Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN INDIVIDU

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA


BAYI DENGAN GANGGUAN HIPERBILIRUBIN

Untuk memenuhi tugas matakuliah


Praktik Klinik Keperawatan Anak
Yang dibina oleh Ibu Dr.Erlina Suci Astuti, S.Kep., Ns, M.Kep.

Disusun oleh
Galuh Krismaharani Putri
P17210183077/ 3B

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG


JURUSAN KEPERAWATAN
D3 KEPERAWATAN MALANG
Agustus 2021
LAPORAN PENDAHULUAN

Hiperbilirubinemia merupakan masalah yang sering terjadi pada bayi baru


lahir. Hiperbilirubinemia ditandai dengan ikterik atau jaundice akibat tingginya
kadar bilirun dalam darah. Bilirubin merupakan hasil pemecahan hemoglobin
akibat sel darah merah yang rusak (Wong , 2009).
Bilirubin yang tak terkonjugasi larut dalam lemak, kemudian di kirim ke
hepar, yang mana pada saat itu hepar belum berfungsi sempurna sehingga akan
meningkatkan produksi bilirubin. Kerusakan pada sel darah merah akan
memperburuk keadaan, karna proses pemecahan bilirubin akan terganggu, hal ini
mengakibatkan bayi akan mengalami hiperbilirubinemia ( Lynn & Sowden , 2009
).

1. PENGERTIAN
Hiperbilirubinemia adalah suatu keadaan dimana
menguningnya sklera, kulit atau jaringan lain akibat perlekatan bilirubuin
dalam tubuh atau akumulasi bilirubin dalam darah lebih dari 5mg/ml
dalam 24 jam, yang menandakan terjadinya gangguan fungsional dari
liper, sistem biliary, atau sistem hematologi ( Atikah & Jaya, 2016 ).

Hiperbilirubinemia adalah kondisi dimana tingginya kadar


bilirubin yang terakumulasi dalam darah dan akan menyebabkan
timbulnya ikterus, yang mana ditandai dengan timbulnya warna
kuning pada kulit, sklera dan kuku. Hiperbilirubinemia merupakan
masalah yang sering terjadi pada bayi baru lahir. Pasien dengan
hiperbilirubinemia neonatal diberi perawatan dengan fototerapi dan
transfusi tukar (Kristianti ,dkk, 2015).

Hiperbilirubinemia ialah terjadinya peningkatan kadar bilirubin


dalam darah, baik oleh faktor fisiologik maupun non-fisiologik, yang
secara klinis ditandai dengan ikterus ( Mathindas, dkk , 2013 ).
Atikah dan Jaya, (2016), membagi ikterus
menjadi 2 :

a. Ikterus Fisiologis
Ikterus fisiologis sering dijumpai pada bayi dengan berat
lahir rendah, dan biasanya akan timbul pada hari kedua lalu
menghilang setelah minggu kedua. Ikterus fisiologis
muncul pada hari kedua dan ketiga. Bayi aterm yang
mengalami hiperbilirubin memiliki kadar bilirubin yang
tidak lebih dari 12 mg/dl, pada BBLR 10 mg/dl, dan
dapat hilang pada hari ke-14. Penyebabnya ialah karna bayi
kekurangan protein Y, dan enzim glukoronil transferase

b. IkterusPatologis
Ikterus patologis merupakan ikterus yang timnbul segera
dalam 24 jam pertama, dan terus bertamha 5mg/dl setiap
harinya, kadal bilirubin untuk bayi matur diatas 10 mg/dl,
dan 15 mg/dl pada bayi prematur, kemudian menetap
selama seminggu kelahiran. Ikterus patologis sangat butuh
penanganan dan perawatan khusus, hal ini disebabkan
karna ikterus patologis sangat berhubungan dengan
penyakit sepsis. Tanda-tandanya ialah :
1) Ikterus muncul dalam 24jam pertama dan kadal
melebihi 12mg/dl.
2) Terjadi peningkatan kadar bilirubin sebanyak 5
mg/dl dalam 24jam.
3) Ikterus yang disertai dengan hemolisis.
4) Ikterus akan menetap setelah bayi berumur 10 hari
pada bayi aterm , dan 14 hari pada bayi BBLR.
2. FAKTOR YANG MEMENGARUHI

Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh bermacam-macam keadaan.


Penyebab yang sering ditemukan disini adalah hemolisis yang timbul akibat
inkopatibilitas golongan darah ABO atau defisiensi enzim G6PD. Hemolisis
ini dapat pula timbul karna adanya perdarahan tertutup (hematoma cepal,
perdarahan subaponeurotik) atau inkompatibilitas golongan darah Rh. Infeksi
juga memegang peranan penting dalam terjadinya hiperbilirubinemia; keadaaan
ini terutama terjadi pada penderita sepsis dan gastroenteritis. Faktor lain yaitu
hipoksia atau asfiksia, dehidrasi dan asiosis, hipoglikemia, dan polisitemia
(Atikah & Jaya, 2016).

Nelson, (2011), secara garis besar penyebab ikterus neonatorum dapat dibagi :
a. Produksi yang berlebihan
Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya,
misalnya pada hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas darah Rh,
AB0, golongan darah lain, defisiensi enzim G-6-PD, piruvat kinase,
perdarahan tertutup dan sepsis.

b. Gangguan dalam proses “uptake” dan konjugasi hepar


Gangguan ini dapat disebabkan oleh bilirubin, gangguan fungsi
hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim
glukoronil transferase (sindrom criggler-Najjar). Penyebab lain yaitu
defisiensi protein. Protein Y dalam hepar yang berperan penting dalam
“uptake” bilirubin ke sel hepar.

c. Gangguan transportasi
Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke
hepar.Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat
misalnya salisilat, sulfafurazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih
banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang
mudah melekat ke sel otak.
d. Gangguan dalam ekskresi
Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau
diluar hepar.Kelainan diluar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan
bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan
hepar oleh penyebab lain.

Etiologi ikterus yang sering ditemu-kan ialah: hiperbilirubinemia


fisiologik, inkompabilitas golongan darah ABO dan Rhesus, breast milk
jaundice, infeksi, bayi dari ibu penyandang diabetes melitus, dan
polisitemia/hiperviskositas.

3. PATOFISIOLOGIS DAN MEKANISME


A. Tanda Gejala
a. Kulit berwarna kuning sampai jingga
b. Pasien tampak lemah
c. Nafsu makan berkurang
d. Reflek hisap kurang
e. Urine pekat
f. Perut buncit
g. Pembesaran lien dan hati
h. Gangguan neurologic
i. Feses seperti dempul
j. Kadar bilirubin total mencapai 29 mg/dL
k. Terdapat ikterus ada sklera, kuku/kulit dan memban mukosa
l. Jaundice yang tampak 24 jam pertama disebabkan penyakit
hemolitik pada bayi baru lahir, sepsis atau ibu dengan diabetik
atau infeksi
m. Jaundice yang tampak pada hari ke 2 atau 3 dan mencapai
puncak pada hari ke 3-4 dan menurun hari ke 5-7 yang
biasanya merupakan fisiologi.
B. Pathway
4. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian pada kasus hiperbilirubinemia meliputi :
a. Identitas, seperti : Bayi dengan kelahiran prematur, BBLR, dan
lebih sering diderita oleh bayi laki-laki.
b. Keluhan utama
Bayi terlihat kuning dikulit dan sklera, letargi, malas menyusu,
tampak lemah, dan bab berwarna pucat.
c. Riwayat kesehatan
1. Riwayat kesehatan sekarang
Keadaan umum bayi lemah, sklera tampak kuning,
letargi, refleks hisap kurang, pada kondisi bilirubin
indirek yang sudah .20mg/dl dan sudah sampai ke
jaringan serebral maka bayi akan mengalami kejang
dan peningkatan tekanan intrakranial yang ditandai
dengan tangisan melengking
2. Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya ibu bermasalah dengan hemolisis.
Terdapat gangguan hemolisis darah (ketidaksesuaian
golongan Rh atau golongan darah A,B,O). Infeksi,
hematoma, gangguan metabolisme hepar obstruksi
saluran pencernaan, ibu menderita DM. Mungkin
praterm, bayi kecil usia untuk gestasi (SGA), bayi dengan
letardasio pertumbuhan intra uterus (IUGR), bayi besar
untuk usia gestasi (LGA) seperti bayi dengan ibu
diabetes. Terjadi lebih sering pada bayi pria daripada
bayi wanita.
3. Riwayat kehamilan dan kelahiran
Antenatal care yang kurang baik, kelahiran
prematur yang dapat menyebabkan maturitas pada organ
dan salah satunya hepar, neonatus dengan berat badan
lahir rendah, hipoksia dan asidosis yang akan
menghambat konjugasi bilirubin, neonatus dengan
APGAR score rendah juga memungkinkan terjadinya
hipoksia serta asidosis yang akan menghambat konjugasi
bilirubin.
d. Pemeriksaan fisik
1. Kepala-leher.
Ditemukan adanya ikterus pada sklera dan mukosa.
2. Dada
Ikterus dengan infeksi selain dada terlihat ikterus juga
akan terlihat pergerakan dada yang abnormal.
3. Perut
Perut membucit, muntah, kadang mencret yang
disebabkan oleh gangguan metabolisme bilirubin
enterohepatik.
4. Ekstremitas
Kelemahan pada otot.
5. Kulit
Menurut rumus kramer apabila kuning terjadi di daerah
kepala dan leher termasuk ke grade satu, jika kuning
pada daerah kepala serta badan bagian atas digolongkan
ke grade dua. Kuning terdapat pada kepala, badan
bagian atas, bawah dan tungkai termasuk ke grade tiga,
grade empat jika kuning pada daerah kepala, badan
bagian atas dan bawah serta kaki dibawah tungkai,
sedangkan grade 5 apabila kuning terjadi pada daerah
kepala, badan bagian atas dan bawah, tungkai, tangan dan
kaki.
6. Pemeriksaan neurologis
Letargi, pada kondisi bilirubin indirek yang sudah
mencapai jaringan serebral, maka akan menyebabkan
kejang-kejang dan penurunan kesadaran.
7. Urogenital
Urine berwarna pekat dan tinja berwarna pucat. Bayi
yang sudah fototerapi biasa nya mengeluarkan tinja
kekuningan.

e. Pemeriksaan diagnostik
1. Pemeriksaan bilirubin serum
Bilirubin pada bayi cukup bulan mencapai puncak kira-
kira 6 mg/dl, antara 2 dan 4 hari kehidupan. Jika nilainya
diatas 10 mg/dl yang berarti tidak fisiologis, sedangkan
bilirubin pada bayi prematur mencapai puncaknya 10-
12 mg/dl, antara 5 dan 7 hari kehidupan. Kadar bilirubin
yang lebih dari 14 mg/dl yaitu tidak fisiologis. Ikterus
fisiologis pada bayi cukup bulan bilirubin indirek
munculnya ikterus 2 sampai 3 hari dan hilang pada hari
ke 4 dan ke 5 dengan kadar bilirubin yang mencapai
puncak 10-12 mg/dl, sedangkan pada bayi dengan
prematur bilirubin indirek munculnya sampai 3 sampai 4
hari dan hilang 7 sampai 9 hari dengan kadar bilirubin
yang mencapai puncak 15 mg/dl/hari. Pada ikterus
patologis meningkatnya bilirubin lebih dari 5 mg/dl
perhari.

2. Ultrasound untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong


empedu
3. Radioisotope scan dapat digunakan untuk membantu
membedakan hepatitis dan atresia biliary. (Surasmi, dkk,
2003; Lynn & Sowden, 2009; Widagdo, 2012)
f. Data penunjang
1. Pemeriksaan kadar bilirubin serum (total) (normal
=<2mg/dl).
2. Pemeriksaan darah tepi lengkap dan gambaran apusan
darah tepi.
3. Penentuan golongan darah dari ibu dan bayi.
4. Pemeriksaan kadar enzim G6PD.
5. Pada ikterus yang lama, lakukan uji fungsi hati, uji fungsi
tiroid, uji urin terhadap galaktosemia.
6. Bila secara klinis dicurigai sepsis, lakukan
pemeriksaan kultur darah, urin, IT rasio dan
pemeriksaan C reaktif protein (CPR).

B. Kemungkinan diagnosa keperawatan


1. Ikterik Neonatus b.d Usia kurang dari 7 hari ( SDKI, 2016-2017)
C. Intervensi
No Diagnosa Luaran Keperawatan Intervensi Keperawatan
Keperawatan (SLKI) (SIKI)
(SDKI)
D.0024 Ikterik Neonatus Setelah dilakukan Fototerapi Neonatus (I.03091)
b.d Usia kurang tindakan Keperawatan 3x24 Observasi
dari 7 hari d.d Profil jam, masalah Ikterik 1. Monitor interik pada sklera dan kulit bayi
darah abnormal Neonatus dapat teratasi. 2. Identifikasi kebutuhan cairan sesuai
(bilirubin serum Kriteria hasil : dengan usia gestasi dan berat badan
total >2mg/dL), Integritas Kulit dan 3. Monitor suhu dan tanda vital setiap 4 jam
Membran mukosa Jaringan (L.14125) sekali
kuning, Kulit 1. Elastisitas meningkat 4. Monitor efek samping fototerapi (mis.
kuning, Sklera 2. Hidrasi meningkat Hipertermi, diare, rush pada kulit,
kuning 3. Perfusi jaringan penurunan berat badan lebih dari 8-10%)
meningkat Terapeutik
4. Kerusakan jaringan 5. Siapkan lampu fototerapi dan inkubator
menurun atau kotak bayi
5. Kerusakan lapisan 6. Lepaskan pakaian bayi kecuali popok
kulit menurun 7. Berikan penutup kepala pada bayi
6. Nyeri menurun 8. Ukur jarak antara lampu dan permukaan
7. Pendarahan menurun kulit bayi
8. Kemerahan menurun 9. Biarkan tubuh bayi terpapar sinar
9. Hematoma menurun fototerapi secara berkelanjutan
10. Pigmentasi abnormal 10. Ganti segera alas dan popok bayi jika
menurun BAB/BAK
11. Jaringan parut 11. Gunakan linen berwarna putih agar
menurun memantulkan cahaya sebanyak mungkin
12. Nekrosis menurun Edukasi
13. Abrasi kornea 12. Anjurkan ibu menyusui sekitar 20-30
menurun menit
14. Suhu kulit membaik 13. Anjurkan ibu menyusui sesering
15. Sensasi membaik mungkin
16. Tekstur membaik Kolaborasi
17. Pertumbuhan rambut 14. Kolaborasi pemeriksaan darah vena
membaik bilirubin direk dan indirek
D. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah proses pengelolaan dan
perwujudan dari rencana keperawatan pada tahapan rencana.
Implementasi keperawatan dengan klien Ikterik Neonatus
berhubungan dengan Usia kurang dari 7 hari menggunakan
intervensi keperawatan SDKI dan SLKI agar dilakukan dengan
intervensi untuk mengatur kadar bilirubin klien.

E. Evaluasi
Evaluasi adalah aktivitas yang direncanakan, berkelanjutan, dan
terarah ketika klien dan professional kesehatan menentukan kemajuan
klien menuju pencapaian tujuan atau hasil keefektifan rencana
asuhan keperawatan dengan tindakan intelektual dalam
melengkapi proses keperawatan yang menandakan keberhasilan untuk
diagnosa keperawatan, rencana intervensi dan implementasinya.
Tahap evalausi memungkinkan perawat dalam memonitor apa
yang terjadi selama pengkajian, analisis, perencanaan dan
implementasi intervensi (Nursalam,2008).

1. Evaluasi Proses (Formatif)


 Aktivitas dari proses keperawatan dan hasil
kualitas peayanan asuhan keperawatan.
 Harus dilaksanakan segera setelah perencanaan
keperawatan diimplementasikan untuk membantu
menilai efektivitas intervensi tersebut.
 Evaluasi proses harus terus menerus dilaksanakan
hingga tujuan yang telah ditentukan tercapai.
2. Evaluasi Hasil (Sumatif)
 Evaluasi yang dilakukan setelah akhir tindakan
keperawatan secara paripurna
 Berorientasi pada masalah keperawatan.
 Menjelaskan keberhasilan/tidak keberhasilan
 Rekapitulasi dan kesimpulan status kesehatan klien
sesuai dengan kerangka waktu yang ditetapkan
DAFTAR PUSTAKA

Atikah,M,V & Jaya,P. 2015. Buku Ajar Kebidanan Pada Neonatus,


Bayi, dan Balita. Jakarta. CV.Trans Info Media
Kristanti ,H,M. Etika,R. Lestari,P . 2015. Hyperbilirubinemia
Treatment Of Neonatus. Folia Medica Indonesian Vol. 51
Lynn, B, C & Sowden, L,A . 2009. Keperawatan Pediatri. Jakarta. EGC
Mathindas, S. Wiliar,R. Wahani,A . 2013. Hiperbilirubinemia Pada
Neonatus. Jurnal Biomedik, Volume 5, Nomor 1, Suplemen
Nelson. Waldo E. dkk. 2011. Nelson Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15
Vol. 1.Jakarta. EGC
SDKI. 2016-2017. Standar Diagnosis Keperawatan

Anda mungkin juga menyukai