Anda di halaman 1dari 61

LAPORAN KASUS KELOMPOK

“Asuhan Keperawatan Pada An. R Dengan SINDROM NEFROTIK


Di Ruang Poli Anak RSUD PALEMBANG BARI”

Disusun Oleh:

1. Ridia Lokarina 22221092


2. Ririn Agustin 22221093
3. Rizky Amrin Sidiq 22221094
4. Safitri 22221095
5. Selvi Suci Hayati 22221096
6. Seni Mariska 22221097
7. Sheli Sulistia Ningsih 22221098
8. Shelly Nugraha 22221099
9. Siti Cholipah 22221100
10. Sri Wahyuni 22221101

Pembimbing Lahan : Darmawati S., Kep., Ners


Pembimbing Akademik : Marwan Riki Ginanjar S.,Kep., Ners., M., Kep

PENDIDIKAN PROFESI NERS FAKULTAS ILMU


KESEHATAN INSTITUT ILMU KESEHATAN DAN TEKNOLOGI
MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2021/2022
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Kasus Lengkap ini diajukan oleh :


Kelompok : Kelompok 5
Program Studi : Profesi Ners
Judul Kasus : Asuhan Keperawatan

Telah diperiksa, disetujui dan dipertahankan untuk dilakukan Seminar Kasus


Lengkap

Paembang, Oktober 2021

Pembimbing Institusi Pendidikan Pembimbing Lahan


IKesT Muhammadiyah Palembang RSUD Palembang BARI

Marwan Riki Ginanjar S.,Kep., Ners., M., Kep Darmawati S., Kep., Ners

NBM. NIP.

Menyetujui,
Kepala Bagian Diklat Pada RSUD Palembang BARI

(Bembi Farizal, S.STP.i.,MM)


NIP. 198707012010011001

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya,
kami dapat menyelesaikan laporan kasus kelompok ini dengan judul “Asuhan
Keperawatan Pada An R Dengan RSUD Bari Palembang Tahun 2021”.
Penulisan laporan kasus ini dilakukan dalam rangka tugas Pendidikan Profesi
Ners di Fakultas Ilmu Kesehatan Institut Ilmu Kesehatan dan Teknologi
Muhammadiyah Palembang.
Dalam penyusunan laporan kasus ini kami menyadari bahwa masih
banyak kekurangan maka dari itu kami sangat membutuhkan kritik dan saran
yang membangun. Pada kesempatan ini menyampaikan ucapan terima kasih
kepada:
1. Ibu dr. Hj. Makiani, SH., MM., MARS, Selaku Direktur RSUD Palembang
BARI.
2. Bapak dr. Alfarobi, M.Kes, selaku Wakil Direktur Umum RSUD Palembang
BARI.
3. Bapak Bembi Farizal, S.ST. Pi.,MM, selaku Ka Bag Diklat RSUD
Palembang BARI.
4. Ibu Hj. Masrianah, S.Kep.,Ners.,M.Kes, selaku Ka Bag Keperawatan RSUD
Palembang BARI.
5. Ibu Bety Maryanti, SKM.,M.Kes, selaku Ka Sub Bag Kerjasama &
Pendidikan RSUD Palembang BARI.
6. Bapak Heri Shatriadi CP,S.Pd.,M.Kes. Selaku Rektor Institut Ilmu
Kesehatan dan Teknologi Muhammadiyah Palembang.
7. Ibu Maya Fadillah, S.Kep., Ns., M.Kes. Selaku Dekan Fakultas Ilmu
Kesehatan Institut Ilmu Kesehatan dan Teknologi Muhammadiyah
Palembang.
8. Bapak Yudi Abdul Majid, S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku Ketua Program Studi
Ilmu Keperawatan.
9. Ibu Yuniza, S.Kep., Ns., M.Kep selaku Penanggung jawab Stase
Keperawatan Maternitas pada Profesi Ners Institut Ilmu Kesehatan dan

iii
Teknologi Muhammadiyah Palembang.
10. Ibu Yunita Dewi, SST selaku Kepala Ruangan Ruang Kebidanan RSUD
Palembang BARI.
11. Ibu Herdaisnita, S.ST., M.Kes selaku Clinical Instructur (CI) di Ruang
Bersalin RSUD Palembang BARI.
Kami menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak, dari akademik maupun lahan praktik, sangat sulit untuk menyelesaikan
laporan kasus ini. Semoga laporan kasus ini membawa manfaat bagi
pengembangan ilmu kedepannnya. Aamiin.

Palembang, 07 November
2021

Penulis

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN....................................................................................ii
KATA PENGANTAR................................................................................................iii
DAFTAR ISI..............................................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................1
A. Latar Belakang......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................4
C. Tujuan ..................................................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. ..............................................................................................................................

BAB III PROFIL RUMAH SAKIT DAERAH PALEMBANG BARI


A. Sejarah Rumah Sakit............................................................................................21
B. Visi, Misi, dan Moto............................................................................................22
C. Fasilitas Pelayanan...............................................................................................22
BAB IV ASUHAN KEPERAWATAN...................................................................25
A. Perioritas Diagnosa Keperaawatan ......................................................................46
B. Analisa Masalah Keperawatan.............................................................................46
C. Intervensi Keperawatan........................................................................................48
D. Implementasi dan Evaluasi...................................................................................50
BAB V PEMBAHASAN..........................................................................................57
BAB VI PENUTUP..................................................................................................61
A. Kesimpulan.........................................................................................................61
B. Saran....................................................................................................................62
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................63

1
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sindrom nefrotik (SN) merupakan keadaan dimana terjadi hilangnya protein
yang berlebih ke dalam urin akibat gangguan filtrasi pada glomerulus yang
menyebabkan gejala kompleks berupa proteinuria (> 3,5 g / 24 jam),
hipoalbuminemia, edema, dan hiperlipidemia (Aminoff et al., 2014). Sindrom
nefrotik dapat diklasifikasikan berdasarkan penyebabnya yaitu sindrom nefrotik
primer dan sindrom nefrotik sekunder. Sindrom nefrotik primer terdiri dari
idiopatik dan genetik (Teeninga, 2014). Sindrom nefrotik idiopatik
menggambarkan penyakit atau kondisi yang tidak diketahui penyebabnya, yang
termasuk kedalam kelompok ini terdiri tiga macam jaringan yaitu minimal
change nephrotic syndrome (MCNS), focal segmental glomerulosclerosis
(FSGS), dan membranouse nephropathy (MN). Sindrom nefrotik genetik
merupakan sindrom nefrotik kongenital yang diperoleh bawaan dari lahir.
Sedangkan sindrom nefrotik sekunder merupakan sindrom nefrotik yang dapat
disebabkan oleh penyakit, seperti diabetes nefropati, amyloidosis, sistemic lupus
erythematosus (SLE), dan infeksi (Kaneko, 2016 & Turner et al., 2016).

Menurut penelitian di Amerika Serikat insiden tahunan sindrom nefrotik


padaorang dewasa adalah tiga per 100.000 orang (Kodner, 2016). Sedangkan d
Pakistan diperkirakan tingkat prevalensi keseluruhan sindrom nefrotik sebesar 2
sampai 5 kasus per 100.000 anak dengan prevalensi kumulatif sebesar 15,5
kasus per 100.000 pada usia anak-anak (Najam-ud-Din et al., 2013). Di
Indonesia sendiri berdasarkan catatan pada ruang perawatan anak RSUP Sanglah
Denpasar selama periode 6 tahun (2001-2007), terdapat 68 anak menderita
sindrom nefrotik. Usia penderita berkisar antara 6 bulan sampai 11 tahun (rata-
rata 5,1) dengan laki-laki berjumlah 50 (73,5%) sedangkan perempuan
berjumlah 18 (26,5%) dengan rasio 2,7: 1 (Nilawati, 2012). Sementara di dunia

1
tercatat bahwa negara Jepang diketahui sebanyak 477 mengalami kematian
akibat sindrom nefrotik, kemudian disusul negara Mesir sebanyak 243 anak-
anak mengalami kematian, dan negara selanjutnya United State dengan 153 yang
mengalami kematian akibat sindrom nefrotik (Khider et al., 2017).

Pada pasien sindrom nefrotik terjadi kondisi proteinuria (hilangnya protein


berlebih) akibat adanya peningkatan permeabilitas kapiler terhadap protein yang
disebabkan oleh kerusakan dinding kapiler glomeruli sehingga terjadi gangguan
filtrasi pada glomerulus. Kondisi proteinuria akan mengarah ke
hipoalbuminemia. Edema juga merupakan gejala yang sering terjadi akibat
kondisi hipoalbuminemia yang menyebabkan tekanan onkotik plasma menurun
sehingga terjadi manifestasi edema (Merseburger et al., 2014). Hiperlipidemia
merupakan gejala umum dari sindrom nefrotik akibat peningkatan sintesis
lipoprotein di hati, gangguan transport lipid dan menurunnya katabolisme lipid
(Agrawal, 2016).

Penanganan sindrom nefrotik berfokus untuk mengurangi keadaan klinis


gejala pada pasien sindrom nefrotik dengan beberapa penanganan. Pada kondisi
proteinuria, kortikosteroid merupakan pengobatan awal untuk mengatasi
gangguan yang terjadi pada glomerulus yang mempunyai aktivitas sebagai
antiinflamasi sehingga dapat mengatasi proteinuria. Kortikosteroid yang biasa
digunakan yaitu prednison. Sementara penggunaan ACE inhibitor dan ARB juga
diperlukaan untuk mengurangi proteinuria. Cara kerja kedua obat ini dengan
menurunkan ekskresi protein di urin melalui penurunan tekanan hidrostatik dan
mengubah permeabilitas glomerulus. Obat yang biasa digunakan pada golongan
ACEI meliputi kaptopril, enalapril, dan lisinopril. Sedangkan untuk golongan
ARB seperti losartan. Pada sindrom nefrotik, apabila terdapat hiperlipidemia
dapat diberikan obat untuk menurunkan kadar kolesterol seperti inhibitor
HMgCoA reduktase (statin). Terapi statin yang biasa diberikan yaitu lovastatin
dan atorvastatin.

Terapi albumin dapat ditambahkan pada kondisi hipoalbuminemia berat ( 1

2
g/dL). Apabila terdapat gejala infeksi, maka perlu diberikan terapi antibiotik
yang tepat. Keadaan edema yang terjadi pada pasien sindrom nefrotik diatasi
dengan pemberian terapi diuretik. Penggunaan diuretik bertujuan untuk
meningkatkan pengeluaran urin oleh ginjal dengan mengubah kondisi natrium.
Peningkatan ekskresi natrium menyebabkan penigkatan ekskresi air. Terapi yang
biasa diberikan yaitu diuretik kuat (loop diuretic) seperti furosemid dengan
(Trihono et al., 2012; Dewi & Mery, 2017; Dipiro et al., 2017; Pardede, 2017).

Edema pada pasien sindrom nefrotik terjadi kqrena kondisi hipoalbuminemia


yang menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma, sehingga cairan bergeser
dari intravaskular ke jaringan interstisium menyebabkan kondisi edema.
Akibatnya terjadi penurunan volume (hipovolemia) dan meningkatkan pelepasan
hormon antidiuresis, sehingga terjadi retensi air dan natrium. Retensi natrium
dan air oleh ginjal menyebabkan cairan ekstraseluler meningkat sehingga terjadi
edema (McCance & Hueter, 2014; Arsita, 2017).

Terapi lini pertama untuk edema pada sindrom nefrotik adalah diuretik kuat
(loop diuretic), yang biasa diberikan yaitu Furosemid. Untuk terapi tambahan
diuretik lini kedua biasanya digunakan pada pasien yang tidak mengalami
penurunan edema jika hanya diberikan loop diuretic, meliputi antagonis
aldosteron (spironolakton) atau amilorida dan diuretik thiazid (Turner et al.,
2016). Apabila pemberian diuretik tidak berhasil, biasanya karena terjadi
hipovolemia atau hipoalbuminemia berat ( 1 g/dL), dapat diberikan infus
albumin 20-25 % selama 2 - 4 jam yang digunakan untuk menarik cairan dari
jaringan intestisial dan diakhiri dengan pemberian loop diuretic seperti
furosemid (Trihono et al., 2012). Karena retensi garam oleh ginjal pada pasien
sindrom nefrotik cukup besar, maka loop diuretic yang kuat seperti furosemid
harus diberikan (Arsita, 2017).

3
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang maka rumusan masalah dalam laporan ini
adalah “Asuhan Keperawatan Pada An. R Dengan SINDROM NEFROTIK
Di Ruang Poli Anak RSUD PALEMBANG BARI”

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum

a. Mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan secara


kompehensif kepada klien dengan Sindrom Nefrotik
b. Mahasiswa mampu mengetahui definisi keperawatan sindrom
nefrotik
c. Mahasiswa mampu mengetahui etiologi sindrom nefrotik
d. Mahsiswa mampu mengetahui manifestasi klinik pada sindrom
nefrotik
e. Mahasiswa mampu mengetahui asuhan keperawatan sindrom nefrotik
f. Mahasiswa mampu mengetahui komplikasi dari sindrom nefrotik
g. Mahasiswa mampu mengetahui pemeriksaan penunjang sindrom
nefrotik
h. Mahasiswa mampu mengetahui penatalaksanaan sindrom nefrotik
i. Mahasiswa mampu mengetahui patofisiologi sindrom nefrotik

2. Tujuan khusus

a. Mahasiswa mampu mengetahui data pengkajian dalam


keperawatan.
b. Mahasiswa mampu mengetahui diagnosa keperawatan yang
digunakan.
c. Mahasiswa mampu mengetahui intervensi keperawatan yang

4
diberikan sebagai rencana dalam tindakan keperawatan.

a. Diketahui implementasi sebagai tindakan yang dilakukan


dalam keperawatan.
b. Diketahui evaluasi keperawatan dalam tindakan yang
sudah di lakukan.

5
BAB II

TINJAUAN TEORI

1. Definisi Sindrom Nerotik ( SN )

Sindrom nefrotik (SN) merupakan keadaan dimana terjadi hilangnya


protein yang berlebih ke dalam urin akibat gangguan filtrasi pada glomerulus
yang menyebabkan gejala kompleks berupa proteinuria (> 3,5 g / 24 jam),
hipoalbuminemia, edema, dan hiperlipidemia (Aminoff et al., 2014).
Sindrom nefrotik dapat diklasifikasikan berdasarkan penyebabnya yaitu
sindrom nefrotik primer dan sindrom nefrotik sekunder. Sindrom nefrotik
primer terdiri dari idiopatik dan genetik (Teeninga, 2014). Sindrom nefrotik
idiopatik menggambarkan penyakit atau kondisi yang tidak diketahui
penyebabnya, yang termasuk kedalam kelompok ini terdiri tiga macam
jaringan yaitu minimal change nephrotic syndrome (MCNS), focal
segmental glomerulosclerosis (FSGS), dan membranouse nephropathy
(MN). Sindrom nefrotik genetik merupakan sindrom nefrotik kongenital
yang diperoleh bawaan dari lahir. Sedangkan sindrom nefrotik sekunder
merupakan sindrom nefrotik yang dapat disebabkan oleh penyakit, seperti
diabetes nefropati, amyloidosis, sistemic lupus erythematosus (SLE), dan
infeksi (Kaneko, 2016 & Turner et al., 2016).

Menurut penelitian di Amerika Serikat insiden tahunan sindrom


nefrotik pada orang dewasa adalah tiga per 100.000 orang (Kodner, 2016).
Sedangkan di Pakistan diperkirakan tingkat prevalensi keseluruhan sindrom
nefrotik sebesar 2 sampai 5 kasus per 100.000 anak dengan prevalensi
kumulatif sebesar 15,5 kasus per 100.000 pada usia anak-anak (Najam-ud-
Din et al., 2013). Di Indonesia sendiri berdasarkan catatan pada ruang
perawatan anak RSUP Sanglah Denpasar selama periode 6 tahun (2001-
2007), terdapat 68 anak menderita sindrom nefrotik. Usia penderita berkisar
6
antara 6 bulan sampai 11 tahun (rata-rata 5,1) dengan laki-laki berjumlah 50
(73,5%) sedangkan perempuan berjumlah 18 (26,5%) dengan rasio 2,7: 1
(Nilawati, 2012). Sementara di dunia tercatat bahwa negara Jepang diketahui
sebanyak 477 mengalami kematian akibat sindrom nefrotik, kemudian
disusul negara Mesir sebanyak 243 anak-anak mengalami kematian, dan
negara selanjutnya United State dengan 153 yang mengalami kematian
akibat sindrom nefrotik (Khider et al., 2017).

2. Etiologi

Menurut Nurarif & Kusuma (2013), Penyebab Sindrom nefrotik yang pasti
belum diketahui. Akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit autoimun,
yaitu suatu reaksi antigen antibody. Umumnya etiologi dibagi menjadi:

a. Sindrom nefrotik bawaan

Diturunkan sebagai resesif autosom atau karena reaksi maternofetal.


Resisten terhadap suatu pengobatan. Gejala edema pada masa neonatus.
Pernah dicoba pencangkokan ginjal pada neonatus tetapi tidak berhasil.
Prognosis buruk dan biasanya pasien meninggal pada bulan-bulan
pertama kehidupannya.

b. Sindrom nefrotik sekunder

Disebabkan oleh :

1) Malaria quartana atau parasit lainnya

Adalah Sindrom nefrotik yang tidak diketahui penyebabnya atau juga


disebut sindrom nefrotik primer. Berdasarkan histopatologis yang
tampak pada biopsy ginjal dengan pemeriksaan mikroskopi biasa dan
mikroskopi electron, Churg dkk membagi dalam 4 golongan yaitu
kelainan minimal, nefropati membranosa, glomerulonefritis
proliferatif, glomerulosklerosis fokal segmental

7
2) Penyakit kolagen seperti SLE, purpura anafilaktoid

3) Glomerulonefritis akut atau glomerulonefritis kronis, trombosis vena


renalis

4) Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas,


sengatan lebah, racun otak, air raksa.

5) Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefriti membran


eproliferatif hipokomplementemik.

c. Sindrom nefrotik idiopatik

Adalah Sindrom nefrotik yang tidak diketahui penyebabnya atau juga


disebut sindrom nefrotik primer. Berdasarkan histopatologis yang tampak
pada biopsy ginjal dengan pemeriksaan mikroskopi biasa dan mikroskopi
electron, Churg dkk membagi dalam 4 golongan yaitu kelainan minimal,
nefropati membranosa, glomerulonefritis proliferatif, glomerulosklerosis
fokal segmental. Penyebab sindrom nefrotik dibagi menjadi 2 menurut
Muttaqin. 2012 adalah:

1) Primer, berkaitan dengan berbagai penyakit ginjal, seperti:

a) Glomerulonefritis

b) Nefrotik sindrom perubahan minimal

2) Sekunder, akibat infeksi, penggunaan obat, dan penyakit sistemik lain,


seperti:

a) Diabetes mellitus

b) Sistema lupus eritematosus

c) Amyloidosis

8
3. Anatomi Fisiologi
Menurut Gibson,John (2013) , Setiap ginjal memiliki panjang sekitar
12 cm, lebar 7 cm, dan tebal maksimum 2,5 cm, dan terletak pada bagian
belakang abdomen, posterior terhadap peritoneum, pada cekungan yang
berjalan di sepanjang sisi corpus vertebrae. Lemak perinefrik adalah lemak
yang melapisi ginjal. Ginjal kanan terletak agak lebih rendah daripada ginjal
kiri karena adanya hepar pada sisi kanan. Sebuah glandula adrenalis terletak
pada bagian atas setiap ginjal. Setiap ginjal memiliki ujung atas dan bawah
yang membulat (ujung superior dan inferior), margo lateral yang membulat
konveks, dan pada margo medialis terdapat cekungan yang disebut hilum.
Arteria dan vena, pembuluh limfe, nervus renalis, dan ujung atas ureter
bergabung dengan ginjal pada hilum.

Gambar 2.1 Struktur Ginjal. Pearce,Evelyn.L (2011)


Bagian ginjal yang dicetak tebal adalah bagian utama ginjal. Berikut penjelasan
bagian-bagian di dalam ginjal :

1. Ginjal terletak di bagian perut. Gambar ginjal di atas adalah ginjal kiri
yang telah di belah.

2. Calyces adalah suatu penampung berbentuk cangkir dimana urin


terkumpul sebelum mencapai kandung kemih melalui ureter.

3. Pelvis adalah tempat bermuaranya tubulus yaitu tempat penampungan


urin sementara yang akan dialirkan menuju kandung kemih melalui
ureter dan dikeluarkan dari tubuh melalui uretra.
9
4. Medula terdiri atas beberapa badan berbentuk kerucut (piramida), di
dalam medula terdapat lengkung henle yang menghubungkan tubulus
kontroktus proksimal dan tubulus kontroktus distal

5. Korteks didalamnya terdapat jutaan nefron yang terdiri dari bagianbadan


malphigi. Badan malphigi tersusun atas glomerulus yang di selubungi
kapsul bowman dan tubulus yang terdiri dari tubulus kontortus
proksimal, tubulus kontroktus distal, dan tubulus kolektivus.

6. Ureter adalah suatu saluran muskuler yang berbentuk silinder yang


mengantarkan urin dari ginjal menuju kandung kemih.

7. Vena ginjal merupakan pembuluh balik yang berfungsi untuk membawa


darah keluar dari ginjal menuju vena cava inferior kemudian kembali ke
jantung.

8. Arteri ginjal merupakan pembuluh nadi yang berfungsi untuk membawa


darah ke dalam ginjal untuk di saring di glomerulus.

Gambar 2.2 dari glomerulus, kapsul bowman, tubulus kontortus


proksimal, lengkun Bagian-bagian Nefron.
Gibson,John (2013) Di dalam korteks terdapat jutaan nefron. Nefron adalah
unit fungsional terkecil dari ginjal yang terdiri atas tubulus kontroktus
proximal, tubulus kontortus distal dan duktus duktus koligentes.Berikut
adalah penjelasan bagian-bagian di dalam nefron
10
1. Nefron adalah tempat penyaringan darah. Di dalam ginjal terdapat lebih
dari 1

2. juta buah nefron. 1 nefron terdiri ghenle, tubulus kontortus distal, tubulus
kolektivus.

3. Glomerulus merupakan tempat penyaringan darah yang akan menyaring


air, garam, asam amino, glukosa, dan urea. Menghasilkan urin primer.

4. Kapsul bowman adalah semacam kantong/kapsul yang membungkus


glomerulus. Kapsul bowman ditemukan oleh Sir William Bowman.

5. Tubulus kontortus proksimal adalah tempat penyerapan kembali/


reabsorbsi urin primer yang menyerap glukosa, garam, air, dan asam
amino. Menghasilkan urin sekunder.

6. Lengkung henle merupakan penghubung tubulus kontortus proksimal


dengan tubulus kontortus distal.

7. Tubulus kontortus distal merupakan tempat untuk melepaskan zat- zat


yang tidak berguna lagi atau berlebihan ke dalam urine sekunder.
Menghasilkan urin sesungguhnya.

8. Tubulus kolektivus adalah tabung sempit panjang dalam ginjal yang


menampung urin dari nefron, untuk disalurkan ke pelvis menuju kandung
kemih.

4. Patofisiologi
Menurut Betz & Sowden (2009), Sindrom nefrotik adalah keadaan
klinis yang disebabkan oleh kerusakan glomerulus. Peningkatan
permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma menimbulkan protein,
hipoalbumin, hiperlipidemia dan edema. Hilangnya protein dari rongga
vaskuler menyebabkan penurunan tekanan osmotik plasma dan peningkatan
tekanan hidrostatik, yang menyebabkan terjadinya akumulasi cairan dalam

11
rongga interstisial dan rongga abdomen. Penurunan volume cairan vaskuler
menstimulasi system renin – angiotensin yang mengakibatkan
diskresikannya hormone antidiuretik dan aldosterone. Reabsorsi tubular
terhadap natrium (Na) dan air mengalami peningkatan dan akhirnya
menambah volume intravaskuler. Retensi cairan ini mengarah pada
peningkatan edema. Koagulasi dan thrombosis vena dapat terjadi karena
penurunan volume vaskuler yang mengakibatkan hemokonsentrasi dan
hilangnya urine dari koagulasi protein. Kehilangan immunoglobulin pada
urine dapat mengarah pada peningkatan kerentanan terhadap infeksi.

12
5. Pathway

WOC Sindrom Nefrotik

Idiopatik Sekunder Primer

Dm Glumeronefritis
SLE
Amyloidosis

MK : Resiko tinggi infeksi Neufrotik sindrom

Penurunan sistem imun Perubahan permeabilita glomerulus

Protein tervilterasi bersama urin

Penggunaan obat steroid Hilangnya protein plasma Merangsang sintesis LDL di hati

Mk : Kelbuihan volume cairan Hipoalbuminemia Mengangkut kolestrol dalam darah

Mk : resiko tinggi kerusakan ingritas kulit Penurunan tekanan osmotik plasma Hiperlipidemia

MK : Gangguan citra tubuh Cairain intravaskuler berpindah ke intersisial

13
Hipovolemia MK : Kehilangan cairan

Edema
Peritoneal paru mata Skersi renin Vasokontriksi

asites efusi pleura bengkak periorbital Peningkatan renin Hipertensi


Angiotensin
Anoreksia
Perubahan nutrisi MK : Gangguan perfusi jaringan
Pelepasan ADH Peningkatan aldosteron
Reapsorsi Na dan air

Penurunan produksi urin peningkatan volume plasma

14
6. Manifestasi Klinis

 Tanda dan gejala

Manifestasi utama sindrom nefrotik adalah edema. Edema biasanya


bervariasi dari bentuk ringan sampai berat (anasarka). Edema biasanya lunak
dan cekung bila ditekan (pitting), dan umumnya ditemukan disekitar mata
(periorbital) yang tampak pada pagi hari, dan berlanjut ke abdomen terjadi
penumpukan cairan pada rongga pleura yang menyebabkan efusi pleura,
daerah genitalia dan ekstermitas bawah yaitu pitting (penumpukan cairan)
pada kaki bagian atas, penumpukan cairan pada rongga peritoneal yang
menyebabkan asites

Penurunan jumlah urin : urine gelap, berbusa, volume urin berkurang,


warna agak keruh dan berbusa, selama beberapa minggu mungkin terdapat
hemturia dan oliguri terjadi karena penurunan volume cairan vaskuler yang
menstimulli sistem renin-angio-tensin, yang mengakibatkan disekresinya
hormon anti diuretik (ADH) :

1) Pucat

2) Hematuria

3) Anoreksia dan diare disebabkan karena edema mukosa usus.

4) Sakit kepala, malaise, nyeri abdomen, berat badan meningkat dan


keletihan umumnya terjadi.

5) Gagal tumbuh dan pelisutan otot (jangka panjang)

6) Proteinuria > 3,5 gr/hr pada dewasa atau 0,05 g/kg BB/hr pada anak-anak

7) Hipoalbuminemia < 30 gr/l

8) Hiperlipidemia, umumnya ditemukan hiperkolesterolemia

9) Hiperkoagulabilitas, yang akan meningkatkan risiko trombosis vena dan


arteri

15
10) Kenaikan berat badan secara progresif dalam beberapa hari/minggu.

11) Klien mudah lelah atau lethargie tapi tidak kelihatan sakit payah.

12) Hipertensi (jarang terjadi) karena penurunan voulume intravaskuler yang


mengakibatkan menurunnya tekanan perfusi renal yang mengaktifkan
sistem renin angiotensin yang akan meningkatkan konstriksi pembuluh
darah.

13) Pembengkakan jaringan akibat penimbunan garam dan air

Menurut Hidayat (2006), Tanda dan gejala sindrom nefrotik adalah sebagai
berikut : terdapat adanya proteinuria, retensi cairan, edema, berat badan
meningkat, edema periorbital, edema fasial, asites, distensi abdomen,
penurunan jumlah urine, urine tampak berbusa dan gelap, hematuria, nafsu
makan menurun, dan kepucatan.

7. Pemeriksaan penunjang
Menurut Betz & Sowden (2009), Pemeriksaan penunjang sebagai Berikut

a. Uji urine

1) Urinalisis : proteinuria (dapat mencapai lebih dari 2 g/m2/hari),


bentuk hialin dan granular, hematuria

2) Uji dipstick urine : hasil positif untuk protein dan darah

3) Berat jenis urine : meningkat palsu karena proteinuria

4) Osmolalitas urine : meningkat

b. Uji darah

1) Kadar albumin serum : menurun (kurang dari 2 g/dl)

16
2) Kadar kolesterol serum : meningkat (dapat mencapai 450 sampai
1000 mg/dl)

3) Kadar trigliserid serum : meningkat

4) Kadar hemoglobin dan hematokrit : meningkat

5) Hitung trombosit : meningkat (mencapai 500.000 sampai 1.000.000/ul

6) Kadar elektrolit serum : bervariasi sesuai dengan keadaan penyakit

7) Perorangan

c. Uji diagnostik

1) Biopsi ginjal (tidak dilakukan secara rutin.

8. Penatalaksanaan

Menurut Wong (2008), Penatalaksanaan medis untuk Sindrom nefrotik


mencakup:

a. Pemberian kortikosteroid (prednison atau prednisolon) untuk


menginduksi remisi. Dosis akan diturunkan setelah 4 sampai 8 minggu
terapi. Kekambuhan diatasi dengan kortikosteroid dosis tinggi untuk
beberapa hari.

b. Penggantian protein (albumin dari makanan atau intravena)

c. Pengurangan edema

1) Terapi diuretik (diuretik hendaknya digunakaan secara cermat untuk


mencegah terjadinya penurunan volume intravaskular, pembentukan
trombus, dan atau ketidakseimbangan elektrolit)

2) Pembatasan natrium (mengurangi edema)

d. Mempertahankan keseimbangan elektrolit

e. Pengobatan nyeri (untuk mengatasi ketidaknyamanan yang berhubungan


dengan edema dan terapi invasif)
17
f. Pemberian antibiotik (penisilin oral profilaktik atau agens lain)

g. Terapi imunosupresif (siklofosfamid, klorambusil, atau siklosporin)


untuk ana yang gagal berespons terhadap steroid.

Tujuan terapi adalah untuk mencegah kerusakan ginjal lebih lanjut dan
menurunkan risiko komplikasi.

d. Penatalaksanaan Medis

Pengobatan sindroma nefrotik hanya bersifat simptomatik, untuk


mengurangi atau menghilangkan proteinuria dan memperbaiki keadaan
hipoalbuminemia, mencegah dan mengatasi komplikasinya, yaitu

a. Istirahat sampai edema tinggal sedikit. Batasi asupan natrium sampai


kurang lebih 1 gram/hari secara praktis dengan menggunakan garam
secukupnya dan menghindari makanan yang diasinkan. Diet protein 2-3
gram/kgBB/hari

b. Bila edema tidak berkurang dengan pembatasan garam, dapat


digunakan diuretik, biasanya furosemid 1 mg/kgBB/hari. Bergantung
pada beratnya edema dan respon pengobatan. Bila edema refrakter,
dapat digunakan hididroklortiazid (25-50 mg/hari) selama pengobatan
diuretik perlu dipantau kemungkinan hipokalemi, alkalosis metabolik
dan kehilangan cairan intravaskuler berat. Dengan antibiotik bila ada
infeksi harus diperiksa kemungkinan adanya TBC

c. Diuretikum

d. Boleh diberikan diuretic jenis saluretik seperti hidroklorotiasid,


klortahidon, furosemid atau asam ektarinat. Dapat juga diberikan
antagonis aldosteron seperti spironolakton (alkadon) atau kombinasi
saluretik dan antagonis aldosteron.

e. Kortikosteroid

International Cooperative Study of Kidney Disease in Children


(ISKDC) mengajukan cara pengobatan sebagai berikut :

18
1) Selama 28 hari prednison diberikan per oral dengan dosis 60
mg/hari/luas permukaan badan (lpb) dengan maksimum 80 mg/hari.

2) Kemudian dilanjutkan dengan prednison per oral selama 28 hari


dengan dosis 40 mg/hari/lpb, setiap 3 hari dalam satu minggu dengan
dosiis maksimum 60 mg/hari. Bila terdapat respons, maka pengobatan
ini dilanjutkan secara intermitten selama 4 minggu.

3) Tapering-off: prednison berangsur-angsur diturunkan, tiap minggu: 30


mg, 20 mg, 10 mg sampai akhirnya dihentikan

4) Lain-lain

Pungsi asites, pungsi hidrotoraks dilakukan bila ada indikasi vital.


Bila ada gagal jantung, diberikan digitalis. (Behrman, 2000)

5) Diet

Diet rendah garam (0,5 – 1 gr sehari) membantu


menghilangkan edema. Minum tidak perlu dibatasi karena akan
mengganggu fungsi ginjal kecuali bila terdapat hiponatremia. Diet
tinggi protein teutama protein dengan ilai biologik tinggi untuk
mengimbangi pengeluaran protein melalui urine, jumlah kalori harus
diberikan cukup banyak. Pada beberapa unit masukan cairan
dikurangi menjadi 900 sampai 1200 ml/ hari dan masukan natrium
dibatasi menjadi 2 gram/ hari. Jika telah terjadi diuresis dan edema
menghilang, pembatasan ini dapat dihilangkan.

Usahakan masukan protein yang seimbang dalam usaha


memperkecil keseimbangan negatif nitrogen yang persisten dan
kehabisan jaringan yang timbul akibat kehilangan protein. Diit harus
mengandung 2-3 gram protein/ kg berat badan/ hari. Anak yang
mengalami anoreksia akan memerlukan bujukan untuk menjamin
masukan yang adekuat. Makanan yang mengandung protein tinggi
sebanyak 3 – 4 gram/kgBB/hari, dengan garam minimal bila edema
masih berat. Bila edema berkurang dapat diberi garam sedikit. Diet
19
rendah natrium tinggi protein. Masukan protein ditingkatkan untuk
menggantikan protein di tubuh. Jika edema berat, pasien diberikan
diet rendah natrium.

f. Kemoterapi

1) Prednisolon digunakan secra luas. Merupakan kortokisteroid yang


mempunyai efek samping minimal. Dosis dikurangi setiap 10 hari
hingga dosis pemeliharaan sebesar 5 mg diberikan dua kali sehari.
Diuresis umumnya sering terjadi dengan cepat dan obat dihentikan
setelah 6-10 minggu. Jika obat dilanjutkan atau diperpanjang, efek
samping dapat terjadi meliputi terhentinya pertumbuhan, osteoporosis,
ulkus peptikum, diabeters mellitus, konvulsi dan hipertensi.

2) Jika terjadi resisten steroid dapat diterapi dengan diuretika untuk


mengangkat cairan berlebihan, misalnya obat-abatan spironolakton
dan itotoksik ( imunosupresif). Pemilihan obat-obatan ini didasarkan
pada dugaan imunologis dari keadaan penyakit. Ini termasuk obat-
obata seperti 6-merkaptopurin dan siklofosfamid.

2. Penatalaksanaan Keperawatan

a. Tirah baring:

Menjaga pasien dalam keadaan tirah baring selama beberapa


harimungkin diperlukan untuk meningkatkan diuresis guna mengurangi
edema. Baringkan pasien setengah duduk, karena adanya cairan di
rongga thoraks akan menyebabkan sesak nafas. Berikan alas bantal pada
kedua kakinya sampai pada tumit (bantal diletakkan memanjang, karena
jika bantal melintang maka ujung kaki akan lebih rendah dan akan
menyebabkan edema hebat).

b. Terapi cairan:

Jika klien dirawat di rumah sakit, maka intake dan output diukur secara
cermat da dicatat. Cairan diberikan untuk mengatasi kehilangan cairan

20
dan berat badan harian.

c. Perawatan kulit.

Edema masif merupakan masalah dalam perawatan kulit. Trauma


terhadap kulit dengan pemakaian kantong urin yang sering, plester atau
verban harus dikurangi sampai minimum. Kantong urin dan plester harus
diangkat dengan lembut, menggunakan pelarut dan bukan dengan cara
mengelupaskan. Daerah popok harus dijaga tetap bersih dan kering dan
scrotum harus disokong dengan popok yang tidak menimbulkan
kontriksi, hindarkan menggosok kulit.

d. Perawatan mata.

Tidak jarang mata anak tertutup akibat edema kelopak mata dan untuk
mencegah alis mata yang melekat, mereka harus diswab dengan air
hangat.

e. Penatalaksanaan krisis hipovolemik.

Anak akan mengeluh nyeri abdomen dan mungkin juga muntah dan
pingsan. Terapinya dengan memberikan infus plasma intravena. Monitor
nadi dan tekanan darah.

f. Pencegahan infeksi.

Anak yang mengalami sindrom nefrotik cenderung mengalami infeksi


dengan pneumokokus kendatipun infeksi virus juga merupakan hal yang
menganggu pada anak dengan steroid dan siklofosfamid.

g. Perawatan spesifik meliputi:

mempertahankan grafik cairan yang tepat, penimbnagan harian,


pencatatan tekanan darah dan pencegahan dekubitus

h. Dukungan bagi orang tua dan anak.

Orang tua dan anak sering kali tergangu dengan penampilan anak.
Pengertian akan perasan ini merupakan hal yang penting. Penyakit ini
menimbulkan tegangan yang berta pada keluarga dengan masa remisi,

21
eksaserbasi dan masuk rumah sakit secara periodik. Kondisi ini harus
diterangkan pada orang tua sehingga mereka mereka dapat mengerti
perjalanan penyakit ini. Keadaan depresi dan frustasi akan timbul pada
mereka karena mengalami relaps yang memaksa perawatan di rumahn
sakit.

i. Bila pasien seorang anak laki-laki, berikan ganjal dibawah skrotum


untuk mencegah pembengkakan skrotum karena tergantung (pernah
terjadi keadaan skrotum akhirnya pecah dan menjadi penyebab kematian
pasien).

22
BAB III
PROFIL RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PALEMBANG BARI

A. Sejarah Rumah Sakit


Rumah Sakit Palembang Bari merupakan Rumah Sakit Umum Daerah
yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kota Palembang. RSUD ini berdiri
diatas lahan seluas 4561 m² dengan luas bangunan mencapai hingga 1611752
m².
Pada awal berdiri di tahun 1986 sampai dengan 1994 dahulunya
merupakan gedung Poliklinik/Puskesmas Panca Usaha, kemudian diresmikan
menjadi RSUD Palembang BARI tanggal 19 Juni 1995 dengan SK Depkes
Nomor 1326/Menkes/SK/XI/1997 lalu ditetapkan menjadi Rumah Sakit Umum
Daerah kelas C pada tanggal 10 November 1997. Berdasarkan Kepmenkes RI
Nomor : HK.00.06.2.2.4646, RSUD Palembang BARI memperoleh status
Akreditasi penuh tingkat dasar pada tanggal 7 November 2003 kemudian di
tahun berikutnya 2004 dibuat Master Plan oleh Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia.
Pembangunan gedung dimulai dimulai pada tahun 2005 yakni Gedung
Bedah Central dan dilanjutkan lagi pada tahun berikutnya (2006) pembangunan
Gedung Bank Darah. Pada tahun 2007dilanjutkan dengan pembangunan :
Gedung Administrasi, Gedung Pendaftaran, Gedung Rekam Medik, Gedung
Farmasi, Gedung Laboratorium, Gedung Radiologi, Gedung Perawatan VIP,
dan Cafetaria. Pada 5 februari 2008, berdasarkan Kepmenkes RI Nomor :
YM.01.10/III/334/08 RSUD Palembang BARI memperoleh status Akreditasi
penuh tingkat lanjut .Serta Ditetapkan sebagai BLUD-SKPD RSUD Palembang
BARI berdasarkan Keputusan Walikota Palembang No. 915.b tahun 2008
penetapan RSUD Palembang Bari sebagai SKPD Palembang yang menerapkan
Pola Pengelolaan Keuangan BLUD (PPK- BLUD) secara penuh. Adapun
pembangunan yang dilaksanakan pada tahun 2008 meliputi Gedung Poliklinik
(3 lantai), Gedung Instalasi Gawat Darurat, Gedung Instalai Gizi (Dapur),

23
Gedung Loundry, Gedung VVIP, Gedung CSSD, Gedung ICU, Gedung Genset
dan IPAL.
Pada tahun 2009 RSUD Palembang BARI di tetapkan sebagai Rumah
Sakit Tipe B berdasarkan Kepmenkes RI Nomor : 241/MENKES/SK/IV/2009
tentang peningkatan Kelas Rumah Sakit Umum Daerah Palembang BARI milik
pemerintah kota palembang provinsi sumatera selatan tanggal 2 april 2009.
Adapun pembangunan gedung yang berlangsung di tahun 2009 meliputi :
Gedung Kebidanan,Gedung Neonatus, Gedung Rehabilitasi Medik serta
Gedung Hemodialisa. Selanjutnya pembangunan gedung yang berlangsung di
tahun 2010-2011 meliputi: Perawatan Kelas I, II, III, Kamar Jenazah, Gedung
ICCU, Gedung PICU, Workshop dan Musholah.
Selain meningkatkan status Rumah sakit, RSUD Palembang Bari juga
memberikan layanan yang bermutu dan mementingkan keselamata pasien, ini
terlihat dari hasil akreditasi yang sudah mencapai tahap akhir yaitu Status
Tingkat Paripurna pada tahun 2015 lalu.

B. Visi, Misi, dan Motto Visi


Menjadi Rumah Sakit unggul, Amanah dan Terpercaya di Indonesia.

Misi

1. Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang berorientasi pada


keselamatan dan ketepatan sesuai standar mutu yang berdasarkan pada
etika dan profesionalisme yang menjangkau seluruh lapisanmasyarakat.
2. Meningkatkan mutu manajemen sumber sayakesehatan.

3. Menjadikan RSUD Palembang BARI sebagai Rumah Sakit pendidikan dan


pelatihan di Indonesia.
Motto
Kesembuhan dan Kepuasan pelanggan adalah kebahagiaan kami.

24
C. Fasilitias Pelayanan
Janji layanan RSUD Palembang Bari
1. Unit gawat darurat
Dalam waktu kurang dari 5 menit, anda sudah mulai kami layani.
2. Unit Pendaftaran
Sejak pasien datang sampai dengan dilayani di loket pendaftaran tidak
lebih dari 10 menit.
3. Unit Rawat Jalan
Pasien sudah dijalani paling lambat 30 menit setelah mendaftar di loket
pendaftaran.
4. Unit Laboratorium
Pemeriksaan cito dan sederhana, hasil jadi kurnag dari 3 jam.
5. Unit Radiologi
Pelayanan foto sederhana dilaksanakan kurang dari 3 jam.
6. Unit Farmasi
Obat jadi diserahkan maksimal 30 menit sejak resep diterima. Obat racikan
diserahkan maksimal 60 menit sejak resep diterima.

Pelayanan Rawat Jalan

1. Poliklinik Spesialis Bedah


2. Poliklinik Spesialis Penyakit Dalam
3. Poliklinik Spesialis Kebidanan dan Penyakit Kandungan
4. Poliklinik Spesialis Terpadu
5. Poliklinik Spesialis Spesialis Anak
6. Poliklinik Spesialis Spesialis Mata
7. Poliklinik Spesialis THT
8. Poliklinik Spesialis Kulit dan Kelamin
9. Poliklinik Spesialis Syaraf
10. Poliklinik Spesialis Jiwa
11. Poliklinik Spesialis Jantung
12. Poliklinik Sub Spesialis Rehabilitasi Medik
25
13. Poliklinik Sub Spesialis Psikologi
14. Poliklinik gigi dan mulut
15. Poliklinik paru–paru

Instalasi Rawat Darurat


1. Dokter jaga & Perawat Jaga 24 jam
2. Ambulance 24 jam

Pelayanan Rawat Inap


1. Rawat Inap Kebidanan dan Penyakit Kandungan
2. Rawat Inap Neonatus /NICU
3. Rawat inap PICU / Pediatric intensive careunit
4. Rawat Inap Penyakit Anak
5. Rawat Inap Bedah
6. Rawat Inap Laki-Laki
7. Rawat Inap Perempuan
8. Rawat Inap VIP DAN VVIP
9. Rawat Inap Perawatan Kelas I dan kelasII

Pelayanan Penunjang
1. Farmasi/ Apotek 24jam
2. Instalasi Laboratoriuam Klinik
3. Instalasi Radiologi
4. Instalasi BedahSentral
5. Instalasi Gizi
6. Instalasi Pemeliharaan Sarana RumahSakit
7. Instalasi PemeliharaanLingkungan
8. Central Sterilized Suplay Departement(CSSD)
9. Instalasi Laundry
10. Intensive Care Unit (ICU)
11. Hemodialisa

26
12. Instalasi RehabilitasMedik

27
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN

I. PENGKAJIAN IBU
Tanggal masuk : 16 November 2021
Ruang/Kelas : poli anak
Tanggal pengkajian : 16 november 2021
Jam : 10.00 WIB

I. IDENTITAS
Inisial Nama : An. R

Tempat/tgl.lahir : 11 februari 2010

Usia : 11 tahun

Nama Ayah/Ibu : Ny. A/ Tn.S

Pekerjaan Ayah : pns

Pekerjaan Ibu : pns

Alamat : jl. Rambutan

Agama : Islam

Suku Bangsa : Indonesia

Pendidikan ayah : S1

Pendidikan ibu : S1

II. RIWAYAT KEPERAWATAN

a. Keluhan Utama (saat masuk RS)


Pasien mengeluh badan bengkak
b. Keluhan utama (saat pengkajian)

28
Keluhan pasien lemah, terlihat lesu dan pucat, muka sembab
c. Riwayat Perjalanan Penyakit
Tidak ada
d. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran Anak
Prenatal : Ibu mengatakan rutin memeriksa kehamilan kebidan dan
imunisasi

Internatal : persalinan normal

Postnatal : tidak terjadi masalah dan pendarahan

e. Riwayat Masa Lampau

1.Penyakit waktu kecil : Tidak ada

2.Pernah dirawat di RS : Tidak Pernah

3.Obat-obatan yang digunakan: Tidak ada

4.Tindakan (operasi) : Tidak ada

5.Alergi : Tidak ada

6.Kecelakaan : Tidak aa

7.Imunisasi : Lengkap

29
f. Riwayat Keluarga

Genogram

Keterangan :

: Ibu

: Ayah

: Pasien

: Laki-laki

: Perempuan

g. Riwayat Sosial

30
Yang mengasuh : Orang tua sendiri

Hubungan dengan anggota keluarga : Baik

Hubungan dengan teman sebaya : Baik

Pembawaan secara umum : Baik

Lingkungan rumah : Baik

IV. KEADAAN KESEHATAN SAAT INI

Pasien badan bengkak, lemah, lesu, pucat

V. PENGKAJIAN FISIK (12 DOMAIN NANDA)

1. PROMOSI KESEHATAN (KESADARAN & MANAJEMEN KESEHATAN)

Kesadaran : Komposmentis

Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan

2. NUTRISI (MAKAN, PENCERNAAN, ABSORPSI, METABOLISME & HIDRASI)

a. Mulut
Trismus ( √ ), Halitosis ( )

Bibir: lembab( ), pucat( √ ), sianosis( ), labio/palatoskizis( ), stomatitis( )

Gusi: ( ), plak putih( ), lesi( )

Gigi: Normal( √ ), Ompong( ), Caries( ), Jumlah gigi:...................

Lidah: bersih ( √ ), kotor/ putih ( ), jamur ( )

b. Leher
Kaku Kuduk ( ) Simetris( √ ), Benjolan ( ) Tonsil ( )

Kelenjar Tiroid : normal ( √ ), pembesaran ( )

Tenggorok : kesulitan menelan ( )

31
Kebutuhan Nutrisi dan Cairan

BB sebelum sakit: 35 kg BB sakit: 34 kg

Makanan yang disukai: semua jenis kue

Selera makan: menurun

Alat makan yang digunakan: Sendok dan piring

Pola makan( 2 x/ hari): 3 x 1 hari

Porsi makan yang dihabiskan: ½ porsi

Pola Minum gelas/hari) jenis air minum: 3 gelas sehari

c. Abdomen
Inspeksi : Bentuk: simetris( √ ), tidak simetris( ), kembung( ), asites( ),

Palpasi : massa ( ), nyeri ( )

Kuadran I : normal

Kuadran II : normal

Kuadran III : normal

Kuadran IV : normal

Auskultasi : bising usus 7 x/mnt

Perkusi : Timpani ( ), redup ( )

Data Tambahan : Ibu mengatakan anaknya tidak nafsu makan, mual muntah
Ibu mengatakan badan anak nya membengkak dan muka
Terlihat sembab
Masalah keperawatan: - Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Kelbihan volume cairan

3. ELIMINASI & PERTUKARAN (FUNGSI URINARIUS,


GASTROINTESTINAL & PERNAPASAN)
Pola Eliminasi

32
BAK:

Warna: kekuningan

Konsistensi: cair

Frekuensi: 4 x/ hari

Urine Output : 500 cc

Vesika Urinaria: tidak membesar, dan tidak ada nyeri tekan

Gangguan; Anuaria ( ), Oliguria ( ), Retensi Uria ( ), nokturia ( ), Inkontinensia


Urin ( ), Poliuria ( ), Dysuria ( )

Jelaskan:

BAB : warna Kuning

Frekuensi 1 x/hari

Konsisitensi: lendir ( ), darah ( ), ampas ( √ )

Konstipasi ( )

Dada

Bentuk: Simetris ( √ ), Barrel chest/dada tong( ),

pigeon chest/dada burung ( ) benjolan ( )

Paru-paru:

Inspeksi: 28 x/ min,

Palpasi: Normal ( √ ), ekspansi pernafasan( ), taktil fremitus( )

Perkusi: Normal/ Sonor( √ ), redup/pekak( ), hiper sonor( )

Auskultasi: irama( √ ), teratur( ),

Suara nafas: vesicular( √ ), bronkial( ), Amforik ( ), Cog Wheel Breath Sound ( )


metamorphosing breath sound ( )

Suara Tambahan: Ronki ( ), pleural friction( )

33
Data Tambahan :
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan

4.AKTIVITAS / ISTIRAHAT (ISTIRAHAT, AKTIVITAS, KESEIMBANGAN


ENERGI, RESPON KARDIOVASKULAR / PULMONAL & PERAWATAN DIRI)

Jantung

Inspeksi: ictus cordis/denyut apeks( ), normal( √ ) melebar( )

Palpasi: kardiomegali( )

Perkusi: redup( ), pekak( )

Auskultasi: HR 112 x/mnt. Aritmia( ),Disritmia( ) , Murmur ( )

Kebiasaan sebelum tidur (perlu mainan, dibacakan cerita, benda yang dibawa saat
tidur,dll):

Kebiasaan Tidur siang: 4 jam/hari


Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4

Makan/minum √

Mandi √

Toileting √

Berpakaian √

Mobilitas di tempat tidur √

Berpindah √

Ambulasi/ROM √

34
Skala Aktivitas:
0: mandiri, 1: alat Bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain dan alat, 4:
tergantung total

Personal hygine :

Mandi:2 x/hari

Sikat gigi :2 x/hari

Ganti Pakaian :3 x/hari

Memotong kuku: x/hari

Data Tambahan :
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan

5. PERSEPSI / KOGNISI (PERHATIAN, ORIENTASI, SENSASI PERSEPSI,


KOGNISI & KOMUNIKASI)

a. Kesan Umum

Tampak Sakit: ringan ( ), sedang ( ), berat ( ), pucat ( √ ), sesak ( ), kejang (


)

b. Kepala

Bentuk: bulat , Hematoma( ), Luka( )

Fontanel: cekung ( ), Datar ( ), Keras ( ), Lunak ( )

35
Rambut: warna hitam, mudah dicabut ( ), ketombe( ), kutu( )

c. Mata

Mata: jernih( √ ), mengalir, kemerahan( ), sekret( )

Visus: 6/6( ), 6/300( ), 6/ tak terhingga( ),

Pupil: Isokor( ), anisokor( ), miosis( ), midriasis( ),

reaksi terhadap cahaya: kanan Positif( ), negatif( ), kiri negatif( ) positif( ),

alat bantu: kacamata( ), Softlens( )

Conjungtiva: merah jambu( ), anemis( √ )

Sklera: Putih( √ ), Ikterik( )

d. Telinga
Simetri( √ ), sekret( ), radang( ), Pendengaran: ( ), kurang( ), tuli( )

e. Hidung : Simetris( √ ), pilek( ), epistaksis( )


f. Lidah: bersih ( √ ), kotor/ putih ( ), jamur ( )

Data Tambahan :
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan

6. PERSEPSI DIRI (KONSEP DIRI, HARGA DIRI,& CITRA TUBUH)

Perasaaan klien terhadap penyakit yang didieritanya :

Persepsi klien terhadap dirinya baik

Konsep diri baik

Tingkat kecemasan pasien sedang, pasien sering menangis, rewel dan gelisah

Citra Diri/Body image: baik

Data Tambahan :

36
7. HUBUNGAN PERAN (PERAN PEMBERI ASUHAN, HUBUNGAN KELUARGA &
PERFORMA PERAN)

Masalah sosial yang penting: tidak ada


Hubungan orang tua dan bayi: baik
Orang terdekat yang dapat dihubungi: ayah dan ibu
Orang tua berespon terhadap penyakit: ya ( √ ) tidak ( )
Respon: baik
Orang tua berespon terhadap hospitalisasi: ya (√ ) tidak ( )

Data Tambahan
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan

8. SEKSUALITAS (IDENTITAS, FUNGSI SEKSUALITAS & REPRODUKSI)

Genitalia dan Anus

Perempuan

Vagina: sekret( ), warna( )

Anus: normal/ada ( ), atresia ani( )

Data Tambahan
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan

9. KOPING / TOLERANSI STRESS (RESPONS PASCATRAUMA, RESPON


KOPING & STRES NEUROBIHAVIOUR)

GCS : 15

E: 4

V: 5

M: 6

Data Tambahan :

37
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan

10. PRINSIP HIDUP (NILAI, KEYAKINAN & KESELARASAN / KEYAKINAN)

Budaya : Baik
Spritual / Religius : Baik
Harapan : berharap Allah memberikan kesembuhan
Psikososial : Baik
Data Tambahan :
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan

11. KEAMANAN / PERLINDUNGAN (INFEKSI, CEDERA FISIK,


KEKERASAN, BAHAYA LINGKUNGAN, PROSES PERTAHANAN, &
TERMOREGULASI)
Tingkat Kesadaran : Composmentis ( √ ), Apatis ( ), Somnolen ( ),

Sopor (),Soporocoma ( ) Coma ( )

TTV : Suhu 36,6 O C, Nadi 87 x/min, RR 24 x/min


Warna kulit :

Sianosis ( ), I kterus ( ), eritematosus rash ( ), discoid lupus ( ),

oedema ( ), pucat ( √ )

Bula ( ), Ganggren ( ), nekrotik jaringan ( ), Hiperpigmentasi ( )

Echimosis ( ), Petekie ( )

Turgor Kulit: elastis ( √ ), tidak elastis (

Data Tambahan : Ibu pasien mengatakan pasien mengatakan kemerahan pada


kulit
Masalah keperawatan: Kerusakan integritas kulit

12. KENYAMANAN (FISIK, LINGKUNGAN & SOSIAL)

38
Nyeri : Ya ( ) Tidak ( √ )

Jika ya, Pengkajian nyeri :

P (Provokatif/paliatif)

Q( Quality)

R(Regio)

S(Scale)

T(Time)

Data Tambahan
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan

13. PERTUMBUHAN / PERKEMBANGAN

PEMERIKSAAN TINGKAT PERKEMBANGAN (DDST/KPSP)

Kemandirian dan bergaul : baik, bertenan baik dengan anak-anak sebayanya.

Motorik Halus : baik, pasien dapat menggambar, menulis dll

Kognitif dan bahasa : baik, bahasa yang digunakan bahasa adalah daerah

Motorik kasar : baik, sesuai dengan usia pasien saat ini

Data Tambahan
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan
TERAPI

Terapi Cara Pemberian Dosis Golongan / Indikasi


Jenis
Cefitaxime Oral 3 x 1 / Antibiotik Untuk mengatasi
800 mg infeksi
Lasix Oral 2x20 mg Diuretik Untuk mengurangi
kadar garam

39
didalam tubuh

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tanggal Pemeriksaan: 3 November 2021

Cek Lab : HEMATOLOGI

Hemoglobin 9.6 g/dl

Eritrosit 3.54 juta/ul

Leukosit 9950 ribu/ul

Trombosit 341 ribu/mm3

Hematokrit 28.6 %

KIMIA KLINIK

Ureum 12.3

Kreatinin 0.20

Albumin 2.94

Urine : mikroskop analis

- erith : 10-20

- leuc : 1-2

- epith cell : 3-5

40
ANALISA DATA

DATA KLIEN Etiologi Masalah Keperawatan

DS : Sindrom nefrotik bawaan Kelebihan volume cairan

- ibu pasien
mengatakan badan
anak membengkak Permeabilitas glomerulis
meningkat
dan muka sembab

DO :

- edema Kenaikan filtrasi plasma


protein
- penurunan berat
badan

- T : 36,6o Albuminemia/proteinuria

- P: 87 x/m

41
- RR : 24 x/m Hipoalbuminemia

Penurunan tekanan onkotik

Transudasi cairan melalui


dinding pembuluh darah
keruang intersial meningkat

Edema

GFR menurun Kerusakan integritas kulit


DS :

- ibu pasien
mengatakan pasien
Retensi DNA dan air
mengalami
kemerahan pada
kulit
Edema
DO :

- kemerahan

- lemah dan pucat Kerusakan integritas kulit

- T : 36,6o

- P: 87 x/m

42
- RR : 24 x/m
Gfr menurun Nutrisi kurang dari kebutuhan
DS :
tubuh

- ibu pasien
mengatakan pasien
Sekresi eritropoitis menurun
tidak nafsu makan

DO :

- mual muntah Produksi hb menurun

- nafsu makan
menurun
Suplai nutrisi dalam darah
- T : 36,6o menurun

- P: 87 x/m

- RR : 24 x/m
Nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh

PRIORITAS MASALAH KEPERAWATAN

1. Kelebihan volume cairan


2. Gangguan integritas kulit
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan tekanan osmotik


plasma

43
2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan immobilitas fisik
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang kurang

RENCANA KEPERAWATAN

Nama Pasien : An. R Diagnosa Medis : SN

Jenis kelamin : laki-laki Hari/Tanggal : 16-11-2021

N Dx. Keperawatan TUJUAN Intervensi


o
1. Kelebihan Setelah dilakukan tindakan Manajemen cairan

volume cairan keperawatan 1xpertemuan jam, 1. Timbang berat


pasien diharapkan kelebihan volume
berhubungan badan setiap hari
cairan terkontrol
dengan 2. Hitung intake dan
dengan kriteria hasil :
penurunan output
Indikator Awal Tujuan
tekanan osmotik 1. Keseimbanga 1 5 3. Ajarkan ibu cara
plasma n intake dan mempertahankan
DS : output cairan intake dan output
1. Ibu pasien dalam 24 jam 4. Monitor status
1. Edema 1 5
mengatakan 1 5
nutrisi
2. Kelemahan
pasien pucat 5. Monitor vital sign
dan badan Pantau hasil
bengkak laboratorium ( cek
DO: lab lengkap )
1. pasien terhadap kelebihan
terlihat volume cairan
pucat 6. Kolaborasi untuk
2. pasien terapi pemberian
terlihat medikasi lasix 2x 20

44
lemah dan mg dirumah
lesu
- T : 36,6o
- P: 87 x/m
- RR : 24 x/m
2. Kerusakan Setelah dilakukan tindakan 1. Anjurkan pasien
integritas kulit keperawatan 1x pertemuan, pasien untuk
berhubungan diharapkan integritas kulit terkontrol
menggunakan
dengan dengan kriteria hasil :
pakaian yang
immobilitas fisik Indikator Awal Tujuan
DS: 1. Tidak ada 1 5 longgar

- pasien luka/lesi 2. Jaga kebersihan


2. Perfusi 1 5
mengatakan kulit agar tetap
adanya kemerahan jaringan baik bersih dan kering
3. Mampu 1 5
di kulit
3. Mobilisasi pasien
DO: melindungi
4. Monitor kulit
- T : 36,6o kulit dan
akan adanya
- P: 87 x/m mepertahank
kemerahan
an
- RR : 24 x/m 5. Monitor status
kelembaban
nutrisi pasien
kulit
6. Monitor aktivitas
dan mobilisasi
pasien
3 Setelah dilakukan tindakan Manajemen nutrisi
Perubahan nutrisi
keperawatan 2x24 jam, pasien 1. Menanyakan
kurang dari
diharapkan kebutuhsn nutrisi
makanan kesukaan
kebutuhan tubuh terkontrol
klien
behubungan dengan kriteria hasil :
2. Timbang berat
dengan intake Indikator Awal Tujuan
1. Nafsu makan 1 5 badan klien tiap hari
yang kurang
meningkat 3. Kaji dan catat

45
2. Porsi makan 1 5 pemasukan diet
DS : ibu pasien
dihabiskan 4. Kaji adanya alergi
mengatakan
makanan
anaknya tidak
nafsu makan

DO :

- lemah
- T : 36,6o
- P: 87 x/m

RR : 24 x/m

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Nama Pasien : An.R Diagnosa Medis: SN

Jenis kelamin : Laki-laki Hari/Tanggal : 16-11-2021

46
Nama &
Dx. Tanggal & Implementasi keperawatan Respons TT
Keperawatan Waktu Perawat

Kelebihan Manajemen cairan S:

volume cairan 16-11-2021


1. Menimbang berat - Ibu pasien
berhubungan 11.00
badan setiap hari mengatakan pasien
dengan
pucat dan badan
penurunan 2. Mengajarkan ibu cara
bengkak
tekanan mepertahankan intake dan
osmotik output O:

plasma
3. Memantau hasil - pasien tampak
laboratorium ( cek lab membaik dan
lengkap ) terhadap badan tidak
kelebihan volume cairan membengkak dan
muka tidak sembab
4. Menghitung intake
dan output - T : 36,6o

5. Mmberikan terapi - P: 87 x/m


pemberian medikasi lasix
- RR : 24 x/m
2x 20 mg
A :
6. Memonitor status
nutrisi Kelebihan volume
cairan berhubungan
7. Memonitor vital sign
dengan penurunan
tekanan osmotik
plasma

47
P : intervensi
dilanjutkan

S:

- Ibu pasien
mengatakan pasien
mengalami
1. Menganjurkan pasien
kemerahan pada
untuk menggunakan
kulit
pakaian yang longgar
O:
2. Menjaga kebersihan
kulit agar tetap bersih dan - T : 36,6o
kering
Kerusakan - P: 87 x/m
integritas kulit 3. Memobilisasi pasien
berhubungan - RR : 24 x/m
dengan
4. Memonitor kulit akan
immobilitas fisik A :
adanya kemerahan
Kerusakan
5. Memonitor status
integritas kulit
nutrisi pasien
berhubungan
6. Memonitor aktivitas dengan immobilitas
dan mobilisasi pasien fisik

P : intervensi
dilanjutkan

48
S:

- Ibu pasien
mengatakan pasien
tidak nafsu makan

O:

Manajemen nutrisi BB : 35

1. Menanyakan makanan BBI : 34

kesukaan klien - T : 36,6o


Perubahan nutrisi 2. Menimbang berat - P: 87 x/m
kurang dari badan klien tiap hari
kebutuhan - RR : 24 x/m
3. Mengkaji dan catat
tubuh
A :
pemasukan diet
behubungan
dengan intake Perubahan nutrisi
4. Mengkaji adanya alergi
yang kurang kurang dari
makanan
kebutuhan tubuh
behubungan dengan
intake yang kurang

P : intervensi
dilanjutkan

49
EVALUASI KEPERAWATAN
Nama Pasien : An.R Diagnosa Medis: SN

Jenis kelamin : laki-laki Hari/Tanggal : 16-11-2021

Tanggal & Evaluasi


Jam
Dx. Paraf
Keperawatan

Kelebihan 16-11-2021 S:

volume cairan 11:00 wib


- Ibu pasien mengatakan pasien pucat
berhubungan
dan badan bengkak
dengan
penurunan O:

tekanan
- pasien tampak membaik dan badan
osmotik
tidak membengkak dan muka tidak
plasma
sembab

- T : 36,6o

- P: 87 x/m

- RR : 24 x/m

50
A :

Kelebihan volume cairan berhubungan


dengan penurunan tekanan osmotik
plasma

Skala indikator

Indikator Awal Tujuan


1. Keseimbangan 1 5

intake dan output


cairan dalam 24
jam
2. Edema 1 5
3. Kelemahan 1 5

P : intervensi dihentikan

Kerusakan 16-11-2021 S:

integritas kulit 11:00wib


- Ibu pasien mengatakan pasien
berhubungan
mengalami kemerahan pada kulit
dengan
immobilitas O:

fisik
- T : 36,6o

- P: 87 x/m

- RR : 24 x/m

A :

51
Kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan immobilitas fisik

Skala indikator

Indikator Awal Tujuan


3. Tidak ada 1 5

luka/lesi
4. Perfusi 1 5

jaringan baik
4. Mampu 1 5

melindungi
kulit dan
mepertahank
an
kelembaban
kulit

P : intervensi dihentikan

16-11-2021 S:
Perubahan nutrisi
kurang dari 11.00 - Ibu pasien mengatakan pasien tidak
kebutuhan nafsu makan
tubuh
O:
behubungan
dengan intake BB : 35
yang kurang
BBI : 34

- T : 36,6o

52
- P: 87 x/m

- RR : 24 x/m

A :

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan


tubuh behubungan dengan intake yang
kurang

Skala indikator

Indikator Awal Tujuan


3. Nafsu makan 1 5

meningkat
4. Porsi makan 1 5

dihabiskan

P : intervensi dihentikan

53
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

Sindrom nefrotik (SN) merupakan keadaan dimana terjadi hilangnya


protein yang berlebih ke dalam urin akibat gangguan filtrasi pada glomerulus
yang menyebabkan gejala kompleks berupa proteinuria (> 3,5 g / 24 jam),
hipoalbuminemia, edema, dan hiperlipidemia. Penyebab sindrom nefrotik
dibagi menjadi tiga, yaitu kongenital, glomerulopati primer/idiopatik, dan
sekunder akibat penyakit sistemik. Gejala klinis sindrom nefrotik yang khas
adalah pitting edema akibat proteinuria dan hipoproteinemia. Gejala lain berupa
komplikasi seperti asites, efusi pleura, edema anasarka. Hipertensi juga dapat
dijumpai pada semua tipe sindrom nefrotik.

Diagnosa yang didapat yaitu kelebihan volume cairan, kerusakan integritas kulit
dan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
B. Saran

Dari hasil makalah ini dimanfaatkan untuk kepentingan dalam ruang


lingkup keperawatan. makalah ini dapat dipergunakan untuk mahasiswa dan
instansi pendidikan keperawatan.
1. Bagi institusi pendidikan
Informasi dari makalah ini diharapkan dapat berguna bagi institusi
pendidikan sebagai laporan kasus mahasiswa keperawatan pada pasien
sindrom nefrotik. Laporan kasu ini sebagai sumber referensi bagi peserta
didik, terutama yang sedang mengikuti mata kuliah keperawatan jiwa.
2. Bagi rumah sakit
Hasil laporan kasus ini diharapkan kritik dan saran untuk membangun dari
pembaca untuk menyempurnakan laporan kasus ini.
3. Bagi penulis

54
Penulis ini diharapkan dapat menambah wawasan penulis mengenai ilmu
keperawatan .

55
DAFTAR PUSTAKA
Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO, editors. Sindrom Nefrotik. Buku
Ajar Nefrologi Anak. Edisi-2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI pp. 381-426.
Bagga, A. dan Mantan, M. 2005. Nephrotic syndrome in children. Indian Journal of
Medical Research, vol. 122, hal. 13-28.
Gunawan, AC. 2006. Sindrom Nefrotik: Pathogenesis dan Penatalaksanaan. Cermin
Dunia Kedokteran, no. 150, hal. 50-54.
Darnindro, N dan Muthalib, A. 2008. Tatalaksana Hipertensi pada Pasien dengan
Sindrom Nefrotik. Maj Kedokt Indon, vol. 58, no. 2, hal. 57-61
Eddy, AA dan Symons, JM. 2003. Nephrotic syndrome in childhood. THE LANCET ,
vol 362, hal. 629-639.
Hammersmith, J., Bradley Tirner, dan George H. Roberts. 2006. Nephrotic
Syndrome. Continuing Education Topics & Issues
Jalanko, H. 2009. Congenital nephrotic syndrome. Pediatric Nephrology, vol. 24, hal.
2121–2128
Kliegman, Behrman, Jenson, Stanton. 2007. Nephrotic Syndrome. Nelson Textbook
of Pediatric 18th ed. Saunders. Philadelphia. Chapter 527.
Lasty Wisata, Dwi Prasetyo, Dany Hilmanto. Perbedaan Aspek Klinis Sindrom
Nefrotik Resisten Steroid dan Sensitif Steroid pada Anak. Maj Kedokt Indon, vol. 60,
no. 12.
Noer, MS. 2002. Sindrom Nefrotik. Dalam: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP,
Pardede SO, penyunting. Buku ajar nefrologi anak. Edisi ke-2. Jakarta: Ikatan Dokter
Anak Indonesia, hal. 73-87
Sophie de Seigneux dan Pierre-Yves Martin. 2009. Management of patients with
nephritic Syndrome. Swiss Med Weekly, vol.139 (29-30), hal. 416-422.
Trihono, PP., Atalas, H., Tambunan, T., Pardede, SO 2008. Konsensus Tatalaksana
Sindrom Nefrotik Idiopatik Pada Anak. Unit Koordinasi Nefrologi Ikatan Dokter
Anak Indonesia. Edisi Kedua Cetakan Kedua 2012. Jakarta : Badan Penerbit Ikatan
Dokter Anak Indonesia, hal. 1-20.
Wirya IG, 2002. Sindrom nefrotik. In: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede
SO, editors. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi-2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, hal
381-426.

56

Anda mungkin juga menyukai