Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

HIPERBILIRUBINEMIA

Disusun Oleh :

TIA ANGGRAENI

2111040074

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

1
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

2021

2
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Hiperbilirubinemia

1. Definisi

Bilirubin adalah pigmen kristal tetrapiol berwarna jingga

kuning yang merupakan bentuk akhir dari pemecahan katabolisme

heme melalui proses reaksi oksidasi-reduksi yang terjadi di sistem

retikulo endothelial (Kosim, 2012).

Hiperbilirubinemia adalah peningkatan kadar serum

bilirubin dalam darah sehingga melebihi nilai normal. Pada bayi

baru lahir biasanya dapat mengalami hiperbilirubinemia pada

minggu pertama setelah kelahiran. Keadaan hiperbilirubinemia

pada bayi baru lahir disebabkan oleh meningkatnya produksi

bilirubin atau mengalami hemolisis, kurangnya albumin sebagai

alat pengangkut, penurunan uptake oleh hati, penurunan konjugasi

bilirubin oleh hati, penurunan ekskresi bilirubin, dan peningkatan

sirkulasi enterohepatik (IDAI, 2013).

Atikah dan Jaya, (2016), membagi ikterus menjadi 2 :

a. Ikterus Fisiologis

Ikterus fisiologis sering dijumpai pada bayi dengan

berat lahir rendah, dan biasanya akan timbul pada hari

kedua lalu menghilang setelah minggu kedua. Ikterus

fisiologis muncul pada hari kedua dan ketiga. Bayi

3
aterm yang mengalami hiperbilirubin memiliki kadar

bilirubin yang tidak lebih dari 12 mg/dl, pada BBLR 10

mg/dl, dan dapat hilang pada hari ke-14. Penyebabnya

ialah karna bayi kekurangan protein Y, dan enzim

glukoronil transferase.

b. Ikterus Patologis

Ikterus patologis merupakan ikterus yang timnbul

segera dalam 24 jam pertama, dan terus bertamha

5mg/dl setiap harinya, kadal bilirubin untuk bayi matur

diatas 10 mg/dl, dan 15 mg/dl pada bayi prematur,

kemudian menetap selama seminggu kelahiran. Ikterus

patologis sangat butuh penanganan dan perawatan

khusus, hal ini disebabkan karna ikterus patologis

sangat berhubungan dengan penyakit sepsis. Tanda-

tandanya ialah :

1) Ikterus muncul dalam 24jam pertama dan kadal

melebihi 12mg/dl.

2) Terjadi peningkatan kadar bilirubin sebanyak 5

mg/dl dalam 24jam.

3) Ikterus yang disertai dengan hemolisis.

4) Ikterus akan menetap setelah bayi berumur 10 hari

pada bayi aterm , dan 14 hari pada bayi BBLR.

4
Luasnya ikterus pada neonatus menurut daerah yang

terkena dan kadar bilirubinnya dapat dilihat pada tabel berikut :

Zona Luas Ikterik Rata-rata Bilirubin Kadar bilirubin

Serum (umol/L) (mg)


1 Kepala dan leher 100 2
2 Pusar-leher 150 9
3 Pusar-paha 200 11
4 Lengan dan tungkai 250 12
5 Tangan dan kaki >250 16

2. Etiologi

Hiperbilirubinemia disebabkan oleh peningkatan produksi

bilirubin karena tingginya jumlah sel darah merah, dimana sel

darah merah mengalami pemecahan sel yang lebih cepat. Selain

itu, hiperbilirubinemia juga dapat disebabkan karena penurunan

uptake dalam hati, penurunan konjugasi oleh hati, dan peningkatan

sirkulasi enterohepatik (IDAI, 2013).

Kejadian ikterik atau hiperbilirubinemia pada bayi baru

lahir disebabkan oleh disfungsi hati pada bayi baru lahir sehingga

organ hati pada bayi tidak dapat berfungsi maksimal dalam

melarutkan bilirubin ke dalam air yang selanjutkan disalurkan ke

empedu dan diekskresikan ke dalam usus menjadi urobilinogen.

Hal tersebut meyebabkan kadar bilirubin meningkat dalam plasma

sehingga terjadi ikterus pada bayi baru lahir (Anggraini, 2016).

3. Manifestasi Klinis

5
Dikatakan Hiperbilirubinemia apabila ada tanda-tanda

sebagai berikut (Ridha, 2014):

a. Warna kuning yang dapat terlihat pada sklera, selaput

lender, kulit atau organ lain akibat penumpukan

bilirubin

b. Ikterik terjadi pada 24 jam pertama

c. Peningkatan konsentrasi bilirubin 5 mg% atau lebih

setiap 24 jam

d. Konsentrasi bilirubin serum 10 mg% pada neonatus

cukup bulan, dan 12,5 mg% pada neonatus kurang

bulan.

e. Ikterik yang disertai proses hemolisis.

f. Ikterik yang disertai dengan berat badan lahir kurang

2000 gr, masa esfasi kurang 36 mg, defikasi, hipoksia,

sindrom gangguan pernafasan, infeksi trauma lahir

kepala, hipoglikemia, hiperkarbia.

4. Patofisiologi

Bilirubin dapat diproduksi dalam sistem retikuloendotelial

sebagai hasil akhir dari katabolisme heme dan terbentuk melalui

reaksi oksidasi reduksi. Pada tahap pertama oksidasi, biliverdin

terbentuk dari heme melalui kerja heme oksigenase, dan terjadi

pelepasan zat besi dan karbon monoksida. Zat besi dapat di

gunakan kembali, sedangkan karbon monoksida diekskresikan oleh

6
paru-paru. Biliverdin yang larut dalam air direduksi menjadi

bilirubin yang hampir tidak larutdalam air dalam bentuk isomerik

(karena ikatan hidrogen intramolekul). Bilirubin yang tak

terkonjugasi yang hidrofobik diangkut ke dalam plasma, dan

terikat erat oleh albumin. Bila terjadi gangguan pada ikatan

bilirubin tak terkonjugasi dengan albumin baik itu dari faktor

endogen maupun eksogen (misalnya obat-obatan), bilirubin yang

bebas dapat melewati membran yang mengandung lemak (double

lipid layer), termasuk penghalang darah ke otak, yang dapat

mengarah ke neurotoksik (Mathindas, & Wahani, 2013).

Bilirubin yang mencapai hati akan diangkat kedalam

hepatosit, dimana bilirubin terikat ke ligandin. Masuknya bilirubin

ke dalam hepatosit akan meningkat sejalan dengan terjadinya

peningkatan konsentrasi ligandin. Konsentrasi ligandin rendah

pada saat lahir, namun akan meningkat drastis dalam waktu

beberapa minggu kehidupan (Mathindas& Wahani, 2013).

Bilirubin terikat menjadi asam glukuronat di reticulum

endoplasmic reticulum melalui reaksi yang dikatalisis oleh uridin

difosfoglukuronil transferase. Konjugasi bilirubin mengubah

molekul bilirubin yang tidak larut dalam air menjadi molekul yang

larut dalam air. Setelah diekskresikan kedalam empedu dan masuk

kedalam usus, bilirubin direduksi dan menjadi tetrapirol yang tidak

berwarna oleh mikroba di usus besar. Sebagian dikonjugasi dan

7
terjadi didalam usus kecil proksimal melalui kerja Bglukuronidase.

Bilirubin yang tak terkonjugasi ini dapat diabsorbsi kembali dan

masuk ke dalam sirkulasi sehingga meningkatkan kadar bilirubin

plasma total. Siklus absorbsi, konjugasi, ekskresi, dekonjugasi, dan

reabsorbsi ini disebut sirkulasi enterohepatik. Runtutan proses ini

berlangsung panjang pada neonatus, karena asupan gizi yang

terbatas pada hari-hari pertama kehidupan (Mathindas, Wilar, &

Wahani, 2013).

5. Komplikasi

Hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir apabila tidak

segera diatasi dapat mengakibatkan bilirubin encephalopathy

(komplikasi serius). Pada keadaan lebih fatal, hiperbilirubinemia

pada neonates dapat menyebabkan kern ikterus, yaitu kerusakan

neurologis, cerebral palsy, dan dapat menyebabkan retardasi

mental, hiperaktivitas, bicara lambat, tidak dapat

mengoordinasikan otot dengan baik, serta tangisan yang

melengking (Suriadi dan Yuliani, 2010).

Menurut American Academy of Pediatrics (2004)

manifestasi klinis kern ikterus pada tahap kronis bilirubin

ensefalopati, bayi yang selamat biasanya menderita gejala sisa

berupa bentuk atheoid cerebral palsy yang berat, gangguan

pendengaran, paralisis upward gaze, dan dysplasia dental enamel.

Kern ikterus merupakan perubahan neuropatologi yang ditandai

8
oleh deposisi pigmen bilirubin pada beberapa daerah otak terutama

di ganglia basalis, pons, dan cerebellum. Bilirubin ensefalopati

akut menurut American Academy of Pediatrics (2004) terdiri dari

tiga fase, yaitu :

a. Fase inisial, ditandai dengan letargis, hipotonik,

berkurangnya gerakan bayi, dan reflek hisap yang buruk.

b. Fase intermediate, ditandai dengan moderate stupor,

iritabilitas, dan peningkatan tonus (retrocollis dan

opisthotonus) yang disertai demam.

c. Fase lanjut, ditandai dengan stupor yang dalam atau

koma, peningkatan tonus, tidak mampu makan, high-

pitch cry, dan kadang kejang.

6. Penatalaksanaan Medis

Menurut Suriadi dan Yuliani (2010) penatalaksanaan

terapeutik pada bayi baru lahir dengan hiperbilirubinemia yaitu :

a. Pemberian antibiotik

Pemberian antibiotik dilakukan apabila hiperbilirubinemia

pada bayi baru lahir disebabkan oleh infeksi.

b. Fototerapi Tindakan fototerapi dapat dilakukan apabila telah

ditegakkan hiperbiliribunemia pada bayi baru lahir bersifat

patologis. Fototerapi berfungsi untuk menurunkan bilirubin

dalam kulit melaui tinja dan urine dengan oksidasi foto pada

bilirubin dari biliverdin.

9
c. Fenobarbital Fenobarbital dapat mengekskresikan bilirubin

dalam hati dan memperbesar konjugasi. Meningkatkan sintesis

hepatik glukoronil transferase yang dapat meningkatkan

bilirubin konjugasi dan clearance hepatik pada pigmen dalam

empedu, sintesis protein dimana dapat meningkatkan albumin

untuk mengikat bilirubin. Akan tetapi fenobarbital tidak begitu

sering dianjurkan untuk mengatsi hiperbilirubinemia pada bayi

baru lahir.

d. Transfusi Tukar Transfusi tukar dilakukan apabila

hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir sudah tidak dapat

ditangani dengan fototerapi.

10
7. Pathways

11
B. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian pada kasus hiperbilirubinemia meliputi :

a. Identitas, seperti : Bayi dengan kelahiran prematur, BBLR,

dan lebih sering diderita oleh bayi laki-laki.

b. Keluhan utama Bayi terlihat kuning dikulit dan sklera,

letargi, malas menyusu, tampak lemah, dan bab berwarna

pucat.

c. Riwayat kesehatan

1) Riwayat kesehatan sekarang

Keadaan umum bayi lemah, sklera tampak

kuning, letargi, refleks hisap kurang, pada kondisi

bilirubin indirek yang sudah .20mg/dl dan sudah

sampai ke jaringan serebral maka bayi akan

mengalami kejang dan peningkatan tekanan

intrakranial yang ditandai dengan tangisan

melengking.

2) Riwayat kesehatan dahulu

Biasanya ibu bermasalah dengan hemolisis.

Terdapat gangguan hemolisis darah

(ketidaksesuaian golongan Rh atau golongan darah

A,B,O). Infeksi, hematoma, gangguan metabolisme

hepar obstruksi saluran pencernaan, ibu menderita

12
DM. Mungkin praterm, bayi kecil usia untuk gestasi

(SGA), bayi dengan letardasio pertumbuhan intra

uterus (IUGR), bayi besar untuk usia gestasi (LGA)

seperti bayi dengan ibu diabetes. Terjadi lebih

sering pada bayi pria daripada bayi wanita.

3) Riwayat kehamilan dan kelahiran

Antenatal care yang kurang baik, kelahiran

prematur yang dapat menyebabkan maturitas pada

organ dan salah satunya hepar, neonatus dengan

berat badan lahir rendah, hipoksia dan asidosis yang

akan menghambat konjugasi bilirubin, neonatus

dengan APGAR score rendah juga memungkinkan

terjadinya hipoksia serta asidosis yang akan

menghambat konjugasi bilirubin.

d. Pemeriksaan fisik

1) Kepala-leher. Ditemukan adanya ikterus pada sklera

dan mukosa.

2) Dada Ikterus dengan infeksi selain dada terlihat

ikterus juga akan terlihat pergerakan dada yang

abnormal.

3) Perut Perut membucit, muntah, kadang mencret

yang disebabkan oleh gangguan metabolisme

bilirubin enterohepatik.

13
4) Ekstremitas Kelemahan pada otot.

5) Kulit Menurut rumus kramer apabila kuning terjadi

di daerah kepala dan leher termasuk ke grade satu,

jika kuning pada daerah kepala serta badan bagian

atas digolongkan ke grade dua. Kuning terdapat

pada kepala, badan bagian atas, bawah dan tungkai

termasuk ke grade tiga, grade empat jika kuning

pada daerah kepala, badan bagian atas dan bawah

serta kaki dibawah tungkai, sedangkan grade 5

apabila kuning terjadi pada daerah kepala, badan

bagian atas dan bawah, tungkai, tangan dan kaki.

6) Pemeriksaan neurologis Letargi, pada kondisi

bilirubin indirek yang sudah mencapai jaringan

serebral, maka akan menyebabkan kejang-kejang

dan penurunan kesadaran.

7) Urogenital Urine berwarna pekat dan tinja berwarna

pucat. Bayi yang sudah fototerapi biasa nya

mengeluarkan tinja kekuningan.

e. Pemeriksaan diagnostik

1) Pemeriksaan bilirubin serum

Bilirubin pada bayi cukup bulan mencapai

puncak kira-kira 6 mg/dl, antara 2 dan 4 hari

kehidupan. Jika nilainya diatas 10 mg/dl yang

14
berarti tidak fisiologis, sedangkan bilirubin pada

bayi prematur mencapai puncaknya 10-12 mg/dl,

antara 5 dan 7 hari kehidupan. Kadar bilirubin yang

lebih dari 14 mg/dl yaitu tidak fisiologis. Ikterus

fisiologis pada bayi cukup bulan bilirubin indirek

munculnya ikterus 2 sampai 3 hari dan hilang pada

hari ke 4 dan ke 5 dengan kadar bilirubin yang

mencapai puncak 10-12 mg/dl, sedangkan pada bayi

dengan prematur bilirubin indirek munculnya

sampai 3 sampai 4 hari dan hilang 7 sampai 9 hari

dengan kadar bilirubin yang mencapai puncak 15

mg/dl/hari. Pada ikterus patologis meningkatnya

bilirubin lebih dari 5 mg/dl perhari.

2) Ultrasound untuk mengevaluasi anatomi cabang

kantong empedu.

3) Radioisotope scan dapat digunakan untuk

membantu membedakan hepatitis dan atresia

biliary. (Surasmi, dkk, 2003; Lynn & Sowden,

2009; Widagdo, 2012).

f. Data penunjang

1) Pemeriksaan kadar bilirubin serum (total) (normal =

<2mg/dl.

15
2) Pemeriksaan darah tepi lengkap dan gambaran

apusan darah tepi.

3) Penentuan golongan darah dari ibu dan bayi.

4) Pemeriksaan kadar enzim G6PD.

5) Pada ikterus yang lama, lakukan uji fungsi hati, uji

fungsi tiroid, uji urin terhadap galaktosemia.

6) Bila secara klinis dicurigai sepsis, lakukan

pemeriksaan kultur darah, urin, IT rasio dan

pemeriksaan C reaktif protein (CPR).

2. Dx. Keperawatan

a. Ikterik neonates

1) Definisi

Kulit dan membrane mukosa neonates menguning

setelah 24 jam kelahiran akibat bilirubin tidak

terkonjugasi masuk ke dalam sirkulasi

2) Penyebab

Penurunan berat badan abnormal (>7-8%) pada bayi baru

lahir yang menyusu ASI, >15% pada bayi cukup bulan),

Pola makan tidak diteteapkan dengan baik, Kesulitan

tranmisi ke kehidupan ekstra uterin, Usia kurang dari 7

hari, Keterlambatan pengeluaran feses (meconium)

b. Gangguan integritas kulit/jaringan

16
1) Definisi

Kerusakan kulit (dermis dan/ atau epidermis) atau

jaringan (membrane mukosa, kornea, fasia, otot, tendon,

tulang, kartilago, kapsul sendi dan/atau ligamen).

2) Perubahan sirkulasi, perubahan status nutrisi (kelebihan

atau kekurangan), kekurangan/kelebihan cairan,

penurunan mobilitas, penurunan mobilitas, bahan kimia

iritatif, suhu lingkungan yang ekstrim, faktor mekanis

(misalnya penekanan pada tonjolan tulang, gesekan) atau

faktor elektris (elektrodiatermi, energy listrik

bertegangan tinggi), efek samping terapi radiasi,

kelembapan, proses penuaan, neuropati perifef,

perubahan pigmentasi, perubahan hormonal, kurang

terpapar informasi tentang upaya

mempertahankan/melindungi, integritas jaringan.

c. Hipertermia

1) definisi

Suhu tubuh meningkat di atas rentang normal.

2) Penyebab

Dehidrasi, terpapar lingkungan panas, proses penyakit

(misalnya infeksi, kanker), ketidaksesuaian pakaian

dengan suhu lingkungan, peningkatan laju metabolisme,

17
respon trauma, aktivitas berlebihan, penggunaan

inkubator.

d. Resiko kekurangan volume cairan

1) Definisi

Suhu tubuh meningkat di atas rentang normal.

2) Penyebab

Dehidrasi, terpapar lingkungan panas, proses penyakit

(misalnya infeksi, kanker), ketidaksesuaian pakaian

dengan suhu lingkungan, peningkatan laju metabolisme,

respon trauma, aktivitas berlebihan, penggunaan

inkubator.

3. Intervensi Keperawatan

DIAGNOSA KRITERIA HASIL INTERVENSI


Ikterik Setelah dilakukan FISIOTERAPI NEONATUS (I.03091)
Neonatus tindakan asuhan
keperawatan, maka 1. Observasi
diharapkan ikterik
neonates pada bayi  Monitor ikterik pada skelera
tidak ditemukan, dan kulit bayi
dengan kriteria hasil:  Identifikasi kebutuhan cairan
1. elastisitas sesuai dengan usia gestasi dan
meningkat berat badan
2. hidrasi meningkat  Monitor efek samping
3. perfusi jaringan fisioterapi
meningkat
4. pigmentasi 2. Terapeutik
abnormal menurun
 Siapkan lampu fisioterapi dan

18
5. suhu kulit
membaik incubator atau kotak bayi
 Lepaskan pakaian bayi
kecuali popok
 Berikan penutup mata (eye
protector/ billiband) pada bayi

3. Edukasi

 Jelaskan metode aktivitas


fisik sehari-hari, jika perlu
 Ajarkan cara melakukan
aktivitas yang dipilih
 Anjurkan melakukan
aktivitas fisik, social, spiritual, dan
kognitif, dalam menjaga fungsi dan
kesehatan
 Anjurka terlibat dalam
aktivitas kelompok atau terapi, jika
sesuai
 Anjurkan keluarga untuk
member penguatan positif atas
partisipasi dalam aktivitas

4. Kolaborasi

 Kolaborasi dengan terapi


okupasi dalam merencanakan dan
memonitor program aktivitas, jika
sesuai
 Rujuk pada pusat atau
program

Gangguan Setelah dilakukan PERAWATAN INTEGRITAS KULIT


integritas tindakan asuhan (I.11353)
jaringan/kulit keperawatan, maka
diharapkan ikterik 1. Observasi
neonates pada bayi  Identifikasi penyebab
tidak ditemukan, gangguan integritas kulit (mis.
dengan kriteria hasil: Perubahan sirkulasi, perubahan
1. elastisitas status nutrisi, peneurunan

19
meningkat kelembaban, suhu lingkungan
2. hidrasi meningkat ekstrem, penurunan mobilitas)
3. perfusi jaringan 2. Terapeutik
meningkat  Ubah posisi setiap 2 jam jika
4. pigmentasi tirah baring
abnormal menurun  Lakukan pemijatan pada area
5. suhu kulit penonjolan tulang, jika perlu
membaik  Bersihkan perineal dengan air
hangat, terutama selama periode
diare
 Gunakan produk berbahan
petrolium  atau minyak pada kulit
kering
 Gunakan produk berbahan
ringan/alami dan hipoalergik pada
kulit sensitif
 Hindari produk berbahan
dasar alkohol pada kulit kering
3. Edukasi
 Anjurkan menggunakan
pelembab (mis. Lotin, serum)
 Anjurkan minum air yang
cukup
 Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
 Anjurkan meningkat asupan
buah dan saur
 Anjurkan menghindari
terpapar suhu ektrime
 Anjurkan menggunakan tabir
surya SPF minimal 30 saat berada
diluar rumah

Hipertermia Setelah dilakukan REGULASI TEMPERATUR (I.14578)


tindakan keperawatan
selama …x24 jam 1. Observasi
diharapkan hipertermia  Monitor suhu bayi sampai
menurun, dengan stabil ( 36.5 C -37.5 C)
kriteria hasil:  Monitor suhu tubuh anak tiap
1. Suhu kulit 2 jam, jika perlu

20
menurun  Monitor tekanan darah,
2. Suhu tubuh frekuensi pernapasan dan nadi
menurun  Monitor warna dan suhu kulit
3. Frekuensi nadi  Monitor dan catat  tanda dan
menurun gejala hipotermia dan hipertermia
4. Ventilasi 2. Terapeutik
menurun  Pasang alat pemantau suhu
kontinu, jika perlu
 Tingkatkan asupan cairan dan
nutrisi yang adekuat
 Bedong bayi segera setelah
lahir, untuk mencegah kehilangan
panas
 Masukkan bayi BBLR ke
dalam plastic segera setelah lahir
( mis. bahan polyethylene, poly
urethane)
 Gunakan topi bayi untuk
memcegah kehilangan panas pada
bayi baru lahir
 Tempatkan bayi baru lahir di
bawah radiant warmer
 Pertahankan kelembaban
incubator 50 % atau lebih untuk
mengurangi kehilangan panas
Karena proses evaporasi
 Atur suhu incubator sesuai
kebutuhan
 Hangatkan terlebih dahulu
bhan-bahan yang akan kontak
dengan bayi (mis. seelimut,kain
bedongan,stetoskop)
 Hindari meletakkan bayi di
dekat jendela terbuka atau di area
aliran pendingin ruangan atau
kipas angin
 Gunakan matras penghangat,
selimut hangat dan penghangat
ruangan, untuk menaikkan suhu
tubuh, jika perlu

21
 Gunakan kasur pendingin,
water circulating blanket, ice pack
atau jellpad dan intravascular
cooling catherization untuk
menurunkan suhu
 Sesuaikan suhu lingkungan
dengan kebutuhan pasien
3. Edukasi
 Jelaskan cara pencegahan
heat exhaustion,heat stroke
 Jelaskan cara pencegahan
hipotermi karena terpapar udara
dingin
 Demonstrasikan teknik
perawatan metode kangguru
(PMK) untuk bayi BBLR
4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
antipiretik jika perlu

Resiko Setelah dilakukan MANAJEMEN CAIRAN (I.03098)


ketidakseimb tindakan keperawatan
angan cairan selama …x24 jam 1. Observasi
diharapkan resiko  Monitor status hidrasi ( mis,
ketidakseimbangan frek nadi, kekuatan nadi, akral,
cairan tidak ditemukan, pengisian kapiler, kelembapan
dengan kriteria hasil: mukosa, turgor kulit, tekanan
1. Asupan cairan darah)
normal  Monitor berat badan harian
2. Haluaran urin  Monitor hasil pemeriksaan
normal laboratorium (mis. Hematokrit, Na,
3. Kemembapan K, Cl, berat jenis urin , BUN)
membrane  Monitor status hemodinamik
mukosa normal ( Mis. MAP, CVP, PCWP jika
4. Turgor kulit tersedia)
normal 2. Terapeutik
 Catat intake output dan
hitung balans cairan dalam 24 jam
 Berikan  asupan cairan sesuai
kebutuhan

22
 Berikan cairan intravena bila
perlu
3. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
diuretik,  jika perlu

23
Daftar Pustaka

PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI): Definisi

dan Indikator Diagnostik ((cetakan III) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI): Definisi

dan Tindakan Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Definisi dan

Kreteria Hasil Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.

24

Anda mungkin juga menyukai