PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keperawatan komunitas adalah pelayanan keperawatan profesional
yang ditujukan pada masyarakat dengan penekanan kelompok resiko tinggi
dalam upaya pencapaian derajat kesehatan yang optimal melalui peningkatan
kesehatan, pencegahan penyakit, pemeliharaan rehabilitasi dengan menjamin
keterjangkuan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan dan melibatkan klien
sebagai mitra dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pelayanan
keperawatan (Fallen & Budi, 2010). Di Indonesia dikenal dengan sebutan
perawatan kesehatan masyarakat (PERKESMAS) yang dimulai sejak
permulaan konsep Puskesmas diperkenalkan sebagai Institusi pelayanan
kesehatan profesionla terdepan yang memberikan pelayanan kesehatan
kepada masyarakat secara komprehensif.
Keperawtan sebagai bentuk komprehensif melakukan penekanan
tujuan untuk menekan stressor atau meningkatkan kemampuan komunitas
mengatasi stressor melalui pencegahan primer, sekunder, dan tersier.
Peningkatan kesehatan berupa pencegahan penyakit ini bisa melalui
pelayanan keperawatan langsung dan perhatian langsung terhadap seluruh
masyarakata dengan mempertimbangkan bagaimana masalaha kesehatan
masyarakat mempengaruhi masalah individu, keluarga dan kelompok.
Penigkatan peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan merupakan suatu
proses dalam upaya meningkatkan kesehatan.
Asuhan keperawatan konnitas dilakukan dengan pendekatan proses
keperawtan. Penerapan proses perawtan bervariasi pada setiap situasi, tetapi
prosesnya memiliki kesamaan. Dalam melaksanakan keperawatan kesehatan
masyarakat, seorang perawat kesehatan komunitas harus mampu memberi
perhatian terhadap elemen- elemen tersebut yang akan tampak pada
rangkaian kegiatan proses keperawatan yang berjalan berkesinambungan
secara dinamis dalam suatu siklus melalui tahap pengkajia, analisa data,
diagnose keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi (Fallen &
Budi, 2010).
Masyarakat atau komunitas sebagai bagian dari subjek dan objek
pelayanan kesehatan dan dalam seluruh proses perubahan hendaknya perlu
dilibatkan secara aktif dalam usaha peningkatan statsu kesehatannya dan
mengikuti seluruh kegiatan keperawatan komunitas. Hal ini dimulai dari
pengenalan masalah keperawatan sampai penanggulangan masalah dengan
melibatkan indivisu, keluarga, dan kelompok dalam masyarakat. Pelaksanaan
asuhan keperawatan komunitas yang dilakukan menggunakan empat
pendekatan yaitu pendekatan individu, pendekatan keluarga, kelompok dan
masyarakat.
Untuk insidensi infeksi merupakan pola yang selalu berubah.
Walaupun beberapa penyakit telah dapat dikendalikan dengan sanitasi yang
lebh baik, hiegene personal, vaksin, dan obat – obatan. namun beberapa
penyakit baru mulai muncul dan penyakit – peyait lain baru diketahui
memiliki dasar infeksi. di negara berkembang yang miskin sumber daya,
penyakit infeksi terus menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang
signifikan.
Isu mengenai munculnya penyakit infeksi atau Emerging Infectious
Diseases menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya Pandemi Flu. Perkiraan
akan terjadi pandemi flu, baik akibat virus strain burung maupun virus
influensa lainnya, telah membuat sibuk para ahli virologi, epidemiologi,
pembuat kebijakan, maupun pihak pers dan masyarakat. Keadaan seperti ini
dapat menimbulkan “histeria” yang tak beralasan di kalangan masyarakat
maupun komunitas tertentu. Komunitas di bidang kesehatan yang bekerja di
fasilitas kesehatan termasuk kelompok berisiko tinggi untuk terpajan oleh
penyakit infeksi yang berbahaya dan mengancam jiwa.
Penyakit menular masih menjadi masalah yang serius baik di
Indonesia maupun di dunia. Berdasarkan data Kemenkes RI (2015) prioritas
penanganan penyakit menular masih tertuju pada penyakit HIV/AIDS,
tuberculosis, malaria, demam berdarah, influenza dan flu burung. Disamping
itu Indonesia juga belum sepenuhnya berhasil mengendalikan penyakit
neglected diseases seperti kusta, filariasis, leptospirosis, dan lain-lain.
Dalam laporan WHO tahun 2013 diperkirakan terdapat 8.6 juta kasus
TB pada tahun 2012 dimana 1,1 juta orang (13%) di antaranya adalah pasien
dengan HIV positif. Sekitar 75% dari pasien tersebut berada di wilayah
Afrika, Pada tahun 2012 diperkirakan terdapat 450.000 orang yang menderita
TB MDR dan 170.000 diantaranya meninggal dunia (Kemenkes RI, 2016).
Di Indonesia, prevalensi TB paru smear positif per 100.000 penduduk
usia > 15 tahun sebesar 257 pada tahun 2013. Angka notifikasi kasus
menggambarkan cakupan penemuan kasus TB. Secara umum angka kasus
BTA positif baru dan semua kasus dari tahun ke tahun di Indonesia
mengalami peningkatan (Kemenkes RI, 2016).
Sedangkan kecenderungan prevalensi kasus HIV pada penduduk usia
15-49 meningkat. Pada awal tahun 2009, prevalensi kasus HIV pada
penduduk usia 15 – 49 tahun hanya 0,16% dan meningkat menjadi 0,30%
pada tahun 2011, meningkat lagi menjadi 0,32% pada 2012, dan terus
meningkat manjadi 0,43% pada 2013. Angka CFR AIDS juga menurun dari
13,65% pada tahun 2004 menjadi 0,85 % pada tahun 2013 (Kemenkes RI,
2015)
B. Rumusan Masalah
1. Apa konsep keperawatan komunitas?
2. Apa konsep penyakit infeksi?
3. Bagaimana asuhan keperawatan untuk agregat dalam komunitas populasi
penyakit infeksi ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang konsep keperawatan komunitas
2. Untuk mengatahui tentang konsep penyakit infeksi
3. Untuk mengetahui bagaiaman asuhan keperawatan untuk agregat dalam
komunitas populasi penyakit infeksi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
b. HIV-AIDS
AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan
oleh penurunan kekebalan tubuh akibat terserang virus Human
Immunodeficiency Virus (HIV).
Penyebab
Human Immunodeficiency Virus, sejenis retrovirus yang terdiri
atas 2 tipe: tipe 1 (HIV-1) dan tipe 2 (HIV-2).
Cara penularan
HIV menular dari orang ke orang melalui kontak seksual yang
tidak dilindungi, baik homo maupun heteroseksual, pemakaian
jarum suntik yang terkontaminasi, kontak kulit yang lecet dengan
bahan infeksius, transfusi darah atau komponennya yang
terinfeksi, transplantasi organ dan jaringan. Sekitar 15-35 % bayi
yang lahir dari ibu yang HIV(+) terinfeksi melalui placenta dan
hampir 50% bayi yang disusui oleh ibu yang HIV(+) dapat
tertular. Penularan juga dapat terjadi pada petugas kesehatan yang
tertusuk jarum suntik yang mengandung darah yang terinfeksi.
Masa Inkubasi
Bervariasi tergantung usia dan pengobatan antivirus. Waktu
antara terinfeksi dan terdeteksinya antibodi sekitar 1-3 bulan
namun untuk terjadinya AIDS sekitar < 1 tahun hingga > 15
tahun. Tanpa pengobatan efektif, 50% orang dewasa yang
terinfeksi akan menjadi AIDS dalam waktu 10 tahun.
Gejala Klinis
Biasanya tidak ada gejala klinis yang khusus pada orang yang
terinfeksi HIV dalam waktu 5 sampai 10 tahun. Setelah terjadi
penurunan sel CD4 secara bermakna baru AIDS mulai
berkembang dan menunjukkan gejala-gejala seperti:
• Penurunan berat badan secara drastis
• Diare yang berkelanjutan
• Pembesaran kelenjar leher dan atau ketiak
• Batuk terus menerus
Gejala klinis lainnya tergantung pada stadium klinis dan jenis
infeksi oportunistik yang terjadi.
Pengobatan
Pemberian antivirus (Highly Active Anti Retroviral Therapy,
HAART) dengan 3 obat atau lebih dapat meningkatkan prognosis
dan harapan hidup pasien HIV. Angka kematian di negara maju
menurun 80% sejak digunakannya kombinasi obat antivirus.
Masa penularan
Tidak diketahui pasti, diperkirakan mulai sejak segera setelah
terinfeksi dan berlangsung seumur hidup.
Kerentanan dan kekebalan
Diduga semua orang rentan. Pada penderita PMS dan pria yang
tidak dikhitan kerentanan akan meningkat.
Cara pencegahan
Menghindari perilaku risiko tinggi seperti seks bebas tanpa
perlindungan, menghindari penggunaan alat suntik bergantian,
melakukan praktek transfusi dan donor organ yang aman serta
praktek medis dan prosedur laboratorium yang memenuhi
standar.
Profilaksis Paska Pajanan
Kemungkinan seorang individu tertular setelah terjadi
pajanan tergantung sifat pajanan dan kemungkinan sumber
pajanan telah terinfeksi. Luka tusukan jarum berasal dari
pasien terinfeksi membawa risiko rata-rata penularan 3/1000;
risiko meningkat bila luka cukup dalam, tampak darah dalam
jarum dan bila jarum suntik ditempatkan di arteri atau vena.
Pajanan mukokutan menimbulkan risiko 1/10.000. Cairan
tubuh lain yang berisiko terjadi penularan adalah ludah,
cairan serebrospinal, cairan pleura, cairan pericardial, cairan
synovial dan cairan genital Feses dan muntahan tidak
menimbulkan risiko penularan.
Penggunaan obat ARV untuk mengurangi risiko penularan
HIV terhadap petugas kesehatan setelah pajanan di tempat
kerja telah banyak dipraktekkan secara luas. Studi kasus-
kelola menyatakan bahwa pemberian ARV segera setelah
pajanan perkutan menurunkan risiko infeksi HIV sebesar
80% (Cardo dkk. N Engl J Med 1997). Efektifitas optimal
PPP apabila diberikan dalam 1 jam setelah pajanan. Sampel
darah perlu segera diambil dan disimpan untuk pemeriksaan
dikemudian hari. Obat propilaksis sebaiknya diberikan
selama 28 hari, diikuti pemeriksaan antibody pada bulan ke 3
dan ke 6. Petugas yang terpajan perlu dimonitor dan tindak
lanjut oleh dokter yang berpengalaman dalam perawatan HIV
dan perlu mendapat dukungan psikologis.
c. Antraks
Antraks adalah penyakit bakteri akut yang biasanya mengenai
kulit, saluran pernapasan atau saluran pencernaan.
Epidemiologi
Penyakit antraks pada manusia terdapat diseluruh dunia.
Umumnya di daerah pertanian dan industri. Mereka yang berisiko
terkena antraks adalah: orang yang kontak dengan binatang yang
sakit, digigit serangga tercemar antraks (sejenis lalat Afrika),
orang yang mengkonsumsi daging binatang terinfeksi dan mereka
yang terkontaminasi kulit, bulu, tulang binatang yang
mengandung spora antraks.
Penyebab
Bacillus anthracis, bakteri gram positif berbentuk batang,
berspora.
Cara penularan
Infeksi kulit terjadi melalui kontak dengan jaringan, bulu
binatang yang sakit dan mati atau tanah yang terkontaminasi
(antraks kulit). Infeksi juga dapat melalui inhalasi spora (antraks
paru) atau memakan daging tercemar yang tidak dimasak dengan
baik (antraks saluran pencernaan). Jarang terjadi penularan dari
orang ke orang.
Masa inkubasi
Antara 1 – 7 hari, bisa sampai 60 hari.
Gejala Klinis
Gejala klinis antraks sangat tergantung patogenesis dan organ
yang terkena (kulit, paru, saluran pencernaan, meningitis). Di
Indonesia terbanyak ditemukan antraks kulit.
Gejala antraks kulit: 3-5 hari setelah endospora masuk ke
dalam kulit timbul makula kecil warna merah yang
berkembang menjadi papel gatal dan tidak nyeri. Dalam 1-2
hari terjadi vesikel, ulkus dan ulcerasi yang dapat sembuh
spontan dalam 2-3 minggu. Dengan antibiotika mortalitas
antraks kulit kurang dari 1%.
Gejala antraks saluran pencernaan bentuk intestinal berupa
mual, demam, nafsu makan menurun, abdomen akut,
hematemesis, melena. Bila tidak segera diobati dapat
mengakibatkan kematian.
Bentuk orofaring menimbulkan gejala demam, sukar
menelan, limfadenopati regional.
Gejala antraks paru ada 2 tahap. Tahap pertama yang ringan
berlangsung 3 hari pertama berupa flu, nyeri tenggorok,
demam ringan, batuk non produktif, nyeri otot, mual muntah,
tidak terdapat coryza. Tahap kedua ditandai gagal napas,
stridor dan penurunan kesadaran dan sepsis sampai syok.
Sering berakhir dengan kematian. Meningitis antraks terjadi
pada 50% kasus antraks paru.
Masa penularan
Tanah dan bahan lain yang tercemar spora dapat infeksius sampai
puluhan tahun.
Kerentanan dan kekebalan
Kekebalan setelah terinfeksi tidak jelas. Infeksi kedua mungkin
terjadi tetapi tidak manifest.
Cara pencegahan
Pencegahan antraks pada manusia berupa upaya umum
seperti kebersihan tangan, memasak daging dengan
semestinya dan tindakan khusus berupa vaksinasi dan
pemberian antibiotika.
Vaksinasi hanya diberikan kepada kelompok risiko tinggi.
Lamanya efektifitas vaksin belum diketahui pasti.
Profilaksis paska pajanan dilakukan dengan pemberian
antibiotika selama 60 hari tanpa vaksin atau selama 30 hari
ditambah 3 dosis vaksin, dapat dimulai sampai 24 jam paska
pajanan.
Pemberian antibiotika jangka panjang diperlukan untuk
mengatasi spora yang dapat menetap lama di jaringan paru
dan kelenjar getah bening. Antibiotika yang dipakai adalah
siprofloksasin 500 mg dua kali sehari atau doksisiklin 100
mg dua kali sehari.
d. Tuberkulosis
Penyebab
Tuberkulosis (TB) disebabkan oleh kuman atau basil tahan asam
(BTA) yakni Mycobacterium tuberkulosis. Kuman ini cepat mati
bila terkena sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup
beberapa hari di tempat yang lembab dan gelap. Beberapa jenis
Mycobacterium lain juga dapat menyebabkan penyakit pada
manusia (Matipik). Hampir semua organ tubuh dapat diserang
bakteri ini seperti kulit, kelenjar, otak, ginjal, tulang dan paling
sering paru.
Epidemiologi
Penyakit tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat baik di Indonesia maupun di dunia. Indonesia
menduduki peringkat ke 3 dunia dalam hal jumlah pasien TB
setelah India dan Cina. Sekitar 9 juta kasus baru terjadi setiap
tahun di seluruh dunia. Diperkirakan sepertiga penduduk dunia
terinfeksi TB secara laten. Sekitar 95% pasien TB berada di
negara sedang berkembang, dengan angka kematian mencapai 3
juta orang per tahun. Di Indonesia diperkirakan terdapat 583.000
kasus baru dengan 140.000 kematian tiap tahun. Umumnya
(sekitar 75-85%) pasien TB berasal dari kelompok usia produktif.
Orang yang tertular kuman TB belum tentu jatuh sakit terutama
bila daya tahan tubuhnya kuat. Beberapa keadaan seperti penyakit
HIV/AIDS, Diabetes, gizi kurang dan kebiasaan merokok
merupakan faktor risiko bagi seseorang untuk menderita sakit TB.
Cara penularan
Penyakit TB paru termasuk relatif mudah menular dari orang ke
orang melalui droplet nuklei. Bila seseorang batuk, dalam sekali
batuk terdapat 3000 percikan dahak (droplets) yang mengandung
kuman yang dapat menulari orang lain disekitarnya.
Masa inkubasi
Sejak masuknya kuman hingga timbul gejala adanya lesi primer
atau reaksi tes tuberkulosis positif memerlukan waktu antara 2-10
minggu. Risiko menjadi TB paru (breakdown) dan TB
ekstrapulmoner progresif setelah infeksi primer umumnya terjadi
pada tahun pertama dan kedua. Infeksi laten bisa berlangsung
seumur hidup. Pada pasien dengan imun defisiensi seperti HIV,
masa inkubasi bisa lebih pendek.
Masa penularan
Pasien TB paru berpotensi menular selama penyakitnya masih
aktif dan dahaknya mengandung BTA. Pada umumnya
kemampuan untuk menularkan jauh berkurang apabila pasien
telah menjalani pengobatan adekuat selama minimal 2 minggu.
Sebaliknya pasien yang tidak diobati atau diobati secara tidak
adekuat dan pasien dengan “persistent AFB positive” dapat
menjadi sumber penularan sampai waktu lama. Tingkat penularan
tergantung pada jumlah basil yang dikeluarkan, virulensi kuman,
terjadinya aerosolisasi waktu batuk atau bersin dan tindakan
medis berisiko tinggi seperti intubasi, bronkoskopi.
Gejala klinis
Gejala klinis penyakit TB paru yang utama adalah batuk terus
menerus disertai dahak selama 3 minggu atau lebih, batuk
berdarah, sesak napas, nyeri dada, badan lemah, sering demam,
nafsu makan menurun dan penurunan berat badan.
Pengobatan
Pengobatan spesifik dengan kombinasi obat anti tuberkulosis
(OAT), dengan metode DOTS (Directly Observed Treatment
Shortcourse), pengobatan dengan regimen jangka pendek
dibawah pengawasan langsung Pengawas Minum Obat
(PMO).
Untuk pasien baru TB BTA (+), WHO menganjurkan
pemberian 4 macam obat setiap hari selama 2 bulan terdiri
dari Rifampisin, INH, PZA dan Etambutol diikuti INH dan
rifampisin 3 kali seminggu selama 4 bulan.
Cara pencegahan
Penemuan dan pengobatan pasien merupakan salah satu cara
pencegahan dengan menghilangkan sumber penularan.
Imunisasi BCG sedini mungkin terhadap mereka yang belum
terinfeksi memberikan daya perlindungan yang bervariasi
tergantung karakteristik penduduk, kualitas vaksin dan strain
yang dipakai. Penelitian menunjukkan imunisasi BCG ini
secara konsisten memberikan perlindungan terhadap
terjadinya meningitis TB dan TB milier pada anak balita.
Perbaikan lingkungan, status gizi dan kondisi sosial ekonomi
juga merupakan bagian dari usaha pencegahan.
Di negara maju dengan prevalensi TB rendah, setiap pasien
TB paru BTA positif ditempatkan dalam ruang khusus
bertekanan negatif. Setiap orang yang kontak diharuskan
memakai pelindung pernapasan yang dapat menyaring
partikel yang berukuran submikron.
b. Pengorganisasian Data
Dalam pengkajian komunitas ada beberapa data yang perlu
dikumpulkan, yaitu data inti komunitas, subsistem komunitas, dan
persepsi. (Kemenkes RI, 2016)
1) Data inti komunitas
Data komunitas ini merupakan data yang dikumpulkan dalam inti
komunitas yang meliputi:
a) sejarah atau riwayat (riwayat daerah dan perubahan daerah);
b) demografi (usia, karakteristik jenis kelamin, distribusi ras dan
distribusi etnis);
c) tipe keluarga (keluarga/bukan keluarga, kelompok);
d) status perkawinan (kawin, janda/duda, single);
e) statistik vital (kelahiran, kematian kelompok usia, dan penyebab
kematian);
f) nilai-nilai dan keyakinan;
g) agama.
2) Data subsistem komunitas
Data subsistem komunitas yang perlu dikumpulkan dalam pengkajian
komunitas sebagai berikut.
a) Lingkungan fisik
Sama seperti pemeriksaan fisik klien individu, di komunitas juga
dilakukan pemeriksaan fisik lingkungan komunitas. Panca indera
yang digunakan dalam pengkajian fisik adalah inspeksi,
auskultasi, tanda-tanda vital, review sistem, dan pemeriksaan
laboratorium.
Inspeksi
Pemeriksaan dengan menggunakan semua organ-organ indera
dan dilakukan secara survei yakni berjalan di masyarakat atau
mikro-pengkajian terhadap perumahan, ruang terbuka, batas-
batas, layanan transportasi pusat, pasar, tempat bertemu orang-
orang di jalan, tanda-tanda pembusukan, etnis, agama,
kesehatan dan morbiditas, serta media politik.
Auskultasi
Mendengarkan warga masyarakat tentang lingkungan fisik.
Tanda-tanda vital dengan mengamati iklim, medan, serta batas
alam, seperti sungai dan bukit - bukit. Sumber daya
masyarakat dengan mencari tanda-tanda kehidupan, seperti
pengumuman, poster, perumahan dan bangunan baru. Sistem
review, arsitektur, bahan bangunan yang digunakan, air, pipa,
sanitasi, jendela, dan sebagainya. Juga fasilitas bisnis dan
rumah ibadah (masjid, gereja dan vihara, dan sebagainya).
Pemeriksaan laboratorium
Data sensus atau studi perencanaan untuk proses mapping
masyarakat, yang berarti untuk mengumpulkan dan
mengevaluasi data atau informasi tentang status kesehatan
komunitas yang dibutuhkan sebagai dasar dalam perencanaan
b) Pelayanan kesehatan dan sosial
Pelayanan kesehatan dan sosial perlu dikaji di komunitas, yaitu
Puskesmas, klinik, rumah sakit, pengobatan tradisional, agen
pelayanan kesehatan di rumah, pusat emergensi, rumah
perawatan, fasilitas pelayanan sosial, pelayanan kesehatan mental,
apakah ada yang mengalami sakit akut atau kronis.
c) Ekonomi
Data yang perlu dikumpulkan terkait dengan ekonomi adalah,
karakteristik keuangan keluarga dan individu, status pekerja,
kategori pekerjaan dan jumlah penduduk yang tidak bekerja,
lokasi industri, pasar, dan pusat bisnis.
d) Transportasi dan keamanan
Data yang perlu dikumpulkan terkait dengan transportasi dan
keamanan adalah: alat transportasi penduduk datang dan ke luar
wilayah, transportasi umum (bus, taksi, angkot, dan sebagainya
serta transportasi privat (sumber transportasi atau transpor untuk
penyandang cacat). Layanan perlindungan kebakaran, polisi,
sanitasi, dan kualitas udara.
e) Politik dan pemerintahan
Data yang perlu dikumpulkan meliputi data pemerintahan (RT,
RW, desa/kelurahan, kecamatan, dan sebagainya), kelompok
pelayanan masyarakat (posyandu, PKK, karang taruna, posbindu,
poskesdes, panti, dan sebagainya) serta data politik, yaitu kegiatan
politik yang ada di wilayah tersebut serta peran peserta partai
politik dalam pelayanan kesehatan.
f) Komunikasi
Data yang dikumpulkan terkait dengan komunikasi dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu komunikasi formal yang
meliputi surat kabar, radio dan televisi, telepon, internet, dan
hotline, serta komunikasi informal yang meliputi papan
pengumuman, poster, brosur, halo-halo, dan sebagainya.
g) Pendidikan
Data yang terkait dengan pendidikan meliputi, sekolah yang ada
di komunitas, tipe pendidikan, perpustakaan, pendidikan khusus,
pelayanan kesehatan di sekolah, program makan siang di sekolah,
dan akses pendidikan yang lebih tinggi.
h) Rekreasi.
Data yang perlu dikumpulkan terkait dengan rekreasi yang
meliputi, taman, area bermain, perpustakaan, rekreasi umum dan
privat, serta fasilitas khusus.
3) Data persepsi
a) Tempat tinggal
Yang meliputi bagaimana perasaan masyarakat tentang
komunitasnya, apa yang menjadi kekuatan mereka, permasalahan,
tanyakan pada masyarakat dalam kelompok yang berbeda
(misalnya, lansia, remaja, pekerja, profesional, ibu rumah tangga,
dan sebagainya).
b) Persepsi umum yang meliputi pernyataan umum tentang
kesehatan dari komunitas, apa yang menjadi kekuatan, apa
masalahnya atau potensial masalah yang dapat diidentifikasi.
c. Validasi Data
Informasi yang dikumpulkan selama tahap pengkajian harus
lengkap, faktual dan akurat, sebab diagnosa keperawatan dan intervensi
keperawatan didasarkan informasi ini. Validasi merupakan verifikasi data
untuk mengkonfirmasi bahwa data tersebut akurat dan faktual. Validasi
data sangat membantu perawat dalam melaksanakan tugas, meyakinkan
bahwa informasi pengkajian sudah lengkap, serta data subjektif dan
objektif dapat diterima.
d. Analisis komunitas
Dalam melakukan analisis komunitas ada beberapa tahap yang perlu
dilakukan, yaitu kategorisasi, ringkasan, perbandingan, dan kesimpulan.
1) Kategorisasi
Data dapat dikategorikan dalam berbagai cara. Pengkategorian data
pengkajian komunitas secara tradisional adalah sebagai berikut.
a) Karakteristik demografi (ukuran keluarga, usia, jenis kelamin,
etnis, dan kelompok ras).
b) Karakteristik geografik (batas wilayah, jumlah dan besarnya
kepala keluarga, ruang publik, serta jalan).
c) Karakteristik sosialekonomi (pekerjaan dan kategori pekerjaan,
tingkat pendidikan, dan sewa atau pola kepemilikan rumah).
d) Sumber dan pelayanan kesehatan (Rumah Sakit, Puskesmas,
Klinik, Pusat Kesehatan Mental, dan sebagainya).
2) Ringkasan
Setelah melakukan kategorisasi data, maka tugas berikutnya adalah
meringkas data dalam setiap kategori. Pernyataan ringkasan disajikan
dalam bentuk ukuran, seperti jumlah, bagan, dan grafik.
3) Perbandingan
Tugas berikut adalah analisis data yang meliputi identifikasi
kesenjangan data, dan ketidaksesuaian. Data pembanding sangat
diperlukan untuk menetapkan pola atau kecenderungan yang ada atau
jika tidak benar dan perlu revalidasi yang membutuhkan data asli.
Perbedaan data dapat saja terjadi, karena kesalahan pencatatan data.
Membandingkan data hasil pengkajian komunitas dengan data lain
yang sama yang merupakan standar yang telah ditetapkan untuk suatu
wilayah kabupaten/kota, atau provinsi atau nasional. Misalnya, terkait
dengan angka kematian bayi/IMR di suatu wilayah dibandingkan
IMR standar pada tingkat kabupaten/kota.
4) Membuat kesimpulan
Setelah data yang dikumpulkan dibuat kategori, ringkasan, dan
dibandingkan, maka tahap akhir adalah membuat kesimpulan secara
logika dari peristiwa, yang kemudian dibuatkan pernyataan diagnosa
keperawatan komunitas.
e. Pendokumentasian Data
Untuk melengkapi tahap pengkajian, perawat perlu mencatat data klien.
Dokumentasi secara akurat sangat penting dan dapat meliputi semua data
yang dikumpulkan tentang status kesehatan klien (komunitas). Data yang
dikumpulkan merupakan kondisi yang benar- benar yang faktual bukan
interpretasi dari perawat.
2. Analisis Komunitas
Dalam melakukan analisis komunitas ada beberapa tahap yang perlu
dilakukan, yaitu kategorisasi, ringkasan, perbandingan, dan kesimpulan.
a. Kategorisasi
Data dapat dikategorikan dalam berbagai cara. Pengkategorian tradisional
data pengkajian komunitas adalah sebagai berikut.
1) Karakteristik demografi (ukuran keluarga, usia, jenis kelamin, etnis
dan kelompok ras).
2) Karakteristik geografik (batas wilayah, jumlah dan besarnya kepala
keluarga (KK), ruang publik, dan jalan).
3) Karakteristik sosialekonomi (pekerjaan dan kategori pekerjaan,
tingkat pendidikan, dan sewa atau pola kepemilikan rumah).
4) Sumber dan pelayanan kesehatan (Rumah Sakit, Puskesmas, Klinik,
Pusat Kesehatan Mental, dan sebagainya).
b. Ringkasan
Setelah melakukan kategorisasi data, maka tugas berikutnya adalah
meringkas data dalam setiap kategori. Pernyataan ringkasan disajikan
dalam bentuk ukuran, seperti jumlah, bagan, dan grafik.
c. Perbandingan
Tugas berikut adalah analisis data yang meliputi identifikasi kesenjangan
data dan ketidaksesuaian. Data pembanding sangat diperlukan untuk
menetapkan pola atau kecenderungan yang ada atau jika tidak benar dan
perlu revalidasi yang membutuhkan data asli. Perbedaan data dapat saja
terjadi karena kesalahan pencatatan data.
d. Membuat kesimpulan
Setelah data yang dikumpulkan dibuat kategori, ringkasan dan
dibandingkan, maka tahap akhir adalah membuat kesimpulan secara
logika dari peristiwa, yang kemudian dibuatkan pernyataan diagnosis
keperawatan komunitas.
7. Supervisi
Supervisi adalah suatu proses kemudahan untuk penyelesaian tugas-tugas
keperawatan (Swansburg & Swansburg, 1999). Supervisi adalah
merencanakan,mengarahkan, membimbing, mengajar, mengobservasi,
mendorong, memperbaiki, mempercayai, mengevaluasi secara terus menerus
pada setiap perawat dengan sabar, adil serta bijaksana (Kron, 1987).
Berdasarkan definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa supervisi merupakan
suatu cara yang efektif untuk mencapai tujuan organisasi
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TBC PARU
DALAM KOMUNITAS
a. Data inti :
1) Usia yang berisiko
2) Pendidikan
3) Jenis kelamin
4) Pekerjaan
5) Agama
6) Keyakinan
7) Nilai – nilai
b. Riwayat komunitas, yang dapat merupakan stressor timbulnya
gangguan yang perlu dikaji pada kelompok atau komunitas adalah :
1) Core atau inti: data demografi kelompok atau komunitas yang
terdiri: umur, pendidikan, jenis kelamin, pekerjaan, agama,
nilai-nilai, keyakinan serta riwayat timbulnya kelompok
atau komunitas.
2) Delapan subsistem yang mempengaruhi komunitas (Betty Neuman)
:
Perumahan: Rumah yang dihuni oleh penduduk, penerangan,
sirkulasi dan kepadatan. Pendidikan: Apakah ada sarana pendidikan
yang dapat digunakan untuk meningkatkan pengetahuan
Keamanan dan keselamatan di lingkungan tempat tinggal: Apakah
tidak menimbulkan stress.
Politik dan kebijakan pemerintah terkait dengan kesehatan:
Apakah cukup menunjang sehingga memudahkan komunitas
mendapat pelayanan di berbagai bidang termasuk kesehatan.
Pelayanan kesehatan yang tersedia untuk melakukan deteksi dini
gangguan atau merawat atau memantau apabila gangguan sudah
terjadi.
System komunikasi: Sarana komunikasi apa saja yang dapat
dimanfaatkan di komunitas tersebut untuk meningkatkan pengetahuan
terkait dengan gangguan nutrisi misalnya televisi, radio, Koran atau
leaflet yang diberikan kepada komunitas
Ekonomi: Tingkat sosial ekonomi komunitas secara keseluruhan
apakah sesuai dengan UMR (Upah Minimum Regional), dibawah
UMR atau diatas UMR sehingga upaya pelayanan kesehatan
yang diberikan dapat terjangkau, misalnya anjuran untuk
konsumsi jenis makanan sesuai status ekonomi tersebut.
Rekreasi: Apakah tersedia sarananya, kapan saja dibuka, dan
apakah biayanya terjangkau oleh komunitas. Rekreasi ini
hendaknya dapat digunakan komunitas untuk mengurangi stress.
3) Kebutuhan dalam kehidupan sehari hari
a) Kebutuhan nutrisi
b) Kebutuhan eliminasi
c) Kebutuhan istirahat dan tidur d. Personal hygiene
d) Rekreasi
4) Lingkungan
a) Karakteristik rumah
b) Karakteristik tetangga dan komunikasi RW
c) Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat
d) Sistem pendukung keluarga
e) Fungsi ekonomi
5) Stress dan koping keluarga
a) Stressor jangka pendek
b) Stressor jangka panjang
c) Kemampuan keluarga berespon terhadap situasi
d) Strategi dan koping yang digunakan
6) Derajat kesehatan
a) Kejadian sakit
b) Perilaku keluarga dalam penanggulangan penyakit.
2. Analisa data
Analisa data ini dapat berupa data subjektif maupun objektif. Analisis
dibutukan untuk menemukan kebutuhan kesehatan komunitas dan kekuatan
komunitas serta untuk mengidentifikasi pola respon kesehatan dan
kecenderungan dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan. Analisis dilakukan
pada data inti maupun subsistem. Dan kemudian penentuan diagnosis
keperawatan komunitas. Adapun fase-fase yang dapat digunakan dalam
proses analisis:
a. Kategorisasi
Yaitu mengkategorikan data yang dapat dikategorikan dalam berbagai
cara:
1) Karakteristik demografi (ukuran keluarga, usia, jenis kelamin, dan
kelompok etnikdan ras)
2) Karakteristik geografik (batas wilayah, jumlah dan ukuran lahan
tempat tinggal, ruang public dan jalan)
3) Karakteristik ekonomi-sosial (jenis penghasilan, jumlah penghasilan,
tingkat Pendidikan, pola penyewaan dan kepemilikan rumah)
4) Struktur pelayanan kesehatan (rumah sakit, klinika, pusat pelayanan
kesehatan mental dll)
b. Ringkasan
Proses selanjutnya yaitu membuat ringkasan data dalam kategori berupa
rates, diagram, dan grafik.
c. Perbandingan
Tugas selanjutnya yaitu mengidentifikasi kesenjangan, kejanggalan, dan
kehilangan data.
d. Penarikan kesimpulan
Kemudian langkah terakhir yaitu menarik kesimpulan yang logis dari
bukti yang ada untuk merumuskan diagnose. (Widyanto, 2014)
3. Perumusan Masalah
4. Prioritas Masalah
Dalam menentukan prioritas diagnosa keperawatan dapat dilakukan
penentuan dengan memperhatikan kriteria penapisan yaitu:
a. Sesuai dengan peran perawat komunitas
b. Jumlah yang berisiko
c. Besarnya risiko
d. Kemungkina untuk Pendidikan kesehatan
e. Minat masyarakat
f. Kemungkinan untuk diatasi
g. Sesuia program pemerintah
h. Sumber daya tempat
i. Sumber daya waktu
j. Sumber daya dana
k. Sumber daya peralatan
l. Sumber daya manusia
5. Diagnosa Keperawatan
Domain 1. Promosi Kesehatan,
Kelas 2 : Manajemen Kesehatan
Kode (00215) Defisiensi Kesehatan Komunitas
Definisi : Adanya satu atau lebih masalah kesehatan atau faktor yang
mengganggu kesejahteraan atau meningkatkan risiko masalah kesehatan yang
dialami oleh suatu kelompok.
Faktor yang berhubungan :
- Ketidak cukupan sumber daya ( pengetahuan )
- Ketidakcukupan data hasil program
- Program tidak seluruhnya mengatasi masalah kesehatan
Batasan karakteristik :
- Masalah kesehatan yang dialami oleh suatu kelompok atau populasi
- Resiko hospitalisasi yang dialami oleh kelompok atau populasi
- Resiko status fisiologis yang dialami kelompok atau populasi
- Resiko satus psikologis yang dialami oleh kelompok atau populasi
Intervensi:
Domain 7. Komunitas
Kelas C: Peningkatan Kesehatan Komunitas
Intervensi:
Kode (5510) Pendidikan Kesehatan
Definisi : Mengembangkan dan menyediakan instruksi dan pengalaman belajar
untuk memfasilitasi perilaku adaptasi yang disengaja yang kondusif bagi
kesehatan pada individu, keluarga, kelompok, atau komunitas.
Aktivitas :
1. Targetkan sasaran pada kelompok beresiko tinggi dan rentang usaia yang
akan mendapat manfaat besar dari pendidikan kesehatan
2. Identifikasi faktor internal atau eskternal yang dapat meningkatkan atau
mengurangi motivasi untuk berperilaku sehat.
3. Tentukan pengetahuan kesehatan dan gaya hidup perilaku saat ini pada
individu, keluarga, atau keompok sasaran
4. Bantu individu, keluarga dan masyarakat untuk memperjelas keyakinan
dan nilai – nilai kesehatan.
5. Identifikasi karakteristik populasi target yang mempengaruhi pemilihan
strategi belajar
6. Rumuskan tujuan dalam program pendidikan kesehatan
7. Identifikasi sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan program
8. Pertimbangkan kemudahan akses, hal –hal yang disukai konsumen, dan
biaya dalam perencanaan program
9. Tekankan manfaat kesehatan positif yang langsung manfaat jangka pendek
yang bisa diterima oleh perilaku gaya hidup positif dari pada manfaat
jangka panjang atau efek ketidak patuhan
10. Kembangkan materi pendidikan tertulis yang tersedia dan sesuai dengan
audiens yang menjadi sasaran
11. Gunakan pemimpin kelompok, guru, dan kelompok pendukung dan
mengimplementasikan program bagi kelompok kecil kemungkinannya
untuk mau mendengarkan profesional kesehatan atau orang dewasa
12. Berikan ceramah untuk menyampaikan informasi dalam jumlah besar saat
waktu yang tepat
13. Berikan diskusi kelompok untuk mempengaruhi keyakinan terhadap
kesehatan, sikap dan nilai-nilai
14. Libatkan individu, keluarga dan kelompok dalam perencanaan dan rencana
implementasi gaya hidup atau modifikasi perilaku kesehatan
15. Manfaatkan sistem dukungan sosial dan keluarga untuk meningkatkan
efektifitas gaya hidup atau modifikasi perilaku kesehatan
16. Tekankan pentingnya pola makan sehat, tidur, olahraga, dan lain-lain bagi
individu, keluarga, dan kelopok yang meneladani nilai dan perilaku dari
orang lain, terutama pada anak-anak
17. Rencanakan tindak lanjut jangka panjang untuk memperkuat perilaku
kesehatan atau adaptasi terhadap gaya hidup
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA