Disusun Oleh:
Marwan Riki Ginanjar S.,Kep., Ners., M., Kep Darmawati S., Kep., Ners
NBM. NIP.
Menyetujui,
Kepala Bagian Diklat Pada RSUD Palembang BARI
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya,
kami dapat menyelesaikan laporan kasus kelompok ini dengan judul “Asuhan
Keperawatan Pada An R Dengan RSUD Bari Palembang Tahun 2021”.
Penulisan laporan kasus ini dilakukan dalam rangka tugas Pendidikan Profesi
Ners di Fakultas Ilmu Kesehatan Institut Ilmu Kesehatan dan Teknologi
Muhammadiyah Palembang.
Dalam penyusunan laporan kasus ini kami menyadari bahwa masih
banyak kekurangan maka dari itu kami sangat membutuhkan kritik dan saran
yang membangun. Pada kesempatan ini menyampaikan ucapan terima kasih
kepada:
1. Ibu dr. Hj. Makiani, SH., MM., MARS, Selaku Direktur RSUD Palembang
BARI.
2. Bapak dr. Alfarobi, M.Kes, selaku Wakil Direktur Umum RSUD Palembang
BARI.
3. Bapak Bembi Farizal, S.ST. Pi.,MM, selaku Ka Bag Diklat RSUD
Palembang BARI.
4. Ibu Hj. Masrianah, S.Kep.,Ners.,M.Kes, selaku Ka Bag Keperawatan RSUD
Palembang BARI.
5. Ibu Bety Maryanti, SKM.,M.Kes, selaku Ka Sub Bag Kerjasama &
Pendidikan RSUD Palembang BARI.
6. Bapak Heri Shatriadi CP,S.Pd.,M.Kes. Selaku Rektor Institut Ilmu
Kesehatan dan Teknologi Muhammadiyah Palembang.
7. Ibu Maya Fadillah, S.Kep., Ns., M.Kes. Selaku Dekan Fakultas Ilmu
Kesehatan Institut Ilmu Kesehatan dan Teknologi Muhammadiyah
Palembang.
8. Bapak Yudi Abdul Majid, S.Kep.,Ns.,M.Kep selaku Ketua Program Studi
Ilmu Keperawatan.
9. Ibu Yuniza, S.Kep., Ns., M.Kep selaku Penanggung jawab Stase
Keperawatan Maternitas pada Profesi Ners Institut Ilmu Kesehatan dan
iii
Teknologi Muhammadiyah Palembang.
10. Ibu Yunita Dewi, SST selaku Kepala Ruangan Ruang Kebidanan RSUD
Palembang BARI.
11. Ibu Herdaisnita, S.ST., M.Kes selaku Clinical Instructur (CI) di Ruang
Bersalin RSUD Palembang BARI.
Kami menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak, dari akademik maupun lahan praktik, sangat sulit untuk menyelesaikan
laporan kasus ini. Semoga laporan kasus ini membawa manfaat bagi
pengembangan ilmu kedepannnya. Aamiin.
Palembang, 07 November
2021
Penulis
iv
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..................................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN....................................................................................ii
KATA PENGANTAR................................................................................................iii
DAFTAR ISI..............................................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................1
A. Latar Belakang......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................4
C. Tujuan ..................................................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1. ..............................................................................................................................
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sindrom nefrotik (SN) merupakan keadaan dimana terjadi hilangnya protein
yang berlebih ke dalam urin akibat gangguan filtrasi pada glomerulus yang
menyebabkan gejala kompleks berupa proteinuria (> 3,5 g / 24 jam),
hipoalbuminemia, edema, dan hiperlipidemia (Aminoff et al., 2014). Sindrom
nefrotik dapat diklasifikasikan berdasarkan penyebabnya yaitu sindrom nefrotik
primer dan sindrom nefrotik sekunder. Sindrom nefrotik primer terdiri dari
idiopatik dan genetik (Teeninga, 2014). Sindrom nefrotik idiopatik
menggambarkan penyakit atau kondisi yang tidak diketahui penyebabnya, yang
termasuk kedalam kelompok ini terdiri tiga macam jaringan yaitu minimal
change nephrotic syndrome (MCNS), focal segmental glomerulosclerosis
(FSGS), dan membranouse nephropathy (MN). Sindrom nefrotik genetik
merupakan sindrom nefrotik kongenital yang diperoleh bawaan dari lahir.
Sedangkan sindrom nefrotik sekunder merupakan sindrom nefrotik yang dapat
disebabkan oleh penyakit, seperti diabetes nefropati, amyloidosis, sistemic lupus
erythematosus (SLE), dan infeksi (Kaneko, 2016 & Turner et al., 2016).
1
tercatat bahwa negara Jepang diketahui sebanyak 477 mengalami kematian
akibat sindrom nefrotik, kemudian disusul negara Mesir sebanyak 243 anak-
anak mengalami kematian, dan negara selanjutnya United State dengan 153 yang
mengalami kematian akibat sindrom nefrotik (Khider et al., 2017).
2
g/dL). Apabila terdapat gejala infeksi, maka perlu diberikan terapi antibiotik
yang tepat. Keadaan edema yang terjadi pada pasien sindrom nefrotik diatasi
dengan pemberian terapi diuretik. Penggunaan diuretik bertujuan untuk
meningkatkan pengeluaran urin oleh ginjal dengan mengubah kondisi natrium.
Peningkatan ekskresi natrium menyebabkan penigkatan ekskresi air. Terapi yang
biasa diberikan yaitu diuretik kuat (loop diuretic) seperti furosemid dengan
(Trihono et al., 2012; Dewi & Mery, 2017; Dipiro et al., 2017; Pardede, 2017).
Terapi lini pertama untuk edema pada sindrom nefrotik adalah diuretik kuat
(loop diuretic), yang biasa diberikan yaitu Furosemid. Untuk terapi tambahan
diuretik lini kedua biasanya digunakan pada pasien yang tidak mengalami
penurunan edema jika hanya diberikan loop diuretic, meliputi antagonis
aldosteron (spironolakton) atau amilorida dan diuretik thiazid (Turner et al.,
2016). Apabila pemberian diuretik tidak berhasil, biasanya karena terjadi
hipovolemia atau hipoalbuminemia berat ( 1 g/dL), dapat diberikan infus
albumin 20-25 % selama 2 - 4 jam yang digunakan untuk menarik cairan dari
jaringan intestisial dan diakhiri dengan pemberian loop diuretic seperti
furosemid (Trihono et al., 2012). Karena retensi garam oleh ginjal pada pasien
sindrom nefrotik cukup besar, maka loop diuretic yang kuat seperti furosemid
harus diberikan (Arsita, 2017).
3
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang maka rumusan masalah dalam laporan ini
adalah “Asuhan Keperawatan Pada An. R Dengan SINDROM NEFROTIK
Di Ruang Poli Anak RSUD PALEMBANG BARI”
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
2. Tujuan khusus
4
diberikan sebagai rencana dalam tindakan keperawatan.
5
BAB II
TINJAUAN TEORI
2. Etiologi
Menurut Nurarif & Kusuma (2013), Penyebab Sindrom nefrotik yang pasti
belum diketahui. Akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit autoimun,
yaitu suatu reaksi antigen antibody. Umumnya etiologi dibagi menjadi:
Disebabkan oleh :
7
2) Penyakit kolagen seperti SLE, purpura anafilaktoid
a) Glomerulonefritis
a) Diabetes mellitus
c) Amyloidosis
8
3. Anatomi Fisiologi
Menurut Gibson,John (2013) , Setiap ginjal memiliki panjang sekitar
12 cm, lebar 7 cm, dan tebal maksimum 2,5 cm, dan terletak pada bagian
belakang abdomen, posterior terhadap peritoneum, pada cekungan yang
berjalan di sepanjang sisi corpus vertebrae. Lemak perinefrik adalah lemak
yang melapisi ginjal. Ginjal kanan terletak agak lebih rendah daripada ginjal
kiri karena adanya hepar pada sisi kanan. Sebuah glandula adrenalis terletak
pada bagian atas setiap ginjal. Setiap ginjal memiliki ujung atas dan bawah
yang membulat (ujung superior dan inferior), margo lateral yang membulat
konveks, dan pada margo medialis terdapat cekungan yang disebut hilum.
Arteria dan vena, pembuluh limfe, nervus renalis, dan ujung atas ureter
bergabung dengan ginjal pada hilum.
1. Ginjal terletak di bagian perut. Gambar ginjal di atas adalah ginjal kiri
yang telah di belah.
2. juta buah nefron. 1 nefron terdiri ghenle, tubulus kontortus distal, tubulus
kolektivus.
4. Patofisiologi
Menurut Betz & Sowden (2009), Sindrom nefrotik adalah keadaan
klinis yang disebabkan oleh kerusakan glomerulus. Peningkatan
permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma menimbulkan protein,
hipoalbumin, hiperlipidemia dan edema. Hilangnya protein dari rongga
vaskuler menyebabkan penurunan tekanan osmotik plasma dan peningkatan
tekanan hidrostatik, yang menyebabkan terjadinya akumulasi cairan dalam
11
rongga interstisial dan rongga abdomen. Penurunan volume cairan vaskuler
menstimulasi system renin – angiotensin yang mengakibatkan
diskresikannya hormone antidiuretik dan aldosterone. Reabsorsi tubular
terhadap natrium (Na) dan air mengalami peningkatan dan akhirnya
menambah volume intravaskuler. Retensi cairan ini mengarah pada
peningkatan edema. Koagulasi dan thrombosis vena dapat terjadi karena
penurunan volume vaskuler yang mengakibatkan hemokonsentrasi dan
hilangnya urine dari koagulasi protein. Kehilangan immunoglobulin pada
urine dapat mengarah pada peningkatan kerentanan terhadap infeksi.
12
5. Pathway
Dm Glumeronefritis
SLE
Amyloidosis
Penggunaan obat steroid Hilangnya protein plasma Merangsang sintesis LDL di hati
Mk : resiko tinggi kerusakan ingritas kulit Penurunan tekanan osmotik plasma Hiperlipidemia
13
Hipovolemia MK : Kehilangan cairan
Edema
Peritoneal paru mata Skersi renin Vasokontriksi
14
6. Manifestasi Klinis
1) Pucat
2) Hematuria
6) Proteinuria > 3,5 gr/hr pada dewasa atau 0,05 g/kg BB/hr pada anak-anak
15
10) Kenaikan berat badan secara progresif dalam beberapa hari/minggu.
11) Klien mudah lelah atau lethargie tapi tidak kelihatan sakit payah.
Menurut Hidayat (2006), Tanda dan gejala sindrom nefrotik adalah sebagai
berikut : terdapat adanya proteinuria, retensi cairan, edema, berat badan
meningkat, edema periorbital, edema fasial, asites, distensi abdomen,
penurunan jumlah urine, urine tampak berbusa dan gelap, hematuria, nafsu
makan menurun, dan kepucatan.
7. Pemeriksaan penunjang
Menurut Betz & Sowden (2009), Pemeriksaan penunjang sebagai Berikut
a. Uji urine
b. Uji darah
16
2) Kadar kolesterol serum : meningkat (dapat mencapai 450 sampai
1000 mg/dl)
7) Perorangan
c. Uji diagnostik
8. Penatalaksanaan
c. Pengurangan edema
Tujuan terapi adalah untuk mencegah kerusakan ginjal lebih lanjut dan
menurunkan risiko komplikasi.
d. Penatalaksanaan Medis
c. Diuretikum
e. Kortikosteroid
18
1) Selama 28 hari prednison diberikan per oral dengan dosis 60
mg/hari/luas permukaan badan (lpb) dengan maksimum 80 mg/hari.
4) Lain-lain
5) Diet
f. Kemoterapi
2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Tirah baring:
b. Terapi cairan:
Jika klien dirawat di rumah sakit, maka intake dan output diukur secara
cermat da dicatat. Cairan diberikan untuk mengatasi kehilangan cairan
20
dan berat badan harian.
c. Perawatan kulit.
d. Perawatan mata.
Tidak jarang mata anak tertutup akibat edema kelopak mata dan untuk
mencegah alis mata yang melekat, mereka harus diswab dengan air
hangat.
Anak akan mengeluh nyeri abdomen dan mungkin juga muntah dan
pingsan. Terapinya dengan memberikan infus plasma intravena. Monitor
nadi dan tekanan darah.
f. Pencegahan infeksi.
Orang tua dan anak sering kali tergangu dengan penampilan anak.
Pengertian akan perasan ini merupakan hal yang penting. Penyakit ini
menimbulkan tegangan yang berta pada keluarga dengan masa remisi,
21
eksaserbasi dan masuk rumah sakit secara periodik. Kondisi ini harus
diterangkan pada orang tua sehingga mereka mereka dapat mengerti
perjalanan penyakit ini. Keadaan depresi dan frustasi akan timbul pada
mereka karena mengalami relaps yang memaksa perawatan di rumahn
sakit.
22
BAB III
PROFIL RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PALEMBANG BARI
23
Gedung Loundry, Gedung VVIP, Gedung CSSD, Gedung ICU, Gedung Genset
dan IPAL.
Pada tahun 2009 RSUD Palembang BARI di tetapkan sebagai Rumah
Sakit Tipe B berdasarkan Kepmenkes RI Nomor : 241/MENKES/SK/IV/2009
tentang peningkatan Kelas Rumah Sakit Umum Daerah Palembang BARI milik
pemerintah kota palembang provinsi sumatera selatan tanggal 2 april 2009.
Adapun pembangunan gedung yang berlangsung di tahun 2009 meliputi :
Gedung Kebidanan,Gedung Neonatus, Gedung Rehabilitasi Medik serta
Gedung Hemodialisa. Selanjutnya pembangunan gedung yang berlangsung di
tahun 2010-2011 meliputi: Perawatan Kelas I, II, III, Kamar Jenazah, Gedung
ICCU, Gedung PICU, Workshop dan Musholah.
Selain meningkatkan status Rumah sakit, RSUD Palembang Bari juga
memberikan layanan yang bermutu dan mementingkan keselamata pasien, ini
terlihat dari hasil akreditasi yang sudah mencapai tahap akhir yaitu Status
Tingkat Paripurna pada tahun 2015 lalu.
Misi
24
C. Fasilitias Pelayanan
Janji layanan RSUD Palembang Bari
1. Unit gawat darurat
Dalam waktu kurang dari 5 menit, anda sudah mulai kami layani.
2. Unit Pendaftaran
Sejak pasien datang sampai dengan dilayani di loket pendaftaran tidak
lebih dari 10 menit.
3. Unit Rawat Jalan
Pasien sudah dijalani paling lambat 30 menit setelah mendaftar di loket
pendaftaran.
4. Unit Laboratorium
Pemeriksaan cito dan sederhana, hasil jadi kurnag dari 3 jam.
5. Unit Radiologi
Pelayanan foto sederhana dilaksanakan kurang dari 3 jam.
6. Unit Farmasi
Obat jadi diserahkan maksimal 30 menit sejak resep diterima. Obat racikan
diserahkan maksimal 60 menit sejak resep diterima.
Pelayanan Penunjang
1. Farmasi/ Apotek 24jam
2. Instalasi Laboratoriuam Klinik
3. Instalasi Radiologi
4. Instalasi BedahSentral
5. Instalasi Gizi
6. Instalasi Pemeliharaan Sarana RumahSakit
7. Instalasi PemeliharaanLingkungan
8. Central Sterilized Suplay Departement(CSSD)
9. Instalasi Laundry
10. Intensive Care Unit (ICU)
11. Hemodialisa
26
12. Instalasi RehabilitasMedik
27
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN
I. PENGKAJIAN IBU
Tanggal masuk : 16 November 2021
Ruang/Kelas : poli anak
Tanggal pengkajian : 16 november 2021
Jam : 10.00 WIB
I. IDENTITAS
Inisial Nama : An. R
Usia : 11 tahun
Agama : Islam
Pendidikan ayah : S1
Pendidikan ibu : S1
28
Keluhan pasien lemah, terlihat lesu dan pucat, muka sembab
c. Riwayat Perjalanan Penyakit
Tidak ada
d. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran Anak
Prenatal : Ibu mengatakan rutin memeriksa kehamilan kebidan dan
imunisasi
6.Kecelakaan : Tidak aa
7.Imunisasi : Lengkap
29
f. Riwayat Keluarga
Genogram
Keterangan :
: Ibu
: Ayah
: Pasien
: Laki-laki
: Perempuan
g. Riwayat Sosial
30
Yang mengasuh : Orang tua sendiri
Kesadaran : Komposmentis
a. Mulut
Trismus ( √ ), Halitosis ( )
b. Leher
Kaku Kuduk ( ) Simetris( √ ), Benjolan ( ) Tonsil ( )
31
Kebutuhan Nutrisi dan Cairan
c. Abdomen
Inspeksi : Bentuk: simetris( √ ), tidak simetris( ), kembung( ), asites( ),
Kuadran I : normal
Kuadran II : normal
Kuadran IV : normal
Data Tambahan : Ibu mengatakan anaknya tidak nafsu makan, mual muntah
Ibu mengatakan badan anak nya membengkak dan muka
Terlihat sembab
Masalah keperawatan: - Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Kelbihan volume cairan
32
BAK:
Warna: kekuningan
Konsistensi: cair
Frekuensi: 4 x/ hari
Jelaskan:
Frekuensi 1 x/hari
Konstipasi ( )
Dada
Paru-paru:
Inspeksi: 28 x/ min,
33
Data Tambahan :
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan
Jantung
Palpasi: kardiomegali( )
Kebiasaan sebelum tidur (perlu mainan, dibacakan cerita, benda yang dibawa saat
tidur,dll):
Makan/minum √
Mandi √
Toileting √
Berpakaian √
Berpindah √
Ambulasi/ROM √
34
Skala Aktivitas:
0: mandiri, 1: alat Bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain dan alat, 4:
tergantung total
Personal hygine :
Mandi:2 x/hari
Data Tambahan :
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan
a. Kesan Umum
b. Kepala
35
Rambut: warna hitam, mudah dicabut ( ), ketombe( ), kutu( )
c. Mata
d. Telinga
Simetri( √ ), sekret( ), radang( ), Pendengaran: ( ), kurang( ), tuli( )
Data Tambahan :
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan
Tingkat kecemasan pasien sedang, pasien sering menangis, rewel dan gelisah
Data Tambahan :
36
7. HUBUNGAN PERAN (PERAN PEMBERI ASUHAN, HUBUNGAN KELUARGA &
PERFORMA PERAN)
Data Tambahan
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan
Perempuan
Data Tambahan
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan
GCS : 15
E: 4
V: 5
M: 6
Data Tambahan :
37
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan
Budaya : Baik
Spritual / Religius : Baik
Harapan : berharap Allah memberikan kesembuhan
Psikososial : Baik
Data Tambahan :
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan
oedema ( ), pucat ( √ )
Echimosis ( ), Petekie ( )
38
Nyeri : Ya ( ) Tidak ( √ )
P (Provokatif/paliatif)
Q( Quality)
R(Regio)
S(Scale)
T(Time)
Data Tambahan
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan
Kognitif dan bahasa : baik, bahasa yang digunakan bahasa adalah daerah
Data Tambahan
Masalah keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan
TERAPI
39
didalam tubuh
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hematokrit 28.6 %
KIMIA KLINIK
Ureum 12.3
Kreatinin 0.20
Albumin 2.94
- erith : 10-20
- leuc : 1-2
40
ANALISA DATA
- ibu pasien
mengatakan badan
anak membengkak Permeabilitas glomerulis
meningkat
dan muka sembab
DO :
- T : 36,6o Albuminemia/proteinuria
- P: 87 x/m
41
- RR : 24 x/m Hipoalbuminemia
Edema
- ibu pasien
mengatakan pasien
Retensi DNA dan air
mengalami
kemerahan pada
kulit
Edema
DO :
- kemerahan
- T : 36,6o
- P: 87 x/m
42
- RR : 24 x/m
Gfr menurun Nutrisi kurang dari kebutuhan
DS :
tubuh
- ibu pasien
mengatakan pasien
Sekresi eritropoitis menurun
tidak nafsu makan
DO :
- nafsu makan
menurun
Suplai nutrisi dalam darah
- T : 36,6o menurun
- P: 87 x/m
- RR : 24 x/m
Nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh
DIAGNOSA KEPERAWATAN
43
2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan immobilitas fisik
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang kurang
RENCANA KEPERAWATAN
44
lemah dan mg dirumah
lesu
- T : 36,6o
- P: 87 x/m
- RR : 24 x/m
2. Kerusakan Setelah dilakukan tindakan 1. Anjurkan pasien
integritas kulit keperawatan 1x pertemuan, pasien untuk
berhubungan diharapkan integritas kulit terkontrol
menggunakan
dengan dengan kriteria hasil :
pakaian yang
immobilitas fisik Indikator Awal Tujuan
DS: 1. Tidak ada 1 5 longgar
45
2. Porsi makan 1 5 pemasukan diet
DS : ibu pasien
dihabiskan 4. Kaji adanya alergi
mengatakan
makanan
anaknya tidak
nafsu makan
DO :
- lemah
- T : 36,6o
- P: 87 x/m
RR : 24 x/m
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
46
Nama &
Dx. Tanggal & Implementasi keperawatan Respons TT
Keperawatan Waktu Perawat
plasma
3. Memantau hasil - pasien tampak
laboratorium ( cek lab membaik dan
lengkap ) terhadap badan tidak
kelebihan volume cairan membengkak dan
muka tidak sembab
4. Menghitung intake
dan output - T : 36,6o
47
P : intervensi
dilanjutkan
S:
- Ibu pasien
mengatakan pasien
mengalami
1. Menganjurkan pasien
kemerahan pada
untuk menggunakan
kulit
pakaian yang longgar
O:
2. Menjaga kebersihan
kulit agar tetap bersih dan - T : 36,6o
kering
Kerusakan - P: 87 x/m
integritas kulit 3. Memobilisasi pasien
berhubungan - RR : 24 x/m
dengan
4. Memonitor kulit akan
immobilitas fisik A :
adanya kemerahan
Kerusakan
5. Memonitor status
integritas kulit
nutrisi pasien
berhubungan
6. Memonitor aktivitas dengan immobilitas
dan mobilisasi pasien fisik
P : intervensi
dilanjutkan
48
S:
- Ibu pasien
mengatakan pasien
tidak nafsu makan
O:
Manajemen nutrisi BB : 35
P : intervensi
dilanjutkan
49
EVALUASI KEPERAWATAN
Nama Pasien : An.R Diagnosa Medis: SN
Kelebihan 16-11-2021 S:
tekanan
- pasien tampak membaik dan badan
osmotik
tidak membengkak dan muka tidak
plasma
sembab
- T : 36,6o
- P: 87 x/m
- RR : 24 x/m
50
A :
Skala indikator
P : intervensi dihentikan
Kerusakan 16-11-2021 S:
fisik
- T : 36,6o
- P: 87 x/m
- RR : 24 x/m
A :
51
Kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan immobilitas fisik
Skala indikator
luka/lesi
4. Perfusi 1 5
jaringan baik
4. Mampu 1 5
melindungi
kulit dan
mepertahank
an
kelembaban
kulit
P : intervensi dihentikan
16-11-2021 S:
Perubahan nutrisi
kurang dari 11.00 - Ibu pasien mengatakan pasien tidak
kebutuhan nafsu makan
tubuh
O:
behubungan
dengan intake BB : 35
yang kurang
BBI : 34
- T : 36,6o
52
- P: 87 x/m
- RR : 24 x/m
A :
Skala indikator
meningkat
4. Porsi makan 1 5
dihabiskan
P : intervensi dihentikan
53
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Diagnosa yang didapat yaitu kelebihan volume cairan, kerusakan integritas kulit
dan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
B. Saran
54
Penulis ini diharapkan dapat menambah wawasan penulis mengenai ilmu
keperawatan .
55
DAFTAR PUSTAKA
Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede SO, editors. Sindrom Nefrotik. Buku
Ajar Nefrologi Anak. Edisi-2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI pp. 381-426.
Bagga, A. dan Mantan, M. 2005. Nephrotic syndrome in children. Indian Journal of
Medical Research, vol. 122, hal. 13-28.
Gunawan, AC. 2006. Sindrom Nefrotik: Pathogenesis dan Penatalaksanaan. Cermin
Dunia Kedokteran, no. 150, hal. 50-54.
Darnindro, N dan Muthalib, A. 2008. Tatalaksana Hipertensi pada Pasien dengan
Sindrom Nefrotik. Maj Kedokt Indon, vol. 58, no. 2, hal. 57-61
Eddy, AA dan Symons, JM. 2003. Nephrotic syndrome in childhood. THE LANCET ,
vol 362, hal. 629-639.
Hammersmith, J., Bradley Tirner, dan George H. Roberts. 2006. Nephrotic
Syndrome. Continuing Education Topics & Issues
Jalanko, H. 2009. Congenital nephrotic syndrome. Pediatric Nephrology, vol. 24, hal.
2121–2128
Kliegman, Behrman, Jenson, Stanton. 2007. Nephrotic Syndrome. Nelson Textbook
of Pediatric 18th ed. Saunders. Philadelphia. Chapter 527.
Lasty Wisata, Dwi Prasetyo, Dany Hilmanto. Perbedaan Aspek Klinis Sindrom
Nefrotik Resisten Steroid dan Sensitif Steroid pada Anak. Maj Kedokt Indon, vol. 60,
no. 12.
Noer, MS. 2002. Sindrom Nefrotik. Dalam: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP,
Pardede SO, penyunting. Buku ajar nefrologi anak. Edisi ke-2. Jakarta: Ikatan Dokter
Anak Indonesia, hal. 73-87
Sophie de Seigneux dan Pierre-Yves Martin. 2009. Management of patients with
nephritic Syndrome. Swiss Med Weekly, vol.139 (29-30), hal. 416-422.
Trihono, PP., Atalas, H., Tambunan, T., Pardede, SO 2008. Konsensus Tatalaksana
Sindrom Nefrotik Idiopatik Pada Anak. Unit Koordinasi Nefrologi Ikatan Dokter
Anak Indonesia. Edisi Kedua Cetakan Kedua 2012. Jakarta : Badan Penerbit Ikatan
Dokter Anak Indonesia, hal. 1-20.
Wirya IG, 2002. Sindrom nefrotik. In: Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, Pardede
SO, editors. Buku Ajar Nefrologi Anak. Edisi-2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, hal
381-426.
56