Anda di halaman 1dari 82

ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

PADA Tn.B DENGAN DIAGNOSA MEDIS SPACE OCCUPAYING


PROCCES CEREBRI dt CEREBRI PRIMER DD METASTASE H-3

Di Ruang 26 IPD RSUD Dr. SAIFUL ANWAR MALANG

LISMIATI
143210076

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
INSAN CENDEKIA MEDIKA
JOMBANG
2019
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tumor intracranial termasuk juga lesi desak ruang, (lesi organ yang
karena proses pertumbuhannya dapat mendesak organ yang ada
disekitarnya,sehingga organ tersebut dapat mengalami gangguan)jinak
maupun ganas,yang tumbuh diotak meniyngen dan tengkorak(Ariyani,2017).
Otak merupakan salah satu bagian terpenting dalam tubuh manusia yang
berfungsi untuk mengatur dan mengkoordinir seluruh tubuh serta pemikiran
manusia. Fungsi otak akan terganggu saat kepala cedera apalagi jika terdapat
tumor dalam otak.
Tumor otak merupakan penyakit berbahaya kedua yang menyebabkan
kematian bagi pria di usia 20-30 tahun dan merupakan penyakit berbahaya
kelima yang menyebabkan kematian bagi wanita berusia 20-30 tahun.
Menurut data dari International Agency for Research on Cancer, lebih dari
126.000 orang di dunia setiap tahunnya mengidap tumor otak dan lebih dari
97.000 jiwa meninggal dunia . Pada stadium awal, tumor sangat sulit diketahui
karena batas tumor masih tidak jelas, kekontrasannya rendah dan terkadang
mirip seperti jaringan normal. Insiden terjadinya tumor otak dengan
kraniofaringioma pada anak- anak 13,3 per 100 ribu populasi terjadi di
Amerika Serikat pada tahun 2001- 2005. Sayangnya, insiden tumor otak di
Indonesia belum banyak ditemukan dalam literatu (Harsono,2015).
Tumor otak merupakan penyebab kematian kedua pada kasus kanker yang
terjadi pada anak-anak yang berusia dibawah 20 tahun. Tumor otak juga
merupakan penyebab kematian yang kedua dari semua kasus kanker yang
terjadi pada pria berusia 20-39 tahun. Selain itu tumor otak merupakan
penyebab kematian nomor lima dari seluruh pasien kanker pada wanita yang
berusia 20-39 tahun (ABTA, 2012). Tumor otak terus mengalami peningkatan
insidensi selama satu dekade terakhir di beberapa negara.Angka harapan hidup
penderita tumor otak seperti glioma dipengaruhi beberapa faktor, yaitu usia,
stadium, jenis histo PA, ada atau tidaknya defisit neurologi dan modalitas
terapi (Satria, 2015).
Tumor otak primer adalah tumor yang tumbuh langsung dari jaringan
intrakranial, baik dari otak itu sendiri, central nervus system, maupun selaput
pembungkus otak (selaput meningen) (American Brain Tumor Association
(ABTA), 2014). Permasalahan klinis pada tumor otak agak berbeda dengan
tumor lain karena efek yang ditimbulkannya, dan keterbatasan terapi yang
dapat dilakukan. Kerusakan pada jaringan otak secara langsung akan
menyebabkan gangguan fungsional pada sistem saraf pusat, berupa gangguan
motorik, sensorik, panca indera, bahkan kemampuan kognitif. Selain itu efek
massa yang ditimbulkan tumor otak juga akan memberikan masalah serius
mengingat tumor berada dalam rongga tengkorak yang pada orang dewasa
merupakan suatu ruang tertutup dengan ukuran tetap (Wahjoepramono, 2016).
Pencegahan yang dapat dilakukan untuk mengurangi resiko kanker
otak mengacu pada Kementrian Kesehatan Indonesia yaitu pemeriksaan fisik,
berupa pemeriksaan terhadap keluhan pada pasien seperti sakit kepala,
muntah, kejang dan lain-lain, pemeriksaan neuurooftalmolog, berupa
pemeriksaan yang menjelaskan kesesuaian gangguan klinis dengan fungsional
kanker otak, pemeriksaan laboratorium, berupa pemeriksaan keadaan umum
pasien, seperti fungsi hati, gula darah, ginjal, hepatitis B dan C, LDH,
hemostatis, dan elektrolit, pemeriksaan radiologi, berupa pemeriksaan untuk
mengetahui letak dan ukuran kanker yang tumbuh pada otak.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk

melakukan asuhan keperawatan pada Tn. B dengan diagnosa medis space

occupaying procces cerebri dt cerebri primer dd metastase h-3 di ruang 26

IPD RSUD Dr. Saiful Anwar Malang.


1.2 Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah “
Bagaimana asuhan keperawatan pada Tn. B dengan diagnosa medis space
occupaying procces cerebri dt cerebri primer dd metastase h-3 di ruang 26 IPD
RSUD Dr. Saiful Anwar Malang ?”
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Menganalisis asuhan keperawatan pada Tn. B dengan diagnosa medis
space occupaying procces cerebri dt cerebri primer dd metastase h-3 di
ruang 26 IPD RSUD Dr. Saiful Anwar Malang

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Mengidentifikasi pengkajian keperawatan pada Tn. B dengan diagnosa
medis space occupaying procces cerebri dt cerebri primer dd metastase
h-3 di ruang 26 IPD RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
2. Mengidentifikasi Diagnosa keperawatan pada Tn. B dengan diagnosa
medis space occupaying procces cerebri dt cerebri primer dd metastase
h-3 di ruang 26 IPD RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
3. Mengidentifikasi intervensi keperawatan pada Tn. B dengan diagnosa
medis space occupaying procces cerebri dt cerebri primer dd metastase
h-3 di ruang 26 IPD RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
4. Mengidentifikasi implemenetasi keperawatan pada Tn. B dengan
diagnosa medis space occupaying procces cerebri dt cerebri primer dd
metastase h-3 di ruang 26 IPD RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
5. Mengidentifikasi evaluasi keperawatan pada Tn. B dengan diagnosa
medis space occupaying procces cerebri dt cerebri primer dd metastase
h-3 di ruang 26 IPD RSUD Dr. Saiful Anwar Malang
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi Tumor Otak

Tumor Otak adalah tumbuhnya sel abnormal pada otak yang


disebabkan oleh Virus Onkogenik (Rotavirus), Herediter,trauma, Radiasi
Banyak jenis tumor yang berbeda-beda. Beberapa tumor otak bukan
merupakan kanker (jinak) dan beberapa tumor otak lainnya adalah kanker
(ganas). Tumor otak dapat berasal dari otak (tumor otak primer) atau kanker
yang berasal dari bagian tubuh lain dan merambat ke otak (tumor otak
sekunder / metastatik).

Tumor otak adalah terdapatnya lesi yang ditimbulkan karena ada


desakan ruang baik jinak maupun ganas yang tumbuh di otak, meningen, dan
tengkorak. Tumor otak adalah suatu lesi ekspansif yang bersifat jinak
(benigna) ataupun ganas (maligna) membentuk massa dalam ruang tengkorak
kepala (intra cranial) atau di sumsum tulang belakang (medulla spinalis).
Neoplasma pada jaringan otak dan selaputnya dapat berupa tumor primer
maupun metastase. Apabila sel-sel tumor berasal dari jaringan otak itu sendiri
disebut tumor otak primer dan bila berasal dari organ-organ lain (metastase)
seperti kanker paru, payudara, prostate, ginjal, dan lain-lain disebut tumor otak
sekunder. (Mayer. SA,2017).
2.2 Klasifikasi Tumor Otak
1. Klasifikasi stadium (Klasifikasi lesi primer susunan saraf pusat
dilakukan berdasarkan grading) :
a. WHO grade I : tumor dengan potensi proliferasi rendah, kurabilitas
pasca reseksi cukup baik.
b. WHO grade II : tumor bersifat infiltratif , aktivitas mitosis rendah,
namun sering timbul rekurensi. Jenis tertentu cenderung untuk bersifat
progresif ke arah derajat keganasan yang lebih tinggi.
c. WHO grade III : gambaran aktivitas mitosis jelas, kemampuan
infiltrasi tinggi, dan terdapat anaplasia.
d. WHO grade IV : mitosis aktif, cenderung nekrosis, pada umumnya
berhubungan dengan progresivitas penyakit yang cepat pada pre/post
operasi
2. Jenis – jenis Tumor otak berdasarkan WHO 2015, tumor otak dibagi
menjadi :
a. Tumors of the Neuroepithelial tissue :
1) Astrocytic tumor terdiri dari :
a) Pilocytic astrocytoma (grade I)
b) Diffuse Astrocytoma (grade II)
c) Anaplastic astrocytoma (grade III)
d) Glioblastoma multiforma (grade IV)
2) Oligodendroglioma tumors :
a) Oligodendroglioma (grade II)
b) Anaplastic oligodendroglioma (grade III)
3) Glioma campuran :
a) Oligoastrocytoma (grade III)
b) Anaplastic oligoastrocytoma (grade III)
b. Ependymal tumors
c. Choroid plexus tumors
d. Pineal Parenchymal tumors
e. Embryonal tumors :
1) Medulloblastoma
2) Primitive neuroectodermal tumors (PNET)
f. Meningeal tumors : Meningioma
g. Primary CNS Lymphoma
h. Germs cell tumors
i. Tumors of the sellar region
j. Brain metastase of the systemic cancers.
Tabel skema untuk mengklasifikasi Tumor Otak
Tipe Tumor Kriteria
Astrositoma Peningkatan jumlah astrosit;astrosit matang; astrosit yang
berkembang dengan normal.
Astrositoma Peningkatan jumlah astrosit yang kurang matur; kemungkinan
anaplastik ada gambaran mitotic (gambaran mitotic menunjukkan
peningkatan pembelahan sel dan perubahan keganasan).
Glioblastoma Peningkatan jumlah sel astrotis;astrotis imatur;adanya
multiformis gambaran mitosis;perdarahan;nekrosis, pembengkakan dan
batas tumor yang tidak jelas.

3. Berdasarkan Jenis Tumor


1. Jinak
Pertumbuhan tumor jinak lambat dan biasanya berkapsul
sehingga mudah dibedakan dengan jarinngan sekitarnya karena
berbatas tegas. Pembesaran tumor akan menekan jaringan di dekatnya
dan dapat menyebabkan obstruksi atau atrofi.
1) Acoustic Neuroma
Tumor jinak dan sebaiknya disebut sebagai schwannoma, tumbuh
dari sel selubung saraf pada kompleks nervus VIII pada region
meatus auditorius internus. Manifestasi awal yang khas adalah
gangguan pendengaran sensorineural unilateral, yang disebabkan
oleh kerusakan nervus delapan dalam meatus (lesi
intrakanalikular). Ekspansi tumor lebih lanjut ke sudut
serebelopontin melibatkan nervus kranialis yang berdekatan
(nervus V dan VII).
2) Meningioma
Sebagian besar tumor bersifat jinak, berkapsul, dan tidak
menginfiltrasi jaringan sekitarnya tetapi menekan struktur yang
berada di bawahnya. Pasien usia tua sering terkena dan perempuan
lebih sering terkena dari pada laki-laki. Tumor ini sering kali
memiliki banyak pembuluh darah sehingga mampu menyerap
isotop radioaktif saat dilakukan pemeriksaan CT scan otak.
3) Pitiutary Adenoma
Jika terjadi ekspansi tumor hipofisis, maka tumor dapat mengenai
struktur di atas maupun di sekeliling fosa hipofisis (ekstensi
suprasela dan parasela). Manifestasi neurologis klasik dari lesi ini
adalah hemianopia bitemporal yang disebabkan oleh kompresi
kiasma optikum oleh ekstensi suprasela suatu adenoma.
Astrocytoma (Grade 1)
b. Malignan
Tumor ganas sering disebut juga kanker, tumbuh dengan cepat
dan cenderung berinvasi ke jaringan sekitarnya sehingga batasnya
tidak tegas dan jarang berkapsul. Pada umumnya, tumor ganas diberi
nama sesuai dengan asal jaringan saat embrio. Tumor ganas yang
berasal dari ectoderm dan endoderm disebut karsinoma, dan yang
berasal dari mesoderm disebut sebagai sarcoma. Jika jaringan tumor
ganas sangat menyerupai jaringan embrio, tumor ini disebut sebagai
blastoma, seperti pada neuroblastoma. Jika tumor tersebut berasal dari
dua lapis jaringan embrio, disebut karsinosarkoma. Jika berasal dari
tiga lapis jaringan embrio disebut sebagai teratoma.
1) Astrocytoma (Grade 2,3,4)
2) Oligodendroglioma
Tumor ini dapat timbul sebagai gangguan kejang parsial yang
dapat muncul hingga 10 tahun. Secara klinis bersifat agresif dan
menyebabkan simptomatologi bermakna akibat peningkatan
tekanan intrakranial dan merupakan keganasan pada manusia yang
paling bersifat kemosensitif.
3) Apendymoma
Tumor ganas yang jarang terjadi dan berasal dari hubungan erat
pada ependim yang menutup ventrikel. Pada fosa posterior paling
sering terjadi tetapi dapat terjadi di setiap bagian fosa ventrikularis.
Dua faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan reseksi tumor
dan kemampuan bertahan hidup jangka panjang adalah usia dan
letak anatomi tumor. Makin muda usia pasien maka makin buruk
progmosisnya.
4) Metastase Tumor Otak
Tumor dengan lokasi utama di luar otak. Kanker paru, payudara,
dan ginjal, serta melanoma ganas adalah sumber utama kanker otak
metastasis. Tumor metastasis pada otak umumnya multiple yang
membuatnya lebih sulit ditangani. Lokasi tumor dapat terletak di
dalam otak itu sendiri atau di meningen yang melapisi otak itu
sendiri atau di meningen yang melapisi otak.
4. Berdasarkan Lokasi Tumor
a. Tumor Supratentorial
1) Glioma :
a) Glioblastoma multiforme
Tumor ini dapat timbul dimana saja tetapi paling sering
terjadi di hemisfer otak dan sering menyebar kesisi kontra
lateral melalui korpus kolosum. Tumor di dalam otak
berkembang dari sel otak, disebut sel glial. Sel ini adalah
beberapa dari yang disebut sel pendukung yang tidak
mengirimkan impuls saraf, tapi melaksanakan tugas-tugas yang
berarti bagi otak, misalnya membersihkan zat kimia yang
berlebihan. Glioblastoma atau glioblastoma multiform adalah
stadium tertinggi glioma (grade IV), tumor paling ganas dalam
kelas astrocytoma, dan sama dengan grade IV glioma.
Gambaran histologist yang ditambilkan glioblastoma dari
seluruh grade menunjukkan adanya nekrosis dan peningkatan
pembuluh darah disekitar tumor. Tumor grade IV tumbuh
dengan cepat dan memiliki tingkat keganasan yang tinggi.
Terdapat 2 subtipe glioblastoma
1. De Novo (baru atau primer)
Tumor de novo tumbuh sangat cepat dan segera
membentuk sel yang terlihat berbahaya. tumor tersebut
merupakan kejadian tumor terbanyak dan sangat berbahaya
dari glioblastoma.
2. Sekunder
Glioblastoma sekunder sering ditemukan pada pasien
berusia kurang dari 45 tahun hingga 45 tahun. Glioblastoma
sekunder ditandai dengan dimulainya grade astrocytoma
awal hingga grade sedang yang berasal dari kelainan gen
yang akan berubah menjadi ganas, tumbuh cepat menjadi
glioblastoma.

Gambar 2. Glioblastoma – MR sagittal with contrast

b) Astroscytoma
Neoplasma pada sistem saraf pusat dimana sel
predominan diturunkan pada astrosit (neuroglia bentuk seperti
bintang). Pada orang dewasa tumbuh di hemisfer serebri. Pada
anak-anak dan dewasa muda di serebelum, dan pada umumnya
berisi cairan atau kistik.
c) Oligodendroglioma
Merupakan lesi yang tumbuh lambat menyerupai
astrositoma tetapi terdiri dari sel sel oligodendroglia. Tumor
relative avaskuler dan cenderung mengalami klasifikasi
biasanya di jumpai pada hemisfer otak orang dewasa muda.
2) Meningioma
Meningioma merupakan tumor terpenting yang berasal dari
meningen, sel sel mesotel, dan sel sel jaringan penyambung
araknoid. Tumor ini umumnya berbentuk bulat atau oval dengan
perlekatan duramater yang lebar (broad base) berbatas tegas karena
adanya psedokapsul dari membran araknoid. CT-scan non kontras
terlihat hiperdens. post kontras enhancemennya homogen, kecuali
bila terjadi nekrotik, kistik, dan hemoragis.

Gambar 3. Meningioma

Gambar 4. Lokasi umum Meningioma

b. Tumor Infratentorial
1) Schwanoma akustikus
Biasanya lambat pertumbuhannya dan paling sering berkembang
pada saraf akustikus sehingga muncul gejala gangguan
pendengaran.
2) Tumor metastasis
Lesi-lesi metastasis menyebabkan sekitar 5 % – 10 % dari seluruh
tumor otak dan dapat berasal dari setiap tempat primer. Tumor
primer paling sering berasal dari paru-paru dan payudara.
3) Meningioma
Meningioma merupakan tumor terpenting yang berasal dari
meningen, sel-sel mesotel, dan sel-sel jaringan penyambung
araknoid dan dural.
4) Hemangioblastoma
Neoplasma yang terdiri dari unsur-unsur vaskuler
embriologis yang paling sering dijumpai dalam serebelum.

2.3 Etiologi Tumor Otak


Tidak ada faktor etiologi jelas yang telah ditemukan untuk tumor otak
primer. Walaupun tipe sel yang berkembang menjadi tumor sering kali dapat
diidentifikasi, mekanisme yang menyebabkan sel bertindak abnormal tetap
belum diketahui. Penyebab tumor hingga saat ini masih belum diketahui
secara pasti. Adapun faktor-faktor yang perlu ditinjau, yaitu :
a. Herediter
Riwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga jarang ditemukan
kecuali pada meningioma, astrositoma dan neurofibroma dapat dijumpai
pada anggota-anggota sekeluarga.
b. Sisa-Sisa Sel Embrional (Embryonic Cell Rest)
Bangunan-bangunan embrional berkembang menjadi bangunan-
bangunan yang mempunyai morfologi dan fungsi yang terintegrasi dalam
tubuh.
c. Radiasi
Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat
mengalami perubahan degenerasi, namun belum ada bukti radiasi dapat
memicu terjadinya suatu glioma. Pernah dilaporkan bahwa meningioma
terjadi setelah timbulnya suatu radiasi.
d. Virus
Banyak penelitian tentang inokulasi virus pada binatang kecil dan
besar yang dilakukan dengan maksud untuk mengetahui peran infeksi
virus dalam proses terjadinya neoplasma, tetapi hingga saat ini belum
ditemukan hubungan antara infeksi virus dengan perkembangan tumor
pada sistem saraf pusat.
e. Substansi-substansi Karsinogenik
Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas
dilakukan. Kini telah diakui bahwa ada substansi yang karsinogenik
seperti methylcholanthrone, nitroso-ethyl-urea. Ini berdasarkan
percobaan yang dilakukan pada hewan.
f. Trauma kepala
Trauma kepala yang dapat menyebabkan hematoma sehingga
mendesak massa otak akhirnya terjadi tumor otak.

2.4 Patofisiologi Tumor Otak


Tumor otak menyebabkan gangguan neurologis progresif yang
disebabkan oleh dua faktor yaitu gangguan fokal oleh tumor dan kenaikan
tekanan intracranial (TIK). Gangguan fokal terjadi apabila terdapat penekanan
pada jaringan otak dan infiltrasi atau invasi langsung pada parenkim otak
dengan kerusakan jaringan neuron. Perubahan suplai darah akibat tekanan
yang ditimbulkan tumor yang tumbuh menyebabkan nekrosis jaringan otak.
Akibatnya terjadi kehilangan fungsi secara akut dan dapat dikacaukan dengan
gangguan serebrovaskular primer. Serangan kejang sebagai manifestasi
perubahan kepekaan neuron akibat kompresi, invasi, dan perubahan suplai
darah ke dalam jaringan otak. Peningkatan TIK dapat diakibatkan oleh
beberapa faktor seperti bertambahnya massa dalam tengkorak, edema sekitar
tumor, dan perubahan sirkulasi CSS. Tumor ganas menyebabkan edema dalam
jaringan otak yang diduga disebabkan oleh perbedaan tekanan osmosis yang
menyebabkan penyerapan cairan tumor. Obstruksi vena dan edema yang
disebabkan oleh kerusakan sawar di otak, menimbulkan peningkatan volume
intracranial dan meningkatkan TIK. Peningkatan TIK membahayakan jiwa
jika terjadi dengan cepat. Mekanisme kompensasi memerlukan waktu berhari-
hari atau berbulan-bulan untuk menjadi efektif dan oleh karena itu tidak
berguna apabila tekanan intracranial timbul cepat. Mekanisme kompensasi ini
meliputi volume darah intrakranial, volum CSS, kandungan cairan intrasel,
dan mengurangi sel-sel parenkim otak. Kenaikan tekanan yang tidak diatasi
akan mengakibatkan herniasi untuk serebellum.
Herniasi unkus timbul jika girus medialis lobus temporalis bergeser ke
inferior melalui insisura tentorial karena adanya massa dalam hemisfer otak.
Herniasi menekan mesensefalon, menyebabkan hilangnya kesadaran dan
menekan saraf otak ke-3. Pada herniasi serebellum, tonsil serebellum tergeser
ke bawah melalui foramen magnum oleh suatu massa posterior. Kompresi
medulla oblongata dan terhentinya pernapasan terjadi dengan cepat.
Perubahan fisiologis lain yang terjadi akibat peningkatan intrakranial yang
cepat adalah bradikardia progresif, hipertensi sistemik, dan gangguan
pernapasan. (Tarwoto, 2017)
WOC TUMOR OTAK SECARA UMUM Virus Onkogenik (Rotavirus),
Herediter,trauma, Radiasi

Mengenai lobus oksipitalis Pertumbuhan Sel yang Abnormal Obstruksi cairan Peregangan Epidural
serebrospinal dari ventrikel
Trauma lateral ke sub arachnoid
Gangguan visual TUMOR OTAK Nyeri Kepala

HIDROSEPALUS Papiledema
Penambahan Massa Otak dan atau Cairan Otak

Kerusakan pembuluh darah otak Kompresi jaringan otak Mengenai lobus frontalis Mengenai batang otak Bergesernya ginus
terhadap sirkulasi darah & O2 medialis lobus temporal
ke inferior melalui
Perpindahan cairan intravaskuler Kompresi daerah motorik Iritasi pusat vagal di insisura tentorial
ke jaringan serebral Penurunan suplai O2 ke medula oblongata
jaringan otak akibat obstruksi
Hemiparesis
Herniasi medula
Volume intrakranial naik (PTIK) Mual & Muntah oblongata
Iskemik
hambatan
Menggangu fungsi spesifik Mobilitas Fisik ketidakseimbangan
Ketidakefektifan Menekan pusat saraf napas
bagian otak tempat tumor Nutrisi Kurang dari
Perfusi Kebutuhan Tubuh
Jaringanserebral Mengenai lobus parietalis
Ketidakefektifan Pola
Nyeri Kronis
Cerebral Napas
Kejang fokal Risiko Tinggi
Cedera

15
2.5 Manifestasi Tumor Otak
1. Manifestasi Klinis
Manifestasi Klinis mungkin tidak spesifik yang dapat disebabkan
oleh edema dan peningkatan TIK atau spesifik yang disebabkan oleh
lokasi anatomi tertentu.
a. Perubahan Status Mental
Seperti pada gangguan neurologis atau bedah syaraf, perubahan
tingkat kesadaran atau sensoris dapat ditemukan.
b. Sakit kepala
Merupakan gejala awal pada 20% penderita dengan tumor otak
yang kemudian berkembang menjadi 60%. Nyerinya tumpul dan
intermitten. Nyeri kepala berat juga sering diperhebat oleh perubahan
posisi, batuk, maneuver valsava dan aktivitas fisik. Muntah ditemukan
bersama nyeri kepala pada 50% penderita. Nyeri kepala ipsilateral
pada tumor supratentorial sebanyak 80 % dan terutama pada bagian
frontal. Tumor pada fossa posterior memberikan nyeri alih ke oksiput
dan leher.
c. Mual dan Muntah
Manifestasi klinis mual dan muntah dipercaya terjadi karena
tekanan pada medula, yang terletak pusat muntah.
d. Papil edema
Kompresi pada nervus kranialis kedua, nervus optik, dapat
menyebabkan papiledema. Mekanisme patofisiologis yang mendasari
hal ini masih belum diapahami. Peningkatan tekanan intrakranial
mengganggu aliran balik vena dari mata dan menumpuk darah di vena
retina sentralis. Juga dikenal sebagai “Choked disc”, papiledema
umum pada klien dengan tumor intrakranial dan mungkin merupakan
manifestasi awal dari peningkatan tekanan intrakranial. Papiledema
awal tidak menyebabkan perubahan ketajaman penglihatan dan hanya
dapat dideteksi dengan pemeriksaan oftalmologis. Papiledema parah
dapat bermanifestasi sebagai penurunan tajam penglihatan.
e. Kejang
Kejang, fokal atau umum, sering ditemui pada klien dengan
tumor intrakranial, terutama tumor hemisfer serebral. Kejang dapat
parsial atau menyeluruh. Kejang parsial biasanya membantu
membatasi lokasi tumor.

2. Manifestasi Lokal
Manifestasi klinis lokal disebabkan oleh kerusakan, iritasi, atau
kompresi dari sebagian otak tempat tumor terletak.
1) Kelemahan Fokal ( misal, hemiparesis)
2) Gangguan sensoris, antara lain tidak dapat merasakan
(anestesia), atau sensasi abnormal (Parestesia)
3) Gangguan bahasa
4) Gangguan koordinasi (misal, jalan sempoyongan)
5) Gangguan penglihatan seperti diplopia (pandangan ganda) atau
gangguan lapang pandang (monopia)

2.6 Penatalaksanaan Tumor Otak


Faktor –faktor prognostik sebagai pertimbangan penatalaksanaan:
1. Usia
2. General Health
3. Ukuran Tumor
4. Lokasi Tumor
5. Jenis Tumor
Langkah pertama pada pengobatan tumor otak ialah pemberian
kortikostreoid yang bertujuan untuk memberantas edema otak. Jenis
kortikostreoid yang dipilih yaitu glukokortikoid; yang paling banyak dipakai
ialah deksametason, selain itu dapat diberikan prednisone atau prednisolon.
Dosis deksametason biasa diberikan 4-20 mg intravena setiap 6 jam untuk
mengatasi edema vasogenik (akibat tumor) yang menyebabkan tekanan tinggi
intracranial (Greenberg et al., 2015). Selain itu terapi suportif yang dapat

26
dilakukan yaitu IVFD RL XX tetes/menit (makro), ceftriaxon vial 1 gram/12
jam, ranitidine ampul 1 gram/12 jam, dexamethason 1 ampul/6 jam.
Untuk tumor otak metode utama yang digunakan dalam penatalaksaannya,
yaitu :
1) Pembedahan
Tumor jinak sering kali dapat ditangani dengan eksisi komplet dan
pembedahan merupakan tindakan yang berpotensi kuratif, untuk tumor
primer maligna, atau sekunder biasanya sulit disembuhkan. Pembedahan
tumor biasanya harus melalui diagnosis yang histologis terlebih dahulu.
2) Terapi Medikamentosa
a) Antikonvulsan untuk epilepsi
b) Kortikosteroid (dekstrametason) untuk peningkatan tekanan
intrakranial. Steroid juga dapat memperbaiki defisit neurologis fokal
sementara dengan mengobati edema otak
c) Kemoterapi diindikasikan pada beberapa kasus glioma, sebagai ajuvan
pembedahan dan radioterapi dengan pengawasan unit spesialistik
neuro onkologi.
3) Terapi Radiasi
Radioterapi konvensional menghantarkan radiasi menggunakan
akselerator linier. Dosis standar untuk tumor otak primer kurang lebih
6.000 Gy yang diberikan lima kali seminggu selama 6 minggu. Untuk
klien dengan tumor metastasis, dosis standar radiasi kurang lebih 3.000
Gy. Dosis pasti akan bergantung pada karakteristik tumor, volume
jaringan yang harus diradiasi biasanya diberikan dalam periode yang
lebih pendek untuk melindungi jaringan normal di sekitarnya.
2.7 Pemeriksaan Penunjang Tumor Otak
1. CT Scan dan MRI
Memperlihatkan semua tumor intrakranial dan menjadi prosedur
investigasi awal ketika penderita menunjukkan gejala yang progresif atau
tanda-tanda penyakit otak yang difus atau fokal, atau salah satu tanda
spesifik dari sindrom atau gejala-gejala tumor. Kadang sulit membedakan
tumor dari abses ataupun proses lainnya.

27
2. Foto Polos Dada
Dilakukan untuk mengetahui apakah tumornya berasal dari suatu
metastasis yang akan memberikan gambaran nodul tunggal ataupun
multiple pada otak.
3. Pemeriksaan cairan serebrospinal
Dilakukan untuk melihat adanya sel-sel tumor dan juga marker
tumor. Tetapi pemeriksaan ini tidak rutin dilakukan terutama pada pasien
dengan massa di otak yang besar. Umumnya diagnosis histologik
ditegakkan melalui pemeriksaan patologi anatomi, sebagai cara yang tepat
untuk membedakan tumor dengan proses-proses infeksi (abses cerebri).
4. Biopsi Stereostatik
Dapat digunakan untuk mendiagnosis kedudukan tumor yang
dalam dan untuk memberikan dasar-dasar pengobatan dan informasi
prognosis.
5. Angiografi Serebral
Memberikan gambaran pembuluh darah serebral dan letak tumor
serebral.
6. Elektroensefalogram (EEG)
Mendeteksi gelombang otak abnormal pada daerah yang ditempati
tumor dan dapat memungkinkan untuk mengevaluasi lobus temporal pada
waktu kejang.
2.8 Komplikasi Tumor Otak
Menurut beberapa sumber salah satunya menurut Ginsberg
(2015) komplikasi yang dapat terjadi pada tumor otak antara lain:
1. Peningkatan Tekanan Intrakraial
Peningkatan tekanana intrakranial terjadi saat salah satu maupun semua
faktor yang terdiri dari massa otak, aliran darah ke otak serta jumlah
cairan serebrospinal mengalami peningkatan. Peningkatan dari salah satu
faktor diatas akan memicu:
a. Edema Serebral
Peningkatan cairan otak yang berlebih terakumulasi disekitar lesi
sehingga menambah efek masa yang mendesak.

28
b. Hidrosefalus
Hidrosefalus terjadi akibat peningkatan produksi CSS ataupun karena
adanya gangguan sirkulasi dan absorbsi CSS. Pada tumor otak, massa
tumor akan mengobstruksi aliran dan absorbsi CSS sehingga memicu
terjadinya hidrosefalus.
c. Herniasi Otak
Peningkatan tekanan intracranial dapat mengakibatkan herniasi sentra,
unkus, dan singuli. Herniasi serebellum akan menekan mesensefalon
sehingga menyebabkan hilangnya kesadaran dan menekan saraf otak
ketiga (okulomotor) (Fransisca, 2008).
2. Epilepsi
Epilepsi diakibatkan oleh adanya perangsangan atau gangguan di dalam
selaput otak (serebral cortex) yang disebabkan oleh adanya massa tumor
(Yustinus, 2006).
3. Berkurangnya fungsi neurologis
Gejala berkurangnya fungsi neurologis karena hilangnya jaringan otak
adalah khas bagi suatu tumor ganas (Wim, 2002). Penurunan fungsi
neurologis ini tergantung pada bagian otak yang terkena tumor.
4. Ensefalopati radiasi
5. Metastase ke tempat lain
6. Kematian

29
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
Pengkajian keperawatan yang menyeluruh dan akurat sangat penting
dalam merawat pasien yang memiliki masalah saraf. Perawat perlu waspada
terhadap berbagai perubahan yang kadang samar dalam kondisi pasien yang
mungkin menunjukkan perburukan kondisi.
3.1.1 Anamnesa
1. Data Demografi
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur,
agama, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin,
status perkawinan, dan penanggung biaya.
2. Keluhan utama
Biasanya klien mengeluh nyeri kepala yang hilang timbul dan
durasinya makin meningkat
3. Riwayat penyakit saat ini
Klien mengeluh nyeri kepala saat perubahan posisi dan dapat
meningkat dengan aktivitas, vertigo, muntah proyektil, perubahan
mental seperti disorientasi, letargi, papiledema, penurunan tingkat
kesadaran, penurunan penglihatan atau penglihatan double,
ketidakmampuan sensasi (parathesia atau anasthesia), hilangnya
ketajaman atau diplopia.
4. Riwayat penyakit dahulu
Klien pernah mengalami pembedahan kepala atau trauma kepala
5. Riwayat penyakit keluarga
Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang mungkin
ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang, yaitu riwayat
keluarga dengan tumor kepala.
6. Pengkajian psiko-sosio-spiritual
Perubahan kepribadian dan perilaku klien, perubahan mental,
kesulitan mengambil keputusan, kecemasan dan ketakutan

30
hospitalisasi, diagnostic test dan prosedur pembedahan, adanya
perubahan peran.

3.1.2 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik pada klien dengan tomor otak meliputi pemeriksaan
fisik umum per system dari observasi keadaan umum, pemeriksaan
tanda-tanda vital, B1 (breathing), B2 (Blood), B3 (Brain), B4 (Bladder),
B5 (Bowel), dan B6 (Bone).
1. Pernafasan B1 (Breath)
Adanya peningkatan irama pernafasan (pola napas tidak teratur) dan
sesak napas terjadi karena tumor mendesak otak sehingga hermiasi
dan kompresi medulla oblongata. Bentuk dada dan suara napas klien
normal, tidak menunjukkan batuk, adanya retraksi otot bantu napas,
dan biasanya memerlukan alat bantu pernapasan dengan kadar
oksigen
2. Kardiovaskular B2 (Blood)
Desak ruang intracranial akan menyebabkan peningkatan tekanan
intracranial sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan darah.
Selain itu terjadi ketidakteraturan irama jantung (irreguler) dan
bradikardi. Klien tidak mengeluhkan nyeri dada, bunyi jantung
normal, akral hangat, nadi bradikardi.
3. Persyarafan B3 (Brain)
a. Penglihatan (mata) : Penurunan penglihatan, hilangnya
ketajaman atau diplopia.
b. Pendengaran (telinga): Terganggu bila mengenai lobus temporal
c. Penciuman (hidung) : Mengeluh bau yang tidak biasanya, pada
lobus frontal
d. Pengecapan (lidah) :Ketidakmampuan sensasi (parathesia atau
anasthesia)
1) Afasia : Kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa,
kemungkinan ekspresif atau kesulitan berkata-kata, reseotif

31
atau berkata-kata komprehensif, maupun kombinasi dari
keduanya.
2) Ekstremitas : Kelemahan atau paraliysis genggaman tangan
tidak seimbang, berkurangnya reflex tendon.
3) GCS : Skala yang digunakan untuk menilai tingkat kesadaran
pasien, (apakah pasien dalam kondisi koma atau tidak)
dengan menilai respon pasien terhadap rangsangan yang
diberikan.
Berdasarkan Fokal
Tumor Lobus Frontalis
a. Gangguan keperibadian dan mental seperti apatis,kesukaran
dalam pandangan ke depan, regresi dalam tingkah laku
social
b. Graps refleks (reflek memegang)
c. Spasme tonik pada jari-jari kaki atau tangan
d. Kejang fokal atau wajah
e. Todd’s paralisis
f. Afasia motorik
g. Jika terjadi di traktus kortikospinalis :hemiparesis sampai
hemiplegia kontralateral lesi
h. Sindrom foster kennedy
Tumor lobus temporalis
a. Kajang parsiil
b. Movement motoric automatic
c. Nyeri epigastrium
d. Perasaan fluttering di epigastrik atau toraks
e. Dejavu
Tumor lobus parietalis
a. Astereognosis
b. Antopognosis
c. Hemianestesia
d. Tidak dapat membedakan kanan taua kiri

32
e. Loss of body image
Tumor lobus oksipitalis
a. Gangguan yojana penglihatan
b. Nyeri kepala di daerah oksipital
c. Hemianopsia homonym
Tumor Serebellum
a. Nyeroi kepala, muntah ban pupil edema
b. Ganguan gait dan gangguan koordinasi
c. Bila berjalan kan jatuh ke sisi lesi
d. Ataksia, tremor, nistagmus hipotonia
Tumor daerah thalamus
a. Refleks babinsky positif, hemiparesis, hiperrefleks
b. Tekanan intracranial yang tinggi
c. Lama kelamaan bisa menjadi hidrosefalus
Tumor daerah pineal/epifise
a. Tanda perinaud fenomena bell
b. Fenomena puppenkoft
c. Pupil argyl Robertson
d. Pubertas prekoks
e. Diabetes insipidus
Tumor batang otak
a. Kesadaran menurun
b. Gangguan N III
c. Sindrom webber
d. Sindrom benedict
e. Sindrom claude
Tumor sudut sereblo pontin
a. Gangguan pendengaran
b. Vertigo
Berdasarkan PTIK
Nyeri kepala,kejang, gangguan mental, pembesaran kepala,
papiledema, sensasi abnormal di kepala, false localizing sign

33
4. Perkemihan B4 (Bladder)
Gangguan control sfinter urine, kebersihan bersih, bentuk alat
kelamin normal, uretra normal, produksi urin normal
5. Pencernaan B5 (Bowel)
Mual dan muntah terjadi akibat peningkatan tekanan intracranial
sehingga menekan pusat muntah pada otak. Gejala mual dan muntah
ini biasanya akan diikuti dengan penurunan nafsu makan pada
pasien. Kondisi mulut bersih dan mukosa lembab
6. Muskuloskeletal/integument B6 (Bone)
Keterbatasan pergerakan anggota gerak karena kelemahan bahkan
kelumpuhan. Kemampuan pergerakan sendi bebas, kondisi tubuh
kelelahan.

3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Ketidakefekifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
peningkatan tekanan intrakranial, pembedahan tumor, edema serebri
2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penekanan medula
oblongata.
3. Nyeri kronis berhubungan dengan perembesan tumor: peningkatan tekanan
intrakranial.
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan efek kemoterapi dan radioterapi.
5. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan sensorik dan
motorik
6. Resiko cedera berhubungan dengan vertigo sekunder terhadap hipotensi
ortostatik.

34
3.3 Intervensi Keperawatan
1. ketidakefekifan perfusi jaringan berhubungan dengan peningkatan
tekanan intrakranial, pembedahan tumor, edema serebri.

NOC NIC
Tujuan : setelah dilakukan tindakan Intracranial Pressure (ICP) Monitoring
keperawatan selama 1x24 jam perfusi (2590)
jaringan klien meymbaik ditandai 1) Monitor kualitas dan karakteristik
dengan tanda-tanda vital stabil dengan dari bentuk gelombang TIK
kriteria hasil : 2) Monitor tekanan perfusi cerebral
Perfusi Jaringan: Serebral 3) Monitor status neurologis
a. Tekanan perfusi 4) Monitor TIK klien dan respon
serebral >60mmHg, tekanan neurologis untuk merawat aktivitas
intrakranial <15mmHg, tekanan dan stimuli lingkungan
arteri rata-rata 80-100mmHg 5) Monitor jumlah, kecepatan, dan
b. Menunjukkan tingkat kesadaran karakteristik dari aliran cairan
normal serebrospinal (CSF)
c. Orientasi pasien baik 6) Memberikan agen farmakologi
d. RR 16-20x/menit untuk menjaga TIK pada batas
e. Nyeri kepala berkurang atau tertentu
tidak terjadi 7) Memberi jarak waktu intervensi
keperawatan untuk meminimalkan
PTIK
8) Monitor secara berkala tanda dan
gejala peningkatan TIK
a. Kaji perubahan tingkat
kesadaran, orientasi, memori,
periksa nilai GCS
b. Kaji tanda vital dan bandingkan
dengan keadaan sebelumnya
c. Kaji fungsi autonom: jumlah dan
pola pernapasan, ukuran dan
reaksi pupil, pergerakan otot
d. Kaji adanya nyeri kepala, mual,
muntah, papila edema, diplopia,
kejang
e. Ukur, cegah, dan turunkan TIK
1. Pertahankan posisi dengan
meninggikan bagian kepala
15-300, hindari posisi
telungkup atau fleksi tungkai
secara berlebihan
2. Monitor analisa gas darah,
pertahankan PaCO2 35-45

35
mmHg, PaO2 >80mmHg
3. Kolaborasi dalam pemberian
oksigen
9) Istirahatkan pasien, hindari tindakan
keperawatan yang dapat
mengganggu tidur pasien
10) Berikan sedative atau analgetik
dengan kolaboratif.

2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penekanan medula


oblongata.

NOC NIC
Tujuan : setelah dilakukan tindakan Airway Management
keperawatan selama 1x24 jam pola 1) Monitor status respirasi dan
pernafasan kembali normal dengan oksigenasi, yang tepat
kriteria Hasil : Respiratory Management
Respiratory Status 1) Monitor kecepatan, irama,
a. Pola nafas efekif kedalaman dan upaya
b. GDA normal pernafasan.
c. Tidak terjadi sianosis 2) Monitor pola pernapasan
3) Monitor tingkat saturasi oksigen
dalam klien yang tenang
4) Auskultasi suara napas, mencatat
area penurunan ketiadaan
ventilasi dan keberadaan suara
tambahan

3. Nyeri kronis berhubungan dengan perembesan tumor: peningkatan


tekanan intrakranial.

NOC NIC
Tujuan : setelah dilakukan tindakan Pain Management
keperawatan selama 1x24 jam nyeri 1) Mengurangi/menghilangkan faktor-
yang dirasakan berkurang 1 atau dapat faktor yang memimbulkan /
diadaptasi oleh klien dengan kriteria meningkatkan pengalaman nyeri
hasil : 2) Memilih dan
Pain Control (1605) mengimplementasikan satu jenis
a. Klien mengungkapkan nyeri tindakan (farmakologi, non-
yang dirasakan berkurang atau farmakologi, interpersonal) untuk
dapat diadaptasi ditunjukkan memfasilitasi pertolongan nyeri
penurunan skala nyeri. Skala = 2 3) Mempertimbangkan jenis dan
b. Klien tidak merasa kesakitan. sumber nyeri ketika memilih

36
c. Klien tidak gelisah strategi pertolongan nyeri
4) Mendorong klien untuk
menggunakan pengobatan nyeri
yang adekuat
5) Instruksikan pasien/keluarga untuk
melaporkan nyeri dengan segera
jika nyeri timbul.
6) Mengajarkan tehnik relaksasi dan
metode distraksi
7) Observasi adanya tanda-tanda nyeri
non verbal seperti ekspresi wajah,
gelisah, menangis/meringis,
perubahan tanda vital.
Kolaborasi: Analgesic
Administration
1) Menentukan lokasi, karakteristik,
kualitas, dan keparahan nyeri
sebelum pengobatan klien
2) Mengecek permintaan medis untuk
obat, dosis, dan frekuensi dari
analgesik yang telah ditentukan
(resep)

4. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh


berhubungan dengan efek kemoterapi dan radioterapi.

NOC NIC
Tujuan : setelah dilakukan Nutrition Monitoring
tindakan keperawatan selama 1) Kaji tanda dan gejala kekurangan
1x24 jam kebutuhan nutrisi klien nutrisi: penurunan berat badan, tanda-
dapat terpenuhi dengan adekuat tanda anemia, tanda vital
dengan kriteria hasil: 2) Monitor intake nutrisi pasien
Nutritional 3) Berikan makanan dalam porsi kecil
a. Antropometri: berat badan tapi sering.
tidak turun (stabil) 4) Timbang berat badan 3 hari sekali
b. Biokimia: albumin normal 5) Monitor hasil laboratorium: Hb,
dewasa (3,5-5,0) g/dl albumin
c. Hb normal (laki-laki 13,5- 6) Kolaborasi dalam pemberian obat
18 g/dl, perempuan 12-16 antiemetic
g/dl)
1) Clinis: tidak tampak
kurus, terdapat lipatan
lemak, rambut tidak
jarang dan merah
2) Diet: klien
menghabiskan porsi

37
makannya dan nafsu
makan bertambah

5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan sensorik


dan motorik
NOC NIC
Tujuan : setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1x24 jam, 1) Kaji fungsi motorik secara berkala
gangguan mobilitas dapat 2) Menjaga pergelangan kaki 90 derajat
diminimalkan dengan kriteria Hasil : dengan papan kaki. Gunakan
Mobility trochanter rolls sepanjang paha saat
1. Mempertahankan posisi fungsi di ranjang
yang dibuktikan dengan tidak 3) Ukur dan pantau tekanan darah pada
adanya kontraktur. Foodtrop fase akut atau hingga stabil. Ubah
2. Meningkatkan kekuatan tidak posisi secara perlahan
terpengaruh/ kompenssi 4) Inspeksi kulit setiap hari. Kaji
bagian tubuh terhadap area yang tertekan dan
3. Menunjukan teknik eprilaku memberikan perawatan kulit secara
yang meingkinkan dimulainya teliti
kembali kegiatan 5) Membantu mendorong pulmonary
hygiene seperti napas dalam, batuk,
suction
6) Kaji dari kemerahan,
bengkak/ketegangan otot jaringan
betis

6. Resiko cedera berhubungan dengan vertigo sekunder terhadap


hipotensi ortostatik.

NOC NIC
Tujuan : setelah dilakukan tindakan Fall Prevention
keperawatan selama 1x24 jam 1) Identifikasi tingkah laku dan
diagnosa tidak menjadi masalah actual faktor yang berpengaruh pada
dengan kriteria hasil : risiko jatuh
Class-Risk Control & Safety (T) 2) Memberikan tanda untuk
Physical Injury Severity mengingatkan klien untuk
a. Pasien dapat mengidentifikasikan meminta tolong ketika pergi dari
kondisi-kondisi yang tempat tidur, yang tepat
menyebabkan vertigo 3) Menggunakan teknik yang
b. Pasien dapat menjelaskan metode sesuai untuk mengantar klien
pencegahan penurunan aliran ked an dari kursi roda, tempat
darah di otak tiba-tiba yang tidur, toilet dan lainnya

38
berhubungan dengan ortostatik. 4) Kaji tekanan darah pasien saat
c. Pasien dapat melaksanakan pasien mengadakan perubahan
gerakan mengubah posisi dan posisi tubuh.
mencegah drop tekanan di otak 5) Diskusikan dengan klien tentang
yang tiba-tiba. fisiologi hipotensi ortostatik.
d. Menjelaskan beberapa episode 6) Ajarkan teknik-teknik untuk
vertigo atau pusing. mengurangi hipotensi ortostatik
a. Untuk mengetahui pasien
mengakami hipotensi
ortostatik ataukah tidak.
b. Untuk menambah
pengetahuan klien tentang
hipotensi ortostatik.
c. Melatih kemampuan klien
dan memberikan rasa
nyaman ketika mengalami
hipotensi ortostatik.

39
DAFTAR PUSTAKA

American Brain Tumor Association (ABTA). 2012. About Brain Tumors a Primer
for Patients and Caregivers. Chicago : ABTA.

Ariani, TA. 2017. Sistem neurobehavior. Jakarta : Salemba Medika.

Avenue BM. About Brain Tumors a Primer for Patients and Caregivers.
Chicago: American Brain Tumor Association (ABTA); 2014.

Ginsberg,Lionel. 2015. Lecture Notes: Neurologi. Jakarta: Erlangga

Harsono. 2015. Buku Ajar Neurologis. Yogyakarta : Gadjah Mada University


Press

Mardjono M dan Sidharta P. 2016. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat.
Hlm 390-402.

Mayer, Sylvia A dan Lorrane M. Wilson. 2017. Patofisiologi Konsep Klinis


Proses-Proses Penyakit Vol 2. Jakarta: EGC

Satria A. 2015. Angka Harapan Hidup Dua Tahun Penderita Low Grade Dan High
Grade Glioma yang Mendapatkan Terapi Radiasi (Artikel Karya Tulis
Ilmiah). Universitas Diponegoro.

Tarwoto, Watonah, dan Eros Siti Suryati. 2017. Keperawatan Medikal Bedah
Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: CV Sagung Seto

40
Asuhan Keperawatan pada pasien Tn. B
Dengan Diagnosa Medis SPACE OCCUPAING PROCCES CEREBRI dt
CEREBRI PRIMER DD METASTASE HARI - 3

I. PENGKAJIAN
A. Tanggal Masuk RS : 28 Juli 2019
B. Jam masuk : 02.00 Wib
C. Tanggal Pengkajian : 28 Juli 2019
D. Jam Pengkajian : 18.00 Wib
E. No.RM : 114xxx
F. Identitas
1. Identitas pasien
a. Nama : Tn. B
b. Umur : 75 Tahun
c. Jenis kelamin : Laki - Laki
d. Agama : Islam
e. Pendidikan : SMP
f. Pekerjaan : Swasta
g. Alamat : Ds. Sidodadi Banyuwangi
h. Status Pernikahan : Menikah

2. Penanggung Jawab Pasien


a. Nama : Ny. N
b. Umur : 45 Tahun
c. Jenis kelamin : Perempuan
d. Agama : Islam
e. Pendidikan : SMP
f. Pekerjaan : IRT
g. Alamat : Ds. Sidodadi Banyuwangi
h. Hub. Dengan PX : Istri

41
G. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama saat pengkajian : Pasien mengatakan sakit kepala
2. Riwayat Kesehatan Sekarang :
Keluarga klien mengatakan pada hari jumat tanggal 26 juli 2019 klien
mengalami kesadaran menurun, kejang-kejang kurang lebih 1 menit,
muntah 3x, mual-mual, serta klien mengeluh sakit kepala selama 5 hari
dan demam sampai suhunya 41 C dan klien mengalami kelemahan badan
sebelah kiri, kemudian klien dibawa ke puskesmas pada tanggal 26 juli
2019 keluarga klien mengatakan sempat kejang lagi kurang lebih 5 detik di
puskesmas, kemudian klien dirujuk ke RS Blambangan banyuwangi pada
tanggal 27 juli 2019 dilakukan pemeriksaan ST-Scan didapatkan Suspek
massa dicortex subcortes dilobus frontalis kanan, kemudian klien dirujuk
ke RS saiful anwar malang pada tanggal 28 juli 2019 karna mengalami
kesadaran menurun, GCS E2V2M2, Tekanan darah 90/50 MmHg, Nadi
110x/menit, respirasi 26x/menit, suhu 37 C, SPO2 95%, GDS 315 mg/dl,
klien terpasang oksigen NRBM 9 LPM, Kemudian klien dipindah keruang
26 IPD jam 18.00 wib saat pengkajian didapatkan kesadaran compos
mentis GCS E3V5M6, tekanan darah 150/100 MmHg, nadi 115 x/menit,
suhu 37,2 C, Respirasi 28 x/menit, terdapat sianosis, CRT > 2 detik,
terdapat pernafasan cuping hidung, retraksi dada, pernafasan dangkal dan
cepat.
3. Riwayat Kesehatan Dahulu : Pasien mengatakan memliki riwayat penyakit
diabetes mellitus kurang lebih 10 tahun, tidak ada riwayat trauma kepala.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga : Pasien mengatakan keluarga tidak ada yang
memiliki riwayat penyakit hipertensi, diabetes mellitus dan tumor otak.
5. Pola Fungsi Kesehatan
1. Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan
a. Merokok : Jumlah: - Jenis: - Ketergantungan: -
b. Alkohol :Jumlah: - Jenis: - .Ketergantungan: -
c. Obat-obatan : Jumlah : - Jenis: - Ketergantungan: -
d. Alergi :Pasien mengatakan tidak mrmiliki alergi baik makanan ataupun
obat-obatan

42
e. Harapan dirawat di RS : Pasien mengatkan dengan dirawat di RS
pasien akan segera sembuh dari penyakitnya.
f. Pengetahuan tentang penyakit : pasien mengetahui bahwa dirinya
menderita penyakit tumor otak
2. Nutrisi dan Metabolik
a. Jenis diet : Pasien mendapatkan diit DM B 1700 kalori
b. Jumlah porsi : Pasien makan 3x/hari porsi dari RS
c. Nafsu makan : Pasien mengatakan nafsu makan menurun, porsi tidak
habis
d. Kesulitan menelan : Pasien mengatakan mengalami kesulitan menelan,
terjadi parese nervus IX, X, dan XII.
e. Jumlah cairan/minum : Cairan Infus Nacl 1000 cc/24 jam, Air minum
500 cc/24 jam = ± 1.500 cc/hari

3. Aktivitas dan Latihan


Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Makan/minum √
Mandi √
Toileting √
Berpakaian √
Berpindah √
Mobilisasi di tempat tidur & ambulasi ROM √
0: Mandiri 2: Dibantu orang 4: Tergantung total
1: Menggunakan alat bantu 3: Dibantu orang lain dan alat
a. Alat bantu : Pasien menggunakan alat bantu toileting (BAK) dengan
kateter
b. Data lain : ADL pasien dibantu petugas ruangan, tingkat
ketergantungan pasien total care.
4. Tidur dan Istirahat
a. Kebiasaan tidur : Pasien mengatakan di Rumah dan di RS biasa tidur
siang

43
b. Lama tidur: Pasien mengatakan di Rumah dan di RS lama tidur ±6
jam/hari
c. Masalah tidur : Pasien mengatakan tidak ada masalah tidur
d. Data lain : -
5. Eliminasi
a. Kebiasaan defekasi : Pasien mengatakan sering BAB
b. Pola defekasi: Pasien mengatakan selama di RS BAB
c. Warna feses : Kuning
d. Kolostomi : Tidak ada
e. Pola miksi : Teratur
f. Warna urine : Kuning Jernih
g. Jumlah urine : ± 1.400 cc/hari
h. Data lain : Pasien terpasang kateter pada tgl 27 Juli 2019

H. Pengkajian
a. Vital Sign
Tekanan Darah :150/100 Mmhg Nadi : 115 x/Menit
Suhu : 37,2 ºC RR : 28 x/Menit
b. Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E3 V5 M6
c. Keadaan Umum : Lemah
a. Status gizi : Gemuk √Normal √ Kurus
Berat Badan : 65 kg Tinggi Badan : 170 cm
b. Sikap : Tenang √ Gelisah √ Menahan nyeri
d. Pemeriksaan Fisik
1) Kepala
a. Inspeksi : Warna Rambut putih, bentuk kepala bulat, klien
mengeluh sakit kepala.
P:-
Q : cenut-cenut
R : kepala
S : skala 4

44
T : hilang timbul
b. Data lain : parese nervus VII Facialis
2) Mata
a. Inspeksi : Konjungtiva merah muda, sclera putih, reflek pupil ada,
bola mata simetris
b. Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
c. Data lain : Pasien tidak menggunakan alat bantu penglihatan
3) Telinga
a. Inspeksi : bentuk telinga simetris, tidak ada pengeluaran cairan dari
telinga, tidak ada lesi pada telinga
b. Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
c. Data lain : Pasien tidak menggunakan alat bantu pendengaran.

4) Hidung dan Sinus


a. Inspeksi : Bentuk hidung simetris, warna sawo matang, tidak ada
pengeluran cairan dari hidung, adanya pernafasan
cuping hidung.
b. Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
c. Data lain : -
5) Mulut dan tenggorokan
a. Inspeksi : Bibir simetris, mukosa bibir lembab, gigi tidak lengkap,
tidak memakai gigi palsu.
b. Palpasi : Tidak ada nyeri telan
c. Data lain : parese nervus IX Glosofaringeus, nervus X vagus,
nervus hipoglosus XII
6) Leher
a. Inspeksi : Bentuk simetris, warna sawo matang, posisi trakea
simetris.
b. Palpasi : Tidak teraba pembesaran vena junguralis dan tidak ada
nyeri tekan.

45
7) Thorax
 Paru-Paru
a. Inspeksi : Bentuk dada simestris, frekuensi nafas 28x/mnt,
nafas spontan dengan 02 NRBM 9 lmp, terdapat
retraksi dada, pernafasan cuping hidung, irama nafas
ireguler, pola nafas tidak teratur,terdapat sianosis.
b. Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
c. Perkusi : Sonor
d. Auskultasi : ada suara nafas tambahan ronchi
 Jantung
a. Palpasi : ictus cordis ICS IV – V midklavikula sinistra, Tidak
ada nyeri tekan
b. Auskultasi: Bunyi Jantung S1/S2 Tunggal
8) Abdomen
a. Inspeksi : Bentuk perut Flat, Tidak terdapat lesi, warna kulit sawo
matang, tidak ada acites
b. Palpasi : Tidak teraba lesi, tidak ada nyeri tekan
c. Perkusi : Timpani
d. Auskultasi : Bising usus 18x/menit
e. Data lain : klien sering muntah disela-sela makan.
9) Genetalia :
a. Inspeksi : Tidak ada Odem, Pasien terpasang kateter, tidak ada
kelainan genetalia
b. Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
c. Data lain : Pasien terpasang kateter mulai 27 Juli 2019
10) Ekstremitas
a. Kekuatan otot
2 4
2 4
b. Inspeksi : tidak ada odem di ektremitas bawah dan atas, warna
kulit sawo matang, terdapa sianosis, terjadi kelemahan
otot bagian kiri, tidak memakai alat bantu

46
c. Palpasi : Akral hangat, tidak ada nyeri tekan, tidak terdapat lesi,
turgor kulit >2 detik
d. Data lain : Pasien mengalami kelemahan otot bagian kiri
e. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium : DL, Faal Hati, Faal Ginjal, SE, BGA.
2. Radiologi :
 MSCT kepala tanpa kontras tanggal 27 Juli 2019 : suspek
massa dicorteks subcorteks dilobus frontalis kanan dengan
perifocal edema disekitarnya yang mendesak corn anterior
ventrikel lateralis kanan yang menyebabkan deviasi midline
ke kiri sejauh 0,73 cm.
 Foto thorax tanggal 28 Juli 2019 : konsolidasi multiple paru
kiri suspek ec proses metastase DD tumor paru kiri dengan
mutiple satelit nodul.
 CT-Scan kepala tanggal 28 Juli 2019 :
a. Massa inta axial dengan komponen nekrotik dan
perdarahan didalamnya pada lobus frontal kanan suspek
high grade glioma
b. Edema on sinile brain atrophy disertai herniasi
subfalcine kekiri sejauh kurang lebih 1 cm dan hernasi
trans trentorial downward setinggi level mesencephalon
c. Infark lacunar kronis pada nucleus lentiformis kanan
thalamus kanan kiri
d. Sinusitis maxylaris bilateral, ethonoidalis bilateral,
sphenoidalis kiri
e. Arteriosklerosis arteri vertebralis bilateral
f. Terapi Medik
Tanggal 28 Juli 2019
1. Infus Nacl 1000 cc/24 jam 20 tpm
2. Infus levofluxacin 1 x 750 mg
3. Injeksi dexamethason 3 x 5 mg
4. Injeksi Lansoprazol 2 x 30 mg

47
5. Injeksi Metoclopramid K/P 3 x 1 Ampul
6. Injeksi Ceftriaxon 2 x 1 gram
7. Injeksi Flumucyl 2 x 300 mg
8. P.O Phenitoin 2 x 100 mg
9. P.O vitamin B6 10 mg tab
10. P.O asam folat 1 mg
11. P.O Levetiracetam 1 x 500 mg
12. Combivent 3x1 amp (nebul)
13. Levemir O-O-12 unit / SC
14. Novorapid 3-4 unit / SC
15. Diazepam K/P

Tanggal 28 juli 2019


IVFD Nacl 0,9 % 50 cc + NE 8 mg = 0,5 cc /jam (siring pump).

48
HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Nama Pasien : Tn. B Tanggal Pemeriksaan : 28- 07- 2019

JENIS HASIL SATUAN NILAI DEWASA


PEMERIKSAAN NORMAL
HEMATOLOGI
Hemoglobin (HGB) 15,20 g/dL 13,4-17,7
Eritrosit (WBC) 4,75 10u/uL 4,0-5,5
Leukosit 13,33 103/uL 4,3-10,3
Hematokrit 41,10 % 40 – 47
Trombosit (PLT) 154 103/uL 142-424
MCV 86,50 uL 80-93
MCH 32,00 pg 27-31
MCHC 37,00 g/dL 32-36
RDW 12,50% 11,5-14,5
PDW 13,1 fL 9-13
MPV 11,6fL 7,2-11,1
P-LCR 36,8 % 15,0-25,0
PCT 0,18 % 0,150-0,400
NRBC Absolute 0,03 103uL 0
NRBC Percent 0,02 % 0
LED 55 mm/ jam 2-30
Hitung jenis
Eosinofil 0,1% 0-4
Basofil 0,2% 0-1
Neutrofil 79,3% 51-67
Limfosit 13,0% 25-33
Monosit 74,0% 2-5
Eosinofil absolut 0,01 103/uL
Basofil absolute 0,03 103/uL
Neutrofil absolut 10,58 103/uL
Limfosit absolut 1,73 103/uL
Monosit absolut 0,98 103/uL 0,16-1
Immature Granulosit (%) 1,70 103/uL
Immatur Granulosit 0,22 103/uL
KIMIA KLINIK
SGOT 1988 U/L 0-40
SGPT 1563 U/L 0-41
Albumin 3,48 g/d 3,5 – 5,5

49
KIMIA KLINIK
ELEKTROLIT
Natrium 137 mmol/l 136-145
Kalium 4,59 mmol/l 3,5 – 5,0
Klorida 110 mmol/l 98 – 106

FAAL Hemostasis
PPT
Pasien 13,00 detik 9,4 – 11,3
Kontrol 11,0 detik
INR 1,27 <1,5
APTT
Pasien 28,20 detik 24,6 – 30,6
Kontrol 25,6 detik

Tanggal pemeriksaan : 28 Juli 2019

Jenis pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Dewasa Normal


Urinalisis

Kekeruhan Jernih
Warna Kuning
PH 6,0 4,5 – 8,0
Berat jenis 1.025 1,005 – 1,030
Glukosa 2+ Negatif
Protein 2+ Negatif
Keton 1+ Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Urobilinogen 33 umol /L <17
Nitrit Negatif Negatif
Lekosit Negatif Negatif
Darah 3+ Negatif
10 x
Epitel 5,8 Lpk <1
Silinder Negatif Lpk
40 x
Eritrosit 203,2 LPB <3
Eumorfik 95%
Dismorfik 5%
Lekosit 13,8 lpb <5
Kristal - lpb <23 03 /ml
bakteri 265,4 x103 /ml

50
Tanggal pemeriksaan : 28 Juli 2019

Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Dewasa


Normal
Glukosa darah sewaktu 373 mg/dl <200
FAAL Ginjal
Ureum 89,80 mg/dl 16,6 – 48,5
kreatinin 1,59 mgdl <1.2

Tanggal pemeriksaan : 28 Juli 2019

Jenis pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Dewasa Normal


Kimia Klinik
Analisa gas darah
Ph 7,30 7,35- 7,45
PcO2 31,3 mmHg 35-45
pO2 69,5 mmHg 80-100
Bikarbonat 15,5 mmol/L 21-28
Kelebihan basa -11,2 mmol/L (-3)- (+3)
Saturasi 92,6% >95
Hb 13,4 g/dL
Suhu 37,0oC

Tanggal pemeriksaan 28 juli 2019 jam 20.55 wib

Jenis pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Dewasa Normal


Kimia Klinik
Analisa gas darah
Ph 7,29 7,35- 7,45
PcO2 29,6 mmHg 35-45
pO2 114,6 mmHg 80-100
Bikarbonat 14,4 mmol/L 21-28
Kelebihan basa -12,4 mmol/L (-3)- (+3)
Saturasi 99,6% >95
Hb 13,4 g/dL
Suhu 37,0oC

51
Tanggal pemeriksaan 28 juli 2019 jam 20.55 wib

Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Dewasa


Normal
Kimia Klinik
Elektrolit Serum
Natrium (Na) 146 mmol/L 136-145
Kalium (K) 3,50 mmol/L 3,5-5,0
Klorida (CI) 107 mmol/L 98-106

Tanggal Pemeriksaan : 29- 07- 2019 jam 04.00 wib

Jenis pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Dewasa Normal


Kimia Klinik
Analisa gas darah
Ph 7,27 7,35- 7,45
PcO2 37,2 mmHg 35-45
pO2 103,7 mmHg 80-100
Bikarbonat 17, mmol/L 21-28
Kelebihan basa -10,1 mmol/L (-3)- (+3)
Saturasi 99,9% >95
Hb 12,3 g/dL
Suhu 37,0oC

Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Dewasa


Normal
Kimia Klinik
elektrolit serum
Natrium (Na) 146 mmol/L 136-145
Kalium (K) 4,92 mmol/L 3,5-5,0
Klorida (CI) 114 mmol/L 98-106

Tanggal pemeriksaan 29 juli 2019 jam 21.00 wib

Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Dewasa


Normal
Kimia Klinik
SGOT 136 U/L 0-40
SGPT 756 U/L 0-41

Faal ginjal
Ureum 85,20 mgdl 16,6 – 48,5
Kreatini 1,05 mgdl <1,2

52
IMUNO SEROLOGI 31,34 ng /ml <5,0
Penanda tumor 18,42 ng /ml <16,3
CEA 24,90 ng /ml <4,0
Neuro spesifik enolase 133,70 u/ml <27
PSA total
CA 19-9

Tanggal pemeriksaan : 30 Juli 2019 jam 09.00 wib

Jenis pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Dewasa Normal


Kimia Klinik
Analisa gas darah
Ph 7,29 7,35- 7,45
PcO2 42,3 mmHg 35-45
pO2 30,9 mmHg 80-100
Bikarbonat 19,1 mmol/L 21-28
Kelebihan basa -8,2 mmol/L (-3)- (+3)
Saturasi 96,9% >95
Hb 12,9 g/dL
Suhu 37,0oC

Tanggal pemeriksaan : 31 Juli 2019 jam 12.00 wib

Jenis pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Dewasa Normal


Kimia Klinik
Analisa gas darah
Ph 7,35 7,35- 7,45
PcO2 43,3 mmHg 35-45
pO2 80,9 mmHg 80-100
Bikarbonat 21,1 mmol/L 21-28
Kelebihan basa -8,2 mmol/L (-3)- (+3)
Saturasi 96,9% >95
Hb 12,9 g/dL
Suhu 37,0oC

53
II. ANALISA DATA
NO. ANALISA DATA ETIOLOGI PROBLEM

1. DS : Pasien mengatakan sakit kepala Tumor serebri ketidakefektif


an perfusi
DO : jaringan
serebral
 Kesadaran : Composmentis

 GCS : E3V5M6

 TTV :
TD : 150/100 MmHg
Nadi : 115 x/menit
RR : 28 x/menit
Suhu : 37,2 C
SPO2 96 %
 CRT >2 detik

 Terdapat sianosis, reflek


pupil +/+

 Pasien tampak gelisah

 Hasil CT Scan tgl 27 Juli


2019 : Susp massa dilobus
frontalis

2. DS : Klien mengatakan sesak nafas Perubahan Gangguan


membran pertukaran
DO : PH 7,30 , PCO2 69,5 MmHg alveolar - gas
kapiler
HCO3 15,5 Mmol/l, SPO2 92,6 %
Kelebihan basa (BE) -11,2 % Mmol/l

Pola nafas tidak teratur, terpasang


O2 NRBM 9 Lpm.

3. DS: Pasien mengatakan sesak nafas Gangguan Ketidakefekti


neurologis fan pola
DO : nafas
 Pola nafas tidak teratur RR :
28 x/menit

 Irama nafas ireguler

54
 Adanya pernafasan cuping
hidung
 Adanya retraksi dada
 Pasien terpasang 02 NRBM 9
lpm
 Kedalaman nafas : dangkal
dan cepat
 SPO2 : 96%

 Terdapat sianosis, CRT >2


Detik

4. DS : Klien mengatakan batuk dan sekresi yang Ketidakefekti


sesak nafas fan bersihan
tertahan
jalan nafas
DO : pola nafas tidak teratur RR 28
x/menit, sianosis CRT >2 detik,
terdapat Ronchi, klien batuk tapi
sputum tidak keluar

5. DS : Klien mengatakan tidak enak Gangguan saraf Gangguan


makan kranial menelan
DO : klien hanya menghabiskan 5
sendok dari porsi ang disediakan RS,
porsi makan tidak dihabiskan,
makanan dimuntahkan, abnormalitas
pada nervus IX glosofaringeus dan
nervus X Vagus
6. DS : Pasien mengatakan anggota Gangguan Hambatan
gerak sebelah kiri sulit untuk neuromuskular mobilitas
digerakkan fisik
DO :

 Keadaan umum lemah


 Pasien sulit membolak
balikkan posisi
 Terlihat pergerakan pasien
lambat
 Keterbatasan rentang gerak
 Kekuatan otot
2 3
2 3
 ADL dibantu, klien total care

55
III. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan tumor
serebri
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
alveolar - kapiler
3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan gangguan neurologis
4. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekresi yang
tertahan
5. Gangguan menelan berhubungan dengan gangguan saraf kranial
6. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan Gangguan neuromuscular

56
57
IV. INTERVENSI KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA NOC NIC


. KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan perfusi Setelah dilakukan asuhan keperawatan Intra cranial pressure monitring
jaringan serebral b.d tumor selama 3x24 jam didapatkan kriteria 1. Monitor tanda-tanda vital
serebri hasil : 2. Monitor tingkat kesadaran
3. Kaji fungsi autonom meliputi jumlah dan pola
Perfusi Jaringan: Serebral pernafasan, reaksi pupil
Kriteria Hasil: 4. Posisikan pasien semi fowler
040602 tekanan intracranial (5) 5. Kaji adanya nyeri kepala, mual , muntah,
040613 tekanan darah sistolik (5) kejang
040614 tekanan darah diastolic (5) 6. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian
040603 Sakit kepala (5) terapi
Tingkat kesadaran (5)
Status pernafasan (5)
Kejang (5)
2. Hambatan pertukaran gas Setelah dilakukan asuhan keperawatan Management asam basa
berhubungan dengan membran selama 3x24 jam didapatkan kriteria 1. Pertahankan kepatenan jalan nafas
alveolar - kapiler hasil : 2. Monitor kecenderungan PH, PCO2, HCO3, PO2
3. Monitor pola pernafasan
Respiratory status : pertukaran gas 4. Berikan terapi oksigen dengan tepat
040208 Tekanan partial O2 didarah 5. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian
arteri (PaO2) (5) terapi
040209 Tekanan partial CO2 didarah
arteri (PaCO2) (5)
040210 PH arteri (5)
040211 Saturasi O2 (5)

58
040212 Tekanan HCO3 didarah (5)
3. Ketidakefektifan pola nafas Setelah dilakukan asuhan keperawatan Monitor Pernafasan
b.d gangguan neurologis selama 3x24 jam didapatkan kriteria 1. Monitor kecepatan, irama, kedalaman dan
hasil : kesulitan bernafas
2. Catat pergerakan dada, catat ketidaksimetrisan,
Status pernafasan penggunaan otot bantu nafas, dan retraksi pada
Kriteria hasil : otot supraclaviculas dan interkosta
041501 frekuensi pernafasan (5) 3. Monitor suara nafas tambahan
041502 irama pernafasan (5) 4. Monitor pola nafas
041503 kedalaman inspirasi (4) 5. Monitor saturasi oksigen pada pasien yang
041504 suara auskultasi nafas (4) tersedasi
041508 saturasi oksigen (5) 6. Posisikan pasien head up / semi fowler
041510 penggunaan otot bantu nafas (4) 7. Auskultasi suara nafas, catat area dimana terjadi
041522 suara nafas tambahan (4) penurunan atau tidak adanya ventilasi dan
041513 Sianosis (5) keberadaan suara nafas tambahan
8. Berikan bantuan terapi oksigen sesuai kebutuhan
9. Kolaborasi dengan tim medis lain untuk
pemberian terapi
4. Ketidakefektifan bersihan Setelah dilakukan asuhan keperawatan Management jalan nafas
jalan nafas berhubungan selama 3x24 jam didapatkan kriteria 1. Posisika pasien semi fowler untuk
dengan sekresi yang tertahan hasil : memaksimalkan ventilasi
2. Berikan terapi nebulizer
Status pernafasan : Kepatenan jalan 3. Lakukan fisioterapi dada
nafas 4. Buang sekret dengan memotivasi pasien untuk
041501 Frekuensi pernafasan (5) melakukan batuk
041502 Irama pernafasan (5) 5. Monitor status pernafasan
041503 Kedalaman inspirasi (5) 6. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian
041012 Kemampuan untuk terapi

59
mengeluarkan sekresi (5)
041007 Suara nafas tambahan (5)

5. Gangguan menelan Setelah dilakukan asuhan keperawatan Pencegahan aspirasi


berhubungan dengan gangguan selama 3x24 jam didapatkan kriteria 1. Monitor tingkat kesadaran pasien, reflek batuk
saraf kranial hasil : kemampuan menelan
2. Posisikan pasien 30 sampai 90 derajat
Status menelan (pemberian makanan)
101004 Kemampuan mengunyah (5) 3. Beri makanan dalam jumlah sedikit
101021 Muntah (5)
101020 Batuk (5)
101013 Peningkatan usaha menelan (5)
6. Hambatan mobilitas fisik b.d Pergerakan sendi Terapi latihan: mobilitas (pergerakan ) sendi
gangguan neuromuscular Kriteria hasil : 1. Tentukan batasan pergerakan sendi
020803 gerakan otot (5) 2. Jelaskan pada pasien atau keluarga manfaat dan
020804 gerakan sendi (5) tujuan melakukan latihan sendi
020814 bergerak dengan mudah (5) 3. Monitor lokasi dan kecenderungan adanya nyeri
020607 Gerakan tangan kanan dan kiri dan ketidaknyamanan selama pergerakan atau
(5) aktivitas
020613 Gerakan kaki kanan dan kiri (5) 4. Bantu pasien mendapatkan posisi tubuh yang
optimal untuk pergerakan sendi pasif atau aktif
5. Lakukan latihan ROM pasif atau aktif dengan
bantuan sesuai indikasi
6. Bantu pasien melakukan Rom aktif atau pasif
ang teratur
7. Bantu pasien miring kanan dan miring kiri tiap 2
jam sekali

60
V. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Diagnosa Keperawatan HARI/ JAM TINDAKAN KEPERAWATAN PARAF


TGL
Ketidakefektifan perfusi jaringan Minggu, 18.30 1. Mempertahakan posisi pasien semi fowler
serebral b.d tumor serebri 28 juli wib 2. Mengukur tanda- tanda vital
2019 TTV : TD = 140/90 mmHg
N = 110 x/m
RR = 28 x/m
S = 36,9 celcius
18. 35 3. Mengkaji tingkat kesadaran
wib GCS = E4V5M6
4. Mengkaji status pernafasan :
Frekuensi : 28 x/menit, Irama : ireguler,
kedalaman pernafasan : dalam dangkal dan
cepat
5. Mengkaji adanya mual, muntah, kejang dan
18.40 adanya nyeri kepala
wib P:-
Q : Nyeri cenut – cenut
R : Kepala
S : Skala nyeri 4
T : timbul kadang - kadang
6. Berkolaborasi dengan tim medis dalam
Memberikan terapi :
- Infus Nacl 0,9 % 20 tpm

61
- Infus levofluxacin 750 mg
- NE 8 Mg = 0,5 cc/jam (siring pump)
- P.O Levetiracetam 500 mg
- P.O Phenitoin 100 mg

Senin, 29 09.00 1. Mempertahakan posisi pasien semi fowler


Juli 2019 wib 2. Mengukur tanda- tanda vital
TTV : TD = 130/100 mmHg
N = 105 x/m
RR = 28 x/m
S = 37,0 celcius
3. Mengkaji tingkat kesadaran
GCS = E4V5M6
4. Mengkaji status pernafasan :
09.15 Frekuensi : 28 x/menit, Irama : ireguler,
wib kedalaman pernafasan : dalam dangkal dan cepat
5. Mengkaji adanya mual, muntah, kejang dan
adanya nyeri kepala
P:-
Q : Nyeri cenut – cenut
R : Kepala
S : Skala nyeri 3
T : timbul kadang - kadang
09.20 6. Berkolaborasi dengan tim medis dalam
wib Memberikan terapi :
- Infus Nacl 0,9 % 20 tpm
- Infus levofluxacin 750 mg

62
- NE 8 Mg = 0,5 cc/jam (siring pump)
- P.O Levetiracetam 500 mg
- P.O Phenitoin 100 mg

Selasa, 09.00 1. Mempertahakan posisi pasien semi fowler


30 Juli wib 2. Mengukur tanda- tanda vital
2019 TTV : TD = 120/80 mmHg
N = 103 x/m
RR = 26 x/m
S = 37,2 celcius
3. Mengkaji tingkat kesadaran
GCS = E4V5M6
09.20 4. Mengkaji status pernafasan :
wib Frekuensi : 26 x/menit, Irama : ireguler,
kedalaman pernafasan : dalam dangkal dan cepat
5. Berkolaborasi dengan tim medis dalam
09.30 Memberikan terapi :
wib - Infus Nacl 0,9 % 20 tpm
- Infus levofluxacin 750 mg
- NE 8 Mg = 0,5 cc/jam (siring pump)
- P.O Levetiracetam 500 mg
- P.O Phenitoin 100 mg

Rabu, 31 09.00 1. Mempertahakan posisi pasien semi fowler


Juli 2019 wib Mengukur tanda- tanda vital
2. TTV : TD = 120/90 mmHg

63
N = 105 x/m
RR = 26 x/m
S = 37,0 celcius
3. Mengkaji tingkat kesadaran
09.20 GCS = E4V5M6
wib 4. Mengkaji status pernafasan :
Frekuensi : 26 x/menit, Irama : ireguler,
kedalaman pernafasan : dalam dangkal dan cepat
09.25 5. Berkolaborasi dengan tim medis dalam
wib Memberikan terapi :
- Infus Nacl 0,9 % 20 tpm
- Infus levofluxacin 750 mg
- NE 8 Mg = 0,5 cc/jam (siring pump)
- P.O Levetiracetam 500 mg
- P.O Phenitoin 100 mg

Hambatan pertukaran gas berhubungan Minggu , Jam 1. Mempertahankan posisi pasien semi fowler
dengan perubahan membran alveolar - 28 Juli 19.00 2. Mengkaji status pernafasan pasien
kapiler 2019 wib Frekuensi = 28 x/m, pola nafas tidak teratur,
Irama nafas ireguler,
kedalaman pernafasan dalam, dangkal dan cepat
19.30 3. Melakukan cek lab analisa gas darah
wib 4. Mempertahankan pemberian terapi oksigen
NRBM 9 Lpm terpasang dengan tepat

64
1. Mempertahankan posisi pasien semi fowler
Senin , 09.45 2. Mengkaji status pernafasan pasien
29 Juli wib Frekuensi = 28 x/m, pola nafas tidak teratur,
2019 Irama nafas ireguler,
kedalaman pernafasan dalam, dangkal dan cepat
3. Melakukan cek lab analisa gas darah
09.55 4. Mempertahankan pemberian terapi oksigen
wib NRBM 9 Lpm terpasang dengan tepat

Selasa , 09.45 1. Mempertahankan posisi pasien semi fowler


30 Juli wib 2. Mengkaji status pernafasan pasien
2019 Frekuensi = 26 x/m, pola nafas tidak teratur,
Irama nafas ireguler,
kedalaman pernafasan dalam, dangkal dan cepat
09.55 3. Melakukan cek lab analisa gas darah
wib 4. Mempertahankan pemberian terapi oksigen
NRBM 9 Lpm terpasang dengan tepat

Ketidakefektifan pola nafas b.d Minggu, Jam 1. Mengkaji status pernafasan


gangguan neurologis 28 Juli 19.45 Frekuensi = 28 x/m,
2019 wib Irama = ireguler,
kedalaman pernafasan = dalam dangkal dan
cepat

65
Auskultasi suara nafas= vesikuler
2. Mencatat ketidaksimetrisan = bentuk dada
simetris, penggunaan otot bantu nafas = ada,
menggunakan retraksi otot dada
3. Mengkaji pola nafas = tidak teratur,
4. Mengkaji saturasi oksigen pada pasien 98 %
Jam 5. Memposisikan pasien head up / semi fowler 30
19.50 6. Berkolaborasi dengan tim medis dalam
wib Memberikan terapi
- Terapi O2 NRBM 9 lpm
- Injeksi dexametason 5 mg

Senin, 29 Jam 1. Mengkaji status pernafasan


Juli 2019 10.00 Frekuensi = 28 x/m,
wib Irama = ireguler,
kedalaman pernafasan = dalam dangkal dan
cepat
Auskultasi suara nafas= vesikuler
2. Mencatat ketidaksimetrisan = bentuk dada
simetris, penggunaan otot bantu nafas = ada,
menggunakan retraksi otot dada
Jam 3. Mengkaji pola nafas = tidak teratur,
10.15 4. Mengkaji saturasi oksigen pada pasien 98 %
wib 5. Memposisikan pasien head up / semi fowler 30
6. Berkolaborasi dengan tim medis dalam
Jam Memberikan terapi
10.20 - Terapi O2 NRBM 9 lpm

66
wib - Injeksi dexametason 5 mg

Selasa, Jam 1. Mengkaji status pernafasan


30 Juli 10.00 Frekuensi = 26 x/m,
2019 wib Irama = ireguler,
kedalaman pernafasan = dalam dangkal dan
cepat
Auskultasi suara nafas= vesikuler
2. Mencatat ketidaksimetrisan = bentuk dada
simetris, penggunaan otot bantu nafas = ada,
Jam menggunakan retraksi otot dada
10.10 3. Mengkaji pola nafas = tidak teratur,
wib 4. Mengkaji saturasi oksigen pada pasien 98 %
5. Memposisikan pasien head up / semi fowler 30
Jam 6. Berkolaborasi dengan tim medis dalam
10.15 Memberikan terapi
wib - Terapi O2 NRBM 9 lpm
- Injeksi dexametason 5 mg

67
Rabu, 31 Jam 1. Mengkaji status pernafasan
Juli 2019 10.10 Frekuensi = 28 x/m,
wib Irama = ireguler,
kedalaman pernafasan = dalam dangkal dan
cepat
Auskultasi suara nafas= vesikuler
Jam 2. Mencatat ketidaksimetrisan = bentuk dada
10.15 simetris, penggunaan otot bantu nafas = ada,
wib menggunakan retraksi otot dada
3. Mengkaji pola nafas = tidak teratur,
4. Mengkaji saturasi oksigen pada pasien 98 %
5. Memposisikan pasien head up / semi fowler 30
Jam 6. Berkolaborasi dengan tim medis dalam
10.20 Memberikan terapi
wib - Terapi O2 NRBM 9 lpm
- Injeksi dexametason 5 mg

Ketidakefektifan bersihan jalan nafas Minggu, Jam 1. Mempertahankan posisi pasien semi fowler
berhubungan dengan sekresi yang 28 Juli 20.00 2. Memberian terapi nebulizer
terahan 2019 wib 3. Melakukan fisioterapi dada
4. Berkolaborasi dengan tim medis dalam
20.05 pemberian terapi
wib - Nebul Combivent

68
Senin, 29 10.00 1. Mempertahankan posisi pasien semi fowler
Juli 2019 Wib 2. Memberian terapi nebulizer
3. Melakukan fisioterapi dada
10.05 4. Berkolaborasi dengan tim medis dalam
wib pemberian terapi
- Nebul combivent

Selasa , 10.00 1. Mempertahankan posisi pasien semi fowler


30 Juli Wib 2. Memberian terapi nebulizer
2019 3. Melakukan fisioterapi dada
10.05 4. Berkolaborasi dengan tim medis dalam
wib pemberian terapi
- Nebul combivent

Rabu, 31 10.05 1. Mempertahankan posisi pasien semi fowler


Juli 2019 Wib 2. Memberian terapi nebulizer
3. Melakukan fisioterapi dada
10.10 4. Berkolaborasi dengan tim medis dalam
wib pemberian terapi
- Nebul combivent

69
Gangguan menelan berhubungan Minggu, Jam 1. Memonitor tingkat kesadaran, reflek batuk dan
dengan gangguan saraf kranial 28 Juli 20.00 kemampuan menelan
2019 wib 2. Memposisikan pasien 45 derajat (pemberiaan
makanan)
3. Memberikan makanan dalam jumlah sedikit
- Diet DM B 1700 Kalori
- P.0 asam folat 1 mg
- P.O vitain B6 10 mg tab

Senin, 29 Jam 1. Memonitor tingkat kesadaran, reflek batuk dan


Juli 2019 10.40 kemampuan menelan
wib 2. Memposisikan pasien 45 derajat (pemberiaan
makanan)
3. Memberikan makanan dalam jumlah sedikit
- Diet cair 6x100 cc /hari (lewat selang NGT)
- P.0 asam folat 1 mg
- P.O vitain B6 10 mg tab

Selasa, Jam 1. Memonitor tingkat kesadaran, reflek batuk dan


30 Juli 10.50 kemampuan menelan
2019 wib 2. Memposisikan pasien 45 derajat (pemberiaan
makanan)
3. Memberikan makanan dalam jumlah sedikit
- Diet MS I DM + L DM
- P.0 asam folat 1 mg
- P.O vitain B6 10 mg tab

70
Rabu, 31 Jam 1. Memonitor tingkat kesadaran, reflek batuk dan
Juli 2019 10.50 kemampuan menelan
wib 2. Memposisikan pasien 45 derajat (pemberiaan
makanan)
3. Memberikan makanan dalam jumlah sedikit
- Diet DM cair 600 cc
- P.0 asam folat 1 mg
- P.O vitain B6 10 mg tab

71
Hambatan mobilitas fisik b.d gangguan Minggu, 20.45
neuromuscular 28 Juli wib 1. Menjelaskan pada pasien manfaat dan tujuan
2019 melakukan latihan sendi
(manfaat dan tujuan agar tidak terjadi kekakuan)
2. Mengkaji lokasi dan kecenderungan adanya nyeri
dan ketidaknyamanan selama pergerakan atau
20.55 aktivitas
wib 3. Membantu pasien mendapatkan posisi tubuh yang
optimal untuk pergerakan sendi pasif atau aktif
(melakukan fleksi dan ekstensi pada sendi
ekstremitas)
4. Melakukan latihan ROM pasif dengan bantuan

Senin, 29 13.00 1. Mengkaji lokasi dan kecenderungan adanya nyeri


Juli 2019 wib dan ketidaknyamanan selama pergerakan atau
aktivitas
2. Membantu pasien mendapatkan posisi tubuh yang
optimal untuk pergerakan sendi pasif atau aktif
(melakukan fleksi dan ekstensi pada sendi
13.10 ekstremitas)
wib 3. Melakukan latihan ROM pasif dengan bantuan

Selasa, 13.05 1. Mengkaji lokasi dan kecenderungan adanya nyeri


30 Juli wib dan ketidaknyamanan selama pergerakan atau
2019 aktivitas

72
2. Membantu pasien mendapatkan posisi tubuh yang
optimal untuk pergerakan sendi pasif atau aktif
(melakukan fleksi dan ekstensi pada sendi
13.15 ekstremitas)
wib 3. Melakukan latihan ROM pasif dengan bantuan

Rabu, 31 13.00 1. Membantu pasien mendapatkan posisi tubuh yang


Juli 2019 wib optimal untuk pergerakan sendi pasif atau aktif
(melakukan fleksi dan ekstensi pada sendi
ekstremitas)
2. Melakukan latihan ROM pasif dengan bantuan

73
VI. EVALUASI KEPERAWATAN
NO. Diagnosa keperawatan HARI/ JAM EVALUASI PARAF
TGL
1. Ketidakefektifan perfusi Minggu Jam S : pasien mengatakan sakit kepala
jaringan serebral , 28 Juli 20.00 O : Kesadaran : Composmentis
berhubungan dengan 2019 wib GCS : E4V5M6 (5)
tumor serebri
TTV : (4)
TD : 130/100 MmHg
Nadi : 113 x/menit
RR : 28 x/menit
Suhu : 36,9 C
 CRT >2 detik (2), sianosis (2 ), reflek pupil
+/+ (4)

 pola nafas tidak teratur, irama nafas ireguler


(2)

 tidak ada kejang (5), sakit kepala (2)


A : Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
(Masalah teratasi sebagian)
P : Lanjut intervensi no 1,2,3,4,5,6

74
Senin, 12.00 S : pasien mengatakan sakit kepala berkurang
29 juli Wib O : Kesadaran : Composmentis
2019 GCS : E4V5M6 (5)
TTV : (4)
TD : 120/100 MmHg
Nadi : 110 x/menit
RR : 28 x/menit
Suhu : 37 C
 CRT >2 detik (2), sianosis (2 ), reflek pupil
+/+ (5)

 pola nafas tidak teratur, irama nafas ireguler


(2)

 tidak ada kejang (5), sakit kepala (2)


A : Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
(Masalah teratasi sebagian)
P : Lanjut intervensi no 1,2,3,4,5,6

75
Selasa, 12.00 S : pasien mengatakan sakit kepala sudah berkurang
30 Juli WIB O : Kesadaran : Composmentis
2019 GCS : E4V5M6 (5)
TTV : (5)
TD : 110/100 MmHg
Nadi : 113 x/menit
RR : 26 x/menit
Suhu : 36,5 C
 CRT >2 detik (3), sianosis (3 ), reflek pupil
+/+ (5)

 pola nafas tidak teratur, irama nafas ireguler


(3)

 tidak ada kejang (5), sakit kepala (3)


A : Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
(Masalah teratasi sebagian)
P : Lanjut intervensi no 1,2,3,4,6

Rabu, 12.00 S : pasien mengatakan sudah tidak sakit kepala


31 Juli WIB

76
2019 O : Kesadaran : Composmentis
GCS : E4V5M6 (5)
TTV : (4)
TD : 110/100 MmHg
Nadi : 103 x/menit
RR : 26 x/menit
Suhu : 37,2 C
 CRT >2 detik (4), sianosis (4 ), reflek pupil
+/+ (5)

 pola nafas tidak teratur, irama nafas ireguler


(3)

 tidak ada kejang (5), sakit kepala (5)


A : Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral
(Masalah teratasi)
P : intervensi dihentikan.

2. Gangguan pertukaran gas Minggu Jam S : pasien mengatakan masih sesak nafas
berhubungan dengan , 28 Juli 21.00 O:
perubahan membran 2019 wib PH : 7,29 (2)
alveolar - kapiler PCO2 : 29,6 mmHg (2)

77
PO2 : 114,6 mmHg (2)
HCO3 : 14,4 mmol/l (2)
Kelebihan basa : -12,4 mmol/l (2)
Saturasi O2 : 99,6 %
A : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
perubahan membran alveolar – kapiler
(Masalah teratasi sebagian )
P : intervensi dilanjutkan No 1,2, 3, 4

Senin, Jam S : pasien mengatakan masih sesak nafas


29 juli 13.40 O:
2019 wib PH : 7,27 (2)
PCO2 : 37,2 mmHg (5)
PO2 : 103,7 mmHg (3)
HCO3 : 17,0 mmol/l (2)
Kelebihan basa : -10,1 mmol/l (2)
Saturasi O2 : 99,9% (5)
A : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
perubahan membran alveolar – kapiler

78
(Masalah teratasi sebagian )
P : intervensi dilanjutkan No 1,2, 3, 4

Selasa, 13.00 S : pasien mengatakan masih sesak nafas


30 juli wib O:
2019 PH : 7,29 (2)
PCO2 : 42,3 mmHg (5)
PO2 : 30,9 mmHg (2)
HCO3 : 19,1 mmol/l (3)
Kelebihan basa : -8,2 mmol/l (2)
Saturasi O2 : 96,9 % (5)
A : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
perubahan membran alveolar – kapiler
(Masalah teratasi sebagian )
P : intervensi dilanjutkan No 1,2, 3, 4

Rabu, Jam S : pasien mengatakan masih sesak nafas


31 Juli 13.50 O:
2019 wib PH : 7,35 (5)

79
PCO2 : 43,3 mmHg (5)
PO2 : 80,9 mmHg (4)
HCO3 : 21,1 mmol/l (4)
Kelebihan basa : -8,2 mmol/l (2)
Saturasi O2 : 96,9 % (5)
A : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
perubahan membran alveolar – kapiler
(Masalah teratasi sebagian )
P : intervensi dilanjutkan No 1,2, 3, 4
3. Ketidakefektifan pola nafas Minggu Jam S : Pasien mengatakan masih sesak nafas
b.d gangguan neurologis , 28 Juli 20.00 O:
2019 wib  RR : 28 x/menit (2) Pasien terpasang 02
NRBM 9 lpm, SPO2 : 98% (5), terdapat
sianosis (2)

 Irama pernafasan : ireguler (2)

 Adanya retraksi dada (2)

 Kedalaman nafas : dalam dangkal (2)


 Suara nafas : ronchi (2)

80
A : Ketidakefektifan pola nafas

( Masalah teratasi sebagian)


P : Lanjut intervensi no 1,2,3,4,5,6

Senin, 13.00
S : Pasien mengatakan masih sesak nafas
29 juli wib
O:
2019
 RR : 28 x/menit (2) Pasien terpasang 02
NRBM 9 lpm, SPO2 : 97% (5), terdapat
sianosis (3)

 Irama pernafasan : ireguler (2)

 Adanya retraksi dada (2)

 Kedalaman nafas : dalam dangkal (2)


 Suara nafas : ronchi (2)
A : Ketidakefektifan pola nafas

( Masalah teratasi sebagian)


P : Lanjut intervensi no 1,2,3,4,5,6

Selasa, 13.10

81
30 Juli wib S : Px mengatakan sesak nafas berkurang
2019 O:
 RR : 26 x/menit (3) Pasien terpasang 02 nasal
kanul 3 lpm, SPO2 : 98% (5), terdapat
sianosis (4)

 Irama pernafasan : ireguler (3)

 Adanya retraksi dada (3)

 Kedalaman nafas : dalam dangkal (3)


 Suara nafas : ronchi (3)
A : Ketidakefektifan pola nafas

( Masalah teratasi sebagian)


P : Lanjut intervensi no 1,2,3,4,5,6

Rabu, Jam S : Px mengatakan sesak nafas berkurang


31 juli 13.20 O:
2019 wib  RR : 24 x/menit (2) Pasien terpasang 02 nasal
kanul 3 lpm, SPO2 : 98% (5), terdapat
sianosis (2)

82
 Irama pernafasan : ireguler (4)

 Adanya retraksi dada (4)

 Kedalaman nafas : dalam dangkal (4)


 Suara nafas : ronchi (3)
A : Ketidakefektifan pola nafas

( Masalah teratasi sebagian)


P : Lanjut intervensi no 1,2,3,4,5,6

4. Ketidakefektifan Minggu Jam S : pasien mengatakan masih batuk dan sulit


bersihan jalan nafas , 28 Juli 21.10 dikeluarkan dahaknya
berhubungan dengan 2019 wib O:
sekresi yang tertahan  RR : 28 x/menit (2), irama pernafasan ireguler
(2)
 pernafasan dangkal dan cepat (3)
 Klien tidak bisa mengeluarkan dahaknya (3)
 Terdapat suara nafas tambahan ronchi (2)
A : Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
berhubungan dengan sekresi yang tertahan

83
( masalah teratasi sebagian)
P : intervensi dilanjutkan No 1,2, 3,4

Senin 13.40 S : pasien mengatakan masih batuk dan sulit


29 Juli wib dikeluarkan dahaknya
2019 O:
 RR : 28 x/menit (2), irama pernafasan ireguler
(2)
 pernafasan dangkal dan cepat (2)
 Klien tidak bisa mengeluarkan dahaknya (2)
 Terdapat suara nafas tambahan ronchi (2)
A : Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
berhubungan dengan sekresi yang tertahan
( masalah teratasi sebagian)
P : intervensi dilanjutkan No 1,2, 3,4

84
Selasa Jam S : pasien mengatakan batuk berkurang dan sedikit
30 Juli 13.50 bisa dikeluarkan dahaknya
2019 wib O:
 RR : 24 x/menit (3), irama pernafasan ireguler
(3)
 pernafasan dangkal dan cepat (3)
 Klien bisa mengeluarkan dahaknya (3)
 Terdapat suara nafas tambahan ronchi (2)
A : Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
berhubungan dengan sekresi yang tertahan
( masalah teratasi sebagian)
P : intervensi dilanjutkan No 1,2, 3,4

Rabu, Jam S : pasien mengatakan batuknya berkurang dan bisa


31 Juli 13.55 mengeluarkan dahaknya
2019 wib O:
 RR : 24 x/menit (4), irama pernafasan ireguler

85
(4)
 pernafasan dangkal dan cepat (4)
 Klien bisa mengeluarkan dahaknya (4)
 Terdapat suara nafas tambahan ronchi (3)
A : Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
berhubungan dengan sekresi yang tertahan
( masalah teratasi sebagian)
P : intervensi dilanjutkan No 1,2, 3,4

5. Gangguan menelan Minggu Jam S : Klien mengatakan sulit menelan


berhubungan dengan 28 Juli 19.50 O:
gangguan saraf kranial 2019 wib  Klien tidak bisa menguyah makanan (2)
 Klien muntah disela-sela makan (2)
 Klien masih batuk (2)
 Klien masih berusaha untuk makan (2)
A : Gangguan menelan berhubungan dengan
gangguan saraf kranial
(masalah teratasi sebagian)

86
P : Intervensi dilanjukan No 1,2,3

Senin , 12.20 S : Klien mengatakan sedikit bisa menelan


29 Juli wib O:
2019  Klien sedikit bisa menguyah makanan halus
(3)
 Klien masih muntah disela-sela makan (3)
 Klien masih batuk (2)
 Klien masih berusaha untuk makan (3)
A : Gangguan menelan berhubungan dengan
gangguan saraf kranial
(masalah teratasi sebagian)
P : Intervensi dilanjukan No 1,2,3

Selasa 12.50 S : Klien mengatakan sudah bisa menelan


, 30 Juli wib O:
2019  Klien bisa menguyah makanan halus (4)

87
 Klien kadang muntah saat makan (3)
 Klien masih batuk (3)
 Klien masih berusaha untuk makan (3)
A : Gangguan menelan berhubungan dengan
gangguan saraf kranial
(masalah teratasi sebagian)
P : Intervensi dilanjukan No 1,2,3

Rabu, 12.30 S : Klien mengatakan sudah bisa menelan


31 juli wib O:
2019  Klien bisa menguyah makanan yang halus (4)
 Klien sudah tidah muntah saat makan (4)
 Klien sudah tidak batuk (4)
 Klien masih berusaha untuk makan (4)
A : Gangguan menelan berhubungan dengan
gangguan saraf kranial
(masalah teratasi sebagian)
P : Intervensi dilanjukan No 1,2,3

88
6. Hambatan mobilitas fisik Minggu Jam S : Pasien mengatakan anggota gerak sebelah kiri
sulit untuk digerakkan
berhubungan dengan , 28 Juli 21.00
gangguan neuromuscular 2019 wib. O:

 Terlihat pergerakan pasien lambat (2)


 Keterbatasan rentang gerak (3)
 Kekuatan otot (3)
3 4
3 4
Terdapat gerakan sendi (3)
Terdapat gerakan otot (3)
A : Hambatan mobilitas fisik
Masalah teratasi sebagian
P : Lanjut itervensi no 1, 2, 3, 4,

Senin, 12.00 S : Pasien mengatakan anggota gerak sebelah kiri


29 Juli wib. masih sulit untuk digerakkan
2019 O:

 Terlihat pergerakan pasien lambat (23)


 Keterbatasan rentang gerak (3)
 Kekuatan otot (3)
3 4

89
3 4
Terdapat gerakan sendi (4)
Terdapat gerakan otot (4)
A : Hambatan mobilitas fisik
Masalah teratasi sebagian
P : Lanjut itervensi no 2, 3, 4

selasa, 12.00
S : Pasien mengatakan anggota gerak sebelah kiri
29 juli wib. masih lemes digerakkan
2019
O:

 Terlihat pergerakan pasien lambat (3)


 Keterbatasan rentang gerak (4)
 Kekuatan otot (3)
3 5
3 4
Terdapat gerakan sendi (4)
Terdapat gerakan otot (4)
A : Hambatan mobilitas fisik
Masalah teratasi sebagian
P : Lanjut itervensi no 1, 2, 3

90
Rabu, 13.00 S : Pasien mengatakan anggota gerak sebelah kiri
masih lemah untuk digerakkan
31 juli wib.
2019 O:

 Terlihat pergerakan pasien baik (4)


 Keterbatasan rentang gerak (4)
 Kekuatan otot (4)
4 5
3 5
Terdapat gerakan sendi (4)
Terdapat gerakan otot (4)
A : Hambatan mobilitas fisik
Masalah teratasi sebagian
P : Lanjut itervensi no 1, 2

91

Anda mungkin juga menyukai