Anda di halaman 1dari 23

KEGIATAN TERAPI BERMAIN TEBAK GAMBAR PADA ANAK USIA 3-

6 TAHUN DI RUANGAN KRONIK RSUP DR. M. DJAMIL PADANG


PROPOSAL

Oleh Kelompok K.19

1. Mohd. Akbar Riza

2. Zikri Mukhlis

3. Fani Novri Winda

4. Dian Novita Putri

5. Indri Arimurti

6. Rini Safitri

7. Imalatunil Khaira

8. Fauziah

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ANDALAS

2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hospitalisasi merupakan suatu proses yang memiliki alasan yang

berencana atau darurat sehingga mengharuskan anak untuk tinggal di rumah

sakit, menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali ke

rumah. Selama proses tersebut anak dan orangtua dapat mengalami kejadian

yang menurut beberapa penelitian ditunjukan dengan pengalaman traumatic

dan penuh dengan stress. Perasaan yang sering muncul yaitu cemas, marah,

sedih, takut, dan rasa bersalah (Wulandari & Erawati, 2016).

Berdasarkan data WHO (2012) bahwa 3-10 % anak dirawat di Amerika

Serikat baik anak usia toddler, prasekolah ataupun anak usia sekolah,

sedangkan di Jerman sekitar 3 sampai dengan 7% dari anak toddler dan 5

sampai 10% anak prasekolah yang menjalani hospitalisasi (Purwandari,

2013). Pada tahun 2010 di Indonesia sebanyak 33,2% dari 1.425 anak

mengalami dampak hospitalisasi berat, 41,6% mengalami hospitalisasi

sedang. Berdasarkan data SUSENAS (2017), di Indonesia sendiri jumlah anak

yang dirawat di rumah sakit pemerintah 39,33% dan rumah sakit swasta 38,47%

(Profil Anak Indonesia, 2018). Anak usia prasekolah dan anak usia sekolah

merupakan usia yang rentan terkena penyakit, sehingga banyak anak usia

tersebut yang harus dirawat di rumah sakit dan 2 menyebabkan populasi anak

yang dirawat di rumah sakit mengalami peningkatan yang sangat dramatis

(Wong, 2009).
Penelitian yang dilakukan oleh Lemos et.al (2016) menunjukan bahwa

persentase anak usia prasekolah (3-6 tahun) yang dirawat dirumah sakit

sebanyak 52,38% sedangkan persentase anak usia sekolah (7–11 tahun) yakni

47,62%. Hal ini menunjukkan bahwa anak usia prasekolah lebih rentan

terkena penyakit serta takut dan cemas saat mendapatkan perawatan dirumah

sakit (Salmela, 2009 dalam Ramdaniati, 2016). Menurut hasil penelitian

Utami (2014) anak dapat mengalami stres hospitalisasi dikarenakan oleh

banyak faktor antara lain yaitu lingkungan rumah sakit, berpisah dengan

orang yang sangat berarti, kurangnya informasi, hilangnya kebebasan dan

kemandirian, pengalaman kesehatan yang berkaitan dengan pelayanan

kesehatan atau interaksi dengan petugas rumah sakit. Adanya dampak

hospitalisasi ini dapat memberikan efek negatif seperti anak tidak kooperatif

dalam pelayanan kesehatan.

Anak usia prasekolah memandang hospitalisasi sebagai sebuah

pengalaman yang menakutkan. Anak merasa terbatasi aktivitasnya ketika

menjalani perawatan di rumah sakit. Hal ini disebabkan karena adanya

perubahan kesehatan, lingkungan, serta rutinitas anak di rumah sakit. Kondisi

lingkungan rumah sakit yang terdiri dari berbagai macam peralatan-peralatan

medis, obat-obatan yang harus diminum, serta penampilan para tenaga

kesehatan yang monoton dengan baju putih, dapat menjadi stressor bagi anak

(Melanaaryuni, 2008). Menurut Hockenbery & Wilson (2009) stresor dari

stres hospitalisasi adalah cemas yang dimulai dari fase protes, fase putus asa

dan fase pelepasan. Pada fase protes, anak menunjukan sikap protes dengan
menangis terus-menerus dan hanya berhenti jika lelah. Pendekatan orang

asing dapat mencetuskan peningkatan stres. Pada fase putus asa perilaku yang

dapat diobservasi adalah tidak aktif, menarik diri dari orang lain, depresi,

sedih, tidak tertarik terhadap lingkungan, tidak komunikatif, Pada fase

pelepasan perilaku yang dapat diobservasi adalah menunjukkan peningkatan

minat terhadap lingkungan sekitar, berinteraksi dengan orang lain,

membentuk hubungan baru namun dangkal dan tampak bahagia.

Stress pada anak pra sekolah akibat hospitalisasi akan berdampak pada

fisik, seperti denyut jantung yang cepat, gemetar, kelelahan, pusing, kesulitan

berkonsentrasi, mual, dan mengalami masalah tidur sedangkan dampak

psikologis ketakutan, beberapa di antaranya akan menolak masuk rumah sakit

dan secara terbuka menangis tidak mau dirawat. Ekspresi verbal yang

ditampilkan seperti cemas, mengucapkan kata-kata marah, tidak mau bekerja

sama dengan perawat, dan ketergantungan pada orang tua (utami, 2014).

Menurut penelitian yang dilakuakan oleh Wowiling pada tahun 2014

didapatkan pasien anak usia 3-6 tahun sebanyak 79 pasien yang menjalani

perawatan, menangis terutama saat dilakukan tindakan perawatan. Selain

menangis, pasien anak juga tidak mau berpisah dengan orangtua/walinya dan

menghindar ketika akan dilakukan tindakan perawatan. Kecemasan jangka

panjang tidak baik untuk sistem kardiovaskular dan kesehatan jantung (Potter

dan Perry, 1997). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kecemasan

meningkatkan risiko penyakit jantung. Gangguan kecemasan bisa berdampak

pada sistem kekebalan. Ketika cemas, hormon-hormon stres seperti kortisol


dan adrenalin dilepaskan yang dapat berdampak pada bagian tubuh Anda

yang lain. Efek negatif jangka panjang dari gangguan kecemasan adalah

depresi, insomnia, nyeri kronis, dan kesulitan disekolah, dan lingkungan

sosial (Afrilia, 2018)

Kecemasan dan stress dalam menjalani hospitalisasi ditunjukkan anak

dengan reaksi tidak kooperatif dengan tindakan perawatan yang diberikan

(Wong, 2009). Perilaku kooperatif anak usia prasekolah selama menjalani

perawatan dapat ditingkatkan dengan melalui pemberian terapi bermain.

Melalui pemberian terapi bermain dapat menurunkan stress dan mengubah

perilaku anak dalam menerima perawatan (Saputro & Fazrin, 2017). Terapi

bermain diharapkan dapat berpengaruh pada anak untuk menghilangkan

batasan, hambatan dalam diri, stres, frustasi serta mempunyai masalah emosi

dengan tujuan mengubah tingkah laku anak yang tidak sesuai menjadi tingkah

laku yang diharapkan dan anak yang sering diajak bermain akan lebih

kooperatif dan mudah diajak kerjasama selama masa perawatan (Yusuf dkk,

2013).

Melalui kegiatan terapi bermain dapat menjadikan diri anak lebih senang

dan nyaman sehingga anak dapat kooperatif saat dilakukan perawatan di

rumah sakit. Sesuai hasil penelitian dari Kusuma (2015) menjelaskan bahwa

terdapat pengaruh tingkat kooperatif pada anak yang sudah diberikan terapi

bermain. Dengan diberikan terapi bermain akan mengurangi stres akibat

perpisahan, mengurangi ketegangan dan anak mau untuk dilakukan tindakan

keperawatan, tentang pengaruh terapi bermain.


Terapi bermain yang dapat dilakukan terhadap anak usia pra sekolah

seperti mewarnai, bermain balok atau lego, menyusun puzzel dan tebak

gambar. Tebak gambar yaitu permainan yang membutuhkan gambar yang

sudah tidak asing bagi anak seperti binatang, buah-buahan, jenis kendaraan

atau gambar profesi/pekerjaan. Terapi bermain tebak gambar sangat efektif

dalam meningkatkan keterampilan anak khususnya motorik kasar dan halus

serta melatih ingatan anak (Saputro & Fazrin, 2017).

Kegiatan bermain tebak gambar adalah kegiatan dimana mengajak anak-

anak menebak gambar yang ada dengan tujuan untuk menggali rasa ingin

tahu dan kemampuan berpikir dalam menjabarkan sesuatu yang dilihat di

sekitarnya (Sikhah, 2018). Kegiatan bermain dapat menimbulkan rasa senang

pada anak sehingga efektif dalam mempercepat proses penyembuhan pada

anak yang hospitalisasi lama. Bermain bagi anak merupakan aktivitas yang

sehat dan diperlukan untuk kelangsungan tumbuh kembang anak, yang

memungkinkan untuk menggali, mengekspresikan perasaan dan pikiran serta

mengalihkan 5 perasaan nyeri dan juga relaksasi. Dengan demikian, kegiatan

terapi bermain harus menjadi bagian dari pelayanan kesehatan anak di rumah

sakit (Putri, 2013).

Data RSUP Dr. M. Djamil jumlah pasien anak yang dirawat d ruangan

kronik dari tanggal 24 – 27 juni berjumlah 32 anak yang mana ada bayi

dengan usia kurang dari 5 bulang berjumlah 2 orang, usia pra sekolah

sebanyak 4 orang, dan usia sekolah berjumlah 26 orang. Dari 32 anak, 5

orang dengan Thalasemia, 1 orang dengan TIA, 4 orang dengan rencana


pemeriksaan BMP dan dengan ALL sebanyak 20 orang. Kondisi anak yang

dirawat di kronik pada umumnya dengan keadaan umum sedang tingkat

kesadaran compos mentis. Anak yang dirawat diruangan kronik keadaan

psikologis cemas dan selalu bergantung kepada orang tua. Beradasarkan

pengalaman dinas 3 hari ini anak-anak menanyakan kapan dilakukan terapi

bermain, dengan makna anak-anak menyenangi adanya terapi bermain

dilingkungan rumah sakit. Sehingga kelompok tertarik untuk melakukan

terapi bermain.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Setelah dilakukan tindakan program bermain peserta terapi bermain dapat

mencapai tugas perkembangan secara optimal sesuai tahap perkembangan

walaupun dalam kondisi sakit.

2. Tujuan Khusus

Setelah diajak bermain selama 35 menit, anak diharapkan:

1. Mampu berinteraksi dengan orang lain.

2. Mampu mengeluarkan suara gembira bernada tinggi atau memekik.

3. Tersenyum ketika melihat permainan atau gambar yang menarik.

4. Mampu menebak dan menyebutkan nama gambar yang ditunjuk


BAB II

TINJAUAN TORI

A. Pengertian

Teknik bermain adalah stimulasi yang sangat tepat bagi anak. Tehnik

bermain sebagai suatu aktivitas yang membantu anak mencapai

perkembangan yang utuh, baik fisik, intelektual, sosial, moral dan

emosional. (Andriana, 2011). Teknik bermain merupakan kegiatan yang

penting bagi pertumbuhan dan perkembangan fisik, sosial, emosi,

intelektual, dan spiritual anak sekolah dasar. Dengan bermain anak dapat

mengenal lingkungan, berinteraksi, serta mengembangkan emosi dan

imajinasi dengan baik. (Adriana, 2011).

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat stress pada anak yang

sedang menjalani perawatan dirumah sakit, diantaranya prosedur tindakan

invasive, lingkungan rumah sakit, tidak memiliki teman, berpisah dengan

orang tua dan keluarga, tempat tidur yang kecil dan kondisi ruangan yang

sempit dan perasaan cemas dan jenuh. Reaksi stres yang ditunjukkan anak

saat dilakukan perawatan sangat bermacam-macam seperti ada anak yang

bertindak agresif yaitu sebagai pertahanan diri dengan mengeluarkan kata-

kata mendesis dan membentak serta menutup diri dan tidak kooperatif saat

menjalani perawatan (Alifatin, 2003).


B. Kategori Bermain

1. Bermain bebas

Bermain bebas berarti anak bermain tanpa aturan dan tuntutan. Anak bisa

mempertahankan minatnya dan mengembangkan sendiri kegiatannya.

2. Bermain terstruktur

Bermain terstruktur direncanakan dan di pandu oleh orang dewasa.

Kategori ini membatasi dan meminimalkan daya cipta anak. Dua

kategori ini sama pentingnya dan bila dilakukan secara seimbang akan

memberikan kontribusi untuk mencerdaskan anak. (Adriana, 2011).

C. Klasifikasi Bermain

Ada bebarapa jenis permainan dari isi permainan manapun karakter

sosialnya. Berdasarkan isi permainan, ada sosial affectif play, sense-

pleasure plsy, skillplay, games, unoccupied behavior,dan dramatic play.

Apabila di tinjau dari karakter, ada sosial onlocker play ,solitary play,

parallel play (Andriana, 2011).

1. Berdasarkan isi permainan

a. Sosial affectif play

Inti permainan ini adalah adanya hubungan interpersonal yang

menyenangkan antara anak dan dan orang lain. Misal, permainan “ciluk

ba” berbicara sambil tersenyum atau tertawa, memberikan tangan

kepada anak untuk menggenggamnya. Anak akan mencoba berespon

terhadap tingkah laku orang tuanya atau orang dewasa tersebut dengan

tersenyum dan tertawa.


b. Sense pleasure play

Permainan ini menggunakan alat permainan yang menyenangkan pada

anak dan mengasyikkan.misalnya dengan menggunakan air, anak akan

memindah-mindahkan air ke botol, bak, atau tempat lain. Ciri khas

permainan ini adalah anak akan semakin lama semakin asyik

bersentuhan dengan alat permainan ini sehingga susah untuk

dihentikan.

c. Skill play

Permainan ini dapat meningkatkan keterampilan anak, khususnya

motorik kasar dan halus. Keterampilan tersebut di peroleh melalui

pengulangan kegiatan permainan yang dilakukan. Semakin sering

melakukan kegiatan, anak akan semakin terampil. Misalnya, anak akan

terampil memegang benda-benda memindahkan benda dari satu tempat

ke tempat yang lain.

d. Games

Games anak dan permainan adalah jenis permainan yang

menggunakan alat tertentu yang menggunakan perhitungan dan skor.

Permainan ini bisa dilakukan oleh anak sendiri atau dengan temannya.

e. Unoccupied behavior

Anak tidak memainkan alat permainan tertentu, namun anak terlihat

mondar mandir, tersenyum, tertawa, membungkuk memainkan, kursi

atau apa saja yang ada di sekelilingnya. Anak tampak senang, gembira,

dan asyik dengan situasi serta lingkungannya.


f. Dramatic play

Pada permainan ini anak memainkan peran sebagai orang lain melalui

permainannya. Apabila anak bermain dengan temennya, akan terjadi

percakapan di antara mereka tentang peran orang yang mereka tiru.

Permainan ini penting untuk proses identifikasi anak terhadap peran

tertentu.

2. Berdasarkan karakter sosial

a. Sosial onlocker play

Pada permainan ini anak hanya mengamati temennya yang sedang

bermain, tanpa ada insiatif untuk ikut berpartisipasi dalam permainan.

Anak tersebut bersifat pasif, tetapi ada proses pengamatan terhadap

permainan yang sedang di lakukan temennya.

b. Solitary play

Pada permainan ini, anak tampak berada dalam kelompok permainan,

tetapi anak bermain sendiri dengan alat permainan yang dimilikinya,

dan alat permainan tersebut berbeda dengan alat permainan yang

digunakan temennya, tidak ada kerja sama, ataupun komunikasi

dengan teman sepermainannya.

c. Parallel play

Pada permainan ini, anak dapat menggunakan permainan yang

sama, terapi dengan satu anak dengan anak yang lain tidak terjadi

kontak satu sama lain. Biasanya permainan ini dilakukan oleh anak

usia toddler.
d. Associative play

Pada permainan ini terjadi komunikasi antara anak satu dengan

anak lain, tetapi tidak terorganisasi, tidak ada yang memimpin

permainan, dan tujuan permainan tidak jelas. Contoh bermain boneka,

masak-masakan, hujan-hujanan.

e. Cooperative play

Pada permainan ini terdapat aturan permainan dalam kelompok,

tujuan dan pemimpin permainan. Pemimpin mengatur dan

mengarahkan anggotanya untuk bertindak dalam permainan sesuai

dengan tujuan yang di harapkan dalam permainan. Misalnya bermain

bola.

D. Bentuk-Bentuk Permainan

Dalam penggunaan alat permainan pada anak tidaklah selalu sama dengan

setiap usia tumbuh kembang melainkan berbeda, hal ini dikarenakan setiap

tahap usia tumbuh kembangan anak selalu mempunyai tugas-tugas

perkembangan yang berbeda sehingga dalam penggunaan alat selalu

memperhatikan tugas masing-masing umur tumbuh kembang. Di bawah

ini terdapat jenis alat permainan yang dapat digunakan untuk anak usia 3-6

tahun.

1. Anak usia prasekolah (3 tahun sampai 6 tahun)

Sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangannya, anak usia prasekolah

mempunyai kemampuan motorik kasar dan haus yang lebih matang dari

pada anak usia todler. Anak sudah lebih aktif, kreatif, dan imajinatif.
Demikian juga kemampuan berbicara dan berhubungan sosial dengan

temannya semakin meningkat.

Pada usia 3-6 tahun anak sudah mulai mampu mengembangkan

kreativitasnya dan sosialisasi sehingga sangat diperlukan permainan yang

dapat mengembangkan kemampuan menyamakan dan membedakan,

kemampuan berbahasa, mengembangkan kecerdasan, menumbuhkan

sportifitas, mengembangkan koordinasi motorik, mengembangkan dalam

mengontrol emosi, motorik kasar dan halus, memperkenalkan

pengertianyang bersifat ilmu pengetahuan dan memperkenalkan suasana

kompetisi dan gotong royong. Sehingga jenis permainan yang dapat

digunakan pada anak usia ini seperti benda-benda disekitar rumah, buku

gambar, majalah anak-anak, alat gambar, kertas untuk belajar melipat,

gunting, dan air.

E. Keuntungan Bermain

Soetjiningsih, (2012) menyebutkan bahwa beberapa macam-macam

keuntungan bermain terdiri dari:.

1. mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan seluruh tubuh secara

motorik halus, motorik kasar, biacara dan bahasa, sosialisasi dan

kemandirian.

2. Anak belajar mengontrol diri

3. Aktifitas yang dilakukan dapat meningkatkan nafsu makan anak.

4. Berkembangnya berbagai keterampilan yang akan berguna sepanjang

hidupnya.
5. Meningkatkan daya kreaktivitas.

6. Mendapatkan kesempatan menemukan arti dari benda-benda yang ada

di sekitar anak.

7. Cara untuk mengatasi kemarahan, kekhawatiran, iri hati, dan kedukaan.

8. Kesempatan untuk belajar bergaul dengan orang atau anak lainnya.

9. Kesempatan untuk menjadi pihak yang kalah ataupun yang menang

dalam bermian.

10. Kesempatan untuk belajar mengikuti aturan-aturan

11. Dapat mengembangkan intelektualnya.

F. Prinsip Bermain Pada Anak Hospitalisasi

1. Tidak membutuhkan banyak energi

2. Waktunya singkat

3. Mudah dilakukan

4. menyenangkan

5. Kelompok umur (kategori umur yang sesuai dengan tumbuh kembang

anak

6. Sesuai dengan kemampuan anak

7. Melibatkan keluarga

G. Manfaat Bermain di Rumah Sakit

Ada banyak manfaat yang bisa diperoleh seorang anak bila bermain

dilaksanakan di suatu rumah sakit, antara lain:

a. Memfasilitasi situasi yang tidak familiar.

b. Memberi kesempatan untuk membuat keputusan dan kontrol.


c. Membantu untuk mengurangi stres terhadap perpisahan.

d. Memberi kesempatan untuk mempelajari tentang fungsi dan bagian tubuh.

e. Memperbaiki konsep-konsep yang salah tentang penggunaan dan tujuan

peralatan dan prosedur medis.

f. Memberi peralihan dan relaksasi.

g. Membantu anak untuk merasa aman dalam lingkungan yang asing.

h. Memberikan cara untuk mengurangi tekanan dan untuk mengekspresikan

perasaan.

i. Menganjurkan untuk berinteraksi dan mengembangkan sikap-sikap yang

positif terhadap orang lain.

j. Memberikan cara untuk mengekspresikan ide kreatif dan minat.

k. Memberi cara mencapai tujuan-tujuan terapeutik


BAB III

PELAKSANAAN KEGIATAN TERAPI BERMAIN

A. Rancangan bermain

Kegiatan terapi bermain yang kelompok buat untuk

mengembangkan mengembangkan aktifitas dan kreatifitas melalui

pengalaman bermain dan beradaptasi efektif terhadap stres karena

penyakit dan dirawat. Kegiatan diawali dengan penjelasan tatacara

permainan dan tujuannya. Tata cara permainan dimulai dengan

memberikan gambar pada anak . Anak diminta untuk menebak gambar.

Setiap anak akan di berikan dua gambar yang diharapkan anak tersebut

dapat menyebutkan gambar apa dan maengembangkan pemikiran mereka

tentang manfaat dari gambar yang mereka dapatkan. dan petugas

kesehatan harus selalu memberikan penghargaan positif pada setiap

keberhasilan yang dicapai sesuai kemampuan masing-masing anak.

B. Media dan Alat

1. Kertas bergambar hewan dan buah

2. Musik dan Speaker

3. Alat Tulis

C. Sasaran

1. Kriteria Inklusi

a. Anak usia 3-6 tahun

b. Anak dengan keadaan umum baik

c. Anak yang kooperatif


2. Kriteria Ekslusi

a. Anak dengan keterbatasan mobilitas

b. Anak yang sedang menjalani kemoterapi

3. Jumlah peserta : ±7 orang

D. Waktu Pelaksanaan

a. Hari / Tanggal                 : Jumat , 28 Juni 2019

b. Pukul : 09.00 – 09.30 WIB

c. Waktu                            : 30 menit

d. Tempat                           : Ruangan Terapi Bermain Lt. 3 Kronik

E. Pengorganisasian

Moderator : Zikri Muklis

Presenter : Indri Arimurti

Observer : Rini Safitri dan Fanny Novri winda

Fasilitator : Imalatunil Khaira

: Dian Novita Putri

: Mohd. Akbar Riza

: Fauziah

F.  Pembagian Tugas

a. Moderator :

Peran Moderator
1) Katalisator, yaitu mempermudah komunikasi dan interaksi dengan jalan

menciptakan situasi dan suasana yang memungkinkan klien termotivasi

untuk mengekspresikan perasaannya

2) Auxilery Ego, sebagai penopang bagi anggota yang terlalu lemah atau

mendominasi

3) Koordinator, yaitu mengarahkan proses kegiatan kearah pencapaian

tujuan dengan cara memberi motivasi kepada anggota untuk terlibat

dalam kegiatan

b. Presentator

Peran Presentator

1) Mengidentifikasi isu penting dalam proses

2) Mengidentifikasi strategi yang digunakan moderator

3) Mencatat modifikasi strategi untuk kelompok pada sesion atau

kelompok yang akan dating

4) Memprediksi respon anggota kelompok pada sesi berikutnya

c. Fasilitator :

Peran Fasilitator

1) Mempertahankan kehadiran peserta

2) Mempertahankan dan meningkatkan motivasi peserta

3) Mencegah gangguan atau hambatan terhadap kelompok baik dari luar

maupun dari dalam kelompok

d. Observer :

Peran Observer
1) Mengamati keamanan jalannya kegiatan terapi bermain

2) Memperhatikan tingkah laku peserta selama kegiatan

3) Memperhatikan ketepatan waktu jalannya kegiatan terapi bermain

4) Menilai performa dari setiap anggota kelompok dalam melakukan terapi

bermain

H. Setting Tempat

Keterangan :

: Moderator : Klien

: Presentator : Observer

: Fasilitator
Petunjuk:

Klien duduk melingkar bersama perawat

Tahap kegiatan kegiatan pembelajaran Kegiatan waktu


sasaran
1. Persiapan a. Menyiapkan ruangan Oarang tua dan 5 Menit
b. Menyiapkan alat anak
c. Menyiapkan peserta
d. Pemeriksaan tanda-tanda vital dan
ddst pada anak Orang tua dan 5 menit
e. Bernyanyi bersama anak anak

2. Pembukaan a. Perkenalan dengan anak dan


keluarga
b. Anak yang akan bermain saling Anak 15 menit
berkenalan
c. Menjelaskan maksud dan tujuan

3. Kegiatan a. Anak diminta untuk mengambil


gambar yang di sebutkan oleh Orang tua dan 5 menit
presentator anak
b. Kemudian anak dianjurkan untuk
mengambil gambar
c. Kemudian anak dianjurkan untuk
meunjukkan gambar yang dipilih
apakah sesuai dengan permintaan
persentator
d. Memberikan reward pada anak atas
hasil karyanya.

4. Penutup a. menayakan pendapat ibu tentang Anak


kegiatan yang telah diberikan.
b. berikan saran ke orang tua untuk
melakukan kegiatan yang membuat
anak gembira selama dirawat di rumah
sakit
c. periksa kembali tanda-tanda vital
dan keadaan psikologi anak.
d. bernyanyi bersama sebagai penutup
I. EVALUASI YANG DIHARAPKAN

Evaluasi Ya Tidak Ket


Evaluasi persiapan

waktu sudah tepat

sesuai
Evaluasi proses
Moderator
Presenter
Fasilitator
Observator
Evaluasi hasil

Tujuan tercapai

DAFTAR PUSTAKA

Afrilia, dian 2018 Dampak gangguan kecemasan pada kehidupan. Dapat diakses

melalui : https://beritagar.id/artikel/gaya-hidup/dampak-gangguan-

kecemasan-pada-kehidupan
Novelita 2017. Play Therapy on Anxiety levels of children 6-12 years. Jurnal Ilmu

keperawatan Universitas syiah kuala. Aceh

Mc. Guiness. V. A. (2014). What is Play Therapy. 24 Juni 2019 Dikutip dari

http://www.kidstherapyplace.com//

Mulyaman. I. (2015). Terapi Bermain untuk Mengurangi Tingkat Kecemasan

Akibat hospitalissai pada Anak Usia Sekolah. 24 Juni 2019. Dikutip dari

http://blognurse.blogspot.com.com/2019/06/terapi-bermain-untuk

mengurangi-tingkat.html atau Hari dalam Kehidupan Arfianto.

Potter T, Perry S. (1997). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep,. Proses,

dan Praktik. Edisi 4 Vol 2. Jakarta:EGC

Profil Anak Indonesia (2018) dapat diakses melalui :

https://www.kemenpppa.go.id/lib/uploads/list/74d38-buku-pai-2018.pdf

Rere. 2011. Terapi Bermain. http://rereners.blogspot.com/2011/02/terapi-

bermain.html. [diakses 24 Juni 2019].

Saputro, Heri & Fazrin, Intan (2017) Anak Sakit Wajib Bermain di Rumah Sakit:

Penerapan Terapi Bermain Anak Sakit; Proses, Manfaat dan Pelaksanaannya.

Forum Ilmiah kesehatan (FORIKES). Dapat diakses melalui :

file:///C:/Users/Acer/Downloads/Buku-Ajar-Terapi-Bermain-Anak.pdf

Sikhah. 2018. Bermain Tebak Gambar Ternyata Banyak Manfaatnya. Dapat

diakses melalui : https://bulelengkab.go.id/detail/artikel/bermain-tebak-

gambar-ternyata-banyak-manfaatnya-15

Soetjiningsih. 2010. Tumbuh Kembang Anak. EGC: Jakarta.


Syisnawati, dkk. 2016. Menurunkan kecemasan anak usia sekolah selama

hospitalisasi dengan terapi bermain. Jurnal : Jurnal of Islamic nursing.

Universitas Indonesi. Jakarta.

Wong, Donna L. 2012. Pedoman Klinik Keperawatan Pediatrik Edisi 4. EGC:

Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai