PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ketoasidosis diabetikum adalah salah satu komplikasi metabolik akut
pada diabetes mellitus dengan perjalanan klinis yang berat dalam angka
kematian yang masih cukup tinggi. Ketoasidosis diabetikum dapat ditemukan
baik pada mereka dengan diabetes melitus tipe 1 dan tipe 2. Tetapi lebih sering
pada diabetes melitus tipe 1. Ketoasidosis diabetik disebabkan oleh penurunan
kadar insulin efektif disirkulasi yang terkait dengan peningkatan sejumlah
hormon seperti glukagon,katekolamin,kortisol,dan growth hormone.Ketoasidosis
diabetik (KAD) merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak
dengan Diabetes Melitus tipe 1 (IDDM).Mortalitas terutama berhubungan
dengan edema serebri yang terjadi sekitar 57%-87% dari seluruh kematian akibat
KAD.
Peningkatan lipolisis, dengan produksi badan keton (hidroksibutirat dan
asetoasetat) akan menyebabkan ketonemia dan asidosis metabolik.
Hiperglikemia dan asidosis akan menghasilkan diuresis osmotik dehidrasi dan
kehilangan elektrolit. Secara klinis, ketoasidosis terbagi kedalam tiga kriteria
yaitu ringan,sedang dan berat yang dibedakan menurut pH serum.Resiko KAD
pada IDDM adalah 1-10% per pasien per tahun.Risiko meningkat dengan kontrol
metabolik yang jelek atau sebelumnya pernah mengalami episode KAD,anak
perempuan yang memasuki masa puber dan remaja,anak dengan gangguan
psikiatrik (termasuk gangguan makan), dan kondisi keluarga yang sulit
(termasuk status sosial ekonomi rendah dan masalah asuransi
kesehatan).Pengobatan dengan insulin yang tidak teratur juga dapat memicu
terjadinya KAD.
Angka kematian ketoasidosis menjadi lebih tinggi pada beberapa keadaan
yang menyertai, seperti : sepsis, syok yang berat, infark miokard akut yang luas,
pasien usia lanjut, kadar glukosa darah yang tinggi, uremia, kadar keasaman
1
darah yang rendah. Kematian pada pasien ketoasidosis usia muda, umumnya
dapat dihindari dengan diagnosis cepat, pengobatan yang tepat dan rasional, serta
memadai sesuai dengan dasar patofisiologinya. Pada pasien kelompok usia
lanjut, penyebab kematian lebih sering dipicu oleh faktor penyakit dasarnya.
Gejala yang paling menonjol pada ketoasidosis adalah hiperglikemia dan ketosis.
Hiperglikemia dalam tubuh akan menyebabkan poliuri dan polidipsi. Sedangkan
ketosis menyebabkan benda-benda keton bertumpuk dalam tubuh, pada sistem
respirasi benda keton menjadi resiko terjadinya gagal nafas.
Oleh sebab itu penanganan ketoasidosis harus cepat, tepat dan
tanggap.Mengingat masih sedikitnya pemahaman mengenai ketoasidosis diabetik
dan prosedur atau konsensus yang terus berkembang dalam penatalaksanaan
ketoasidosis diabetik.Maka,perlu adanya pembahasan mengenai bagaimana
metode tatalaksana terkini dalam menangani ketoasidosis diabetik.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari Ketoasidosis Diabetikum ?
2. Apa saja etiologi dari Ketoasidosis Diabetikum ?
3. Apa saja manifestasi klinis dari Ketoasidosis Diabetikum ?
4. Bagaimana patofisiologi dari Ketoasidosis Diabetikum ?
5. Apa saja pemeriksaan penunjang dari KetoasidosisDiabetikum ?
6. Bagaimana penatalaksaan dari Ketoasidosis Diabetikum ?
7. Bagaimana pencegahan dari Ketoasidosis Diabetikum ?
8. Apa saja komplikasidari Ketoasidosis Diabetikum ?
9. Bagaimana askep pada klien dengan KetoasidosisDiabetikum?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari penulisan ini adalah agar mahasiswa mampu
memahami dan melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien penderita
Ketoasidosis Diabetikum.
2
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dalam penulisan ini adalah sebagai berikut :
a. Mahasiswa mengetahui pengertian dari Ketoasidosis Diabetikum
b. Mahasiswa mengetahui etiologi dari Ketoasidosis Diabetikum
c. Mahasiswa mengetahui manifestasi klinis dari Ketoasidosis Diabetikum
d. Mahasiswa mengetahui patofisiologi dari Ketoasidosis Diabetikum
e. Mahasiswa mengetahui pemeriksaan penunjang dari Ketoasidosis Diabetikum
f. Mahasiswa mengetahui penatalaksaan dari Ketoasidosis Diabetikum
g. Mahasiswa mengetahui pencegahan dari Ketoasidosis Diabetikum
h. Mahasiswa mengetahui komplikasi dari Ketoasidosis Diabetikum
i. Mahasiswa mengetahui asuhan keperawatan pada pasien Ketoasidosis
Diabetikum
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
2. Etiologi
Ketoasidosis diabetikum di dasarkan oleh adanya insulin atau tidak
cukupnya jumlah insulin yang nyata, yang dapat disebabkan oleh :
a. Insulin diberikan dengan dosis yang kurang.
b. Keadaan sakit atau infeksi pada DM, contohnya : pneumonia, kolestisitis,
iskemia usus dan apendisitis.Keadaan sakit dan infeksi akan menyertai
resistensi insulin. Sebagai respon terhadap stres fisik (atau emosional), terjadi
peningkatan hormon – hormon ”stres” yaitu glukagon, epinefrin,
norepinefrin, kotrisol dan hormon pertumbuhan. Hormon – hormon ini akan
menigkatakan produksi glukosa oleh hati dan mengganggu penggunaan
glukosa dalam jaringan otot serta lemak dengan cara melawan kerja insulin.
4
Jika kadar insulin tidak meningkatkan dalam keadaan sakit atau infeksi,
maka hipergikemia yang terjadi dapat berlanjut menjadi ketoasidosis
diabetik.
c. Terdapat pada orang yang menderita diabetes oleh adanya stresor yang
meningkatkan kebutuhan akan insulin, ini dapat terjadi jika diabetes tidak
terkontrol karena ketidakmampuan untuk menjalani terapi yang telah
ditentukan.
4. Patofisiologi
Diabetes ketoasidosis disebabakan oleh tidak adanya insulin atau tidak
cukupnya jumlah insulin yang nyata, keadaan ini mengakibatkan gangguan pada
metabolisme karbohidrat, protein dan lemak.Ada tiga gambaran klinis yang
penting pada diabetes ketoasidosis yaitu dehidrasi, kehilangan elektrolit dan
asidosis.Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel
akan berkurang pula. Disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak
5
terkendali. Kedua faktor ini akan mengakibatkan hipergikemia. Dalam upaya
untuk menghilangkan glukosa yang berlebihan dari dalam tubuh, ginjal akan
mengekresikan glukosa bersama-sama air dan elektrolit (seperti natrium, dan
kalium). Diurisis osmotik yang ditandai oleh urinasi berlebihan (poliuri) ini kan
menyebabkan dehidrasi dan kehilangan elekrolit. Penderita ketoasidosis yang
berat dapat kehilangan kira – kira 6,5 liter air dan sampai 400 hingga 500 mEg
natrium, kalium serta klorida selam periode waktu 24 jam.
Akibat defisiensi insulin yang lain adalah pemecahan lemak (lipolisis)
menjadi asam – asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan diubah
menjadi benda keton oleh hati. Pada ketoasidosis diabetik terjadi produksi benda
keton yang berlebihan sebagai akibat dari kekurangan insulin yang secara normal
akan mencegah timbulnya keadaan tersebut. Benda keton bersifat asam, dan bila
bertumpuk dalam sirkulasi darah, benda keton akan menimbulkan asidosis
metabolik (Brunner and suddarth, 2002).
6
5. WOC
6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Analisa Darah
1) Kadar glukosa darah bervariasi tiap individu
2) pH rendah (6,8 -7,3)
3) PCO2 turun (10 – 30 mmHg)
4) HCO3 turun (<15 mEg/L)
5) Keton serum positif, BUN naik
6) Kreatinin naik
7) Ht dan Hb naik
8) Leukositosis
9) Osmolalitas serum meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l
b. Elektrolit
1) Kalium dan Natrium dapat rendah atau tinggi sesuai jumlah cairan yang
hilang (dehidrasi).
7
2) Fosfor lebih sering menurun
c. Urinalisa
1) Leukosit dalam urin
2) Glukosa dalam urin
7. Penatalaksanaan
Prinsip terapi KAD adalah dengan mengatasi dehidrasi, hiperglikemia,
dan ketidakseimbangan elektrolit, serta mengatasi penyakit penyerta yang
ada.Pengawasan ketat, KU jelek masuk HCU/ICU. Berikut adalah beberapa
tahapan tatalaksana KAD :
a. Penilaian klinik awal
a. Pemeriksaan fisik (termasuk berat badan), tekanan darah, tanda asidosis
(hierventilasi), derajat kesadaran (GCS), dan derajat dehidrasi.
b. Konfirmasi biokimia : darah lengkap (sering dijumpai gambaran lekositosis),
glukosuria, ketonuria dan analisis gas darah.
Resusitasi :
1) Pertahankan jalan nafas.
2) Pada syok berat berikan oksigen 100% dengan masker.
3) Jika syok berikan larutan isotonik (normal salin 0,9%) 20cc/KgBB bolus.
4) Bila terdapat penurunan kesadaran perlu pemasangan nasogastrik tube untuk
menghindari aspirasi lambung.
b. Observasi klinik
Pemeriksaan dan pencatatan harus dilakukan atas :
8
1) Frekwensi nadi, frekwensi nafas, dan tekanan darah setiap jam.
2) Ukur suhu badan dilakukan setiap 2-4 jam.
3) Pengukuran balance cairan setiap jam.
4) Kadar glukosa darah kapiler setiap jam.
5) Tanda klinis dan neurologis atas edema serebri.
6) EKG : untuk menilai gelombang T, menentukan tanda hipo atau
hiperkalemia.
7) Keton urine sampai negatif atau keton darah (bila terdapat fasilitas).
c. Rehidrasi
Penurunan osmolalitas cairan intravaskular yang terlalu cepat dapat
meningkatkan resiko terjadinya edema serebri. Langkah-langkah yang harus
dilakukan adalah:
1) Tentukan derajat dehidrasi penderita.
2) Gunakan cairan normal salin 0,9%.
3) Total rehidrasi dilakukan 48 jam, bila terdapat hipernatremia (corrected
Na) rehidrasi dilakukan lebih perlahan bisa sampai 72 jam.
4) 50-60% cairan dapat diberikan dalam 12 jam pertama.
5) Sisa kebutuhan cairan diberikan dalam 36 jam berikutnya.
d. Penggantian Natrium
1) Koreksi Natrium dilakukan tergantung pengukuran serum elektrolit.
2) Monitoring serum elektrolit dapat dilakukan setiap 4-6 jam.
3) Kadar Na yang terukur adalah lebih rendah, akibat efek dilusi hiperglikemia
yang terjadi. Artinya : sesungguhnya terdapat peningkatan kadar Na sebesar
1,6 mmol/L setiap peningkatan kadar glukosa sebesar 100 mg/dL di atas 100
mg/dL.
4) Bila corrected Na > 150 mmol/L, rehidrasi dilakukan dalam > 48 jam.
5) Bila corrected Na < 125 mmol/L atau cenderung menurun lakukan koreksi
dengan NaCl dan evaluasi kecepatan hidrasi.
9
6) Kondisi hiponatremia mengindikasikan overhidrasi dan meningkatkan risiko
edema serebri.
e. Penggantian Kalium
Pada saat asidosis terjadi kehilangan Kalium dari dalam tubuh walaupun
konsentrasi di dalam serum masih normal atau meningkat akibat
berpindahnya Kalium intraseluler ke ekstraseluler. Konsentrasi Kalium
serum akan segera turun dengan pemberian insulin dan asidosis teratasi.
1) Pemberian Kalium dapat dimulai bila telah dilakukan pemberian cairan
resusitasi, dan pemberian insulin. Dosis yang diberikan adalah 5 mmol/kg
BB/hari atau 40 mmol/L cairan.
2) Pada keadaan gagal ginjal atau anuria, pemberian Kalium harus ditunda.
f. Penggantian Bikarbonat
1) Bikarbonat sebaiknya tidak diberikan pada awal resusitasi.
2) Terapi bikarbonat berpotensi menimbulkan : Terjadinya asidosis cerebral,
Hipokalemia, Excessive osmolar load, Hipoksia jaringan.
3) Terapi bikarbonat diindikasikan hanya pada asidossis berat (pH < 7 dengan
bikarbonat serum < 5 mmol/L) sesudah dilakukan rehidrasi awal, dan pada
syok yang persistent.
4) Jika diperlukan dapat diberikan 1-2 mmol/kg BB dengan pengenceran dalam
waktu 1 jam, atau dengan rumus: 1/3 x (defisit basa x KgBB). Cukup
diberikan ¼ dari kebutuhan.
g. Pemberian Insulin
1) Insulin hanya dapat diberikan setelah syok teratasi dengan cairan resusitasi.
2) Insulin yang digunakan adalah jenis Short acting/Rapid Insulin (RI).
3) Dalam 60-90 menit awal hidrasi, dapat terjadi penurunan kadar gula darah
walaupun insulin belum diberikan.
10
4) Dosis yang digunakan adalah 0,1 unit/kg BB/jam atau 0,05 unit/kg BB/jam
pada anak < 2 tahun.
5) Pemberian insulin sebaiknya dalam syringe pump dengan pengenceran 0,1
unit/ml atau bila tidak ada syringe pump dapat dilakukan dengan microburet
(50 unit dalam 500 mL NS), terpisah dari cairan rumatan/hidrasi.
6) Penurunan kadar glukosa darah (KGD) yang diharapkan adalah 70-100
mg/dL/jam.
7) Bila KGD mencapai 200-300 mg/dL, ganti cairan rumatan dengan D5 ½
Salin.
8) Kadar glukosa darah yang diharapkan adalah 150-250 mg/dL (target).
9) Bila KGD < 150 mg/dL atau penurunannya terlalu cepat, ganti cairan dengan
D10 ½ Salin.
10) Bila KGD tetap dibawah target turunkan kecepatan insulin.
11) Jangan menghentikan insulin atau mengurangi sampai < 0,05 unit/kg
BB/jam.
12) Pemberian insulin kontinyu dan pemberian glukosa tetap diperlukan untuk
menghentikan ketosis dan merangsang anabolisme.
13) Pada saat tidak terjadi perbaikan klinis/laboratoris, lakukan penilaian ulang
kondisi penderita, pemberian insulin, pertimbangkan penyebab kegagalan
respon pemberian insulin.
14) Pada kasus tidak didapatkan jalur IV, berikan insulin secara intramuskuler
atau subkutan. Perfusi jaringan yang jelek akan menghambat absorpsi
insulin.
Fase I/Gawat :
1) Rehidrasi
a) Berikan cairan isotonik NaCl 0,9% atau RL 2L loading dalam 2 jam
pertama, lalu 80 tpm selama 4 jam, lalu 30-50 tpm selama 18 jam (4-
6L/24jam)
b) Atasi syok (cairan 20 ml/kg BB/jam)
11
c) Bila syok teratasi berikan cairan sesuai tingkat dehidrasi
d) Rehidrasi dilakukan bertahap untuk menghindari herniasi batang otak (24
– 48 jam).
e) Bila Gula darah < 200, ganti infus dengan D5%
f) Koreksi hipokalemia (kecepatan max 0,5mEq/kgBB/jam)
g) Monitor keseimbangan cairan
2) Insulin
a) Bolus insulin kerja cepat (RI) 0,1 iu/kgBB (iv/im/sc)
b) Berikan insulin kerja cepat (RI) 0,1/kgBB dalam cairan isotonic
c) Monitor Gula darah tiap jam pada 4 jam pertama, selanjutnya tiap 4 jam
sekali
d) 100mg%/jamKecepatan gula darah
e) Pemberian insulin parenteral diubah ke SC bila : AGD < 15
mEq/L250mg%, Perbaikan hidrasi, Kadar HCO3
4) Infus Bicarbonat
Bila pH 7,1, tidak diberikan
12
Fase II/maintenance:
1) Cairan maintenance
a) Nacl 0.9% atau D5 atau maltose 10% bergantian
b) Sebelum maltose, berikan insulin reguler 4U
2) Kalium
Perenteral bila K+ 240 mg/dL atau badan terasa tidak enak.
3) Saat sakit, makanlah sesuai pengaturan makan sebelumnya. Bila tidak nafsu
makan, boleh makan bubur atau minuman berkalori lain.
4) Minumlah yang cukup untuk mencegah dehidrasi.
8. Pencegahan
Dua faktor yang paling berperan dalam timbulnya KAD adalah terapi
insulin yang tidak adekuat dan infeksi.Dari pengalaman dinegara maju keduanya
dapat diatasi dengan memberikan hotline/akses yang mudah bagi penderita untuk
mencapai fasilitas kesehatan, komunikasi yang efektif antara petugas kesehatan
dan penderita dan keluarnya disaat sakit serta edukasi.Langkah-langkah
pencegahan efektif yang dapat dilakukan pada penderita DM tipe 1 agar tidak
terjadi KAD adalah deteksi awal adanya dekonpensasi metabolik dan
penanganan yang tepat. Hal praktis yang dapat dilaksanakan adalah:
a. Menjamin agar jangan sampai terjadi defisiensi insulin (tidak menghentikan
pemberian insulin, managemen insulin yang tepat disaat sakit).
b. Menghindari stress.
c. Menghindari puasa berkepanjangan.
d. Mencegah dehidrasi.
e. Mengobati infeksi secara adekuat.
f. Melakukan pemantauan kadar gula darah/keton secara mandiri.
13
Nefropati diabetik atau ginjal diabetik dapat dideteksi cukup dini.Bila
penderita mencapai stadium nefropati diabetik,didalam air kencingnya
terdapat protein.Dengan menurunnya fungsi ginjal akan disertai naiknya
tekanan darah.Pada kurun waktu yang lama penderita nefropati diabetik akan
berakhir dengan gagal ginjal dan harus melakukan cuci darah.Selain itu
nefropati diabetik bisa menimbulkan gagal jantung kongestif.
b. Kebutaan (Retinopati Diabetik)
Kadar glukosa darah yang tinggi bisa menyebabkan sembab pada lensa
mata.Penglihatan menjadi kabur dan dapat berakhir dengan kebutaan. Tetapi
bila tidak terlambat dan segera ditangani secara dini dimana kadar glukosa
darah dapat terkontrol, maka penglihatan bisa normal kembali.
d. Kelainan Jantung
Terganggunya kadar lemak darah adalah satu faktor timbulnya aterosklerosis
pada pembuluh darah jantung. Bila diabetes mempunyai komplikasi jantung
koroner dan mendapat serangan kematian otot jantung akut, maka serangan
tersebut tidak disertai rasa nyeri.Ini merupakan penyebab kematian
mendadak.Selain itu, terganggunya saraf otonom yang tidak berfungsi,
sewaktu istirahat jantung berdebar cepat.Akibatnya timbul rasa sesak,
bengkak dan lekas lelah.
14
e. Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi bila kadar gula darah sangat rendah. Bila penurunan
kadar glukosa darah terjadi sangat cepat, harus diatasi dengan segera.
Keterlambatan dapat menyebabkan kematian.Gejala yang timbul mulai dari
rasa gelisah sampai berupa koma dan kejang – kejang.
f. Impotensi
Sangat banyak diabetisi laki-laki yang mengeluhkan tentang impotensi yang
dialami.Hal ini terjadi bila diabetes yang diderita telah menyerang saraf.
Keluhan ini tidak hanya diutarakan oleh penderita lanjut usia, tetapi juga
mereka yang masih berusia 35-40 tahun. Pada tingkat yang lebih lanjut,
jumlah sperma yang ada akan menjadi sedikit atau bahkan hampir tidak ada
sama sekali. Ini terjadi karena sperma masuk kedalam kandung seni
(ejaculation retrograde).
15
g. Hipertensi
Karena harus membuang kelebihan glukosa darah melalui air seni, ginjal
penderita diabetes harus bekerja ekstra berat.Selain itu tingkat kekentalan
darah pada diabetes juga lebih tinggi. Ditambah dengan kerusakan-kerusakan
pembuluh kapiler serta penyempitan yang terjadi, secara otomatis syaraf
akan mengirimkan signal keotak untuk menambah tekanan darah.
h. Komplikasi lainnya.
Selain komplikasi yang telah disebutkan diatas, masih terdapat beberapa
komplikasi yang mungkin timbul.
1) Gangguan pada saluran pencernaan akibat kelainan urat saraf. Untuk itu
makanan yang sudah ditelan terasa tidak bisa lancar turun ke lambung.
2) Gangguan pada rongga mulut, gigi dan gusi. Gangguan ini pada dasarnya
karena kurangnya perawatan pada rongga mulut gigi dan gusi, sehingga bila
terkena penyakit akan lebih sulit penyembuhannya.
3) Gangguan infeksi. Dibandingkan dengan orang yang normal, penderita
diabetes melitus lebih mudah terserang infeksi.
16
d. Riwayat penyakit keluarga : penyakit diabetik dikenal sebagai penyakit
yang diturunkan (herediter) walaupun gejala tidak selalu muncul pada setiap
keturunan atau timbul sejak kecil (kongenital).Genogram mungkin
diperlukan untuk menguatkan diagnosis.
e. Status metabolik : Intake makanan yang melebihi kebutuhan kalori, infeksi
atau penyakit-penyakit akut lain, stress yang berhubungan dengan faktor-
faktor psikologis dan social, obat-obatan atau terapi lain yang
mempengaruhi glukosa darah, penghentian insulin atau obat anti
hiperglikemik oral.
f. Pengkajian gawat darurat :
1) Airways: kaji kepatenan jalan nafas pasien, ada tidaknya sputum atau
benda asing yang menghalangi jalan nafas.
2) Breathing:kaji frekuensi nafas, bunyi nafas dan ada tidaknya
penggunaan otot bantu pernafasan, biasanya pasien masien mengalami
sesak nafas, pernafasan kusmaul.
3) Circulation: kaji nadi, capillary refill.
4) Dissability : biasanya klien mengatakan lemas sehingga sulit melakukan
aktifitas
5) Exposure : biasanya BB turun drastis
g. Pemeriksaan Fisik :
1) Kesadaran bisa CM, letargi atau koma.
2) Keadaan umum (Penurunan BB, nyeri abdomen, status gizi turun).
3) Sistem pernafasan (nafas kusmaul, takhipneu, nafas bau aseton,
vesikuler pada lapang paru).
4) Sistem integument (turgor kulit turun, kulit kering, mukosa bibir
kering).
5) Sistem kardiovaskuler (hipertensi, Ortostatik hipotensi/sistole turun 20
mmHg atau lebih saat berdiri).
6) Sistem gastrointestinal (nyeri abdomen, mual muntah, anoreksia).
17
7) Sistem neurologi (sakit kepala, kesadaran menurun).
8) Sistem penglihatan (penglihatan kabur).
h. Pemeriksaan Gordon
1) Aktivitas / Istirahat
Gejala: Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan, kram otot, tonus otot
menurun, gangguan istrahat/tidur. Tanda: Takikardia dan takipnea pada
keadaan istrahat atau aktifitas, letargi /disorientasi, koma.
2) Sirkulasi
Gejala:Adanya riwayat hipertensi, IM akut, klaudikasi, kebas dan
kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama,
takikardia.Tanda: Perubahan tekanan darah postural, hipertensi, nadi
yang menurun/tidak ada, disritmia, krekels, distensi vena jugularis, kulit
panas, kering, dan kemerahan, bola mata cekung.
3) Integritas/ Ego
Gejala:Stress, tergantung pada orang lain, masalah finansial yang
berhubungan dengan kondisi. Tanda: Ansietas, peka rangsang.
4) Eliminasi
Gejala: Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia, rasa
nyeri/terbakar, kesulitan berkemih (infeksi), nyeri tekan abdomen,
diare.Tanda: Urine encer, pucat, kuning, poliuri (dapat berkembang
menjadi oliguria/anuria, jika terjadi hipovolemia berat), urin berkabut,
bau busuk (infeksi), abdomen keras, adanya asites, bising usus lemah
dan menurun, hiperaktif (diare).
5) Nutrisi/Cairan
Gejala:Hilang nafsu makan, mual/muntah, tidak mematuhi diet,
peningkatan masukan glukosa/karbohidrat, penurunan berat badan lebih
dari beberapa hari/minggu, haus, penggunaan diuretik (Thiazid). Tanda:
Kulit kering/bersisik, turgor jelek, kekakuan/distensi abdomen, muntah,
pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan metabolik dengan
peningkatan gula darah), bau halisitosis/manis, bau buah (napas aseton).
18
6) Neurosensori
Gejala: Pusing/pening, sakit kepala, kesemutan, kebas, kelemahan pada
otot, parestesi, gangguan penglihatan. Tanda: Disorientasi, mengantuk,
alergi, stupor/koma (tahap lanjut), gangguan memori (baru, masa lalu),
kacau mental, refleks tendon dalam menurun (koma).
7) Nyeri/kenyamanan
Gejala:Abdomen yang tegang/nyeri (sedang/berat). Tanda:Wajah
meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati.
8) Pernapasan
Gejala: Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/tanpa sputum purulen
(tergantung adanya infeksi/tidak). Tanda: Lapar udara, batuk
dengan/tanpa sputum purulen, frekuensi pernapasan meningkat.
9) Keamanan
Gejala: Kulit kering, gatal, ulkus kulit. Tanda: Demam, diaphoresis,
kulit rusak, lesi/ulserasi, menurunnya kekuatan umum/rentang gerak,
parestesia/paralisis otot termasuk otot-otot pernapasan (jika kadar
kalium menurun dengan cukup tajam).
10) Seksualitas
Gejala: Rabas vagina (cenderung infeksi). Masalah impoten pada pria,
kesulitan orgasme pada wanita.
11) Penyuluhan/pembelajaran
Gejala: Faktor resiko keluarga DM, jantung, stroke, hipertensi.
Penyembuhan yang lambat, penggunaan obat sepertii steroid, diuretik
(thiazid), dilantin dan fenobarbital (dapat meningkatkan kadar glukosa
darah). Mungkin atau tidak memerlukan obat diabetik sesuai pesanan.
Rencana pemulangan : Mungkin memerlukan bantuan dalam pengaturan
diet, pengobatan, perawatan diri, pemantauan terhadap glukosa darah.
19
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi
ventilasi
b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan peningkatan respirasi
ditandai dengan pernafasan kusmaul.
c. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik akibat
hiperglikemia, dehidrasi ditandai dengan poliuri, pengeluaran cairan
berlebihan : muntah; pembatasan intake akibat mual.
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral, status hipermetabolisme.
e. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolic.
3. Intervensi Keperawatan
20
ventilation adanya ventilasi dan
Indikator : suara tambahan
1) Respiratory rate
dalam rentang Oxygen Therapy
normal 1. Observasi aliran O2
2) Tidak ada retraksi 2. Berikan therapy O2
dinding dada sesuai indikasi
3) Tidak mengalami
dispnea saat
istirahat
4) Tidak ditemukan
orthopnea
5) Tidak ditemukan
atelektasis
2 Ketidakefektifan pola a. Respiratori status Airway management
nafasberhubungan ventilation 1. Buka jalan nafas.
dengan peningkatan Indikator : 2. Posisikan pasien untuk
respirasi ditandai dengan 1) Respiratory rate memaksimalkan
pernafasan kusmaul dalam rentang ventilasi.
normal 3. Identifikasi pasien
2) Tidak ada retraksi perlunya pemasangan
dinding dada alat jalan nafas.
3) Tidak mengalami 4. Lakukan fisioterapi
dispnea saat dada bila perlu
istirahat 5. Auskultasi suara nafas
4) Tidak ditemukan , catat adanya suara
orthopnea tambahan
5) Tidak ditemukan 6. Monitor respirasi dan
atelektasis status O2
Oxygen Therapy
b. Respiratory status 1. Pertahankan jalan
airway patency nafas yang paten
Indikator : 2. Atur peralatan
1) Respiratory rate oksigenisasi
dalam rentang 3. Monitor aliran oksigen
normal 4. Pertahankan posisi
2) Pasien tidak cemas pasien
3) Menunjukkan jalan 5. Observasi adanyan
nafas yang paten. tanda – tanda
hipoventilasi
21
6. Monitor adanya
kecemasan pasien
terhadap oksigenisasi
22
Tekanan darah, 6. Monitor status nutrisi
Nadi, suhu dalam 7. Dorong masukan oral
batas normal 8. Dorong keluarga
Tidak ada tanda- untuk membantu
tanda dehidrasi , pasien makan
elastisitas turgor 9. Kolaborasi dengan
kulit baik dokter untuk tranfusi
Hypovolemia
management
1. Monitor status cairan
termasuk intake dan
output cairan
2. Monitor tanda vital
3. Monitor respon
pasien terhadap
penambahan cairan
4. Monitor berat badan
5. Dorong pasien untuk
menambah intake
oral
6. Monitor adanya
kelebihan cairan
7. Monitor adanya tanda
gagal ginjal
23
mengunyah mengidentifikasi vitamin C dan protein
d) Kelemahan otot untuk kebutuhan nutrisi 5. Monitor jumlah
menelan d) Tidak ada tanda- nutrisi dan kandungan
e) Kehilangan rambut tanda malnutrisi kalori
berlebihan Tidak terjadi 6. Berikan informasi
f) Membran mukosa penurunan berat tentang kebutuhan
pucat badan yang berarti nutrisi
g) Ketidakmampuan Nutrion monitoring
memakan makanan 1. BB paisen dalam
h) Nyeri abdomen batas normal
2. Monitor adanya
Faktor yang penurunan berat
Berhubungan: badan
a) Faktor biologis 3. Jadwalkan
b) Ketidakmampuan pengobatan dan
mencerna makanan tindakan tidak dalam
c) Kurang asupan waktu makan
makanan 4. Monitor kulit kering
dan perubahan
pigmentasi
5. Monitor turgor kulit
6. Monitor mual dan
muntah
7. Monitor kalori dan
intake nutrisi
5 Kerusakan integritas a. Tissue integrity : Pressure Management
Skin and Mucous 1. Anjurkan pasien untuk
kulit berhubungan
Membranes menggunakan pakaian
dengan perubahan status Indikator : yang longgar
1) Integritas kulit 2. Hindari kerutan pada
metabolic.
yang baik bisa tempat tidur
dipertahankan ( 3. Jaga kebersihan kulit
sensasi, elastic agar tetap bersih dan
sitas, temperature, kering
hidrasi, pig mentasi 4. Mobilisasi pasien
) (ubah posisi pasien
2) Tidak ada luka / setiap dua jam sekali)
lesi pada kulit 5. Monitor kulit akan
3) Perfusi jaringan danya kemerahan
baik 6. Oleskan lotion atau
4) Menunjukkan minyak baby/baby oil
24
pemahaman dalam pada daerah yang
proses perbaikan tertekan
kulit dan mencegah 7. Monitor aktivitas dan
terjadinya cedera mobilisasi pasien
berulang 8. Monitor status nutrisi
5) Mampu melindungi pasien
kulit dan 9. Memandikan pasien
mempertahankan dengan sabun dan air
kelembaban kulit hangat
dan perawatan
alami
25
BAB III
KASUS
Tn. A 34 tahun datang ke UGD diantar keluarga karena muntah-muntah sejak 5 jam
SMRS, tidak sadar sejak 1 jam SMRS. Riwayat demam tinggi lebih dari 1 minggu.
Dari hasil kajian didapatkan pasien tampak sesak RR: 36x/m , TD : 80/60 mmHg,
Nadi : 115 x/m, Suhu : 38,8oC, pernapasan kusmaul, TB : 170 cm, BB : 55 Kg,
jumlah urin : 700 cc/2jam, Pada telapak kaki kiri terdapat luka dengan kondisi
mengeluarkan darah dan pus, Tn. A mempunyai riwayat kencing manis sejak 2
tahun yang lalu, selama mengkonsumsi glucopage 3 x 500 mg .
A. Pengkajian
PENGKAJIAN PRIMER
A : Airway
Tidak ada sumbatan jalan nafas, ronchi (-), stridor (-), gurgling (-).
B : Breathing
Klien terlihat sesak nafas, nafas cepat dan dalam (kusmaul) dengan RR:
36x/m.
C : Circulation
Klien tampak pucat, mata cekung, mukosa kering, TD: 80/60 mmHg, N:
115x/m.
D : Dissability
Klien tampak lemah, penurunan kesadaran sejak 1 jam SMRS.
E : Exposure
Klien demam, Suhu: 38,8oC
26
PENGKAJIAN SEKUNDER
1. Keluhan Uktama : Muntah-muntah sejak 5 jam SMRS, Penurunan
kesadaran sejak 1 jam SMRS.
5. Pemeriksaan Fisik
27
o GCS : E2V3M3
o Tensi : 80/60 mmHg
o Nadi : 115 kali/menit
o Pernapasan : 36 kali/menit, nafas cepat dan dalam
o Suhu : 38,8oC
Head to Toe:
o Kepala :
Beentuk kepala normal, wajah tampak pucat , Mata cekung, Anemis
+/+, ikterik -/-, pupil isokor ±3 mm, Pernapasan cuping hidung (+),
Telinga dalam batas normal, Bibir tampak kering, lidah tidak kotor,
karies gigi, nafas bau.
o Leher
Thyroid (-), KGB tidak teraba, JVP tidak meningkat
o Toraks
Pulmo :
Inspeksi :
Dada simetris kiri dan kanan
Otot bantu nafas (+)
Palpasi :
Pergerakan nafas simetris.
Vocal fremitus kedua lapang paru sama.
Nyeri tekan dinding dada (-)
Benjolan / massa (-)
Perkusi :
Sonor pada kedua lapang paru
Batas paru-hepar inspirasi ICS V, ekspirasi ICS VI,
ekskursi I ICS
Auskultasi :
28
Vesikuler (+ /+) pada seluruh lapang paru, ronchi (-/-),
wheezing (-/-)
Fremitus auditory (+/+)
Suara amforik (-)
Suara gesek pleura (-)
Jantung :
Inspeksi :Iktus cordis tampak
Palpasi :Iktus kordis teraba ICS V midclavikula sinistra
Perkusi :Batas kanan jantung: ICS V parasternal dextra.
Batas kiri jantung:ICS V parasternal line sinistra.
o Abdomen
Tampak cembung, Nyeri Tekan Epigastrium (+), Hepatomegali (-).
Splenomegali (-), Turgor kulit (+) lama kembali, Bising Usus (+) normal
o Ekstremitas
Akral dingin, tangan dan kaki lembab, sianosis (+), Odem (-), RCT < 2
detik.
Terdapat luka di Pedis sinistra, dengan ukuran 3x4 cm, kedalaman 1 cm,
pus (+), darah (+), eritema (+), nekrotik (-), perabaan hangat.
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium:
Leukosit : 27,2 x 103/uL N: 4,5-10 x 103/uL
Trombosit : 581 x 103/uL N: 150-400 x 103/uL
Eritrosit : 4, 28 x 103/uL
Hb : 11 g/dl N: 13,5-18,0 g/dl
29
HT : 36% N: 40-54%
Natrium : 131 meq/l N: 135-147 meq/l
Kalium : 5,7 meq/l N: 3,5-5.0 meq/l
Aseton : +
GDS : 756 mg/dL
SGOT : 81 U/L N: 10-31
SGPT : 41 U/L N: 9-36
Ureum darah : 33 mg/dL
Kreatinin darah : 1,2 mg/dL N: <1,4 mg/Dl
ANALISA DATA
Do :
- Klien tampak sesak
30
- Cuping hidung (+)
- Penggunaan otot bantu
pernafasan (+)
- Nafas cepat dan dalam
- RR: 36 x/menit
31
Do :
- Klien tampak lemah
- Klien tampak pucat
- Mukosa kering
- Turgor kulit buruk
- Mata cekung
- Suhu : 38,8oC
- CRT > 2 detik
- TD : 80/60mmHg
- N : 115x/menit
4 Ds : Ketidakmampuan Ketidakseimbangan
- Keluarga mengatakan untuk mengabsorbsi nutrisi kurang dari
klien muntah sejak 5 makanan kebutuhan tubuh
jam SMRS
- Keluarga mengatakan
klien mengalami
penurunan berat badan
Do :
- Kulit kering
- Nyeri tekan abdomen
- Konjungtiva anemis
- Turgor kulit buruk
- BB: 55 Kg
- TB : 170 cm
32
ada luka di telapak
kaki kiri klien
Do:
- Tampak luka di pedis
sinistra
- Terdapat luka di Pedis
sinistra, dengan
ukuran 3x4 cm,
kedalaman 1 cm,
- pus (+), darah (+),
eritema(+),nekrotik(-),
perabaan hangat.
- GDS : 756 mg/dL
B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan peningkatan respirasi
ditandai dengan pernafasan kusmaul.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi
ventilasi
3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik akibat
hiperglikemia, pengeluaran cairan berlebihan : muntah; pembatasan intake
akibat mual
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral, status
hipermetabolisme,
5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolic.
33
C. Intervensi
34
kecemasan pasien
terhadap oksigenisasi
35
dehidrasi ditandai intake 2. Monitor status hidrasi
dengan poliuri Kriteria hasil: jika diperlukan
Mempertahankan 3. Monitor vital sign
urin output sesuai 4. Monitor masukan
dengan usia dan makanan/ cairan dan
BB, BJ, Urin hitung intake kalori
normal , HT harian
normal. 5. Kolaborasi pemberian
Tekanan darah, cairan IV
Nadi, suhu dalam 6. Monitor status nutrisi
batas normal 7. Dorong masukan oral
Tidak ada tanda- 8. Dorong keluarga
tanda dehidrasi , untuk membantu
elastisitas turgor pasien makan
kulit baik 9. Kolaborasi dengan
dokter untuk tranfusi
Hypovolemia
management
1. Monitor status cairan
termasuk intake dan
output cairan
2. Monitor tanda vital
3. Monitor respon
pasien terhadap
penambahan cairan
4. Monitor berat badan
5. Dorong pasien untuk
menambah intake
oral
36
6. Monitor adanya
kelebihan cairan
7. Monitor adanya tanda
gagal ginjal
37
Faktor yang 2. Monitor adanya
Berhubungan: penurunan berat
d) Faktor biologis badan
e) Ketidakmampuan 3. Jadwalkan
mencerna makanan pengobatan dan
f) Kurang asupan tindakan tidak dalam
makanan waktu makan
4. Monitor kulit kering
dan perubahan
pigmentasi
5. Monitor turgor kulit
6. Monitor mual dan
muntah
7. Monitor kalori dan
intake nutrisi
4 Gangguan pertukaran c. Respiratory status : Respiratory monitoring
Gas exchange 7. Monitor rata – rata,
gas berhubungan dengan
Indikator : kedalaman, irama dan
ketidakseimbangan 6) PaO2 dan PCO2 usaha respirasi.
dalam rentang 8. Cata pergerakan dada,
perfusi ventilasi
normal amati kesimetrisan,
7) Saturasi oksigen penggunaan otot
dalam rentang tambahan, retraksi otot
normal supraclavicular dan
8) pH arteri dalam intercostal.
rentang normal 9. Monitor suara nafas
9) kesimbangan seperti dengkur.
perfusi ventilasi 10. Ponitor pola nafas :
dalam rentang bradipnea, takipnea,
normal hiperventilasi, cheyne
10) tidak terjadi stokes.
dispnea saat 11. Monitor kelelahan otot
istirahat atau diafragma
sedang melakukan 12. Auskultasi suara
aktivitas nafas, catat area
d. Respiratory status : penurunan / tidak
ventilation adanya ventilasi dan
38
Indikator : suara tambahan
6) Respiratory rate
dalam rentang Oxygen Therapy
normal 3. Observasi aliran O2
7) Tidak ada retraksi 4. Berikan therapy O2
dinding dada sesuai indikasi
8) Tidak mengalami
dispnea saat
istirahat
9) Tidak ditemukan
orthopnea
10) Tidak ditemukan
atelektasis
5 Kerusakan integritas b. Tissue integrity : Pressure Management
Skin and Mucous 10. Anjurkan pasien untuk
kulit berhubungan
Membranes menggunakan pakaian
dengan perubahan status Indikator : yang longgar
6) Integritas kulit 11. Hindari kerutan pada
metabolic.
yang baik bisa tempat tidur
dipertahankan ( 12. Jaga kebersihan kulit
sensasi, elastic agar tetap bersih dan
sitas, temperature, kering
hidrasi, pig mentasi 13. Mobilisasi pasien
) (ubah posisi pasien
7) Tidak ada luka / setiap dua jam sekali)
lesi pada kulit 14. Monitor kulit akan
8) Perfusi jaringan danya kemerahan
baik 15. Oleskan lotion atau
9) Menunjukkan minyak baby/baby oil
pemahaman dalam pada daerah yang
proses perbaikan tertekan
kulit dan mencegah 16. Monitor aktivitas dan
terjadinya cedera mobilisasi pasien
berulang 17. Monitor status nutrisi
10) Mampu melindungi pasien
kulit dan 18. Memandikan pasien
mempertahankan dengan sabun dan air
kelembaban kulit hangat
dan perawatan
alami
39
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ada tiga gambaran kliniks yang penting pada diabetes ketoasidosis yaitu
dehidrasi, kehilangan elektrolit dan asidosis. Dehidrasi disebabkan mekanisme
ginjal dimana tubuh terjadi hiperglikemia, sehingga ginjal mensekresikan dengan
natrium dan air yang disebut poliuri. Kehilangan elektrolit merupakan kompensasi
dari defisiensi insulin. Sedangkan asidosis adalah peningkatan pH dan diiringi oleh
penumpukan benda keton dalan tubuh. Keadaan ketoasidosis merupakan keadan
yang memerlukan banyak pengontrolan dan pemantauan insulin dan cairan
elektrolit, karena bila kekurangan atau malah terjadi kelebihan akan mengakibatkan
komplikasi yang sulit untuk ditanggulangi.
B. Saran
Apabila menemukan klien yang DM tetapi belum terjadi KAD berikan
informasi tentang KAD dan pencegahan terhadap KAD. Bila menemukan klien
dengan KAD, sebaiknya selalu kontrol pemberian insulin dan cairan elektrolit
sehingga meminimalkan terjadinya komplikasi yang tidak diinginkan
40
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8. Jakarta :
EGC.
Price Sylvia, A. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit. Jilid 2 Edisi 4.
Jakarta : EGC.
Smeltzer, Suszanne, C. 2001. Buku Ajar Medikal Bedah Edisi 8 Vol 3. Jakarta: EGC.
41