Anda di halaman 1dari 18

SATUAN ACARA BERMAIN TERAPI

TEBAK GAMBAR

Di Ruang Empu Tantular RSUD Kanjuruhan Kepanjen Kab. Malang

Oleh :

Novia Faraditha Riady (P17210173049)

Meririza Riski Violita (P17210173051)

Nanda Aji Ambiasukma (P17210174073)

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG

JURUSAN KEPERAWATAN

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN MALANG

Maret 2019
LEMBAR PERSETUJUAN

Judul : Satuan Acara Bermain (Terapi Menebak Gambar)

Tempat : Ruang Empu Tantular RSUD Kanjuruhan – Kepanjen


Kab. Malang

Kelompok 1A : 1. Novia Farditha Riady (P17210173049)

2. Meririza Riski Violita (P17210173051)

3. Nanda Aji Ambiasukma (P17210174073)

Mengetahui

Pembimbing Akademik (CT) Pembimbing Lahan (CI)

............................................ ........................................
SATUAN ACARA BERMAIN

(TERAPI MENEBAK GAMBAR)

Pokok bahasan : Terapi Bermain menebak Gambar

Sub pokok bahasan : Terapi Bermain Pada Anak Sakit yang Dirawat di
Rumah Sakit dengan Cara Stimulasi Kognitif dan
Bicara Bahasa

Waktu : 30 menit

Hari/tanggal : Sabtu, 9 Maret 2019

Tempat : Ruang Empu Tantular (Anak)

Peserta :

Untuk kegiatan ini peserta yang dipilih adalah pasien di Ruang Empu
Tantular yang memenuhi kriteria:
 Anak usia 3 – 6 tahun
 Tidak mempunyai keterbatasan fisik
 Dapat berinteraksi dengan perawat dan keluarga
 Pasien kooperatif

Peserta terdiri dari : anak usia pra sekolah dan sekolah sebanyak 5 orang
didampingi keluarga

1. Latar Belakang

Hospitalisasi merupakan perawatan yang dilakukan dirumah sakit


dan dapat menimbulkan trauma dan stres pada klien yang baru mengalami
rawat inap di rumah sakit. Hospitalisasi pada anak merupakan proses karena
suatu alasan yang berencana atau darurat mengharuskan anak untuk tinggal
di rumah sakit menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangan kembali
kerumah (Supartini, 2004). Perasaan cemas merupakan dampak dari
hospitalisasi yang dialami oleh anak karena menghadapi stressor yang ada
dilingkungan rumah sakit. Perasaan tersebut dapat timbul karena
menghadapi sesuatu yang baru dan belum pernah dialami sebelumnya, rasa
tidak nyaman dan merasakan sesuatu yang menyakitkan (Supartini, 2004).

Kecemasan merupakan perasaan paling umum yang dialami oleh


pasien anak terutama usia prasekolah. Potter & Perry (2005) menyatakan
usia prasekolah merupakan masa kanak-kanak awal yaitu pada usia 3-6
tahun. Pada usia ini, perkembangan motorik anak berjalan terus-menerus.
Reaksi terhadap kecemasan yang ditunjukkan anak usia prasekolah yaitu
menolak makan, sering bertanya, menangis walaupun secara perlahan, dan
tidak kooperatif terhadap petugas kesehatan (Supartini, 2004). Dampak dari
hospitalisasi dan kecemasan yang dialami anak usia prasekolah berisiko
dapat mengganggu tumbuh kembang anak dan proses penyembuhan pada
anak (Wong, 2004). Anak usia prasekolah memandang hospitalisasi sebagai
sebuah pengalaman yang menakutkan. Ketika anak menjalani perawatan di
rumah sakit, biasanya ia akan dilarang untuk banyak bergerak dan harus
banyak beristirahat. Hal tersebut tentunya akan mengecewakan anak
sehingga dapat meningkatkan kecemasan pada anak (Samiasih, 2007).
Untuk mengurangi kecemasan yang dirasakan oleh anak dapat diberikan
terapi bermain. Bermain dapat dilakukan oleh anak yang sehat maupun
sakit. Walaupun anak sedang mengalami sakit, tetapi kebutuhan akan
bermain tetap ada (Katinawati, 2011).

Bermain merupakan salah satu alat komunikasi yang natural bagi


anak-anak. Bermain merupakan dasar pendidikan dan aplikasi terapeutik
yang membutuhkan pengembangan pada pendidikan anak usia dini
(Suryanti, 2011). Bermain dapat digunakan sebagai media psiko terapi atau
pengobatan terhadap anak yang dikenal dengan sebutan Terapi Bermain
(Tedjasaputra, 2007). Adapun tujuan bermain bagi anak di rumah sakit
yaitu, mengurangi perasaan takut, cemas, sedih, tegang dan nyeri (Supartini,
2004).
2. Tujuan

1. Tujuan Umum
Setelah mendapatkan terapi bermain selama 30 menit agar dapat
mencapai tugas perkembangan secara optimal sesuai tahap
perkembangan walaupun dalam kondisi sakit.

2. Tujuan Khusus
Setelah dilakukan terapi bermain selama 30 menit anak mampu:
a. Bersosialisasi dengan perawat baru
b. Menunjukkan ekspresi nonverbal dengan tertawa, tersenyum dan
saling bercanda.

3. Metode dan Media

1. Metode
a. Bermain bersama
b. Mendengarkan tanggapan anak/tanya jawab
2. Media
a. Gambar Hewan dan Benda disekitar
b. Hadiah

4. Kegiatan

1. Pengorganisasian
a. Leader : Anty Bella S
b. Co leader : Tazkia Ayu S, Yayuk Churniasih
c. Fasilitator : Tazkia Ayu S.
Anty Bella S.
Yayuk Churniasih

d. Observer : Tazkia Ayu S.


Anty Bella S.
Yayuk Churniasih
Pembagian tugas :

1) Peran Leader
 Mengkoordinasi seluruh kegiatan
 Memimpin jalannya terapi bermain dari awal hingga
berakhirnya terapi
 Membuat suasana bermain agar lebih tenang dan kondusif.
2) Co Leader
 Membantu leader mengkoordinasi seluruh kegiatan
 Mengingatkan leader jika ada kegiatan yang menyimpang
 Membantu memimpin jalannya kegiatan
 Menggantikan leader jika terhalang tugas

3) Fasilitator
 Memotivasi anak agar dapat kooperatif dalam permainan
yang akan dilakukan
 Bertanggung jawab terhadap program antisipasi masalah
 Fasilitator bertugas sebagai pemandu dan memotivasi anak
agar dapat kooperatif dalam permainan yang akan dilakukan.
 Mengatur posisi kelompok dalam lingkungan untuk
melaksanakan kegiatan
 Membimbing kelompok selama permainan
4) Observer
 Mengamati semua proses kegiatan yang berkaitan dengan
waktu, tempat dan jalannya acara
 Melaporkan hasil pengamatan pada leader dan semua angota
kelompok dengan evaluasi kelompok
2. Setting tempat (gambar/denah ruangan)

Keterangan:

: Leader

: Co leader

: Peserta

: Fasilitator

: Observer

: Orang tua

3. Kegiatan bermain

No Waktu Terapis Anak


1 5 menit Pembukaan:
1. Co leader membuka dan Menjawab salam
mengucapkan salam
2. Memperkenalkan diri Mendengarkan
3. Memperkenalkan Mendengarkan
pembimbing
4. Memperkenalkan anak Mendengarkan dan
satu persatu dan anak saling berkenalan
saling berkenalan dengan
temannya Mendengarkan
5. Kontrak waktu dengan Mendengarkan
anak
6. Mempersilahkan leader
2 20 Kegiatan bermain:
menit 1. Leader menjelaskan cara Mendengarkan
bermain Menjawab pertanyaan
2. Menanyakan pada anak,
anak mau bermain atau Menerima permainan
tidak Bermain
3. Membagikan permainan
4. Leader, co leader, dan Bermain
fasilitator memotivasi Mengungkapkan
anak perasaan
5. Observer mengobservasi
anak
6. Menanyakan perasaan
anak
3 5 menit Penutup:
1. Leader menghentikan Selesai bermain
permainan Mengungkapkan
2. Menanyakan perasaan perasaan
anak Mendengarkan
3. Menyampaikan hasil Senang
permainan
4. Memberikan hadiah pada Senang
anak yang cepat dalam
menebak gambar Mengungkapkan
perasaan
5. Membagikan hadiah pada Mendengarkan
semua anak yang bermain Menjawab salam
6. Menanyakan perasaan
anak
7. Co leader menutup acara
8. Mengucapkan salam

5. Evaluasi

1. Evaluasi Struktur
Yang diharapkan:
 Alat-alat yang digunakan lengkap
 Kegiatan yang direncanakan dapat terlaksana

2. Evaluasi Proses
Yang diharapkan:
 Terapi dapat berjalan dengan baik
 Anak dapat mengikuti terapi bermain dengan baik
 Tidak adanya hambatan saat melakukan terapi
 Semua anggota kelompok dapat bekerja sama dan bekerja sesuai
tugasnya

3. Evaluasi Hasil
Yang diharapkan:
 Anak dapat mengembangkan bicara dan bahasa serta kognitif
dengan menebak gambar dengan sesuai
 Anak dapat mengikuti kegiatan dengan baik
 Anak merasa senang
 Anak tidak takut lagi dengan perawat
 Orang tua dapat mendamping kegiatan anak sampai selesai
 Orang tua mengungkapkan manfaat yang dirasakan dengan
terapi bermain
Lampiran materi:

TERAPI BERMAIN MENEBAK GAMBAR PADA ANAK


DENGAN USIA 3-5 TAHUN

A. Pengertian
Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan
(skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola
yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan.
Disini menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan
tubuh, organ-organ dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa
sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya. Termasuk juga
perkembangan emosi, intelektual dan tingkah laku sebagai hasil interaksi
dengan lingkungannya (Soetjiningsih, 1998).
Menurut Joyce Engel (1999), yang dikatakan anak usia pra sekolah
adalah anak-anak yang berusia berkisar 3-6 tahun. Ada beberapa aspek yang
perlu diperhatikan untuk mengukur tingkat pertumbuhan dan
perkembangan anak, yaitu:
1. Aspek fisik
2. Aspek motorik
3. Aspek bahasa
4. Aspek kognitif
5. Aspek sosialisasi

Bermain dengan cara menyusun pazel pada dasarnya tidak hanya


membantu mengembangkan kemampuan motorik anak saja tetapi juga
berperan penting dalam proses pengembangan kognitif klien dan emosional
klien, serta membantu klien untuk menggunakan kemampuan bahasanya
dengan bertanya sehingga klien akan terbiasa dengan proses sosialisasi
dengan orang, lingkungan dan kondisi disekitarnya.
Ketika anak sudah mampu bermain menyusun pazel secara lancar
maka dia sudah siap untuk meningkatkan kemampuannya ke tingkat yang
lebih lanjut seperti bersosialisasi dengan orang lain seperti mengenalkan diri
B. Stimulasi Perkembangan Anak Usia 3-5 Tahun
Stimulasi yang diperlukan anak usia 3-5 tahun adalah:
1. Gerakan kasar, dilakukan dengan memberi kesempatan anak
melakukan permainan yang melakukan ketangkasan dan kelincahan.
2. Gerakan halus, dirangsang misalnya dengan membantu anak belajar
menggambar.
3. Bicara bahasa dan kecerdasan, misalnya dengan membantu anak
mengerti satu separuh dengan cara membagikan kue.
4. Bergaul dan mandiri, dengan melatih anak untuk mandiri, misalnya
bermain ke tetangga (Suherman, 2000)

C. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan


Faktor instrinsik sangat dominan dalam mempengaruhi tingkat
kegagalan berkembang terutama berkaitan dengan terjadinya penyakit pada
anak, yaitu:
1. Kelainan kromosom (misalnya sindroma Down dan sindroma Turner)
2. Kelainan pada sistem endokrin, misalnya kekurangan hormon tiroid,
kekurangan hormon pertumbuhan atau kekurangan hormon lainnya
3. Kerusakan otak atau sistem saraf pusat yang bisa menyebabkan
kesulitan dalam pemberian makanan pada bayi dan menyebabkan
keterlambatan pertumbuhan
4. Kelainan pada sistem jantung dan pernafasan yang bisa menyebabkan
gangguan mekanisme penghantaran oksigen dan zat gizi ke seluruh
tubuh
5. Anemia atau penyakit darah lainnya
6. Kelainan pada sistem pencernaan yang bisa menyebabkan malabsorbsi
atau hilangnya enzim pencernaan sehingga kebutuhan gizi anak tidak
terpenuhi

Menurut Soetjiningsih secara umum terdapat dua faktor yang


mempengaruhi tumbuh kembang anak yaitu faktor genetik (instrinsik)
dan faktor lingkungan (ekstrinsik). Faktor genetik merupakan modal
dasar dalam mencapai hasil akhir proses tumbuh kembang anak. Faktor
ini adalah bawaan yang normal dan patologis, jenis kelamin, suku
bangsa / bahasa, gangguan pertumbuhan di negara maju lebih sering
diakibatkan oleh faktor ini, sedangkan di negara yang sedang
berkembang, gangguan pertumbuhan selain di akibatkan oleh faktor
genetik juga faktor lingkungan yang kurang memadai untuk tumbuh
kembang anak yang optimal.

D. Dampak Hospitalisasi Pada Anak


1. Separation ansiety
2. Tergantung pada orang tua
3. Stress bila berpisah dengan orang yang berarti
4. Tahap putus asa: berhenti menangis, kurang aktif, tidak mau makan,
main, menarik diri, sedih, kesepian dan apatis
5. Tahap menolak: Samar-samar seperti menerima perpisahan, menerima
hubungan dengan orang lain dan menyukai lingkungan

E. Manfaat Bermain Pada anak Di Rumah Sakit


1. Terapi bermain menyusun balok dapat merangsang keterampilan proses
berfikir dan motorik anak
2. Meningkatkan hubungan antara klien (anak dan keluarga) dan perawat
3. Perawatan di rumah sakit akan membatasi kemampuan anak untuk
mandiri. Aktivitas bermain yang terprogram akan memulihkan
perasaan mandiri pada anak
4. Permainan pada anak di rumah sakit tidak hanya memberikan rasa
senang pada anak, tetapi juga akan membantu anak mengekspresikan
perasaan dan pikiran cemas, takut, sedih tegang dan nyeri
5. Permainan yang terapeutuk akan dapat meningkatkan kemampuan anak
untuk mempunyai tingkah laku yang positif.
F. Prinsip Bermain di Rumah Sakit

Menurut Supartini (2004), terapi bermain yang dilaksanakan di rumah sakit tetap
harus memperhatikan kondisi kesehatan anak. Ada beberapa prinsip permainan
pada anak di rumah sakit.

Permainan tidak boleh bertentangan dengan pengobatan yang sedang dijalankan


anak. Apabila anak harus tirah baring, harus dipilih permainan yang dapat
dilakukan di tempat tidur, dan anak tidak boleh diajak bermain dengan
kelompoknya di tempat bermain khusus yang ada di ruang rawat.

Permainan yang tidak membutuhkan banyak energi, singkat dan sederhana. Pilih
jenis permainan yang tidak melelahkan anak, menggunakan alat permainan yang
ada pada anak atau yang tersedia di ruangan (Supartini, 2004).

Permainan harus memperhatikan keamanan dan kenyamanan. Anak kecil perlu rasa
nyaman dan yakin terhadap benda-benda yang dikenalnya, seperti boneka yang
dipeluk anak untuk memberi rasa nyaman dan dibawa ke tempat tidur di malam hari
(Wong, et al, 2008).

G. Teknik Bermain di Rumah Sakit

Menurut Whaley & Wong (2004), tehnik bermain untuk anak yang dirawat di
rumah sakit adalah menyediakan alat mainan yang merangsang anak bermain dan
memberikan waktu yang cukup pada anak untuk bermain dan menghindari interupsi
dengan apa yang dilakukan anak.

Peningkatan pengendalian anak yang meliputi mempertahankan kemandirian, dan


konsep perawatan diri dapat menjadi salah satu hal yang menguntungkan.
Meskipun perawatan diri terbatas pada usia dan kondisi fisik anak, kebanyakan
anak di atas usia bayi dapat melakukan aktivitas dengan sedikit atau tanpa bantuan.
Pendekatan lain mencakup memilih pakaian dan makanan bersama-sama,
menyusun waktu dan melanjutkan aktivitas sekolah (Wong, et al, 2008).

Meningkatkan kebebasan bergerak juga diperlukan, karena anak-anak yang lebih


muda bereaksi paling kuat terhadap segala bentuk restriksi fisik atau imobilisasi.
Meskipun imobilisasi medis diperlukan untuk beberapa intervensi seperti
mempertahankan jalur iv, tetapi sebagian besar retriksi fisik dapat dicegah jika
perawat mendapatkan kerja sama dari anak (Wong, et al, 2008).

Pemberitahuan kepada anak hak-haknya pada saat di hospitalisasi meningkatkan


pemahaman yang lebih banyak dan dapat mengurangi perasaan tidak berdaya yang
biasanya mereka rasakan (Wong, et al, 2008).

H. Bermain dalam Prosedur

Menurut Wong, et al (2008), bermain pada anak yang bisa diterapkan pada prosedur
atau yang melibatkan kegiatan rutin rumah sakit dan lingkungan adalah dengan
menggunakan permainan bahasa, misalnya dengan mengenalkan gambar dan kata-
kata yang berhubungan dengan rumah sakit, serta orang-orang dan tempat sekitar.
Kemudian memberikan kesempatan pada anak untu menulis, menggambar dan
mengilustrasikan cerita. Caltworthy (1999 dalam Wong, et al 2008), mengatakan
meskipun interpretasi gambar anak membutuhkan pelatihan khusus, dengan
mengobservasi berbagai perubahan dalam serangkaian gambar anak dari waktu ke
waktu dapat membantu dalam mengkaji penyesuaian psikososial dan koping.

Bermain dalam prosedur rumah sakit juga dapat dilakukan dengan cara penerapan
pemahaman anak dengan memberikan ilmu pengetahuan. Tutorial khusus yang
diterima anak dapat membantu mereka meningkatkan pelajarannya dan
berkonsentrasi pada objek-objek yang sulit, misalnya dengan mengajarkan anak
sistem tubuh, lalu buatkan gambarnya, dan anjurkan anak mengidentifikasi sistem
tubuh yang melibatkan masalah kedokteran. Contoh lain dengan menjelaskan
nutrisi secara umum dan alasan menggunakan diet, serta mendiskusikan tentang
pengobatan anak (Wong, et al, 2008).

Sedangkan aktivitas bermain pada anak yang bisa diterapkan pada prosedur khusus
adalah dengan menggunakan cangkir obat yang kecil dan didekorasi, memberikan
minuman yang dicampur perwarna minuman dengan menggunakan sedotan yang
menarik. Hal ini memberikan arti pentingnya intake cairan bagi anak. Untuk
melatih pernafasan anak, perawat dapat memberikan balon untuk ditiup atau
mengajarkan anak membuat gelembung dengan air (Wong, et al, 2008).

Sedangkan untuk melatih pergerakan ekstremitas anak, perawat dapat mengajarkan


ROM dengan cara menggantung bola di atas tempat tidur anak dan suruh untuk
menendang atau mengajarkan anak untuk mengulangi gerakan kupu-kupu dan
burung (Wong, et al, 2008).

Memberikan injeksi merupakan hal yang paling menakutkan bagi anak. Untuk
mengurangi stres anak terhadap hal tersebut, perawat dapat melatih anak dengan
membiarkan memegang syringe yang bersih tanpa jarum dan mengajarkan anak
menggambar seorang anak telah diberikan suntikan (Wong, et al, 2008).

I . Alat Mainan yang Sesuai dengan Usia dan Kondisi Anak

Alat mainan dapat diberikan pada anak dalam keadaan kondisi sakit ringan, dimana
anak dalam keadaan yang membutuhkan perawatan dan pengobatan yang minimal.
Pengamatan dekat dan tanda vital serta status dalam keadaan normal dan kondisi
sakit sedang, dimana anak dalam keadaan yang membutuhkan perawatan dan
pengobatan yang sedang, pengamatan dekat dan status psikologis dalam keadaan
normal. Sedangkan anak dalam keadaan sakit berat tidak diberikan aktivitas
bermain karena anak berada dalam status psikologis dan tanda vital yang belum
normal, anak gelisah, mengamuk serta membutuhkan perawatan yang ketat
(Whaley & Wong, 2004).

Pada usia bayi, saat anak mengalami sakit ringan, alat mainan yang sesuai seperti
balok dengan warna yang bervariasi, buku bergambar, cangkir atau sendok, kotak
musik, giring-giring yang dipegang, boneka yang berbunyi. Sedangkan saat anak
sakit sedang, mainan yang dapat diberikan berupa kotak musik, giring-giring yang
dipegang, boneka yang berbunyi (Wong, et al, 2008).

Alat mainan yang dapat didorong dan ditarik, balok-balok, mainan bermusik, alat
rumah tangga, telephone mainan, buku gambar, kertas, crayon, dan manik-manik
besar dapat diberikan pada anak usia toodler saat mengalami sakit yang ringan.
Sedangkan pada saat anak sakit dalam tingkat yang sedang, mainan yang diberikan
dapat berupa mainan bermusik, alat rumah tangga, telephone mainan, buku
bergambar, dan manik-manik besar (Wong, et al, 2008).

Pada usia pra sekolah, saat mereka mengalami sakit ringan, alat mainan yang dapat
diberikan berupa boneka-bonekaan, mobil-mobilan, buku gambar, teka-teki,
menyusun potongan gambar, kertas untuk melipat-lipat, crayon, alat mainan
bermusik dan majalah anak-anak. Dan saat anak pra sekolah mengalami sakit
sedang, mainan yang diberikan dapat berupa boneka-bonekaan, mobil-mobilan,
buku bergambar, dan alat mainan musik (Wong, et al, 2008).
DAFTAR PUSTAKA

Immanuel, R. (2006). Permainan Edukatif dalam Perkembangan Logic-Smart


Anak. Terdapat pada:
http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/archives/HASH01fd/325abfcd
.dir/doc.pdf. Diakses pada 25 Desember 2013.

Kaplan H.I, Sadock. B.J Grebb J.A. 2000. Sinopsis Psikiatri, Ilmu Pengetahuan
Perilaku, Psikiatri. Klinis, Alih Bahasa : Kusuma W,edisi Wiguna .

Veltman M,W Browne K.D. 2000. An Evaluation of Favorite Kind of Day


Drawing from Psychially Maltreated Children. Child Abuse and Neglect.

Whaley L.F, Wong D.L. 2001. Nursing Care of infants and children in-ed. St
Louis : Mosby year book

Supartini. (2004). Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak, Jakarta : EGC.

Wong, D. L. (2004). Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik Alih Bahasa. Jakarta


: EGC.

Potter & Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Volume 1, Edisi 4.
Jakarta: EGC.
Samiasih, Amin. (2007). Pengaruh Terapi Bermain Terhadap Tingkat Kecemasan
Anak Usia Prasekolah Selama Tindakan Keperawatan di Ruang Lukman
Rumah Sakit Roemani Semarang. Terdapat pada :

http://www.academia.edu/3585452/PENGARUH_TERAPI_BERMAIN_T
ERHADAP_TINGKAT_KECEMASAN_ANAK_USIA_PRASEKOLAH
_SELAMA_TINDAKAN_KEPERAWATAN_DI_RUANG_LUKMAN
RUMAH SAKIT ROEMANI SEMARANG. Diakses pada tanggal 6 Maret
2019

Katinawati. (2011). Pengaruh Terapi Bermain Dalam Menurunkan Kecemasan


Pada Anak Usia Pra Sekolah (3-5 tahun) Yang Mengalami Hospitalisasi Di
Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo Semarang.
http://ejournal.stikestelogorejo.ac.id/ejournal/index.php/ilmukeperawatan/a
rti cle/view/92. Diakses pada tanggal 6 Maret 2019

Suryanti. (2011). Pengaruh Terapi Bermain Mewarnai Dan Origami Terhadap


Tingkat Kecemasan Sebagai Efek Hospitalisasi Pada Anak Usia Pra
Sekolah di RSUD dr. R. Goetheng Tarunadibrata Purbalingga. Jurnal
Kesehatan Samodra Ilmu

Tedjasaputra, Maykes. (2007). Bermain, Mainan dan Permainan. Jakarta :


Grasindo

Anda mungkin juga menyukai