OLEH : KEL. L 19
A. Latar Belakang
Anak adalah sebagai individu yang unik dan mempunyai kebutuhan sesuai
dengan tahap perkembangan, bukan ordes mini, juga bukan merupakan harta atau
kekayaan orang tua yang dapat dinilai secara sosial ekonomi, melainkan masa
depan bangsa yang berhak atas pelayanan kesehatan secara individual. Anak
membutuhkan lingkungan yang dapat memfasilitasi dalam memenuhi kebutuhan
dasarnya dan untuk belajar mandiri. Anak sebagai orang atau manusia yang
mempunyai pikiran, sikap, perasaan dan minat yang berbeda dengan orang dewasa
dengan segala keterbatasan.
Anak sakit yang dirawat di Rumah Sakit umumnya mengalami krisis oleh
karena seorang anak akan mengalami stress akibat terjadi perubahan lingkungan
serta anak mengalami keterbatasan untuk mengatasi stress. Krisis ini dipengaruhi
oleh berbagai hal yaitu usia perkembangan anak, pengalaman masa lalu tentang
penyakit, perpisahan atau perawatan di rumah sakit, support system serta
keseriusan penyakit dan ancaman perawatan. Suatu proses yang memiliki alasan
yang berencana atau darurat sehingga mengharuskan anak untuk tinggal dirumah
sakit, menjalani terapi dan perwatan sampai pemulangannya kembali ke rumah di
namakan hosptalisasi. Selama proses tersebut anak dan orang tua dapat mengalami
kejadian yang menurutbeberapa penelitian ditunjukkan dengan pengalaman
traumatic dan penuh dengan stress. Perasaan yang sering muncul yaitu cemas,
marah, sedih, takut dan rasa bersalah (Wulandari dan erawati, 2016).
Hospitalisasi biasanya memberikan pengalaman yang menakutkan bagi
anak.Misalnya membayangkan dirawat di rumah sakit merupakan suatu hukuman,
dipisahkan, merasa tidak aman dan kemandiriannya terlambat (Wong,
2000).Kecemasan dan stress yang dialami anak saat hospitalisasi dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain faktor dari petugas kesehatan (perawat, dokter dan
tenaga kesehatan lainnya), lingkungan baru dan keluarga yang mendampingi
selama perawatan (Nursalam, dkk, 2008). Biasanya anak akan melontarkan
beberapa pertanyaan karena bingung dan anak tidak mengetahui keadaan di
sekelilingnya. Selain itu, anak juga akan menangis, bingung, khususnya bila keluar
darah atau mengalami nyeri pada anggota tubuhnya. Ditambah lagi, beberapa
prosedur medis dapat membuat anak semakin takut, cemas, dan stres.Semakin
muda usia anak, semakin kurang kemampuannya beradaptasi, sehingga timbul hal
yang menakutkan. Semakin muda usia anak dan semakin lama anak mengalami
hospitalisasi maka dampak psikologis yang terjadi salah satunya adalah
peningkatan kecemasan yanng berhubungan erat dengan perpisahan dengan
saudara atau teman-temannya dan akibat pemindahan dari lingkungan yang sudah
akrab dan sesuai dengannya (Whaley and Wong, 2001).
Terjadinya stres hospitalisasi pada anak dapat berpengaruh terhadap
perawatan anak selama di rumah sakit dan dapat berpengaruh terhadap proses
penyembuhan. Reaksi hospitalisasi yang ditunjukkan oleh anak bersifat individual
dan sangat bergantung pada tahapan usia perkembangan anak, pengalaman
sebelumnya terhadap sakit, sistem pendukung yang tersedia dan kemampuan
koping yang dimiliki (Supartini, 2004). Anak yang mengalami stres selama dalam
masa perawatan, dapat membuat orang tua menjadi stres dan stres orang tua akan
membuat tingkat stres anak semakin meningkat (Supartini, 2004).
Stress yang dialami seorang anak saat dirawat di Rumah Sakit perlu
mendapatkan perhatian dan pemecahannya agar saat di rawat seorang anak
mengetahui dan kooperatif dalam menghadapi permasalahan yang terjadi saat di
rawat. Salah satu cara untuk menghadapi permasalahan terutama mengurangi rasa
stres karena perlukaan atau rasa sakit akibat tindakan invasif yang harus
dilakukannya adalah bermain.
Aktifitas bermain merupakan salah satu stimulus bagi perkembangan anak
secara optimal. Bermain merupakan cara alamiah bagi anak untuk mengungkapkan
konflik dari dirinya. Bermain tidak sekedar mengisi waktu, tetapi merupakan
kebutuhan anak seperti halnya makanan, perawatan, cinta kasih, dan lain
sebagainya. Anak memerlukan berbagai variasi permainan untuk kesehatan fisik,
mental dan perkembangan emosinya.
Terapi bermain adalah suatu bentuk permainan yang direncanakan untuk
membantu anak mengungkapkan perasaannya dalam menghadapi kecemasan dan
ketakutan terhadap sesuatu yang tidak menyenangkan baginya. Bermain pada
masa pra sekolah adalah kegiatan serius, yang merupakan bagian penting dalam
perkembangan tahun-tahun pertama masa kanak-kanak. Hampir sebagian besar
dari waktu mereka dihabiskan untuk bermain (Elizabeth B Hurlock, 2000).Dalam
bermain di rumah sakit mempunyai fungsi penting yaitu menghilangkan
kecemasan, dimana lingkungan rumah sakit membangkitkan ketakutan yang tidak
dapat dihindarkan (Sacharin, 2003).
Dalam kondisi sakit atau anak dirawat di rumah sakit, aktivitas bermain ini
tetap dilaksanakan, namun harus disesuaikan dengan kondisi anak. Pada saat
dirawat di rumah sakit, anak akan mengalami berbagai perasaan yang sangat tidak
menyenangkan, seperti marah, takut, cemas, sedih, dan nyeri. Perasaan tersebut
merupakan dampak dari hospitalisasi yang dialami anak karena menghadapi
beberapa stressor yang ada dilingkungan rumah sakit. Untuk itu, dengan
melakukan permainan anak akan terlepas dari ketegangan dan stress yang
dialaminya karena dengan melakukan permainan anak akan dapat mengalihkan
rasa sakitnya pada permainannya (distraksi) dan relaksasi melalui kesenangannya
melakukan permainan. Terapi bermain diharapkan dapat berpengaruh pada anak
untuk menghilangkan batasan, hambatan dalam diri stress, frustasi serta
mempunyai masalah emosi dengan tujuan mengubah tingkah laku anak yang tidak
sesuai menjadi tingkah laku yang diharapkan dan anak yang sering di ajak bermain
akan lebih kooperatif dan mudah di ajak kerja sama dalam masa perawatan (Yusuf
dkk 2013).
Origami merupakan suatu kegiatan melipat kertas sehingga membentuk
sesuatu, misalnya bentuk hewan, bunga, atau alat transportasi (10). Origami
bermanfaat untuk melatih motorik halus, menumbuhkan motivasi, kreativitas,
keterampilan, dan ketekunan. Bermain origami mengajarkan pada anak membuat
mainannya sendiri, sehingga menciptakan kepuasan dibanding dengan mainan
yang sudah jadi atau dibeli di toko mainan.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di Ruang Rawat Inap Anak
(kronis) dari 10 pasien yang di rawat 7 diantaranya mengatakan merasa takut
ketika banyak tindakan medis. Anak yang dirawat di ruangan anak lantai 3
sebagian besar pasien berada pada usia pra sekolah dan usia sekolah. Berdasarkan
latar belakang di atas untuk mengurangi ketakutan dan kecemasan pada anak,
maka kami akan mengadakan terapi bermain origami dengan sasaran anak usia
prasekolah yaitu 3-6 tahun yang berada di ruang rawat inap anak lantai 3 RSUP
Dr.M. Djamil Padang.
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Anak diharapkan dapat melanjutkan tumbuh kembangnya, mengembang-
kan aktifitas dan kreatifitas melalui pengalaman bermain Origami dan
beradaptasi efektif terhadap stress karena penyakit dan dirawat.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu berinteraksi dengan orang lain.
d. Mampu meyelesaikan lipatan origami hingga tahap akhir sesuai bentuk yang
diinginkan
BAB II
TINJAUAN TEORI
D. Reaksi Hospitalisasi
1. Perawatan di rumah sakit memaksakan meninggalkan lingkungan yang
dicintai, keluarga, kelompok sosial sehingga menimbulkan kecemasan
2. Kehilangan kontrol berdampak pada perubahan peran dalam keluarga,
kehilangan kelompok sosial, perasaan takut mati, kelemahan fisik
3. Reaksi nyeri bisa digambarkan dengan verbal dan non verbal
BAB III
KEGIATAN BERMAIN
A. Rancangan bermain
Kegiatan terapi bermain yang kelompok buat kali ini bertema “mengurangi
stress efek Hospitalisasi”.Kegiatan ini anak diajak untuk bermain origami yang sudah
disediakan sebagai bentuk keceriaan walaupun dalam rawatan.
C. Sasaran
a. Kelompok anak usia 3 sampai 6 tahun
b. Kriteria inklusi:
1. Anak usia 3 sampai 6 tahun
2. Anak yang di rawat inap
3. Anak yang tidak memiliki masalah intoleransi aktivitas
4. Anak dengan kemampuan baik dalam mengikuti terapi bermain
Kriteria ekslusi :
1. Anak yang terpasang infus
2. Anak yang terpasang kateter
3. Anak yang terpasang oksigen
Waktu yang dipilih untuk memberikan permainan ini pada anak, yaitu pada
saat anak tersebut sedang santai, atau tidak pada waktu makan dan tidur, lamanya
bermain adalah sekitar 30 menit untuk menghindari anak merasa bosan dengan
permainan tersebut.
E. Pengorganisasian
1. Penanggung Jawab :Rezi Norita
2. Moderator :Ristika Wulandari, S.Kep
3. Presenter :Isra Jumaira, S.Kep
4. Observer :Indah Lestari, S.Kep
Enggli Aswadeya, S. Kep
Maranne Lusi Oktaviani, S. Kep
5. Fasilitator :Ahmad Adi Trianto, S.Kep
Widyarti Yerika, S.Kep
Fenita Rahmayanti, S.Kep
Witri Afriyenti, S.Kep
Nia RahmanandhaPutri, S. Kep
F. Pembagian Tugas
a. Moderator :
Peran Moderator
2) Auxilery Ego, sebagai penopang bagi anggota yang terlalu lemah atau
mendominasi
dengan cara memberi motivasi kepada anggota untuk terlibat dalam kegiatan
b. Presentator
Peran Presentator
c. Fasilitator :
Peran Fasilitator
d. Observer :
Peran Observer
bermain
F. Setting tempat
Keterangan :
: Presentator : Observer
G. Susunan Kegiatan
No Waktu Terapis Anak Ket
1 5 menit Pembukaan :
1. Moderator membuka dan Menjawab salam
mengucapkan salam
2. Memperkenalkan diri terapis Mendengarkan
3. Memperkenalkan pembimbing Mendengarkan
4. Meminta anak untuk Memperkenalkan diri
memperkenalkan diri
5. Menjelaskan tujuan kegiatan Mendengarkan
6. Kontrak waktu dengan anak Mendengarkan
7. Mempersilahkan Penyaji Mendengarkan
menjelaskan aturan main lipat
origami
2 20 Kegiatan bermain :
menit
1. Penyaji menjelaskan cara Mendengarkan
permainan
2. Menyebutkan tahap awal Menerima permainan
sampai selesai lipat origami dan Bermain
sambil diikuti anak
3. Fasilitator memotivasi anak Bermain
untuk mengikuti tahap lipat
origami yang dicontohkan
penyaji
4. Fasilitator memperhatikan Bermain
respon anak saat melipat
origami
5. Menanyakan perasaan untuk Mengungkapkan
mngetahui kondisi anak perasaan
3 5 menit Penutup :
1. Penyaji menghentikan Selesai bermain
permainan dan menyerahkan
ke moderator
2. Menanyakan perasaan anak Mengungkapkan
setelah bermain origami perasaan
3. Memberikan reinforcement Senang
positif kepada anak
4. Memberikan hadiah pada anak Senang
yang mampu menyelesaikan
origami sesuai bentuk yang
diinginkan
5. Membagikan souvenir/kenang- Senang
kenangan pada semua anak
yang bermain
6. Menanyakan perasaan anak Mengungkapkan
perasaan
7. Moderator menutup acara Mendengarkan
8. Mengucapkan salam Menjawab salam
H. Evaluasi
a. Evaluasi struktur yang diharapkan :
1. Alat-alat yang digunakan lengkap
2. Kegiatan yang direncanakan dapat terlaksana
b. Evaluasi proses yang diharapkan
1. Terapi dapat berjalan dengan lancar
2. Anak dapat mengikuti terapi bermain dengan baik
3. Tidak adanya hambatan saat melakukan terapi
4. Semua anggota kelompok dapat bekerja sama dan bekerja sesuai
tugasnya
c. Evaluasi hasil yang diharapkan
1. Anak mampu untuk berinteraksi dengan teman sebaya walaupun dalam
rawatan
2. Anak dapat menyatakan perasaan senang saat dilakukan terapi akivitas
kelompok origami
3. Anak tidak merasa takut, tidak sedih dan tidak tegang selama
menjalani perawatan di RS
4. Anak dapat menyelesaikan lipatan origami sesuai bentuk yang
diinginkan
5. Orang tua mengungkapkan manfaat yang dirasakan dengan aktifitas
bermain
Beri tanda ceklis pada kolom ya / tidak, kalau tindakan dilakukan sesuai proses
beri tanda ceklis di kolom ‘ya’, jika tidak dilakukan beritanda ceklis di kolom
‘tidak’.
sesuai
Evaluasi proses
Moderator
Presenter
Fasilitator
Observator
Evaluasi hasil
Tujuan tercapai
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
1. Orang tua
Sebaiknya orang tua lebih selektif dalam memilih permainan bagi anak agar anak
dapat tumbuh dengan optimal. Pemilihan permainan yang tepat dapat menjadi
poin penting dari stimulus yang akan didapat dari permainan tersebut. Faktor
keamanan dari permainan yang dipilih juga harus tetap diperhatikan.
2. Rumah Sakit
Sebagai tempat pelayanan kesehatan, sebaiknya rumah sakit dapat
meminimalkan trauma yang akan anak dapatkan dari hospitalisasi dengan
menyediakan ruangan khusus untuk melakukan tindakan.
3. Mahasiswa
Mahasiswa diharapkan dapat tetap membantu anak untuk mengurangi dampak
hospitalisasi dengan terapi bermain yang sesuai dengan tahap tumbuh kembang
anak. Karena dengan terapi bermain yang tepat, maka anak dapat terus
melanjutkan tumbuh kembang anak walaupun dirumah sakit.
DAFTAR PUSTAKA
Selemba Medika
Medika.
Internet.http://klinis.wordpress.com/2007/08/30/penerapan-terapi-bermain-bagi-
penyandang-autisme-1/.