Anda di halaman 1dari 21

PROPOSAL TERAPI BERMAIN MERONCE ATAU

MERANGKAI MANIK-MANIK PADA


ANAK USIA SEKOLAH

 
 

KELOMPOK 2  :
 
1.Kurnia Mayang Sari, S.Kep
2. Nurhofifah Hidayati S.Kep 
3. Dwi Suci Ramadhany Putri, S.Kep
4. Julia Eka Putri, S.Kep
5. Nurma Mutia Yusman, S.Kep
6. Dwifa Maharani, S.Kep
7.Alfita Sari, S.Kep
8. Sri Rahma Hosen, S.Kep
9.Nur Fauziah, S.Kep
10.Wiwit Sundari, S.Kep
11.Rabiatul Izzati Aluvira, S.Kep

Dosen Pembimbing :
1.Ns. Siti Aisyah Nur, M.Kep
2.Ns. Nova Fridalni,S.Kep,M.Biomed

 
 

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

STIKES SYEDZA SAINTIKA

PADANG TAHUN 2023


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masuk rumah sakit merupakan peristiwa yang sering menimbulkan


pengalaman traumatik, khususnya pada pasien anak yaitu ketakutan dan
ketegangan atau stress hospitalisasi. Stress ini disebabkan oleh berbagai faktor
diantaranya perpisahan dengan orang tua, kehilangan control, dan akibat dari
tindakan invasif yang menimbulkan rasa nyeri. Akibatnya akan menimbulkan
berbagai aksi seperti menolak makan, menangis, teriak, memukul, menyepak,
tidak kooperatif atau menolak tindakan keperawatan yang diberikan (Ariani,
2019).

Bermain adalah salah satu aspek penting dari kehidupan anak dan salah
satu alat paling penting untuk menatalaksanakan stres karena hospitalisasi
menimbulkan krisis dalam kehidupan anak, dan karena situasi tersebut sering
disertai stress berlebihan, maka anak-anak perlu bermain untuk mengeluarkan
rasa takut dan cemas yang mereka alami sebagai alat koping dalam
menghadapi stress. Bermain sangat penting bagi mental, emosional dan
kesejahteraan anak seperti kebutuhan perkembangan dan kebutuhan bermain
tidak juga terhenti pada saat anak sakit atau anak di rumah sakit (Wong, 2020)

Bermain pada anak dapat meningkatkan kecerdasan dalam berfikir dan


mengembangkan imajinasi serta melatih daya motorik halus dan kasar pada
anak. Pada anak pra sekolah umumnya perkembangan motorik kasar dan
motorik halusnya sudah baik (Soetjiningsih, 2019). Pada tahap ini mereka
berminat untuk mendapatkan pengetahuan dan mulai mengalami pningkatan
kompetensi. Dengan mengerti tentang dunia anak terutama usia
anak pra sekolah, maka dengan ini kami bermaksud untuk melaksanakan
program terapi bermain karena
Dalam kegiatan bermain, anak tidak terlepas dari kegiatan yang
memerlukan keterampilan motorik. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya
perkembangan fisik anak, dimana keterampilan motorik itu sendiri terkait erat
dengan perkembangan fisiknya. Keterampilan motorik ini meliputi motorik kasar
dan motorik halus. Adapun permainan yang menggunakan motorik kasar (gross
motor) antara lain bermain bola dan lompat tali, sedangkan untuk permainan
motorik halus (fine motor) seperti meronce dan bermain puzzle. Perkembangan
motorik halus ini bisa berkembang banyak sekali cara untuk menstimulus
perkembangan motorik halus anak seperti kegiatan menggunting, meremas,
menjiplak, menggambar, melipat, menganyam dan meronce. (Jamaris, 2021)

Secara umum perkembangan fisik yang terjadi pada anak usia 6 – 12 tahun baik
anak perempuan ataupun laki-laki memiliki berat, tinggi dan ukuran fisik yang
rata-rata sama. Saat berusia 6 tahun, tinggi mereka sekitar 106 cm dan beratnya 18
– 20 kg. sedangkan pada anak usia 12 tahun memiliki tinggi sekitar 130 cm dan
berat 34 – 36 kg. Diusia sekolah dasar, koordinasi anak akan mengalami 
berkembang. Baik Motorik kasar (berlari dan melompat) dan motorik halus
(menggunting dan menggambar, merangkai). Jane Brooks (2020).

Terapi bermain meronce yang akan dilaksanakan di ruang rawat inap Anak
RSUP.Dr. M.Djamil Padang dengan jumlah pasien 12 orang. Alasan memilih
terapi bermain seni meronce manik-manik adalah untuk melatih ketekunan,
melatih ketelitian, melatih daya imajinasi, melatih kreatifitas, mengasah otak anak
untuk berfikir, melatih daya ingat.melatih untuk sabar dan fokus. Dengan
memasukkan benang ke dalam lubang kecil memerlukan kesabaran dan
kefokusan tersendiri. Dan kegiatan meronce ini belum pernah dilakukan
sebelumnya di ruangan tersebut.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah bermain diharapkan anak dapat melanjutkan tumbuh
kembangnya, mengembangkan motorik halus dan kreatifitas melalui
kegiatan bermain

2. Tujuan Khusus
Setelah mengikuti permainan selama 30 menit anak akan mampu:
a. Mengembangkan kreativitas dan daya pikirnya
b. Mengekspresikan perasaannya selama proses pembelajaran
c. Mengekspresikan rasa senangnya terhadap permainan
d. Beradaptasi dengan lingkungan

3. Manfaat Penulisan
1.Bagi Ilmu Pengetahuan
Memberikan sumbangan informasi untuk lebih mengembangkan ilmu
pengetahuan terutama dibidang ilmu keperawatan khususnya mengenai
manik-manik terhadap perkembangan motorik halus.
2.Bagi Penulis
a. Untuk mengetahui tingkat perkembangan anak sekolah 6-12 tahun
sebelum diberikan terapi merangkai manik-manik dan setelah diberikan
terapi merangkai manik-manik.
3. Bagi Perawat
Memperdalam pengetahuan tentang perkembangan motorik halus.
4. Bagi Institusi

Sebagai bahan acuhan untuk aplikasi riset lebih lanjut mengenai


perkembangan motorik halus anak dengan menggunakan terapi merangkai manik-
manik
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Bermain

1. Pengertian

Bermain merupakan cerminan kemampuan fisik, intelektual,


emosional, dan social dan bermain merupakan media yang baik untuk
belajar karena dengan bermain, anak-anak akan berkata-kata
(berkomunikasi), belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan,
melakukan apa yang dapat dilakukannya, dan mengenal waktu, jarak
serta suara (Wong, 2020).
Bermain adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan atau
tanpa mempergunakan alat yang menghasilkan atau memberikan
informasi, memberi kesenangan maupun mengembangkan imajinasi
anak (Anggani Sudono, 2020).
Dari beberapa pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa bermain
merupakan aspek penting dalam kehidupan anak yang mencerminkan
kemampuan fisik, intelektual, emosional, dan social anak tersebut.
Walaupun tanpa mempergunakan alat yang menghasilkan atau
memberikan informasi, memberi kesenangan maupun mengembangkan
imajinasi anak, dalam bermain anak akan menemukan kekuatan serta
kelemahannya sendiri, minatnya, serta cara menyelesaikan tugas-tugas
dalam bermain.

2. Fungsi Bermain

Fungsi utama bermain adalah merangsang perkembangan


sensoris-motorik, perkembangan intelektual, perkembangan social,
perkembangan kreativitas, perkembangan kesadaran diri,
perkembangan moral dan bermain sebagai terapi. (Nining, Y. 2019)
Bermain dapat merangsang perkembangan motorik halus dan
motorik kasar anak akan mengalami berbagai perasaan yang sangat
tidak menyenangkan, seperti marah, takut, cemas, sedih, dan nyeri.
Perasaan tersebut merupakan dampak dari hospitalisasi yang dialami
anak karena menghadapi beberapa stressor yang ada dilingkungan
rumah sakit. Untuk itu, dengan melakukan permainan anak akan
terlepas dari ketegangan dan stress yang dialaminya karena dengan
melakukan permainan anak akan depat mengalihkan rasa sakitnya
pada permainannya (distraksi) dan relaksasi melalui kesenangannya
melakukan permainan. Dengan demikian, permainan adalah media
komunikasi antar anak dengan orang lain, termasuk dengan perawat
atau petugas kesehatan dirumah sakit. Perawat dapat mengkaji
perasaan dan pikiran anak melalui ekspresi nonverbal yang
ditunjukkan selama melakukan permainan atau melalui interaksi
yang ditunjukkan anak dengan orang tua dan teman kelompok
bermainnya.(Utami. 2020)
3. Klasifiksi Bermain

a. Berdasarkan Isi Permainan.(Utami,2020)


1) Social affective play
Inti permainan ini adalah adanya hubungan interpersonal
yang menyenangkan antara anak dan orang lain. Misalnya, bayi
akan mendapatkan kesenangan dan kepuasan dari hubungan yang
menyenangkan dengan orang tuanya atau orang lain. Permainan
yang biasa dilakukan adalah “Cilukba”, berbicara sambil
tersenyum dan tertawa, atau sekadar memberikan tangan pada
bayi untuk menggenggamnya, tetapi dengan diiringi berbicara
sambil tersenyum dan tertawa. Bayi akan mencoba berespons
terhadap tingkah laku orang tuanya misalnya dengan tersenyum,
tertawa, dan mengoceh.
2) Sense of pleasure play
Permainan ini menggunakan alat yang dapat menimbulkan
rasa senang pada anak dan biasanya mengasyikkan. Misalnya,
dengan menggunakan pasir, anak akan membuat gunung-
gunungan atau benda-benda apa saja yang dapat dibentuknya
dengan pasir . Bisa juga dengan menggunakan air anak akan
melakukan macam-macam permainan, misalnya memindah-
mindahkan air ke botol, bak, atau tempat lain. Ciri khas
permainan ini adalah anak akan semakin asyik bersentuhan
dengan alat permainan ini dan dengan permainan yang
dilakukannya sehingga susah dihentikan
3) Skill play
Sesuai dengan sebutannya, permainan ini akan
meningkatkan ketrampilan anak, khususnya motorik kasar dan
halus. Misalnya, bayi akan terampil memegang benda-benda
kecil, memindahkan benda dari satu tempat ke tempat yang lain,
dan anak akan terampil naik sepeda. Jadi, keterampilan tersebut
diperoleh melalui pengulangan kegiatan permainan yang di
lakukan. Semakin sering melakukan latihan, anak akan semakin
terampil.
4) Games atau permainan
Games atau permainan adalah jenis permainan yang
menggunakan alat tertentu yang menggunakan perhitungan atau
skor. Permainan ini bisa dilakukan oleh anak sendiri atau dengan
temannya. Banyak sekali jenis permainan ini mulai dari yang
sifatnya tradisional maupun yang modern.misalnya, ular tangga,
congklak, puzzle, dan lain-lain.
5) Unoccupied behaviour
Pada saat tertentu, anak sering terlihat mondar-mandir,
tersenyum, tertawa, jinjit-jinjit, bungkuk-bungkuk, memainkan
kursi, meja, atau apa saja yang ada di sekelilingnya. Jadi,
sebenarnya anak tidak memainkan alat permainan tertentu, dan
situasi atau obyek yang ada di sekelilingnya yang di gunakannya
sebagai alat permainan. Anak tampak senang, gembira, dan asyik
dengan situasi serta lingkungannya tersebut .
6) Dramatic play
Sesuai dengan sebutannya, pada permainan ini anak
memainkan peran sebagai orang lain melalui permainannya. Anak
berceloteh sambil berpakaian meniru orang dewasa, misalnya ibu
guru, ibunya, ayahnya, kakaknya, dan sebagainya yang ingin ia
tiru. Apabila anak bermain dengan temannya, akan terjadi
percakapan di antara mereka tentang peran orang yang mereka tiru.
Permainan ini penting untuk proses identifikasi anak terhadap
peran tertentu .
b. Berdasarkan Karakter Social
1) Onlooker play
Pada jenis permainan ini, anak hanya mengamati
temannya yang sedang bermain, tanpa ada inisiatif untuk ikut
berpartisipasi dalam permainan. Jadi, anak tersebut bersifat pasif,
tetapi ada proses pengamatan terhadap permainan yang sedang
dilakukan temannya.

2) Solitary play
Pada permainan ini, anak tampak berada dalam kelompok
permainan, tetapi anak bermain sendiri dengan alat permainan
yang dimilikinya, dan alat permainan tersebut berbeda dengan
alat permainan yang digunakan temannya, tidak ada kerja sama,
ataupun komunikasi dengan teman sepermainannya.
3) Parallel play
Pada permainan ini, anak dapat menggunakan alat
permainan yang sama, tetapi antara satu anak dengan anak
lainnya tidak terjadi kontak satu sama lain sehingga antara anak
satu dengan anak lain tidak ada sosialisasi satu sama lain.
Biasanya permainan ini dilakukan oleh anak usia toddler.
4) Associative play
Pada permainan ini sudah terjadi komunikasi antara satu
anak dengan anak lain, tetapi tidak terorganisasi, tidak ada
pemimpin atau yang memimpin permainan, dan tujuan permainan
tidak jelas. Contoh permainan jenis ini adalah bermain boneka,
bermain hujan-hujanan dan bermain masak-masakan.
5) Cooperative play
Aturan permainan dalam kelompok tampak lebih jelas pada
permainan jenis ini, juga tujuan dan pemimpin permainan. Anak
yang memimpin permainan mengatur dan mengarahkananggotanya
untuk bertindak dalam permainan sesuai dengan tujuan yang
diharapkan dalam permainan tersebut. Misalnya, pada permainan
sepak bola, ada anak yang memimpin permainan, aturan main
harus dijalankan oleh anak dan mereka harus dapat mencapai
tujuan bersama, yaitu memenangkan permainan dengan
memasukkan bola ke gawang lawan mainnya.
B. Konsep Bermain Meronce
1. Pengertian bermain Meronce
Meronce merupakan kegiatan menyusun benda-benda
dengan menggunakan tali atau yang lainnya. Bentuk meronce bisa
divariasikan menurut keinginan, sehingga anak dilatih untuk
menciptakan sesuatu ide baru, meningkatkan kreatifitas, melatih
pengenalan warna bentuk geometri, mengasah kemampuan
motorik halus, melatih memegang dengan dua tangan dan
sebagainya.
Merangkai dan meronce pada dasarnya merupakan suatu
wkegiatan yang sama yaitu menyusun benda-benda, pernik-pernik
dengan sentuhan keindahan sehingga orang yang melihatnya
merasa puas. Dalam merangkai dan meronce juga harus
memperhatikan unsur-unsur visual. Unsur-unsur tersebut harus
memenuhi prinsip penyusun seperti komposisi warna, bentuk,
ukuran, jenis, irama dan sebagainya.
Keterampilan meronce merupakan kegiatan memasukkan
manik-manik menggunakan benang bertujuan untuk membantu
anak usia dini menggunakan jari jemarinya untuk memungut,
memegang, menjepit antara ibu jari dan jari telunjuk, sehingga
keterampilan meronce digunakan sebagai alternatif untuk
membantu anak yang mengalami hambatan dalam menggerakkan
jari-jemari dan pergelangan tangannya. Dengan demikian
keterampilan meronce diduga memberikan pengaruh positif dalam
meningkatkan kemampuan motorik halus anak.

2. Tujuan bermain meronce


Karya kerajinan seperti merangkai dan meronce mempunyai tujuan
yang berbeda dengan melukis dan menggambar. Aspek ini yang
menentukan bentuk akhir, misalnya: ketika akan membuat roncean gelang
manik-manik, seorang anak yang kemudian membuatnya tidak diikatkan
satu diantaranya sehingga mirip untaian bebas, maka tidak dapat dikatakan
sebagai roncean.
Dilihat dari konsep umumnya merangkai dan meronce mempunyai
tujuan:
a. Permainan
Merangkai maupun meronce dapat berfungsi untuk alat bermain
anak, benda-benda yang akan dirangkai tidak di tujukan untuk
kebutuhan tertentu melainkan untuk melatih memperoleh kepuasan rasa
dan memahami keindahan.
Seorang guru dapat meminta anak didiknya untuk membawa bekal
makanan secukupnya, anak diminta untuk menata makanannya didalam
piring plastik yang sudah disiapkan oleh guru. Maka dengan meminta
menata, sekaligus anak terlibat dalam bermain.
b. Kreasi dengan komposisi
Kemungkinan benda atau komponen lain dapat diminta oleh guru
kepada anak untuk menyusun ala kadarnya. Benda-benda tersebut
dikumpulkan dari lingkungan sekitar, seperti: papan bekas, kotak sabun
atau yang lain yang dibayanngkan dapat menjadi bangunan megah.
Anak sengaja hanya bermain imajinasi saja, sehingga tujuan bermain ini
untuk melatih imajinasi atau bayangan anak tentangkonstruksi suatu
bangunan.
Secara garis besar manfaat penataan ini adalah:
a) Melatih imajinasi melalui bentuk dan konstruksi bentuk dan bahan.
b) Melatih ketelitian melalui kecermatan merangkai serta menyusun
benda-benda tersebut.
c) Melatih keajegan atau irama melalui urutan, tingkatan, serta
kedudukan masing-masing benda terhadap benda yang lain.
d) Melatih rasa kebersamaan, jika merangkai secara bersama-sama,
e) Ekspresi atau mengutarakan pendapat melalui pengandaian bentuk
untuk menyatakan keinginannya terhadap benda yang diminta.
Kegiatan bermain bagi anak sebenarnya merupakan latihan untuk
mengenal benda serta sesuatu yang ada dilingkungan sekitarnya melalui
peniruan.
c. Gubahan atau inovasi
Merangkai dan meronce dapat ditujukan untuk melatih kreativitas, yaitu
dengan cara mengubah fungsi lama menjadi fungsi baru. Seni
merangkai ini lebih cendrung dikatakan sebagai seni bentuk dengan
teknik merangkai dan meronce.

3. Manfaat meronce

Meronce menggunakan manik-manik merupakan permainan edukatif yang


bermanfaat untuk:
a. Melatih kemampuan menangkap bentuk dan warna obyek
b. Melatih konsentrasi, kreatif, dan kesabaran
c. Mempersiapkan anak belajar menulis
d. Belajar menyusun atau mengikuti pola
e. Melatih imajinasi
f. Melatih memegang dengan dua tangan

C. Konsep Anak Usia Sekolah


1. Pengertian

Pengertian anak usia sekolah adalah anak yang berada pada usia-usia
sekolah. Masa usia sekolah sebagai masa kanak-kanak akhir yang berlangsung
dari usia enam hingga kira-kira usia duabelas tahun. Karakteristik utama usia
sekolah adalah mereka menampilkan perbedaan-perbedaan individual dalam
banyak segi dan bidang, diantaranya perbedaan dalam intelegensi, kemampuan
dalam kognitif dan bahasa, perkembangan kepribadian dan perkembangan fisik
(Untario, 2019)

Pada anak usia sekolah anak sudah mampu mengenal guru baru dan teman-teman
barunya, perbedaan mendasar terletak pada tugas belajarnya. Pendampingan orang
tua dalam hal mengembangkan kemampuan membaca, menulis dan berhitung,
mengembangkan kebiasaan belajar yang baik merupakan hal yang penting Mosby
Hubel & Campell. (2020)

2. Aspek Tumbuh Kembang Anak Usia Sekolah

a. Aspek fisik

Aspek fisik di masa ini berjalan lebih lambat dibanding ketika anak di masa bayi
dan masa awal kanak-kanak. Di awal usia 6 tahun, anak umumnya masih tampak
seperti anak kecil. Namun, nanti di usia 12 tahun, anak sudah berubah dan mulai
terlihat seperti orang dewasa. Bahkan ada beberapa anak yang mulai mengalami
masa pubertas di usia 12 tahun ini. Di masa usia sekolah, anak-anak biasanya
telah siap menerima pelajaran keterampilan yang berhubungan dengan motorik,
misalnya menggambar, melukis, menulis, mengetik komputer, melakukan
berbagai olahraga seperti bermain bola, berenang, dan masih banyak lagi.

b. Aspek Bahasa

Di usia sekolah kemampuan anak dalam mengenal serta menguasai


perbendaharaan kata mengalami perkembangan yang sangat pesat. Ketika berusia
6 tahun anak mampu menguasai sekitar 2.500 kata dan ini mengalami
peningkatkan menjadi 50.000 kata ketika anak telah berusia 11-12 tahun. Dengan
semakin majunya tingkat berpikir anak, anak lebih banyak bertanya tentang waktu
dan sebab akibat. Apalagi ditambah dengan adanya pelajaran bahasa Indonesia di
sekolah, maka diharapkan anak dapat memiliki keterampilan mengolah informasi
yang Ia terima dan berpikir serta menyatakan pendapatnya.

c. Aspek Kognitif

Anak yang berusia 6-12 tahun dikatakan berada dalam tahap operasional konkret,
yakni anak sudah memiliki kecakapan berpikir logis, namun hanya pada benda-
benda yang bersifat konkret. Tahapan ini ditandai dengan tiga kemampuan baru
yang dikuasai oleh anak, yakni kemampuan menyusun, mengelompokkan, serta
menghubungkan atau menghitung angka. Kemampuan yang berhubungan dengan
angka contohnya mengurangi, menambah, membagi dan mengalikan. 

d. Aspek sosial emosional

Sebelum usia 6 tahun anak banyak menghabiskan waktu di lingkungan keluarga.


Nah, pada umur 6-12 tahun, anak-anak mulai lebih banyak keluar ke lingkungan
sekolah. Sehingga semua aspek memiliki peran bagi tumbuh kembang anak,
seperti orang tua yang selalu mendorong, guru yang harus memberi perhatian,
serta teman yang harus menerima kehadirannya. Namun, tidak semua anak selalu
mendapatkan itu semua. Sehingga orang tua harus memahami tentang kondisi
sekolah serta teman sepermainan anaknya.

4. Hambatan Yang Mungkin Muncul

Hambatan yang mungkin muncul dalam proses pelaksanaan terapi


bermain meronce pada anak-anak di Ruang Anak Kronis RSUP
M.DJAMIL PADANG cenderung cepat bosan dalam melakukan suatu
kegiatan dalam waktu yang lama. Kelompok harus mampu menfokuskan
anak pada terapi bermain yang akan dilaksanakan.

5.  Antisipasi Hambatan

Perlu adanya pendekatan dan pengawasan khusus dari setiap fasilitator


terhadap peserta terapi untuk senantiasa menjaga fokus peserta dalam
melakukan terapi bermain meronce yang akan dilaksanakan.

6. Sasaran

a. Persetujuan orang tua


b. Anak usia sekolah (6-12ahun)
c. Anak yang dirawat di ruang Anak RSP.Dr. M.Djamil Padang
d. Tidak mempunyai keterbatasan (fisik atau akibat terapi lain) yang
dapat menghalangi proses terapi bermain
e. Kooperatif dan mampu mengikuti proses kegiatan sampai selesai
f. Anak yang mau berpartisipasi dalam terapi bermain seni

7. Media : 1. Manik - Manik


2.Benang
3.Gelas / Mangkok plastik
4. Gunting Kecil

8. Setting Tempat
Keterangan :

: Fasilitator

: Peserta

: Leader

: Co-Leader

: Observer

9. Pengorganisasian :
1. Leader          : Nurhofifah Hidayati
2. Co Leader :  Sri Rahma Hosen
3. Observer           : Kurnia Mayang Sari, Dwifa
Maharani, Alfita Sari
4. Fasilitator         :  Nur Fauziah, Wiwit Sundari,
Rabiatul Izzati Aluvira, Dwi Suci R.P, Nurma Mutia, Julia
Eka Putri

10. Pembagian Tugas        :


1. Peran Leader : Katalisator, yaitu mempermudah komunikasi dan interaksi
dengan jalan menciptakan situasi dan suasana yang memungkinkan klien
termotivasi untuk mengekspresikan perasaannya
Auxilery Ego, sebagai penopang bagi anggota yang terlalu lemah atau
mendominasi. Koordinator, yaitu mengarahkan proses kegiatan kearah
pencapaian tujuan dengan cara memberi motivasi kepada anggota untuk
terlibat dalam kegiatan

2. Peran Co Leader
a. Mengidentifikasi issue penting dalam proses
b. Mengidentifikasi strategi yang digunakan Leader
c. Mencatat modifikasi strategi untuk kelompok pada sesion atau
kelompok yang akan datang
d. Memprediksi respon anggota kelompok pada sesion berikutnya
3. Peran Fasilitator
a. Mempertahankan kehadiran peserta
b. Mempertahankan dan meningkatkan motivasi peserta
c. Mencegah gangguan atau hambatan terhadap kelompok baik dari luar
maupun dari dalam kelompok

4. Peran Observer
a. Mengamati keamanan jalannya kegiatan terapi bermain
b. Memperhatikan tingkah laku peserta selama kegiatan
c. Memperhatikan ketepatan waktu jalannya kegiatan terapi bermain
d. Menilai performa dari setiap tim terapis dalam memberikan terapi

11. Strategi Pelaksanaan Terapi Bermain

No Waktu Terapy Anak Ket

1 5 menit Pembukaan :
1.   Co-Leader  membuka dan Menjawab salam
mengucapkan salam
2.  Memperkenalkan diri Mendengarkan
3. Memperkenalkan pembimbing Mendengarkan
4.  Memperkenalkan anak satu Mendengarkan  dan saling
persatu dan anak saling berkenalan
berkenalan dengan temannya
5.   Kontrak waktu dengan anak Mendengarkan
6. Mempersilahkan Leader Mendengarkan
2 30 menit Kegiatan bermain :
1.  Leader menjelaskan cara Mendengarkan
permainan
2.  Menanyakan pada anak, anak Menjawab pertanyaan
mau bermain atau tidak
3.  Membagikan media permainan Menerima permainan
4.  Leader ,co-leader, dan Fasilitator Bermain
memotivasi anak
5.  Fasilitator mengobservasi anak Bermain
6.  Menanyakan perasaan anak Mengungkapkan perasaan
3 10 menit Penutup :
1.  Leader Menghentikan permainan Selesai bermain
2. Menanyakan perasaan anak Mengungkapkan perasaan
3.  Menyampaikan hasil permainan Mendengarkan
4.  Membagikan souvenir/kenang- Senang
kenangan pada semua anak yang
bermain
5. Menanyakan perasaan anak Mengungkapkan perasaan
6. Co-leader menutup acara Mendengarkan
7. Mengucapkan salam Menjawab salam

12. Kriteria Penilaian
1. Penilaian struktur seperti kesiapan media dan tempat
2. Penilaian proses jalannya terapi yang dilakukan apakah sesuai dengan
yang telah direncanakan di proposal
3. Penilaian hasil akhir dari terapi yang telah dilakukan mencakup
kesimpulan dari evaluasi struktur, proses, dan evaluasi hasil

 
13. Evaluasi

1. Evaluasi Struktur
a. Kesiapan media dan tempat
b. Penyelenggaraan terapi bermain di Ruang Anak RSUP.Dr.M.Djamil
Padang Pengorganisasian penyelenggaraan terapi bermain dilakukan
sebelum terapi bermain dilaksanakan

2. Evaluasi Proses
a) Terapi dapat berjalan dengan lancar
b) Anak dapat mengikuti terapi bermain dengan baik
c) Fasilitator dapat memfasilitasi dan memotivasi anak dalam permainan
d) Tidak ada hambatan saat melakukan terapi
e) Semua anggota kelompok dapat bekerja sama dan bekerja sesuai
tugasnya

3. Evaluasi Hasil
a) Anak mampu meningkatkan perkembangan yang normal pada saat sakit
melalui terapi bermain (merangkai manik-manik).
b) Anak mampu menghilangkan dan mengurangi stressor kecemasan
selama hospitalisasi.
c) Anak mampu mengembangkan kemampuan dan kreativitas yang
dimilikinya.
d) Anak mampu mengekspresikan perasaan, keinginan serta ide-idenya
melalui permainan merangkai manik-manik
DAFTAR PUSTAKA

Jamaris, M. (2019). Perkembangan dan Pengembangan Anak. Jakarta: Grasindo

Stuart,G.(2021)

Supartini, Yupi. (2019). Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC.

Utami, M. (2020). Pengembangan Kreatifitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineka


Cipta.

Wong, Donna L. (2020). Clinical Manual of Pediatric Nursing. USA: Mosby.

Yuniarti. (2019). Jurnal PEndidikan Profesi Vol.3 No. 4. Klaten: CV. Putra
Sukses.

Anda mungkin juga menyukai