang lebih dari 14mg/dl tidak fisiologis
11) Smear darah perifer
Dapat menunjukkan SDM abnormal/ imatur, eritroblastosis pada penyakit
RH atau sperositis pada incompabilitas ABO
12) Test Betke-Kleihauer
Evaluasi smear darah maternal tehadap eritrosit janin.
b. Pemeriksaan radiology
Diperlukan untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan diafragma
kanan pada pembesaran hati, seperti abses hati atau hepatoma
c. Ultrasonografi
Digunakan untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan ekstra
hepatic.
d. Biopsy hati
Digunakan untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang sukar seperti
untuk membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra hepatic selain itu juga
untuk memastikan keadaan seperti hepatitis, serosis hati, hepatoma
(Prawirohadjo &Sarwono, 2016).
8. Therapy
a. Tindakan umum
1) Memeriksa golongan darah ibu (Rh, ABO) pada waktu hamil, mencegah
truma lahir, pemberian obat pada ibu hamil atau bayi baru lahir yang dapat
menimbulkan ikhterus, infeksi dan dehidrasi.
2) Pemberian makanan dini dengan jumlah cairan dan kalori yang sesuai
dengan kebutuhan bayi baru lahir.
3) Imunisasi yang cukup baik di tempat bayi dirawat.
Berdasarkan pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan
Hiperbilirubinemia diarahkan untuk mencegah anemia dan membatasi efek
dari Hiperbilirubinemia. Pengobatan mempunyai tujuan :
Menghilangkan Anemia
Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi
Meningkatkan Badan Serum Albumin
Menurunkan Serum Bilirubin
b. Tindakan Khusus
Metode therapi pada Hiperbilirubinemia meliputi : Fototerapi, Transfusi
Pengganti, Infus Albumin dan Therapi Obat.
1) Fototherapi
Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan Transfusi
Pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya
dengan intensitas yang tinggi akan menurunkan Bilirubin dalam kulit.
Fototherapi menurunkan kadar Bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi
Biliar Bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorsi
jaringan mengubah Bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang
disebut Fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh
darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah Fotobilirubin berikatan
dengan Albumin dan dikirim ke Hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke
Empedu dan diekskresi ke dalam Deodenum untuk dibuang bersama feses
tanpa proses konjugasi oleh Hati Fototherapi mempunyai peranan dalam
pencegahan peningkatan kadar Bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah
penyebab kekuningan dan hemolisis dapat menyebabkan Anemia.
Secara umum Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin Indirek 4
-5 mg / dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram
harus di Fototherapi dengan konsentrasi Bilirubun 5 mg/dl. Beberapa ilmuan
mengarahkan untuk memberikan Fototherapi Propilaksis pada 24 jam
pertama pada bayi resiko tinggi dan Berat Badan Lahir Rendah.
2) Tranfusi Pengganti / Tukar
a) Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor :
Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.
Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.
Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama.
Tes Coombs Positif.
Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama.
Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama.
Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.
Bayi dengan Hidrops saat lahir.
Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.
b) Transfusi Pengganti digunakan untuk :
Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible (rentan)
terhadap sel darah merah terhadap Antibodi Maternal.
Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi (kepekaan)
Menghilangkan Serum Bilirubin
Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan keterikatan
dengan Bilirubin
Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan O segera
(kurang dari 2 hari), Rh negatif whole blood. Darah yang dipilih tidak
mengandung antigen A dan antigen B yang pendek. setiap 4 - 8 jam
kadar Bilirubin harus dicek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari
sampai stabil.
3) Therapi Obat
Phenobarbital dapat menstimulus hati untuk menghasilkan enzim yang
meningkatkan konjugasi bilirubin dan mengekskresikannya. Obat ini efektif baik
diberikan pada ibu hamil untuk beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum
melahirkan. Penggunaan Phenobarbital pada post natal masih menjadi
pertentangan karena efek sampingnya (letargi). Coloistrin dapat mengurangi
bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urine sehingga menurunkan siklus
enterohepatika (Sarwono et al, 2015)
9. Komplikasi
a. Bilirubin enchepalopathy (komplikasi serius)
b. Kernikterus; kerusakan neurologis, cerebral palsy, retardasi mental, hiperaktif,
bicara lambat, tidak ada koordinasi otot dan tangisan yang melengking
(Prawirohadjo &Sarwono, 2016).
10. Pathway
Peningkatan Gangguan Peningkatan Gangguan Gangguan
produksi bilirubin fungsi hati sirkulasi transportasi ekskresi
enterohepatik
Hiperbilirubin
Fototerapi
Warna kulit kuning Pengeluaran cairan
empedu ke organ usus
Kemerahan
Sclera kuning, membrane Perubahan suhu Diare
mukosa kuning
lingkungan
Risiko gangguan
integritas kulit/ Pengeluaran volume
Saraf aferen jaringan cairan meningkat
Ikterik neonatus
dan intake menurun
Hipotalamus
Hipovolemia
Vasoontriksi
Penguapan
Hipertermia
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian (data subyektif dan data obyektif)
a. Identitas pasien dan keluarga
b. Riwayat Kehamilan & kelahiran
1) Riwayat Kehamilan
Kurangnya antenatal care yang baik. Penggunaan obat – obat yang
meningkatkan ikterus ex: salisilat sulkaturosic oxitosin yang dapat
mempercepat proses konjungasi sebelum ibu partus.
2) Riwayat Persalinan
Persalinan dilakukan oleh dukun, bidan, dokter. Atau data obyektif ; lahir
prematur/kurang bulan, riwayat trauma persalinan, hipoksia dan asfiksia
3) Riwayat Post natal
Adanya kelainan darah, kadar bilirubin meningkat kulit bayi tampak
kuning.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Seperti ketidak cocokan darah ibu dan anak polisitemia, gangguan
saluran cerna dan hati (hepatitis)
5) Riwayat Pikososial
Kurangnya kasih sayang karena perpisahan, perubahan peran orang tua
6) Pengetahuan Keluarga
Penyebab perawatan pengobatan dan pemahan ortu terhadap bayi yang
ikterus.
c. Keadaan kesehatan saat ini :
1) Aktivitas / Istirahat
Letargi, malas.
2) Eliminasi
Bising usus hipoaktif. Pasase mekonium mungkin lambat. Feses
mungkin lunak/coklat kehijauan selama pengeluaran bilirubin. Urin
gelap pekat; hitam kecoklatan (sindrom bayi bronze), diare, peristaltic
usus meningkat
3) Nutrisi/ Cairan
Riwayat perlambatan / makan oral buruk, mungkin lebih disusui dari
pada menyusu botol. Pada umumnya bayi malas minum (reflek
menghisap dan menelan lemah sehingga BB bayi mengalami
penurunan). Palpasi abdomen dapat menunjukkan pembesaran limfa,
hepar
4) Neuro sensori
Sefalohematoma besar mungkin terlihat pada satu atau kedua tulang
parietal yang berhubungan dengan trauma kelahiran / kelahiran ekstraksi
vakum. Edema umum, hepatosplenomegali, atau hidrops fetalis mungkin
ada dengan inkompatibilitas Rh berat. Kehilangan refleks Moro mungkin
terlihat. Opistotonus dengan kekakuan lengkung punggung, fontanel
menonjol, menangis lirih, aktivitas kejang (tahap krisis)
5) Pernafasan
Riwayat asfiksia
6) Keamanan
Riwayat positif infeksi / sepsis neonates. Dapat mengalami ekimosis
berlebihan, ptekie, perdarahan intracranial. Dapat tampak ikterik pada
awalnya pada daerah wajah dan berlanjut pada bagian distal tubuh; kulit
hitam kecoklatan (sindrom bayi Bronze) sebagai efek samping fototerapi.
7) Seksualitas
Mungkin praterm, bayi kecil untuk usia gestasi (SGA), bayi dengan
retardasi pertumbuhan intrauterus (LGA), seperti bayi dengan ibu
diabetes. Trauma kelahiran dapat terjadi berkenaan dengan stress dingin,
asfiksia, hipoksia, asidosis, hipoglikemia. Terjadi lebih sering pada bayi
pria dibandingkan perempuan.
8) Penyuluhan / Pembelajaran
Dapat mengalami hipotiroidisme congenital, atresia bilier, fibrosis kistik.
Faktor keluarga; missal riwayat hiperbilirubinemia pada kehamilan
sebelumnya, penyakit hepar, fibrosis kristik, kesalahan metabolisme saat
lahir (galaktosemia), diskrasias darah (sferositosis, defisiensi gukosa-6-
fosfat dehidrogenase.
Faktor ibu, seperti diabetes; mencerna obat-obatan (missal, salisilat,
sulfonamide oral pada kehamilan akhir atau nitrofurantoin (Furadantin);
inkompatibilitas Rh/ABO; penyakit infeksi (misal, rubella,
sitomegalovirus, sifilis, toksoplamosis).
Faktor penunjang intrapartum, seperti persalinan praterm, kelahiran
dengan ekstrasi vakum, induksi oksitosin, perlambatan pengkleman tali
pusat, atau trauma kelahiran.
d. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum
Lemah, lesu, pucat, kulit berwarna kuning/ merah tua
2) Tanda vital
Nadi teraba lemah, tekanan darah menurun, frekuensi nadi meningkat,
subu tubuh meningkat
3) Mata
Ikterus terlihat pada sclera
4) Reflek
reflek menghisap kurang/lemah
5) Tonus aktivitas
letargi, hipotonus, peka rangsang, tremor, kejang, dan tangisan
melengking
6) Abdomen
Pemeriksaan organ hati (tenta ng ukuran, tepid an permukaan), ditemukan
adanya pembesaran limpa (splenomegali), pelebaran kandung empedu,
dan masa abdominal
7) Ekstremitas atas/bawah
Jari tubuh (clubbing), ginekomastia (kuku putih) dan adanya selaput
lender, turgor kulit menurun.
3. Intervensi
No Diagnosa Keperawatan Riwayat Perawatan
Dx Tujuan dan Kreteria Hasil Intervensi
1. Ikterik neonatus Setelah diberikan asuhan a. Foterapi neonatus
Observasi:
berhubungan dengan keperawatan selama…x 24
1. Monitor ikterik pada
kesulitan transisi ke jam diharapkan integritas sclera dan kulit bayi
2. Monitor suhu dan tanda
kehidupan ekstra uterin kulit dan jaringan meningkat vital tiap 4 jam sekali
ditandai dengan profil dengan KH: 3. Monitor efek samping
fototerapi(mis:
darah abnormal 1. Elastisitas kulit hipertermi,rush pada
kulit)
(hemolisis, bilirubin meningkat Terapeutik:
serum total > 2mg/dL, 2. Suhu kulit membaik 4. Berikan penutup mata
5. Lepaskan pakaian bayi
bilirubin serum total pada 3. Perfusi jaringan kecuali popok
rentang risiko tinggi meningkat Edukasi:
6. Anjurkan ibu menyusui
menurut usia pada 4. Tekstur membaik sekitar 20-30 menit
normogram spesifik 5. Tidak ada kemerahan 7. Anjurkan ibu menyusui
sesering mungkin
waktu), membrane pada kulit Kolaborasi:
8. Kolaborasi pemeriksaan
mukosa kuning, kulit 6. Warna kulit normal darah vena bilirubin direk
kuning, sklera kuning. dan indirek
b. Perawatan bayi
Observasi:
9. Monitor tanda-tanda vital
bayi
Terapeutik:
10. Mandikan bayi dengan
suhu ruangan 21-24˚C
11. Bersihkan pangkal tali
pusat yang telat diolesi
air matang
12. Lakukan pemijatan bayi
13. Ganti popok bayi jika
basah
Edukasi:
14. Anjurkan ibu menyusui
sesuai kebutuhan bayi
15. Ajarkan ibu cara merawat
bayi dirumah
16. Ajarkan cara pemberian
makanan pendamping
ASI pada bayi usia >6
bulan.
2. Hipovolemia Setelah diberikan asuhan 1. Manajemen hipovolemia
Observasi
berhubungan dengan keperawatan selama … x 24 - Periksa tanda dan gejala
kekurangan intake cairan jam diharapkan cairan pasien hypovolemia (mis,
frekuensi nadi meningkat,
ditandai dengan frekuensi terpenuhi dengan kriteria hasil nadi teraba lemah,turgor
kulit menurun, membrane
nadi meningkat, nadi :
mukosa kering, volume
teraba lemah, tekanan 1. Mempertahankan urine urin menurun, lemah)
- Monitor intake dan
darah menurun, turgor output sesuai dengan usia output cairan
Terapeutik
kulit menurun, volue dan BB normal
- Hitung kebutuhan cairan
urine meningkat, bayi 2. Tekanan darah, nadi, suhu - Berikan asupan cairan
oral
lemah, diare, peristaltic tubuh dalam batas normal. Edukasi
usus meningkat 3. Kadar hematokrit dalam - Anjurkan memperbanyak
asupan cairan oral
batas normal. Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
4. Tidak ada tanda dehidrasi, cairan IV.
elastisitas turgor kulit
2. Pemantauan cairan
elastis, membran mukosa Observasi
- Monitor frekuensi nafas
lembab.
- Monitor berat badan
- Monitor elastisitas atau
turgor kulit
- Monitor jumlah, warna
dan berat jenis urine
Terapeutik
- Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
- Informasikan hasil
pemantauan jika perlu
b. Regulasi temperature
Observasi
Monitor suhu bayi sampai
stabil (36,50 C-37,50 C)
Monitor suhu tubuh anak
jika perlu
Monitor warna dan suhu
kulit
Monitor dan catat tanda
dan gejala hipotermia atau
hipertermia
Terapeutik
Tingkatkan asupan cairan
dan nutrisi yang adekuat
Gunakan kasur pendingin,
water circulating blankets,
ice pack atau gel pad dan
intravascular cooling
catheterization untuk
menurunkan suhu tubuh
Sesuaikan suhu lingkungan
dengan kebutuhan pasien
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
antipiretik, jika perlu
4. Risiko gangguan Setelah diberikan asuhan Perawatan integritas kulit
Observasi
integritas kulit/ jaringan keperawatan selama …x 24 - Identifikasi penyebab
berhubungan dengan efek jam diharapkan integritas gangguan integritas kulit
Teraapeutik
samping terapi radiasi kulit meningkat dengan KH: - Ubah posisi tiap 2 jam jika
tirah baring
ditandai dengan kulit 1. Kerusakan jaringan - Lakukan pemijatan pada
berwarna merah tua, menurun area penonjolan tulang jika
perlu
kerusakan jaringan/ 2. Kerusakan lapisan kulit - Gunakan produk berbahan
lapisan kulit. menurun petroleum atau minyak
pada ulit kering
3. Suhu kulit membaik Edukasi
- Anjurkan menggunakan
4. Tekstur membaik pelembab
- Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
- Anjurkan mandi dan
menggunakan sabun
secukupnya
4. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah pengolahan dan perwujudan dari rencana
keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan (Setiadi, 2012)
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana
evaluasi dilakukan berdasarkan respon pasien terhadap tindakan yang diberikan
(Doenges M. E, Moorhous M.F, Geissler A.C, (2012))
a. Ikterik neonatus berhubungan dengan kesulitan transisi ke kehidupan ekstra
uterin ditandai dengan profil darah abnormal (hemolisis, bilirubin serum total >
2mg/dL, bilirubin serum total pada rentang risiko tinggi menurut usia pada
normogram spesifik waktu), membrane mukosa kuning, kulit kuning, skleras
kuning. Evaluasi :
1) Elastisitas kulit meningkat
2) Suhu kulit membaik
3) Perfusi jaringan meningkat
4) Tekstur membaik
5) Tidak ada kemerahan pada kulit
6) Warna kulit normal
b. Hipovolemia berhubungan dengan kekurangan intake cairan ditandai dengan
frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah menurun, turgor
kulit menurun, volue urine meningkat, bayi lemah, diare, peristaltic usus
meningkat. Evaluasi :
1) Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB normal
2) Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal.
3) Kadar hematokrit dalam batas normal.
4) Tidak ada tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit elastis, membran mukosa
lembab.
c. Hipertermia berhubungan dengan penggunaan incubator ditandai dengan akral
kulit hangat,suhu tubuh meningkat dari rentang normal, kulit merah, pucat,
kejang, crt > 2 detik, letargi, hipotonus, peka rangsang, tremor, dan tangisan
melengking. Evaluasi :
1) Suhu tubuh pasien kembali normal (36,5°C – 37,5°C)
2) Turgor kulit elastic
3) Mukosa bibir lembab
4) Tidak terjadi kemerahan pada kulit pasien.
5) Tubuh pasien tidak teraba panas.
d. Risiko gangguan integritas kulit/ jaringan berhubungan dengan efek samping
terapi radiasi ditandai dengan kulit berwarna merah tua, kerusakan jaringan/
lapisan kulit. Evaluasi :
1) Kerusakan jaringan menurun
2) Kerusakan lapisan kulit menurun
3) Suhu kulit membaik
4) Tekstur membaik
DAFTAR PUSTAKA
Graner, Daryl. K, Murray, Robert .K. 2015. Biokimia Hepar. Edisi 29. Buku
Kedokteran EGC : Jakarta
Hassan, R., 2017. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak..Jilid 3 Cetakan Kesebelas. Bagian
Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Nelson. 2014. Ilmu Kesehatan Anak Esensial Edisi Enam. Jakarta : Salemba Medika.
Sacher, Ronald, A., Richard A., McPherson. 2012. Tinjaun Klinis Hasil Pemeriksaan
Laborotorium. Edisi 11. Editor bahasa Indonesia: Hartonto, Huriawati.
Jakarta: EGC
Sarwono, Erwin, et al. 2015. Pedoman Diagnosis dan Terapi Lab/ UPF Ilmu Kesehatan
Anak. Ikterus Neonatorum(Hyperbilirubinemia Neonatorum). Surabaya:
RSUD Dr.Soetomo.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan : DPP PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi
Dan Kreteria Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi
Dan Tindakan Keperawatan
FORMAT ASUHAN KEPERAWATAN NEONATUS
STIKES WIRA MEDIKA PPNI BALI
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : By. A
Tempat/tgl lahir : Gianyar, 02 November 2020
Umur :0
No register : 000122200
Diagnose medis : Hiperbilirubin
Tanggal MRS : 01 November 2020
Nama ayah/ibu : Ny.N
Pekerjaan Ayah : Swasta
Pendidikan Ayah : SMA
Alamat/No Telp : Gianyar/ 082990222999
Agama : Hindu
B. Natal
Awal persalinan : 8 jam
Lama persalinan : 1 jam
Saat persalinan : premature/matur/serotinus
Komplikasi persalinan : tidak ada
Terapi yang diberikan : injeksi oksitosin
Cara melahirkan :
( ) pervaginam normal () SC
( ) vakum ekstasion () Lainnya : ………
Tempat melahirkan :
( ) Rumah Sakit ( ) Rumah bersalin
( ) Rumah () Lainnya : ………
Penolong persalinan :
C. Post Natal
Usaha nafas
() dengan bantuan ( ) tanpa bantuan
Kebutuhan resusitasi : baik
Jenis dan lamanya : pemakaian delee suction, 10 detik
APGAR Skor : 10
Bayi langsung menangis : ya/tidak
Tangisan bayi : kuat/lemah/lainnya
Obat-obatan yang diberikan pada neonatus : vitamin K, salep mata,
imunisasi hepatitis B
Interaksi orangtua dan bayi
Trauma lahir : () ada ( ) tidak
Narcosis : () ada ( ) tidak
Keluarnya urine/BAB : ( ) ada () tidak
Respon fisiologis atau perilaku bermakna
Bayi langsung menagis saat dilahirkan
GENOGRAM
By. a
Keterangan :
: meninggal
V. RIWAYAT SOSIAL
A. System pendukung/keluarga terdekat yang dapat dihubungi
1. Pengasuh : ibu pasien mengatakan bayinya akan diasuh oleh dirinya sendir i
dan keluarganya
2. Pembawaan secara umum : ibu pasien mengatakan bayinya menagis saat
dilahirkan
3. Hubungan dengan anggota keluarga : ibu pasien mengatakan bahwa
anaknya adalah anak kedua dan memiliki saudara laki-laki berusia 5 tahun
4. Hubungan dengan teman sebaya : ibu pasien mengatakan bayinya baru lahir
D. Lingkungan rumah
Pasien mengatakan lingkungan sekitar rumahnya bersih, banyak pepohonan
yang rindang, sawah dan jauh dari jalan raya.
F. Aktivitas
Sebelum sakit :
Ibu pasien mengatakan bayinya aktif
Selama sakit :
Ibu pasien mengatakan bayinya rewel, dan menagis
H. Hasil laboratorium
Darah lengkap
Hemoglobin 15,8 gr% 11,00-13,00 L
Hematokrit 30,4 % 36,0-44,0 L
Eritrosit 47% jt/mmk 3,60-5,00
MCH 27,80 Pg 23,00-31,00
MCV 82,00 Fl 77,00-101,00
MCHC 33,90 g/dl 8,00-36,00
Leukosit 14,50 ribu/mmk 6,00-18,00
Trombosit 260,0 ribu/mmk 150,0-400,0 H
I. Pemeriksaan Penunjang
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Kimia Darah
Fungsi Hati
Bilirubin total 11 mg/dL < 5 mg/Dl
Bilirubin direk 1,5 mg/dL 0,1-0,4 mg/dL
Bilirubin indirek 1,1 mg/dL 0,3-1,1 mg/dL
J. Lain-lain
Tidak dilakukan pemeriksaan lainnya
4. Reflex
( ) Moro ( ) Menggenggam ( ) Menghisap
( ) lain-lain, sebutkan ……………………………………………..
5. Tonus/aktivitas
a. ( ) Aktif ( ) Tenang ( ) Letargi ( ) Kejang
b. ( ) Menangis keras ( ) Lemah
( ) Melengking ( ) Sulit mengangis
6. Kepala/leher
a. Fontanel anterior
( ) Lunak ( ) Tegas ( ) Datar
( ) Menonjol ( ) Cekung
b. Sutura sagitalis
( ) Tepat ( ) Terpisah ( ) Menjauh
c. Gambaran wajah
( ) Simetris ( ) Asimetris
d. Holding
( ) Caput succedaneum ( ) Chepalohematoma
7. Mata
( ) Bersih ( ) Sekresi
( ) sklera ikterik ( ) sklera anikterik
8. THT
a. Telinga
( ) Normal ( ) Abnormal
b. Hidung
( ) Bilateral ( ) Obstruksi ( ) Cuping hidung
c. Palatum
( ) Normal ( ) Abnormal
9. Thoraks
a. ( ) Simetris ( ) Asimetris
b. Retraksi : ( ) Derajat I ( ) Derajat II ( ) Derajat III
c. Klavikula : ( ) Normal ( ) Abnormal
10. Paru-paru
a. Suara nafas
( ) sama kanan-kiri ( ) tidak sama kanan-kiri ( ) Bersih
( ) Ronchi ( ) Rales ( ) Sekret
b. Bunyi nafas
( ) Terdengar di semua lapang paru
( ) Tidak terddengar ( ) Menurun
c. Respirasi
( ) Spontan, jumlah : 55 x/menit
( ) Sungkup/ Boxhead, jumlah : ……..x/menit
( ) Ventilasi assisted CPAP
11. Jantung
a. ( ) Bunyi normal sinus rhytm (NSR), jumlah : 120 x/menit
() Murmur ( ) lain-lain, sebutkan ……………….
b. Waktu pengisian kapiler : batang tubuh < 2 detik
Ekstremitas < 2 detik
c. Nadi perifer
Berat Lemah Tidak ada
Brachial kanan
Brachial kiri
Femoral kanan
Femoral kiri
12. Abdomen
a. ( ) Lunak ( ) Tegas ( ) Datar ( )Kembung
b. Liver : ( ) kurang dari 2 cm ( ) lebih dari 2 cm
c. Umbilicus
( ) Normal ( ) Abnormal ( ) Inflamasi () Drainase
13. Ekstremitas
a. ( ) semua ekstremitas gerak () ROM terbatas () tidak dapat dikaji
b. Ekstremitas atas dan bawah : ( ) Simetris () Asimetris
14. Genital
( ) Perempuan normal () laki-laki normal () Ambivalen
15. Anus
( ) Paten ( ) Imperforata
16. Spina
( ) Normal ( ) Abnormal
17. Kulit
a. Warna : () Pink ( ) Pucat ( ) Jaundice
b. ( ) Rash/kemerahan
c. ( ) Tanda lahir
18. Suhu
a. Lingkungan
( ) Penghangat radian ( ) Pengaturan suhu ()Inkubator
() Suhu ruang () Boks terbuka
b. Suhu kulit
Saraf aferen
merangsang
hipotalamus
Hipertermia
Defisit pengetahuan
IMPLEMENTASI
Hari/ Tgl/ No. Tindakan Keperawatan Evaluasi Proses Paraf
Jam Dx
Mendelegasikan
Pukul 21.20 1 Ds : ibu pasien mengatakan
wita pemberian obat bayinya mau minum obat
Do : bayi tampak rewel dan Arista
analgetik &
menagis
antipiretik yaitu
paracetamol
antipiretik yaitu
paracetamol
Menganjurkan
Pukul 20.00 3 Ds : ibu bayi tampak mengerti
wita untuk menjemur dengan penjelasan perawat Arista
Do : ibu bayi tampak
bayi pukul 07.00
mengerti dan mau mencoba
wita- 08.00 wita besok
selama 15-30 menit
setiap pagi
Rabu, 1 Menganjurkan Ds : ibu bayi tampak mengerti
04/11/2020 untuk menjemur dengan penjelasan perawat
Pukul 08.00 bayi pukul 07.00 Do : ibu bayi tampak
wita mengerti dan mau sudah Arista
wita- 08.00 wita
menerapkan, nilai kadar
selama 15-30 menit bilirubin 10,33 mg/dL
setiap pagi
Denpasar, ……2020
Mahasiswa,
(…………………)