Anda di halaman 1dari 19

SISTEM HEMATOLOGI & IMUNOLOGI

“Asuhan Keperawatan Polisitemia”

Dosen Pembimbing :

Ns. Wiwik Sofiah,APP.,MKEP

Disusun Oleh :

1. Ditta Putri Ramadanty ( 19016 )


2. Egi Novarita ( 19017 )
3. Ellinda Yohanita ( 19018 )
4. Erlina ( 19019 )
5. Ersa Salia ( 19020 )
6. Fakhiratunnisa Putri Azzahraa ( 19021 )
7. Gusti Arif Pamungkas (19022)

AKADEMI KEPERAWATAN HARUM JAKARTA


Jalan Cumi No.37 Jakarta Utara
Tahun ajaran 2019/2020

DAFTAR ISI
Daftar Isi.....................................................................................................................................2
Kata Pengantar...........................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................4
1.1 Latar Belakang.....................................................................................................................4
1.2. Rumusan Masalah...............................................................................................................5
1.3. Tujuan.................................................................................................................................5
BAB II KONSEP DASAR.........................................................................................................6
2.1 Pengertian Polisitemia..........................................................................................................6
2.2 Etiologi.................................................................................................................................7
2.3 Gambaran Klinis..................................................................................................................7
2.4 Patofisiologi.........................................................................................................................9
2.5. Komplikasi........................................................................................................................12
2.6. Pemeriksaan Penunjang....................................................................................................12
2.7. Penatalaksanaan................................................................................................................12
BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN...................................................................15
3.1. Pengkajian.........................................................................................................................15
3.2. Pemeriksaan Fisik.............................................................................................................15
3.3. Diagnosa Keperawatan .....................................................................................................15
3.4. Intervensi...........................................................................................................................15
3.5. Evaluasi.............................................................................................................................17
BAB IV PENUTUP ................................................................................................................18
4.1 Kesimpulan........................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................19

KATA PENGANTAR

2
Puji syukur kehadirat Allah SWT hingga saat ini kami diberikan kesempatan untukdapat
memenuhi tugas yang diberikan dan menulis sebuah makalah yang berjudul
“POLISITEMIA”. Hanya karena rahmat yang diberikan-Nya kami dapat membuat
makalah ini hingga selesai. Apapun yang kami sajikan semoga selalu bermanfaat bagi
para pembacanya.

Dalam menyelesaikan makalah ini, penulis banyak mendapat bantuan dan bimbingandari
berbagai pihak. Pada kesempatan ini dengan setulus hati penulis mengucapkan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan
terutama kepada Ibuk dosen Sistem Imunologi dan Hematologi ”Ns. Wiwik Sofiah, APP,
M.Kep” yang telah rela meluangkan waktunya demi selesainya makalah ini.

Walaupun kami telah mengusahakan kesempurnaan dalam penulisan makalah ini,kami


sangat menyadari, bahwa masih banyak kekurangan baik isi maupun teknik
penulisan.Untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun selalu kami harapkan.

Jakarta, 28 September 2020

Kelompok 3

BAB I

3
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Sel darah merah terdiri dari sebagian besar sel-sel darah dalam sirkulasi, dan
salah satu fungsi utama mereka adalah untuk membawa oksigen dari paru ke semua
sel, jaringan, dan organ dalam tubuh. Oksigen dilakukan di dalam sel darah merah
dikombinasikan ke besi yang mengandung protein yang disebut hemoglobin. sel
darah merah tidak memiliki inti dan berbentuk seperti cakram cekung ganda atau
donat berbentuk, dan mampu meringkuk dan pemerasan melalui pembuluh darah
terkecil.
Jumlah sel darah merah normal dalam darah bervariasi, dan lebih tinggi pada
laki-laki daripada perempuan. bayi baru lahir memiliki jumlah sel merah yang lebih
tinggi daripada orang dewasa. Jika ada jumlah yang lebih tinggi dari sel darah
merah dalam sirkulasi dari biasanya maka seseorang dikatakan telah erythrocytosis
atau polisitemia. Situasi sebaliknya dapat terjadi, dimana ada tingkat yang lebih
rendah dari sel darah merah daripada biasanya, dan kondisi ini disebut sebagai
"anemia". jumlah sel darah merah Dibesarkan dapat ditemukan kebetulan pada
orang tanpa gejala, pada tahap awal polisitemia.
Pada polisitemia, mungkin menjadi 8 - 9 juta jiwa dan kadang-kadang 11 juta
eritrosit milimeter kubik darah (kisaran normal untuk orang dewasa adalah 4-6),
dan hematokrit mungkin setinggi 70 hingga 80%. Selain itu, volume total darah
kadang-kadang meningkat menjadi sebanyak dua kali normal. Sistem vaskular
keseluruhan dapat menjadi nyata membesar dengan darah, dan sirkulasi kali untuk
darah ke seluruh tubuh dapat meningkat hingga dua kali dari nilai normal.
Peningkatan jumlah eritrosit dapat menyebabkan viskositas darah untuk
meningkatkan sebanyak lima kali normal. Kapiler dapat menjadi terpasang oleh
darah yang sangat kental, dan aliran darah melalui pembuluh cenderung sangat
lamban.
Baru-baru ini, pada tahun 2005, mutasi pada kinase JAK2 (V617F) telah
ditemukan oleh beberapa kelompok peneliti akan sangat terkait dengan polisitemia
vera. JAK2 adalah anggota dari keluarga Janus kinase dan membuat prekursor
erythroid peka terhadap eritropoietin (EPO). mutasi ini mungkin dapat membantu
dalam membuat diagnosis atau sebagai target untuk terapi masa depan.
Sebagai konsekuensi dari di atas, orang dengan polisitemia vera tidak diobati
berada pada risiko berbagai peristiwa trombotik (trombosis vena dalam, embolisme
paru), serangan jantung dan stroke, dan memiliki risiko yang besar sindrom Budd-
Chiari (trombosis vena hati), atau Myelofibrosis. Kondisi ini dianggap kronis, ada

4
pengobatan simtomatik yang dapat menormalkan jumlah darah dan kebanyakan
pasien dapat hidup normal selama bertahun-tahun.

1.2. RUMUSAN MASALAH


1. Apa pengertian dari polisitemia?
2. Bagaimana gejala polisitemia?
3. Apa penyebab polisitemia?
4. Apa komplikasi polisitemia?
5. Bagaimana pemeriksaan polisitemia?
6. Bagaimana penatalaksanaan polisitemia?
7. Bagaimana asuhan keperawatan polisitemia?

1.3. TUJUAN
1. Tujuan Umum
a. Untuk mengetahui tentang penyakit yang berkaitan dengan sistem
Imunologi yaitu Polisitemia
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui konsep teoritis penyakit polisitemia.
b. Untuk mendapat informasi tentang pengertian, klasifikasi, etiologi, gejala
klinis,patofisiologi, pemeriksaan diagnostik untuk pasien dengan
Polisitemia.
c. Mengetahui asuhan keperawatan pada penyakit polisitemia, yang meliputi
pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi dan rasional.

BAB II

5
KONSEP DASAR

2.1. PENGERTIAN POLISITEMIA


Polisitemia berasal dari bahasa Yunani: poly (banyak), cyt (sel), dan hemia
(darah). Jadi, polisitemia berarti peningkatan jumlah sel darah (eritrosit, leukosit,
trombosit) di dalam darah.
Polisitemia adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan jumlah sel darah
merah akibat pembentukan sel darah merah yang berlebihan oleh sumsum tulang.
Polisitemia adalah suatu kondisi yang jarang terjadi di mana tubuh terlalu
banyak memproduksi sel darah merah. Orang dengan polisitemia memiliki
peningkatan hematokrit, hemoglobin, atau jumlah sel darah merah di atas batas
normal melebihi 6 juta/ mm atau hemoglobinnya melebihi 18 g/dl.
Ada dua jenis utama polisitemia: polisitemia vera( primer) dan polisitemia
sekunder. Polisitemia vera (yang secara harfiah diterjemahkan sebagai "polisitemia
benar") juga dikenal sebagai suatu jenis polisitemia primer. Primer berarti bahwa
polisitemia tidak disebabkan oleh gangguan lain. Polisitemia Primer: Dalam
polisitemia primer peningkatan sel darah merah adalah karena masalah yang
melekat. Polisitemia primer dikarenakan sel benih hematopoietik mengalami
proliferasi berlebihan tanpa perlu rangsangan dari eritropoietin atau hanya
dengan kadar eritropoietin rendah. Dalam keadaan normal, proses proliferasi terjadi
karena rangsangan eritropoietin yang adekuat. Polisitemia vera adalah contoh
polisitemia primer. Jumlah sel darah merah atau eritrosit manusia umumnya
berkisar antara 4 hingga 6 juta per mikroliter darah. Jumlah ini yang terbanyak
dibandingkan dengan sel darah lainnya. Namun, jumlah sel darah merah bisa
melebihi batas normal. Kondisi ini dikenal dengan sebutan polisitemia vera.
Polisitemia sekunder: Jenis ini, proliferasi eritrosit disertai peningkatan kadar
eritropoietin. Jadi, berbanding terbalik dengan polisitemia primer. Peningkatan
massa sel darah merah lama kelamaan akan mencapai keadaan hemostasis dan
kadar eritropoietin kembali ke batas normal. Contoh polisitemia sekunder fisiologis
adalah hipoksia. Polisitemia sekunder umumnya terjadi sebagai respon terhadap
faktor-faktor lain atau kondisi yang mendasarinya atau gangguan, seperti tumor
hati, tumor ginjal atau sindroma Cushing.
Penyebab, gejala, dan perawatan dari dua kondisi yang berbeda-beda.
Polisitemia Vera lebih serius dan dapat mengakibatkan komplikasi kritis lebih dari
polisitemia sekunder. Sel darah tubuh diproduksi di sumsum tulang ditemukan di
beberapa tulang,seperti tulang paha. Biasanya produksi sel darah diatur oleh tubuh
sehingga jumlah sel darah baru dibuat untuk menggantikan sel-sel darah yang lama

6
karena mereka mati. Dalam polisitemia, proses ini tidak normal karena berbagai
penyebab dan menghasilkan terlalu banyak sel darah merah dan kadang-kadang sel-
sel darah lainnya. Hal ini menyebabkan penebalan darah.

2.2. ETIOLOGI
1. Polisitemia primer
Polisitemia Primer terjadi di sekitar 2 pada setiap 100.000 orang. Penyebabnya
tidak diketahui. Namun, polisitemia ini hadir saat lahir, biasanya disebabkan
oleh kelainan genetik warisan yang abnormal menyebabkan tingkat tinggi
prekursor sel darah merah.
2. Polisitemia sekunder
polisitemia sekunder umumnya terjadi sebagai respon terhadap faktor-faktor
lain atau kondisi yang mendasarinya atau gangguan, seperti:
a. tumor hati,
b. tumor ginjal atau sindroma Cushing
c. peningkatan eritropoietin (EPO) produksi, baik dalam respon terhadap
hipoksia kronis (kadar oksigen rendah) atau dari tumor mensekresi
eritropoietin
d. perilaku, gaya hidup, seperti merokok, tinggal di tempat yang tinggi,
penyakit paru- paru parah, dan penyakit jantung.

Bila ada kekurangan oksigen, tubuh merespon dengan memproduksi lebih banyak
sel darah merah yang membawa oksigen ke sel-sel tubuh.

2.3. MANIFESTASI KLINIS


Permasalahan yang ditimbulkan berkaitan dengan massa eritrosit, basofil, dan
trombosit yang bertambah, serta perjalanan alamiah penyakit menuju ke arah
fibrosis sumsum tulang. Fibrosis sumsum tulang yang ditimbulkan bersifat
poliklonal dan bukan neoplastik jaringan ikat.

Tanda dan gejala yang predominan pada polisitemia vera adalah sebagai akibat
dari:
1. Hiperviskositas
Peningkatan jumlah total eritrosit akan meningkatkan viskositas darah yang
kemudian akan menyebabkan :
a. Penurunan kecepatan aliran darah (shear rate), lebih jauh lagi akan
menimbulkan eritrostasis sebagai akibat penggumpalan eritrosit.
b. Penurunan laju transpor oksigen

7
Kedua hal tersebut akan mengakibatkan terganggunya oksigenasi jaringan.
Berbagai gejala dapat timbul karena terganggunya oksigenasi organ sasaran
(iskemia/infark) seperti di otak, mata, telinga, jantung, paru, dan
ekstremitas.

2. Penurunan shear rate


Penurunan shear rate akan menimbulkan gangguan fungsi hemostasis primer
yaitu agregasi trombosit pada endotel. Hal tersebut akan mengakibatkan
timbulnya perdarahan, walaupun jumlah trombosit >450 ribu/mL. Perdarahan
terjadi pada 10-30% kasus PV, manifestasinya dapat berupa epistaksis,
ekimosis, dan perdarahan gastrointerstinal.

3. Trombositosis (hitung trombosit >400.000/mL).


Trombositosis dapat menimbulkan trombosis. Pada PV tidak ada korelasi
trombositosis dengan trombosis. Trombosis vena atau tromboflebitis dengan
emboli terjadi pada 30-50% kasus PV.

4. Basofilia (hitung basofil >65/mL)


Lima puluh persen kasus PV datang dengan gatal (pruritus) di seluruh tubuh
terutama setelah mandi air panas, dan 10% kasus polisitemia vera datang
dengan urtikaria suatu keadaan yang disebabkan oleh meningkatnya kadar
histamin dalam darah sebagai akibat adanya basofilia. Terjadinya gastritis dan
perdarahan lambung terjadi karena peningktana kadar histamin.

5. Splenomegali
Splenomegali tercatat pada sekitar 75% pasien polisitemia vera. Splenomegali
ini terjadi sebagai akibat sekunder hiperaktivitas hemopoesis ekstramedular.

6. Hepatomegali
Hepatomegali dijumpai pada kira-kira 40% polisitemia vera. Sebagaimana
halnya splenomegali, hepatomegali juga merupakan akibat sekunder
hiperaktivitas hemopoesis ekstramedular.

7. Laju siklus sel yang tinggi


Sebagai konsekuensi logis hiperaktivitas hemopoesis dan splenomegali adalah
sekuestasi sel darah makin cepat dan banyak dengan demikian produksi asam
urat darah akan meningkat. Di sisi lain laju filtrasi gromerular menurun karena

8
penurunan shear rate. Artritis Gout dijumpai pada 5-10% kasus polisitemia
vera.

8. Difisiensi vitamin B12 dan asam folat.


Laju silkus sel darah yang tinggi dapat mengakibatkan defisinesi asam folat dan
vitamin B12. Hal ini dijumpai pada + 30% kasus PV karena penggunaan/
metabolisme untuk pembuatan sel darah, sedangkan kapasitas protein tidak
tersaturasi pengikat vitamin B12 (UB12 – protein binding capacity) dijumpai
meningkat pada lebih dari 75% kasus. Seperti diketahui defisiensi kedua
vitamin ini memegang peranan dalam timbulnya kelainan kulit dan mukosa,
neuropati, atrofi N.optikus, serta psikosis.

9. Muka kemerah-merahan (Plethora )


Gambaran pembuluh darah dikulit atau diselaput lendir, konjungtiva, hiperemis
sebagai akibat peningkatan massa eritrosit.

10. Keluhan lain yang tidak khas seperti : cepat lelah, sakit kepala, cepat lupa,
vertigo, tinitus, perasaan panas.

11. Manifestasi perdarahan (10-20 %), dapat berupa epistaksis, ekimosis,


perdarahan gastrointestinal menyerupai ulkus peptikum. Perdarahan terjadi
karena peningkatan viskositas darah akan menyebabkan ruptur spontan
pembuluh darah arteri. Pasien Polisitemia Vera yang tidak diterapi beresiko
terjadinya perdarahanwaktu operasi atau trauma.

2.4. PATOFISIOLOGI
Terdapat 3 jenis polisitemia yaitu relatif (apparent), primer, dan sekunder.
1. Polisitemia relatif berhubungan dengan dehidrasi. Dikatakan relatif karena
terjadi penurunan volume plasma namun massa sel darah merah tidak
mengalami perubahan.
2. Polisitemia primer disebabkan oleh proliferasi berlebihan pada sel benih
hematopoietic tanpa perlu rangsangan dari eritropoietin atau hanya dengan
kadar eritropoietin rendah. Dalam keadaan normal, proses proliferasi terjadi
karena rangsangan eritropoietin yang kuat.
3. Polisitemia sekunder, dimana proliferasi eritrosit disertai peningkatan kadar
eritropoietin. Peningkatan massa sel darah merah lama kelamaan akan mencapai

9
keadaan hemostasis dan kadar eritropoietin kembali normal. Contoh polisitemia
ini adalah hipoksia.

Mekanisme terjadinya polisitemia vera (PV) disebabkan oleh kelainan sifat sel
tunas (stem cells) pada sumsum tulang. Selain terdapat sel batang normal pada
sumsum tulang terdapat pula sel batang abnormal yang dapat mengganggu atau
menurunkan pertumbuhan dan pematangan sel normal. Bagaimana perubahan sel
tunas normal jadi abnormal masih belum diketahui.

Progenitor sel darah penderita menunjukkan respon yang abnormal terhadap faktor
pertumbuhan. Hasil produksi eritrosit tidak dipengaruhi oleh jumlah eritropoetin.
Kelainan- kelainan tersebut dapat terjadi karena adanya perubahan DNA yang
dikenal dengan mutasi.Mutasi ini terjadi di gen JAK2 (Janus kinase-2) yang
memproduksi protein penting yang berperan dalam produksi darah.

Pada keadaan normal, kelangsungan proses eritropoiesis dimulai dengan ikatan


antara ligan eritropoietin (Epo) dengan reseptornya (Epo-R). Setelah terjadi ikatan,
terjadi fosforilasi pada protein JAK. Protein JAK yang teraktivasi dan terfosforilasi,
kemudian memfosforilasi domain reseptor di sitoplasma. Akibatnya, terjadi aktivasi
signal transducers and activators of transcription (STAT). Molekul STAT masuk
ke inti sel (nucleus), lalu mengikat secara spesifik sekuens regulasi sehingga
terjadi aktivasi atau inhibisi proses trasnkripsi dari hematopoietic growth
factor.Pada penderita PV, terjadi mutasi pada JAK2 yaitu pada posisi 617 dimana
terjadi pergantian valin menjadi fenilalanin (V617F), dikenal dengan nama
JAK2V617F. Hal ini menyebabkan aksi autoinhibitor JH2 tertekan sehingga proses
aktivasi JAK2 berlangsung tak terkontrol. Oleh karena itu, proses eritropoiesis
dapat berlangsung tanpa atau hanya sedikit hematopoetic growth factor.

Terjadi peningkatan produksi semua macam sel, termasuk sel darah merah, sel
darah putih, dan platelet. Volume dan viskositas darah meningkat. Penderita
cenderung mengalami thrombosis dan pendarahan dan menyebabkan gangguan
mekanisme homeostatis yang disebabkan oleh peningkatan sel darah merah dan
tingginya jumlah platelet.

Thrombosis dapat terjadi di pembuluh darah yang dapat menyebabkan stroke,


pembuluh vena, arteri retinal atau sindrom Budd-Chiari. Fungsi platelet penderita
PV menjadi tidak normal sehingga dapat menyebabkan terjadinya pendarahan.
Peningkatan pergantian sel dapat menyebabkan terbentuknya hiperurisemia,
peningkatan resiko pirai dan batu ginjal.

10
Mekanisme yang diduga untuk menyebabkan peningkatan poliferesi sel induk
hematopoietik adalah sebagai berikut:

1. tidak terkontrolnya poliferesi sel induk hematopoietik yang bersifat neoplastic


2. adanya faktor mieloproliferatif abnormal yang memepengaruhi poliferasi sel
induk hematopoietik normal.
3. Peningkatan sensivitas sel induk hematopoietik terhadap eritropoitin,
interlaukin, 1,3 GMCSF dan sistem cell faktor.

Adapun perjalanan klinis polisitemia yaitu :

a. Fase eritrositik atau fase polisitemia.


Fase ini merupakan fase permulaan. Pada fase ini didapatkan peningkatan
jumlah eritrosit yang dapat bertanggung jawab 5-25 tahun. Pada fase ini
dibutuhkan flebotomi secara teratur untuk menggendalikan viskositas darah
dalam batasan normal.
b. Fase brun out (terbakar habis) atau spent out (terpakai habis ).
Dalam fase ini kebutuhan flebotomi menurun sangat jauh atau pasien memasuki
priode panjang yang tampaknya seperti remisi, kadang-kadang timbul anemia
tetapi trombositosis dan leokositosis biasanya menetap.
c. Fase mielofibrotik
Jika terjadi sitopenia dan splenomegali progresif, manifestasi klinis dan
perjalanan klinis menjadi serupa dengan mielofibrosis dan metaplasia mieliod.
Kadang- kadang terjadi metaplasia mieloid pada limpa, hati, kelenjar getah
bening dan ginjal.
d. Fase terminal
Pada kenyataannya kematian pasien dengan polisitemia vera diakibatkan oleh
komplikasi trombosis atau perdarahan. Kematian karena mielofibrosis terjadi
pada kurang dari 15%. Kelangsungan hidup rerata (median survival) pasien
yang diobati berkisar anatara 8 dan 15 tahun, sedangkan pada pasien yang tidak
mendapatkan pengobatan hanya 18 bulan.
Dibandingkan dengan pengobatan flibotomi saja, resiko terjadinya leukemia
akut meningkat 5 kali jika pasien diberi pengobatan fosfor P32 dan 13 kali jika
pasien mendapatkan obat sitostatik seperti klorambusil.

11
2.5. KOMPLIKASI
Kelebihan sel darah merah dapat dikaitkan dengan komplikasi lain, termasuk
Kemungkinan Komplikasi
a. Perdarahan dari lambung atau bagian lain pada saluran pencernaan.
b. Batu Ginjal Asam urat
c. Gagal jantung
d. Leukemia / leukositosis
e. Myelofibrosis
f. Penyakit ulkus peptikum
g. Trombosis (pembekuan darah, yang dapat menyebabkan stroke atau serangan
jantung)

2.6. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Pemeriksaan Fisik, yaitu ada tidaknya pembesaran limpa dan penampilan kulit
(eritema).
2. Pemeriksaan Darah
Jumlah sel darah ditentukan oleh complete blood cell count (CBC), sebuah tes
standar untuk mengukur konsentrasi eritrosit, leukosit dan trombosit dalam
darah. PV ditandai dengan adanya peningkatan hematokrit, jumlah sel darah
putih (terutama neutrofil), dan jumlah platelet.
Pemeriksaan darah lainnya, yaitu adanya peningkatan kadar serum B12,
peningkatan kadar asam urat dalam serum, saturasi oksigen pada arteri, dan
pengukuran kadar eritropoietin (EPO) dalam darah.
3. Pemeriksaan Sumsum tulang
Meliputi pemeriksaan histopatologi dan nalisis kromosom sel-sel sumsum
tulang (untuk mengetahui kelainan sifat sel tunas (stem cells) pada sumsum
tulang akibat mutasi dari gen Janus kinase-2/JAK2).

2.7. PENATALAKSANAAN
Terapi-terapi yang sudah ada saat ini belum dapat menyembuhkan pasien. Yang
dapat dilakukan hanya mengurangi gejala dan memperpanjang harapan hidup
pasien.
Tujuan terapi yaitu:
1. Menurunkan jumlah dan memperlambat pembentukan sel darah merah
(eritrosit)
2. Mencegah kejadian trombotik misalnya trombosis arteri-vena, serebrovaskular,
thrombosis vena dalam, infark miokard, oklusi arteri perifer, dan infark
pulmonal.

12
3. Mengurangi rasa gatal dan eritromelalgia ekstremitas distal.

Prinsip terapi

1. Menurunkan viskositas darah sampai ke tingkat normal kasus (individual) dan


mengendalikan eritropoesis dengan flebotomi.
2. Menghindari pembedahan elektif pada fase eritrositik/ polisitemia yang belum
terkendali.
3. Menghindari pengobatan berlebihan (over treatment)
4. Menghindari obat yang mutagenik, teragenik dan berefek sterilisasi pada pasien
usia muda.
5. Mengontrol panmielosis dengan fosfor radioaktif dosis tertentu atau kemoterapi
sitostatik.

Pada pasien di atas 40 tahun bila didapatkan:

a. Trombositosis persisten di atas 800.00/mL, terutama jika disertai gejala


thrombosis
b. Leukositosis progresif
c. Splenomegali yang simtomatik atau menimbulkan sitopenia problematik
d. Gejala sistemis yang tidak terkendali seperti pruritus yang sukar dikendalikan,
penurunan berat badan atau hiperurikosuria yang sulit diatasi.

1. Terapi PV
a. Flebotomi
Flebotomi adalah terapi utama pada PV. Flebotomi mungkin satu-satunya
bentuk pengobatan yang diperlukan untuk banyak pasien, kadang-kadang
selama bertahun-tahun dan merupakan pengobatan yang dianjurkan. Indikasi
flebotomi terutama pada semua pasien pada permulaan penyakit,dan pada
pasien yang masih dalam usia subur.Pada flebotomi, sejumlah kecil darah
diambil setiap hari sampai nilai hematokrit mulai menuru. Jika nilai
hematokrit sudah mencapai normal, maka darah diambil setiap beberapa
bulan, sesuai dengan kebutuhan. Target hematokrit yang ingin dicapai adalah
<45% pada pria kulit putih dan <42% pada pria kulit hitam dan perempuan.
b. Kemoterapi Sitostatika/ Terapi mielosupresif (agen yang dapat mengurangi
sel darah merah atau konsentrasi platelet).
Tujuan pengobatan kemoterapi sitostatik adalah sitoreduksi. Lebih baik
menghindari kemoterapi jika memungkinkan, terutama pada pasien uisa
muda. Terapi mielosupresif dapat dikombinasikan dengan flebotomi atau
diberikan sebagai pengganti flebotomi. Kemoterapi yang dianjurkan adalah

13
Hidroksiurea (dikenal juga sebagai hidroksikarbamid) yang merupakan salah
satu sitostatik golongan obat antimetabolik karena dianggap lebih aman, tetapi
masih diperdebatkan tentang keamanan penggunaan jangka panjang.
Penggunaan golongan obat alkilasi sudah banyak ditinggalkan atau tidak
dianjurkan lagi karena efek leukemogenik dan mielosupresi yang serius.
Walaupun demikian, FDA masih membenarkan klorambusil dan Busulfan
digunakan pada PV. Pasien dengan pengobatan cara ini harus diperiksa lebih
sering (sekitar 2 sampai 3 minggu sekali). Kebanyakan klinisi menghentikan
pemberian obat jika hematokrit: pada pria < 45% dan memberikannya lagi
jika > 52%, pada wanita < 42% dan memberikannya lagi jika > 49%.
c. Fosfor Radiokatif (P32)
Isotop radioaktif (terutama fosfor 32) digunakan sebagai salah satu cara untuk
menekan sumsum tulang. P32 pertama kali diberikan dengan dosis sekitar 2-
3mCi/m2 secar intravena, apabila diberikan per oral maka dosis dinaikkan
25%. Selanjutnya jika setelah 3-4 minggu pemberian pertama P32
Mendapatkan hasil, reevaluasi setelah 10-12 minggu. Jika diperlukan dapat
diulang akan tetapi hal ini jarang dibutuhkan.Tidak mendapatkan hasil,
selanjutnya dosis kedua dinaikkan 25% dari dosis pertama, dan diberikan
sekitar 10-12 minggu setelah dosis pertama.
d. Kemoterapi Biologi (Sitokin)
Tujuan pengobatan dengan produk biologi pada polisitemia vera terutama
untuk mengontrol trombositemia (hitung trombosit . 800.00/mm3). Produk
biologi yang digunakan adalah Interferon (Intron-A, Roveron-) digunakan
terutama pada keadaan trombositemia yang tidak dapat dikendalikan.
Kebanyakan klinisi mengkombinasikannya dengan sitostatik Siklofosfamid
(Cytoxan).
2. Pengobatan pendukung
a. Hiperurisemia diobati dengan allopurinol 100-600 mg/hari oral pada pasien
dengan penyakit yang aktif dengan memperhatikan fungsi ginjal.
b. Pruritus dan urtikaria dapat diberikan anti histamin, jika diperlukan dapat
diberikan Psoralen dengan penyinaran Ultraviolet range A (PUVA).
c. Gastritis/ulkus peptikum dapat diberikan penghambat reseptor H2.
d. Antiagregasi trombosit Analgrelide turunan dari Quinazolin.
e. Anagrelid digunakan sebagai substitusi atau tambahan ketika hidroksiurea
tidak memberikan toleransi yang baik atau dalam kasus trombositosis
sekunder (jumlah platelet tinggi). Anagrelid mengurangi tingkat pembentukan
trombosit di sumsum. Pasien yang lebih tua dan pasien dengan penyakit
jantung umumnya tidak diobati dengan anagrelid.

14
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1. PENGKAJIAN
1. Umur
2. Alergi terhadap obat, makanan tertentu
3. Riwayat penyakit dahulu
4. Riwayat penyakit sekarang
5. Keluhan

3.2. PEMERIKSAAN FISIK


1. Peningkatan warna kulit
2. Gejala-gejala kelebihan beban sirkulasi(dispneu, batuk kronis, peningkatan
tekanan darah, pusing,dan lain-lain).
3. Gejala-gejala thrombosis ( angina), disebabkan oleh peningkatan viskositas
darah
4. Splenomegali dan hepatomegali
5. Gatal, khususnya setelah mandi air hangat yang diakibatkan oleh hemolisis sel
darah yang tidak matang
6. Riwayat pendarahan hidung

3.3. DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Kelebihan volume cairan b/d kelebihan sel darah merah dan volume darah
2. Resiki tinggi perubahan perfusi jaringan perifer b/d pembentukan thrombus
sekunder.
3.  Resiko tinggi perubahan penatalaksaan pemeliharaan di rumah b/d kurang
pengetahuan tentang kondisi dan rencana tindakan, kesulitan penyesuaian
terhadap kondisi kronis.

3.4. INTERVENSI
Dx 1:
Kelebihan volume cairan b/d kelebihan sel darah merah dan volume cairan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan, volume cairan pada tubuh klien
dalam batas normal.

Intervensi :
1. Batasi masukan cairan bila gejala kelebihan terjadi

15
R/ : untuk mencegah kelebihan cairan lebih lanjut

2. Kolaborasi dalam pemberian obat-obatan


R/: farmakoterapi sepanjang hidup diperlukan secara efektif untuk mengontrol
polisitemia vera.

Dx 2:

Resiko tinggi perubahan perfusi jaringan perifer b/d pembentukan thrombus


sekunder.

Tujuannya : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapakan perfusi jaringan


klien berada dalam keadaan normal.

Intervensi :

1. Anjurkan klien untuk melakukan latihan rentang gerak aktif


R/ : Imobilisasi memprediposisikan klien pada pembentukan thrombus
2. Anjurkan masukan cairan bila tidak ada gejala-gejala kelebihan beban cairan
R/ : Cairan membantu menurunkan vikositas darah
3. Pantau hasil lab darah lengkap dan status vaskuler perifer setiap 8 jam
R/ : Untuk mendekteksi komplikasi dini.

Dx3:

Resiko tinggi perubahan penatalaksanaan pemeliharaan di rumah b/d kurangnya


pengetahuan tentang kondisi dan rencana tindakan,kesulitan penyesuaian terhadap
kondisi kronis.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapakan agar pengetahuan


klien mengenai perubahan penatalaksanaan di rumah dapat di terpenuhi.

Intrvensi :

1. Evaluasi pemahaman klien mengenai kondisi dan terapi klien.


R/ : Kepatuhan ditingkatkan bila klien memahami hubungan antara kondisi dan
terapai yang mereka dapatkan.
2. Anjurkan klien untuk mengekspresikan perasaan tentang mengalami penyakit
kronis.
R/ : Pengungkapkan perasaan memudahkan koping serta mengurangi ansietas.
3. Instruksikan klien untuk mencari pertolongan medis bila gejala-gejala kelebihan
beban sirkulasi terjadi.
R/ : Intervensi diperlukan untuk mencengah kerusakan jaringan permanen.

16
3.5. EVALUASI
1. Tanda-tanda vital dalam batas normal
2. Bunyi nafas bersih
3. Penurunan berat badan
4. CRT < 2 detik
5. Lidah cyanosis
6. Akral hangat
7. Klien mampu mengungkapkan pemahaman tentang kondisi.

17
BAB IV
PENUTUP

4.1. KESIMPULAN
Polisitemia adalah suatu keadaan yang menghasilkan tingkat peningkatan
sirkulasi sel darah merah dalam aliran darah. Orang dengan polisitemia
memiliki peningkatan hematokrit, hemoglobin, atau jumlah sel darah merah
di atas batas normal melebihi 6 juta/ mm atau hemoglobinnya melebihi 18
g/dl.

Ada dua jenis utama polisitemia: polisitemia vera( primer) dan polisitemia
sekunder. Polisitemia vera (yang secara harfiah diterjemahkan sebagai
"polisitemia benar") juga dikenal sebagai suatu jenis polisitemia primer.
Primer berarti bahwa polisitemia tidak disebabkan oleh gangguan lain.
Polisitemia Primer: Dalam polisitemia primer peningkatan sel darah merah
adalah karena masalah yang melekat dalam proses produksi sel darah
merah.

Polisitemia sekunder: polisitemia sekunder umumnya terjadi sebagai respon


terhadap faktor-faktor lain atau kondisi yang mendasarinya atau gangguan,
seperti tumor hati, tumor ginjal atau sindroma Cushing.

Terapi yang dilakukan tergantung dari penyebab dasar dari polisitemia


tersebut. Polisitemia sendiri diterapi dengan cara mengurangi atau
mengeluarkan darah dari dalam tubuh sampai dengan jumlah hematokrit
berada di dalam batas normal. Apabila penyebab polisitemia tidak
diketahui, maka yang diperlukan adalah monitor teratur.

18
DAFTAR PUSTAKA

Doenges Marilynn E, dkk. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi II. Jakarta


Buku Kedokteran. EGD.
Soeparman, Sarwono waspadil.(1996). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Jakarta
Gaya Baru.
Brunner and Suddarth. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Vol 3. Jakarta:
EGC. 2002
Http:// www.medicastore.com/ penyakit/ 314/polisitemia_vera.html.
Handayani,Wiwik. Andi Sulistyo W.2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Pada Klien
Dengan Gangguan Sistem Hemetologi. Salemba Medika : Jakarta

19

Anda mungkin juga menyukai