Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perdarahan setelah melahirkan atau post partum hemorrhagic (PPH)
adalah konsekuensi perdarahan berlebihan dari tempat implantasi plasenta,
trauma di traktus genitalia dan struktur sekitarnya, atau keduanya. Diperkirakan
ada 14 juta kasus perdarahan dalam kehamilan setiap tahunnya paling sedikit
128.000 wanita mengalami perdarahan sampai meninggal. Sebagian besar
kematian tersebut terjadi dalam waktu 4 jam setelah melahirkan. Di Inggris
(2000), separuh kematian ibu hamil akibat perdarahan disebabkan oleh
perdarahan post partum.
Di Indonesia, Sebagian besar persalinan terjadi tidak di rumah sakit,
sehingga sering pasien yang bersalin di luar kemudian terjadi perdarahan post
partum terlambat sampai ke rumah sakit, saat datang keadaan
umum/hemodinamiknya sudah memburuk, akibatnya mortalitas tinggi. Menurut
Depkes RI, kematian ibu di Indonesia (2002) adalah 650 ibu tiap 100.000
kelahiran hidup dan 43% dari angka tersebut disebabkan oleh perdarahan post
partum.
Apabila terjadi perdarahan yang berlebihan pasca persalinan harus dicari
etiologi yang spesifik. Atonia uteri, retensio plasenta (termasuk plasenta akreta
dan variannya), sisa plasenta, dan laserasi traktus genitalia merupakan penyebab
sebagian besar perdarahan post partum. Dalam 20 tahun terakhir, plasenta akreta
mengalahkan atonia uteri sebagai penyebab tersering perdarahan post partum
yang keparahannya mengharuskan dilakukan tindakan histerektomi. Laserasi
traktus genitalia yang dapat terjadi sebagai penyebab perdarahan post partum
antara lain laserasi perineum, laserasi vagina, cedera levator ani da cedera pada
serviks uteri.

1
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu menerapkan asuhan keperawatan klien dengan pendarahan post
partum.
2. Tujuan Khusus
a. Dapat melakukan pengkajian secara langsung pada klien pendarahan post
partum.
b. Dapat merumuskan masalah dan membuat diagnosa keperawatan pada
klien pendarahan post partum.
c. Dapat membuat perencanaan pada klien pendarahan post partum.
d. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan dan mampu mengevaluasi
tindakan yang telah dilakukan pada klien pendarahan post partum.

2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

I. Defenisi
Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml selama
24 jam setelah anak lahir. Termasuk perdarahan karena retensio plasenta.
Perdarahan post partum adalah perdarahan dalam kala IV lebih dari 500-600 cc
dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir (Prof. Dr. Rustam Mochtar, MPH,
1998). Haemoragic Post Partum (HPP) adalah hilangnya darah lebih dari 500 ml
dalam 24 jam pertama setelah lahirnya bayi (Williams, 1998). HPP biasanya
kehilangan darah lebih dari 500 ml selama atau setelah kelahiran (Marylin E
Dongoes, 2001).
Perdarahan Post partum diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:
- Early Postpartum
Terjadi 24 jam pertama setelah bayi lahir
- Late Postpartum
Terjadi lebih dari 24 jam pertama setelah bayi lahir
Tiga hal yang harus diperhatikan dalam menolong persalinan dengan
komplikasi perdarahan post partum :
1. Menghentikan perdarahan.
2. Mencegah timbulnya syok.
3. Mengganti darah yang hilang.
Frekuensi perdarahan post partum 4/5-15 % dari seluruh persalinan.
Berdasarkan penyebabnya :
1. Atoni uteri (50-60%).
2. Retensio plasenta (16-17%).
3. Sisa plasenta (23-24%).
4. Laserasi jalan lahir (4-5%).
5. Kelainan darah (0,5-0,8%).

3
II. Etiologi
Penyebab umum perdarahan postpartum adalah:
1. Atonia Uteri
2. Retensi Plasenta
3. Sisa Plasenta dan selaput ketuban
- Pelekatan yang abnormal (plasaenta akreta dan perkreta)
- Tidak ada kelainan perlekatan (plasenta seccenturia)
4. Trauma jalan lahir
a. Episiotomi yang lebar
b. Lacerasi perineum, vagina, serviks, forniks dan rahim
c. Rupture uteri
5. Penyakit darah
Kelainan pembekuan darah misalnya afibrinogenemia/hipofibrinogenemia
Tanda yang sering dijumpai :
- Perdarahan yang banyak.
- Solusio plasenta.
- Kematian janin yang lama dalam kandungan.
- Pre eklampsia dan eklampsia.
- Infeksi, hepatitis dan syok septik.
6. Hematoma
7. Inversi Uterus
8. Subinvolusi Uterus

Hal-hal yang dicurigai akan menimbulkan perdarahan pasca persalinan, yaitu;

 Riwayat persalinan yang kurang baik, misalnya:


1. Riwayat perdarahan pada persalinan yang terdahulu.
2. Grande multipara (lebih dari empat anak).
3. Jarak kehamilan yang dekat (kurang dari dua tahun).
4. Bekas operasi Caesar.

4
5. Pernah abortus (keguguran) sebelumnya.
 Hasil pemeriksaan waktu bersalin, misalnya:
1. Persalinan/kala II yang terlalu cepat, sebagai contoh setelah
ekstraksi vakum, forsep.
2. Uterus terlalu teregang, misalnya pada hidramnion, kehamilan
kembar, anak besar.
3. Uterus yang kelelahan, persalinan lama.
4. Uterus yang lembek akibat narkosa.
5. Inversi uteri primer dan sekunder.

III. Manifestasi Klinis


Gejala Klinis umum yang terjadic adalah kehilangan darah dalam jumlah
yang banyak (> 500 ml), nadi lemah, pucat, lochea berwarna merah, haus,
pusing, gelisah, letih, dan dapat terjadi syok hipovolemik, tekanan darah rendah,
ekstremitas dingin, mual.
Gejala Klinis berdasarkan penyebab:
a. Atonia Uteri:
Gejala yang selalu ada: Uterus tidak berkontraksi dan lembek dan
perdarahan segera setelah anak lahir (perarahan postpartum primer).
Gejala yang kadang-kadang timbul: Syok (tekanan darah rendah,
denyut nadi cepat dan kecil, ekstremitas dingin, gelisah, mual dan
lain-lain)
b. Robekan jalan lahir
Gejala yang selalu ada: perdarahan segera, darah segar mengalir
segera setelah bayi lahir, kontraksi uteru baik, plasenta baik. Gejala
yang kadang-kadang timbul: pucat, lemah, menggigil.
c. Retensio plasenta
Gejala yang selalu ada: plasenta belum lahir setelah 30 menit,
perdarahan segera, kontraksi uterus baik. Gejala yang kadang-

5
kadang timbul: tali pusat putus akibat traksi berlebihan, inversi uteri
akibat tarikan, perdarahan lanjutan
d. Tertinggalnya plasenta (sisa plasenta)
Gejala yang selalu ada : plasenta atau sebagian selaput
(mengandung pembuluh darah ) tidak lengkap dan perdarahan
segera. Gejala yang kadang-kadang timbul: Uterus berkontraksi baik
tetapi tinggi fundus tidak berkurang.
e. Inversio uterus
Gejala yang selalu ada: uterus tidak teraba, lumen vagina terisi
massa, tampak tali pusat (jika plasenta belum lahir), perdarahan
segera, dan nyeri sedikit atau berat. Gejala yang kadang-kadang
timbul: Syok neurogenik dan pucat

IV. Patofisiologi
Dalam persalinan pembuluh darah yang ada di uterus melebar untuk
meningkatkan sirkulasi ke sana, atoni uteri dan subinvolusi uterus menyebabkan
kontraksi uterus menurun sehingga pembuluh darah-pembuluh darah yang
melebar tadi tidak menutup sempurna sehingga perdarahan terjadi terus
menerus. Trauma jalan lahir seperti epiostomi yang lebar, laserasi perineum,
dan rupture uteri juga menyebabkan perdarahan karena terbukanya pembuluh
darah, penyakit darah pada ibu; misalnya afibrinogemia atau hipofibrinogemia
karena tidak ada atau kurangnya fibrin untuk membantu proses pembekuan
darah juga merupakan penyebab dari perdarahan postpartum. Perdarahan yang
sulit dihentikan bisa mendorong pada keadaan shock hemoragik.
Perbedaan perdarahan pasca persalinan karena atonia uteri dan robekan
jalan lahir adalah:

 Atonia uteri (sebelum/sesudah plasenta lahir).


1. Kontraksi uterus lembek, lemah, dan membesar (fundus uteri masih
tinggi.

6
2. Perdarahan terjadi beberapa menit setelah anak lahir.
3. Bila kontraksi lemah, setelah masase atau pemberian uterotonika,
kontraksi yang lemah tersebut menjadi kuat.
 Robekan jalan lahir (robekan jaringan lunak).
1. Kontraksi uterus kuat, keras dan mengecil.
2. Perdarahan terjadi langsung setelah anak lahir. Perdarahan ini terus-
menerus. Penanganannya, ambil spekulum dan cari robekan.
3. Setelah dilakukan masase atau pemberian uterotonika langsung uterus
mengeras tapi perdarahan tidak berkurang.

Perdarahan Postpartum akibat Atonia Uteri

Perdarahan postpartum dapat terjadi karena terlepasnya sebagian


plasenta dari rahim dan sebagian lagi belum; karena perlukaan pada jalan lahir
atau karena atonia uteri. Atoni uteri merupakan sebab terpenting perdarahan
postpartum.

Atonia uteri dapat terjadi karena proses persalinan yang lama;


pembesaran rahim yang berlebihan pada waktu hamil seperti pada hamil
kembar atau janin besar; persalinan yang sering (multiparitas) atau anestesi
yang dalam. Atonia uteri juga dapat terjadi bila ada usaha mengeluarkan
plasenta dengan memijat dan mendorong rahim ke bawah sementara plasenta
belum lepas dari rahim.

Perdarahan yang banyak dalam waktu pendek dapat segera diketahui.


Tapi bila perdarahan sedikit dalam waktu lama tanpa disadari penderita telah
kehilangan banyak darah sebelum tampak pucat dan gejala lainnya. Pada
perdarahan karena atonia uteri, rahim membesar dan lembek.

Terapi terbaik adalah pencegahan. Anemia pada kehamilan harus


diobati karena perdarahan yang normal pun dapat membahayakan seorang ibu
yang telah mengalami anemia. Bila sebelumnya pernah mengalami

7
perdarahan postpartum, persalinan berikutnya harus di rumah sakit. Pada
persalinan yang lama diupayakan agar jangan sampai terlalu lelah. Rahim
jangan dipijat dan didorong ke bawah sebelum plasenta lepas dari dinding
rahim.

Pada perdarahan yang timbul setelah janin lahir dilakukan upaya


penghentian perdarahan secepat mungkin dan mengangatasi akibat
perdarahan. Pada perdarahan yang disebabkan atonia uteri dilakukan massage
rahim dan suntikan ergometrin ke dalam pembuluh balik. Bila tidak memberi
hasil yang diharapkan dalam waktu singkat, dilakukan kompresi bimanual
pada rahim, bila perlu dilakukan tamponade utero vaginal, yaitu dimasukkan
tampon kasa kedalam rahim sampai rongga rahim terisi penuh. Pada
perdarahan postpartum ada kemungkinann dilakukan pengikatan pembuluh
nadi yang mensuplai darah ke rahim atau pengangkatan rahim.

Gambar 1. Perdarahan Postpartum Akibat Atonia Uteri

8
Adapun Faktor predisposisi terjadinya atonia uteri : Umur, Paritas,
Partus lama dan partus terlantar, Obstetri operatif dan narkosa, Uterus terlalu
regang dan besar misalnya pada gemelli, hidramnion atau janin besar,
Kelainan pada uterus seperti mioma uterii, uterus couvelair pada solusio
plasenta, Faktor sosio ekonomi yaitu malnutrisi.

Perdarahan Pospartum akibat Retensio Plasenta

Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir selama 1


jam setelah bayi lahir. Penyebab retensio plasenta :

1. Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena melekat dan


tumbuh lebih dalam. Menurut tingkat perlekatannya :
a. Plasenta adhesiva : plasenta yang melekat pada desidua
endometrium lebih dalam.
b. Plasenta inkreta : vili khorialis tumbuh lebih dalam dan
menembus desidua endometrium sampai ke miometrium.
c. Plasenta akreta : vili khorialis tumbuh menembus miometrium
sampai ke serosa.
d. Plasenta perkreta : vili khorialis tumbuh menembus serosa
atau peritoneum dinding rahim.

2. Plasenta sudah terlepas dari dinding rahim namun belum keluar


karena atomi uteri atau adanya lingkaran konstriksi pada bagian
bawah rahim (akibat kesalahan penanganan kala III) yang akan
menghalangi plasenta keluar (plasenta inkarserata). Bila plasenta
belum lepas sama sekali tidak akan terjadi perdarahan tetapi bila
sebagian plasenta sudah lepas maka akan terjadi perdarahan. Ini
merupakan indikasi untuk segera mengeluarkannya. Plasenta

9
mungkin pula tidak keluar karena kandung kemih atau rektum
penuh. Oleh karena itu keduanya harus dikosongkan.

Perdarahan Postpartum akibat Subinvolusi

Subinvolusi adalah kegagalan uterus untuk mengikuti pola normal


involusi, dan keadaan ini merupakan salah satu dari penyebab terumum
perdarahan pascapartum. Biasanya tanda dan gejala subinvolusi tidak
tampak, sampai kira-kira 4 hingga 6 minggu pascapartum. Fundus uteri
letaknya tetap tinggi di dalam abdomen/ pelvis dari yang diperkirakan.
Keluaran lokia seringkali gagal berubah dari bentuk rubra ke bntuk serosa,
lalu ke bentuk lokia alba. Lokia bisa tetap dalam bentuk rubra, atau kembali
ke bentuk rubra dalam beberapa hari pacapartum. Lokia yang tetap bertahan
dalam bentuk rubra selama lebih dari 2 minggu pascapatum sangatlah perlu
dicurigai terjadi kasus subinvolusi. Jumlah lokia bisa lebih banyak dari pada
yang diperkirakan. Leukore, sakit punggung, dan lokia berbau menyengat,
bisa terjadi jika ada infeksi. Ibu bisa juga memiliki riwayat perdarahan yang
tidak teratur, atau perdarahan yang berlebihan setelah kelahiran.

Perdarahan Postpartum akibat Inversio Uteri

Inversio Uteri adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau
seluruhnya masuk ke dalam kavum uteri. Uterus dikatakan mengalami
inverse jika bagian dalam menjadi di luar saat melahirkan plasenta. Reposisi
sebaiknya segera dilakukan dengan berjalannya waktu, lingkaran konstriksi
sekitar uterus yang terinversi akan mengecil dan uterus akan terisi darah.

10
Pembagian inversio uteri :

1. Inversio uteri ringan : Fundus uteri terbalik menonjol ke dalam


kavum uteri namun belum keluar dari ruang rongga rahim.
2. Inversio uteri sedang : Terbalik dan sudah masuk ke dalam vagina.
3. Inversio uteri berat : Uterus dan vagina semuanya terbalik dan
sebagian sudah keluar vagina.

Penyebab inversio uteri :

1. Spontan : grande multipara, atoni uteri, kelemahan alat kandungan,


tekanan intra abdominal yang tinggi (mengejan dan batuk).
2. Tindakan : cara Crade yang berlebihan, tarikan tali pusat, manual
plasenta yang dipaksakan, perlekatan plasenta pada dinding rahim.

Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya inversio uteri :

1. Uterus yang lembek, lemah, tipis dindingnya.


2. Tarikan tali pusat yang berlebihan.

Frekuensi inversio uteri : angka kejadian 1 : 20.000 persalinan. Gejala


klinis inversio uteri :

- Dijumpai pada kala III atau post partum dengan gejala nyeri yang hebat,
perdarahan yang banyak sampai syok. Apalagbila plasenta masih melekat
dan sebagian sudah ada yang terlepas dan dapat terjadi strangulasi dan
nekrosis.

11
- Pemeriksaan dalam :

1) Bila masih inkomplit maka pada daerah simfisis uterus teraba fundus
uteri cekung ke dalam.
2) Bila komplit, di atas simfisis uterus teraba kosong dan dalam vagina
teraba tumor lunak.
3) Kavum uteri sudah tidak ada (terbalik).

Perdarahan Postpartum Akibat Hematoma

Hematoma terjadi karena kompresi yang kuat disepanjang traktus


genitalia, dan tampak sebagai warna ungu pada mukosa vagina atau perineum
yang ekimotik. Hematoma yang kecil diatasi dengan es, analgesic dan
pemantauan yang terus menerus. Biasanya hematoma ini dapat diserap
kembali secara alami.

Perdarahan Postpartum akibat Laserasi /Robekan Jalan Lahir

Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari


perdarahan postpartum. Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri.
Perdarahan postpartum dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya
disebabkan oleh robelan servik atau vagina.

a. Robekan Serviks
Persalinan Selalu mengakibatkan robekan serviks sehingga servik
seorang multipara berbeda dari yang belum pernah melahirkan
pervaginam. Robekan servik yang luas menimbulkan perdarahan dan
dapat menjalar ke segmen bawah uterus. Apabila terjadi perdarahan
yang tidak berhenti, meskipun plasenta sudah lahir lengkap dan

12
uterus sudah berkontraksi dengan baik, perlu dipikirkan perlukaan
jalan lahir, khususnya robekan servik uteri

b. Robekan Vagina
Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum
tidak sering dijumpai. Mungkin ditemukan setelah persalinan biasa,
tetapi lebih sering terjadi sebagai akibat ekstraksi dengan cunam,
terlebih apabila kepala janin harus diputar. Robekan terdapat pada
dinding lateral dan baru terlihat pada pemeriksaan speculum.

c. Robekan Perineum
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama
dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum
umumnya terjadi digaris tengah dan bisa menjadi luas apabila kepala
janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa,
kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan ukuran yang
lebih besar daripada sirkum ferensia suboksipito bregmatika

Laserasi pada traktus genitalia sebaiknya dicurigai, ketika terjadi


perdarahan yang berlangsung lama yang menyertai kontraksi uterus yang
kuat.

V. Pemeriksaan Penunjang
a. Golongan darah : menentukan Rh, ABO dan percocokan silang
b. Jumlah darah lengkap : menunjukkan penurunan Hb/Ht dan peningkatan
jumlah sel darah putuih (SDP). (Hb saat tidak hamil:12-16gr/dl, saat hamil:
10-14gr/dl. Ht saat tidak hamil:37%-47%, saat hamil:32%-42%. Total SDP
saat tidak hamil 4.500-10.000/mm3. saat hamil 5.000-15.000)

13
c. Kultur uterus dan vagina : mengesampingkan infeksi pasca partum
d. Urinalisis : memastikan kerusakan kandung kemih
e. Profil koagulasi : peningkatan degradasi, kadar produk fibrin/produk split
fibrin (FDP/FSP), penurunan kadar fibrinogen : masa tromboplastin partial
diaktivasi, masa tromboplastin partial (APT/PTT), masa protrombin
memanjang pada KID. Sonografi : menentukan adanya jaringan plasenta
yang tertahan

VI. Terapi
Dengan adanya perdarahan yang keluar pada kala III, bila tidak berkontraksi
dengan kuat, uterus harus diurut :
 Pijat dengan lembut boggi uterus, sambil menyokong segmen uterus
bagian bawah untuk menstimulasi kontraksi dan kekuatan penggumpalan.
Waspada terhadap kekuatan pemijatan. Pemijatan yang kuat dapat
meletihkan uterus, mengakibatkan atonia uteri yang dapat menyebabkan
nyeri. Lakukan dengan lembut. Perdarahan yang signifikan dapat terjadi
karena penyebab lain selain atoni uteri.
 Dorongan pada plasenta diupayakan dengan tekanan manual pada fundus
uteri. Bila perdarahan berlanjut pengeluaran plasenta secara manual harus
dilakukan.
 Pantau tipe dan jumlah perdarahan serta konsistensi uterus yang menyertai
selama berlangsungnya hal tersebut. Waspada terhadap darah yang
berwarna merah dan uterus yang relaksasi yang berindikasi atoni uteri atau
fragmen plasenta yang tertahan. Perdarahan vagina berwarna merah terang
dan kontra indikasi uterus, mengindikasikan perdarahan akibat adanya
laserasi.
 Berikan kompres es salama jam pertama setelah kelahiran pada ibu yang
beresiko mengalami hematoma vagina. Jika hematoma terbentuk, gunakan
rendam duduk setelah 12 jam.

14
 Pertahankan pemberian cairan IV dan mulai cairan IV kedua dengan
ukuran jarum 18, untuk pemberian produk darah, jika diperlukan. Kirim
contoh darah untuk penentuan golongan dan pemeriksaan silang, jika
pemeriksaan ini belum dilakukan diruang persalinan.
 Pemberian 20 unit oksitodin dalam 1000 ml larutan RL atau saline normal,
terbukti efektif bila diberikan infus intra vena + 10 ml/mnt bersama
dengan mengurut uterus secara efektif
 Bila cara diatas tidak efektif, ergonovine 0,2 mg yang diberikan secara IV,
dapat merangsang uterus untuk berkontraksi dan berelaksasi dengan baik,
untuk mengatasi perdarahan dari tempat implantasi plasenta.
 Pantau asupan dan haluaran cairan setiap jam. Pada awalnya masukan
kateter foley untuk memastikan keakuratan perhitungan haluaran.
 Berikan oksigen malalui masker atau nasal kanula. Dengan laju 7-10
L/menit bila terdapat tanda kegawatan pernafasan.

Terapi Perdarahan Postpartum karena Atonia

Bila terjadi perdarahan sebelum plasenta lahir (Retensia plasenta), ibu


harus segera minta pertolongan dokter rumah sakit terdekat. Untuk daerah
terpencil dimana terdapat bidan, maka bidan dapat melakukan tindakan
dengan urutan sebagai berikut:

 Pasang infus.
 Pemberian uterotonika intravena tiga hingga lima unit oksitosina atau
ergometrin 0,5 cc hingga 1 cc.
 Kosongkan kandung kemih dan lakukan masase ringan di uterus.
 Keluarkan plasenta dengan perasat Crede, bila gagal, lanjutkan dengan;
 Plasenta manual (seyogyanya di rumah sakit).
 Periksa apakah masih ada plasenta yang tertinggal. Bila masih berdarah;

15
 Dalam keadaan darurat dapat dilakukan penekanan pada fundus uteri atau
kompresi aorta.

Bila perdarahan terjadi setelah plasenta lahir, dapat dilakukan:

 Pemberian uterotonika intravena.


 Kosongkan kandung kemih.
 Menekan uterus-perasat Crede.
 Tahan fundus uteri/(fundus steun) atau kompresi aorta.

Tentu saja, urutan di atas dapat dilakukan jika fasilitas dan kemampuan
penolong memungkinkan. Bila tidak, rujuk ke rumah sakit yang mampu melakukan
operasi histerektomi, dengan terlebih dahulu memberikan uterotonika intravena
serta infus cairan sebagai pertolongan pertama.

Perdarahan postpartum akibat laserasi/ Robekan Jalan Lahir

Perdarahan pasca persalinan yang terjadi pada kontraksi uterus yang kuat,
keras, bisa terjadi akibat adanya robekan jalan lahir (periksa dengan spekulum dan
lampu penerangan yang baik-red). Bila sudah dapat dilokalisir dari perdarahannya,
jahitlah luka tersebut dengan menggunakan benang katgut dan jarum bulat.

Untuk robekan yang lokasinya dalam atau sulit dijangkau, berilah tampon
pada liang senggama/vagina dan segera dirujuk dengan terlebih dahulu memasang
infus dan pemberian uterotonika intravena.

VII. Pemeriksaan Fisik


a. Pemeriksaan tanda-tanda vital
1) Suhu badan

16
Suhu biasanya meningkat sampai 380 C dianggap normal. Setelah satu
hari suhu akan kembali normal (360 C – 370 C), terjadi penurunan
akibat hipovolemia

2) Nadi
Denyut nadi akan meningkat cepat karena nyeri, biasanya terjadi
hipovolemia semakin berat.

3) Tekanan darah
Tekanan darah biasanya stabil, memperingan hipovolemia

4) Pernafasan
Bila suhu dan nadi tidak normal, pernafasan juga menjadi tidak normal.

b. Pemeriksaan Khusus
Observasi setiap 8 jam untuk mendeteksi adanya tanda-tanda komplikasi
dengan mengevaluasi sistem dalam tubuh. Pengkajian ini meliputi :

1. Nyeri/ketidaknyamanan
Nyeri tekan uterus (fragmen-fragmen plasenta tertahan)

Ketidaknyamanan vagina/pelvis, sakit punggung (hematoma)

2. Sistem vaskuler
 Perdarahan di observasi tiap 2 jam selama 8 jam 1,
kemudian tiap 8 jam berikutnya
 Tensi diawasi tiap 8 jam
 Apakah ada tanda-tanda trombosis, kaki sakit, bengkak dan
merah
 Haemorroid diobservasi tiap 8 jam terhadap besar dan
kekenyalan

17
 Riwayat anemia kronis, konjungtiva anemis/sub anemis,
defek koagulasi kongenital, idiopatik trombositopeni
purpura.

3. Sistem Reproduksi
a. Uterus diobservasi tiap 30 menit selama empat hari post
partum, kemudian tiap 8 jam selama 3 hari meliputi tinggi
fundus uteri dan posisinya serta konsistensinya
b. Lochea diobservasi setiap 8 jam selama 3 hari terhadap
warna, banyak dan bau
c. Perineum diobservasi tiap 8 jam untuk melihat tanda-tanda
infeksi, luka jahitan dan apakah ada jahitannya yang lepas
d. Vulva dilihat apakah ada edema atau tidak
e. Payudara dilihat kondisi areola, konsistensi dan kolostrum
f. Tinggi fundus atau badan terus gagal kembali pada ukuran
dan fungsi sebelum kehamilan (sub involusi)

4. Traktus urinarius
Diobservasi tiap 2 jam selama 2 hari pertama. Meliputi miksi
lancar atau tidak, spontan dan lain-lain

5. Traktur gastro intestinal


Observasi terhadap nafsu makan dan obstipasi

6. Integritas Ego
Mungkin cemas, ketakutan dan khawatir

18
VIII. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
Sering terjadi pada ibu usia di bawah 20 tahun dan di atas 35 tahun.
b. Keluhan utama
Perdarahan dari jalan lahir, badan lemah, limbung, keluar keringat dingin,
kesulitan nafas, pusing, pandangan berkunang-kunang.
c. Riwayat kehamilan dan persalinan
Riwayat hipertensi dalam kehamilan, preeklamsi / eklamsia, bayi besar,
gamelli, hidroamnion, grandmultigravida, primimuda, anemia, perdarahan saat
hamil. Persalinan dengan tindakan, robekan jalan lahir, partus precipitatus,
partus lama / kasep, chorioamnionitis, induksi persalinan, manipulasi kala II
dan III.
d. Riwayat kesehatan
Kelainan darah dan hipertensi
e. Pengkajian fisik :
1) Tanda vital :
 Tekanandarah : Normal / turun (110/70-120/80 mmHg)
 Nadi : Normal / meningkat (60-100x/menit)
 Pernafasan : Normal / meningkat (16-24x/menit)
 Suhu : Normal / meningkat (36-37,50 C)
2) Kesadaran : Normal / turun
3) Fundus uteri / abdomen : lembek / keras, subinvolusi
4) Kulit : Dingin, berkeringat, kering, hangat, pucat, capilary refill time
memanjang
5) Pervaginam : Keluar darah, robekan, lochea (jumlah dan jenis)
6) Kandung kemih : distensi, produksi urin menurun / berkurang.

19
2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko syok hipovolemik b/d perdarahan aktif pasca persalinan, berkurangnya
jumlah cairan intravaskuler.
b. Ketidak efektifan perfusi jaringan perifer b/d penurunan jumlah haemoglobin
dalam darah, perdarahan pasca persalinan.
c. Nyeri akut b/d terputusnya kontinuitas jaringan, luka pasca operasi.
d. Resiko infeksi b/d luka pasca operasi.

3. Intervensi Keperawatan
a.Resiko syok hipovolemik b/d perdarahan aktif pasca persalinan, berkurangnya
jumlah cairan intravaskuler.
NOC : tidak terjadi syok
NIC :
1) Monitor keadaan umum, dan TTV
2) Monitor tanda-tanda awal syok.
3) Monitor tanda inadekuat oksigenasi jaringan.
4) Monitor nilai input dan output (balance cairan).
5) Monitor adanya tanda-tanda hipoksia.
6) Pantau nilai laborat :Hb. Ht, AGD, elektrolit.
7) Pertahankan kepatenan jalan napas.
8) Batasi aktivitas / anjurkan untuk bedrest.
9) Berikan cairan parenteral : infuse.
10) Kolaborasi pemberian obat sesuai advis.

b.Ketidak efektifan perfusi jaringan perifer b/d penurunan jumlah haemoglobin


dalam darah, perdarahan pasca persalinan.
NOC : perfusi jaringan adekuat / efektif
NIC :
1) Monitor keadaan umum, dan TTV

20
2) Monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap panas/ dingin/
tajam/ tumpul
3) Monitor adanya paretese.
4) Monitor adanya tanda-tanda hipoksia.
5) Batasi aktivitas / anjurkan untuk bedrest.
6) Berikan cairan parenteral : infuse.
7) Kolaborasi pemberian obat sesuai advis
a. Nyeri akut b/d terputusnya kontinuitas jaringan, luka pasca operasi.
NOC : nyeri berkurang / hilang
NIC :
1) Lakukan pengkajian nyeri dengan PQRST.
2) Monitor keadaan umum, dan TTV.
3) Monitor skala nyeri.
4) Ajarkan teknik relaksasi dan distraksi.
5) Kolaborasi pemberian obat analgetik sesuai advis.
b. Resiko infeksi b/d porte de entre, luka pasca operasi.
NOC : tidak terjadi infeksi
NIC :
1) Monitor keadaan umum, dan TTV
2) Pantau tanda-tanda infeksi.
3) Lakukan hecting luka.
4) Melakukan perawatan luka (ganti balut).
5) Lakukan tindakan dengan prosedur aseptic.
6) Gunakan alat pelindung diri (APD).
7) Batasi pengunjung yang datang.
8) Kolaborasi pemberian antibiotic sesuai advis.

4. Pelaksanaan
Penanganan perdarahan pasca persalinan pada prinsipnya adalah hentikan
perdarahan, cegah/ atasi syok, ganti darah yang hilang dengan di beri infus

21
cairan (larutan garam fisiologis, plasma ekspander, Dextran-L, dan sebagainya),
transfuse darah, kalau perlu oksigen. Walaupun demikian, terapi terbaik adalah
pencegahan. Mencegah atau sekurang-kurangnya bersiap siaga pada kasus
kasus yang disangka akan terjadi perdarahan adalah penting. Tindakan
pencegahan tidak saja dilakukan sewaktu bersalin, namun sudah dimulai sejak
ibu hamil dengan melakukan "antenatal care" yang baik. Ibu-ibu yang
mempunyai predisposisi atau riwayat perdarahan post partum sangat dianjurkan
untuk bersalin di Rumah Sakit. Di Rumah Sakit, diperiksa kadar fisik, keadaan
umum, kadar Hb, golongan darah, dan bila mungkin tersedia donor darah.
Sambil mengawasi persalianan, dipersiapkan keperluan untuk infuse dan obat-
obatan penguatr ahim.
Anemia dalam kehamilan, harus diobati karena perdarahan dalam batas-
batas normal dapat membahayakan penderita yang sudah menderita anemia.
Apabila sebelumnya penderita sudah pernah mengalami perdarahan post
partum, persalinan harus berlangsung di rumah sakit. Kadar fibrinogen perlu
diperiksa pada perdarahan banyak, kematian janin dalam uterus, dan solution
plasenta.
Dalam kala III, uterus jangan dipijat dan didorong ke bawah sebelum
plasenta lepas dari dindingnya. Penggunaan oksitosin sangat penting untuk
mencegah perdarahan pasca persalinan. Sepuluh satuan oksitosin diberikan
intramuscular segera setelah anak lahir untuk mempercepat pelepasan plasenta.
Sesudah plasenta lahir, hendaknya diberikan 0,2 mg ergometrin, intramuskular.
Kadang-kadang pemberian ergometrin setelah bahu depan bayi lahir pada
presentasi kepala menyebabkan plasenta terlepas segera setelah bayi seluruhnya
lahir; dengan tekanan pada fundus uteri, plasenta dapat dikeluarkan dengan
segera tanpa banyak perdarahan. Namun salah satu kerugian dari pemberian
ergometrin setelah bahu bayi lahir adalah terjadinya jepitan (trapping) terhadap
bayi kedua pada persalinan gameli yang tidak diketahui sebelumnya.
Pada perdarahan yang timbul setelah anak lahir, ada dua hal yang harus
segera dilakukan, yaitu menghentikan perdarahan secepat mungkin dan

22
mengatasi akibat perdarahan. Tetapi apabila plasenta sudah lahir, perlu
ditentukan apakah disini dihadapi perdarahan karena atonia uteri atau karena
perlukaan jalan lahir. Pada perdarahan yang disebabkan oleh atonia uteri,
dengan segera dilakukan massage uterus dan suntikan 0,2 mg ergometrin
intravena.

5. Implikasi Keperawatan
a. Melakukan semua tindakan keperawatan yang telah direncanakan sesuai
dengan prioritas masalah dan kondisi pasien.
b. Cara yang terbaik untuk mencegah terjadinya Perdarahan Post Partum adalah
memimpin kala II dan kala III persalinan secara legeartis. Apabila persalinan
diawasi oleh dokter spesialis obstetric-ginekologi ada yang menganjurkan
untuk memberikan suntikan ergometrik secara IV setelah anak lahir, dengan
tujuan untuk mengurangi perdarahan yang terjadi.

6. Evaluasi
Semua tindakan yang dilakukan diharapkan memberikan hasil :
a. Tanda vital dalam batas normal :
1) Tekanan darah : 110/70 - 120/80 mmHg
2) Denyut nadi : 60 - 100 x/menit
3) Pernafasan : 16 - 24 x/menit
4) Suhu : 36 - 37,50 C
b. Kadar Hb : 12 - 16 gr%.
c. Gas darah dalam batas normal.
d. Klien dan keluarganya mengekspresikan bahwa dia mengerti tentang
komplikasi dan pengobatan yang dilakukan.
e. Klien dan keluarganya menunjukkan kemampuannya dalam
mengungkapkan perasaan psikologis dan emosinya.
f. Klien dapat melakukan aktifitasnya sehari-hari.
g. Klien tidak merasa nyeri.

23
h. Klien dapat mengungkapkan secara verbal perasaan cemasnya.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Post partum / puerperium adalah masa dimana tubuh menyesuaikan, baik
fisik maupun psikososial terhadap proses melahirkan. Dimulai segera setelah
bersalin sampai tubuh menyesuaikan secara sempurna dan kembali mendekati
keadaan sebelum hamil ( 6 minggu ). Masa post partum dibagi dalam tiga tahap :
Immediate post partum dalam 24 jam pertama, Early post partum period (minggu
pertama) dan Late post partum period ( minggu kedua sampai minggu ke
enam)..Potensial bahaya yang sering terjadi adalah pada immediate dan early
post partum period sedangkan perubahan secara bertahap kebanyakan terjadi
pada late post partum period. Bahaya yang paling sering terjadi itu adalah
perdarahan paska persalinan atau HPP (Haemorrhage Post Partum).

B. Saran
Diharapkan askep ini dapat menambah pengetahuan mahasiswa dalam
memberikan pelayanan Keperawatan dan dapat menerapkannya dalam
kehidupan sehari-hari. Dan untuk para tim medis agar dapat meningkatkan
pelayanan kesehatan khususnya dalam bidang keperawatan sehingga dapat
memaksimalkan kita untuk memberikan health education dalam perawatan
perdarahan postpartum.

24
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart,s (1996), Textbook of Medical Surgical Nursing –2, JB. Lippincot
Company, Pholadelpia.

Klein. S (1997), A Book Midwives; The Hesperien Foundation, Berkeley, CA.

Lowdermilk. Perry. Bobak (1995), Maternity Nuring , Fifth Edition, Mosby Year
Book, Philadelpia.

Prawirohardjo Sarwono ; EdiWiknjosastro H (1997), Ilmu Kandungan, Gramedia,


Jakarta.

RSUD Dr. Soetomo (2001), Perawatan Kegawat daruratan Pada Ibu Hamil, FK.
UNAIR, Surabaya

Subowo (1993), Imunologi Klinik, Angkasa, Bandung.

Tabrani Rab 9 1998), Agenda Gawat Darurat, Alumni, Bandung.

25

Anda mungkin juga menyukai