Anda di halaman 1dari 47

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keperawatan komunitas adalah pelayanan keperawatan profesional
yang ditujukan pada masyarakat dengan penekanan kelompok resiko tinggi
dalam upaya pencapaian derajat kesehatan yang optimal melalui peningkatan
kesehatan, pencegahan penyakit, pemeliharaan rehabilitasi dengan menjamin
keterjangkuan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan dan melibatkan klien
sebagai mitra dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pelayanan
keperawatan (Fallen & Budi, 2010). Di Indonesia dikenal dengan sebutan
perawatan kesehatan masyarakat (PERKESMAS) yang dimulai sejak
permulaan konsep Puskesmas diperkenalkan sebagai Institusi pelayanan
kesehatan profesionla terdepan yang memberikan pelayanan kesehatan
kepada masyarakat secara komprehensif.
Keperawtan sebagai bentuk komprehensif melakukan penekanan
tujuan untuk menekan stressor atau meningkatkan kemampuan komunitas
mengatasi stressor melalui pencegahan primer, sekunder, dan tersier.
Peningkatan kesehatan berupa pencegahan penyakit ini bisa melalui
pelayanan keperawatan langsung dan perhatian langsung terhadap seluruh
masyarakata dengan mempertimbangkan bagaimana masalaha kesehatan
masyarakat mempengaruhi masalah individu, keluarga dan kelompok.
Penigkatan peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan merupakan suatu
proses dalam upaya meningkatkan kesehatan.
Asuhan keperawatan konnitas dilakukan dengan pendekatan proses
keperawtan. Penerapan proses perawtan bervariasi pada setiap situasi, tetapi
prosesnya memiliki kesamaan. Dalam melaksanakan keperawatan kesehatan
masyarakat, seorang perawat kesehatan komunitas harus mampu memberi
perhatian terhadap elemen- elemen tersebut yang akan tampak pada
rangkaian kegiatan proses keperawatan yang berjalan berkesinambungan
secara dinamis dalam suatu siklus melalui tahap pengkajia, analisa data,
diagnose keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi (Fallen &
Budi, 2010).
Masyarakat atau komunitas sebagai bagian dari subjek dan objek
pelayanan kesehatan dan dalam seluruh proses perubahan hendaknya perlu
dilibatkan secara aktif dalam usaha peningkatan statsu kesehatannya dan
mengikuti seluruh kegiatan keperawatan komunitas. Hal ini dimulai dari
pengenalan masalah keperawatan sampai penanggulangan masalah dengan
melibatkan indivisu, keluarga, dan kelompok dalam masyarakat. Pelaksanaan
asuhan keperawatan komunitas yang dilakukan menggunakan empat
pendekatan yaitu pendekatan individu, pendekatan keluarga, kelompok dan
masyarakat.
Untuk insidensi infeksi merupakan pola yang selalu berubah.
Walaupun beberapa penyakit telah dapat dikendalikan dengan sanitasi yang
lebh baik, hiegene personal, vaksin, dan obat – obatan. namun beberapa
penyakit baru mulai muncul dan penyakit – peyait lain baru diketahui
memiliki dasar infeksi. di negara berkembang yang miskin sumber daya,
penyakit infeksi terus menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang
signifikan.
Isu mengenai munculnya penyakit infeksi atau Emerging Infectious
Diseases menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya Pandemi Flu. Perkiraan
akan terjadi pandemi flu, baik akibat virus strain burung maupun virus
influensa lainnya, telah membuat sibuk para ahli virologi, epidemiologi,
pembuat kebijakan, maupun pihak pers dan masyarakat. Keadaan seperti ini
dapat menimbulkan “histeria” yang tak beralasan di kalangan masyarakat
maupun komunitas tertentu. Komunitas di bidang kesehatan yang bekerja di
fasilitas kesehatan termasuk kelompok berisiko tinggi untuk terpajan oleh
penyakit infeksi yang berbahaya dan mengancam jiwa.
Penyakit menular masih menjadi masalah yang serius baik di
Indonesia maupun di dunia. Berdasarkan data Kemenkes RI (2015) prioritas
penanganan penyakit menular masih tertuju pada penyakit HIV/AIDS,
tuberculosis, malaria, demam berdarah, influenza dan flu burung. Disamping
itu Indonesia juga belum sepenuhnya berhasil mengendalikan penyakit
neglected diseases seperti kusta, filariasis, leptospirosis, dan lain-lain.
Dalam laporan WHO tahun 2013 diperkirakan terdapat 8.6 juta kasus
TB pada tahun 2012 dimana 1,1 juta orang (13%) di antaranya adalah pasien
dengan HIV positif. Sekitar 75% dari pasien tersebut berada di wilayah
Afrika, Pada tahun 2012 diperkirakan terdapat 450.000 orang yang menderita
TB MDR dan 170.000 diantaranya meninggal dunia (Kemenkes RI, 2016).
Di Indonesia, prevalensi TB paru smear positif per 100.000 penduduk
usia > 15 tahun sebesar 257 pada tahun 2013. Angka notifikasi kasus
menggambarkan cakupan penemuan kasus TB. Secara umum angka kasus
BTA positif baru dan semua kasus dari tahun ke tahun di Indonesia
mengalami peningkatan (Kemenkes RI, 2016).
Sedangkan kecenderungan prevalensi kasus HIV pada penduduk usia
15-49 meningkat. Pada awal tahun 2009, prevalensi kasus HIV pada
penduduk usia 15 – 49 tahun hanya 0,16% dan meningkat menjadi 0,30%
pada tahun 2011, meningkat lagi menjadi 0,32% pada 2012, dan terus
meningkat manjadi 0,43% pada 2013. Angka CFR AIDS juga menurun dari
13,65% pada tahun 2004 menjadi 0,85 % pada tahun 2013 (Kemenkes RI,
2015)

B. Rumusan Masalah
1. Apa konsep keperawatan komunitas?
2. Apa konsep penyakit infeksi?
3. Bagaimana asuhan keperawatan untuk agregat dalam komunitas populasi
penyakit infeksi ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang konsep keperawatan komunitas
2. Untuk mengatahui tentang konsep penyakit infeksi
3. Untuk mengetahui bagaiaman asuhan keperawatan untuk agregat dalam
komunitas populasi penyakit infeksi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Keperawatan Komunitas


1. Definisi
a. Komunitas
1) Menurut WHO (1974) dalam Harnilawati (2013) komunitas
sebagai suatu kelompok sosial yang di tentutkan oleh batas-batas
wilayah, nilai-nilai keyakinan dan minat yang sama, serta ada
rasa saling mengenal dan interaksi antara anggota masyarakat
yang satu dan yang lainnya.
2) Menurut Spradley (1985) Harnilawati (2013) komunitas sebagai
sekumpulan orang yang saling bertukar pengalaman penting
dalam hidupnya.
3) Menurut Sumijatun dkk (2006) dalam Harnilawati (2013)
komunitas (community) adalah sekelompok masyarakat yang
mempunyai persamaan nilai (values), perhatian (interest) yang
merupakan kelompok khusus dengan batas-batas geografi yang
jelas, dengan norma dan nilai yang telah melembaga.
b. Keperawatan
Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan professional sebagai
bagian integral pelayanan kesehatan berbentuk pelayanan biologi,
psikologi, sosial dan spritual secara komprehensif, ditujukan kepada
individu keluarga dan masyarakat baik sehat maupun sakit mencakup
siklus hidup manusia (Harnilawati, 2013)
c. Keperawatan Komunitas
1) Harnilawati (2013) menjelaskan bahwa keperawatan komunitas
mencakup perawatan kesehatan keluarga (nurse health family)
juga kesehatan dan kesejahteraan masyarakat luas, membantu
masyarakat mengindentifikasi masalah kesehatan tersebut sesuai
dengan kemampuan yang ada pada mereka sebelum mereka
meminta bantuan kepada orang lain (WHO,1947).
2) Kesatuan yang unik dari praktik keperawatan dan kesehatan
masyarakat yang ditujukan pada pengembangan serta
peningkatan kemampuan kesehatan, baik diri sendiri sebagai
perorangan maupun secara kolektif sebagai keluarga, kelompok
khusus atau masyarakat (Ruth B. Freeman,1981)
3) Praktik Keperawatan komunitas (communiy health nursing
practice) merupakan sintesi teori keperawatan dan teori kesehatan
masyarakat untuk promosi, pemeliharaan dan perawatan
kesehatan populasi melalui pemberian pelayanan keperawatan
pada individu, keluarga dan kelompok yang mempunyai
pengaruh terhadapat kesehatan komunitas (Stanhope dan
Lancaster, 2010).
4) Keperawatan kesehatan komunitas adalah praktek melakukan
promosi kesehatan dan melindungi kesehatan masyarakat dengan
menggunakan pendekatan ilmu keperawatan, ilmu sosial dan ilmu
kesehatan masyarakat yang berfokus pada tindakan promotif dan
pencegahan penyakit yang sehat (Anderson & McFarlane, 2011).

2. Tujuan Dan Fungsi Keperawatan Komunitas


a. Tujuan Keperawatan Komunitas
Tujuan proses keperawatan dalam komunitas adalah untuk
pencegahan dan peningkatan kesehatan masyarakat melalui upaya-
upaya sebagai berikut :
1) Pelayanan keperawatan secara langsung (direct care ) terhadap
individu, keluarga, dan keluarga dan kelompok dalam konteks
komunitas.
2) Perhatian langsung terhadap kesehatan seluruh masyarakat (
health general community ) dengan mempertimbangkan
permasalahan atau isu kesehatan masyarakat yang dapat
mempengaruhi keluarga, individu, dan kelompok. Selanjutnya,
secara spesifik diharapkan individu, keluarga, kelompok, dan
masyarakat mempunyai kemampuan untuk :
a) Mengindentifikasi masalah kesehatan yang dialami
b) Menetapkan masalah kesehatan dan memprioritaskan maslah
tersebut
c) Merumuskan serta memecahkan masalah kesehatan
d) Menanggulangi masalah kesehatan yang mereka hadapi
e) Mengevaluasi sejauh mana pemecahan masalah yang mereka
hadapi
b. Fungsi Keperawatan Komunitas
1) Memberikan pedoman dan bimbingan yang sistematis dan ilmiah
bagi kesehatan masyarakat dan keperawatan dalam memecahkan
masalah klien melalui asuhan keperawatan.
2) Agar masyarakt mendapatkan pelayan yang optimal sesuai
dengan kebutuhannnya di bidang kesehatan.
3) Memeberikan asuhan keperawatan melalui pendekatan
pemecahan masalah, komunikasi yang efektif dan efisien serta
melibatkan peran serta masyarakat.
4) Agar masyarakat bebas mengemukan pendapat berkaitan dengan
permasalahan atau kebutuhannya sehingga mendapatkan
penanganan dan pelayanan yang cepat dan pada akhirnya dapat
mempercepat proses penyembuhan (Mubarak,2006).

3. Prinsip Keperawatan Komunitas


Pada perawatan kesehatan masyarakat harus mempertimbangkan
beberapa prinsip, yaitu :
a. Kemanfaatan
Semua tindakan dalam asuhan keperawatan harus memberikan
manfaat yang besar bagi komunitas. Intervensi atau pelaksanaan yang
dilakukan harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi
komunitas, artinya ada keseimbangan antara manfaat dan kerugian
(Mubarak, 2009).
b. Kerjasama
Kerjasama dengan klien dalam waktu yang panjang dan bersifat
berkelanjutan serta melakukan kerja sama lintas program dan lintas
sektoral (Riyadi, 2007)
c. Secara langsung
Asuhan keperawatan diberikan secara langsung mengkaji dan
intervensi, klien dan lingkunganya termasuk lingkungan sosial,
ekonomi serta fisik mempunyai tujuan utama peningkatan kesehatan
(Riyadi, 2007).
d. Keadilan
Tindakan yang dilakukan disesuaikan dengan kemampuan atau
kapasitas dari komunitas itu sendiri. Dalam pengertian melakukan
upaya atau tindakan sesuai dengan kemampuan atau kapasitas
komunitas (Mubarak, 2009).
e. Otonomi Klien
Otonomi klien atau komunitas diberi kebebasan dalam memilih atau
melaksanakan beberapa alternatif terbaik dalam menyelesaikan
masalah kesehatan yang ada (Mubarak, 2009).

4. Sasaran Keperawatan Komunitas


Sasaran dari perawatan kesehatan komunitas adalah individu, keluarga,
kelompok khusus, komunitas baik yang sehat maupun sakit yang
mempunyai masalah kesehatan atau perawatan, sasaran ini terdiri dari:
a. Individu
Individu adalah anggota keluarga yang unik sebagai kesatuan utuh
dari aspek biologi, psikologi, social dan spritual.
b. Keluarga
Keluarga merupakan sekelompok individu yang berhubungan erat
secara terus menerus dan terjadi interaksi satu sama lain baik secara
perorangan maupun secara bersama-sama, di dalam lingkungannya
sendiri atau masyarakat secara keseluruhan.
c. Kelompok Khusus
Kelompok khusus adalah kumpulan individu yang mempunyai
kesamaan jenis kelamin, umur, permasalahan, kegiatan yang
terorganisasi yang sangat rawan terhadap masalah kesehatan.
Termasuk diantaranya adalah:
1) Kelompok khusus dengan kebutuhan khusus sebagai akibat
perkembangan dan pertumbuhannya, seperti;
a) Ibu hamil
b) Bayi baru lahir
c) Balita Anak usia sekolah
d) Usia lanjut
2) Kelompok dengan kesehatan khusus yang memerlukan
pengawasan dan bimbingan serta asuhan keperawatan,
diantaranya adalah:
a) Penderita penyakit menular, seperti TBC, lepra, AIDS,
penyakit kelamin lainnya.
b) Penderita dengan penynakit tak menular, seperti: penyakit
diabetes mellitus, jantung koroner, cacat fisik, gangguan
mental dan lain sebagainya.
3) Kelompok yang mempunyai resiko terserang penyakit,
diantaranya:
1) Wanita tuna susila
2) Kelompok penyalahgunaan obat dan narkoba
3) Kelompok-kelompok pekerja tertentu, dan lain-lain.
4) Lembaga sosial, perawatan dan rehabilitasi, diantaranya adalah:
1) Panti wredha
2) Panti asuhan
3) Pusat-pusat rehabilitasi (cacat fisik, mental dan sosial)
4) Penitipan balita.

5. Falsafah Keperawatan Komunitas


Keperawatan komunitas merupakan pelayanan yang memberikan
pelayanan terhadap pengaruh lingkunngan (bio-psiko-sosial-cultural-
spritual) terhadap kesehatan komunitas dan memberikan prioritas pada
strategi pencegahan penyakit dan peningkatan pencegahan. Falsafah yang
melandasi komunitas mengacu kepada falsafah atau paradigma
keperawatan secara umum yaitu manusia atau kemanusia merupakan titik
sentral setiap upaya pembangunan kesehatan yang menjunjung tinggi
nilai-nilai dan bertolak dari pandangan ini disusun falsafah atau
paradigma keperawatan komunitas yang terdiri dari 4 komponen dasar,
Berdasarkan gambar di atas, dapat dijabarkan masing-masing unsur sbg
berikut :
a. Manusia.
Komunitas sebagai klien berarti sekumpulan individu / klien yang
berada pada lokasi atau batas geografi tertentu yang memiliki niliai-
nilai, keyakinan dan minat yang relatif sama serta adanya interaksi
satu sama lain untuk mencapai tujuan.
b. Kesehatan.
Sehat adalah suatu kondisi terbebasnya dari gangguan pemenuhan
kebutuhan dasar klien / komunitas. Sehat merupakan keseimbangan
yang dinamis sebagai dampak dari keberhasilan mengatasi stressor.
c. Lingkungan.
Semua factor internal dan eksternal atau pengaruh disekitar klien yang
bersifat biologis, psikologis, social, cultural dan spiritual.
d. Keperawatan.
Intervensi / tindakan yang bertujuan untuk menekan stressor, melalui
pencegahan primer, sekunder dan tersier.
(Efendi dan Makhfudli, 2009).

6. Tingkat Pencegahan Keperawatan Komunitas


Pelayanan yang diberikan oleh keperawatan komunitas mencakup
kesehatan komunitas yang luas dan berfokus pada pencegahan yang
terdiri dari tiga tingkat yaitu (Mubarak, 2009)
a. Pencegahan primer
Pelayanan pencegahan primer ditunjukkan kepada penghentian
penyakit sebelum terjadi karena itu pencegahan primer mencakup
peningkatan derajat kesehatan secara umum dan perlindungan
spesifik. Promosi kesehatan secara umum mencakup pendidikan
kesehatan baik pada individu maupun kelompok. Pencegahan primer
juga mencakup tindakan spesifik yang melindungi individu melawan
agen-agen spesifik misalnya tindakan perlindungan yang paling
umum yaitu memberikan imunisasi pada bayi, anak balita dan ibu
hamil, penyuluhan gizi bayi dan balita.
b. Pencegahan sekunder
Pelayanan pencegahan sekunder dibuat untuk menditeksi penyakit
lebih awal dengan mengobati secara tepat. Kegiatan-kegiatan yang
mengurangi faktor resiko dikalifikasikansebagai pencegahan
sekunder misalnya memotivasi keluarga untuk melakukan
pemeriksaan kesehatan secara berkala melalui posyandu dan
puskesmas.
c. Pencegahan tertier
Yang mencakup pembatasan kecacatan kelemahan pada seseorang
dengan stadium dini dan rehabilitasi pada orang yang mengalami
kecacatan agar dapat secara optimal berfungsi sesuai dengan
kemampuannya, misalnya mengajarkan latihan fisik pada penderita
patah tulang.

7. Strategi Intervensi Keperawatan Komunitas


Dalam Efendi Ferry dan Makhfudli (2009) dijelaskan strategi intervensi
keperawatan komunitas antara lain :
a. Proses kelompok (group process)
Seseorang dapat mengenal dan mencegah penyakit, tentunya setelah
belajar dari pengalaman sebelumnya, selain faktor
pendidikan/pengetahuan individu, media masa, Televisi, penyuluhan
yang dilakukan petugas kesehatan dan sebagainya. Begitu juga
dengan masalah kesehatan di lingkungan sekitar masyarakat,
tentunya gambaran penyakit yang paling sering mereka temukan
sebelumnya sangat mempengaruhi upaya penangan atau pencegahan
penyakit yang mereka lakukan. Jika masyarakat sadar bahwa
penangan yang bersifat individual tidak akan mampu mencegah,
apalagi memberantas penyakit tertentu, maka mereka telah
melakukan pemecahan-pemecahan masalah kesehatan melalui
proses kelompok.
b. Pendidikan Kesehatan (Health Promotion)
Pendidikan kesehatan adalah proses perubahan perilaku yang
dinamis, dimana perubahan tersebut bukan hanya sekedar proses
transfer materi/teori dari seseorang ke orang lain dan bukan pula
seperangkat prosedur. Akan tetapi, perubahan tersebut terjadi adanya
kesadaran dari dalam diri individu, kelompok atau masyarakat
sendiri. Sedangkan tujuan dari pendidikan kesehatan menurut
Undang- Undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992 maupun WHO
yaitu ”meningkatkan kemampuan masyarakat untuk memelihara dan
meningkatkan derajat kesehatan; baik fisik, mental dan sosialnya;
sehingga produktif secara ekonomi maupun secara sosial.
c. Kerjasama (Partnership)
Berbagai persoalan kesehatan yang terjadi dalam lingkungan
masyarakat jika tidak ditangani dengan baik akan menjadi ancaman
bagi lingkungan masyarakat luas. Oleh karena itu, kerja sama sangat
dibutuhkan dalam upaya mencapai tujuan asuhan keperawatan
komunitas melalui upaya ini berbagai persoalan di dalam lingkungan
masyarakat akan dapat diatasi dengan lebih cepat.

B. Konsep Dasar Penyakit Infeksi


1. Definisi
a. Kolonisasi : merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya
agen infeksi, dimana organisme tersebut hidup, tumbuh dan
berkembang biak, tetapi tanpa disertai adanya respon imun atau gejala
klinik. Pada kolonisasi, tubuh pejamu tidak dalam keadaan suseptibel.
Pasien atau petugas kesehatan bisa mengalami kolonisasi dengan
kuman patogen tanpa menderita sakit, tetapi dapat menularkan kuman
tersebut ke orang lain. Pasien atau petugas kesehatan tersebut dapat
bertindak sebagai “Carrier”.
b. Infeksi : merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen
infeksi (organisme), dimana terdapat respon imun, tetapi tidak disertai
gejala klinik.
c. Penyakit infeksi : merupakan suatu keadaan dimana ditemukan
adanya agen infeksi(organisme) yang disertai adanya respon imun dan
gejala klinik
d. Penyakit menular atau infeksius : adalah penyakit (infeksi) tertentu
yang dapat berpindah dari satu orang ke orang lain, baik secara
langsung maupun tidak langsung.
e. Inflamasi (radang atau perdangan lokal) : merupakan bentuk respon
tubuh terhadap suatu agen (tidak hanya infeksi, dapat berupa trauma,
pembedahan atau luka bakar), yang ditandai dengan adanya
sakit/nyeri (dolor), panas (calor), kemerahan (rubor), pembengkakan
(tumor) dan gangguan fungsi.
(Depkes RI, 2008)
2. Rantai Penularan
Untuk melakukan tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi
perlu mengetahui rantai penularan. Apabila satu mata rantai dihilangkan
atau dirusak, maka infeksi dapat dicegah atau dihentikan. Komponen
yang diperlukan sehingga terjadi penularan tersebut adalah:
a. Agen infeksi (infectious agent) adalah mikroorganisme yang dapat
menyebabkan infeksi. Pada manusia, agen infeksi dapat berupa
bakteri, virus, ricketsia, jamur dan parasit. Ada tiga faktor pada agen
penyebab yang mempengaruhi terjadinya infeksi yaitu : patogenitas,
virulensi dan jumlah (dosis, atau “load”).
b. Reservoir atau tempat dimana agen infeksi dapat hidup, tumbuh,
berkembang biak dan siap ditularkan kepada orang. Reservoir yang
paling umum adalah manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, tanah, air
dan bahan-bahan organik lainnya. Pada orang sehat, permukaan kulit,
selaput lendir saluran napas atas, usus dan vagina merupakan
reservoir yang umum.
c. Pintu keluar (portal of exit) adalah jalan darimana agen infeksi
meninggalkan reservoir. Pintu keluar meliputi saluran pernapasan,
pencernaan, saluran kemih dan kelamin, kulit dan membrana mukosa,
transplasenta dan darah serta cairan tubuh lain.
d. Transmisi (cara penularan) adalah mekanisme bagaimana transport
agen infeksi dari reservoir ke penderita. Ada beberapa cara penularan
yaitu: (1) kontak: langsung dan tidak langsung, (2) droplet, (3)
airbonr, (4) melalui vehikulum (makanan, air/minuman, darah) dan
(5) melalui vektor (biasanya serangga dan binatang pengerat).
e. Pintu masuk (portal of entry) adalah tempat dimana agen infeksi
memasuki pejamu (yang suspetibel). Pintu masuk bisa melalui saluran
pernafasan, pencernaan, saluran kemih dan kelamin, selaput lendir,
serta kulit yang tidak utuh (utuh).
f. Pejamu (host) yang suseptibel adalah orang yang tidak memiliki daya
tahab tubuh yang cukup untuk melawan agen infeksi serta mecegah
terjadinya infeksi atau penyakit. Faktor yang khusus dapat
mempengaruhi adalah umur, status gizi, status imunisasi, penyakit
kronis, luka bakar yang luas, trauma atau pembedahan, pengobatan
dengan imunosupresan. Faktor lain yang mungkin berpengaruh
adalah jenis kelamin, ras atau etnis tertentu, status ekonomi, gaya
hidup, pekerjaandan herediter.
(Depkes RI,2008)
3. Strategi pencegahan dan pengendalian infeksi terdiri dari :
a. Peningkatan daya tahan pejamu. Daya tahan pejamu dapat meningkat
dengan pemberian imunisasi aktif (contoh vaksinasi Hepatitis B), atau
pemberian imunisasi pasif (imunoglobulin). Promosi kesehatan secara
umum termasuk nutrisi yang adekuat akan meningkatkan daya tahan
tubuh.
b. Inaktivasi agen penyebab infeksi. Inaktivasi agen infeksi dapat
dilakukan dengan metode fisik maupun kimiawi. Contoh metode fisik
adalah pemanasan (Pasteurisasi atau Sterilisasi) dan memasak
makanan seperlunya. Metode kimiawi termasuk klorinasi air,
disinfeksi
c. Memutus rantai penularan. Hal ini merupakan cara yang paling
mudah untuk mencegah penularan penyakit infeksi, tetapi hasilnya
sangat bergantung kepada ketaatan petugas dalam melaksanakan
prosedur yang telah ditetapkan. Tindakan pencegahan ini telah
disusun dalam suatu “Isolation Precautions” (Kewaspadaan Isolasi)
yang terdiri dari dua pilar/tingkatan yaitu “Standard Precautions”
(Kewaspadaan standar) dan “Transmissionbased Precautions”
(Kewaspadaan berdasarkan cara penularan). Prinsip dan komponen
apa saja dari kewaspadaan standar akan dibahas pada bab berikutnya.
d. Tindakan pencegahan paska pajanan (“Post Exposure Prophylaxis” /
PEP) terhadap petugas kesehatan. Hal ini terutama berkaitan dengan
pencegahan agen infeksi yang ditularkan melalui darah dan cairan
tubuh lainnya, yang sering terjadi karena luka tusuk jarum bekas
pakai atau pajanan lainnya. Penyakit yang perlu mendapat perhatian
adalah hepatitis B, Hepatitis C dan HIV.
(Depkes RI,2008)
4. Fakta-Fakta Penting Beberapa Penyakit Menular/ Infeksius
Beberapa penyakit yang mewakili cara penularan yang berbeda dan
dapat menimbulkan dampak yang sangat penting bagi kesehatan
masyarakat. Dengan memahami fakta-fakta penyakit tersebut, khususnya
tentang cara penularannya diharapkan peserta dapat lebih baik lagi dalam
mempraktekkan cara pencegahannya. ( Depkes RI, 2008)
a. Influenza
1) Influenza Musiman dan Influenza A (H5N1)
Influenza adalah penyakit virus akut yang menyerang saluran
pernapasan, ditandai demam, sakit kepala, mialgia, coryza, lesu
dan batuk.
 Penyebab
Virus influenza A, B dan C. Tipe A terdiri dari banyak subtipe
terkait dengan potensi terjadinya kejadian luar biasa (KLB)
atau epidemi/pandemi. Ada subtipe yang menyerang unggas
dan mamalia. Bila terjadi percampuran antara 2 subtipe dapat
terjadi subtipe baru yang sangat virulen dan mudah menular
serta berpotensi menyebabkan pandemi.
 Epidemiologi
Influenza dapat ditemukan di seluruh dunia terutama pada
musim penghujan di wilayah 2 musim dan pada musim dingin
di wilayah empat musim. Biasa terjadi epidemi tahunan
berulang yang disebabkan oleh virus yang mengalami
“antigenic drift”, namun dapat terjadi pandemi global akibat
virus yang mengalami “antigenic shift”.
 Cara penularan
Melalui udara atau kontak langsung dengan bahan yang
terkontaminasi.
 Masa inkubasi
Biasanya 1 – 3 hari.
 Gejala klinis
Gejala influenza yang umum adalah demam, nyeri otot dan
malaise. Biasanya influenza akan sembuh sendiri dalam
beberapa hari.
 Masa penularan
Mungkin dapat berlangsung selama 3-5 hari sejak timbulnya
gejala klinis, pada anak muda bisa sampai 7 hari.
 Kerentanan dan kekebalan
Infeksi dan vaksinasi menimbulkan kekebalan terhadap virus
spesifik. Lamanya antibodi
bertahan paska infeksi dan luasnya spektrum kekebalan
tergantung tingkat perubahan antigen dan banyaknya infeksi
sebelumnya.
 Cara pencegahan
 Menjaga kebersihan perorangan terutama melalui
pencegahan penularan melalui batuk, bersin dan kontak
tidak langsung melalui tangan dan selaput lendir saluran
pernapasan.
 Vaksinasi menggunakan virus inaktif dapat memberikan
70-80% perlindungan pada orang dewasa muda apabila
antigen dalam vaksin sama atau mirip dengan strain virus
yang sedang musim. Pada orang usia lanjut vaksinasi
dapat mengurangi beratnya penyakit, kejadian komplikasi
dan kematian.
 Obat anti virus (penghambat neuraminidase seperti
oseltamivir dan penghambat M2 channel rimantadin,
amantadin) dapat dipertimbangkan terutama pada mereka
yang berisiko mengalami komplikasi (orang tua, orang
dengan penyakit jantung/ paru menahun). Akhir-akhir ini
dilaporkan terjadinya resistensi terhadap amantadin
rimantadin yang semakin meningkat.
 Isolasi umumnya tidak dilakukan karena tidak praktis.
Pada saat epidemi isolasi perlu dilakukan terhadap pasien
dengan cara menempatkan mereka secara kohort.
2) Influenza A (H5N1) atau Flu Burung
Flu burung, salah satu penyakit yang dikhawatirkan dapat
menyebabkan pandemi. Fakta yang diuraikan mengenai flu
burung ini, penting diketahui juga untuk penyakit menular lain
yang mungkin akan muncul (Emerging Infectious Diseases).
 Penyebab
Flu burung (Avian Influenza) merupakan penyakit menular
yang disebabkan virus influenza tipe A. Flu burung dapat
terjadi secara alami pada semua burung, terutama burung air
liar. Burung membawa virus kemudian menyebarkan melalui
saliva, sekresi hidung dan feses. Burung yang kontak dengan
burung pembawa virus, dapat tertular dan menimbulkan gejala
dalam waktu 3 sampai 7 hari. Walaupun burung yang
terinfeksi mungkin tidak sampai sakit, sekretnya akan tetap
infeksius setidaknya selama sepuluh hari. Feses burung yang
terinfeksi dapat mengeluarkan virus dalam jumlah besar.
 Epidemiologi
Flu burung pada manusia sampai saat ini telah dilaporkan
dibanyak negara terutama di Asia. Di daerah dimana terdapat
interaksi tinggi antara populasi hewan khususnya unggas dan
manusia (animal-human interface) risiko terjadinya penularan
ke manusia. Saat ini flu burung dianggap sangat potensial
sebagai penyebab terjadinya pandemi influenza. Sebagian
besar kasus infeksi flu burung pada manusia yang dilaporkan,
terjadi akibat dekat dan kontak erat dengan unggas terinfeksi
atau benda terkontaminasi. Angka kematian tinggi, antara 50-
80%. Meskipun terdapat potensi penularan virus H5N1 dari
manusia ke manusia, model penularan semacam ini belum
terbukti.
 Kelompok usia yang berisiko
Tidak seperti influenza musiman yang menyerang kelompok
usia sangat muda dan sangat tua, virus H5N1 menyerang dan
membunuh kelompok usia muda. Sebagian besar kasus terjadi
pada anak-anak dan dewasa muda yang sebelumnya sehat.
Kemungkinan kasus-kasus yang dilaporkan saat ini hanya
yang terparah saja karena gambaran sepenuhnya penyakit yang
disebabkan virus H5N1 ini belum secara lengkap
didefinisikan.
 Cara penularan ke manusia
Kontak langsung dengan unggas terinfeksi atau benda yang
terkontaminasi oleh feses burung, saat ini dianggap sebagai
jalur utama penularan terhadap manusia. Sebagian besar kasus
flu burung pada manusia terjadi di daerah pedesaan dan
pinggiran kota, dimana banyak yang memelihara unggas
dalam skala kecil dan dibiarkan berkeliaran secara bebas.
Bahkan kadang-kadang unggas memasuki rumah dan
berkeliaran di tempat bermain anak-anak. Kondisi ini
memungkinkan pajanan dari feses infeksius atau lingkungan
yang tercemar feses.
 Masa inkubasi
Masa inkubasi virus influenza pada manusia sangat singkat
yaitu 2 sampai 3 hari, berkisar 1 sampai 7 hari. Pada influenza
A (H5N1) masa inkubasi 3 hari berkisar 2 sampai 8 hari.
 Gejala-gejala pada manusia
Gejala-gejala flu burung pada manusia adalah:
› Demam tinggi (suhu ≥ 38o C)
› Batuk
› Pilek
› Nyeri tenggorokan
› Nyeri otot
› Nyeri kepala
› Gangguan pernapasan
Gejala tambahan yang mungkin ditemukan :
√ Infeksi selaput mata
√ Diare atau gangguan saluran cerna
√ Fatigue/letih
 Pencegahan
Khusus dalam kasus wabah flu burung perlu :
 Menghindari kontak dengan burung terinfeksi atau benda
terkontaminasi
 Menghindari peternakan unggas
 Hati-hati ketika menangani unggas
 Memasak unggas dengan baik (60 derajat selama 30
menit, 80 derajat selama 1 menit)
 Menerapkan tindakan untuk menjaga kebersihan tangan:
- Setelah memegang unggas
- Setelah memegang daging unggas
- Sebelum memasak
- Sebelum makan
 Pengobatan anti virus untuk influenza
Obat anti virus bekerja menghambat replikasi virus, sehingga
dapat mengurangi gejala dan komplikasi orang yang terinfeksi.
Obat tersebut tidak menyembuhkan penyakit. Obat anti virus
tidak memiliki sifat spesifik untuk galur tertentu influenza
(tidak seperti vaksin) sehingga secara teoritis dapat digunakan
untuk memerangi galur baru sebelum dapat diproduksi vaksin
yang sesuai. Empat obat anti virus influenza yang berbeda—
amantadine, rimantadine, oseltamivir (TamifluR) dan
zanamivir (RelenzaR)—telah disetujui oleh Food and Drug
Administration (FDA) Amerika Serikat untuk pengobatan
influenza. Keempat obat tersebut memiliki aktivitas melawan
virus influenza A. Meskipun demikian, galur influenza
kadangkadang menjadi resisten terhadap obat-obatan ini
sehingga mungkin tidak selalu efektif. Sebagai contoh,
beberapa virus H5N1 yang diisolasi dari unggas dan manusia
pada tahun 2004 di Asia, memperlihatkan virus telah resisten
terhadap dua jenis obat yaitu amantadine dan rimantadine.
Saat ini, obat-obat inhibitor neuraminidase seperti oseltamivir
(TamifluR) dan zanamivir (RelenzaR) yang mengurangi berat
dan lamanya penyakit influenza virus manusia diharapkan
dapat bermanfaat dalam melawan infeksi H5N1. Namun
penelitian lebih lanjut masih harus dilakukan untuk
memperlihatkan efektivitasnya. Pemantauan resistensi virus
influenza A terhadap obat-obatan anti virus masih berlangsung
terus. Walaupun saat ini belum tersedia vaksin H5N1 untuk
manusia, menurut CDC dan WHO ada yang sedang
dikembangkan dan dalam pengujian oleh National Institutes of
Health

b. HIV-AIDS
AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan
oleh penurunan kekebalan tubuh akibat terserang virus Human
Immunodeficiency Virus (HIV).
 Penyebab
Human Immunodeficiency Virus, sejenis retrovirus yang terdiri
atas 2 tipe: tipe 1 (HIV-1) dan tipe 2 (HIV-2).
 Cara penularan
HIV menular dari orang ke orang melalui kontak seksual yang
tidak dilindungi, baik homo maupun heteroseksual, pemakaian
jarum suntik yang terkontaminasi, kontak kulit yang lecet dengan
bahan infeksius, transfusi darah atau komponennya yang
terinfeksi, transplantasi organ dan jaringan. Sekitar 15-35 % bayi
yang lahir dari ibu yang HIV(+) terinfeksi melalui placenta dan
hampir 50% bayi yang disusui oleh ibu yang HIV(+) dapat
tertular. Penularan juga dapat terjadi pada petugas kesehatan yang
tertusuk jarum suntik yang mengandung darah yang terinfeksi.
 Masa Inkubasi
Bervariasi tergantung usia dan pengobatan antivirus. Waktu
antara terinfeksi dan terdeteksinya antibodi sekitar 1-3 bulan
namun untuk terjadinya AIDS sekitar < 1 tahun hingga > 15
tahun. Tanpa pengobatan efektif, 50% orang dewasa yang
terinfeksi akan menjadi AIDS dalam waktu 10 tahun.
 Gejala Klinis
Biasanya tidak ada gejala klinis yang khusus pada orang yang
terinfeksi HIV dalam waktu 5 sampai 10 tahun. Setelah terjadi
penurunan sel CD4 secara bermakna baru AIDS mulai
berkembang dan menunjukkan gejala-gejala seperti:
• Penurunan berat badan secara drastis
• Diare yang berkelanjutan
• Pembesaran kelenjar leher dan atau ketiak
• Batuk terus menerus
Gejala klinis lainnya tergantung pada stadium klinis dan jenis
infeksi oportunistik yang terjadi.
 Pengobatan
Pemberian antivirus (Highly Active Anti Retroviral Therapy,
HAART) dengan 3 obat atau lebih dapat meningkatkan prognosis
dan harapan hidup pasien HIV. Angka kematian di negara maju
menurun 80% sejak digunakannya kombinasi obat antivirus.
 Masa penularan
Tidak diketahui pasti, diperkirakan mulai sejak segera setelah
terinfeksi dan berlangsung seumur hidup.
 Kerentanan dan kekebalan
Diduga semua orang rentan. Pada penderita PMS dan pria yang
tidak dikhitan kerentanan akan meningkat.
 Cara pencegahan
Menghindari perilaku risiko tinggi seperti seks bebas tanpa
perlindungan, menghindari penggunaan alat suntik bergantian,
melakukan praktek transfusi dan donor organ yang aman serta
praktek medis dan prosedur laboratorium yang memenuhi
standar.
 Profilaksis Paska Pajanan
 Kemungkinan seorang individu tertular setelah terjadi
pajanan tergantung sifat pajanan dan kemungkinan sumber
pajanan telah terinfeksi. Luka tusukan jarum berasal dari
pasien terinfeksi membawa risiko rata-rata penularan 3/1000;
risiko meningkat bila luka cukup dalam, tampak darah dalam
jarum dan bila jarum suntik ditempatkan di arteri atau vena.
Pajanan mukokutan menimbulkan risiko 1/10.000. Cairan
tubuh lain yang berisiko terjadi penularan adalah ludah,
cairan serebrospinal, cairan pleura, cairan pericardial, cairan
synovial dan cairan genital Feses dan muntahan tidak
menimbulkan risiko penularan.
 Penggunaan obat ARV untuk mengurangi risiko penularan
HIV terhadap petugas kesehatan setelah pajanan di tempat
kerja telah banyak dipraktekkan secara luas. Studi kasus-
kelola menyatakan bahwa pemberian ARV segera setelah
pajanan perkutan menurunkan risiko infeksi HIV sebesar
80% (Cardo dkk. N Engl J Med 1997). Efektifitas optimal
PPP apabila diberikan dalam 1 jam setelah pajanan. Sampel
darah perlu segera diambil dan disimpan untuk pemeriksaan
dikemudian hari. Obat propilaksis sebaiknya diberikan
selama 28 hari, diikuti pemeriksaan antibody pada bulan ke 3
dan ke 6. Petugas yang terpajan perlu dimonitor dan tindak
lanjut oleh dokter yang berpengalaman dalam perawatan HIV
dan perlu mendapat dukungan psikologis.
c. Antraks
Antraks adalah penyakit bakteri akut yang biasanya mengenai
kulit, saluran pernapasan atau saluran pencernaan.
 Epidemiologi
Penyakit antraks pada manusia terdapat diseluruh dunia.
Umumnya di daerah pertanian dan industri. Mereka yang berisiko
terkena antraks adalah: orang yang kontak dengan binatang yang
sakit, digigit serangga tercemar antraks (sejenis lalat Afrika),
orang yang mengkonsumsi daging binatang terinfeksi dan mereka
yang terkontaminasi kulit, bulu, tulang binatang yang
mengandung spora antraks.
 Penyebab
Bacillus anthracis, bakteri gram positif berbentuk batang,
berspora.
 Cara penularan
Infeksi kulit terjadi melalui kontak dengan jaringan, bulu
binatang yang sakit dan mati atau tanah yang terkontaminasi
(antraks kulit). Infeksi juga dapat melalui inhalasi spora (antraks
paru) atau memakan daging tercemar yang tidak dimasak dengan
baik (antraks saluran pencernaan). Jarang terjadi penularan dari
orang ke orang.
 Masa inkubasi
Antara 1 – 7 hari, bisa sampai 60 hari.
 Gejala Klinis
Gejala klinis antraks sangat tergantung patogenesis dan organ
yang terkena (kulit, paru, saluran pencernaan, meningitis). Di
Indonesia terbanyak ditemukan antraks kulit.
 Gejala antraks kulit: 3-5 hari setelah endospora masuk ke
dalam kulit timbul makula kecil warna merah yang
berkembang menjadi papel gatal dan tidak nyeri. Dalam 1-2
hari terjadi vesikel, ulkus dan ulcerasi yang dapat sembuh
spontan dalam 2-3 minggu. Dengan antibiotika mortalitas
antraks kulit kurang dari 1%.
 Gejala antraks saluran pencernaan bentuk intestinal berupa
mual, demam, nafsu makan menurun, abdomen akut,
hematemesis, melena. Bila tidak segera diobati dapat
mengakibatkan kematian.
 Bentuk orofaring menimbulkan gejala demam, sukar
menelan, limfadenopati regional.
 Gejala antraks paru ada 2 tahap. Tahap pertama yang ringan
berlangsung 3 hari pertama berupa flu, nyeri tenggorok,
demam ringan, batuk non produktif, nyeri otot, mual muntah,
tidak terdapat coryza. Tahap kedua ditandai gagal napas,
stridor dan penurunan kesadaran dan sepsis sampai syok.
Sering berakhir dengan kematian. Meningitis antraks terjadi
pada 50% kasus antraks paru.
 Masa penularan
Tanah dan bahan lain yang tercemar spora dapat infeksius sampai
puluhan tahun.
 Kerentanan dan kekebalan
Kekebalan setelah terinfeksi tidak jelas. Infeksi kedua mungkin
terjadi tetapi tidak manifest.
 Cara pencegahan
 Pencegahan antraks pada manusia berupa upaya umum
seperti kebersihan tangan, memasak daging dengan
semestinya dan tindakan khusus berupa vaksinasi dan
pemberian antibiotika.
 Vaksinasi hanya diberikan kepada kelompok risiko tinggi.
Lamanya efektifitas vaksin belum diketahui pasti.
 Profilaksis paska pajanan dilakukan dengan pemberian
antibiotika selama 60 hari tanpa vaksin atau selama 30 hari
ditambah 3 dosis vaksin, dapat dimulai sampai 24 jam paska
pajanan.
 Pemberian antibiotika jangka panjang diperlukan untuk
mengatasi spora yang dapat menetap lama di jaringan paru
dan kelenjar getah bening. Antibiotika yang dipakai adalah
siprofloksasin 500 mg dua kali sehari atau doksisiklin 100
mg dua kali sehari.

d. Tuberkulosis
 Penyebab
Tuberkulosis (TB) disebabkan oleh kuman atau basil tahan asam
(BTA) yakni Mycobacterium tuberkulosis. Kuman ini cepat mati
bila terkena sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup
beberapa hari di tempat yang lembab dan gelap. Beberapa jenis
Mycobacterium lain juga dapat menyebabkan penyakit pada
manusia (Matipik). Hampir semua organ tubuh dapat diserang
bakteri ini seperti kulit, kelenjar, otak, ginjal, tulang dan paling
sering paru.
 Epidemiologi
Penyakit tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat baik di Indonesia maupun di dunia. Indonesia
menduduki peringkat ke 3 dunia dalam hal jumlah pasien TB
setelah India dan Cina. Sekitar 9 juta kasus baru terjadi setiap
tahun di seluruh dunia. Diperkirakan sepertiga penduduk dunia
terinfeksi TB secara laten. Sekitar 95% pasien TB berada di
negara sedang berkembang, dengan angka kematian mencapai 3
juta orang per tahun. Di Indonesia diperkirakan terdapat 583.000
kasus baru dengan 140.000 kematian tiap tahun. Umumnya
(sekitar 75-85%) pasien TB berasal dari kelompok usia produktif.
Orang yang tertular kuman TB belum tentu jatuh sakit terutama
bila daya tahan tubuhnya kuat. Beberapa keadaan seperti penyakit
HIV/AIDS, Diabetes, gizi kurang dan kebiasaan merokok
merupakan faktor risiko bagi seseorang untuk menderita sakit TB.
 Cara penularan
Penyakit TB paru termasuk relatif mudah menular dari orang ke
orang melalui droplet nuklei. Bila seseorang batuk, dalam sekali
batuk terdapat 3000 percikan dahak (droplets) yang mengandung
kuman yang dapat menulari orang lain disekitarnya.
 Masa inkubasi
Sejak masuknya kuman hingga timbul gejala adanya lesi primer
atau reaksi tes tuberkulosis positif memerlukan waktu antara 2-10
minggu. Risiko menjadi TB paru (breakdown) dan TB
ekstrapulmoner progresif setelah infeksi primer umumnya terjadi
pada tahun pertama dan kedua. Infeksi laten bisa berlangsung
seumur hidup. Pada pasien dengan imun defisiensi seperti HIV,
masa inkubasi bisa lebih pendek.
 Masa penularan
Pasien TB paru berpotensi menular selama penyakitnya masih
aktif dan dahaknya mengandung BTA. Pada umumnya
kemampuan untuk menularkan jauh berkurang apabila pasien
telah menjalani pengobatan adekuat selama minimal 2 minggu.
Sebaliknya pasien yang tidak diobati atau diobati secara tidak
adekuat dan pasien dengan “persistent AFB positive” dapat
menjadi sumber penularan sampai waktu lama. Tingkat penularan
tergantung pada jumlah basil yang dikeluarkan, virulensi kuman,
terjadinya aerosolisasi waktu batuk atau bersin dan tindakan
medis berisiko tinggi seperti intubasi, bronkoskopi.
 Gejala klinis
Gejala klinis penyakit TB paru yang utama adalah batuk terus
menerus disertai dahak selama 3 minggu atau lebih, batuk
berdarah, sesak napas, nyeri dada, badan lemah, sering demam,
nafsu makan menurun dan penurunan berat badan.
 Pengobatan
 Pengobatan spesifik dengan kombinasi obat anti tuberkulosis
(OAT), dengan metode DOTS (Directly Observed Treatment
Shortcourse), pengobatan dengan regimen jangka pendek
dibawah pengawasan langsung Pengawas Minum Obat
(PMO).
 Untuk pasien baru TB BTA (+), WHO menganjurkan
pemberian 4 macam obat setiap hari selama 2 bulan terdiri
dari Rifampisin, INH, PZA dan Etambutol diikuti INH dan
rifampisin 3 kali seminggu selama 4 bulan.
 Cara pencegahan
 Penemuan dan pengobatan pasien merupakan salah satu cara
pencegahan dengan menghilangkan sumber penularan.
 Imunisasi BCG sedini mungkin terhadap mereka yang belum
terinfeksi memberikan daya perlindungan yang bervariasi
tergantung karakteristik penduduk, kualitas vaksin dan strain
yang dipakai. Penelitian menunjukkan imunisasi BCG ini
secara konsisten memberikan perlindungan terhadap
terjadinya meningitis TB dan TB milier pada anak balita.
 Perbaikan lingkungan, status gizi dan kondisi sosial ekonomi
juga merupakan bagian dari usaha pencegahan.
 Di negara maju dengan prevalensi TB rendah, setiap pasien
TB paru BTA positif ditempatkan dalam ruang khusus
bertekanan negatif. Setiap orang yang kontak diharuskan
memakai pelindung pernapasan yang dapat menyaring
partikel yang berukuran submikron.

C. Kebijakan dan Strategi Pemerintah dalam Pengendalian Penyakit dan


Penyehatan Lingkungan
Strategi Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan dalam
Rencana Aksi Program PP dan PL dilakukan melalui : (Ditjen PP&PL, 2015)
1. Untuk mengendalikan penyakit menular strategi yang dilakukan adalah:
a) Perluasan cakupan akses masyarakat (termasuk skrining cepat bila
ada dugaan potensi meningkatnya kejadian penyakit menular seperti
Mass Blood Survey untuk malaria) dalam memperoleh pelayanan
kesehatan terkait penyakit menular terutama di daerah-daerah yang
berada di perbatasan, kepulauan dan terpencil untuk menjamin upaya
memutus mata rantai penularan.
b) Perluasan skrining AIDS. Dalam 5 tahun akan dilakukan test pada
15.000.000 sasaran, dengan target tahun 2015 sebanyak 7.000.000 tes
dengan sasaran populasi sasaran (ibu hamil, pasangan ODHA,
masyarakat infeksi TB dan hepatitis) dan populasi kunci yaitu
pengguna napza suntik, Wanita Pekerja Seks (WPS) langsung
maupun tidak langsung, pelanggan/pasangan seks WPS, gay, waria,
LSL dan warga binaan lapas/rutan. Target tahun 2016 hingga 2019
akan dilakukan secara bertahap untuk memenuhi targret 15.000.000
test
c) Deteksi Dini Hepatitis B dan C; sampai dengan tahun 2019 akan
diharapkan paling tidak 90% Ibu hamil telah ditawarkan untuk
mengikuti Deteksi Dini Hepatitis B, paling tidak 90% Tenaga
Kesehatan dilakukan Deteksi Dini Hepatitis B dan C; demikian
halnya dengan kelompok masyarakat berisiko tinggi lainnya seperti
keluarga orang dengan Hepatitis B dan C; Pelajar/mahasiswa
Kesehatan; Orang orang dengan riwayat pernah menjalani cuci darah,
Orang dengan HIV/AIDS, pasien klinik Penyakit Menular Seksual,
Pengguna Napsa Suntik, WPS, LSL, Waria, dll paling tidak 90%
diantara mereka melakukan Deteksi Dini Hepatitis B dan C. Secara
absolut jumlah yang akan dideteksi dini sampai dengan tahun 2019
paling tidak sebesar 20 juta orang.
d) Intensifikasi penemuan kasus kusta di 14 provinsi dan147 kab/kota
e) Pemberian Obat Pencegahan Massal frambusia di 74 kabupaten
endemis
f) Survey serologi frambusia dalam rangka pembuktian bebas frambusia
g) Skrining di pelabuhan/bandara/PLBDN yang meliputi: skrining AIDS
,skrining hepatitis, melakukan mass blood survey malaria di
pelabuhan, pada masyarakat pelabuhan dan skrining penyakit
bersumber binatang di pelabuhan.
h) Memberikan otoritas pada petugas kesehatan masyarakat (Public
Health Officers), di pelabuhan/bandara/PLBD terutama hak akses
pengamatan faktor risiko dan penyakit dan penentuan langkah
penanggulangannya. Untuk mendukung strategi ini dilakukan upaya :
1) Standarisasi nasional SOP yang digunakan oleh seluruh Kantor
Kesehatan Pelabuhan sesuai perkembangan kondisi terkini.
2) Penyediaan sarana dan peralatan pengamatan faktor risiko dan
penyakit sesuai dengan perkembangan teknologi.
3) Peningkatan kapasitas petugas Kantor Kesehatan Pelabuhan
dalam pengamatan faktor risiko dan penanggulangan penyakit
sesuai Prosedur yang ditentukan
4) Melakukan peningkatan jejaring dengan lintas sektor dan
pengguna jasa.
5) Melaksanakan Surveilans Epidemiologi penyakit menular
berbasis laboratorium
6) Melaksanakan advokasi dan fasilitasi kejadian luar biasa, wabah
dan bencana di wilayah layanan
7) Melaksanakan kajian dan diseminasi informasi pengendalian
penyakit menular
8) Pengembangan laboratorium pengendalian penyakit menular
9) Meningkatkan dan mengembangkan model dan teknologi tepat
guna
i) Meningkatkan peran B/BTKLPP dalam upaya pengendalian faktor
risiko dan penyakit menular melalui:
 Surveilans faktor risiko penyakit
 Melaksanakan advokasi dan fasilitasi kejadian luar biasa,
wabah dan bencana di wilayah layanan
 Melaksanakan kajian dan diseminasi informasi pengendalian
penyakit menular
 Pengembangan laboratorium pengendalian penyakit menular
 Meningkatkan dan mengembangkan model dan teknologi tepat
guna
j) Mendorong keterlibatan masyarakat dalam membantu upaya
pengendalian penyakit melalui surveilans berbasis masyarakat untuk
melakukan pengamatan terhadap hal-hal yang dapat menyebabkan
masalah kesehatan dan melaporkannnya kepada petugas kesehatan
agar dapat dilakukan respon dini sehingga permasalahan kesehatan
tidak terjadi. Peningkatan peran daerah khususnya kabupaten/kota
yang menjadi daerah pintu masuk negara dalam mendukung
implementasi pelaksanaan International Health Regulation (IHR)
untuk upaya cegah tangkal terhadap masuk dan keluarnya penyakit
yang berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat.
k) Pengendalian Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I)
dengan memberikan imunisasi terbukti cost effective serta dapat
mengurangi kematian, kesakitan, dan kecacatan secara signifikan.
Imunisasi dapat memberikan perlindungan kepada sasaran yang
mendapatkan imunisasi dan juga kepada masyarakat di sekitarnya
(herd immunity). Untuk dapat mencapai hal tersebut maka kebijakan
dalam program imunisasi meliputi:
 Penyelenggaraan dilaksanakan oleh pemerintah, swasta dan
masyarakat, dengan prinsip keterpaduan
 Mengupayakan kesinambungan penyelenggaraan melalui
perencanaan program dan anggaran terpadu (APBN, APBD,
Hibah, LSM dan masyarakat)
 Perhatian khusus diberikan untuk wilayah rawan sosial, rawan
penyakit (KLB) dan daerah-daerah sulit secara geografis
 Melaksanakan kesepakatan global: Eradikasi Polio, Eliminasi
Tetanus Maternal dan Neonatal, Eliminasi Campak dan
Pengendalian Rubella, Mutu Pelayanan Sesuai Standar, dan lain-
lain.
Kebijakan ini dilaksanakan dengan pendekatan strategi:
1) Peningkatan cakupan imunisasi yang tinggi dan merata serta terjangkau
melalui :
 Tersedianya pelayanan imunisasi “stasioner” yang terjangkau
masyarakat
 Tersedianya pelayanan imunisasi yang menjangkau masyarakat di
daerah sulit
2) Peningkatan kualitas pelayanan imunisasi melalui;
 Petugas yang terampil
 Coldchain dan vaksin yang berkualitas
 Pemberian imunisasi yang benar
3) Penggerakan Masyarakat untuk mau dan mampu menjangkau pelayanan
imunisasi

D. Konsep Asuhan Keperawatan Komunitas


1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan komunitas merupakan tahap pertama
dalam proses keperawatan komunitas. Perawat berupaya untuk
mendapatkan informasi atau data tentang kondisi kesehatan komunitas
dan faktor-faktor yang berhubungan dengan kesehatan komunitas. Dalam
tahap pengkajian ini, ada empat kegiatan yang dilakukan, yaitu
pengumpulan data, pengorganisasian data, validasi data, dan
pendokumentasian data.(Kemenkes RI, 2016)
a. Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan proses mendapat informasi
tentang kondisi kesehatan dari klien. Dalam hal ini kesehatan
komunitas. Proses pengumpulan data harus dilakukansecara
sistematik dan terus menerus untuk mendapatkan data atau informasi
yang signifikan yang menggambarkan kondisi kesehatan komunitas.
1) Tipe data
Data dapat berupa data subjektif atau data objektif. Data subjektif
biasa dikaitkan sebagai keluhan. Di komunitas, data subjektif
biasa terkait dengan keluhan komunitas, misalnya terkait
lingkungan yang tidak nyaman secara fisik dan psikologis,
perasaan tertekan, perasaan ketakutan, dan sebagainya. Data
subjektif meliputi, sensasi komunitas terkait dengan perasaan,
nilai-nilai, keyakinan, sikap dan persepsi terhadap status
kesehatan atau situasi kehidupannya. Data objektif biasanya
berkaitan dengan tanda-tanda yang dapat dideteksi dengan
pengamatan, dapat diukur atau diperiksa dengan menggunakan
standar. Informasi atau data diperoleh dengan menggunakan
indera penglihatan, pendengaran, dan sentuhan/peraba, yang
biasanya dilakukan melalui metode observasi dan pemeriksaan.
2) Sumber data
Pengetahuan tentang sumber data merupakan hal yang sangat
penting untuk diketahui, karena data yang dikumpulkan harus
sesuai dengan tujuannya, sebab bila terjadi kesalahan dalam
sumber data, maka akan mengakibatkan kesalahan dalam
penarikan kesimpulan. Data yang dikumpulkan dapat berupa data
primer atau data sekunder. Dari sumber data, kita dapat
mengetahui apakah data yang dikumpulkan berupa data primer
atau data sekunder. Untuk mengumpulkan data primer komunitas,
dapat dilakukan dengan cara survai epidemiologi, pengamatan
epidemiologi, dan penyaringan, sedangkan pengumpulan data
sekunder, sumber datanya dapat berupa seperti berikut:
 Sarana pelayanan kesehatan, misalnya rumah sakit,
Puskesmas, atau balai pengobatan.
 Instansi yang berhubungan dengan kesehatan, misalnya
Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan, dan Biro Pusat
Statistik.
 Absensi, sekolah, industri, dan perusahaan. Secara
internasional, data dapat diperoleh dari WHO, seperti
Population and vital Statistics report, population bulletin,
dan sebagainya.
3) Metode pengumpulan data keperawatan komunitas
Pengumpulan data komunitas dapat dilakukan dengan teknik
sebagai berikut:
a) Wawancara.
Kegiatan ini merupakan proses interaksi atau komunikasi
langsung antara pewawancara dengan responden. Data yang
dikumpulkan bersifat:
 fakta, misalnya umur, pendidikan, pekerjaan, penyakit
yang pernah diderita;
 sikap, misalnya sikap terhadap pembuatan jamban
keluarga, atau keluarga berencana;pendapat, misalnya
pendapat tentang pelayanan kesehatan yang dilakukan
oleh perawat di Puskesmas;
 keinginan, misalnya pelayanan kesehatan yang
diinginkan;
 pengalaman, misalnya pengalaman waktu terjadi wabah
b) Angket
Teknik lain dalam pengumpulan data adalah melalui angket.
Pada angket, jawaban diisi oleh responden sesuai dengan
daftar yang diterima, sedangkan pada wawancara, jawaban
responden diisi oleh pewawancara. Untuk pengembalian
daftar isian dapat dilakukan dengan dua cara yakni
canvasser, yaitu daftar yang telah diisi, ditunggu oleh
petugas yang menyerahkan dan householder, yaitu jawaban
responden dikirimkan pada alamat yang telah ditentukan.
c) Observasi
Observasi merupakan salah teknik pengumpulan data yang
menggunakan pertolongan indera mata. Teknik ini
bermanfaat untuk:
 mengurangi jumlah pertanyaan, misalnya pertanyaan
tentang kebersihan rumah tidak perlu ditanyakan, tetapi
cukup dilakukan observasi oleh pewawancara;
 mengukur kebenaran jawaban pada wawancara tentang
kualitas air minum yang digunakan oleh responden dapat
dinilai dengan melakukan observasi langsung pada
sumber air yang dimaksud; untuk memperoleh data yang
tidak diperoleh dengan wawancara atau angket, misalnya
pengamatan terhadap prosedur tetap dalam pelayanan
kesehatan.
d) Pemeriksaan
Pengumpulan data dapat dilakukan dengan teknik
pemeriksaan. Pemeriksaan yang dilakukan dapat berupa
pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan radiologis. Pemeriksaan dapat dilakukan hanya
sekali atau berulang-ulang tergantung pada tujuan. Waktu
dan frekuensi pemeriksaan ini harus ditentukan pada waktu
perencanaan sesuai dengan perkiraan timbulnya insiden.
Tempat pemeriksaan dapat dilakukan di lapangan atau sarana
pelayanan kesehatan. Organ yang diperiksa dapat berupa,
seluruh organ, organ tertentu seperti paru-paru, jantung,
kadar gula darah, kadar kolesterol, dan sebagainya, serta
beberapa organ sekaligus, seperti pemeriksaan jantung dan
paru-paru.

b. Pengorganisasian Data
Dalam pengkajian komunitas ada beberapa data yang perlu
dikumpulkan, yaitu data inti komunitas, subsistem komunitas, dan
persepsi. (Kemenkes RI, 2016)
1) Data inti komunitas
Data komunitas ini merupakan data yang dikumpulkan dalam inti
komunitas yang meliputi:
a) sejarah atau riwayat (riwayat daerah dan perubahan daerah);
b) demografi (usia, karakteristik jenis kelamin, distribusi ras dan
distribusi etnis);
c) tipe keluarga (keluarga/bukan keluarga, kelompok);
d) status perkawinan (kawin, janda/duda, single);
e) statistik vital (kelahiran, kematian kelompok usia, dan penyebab
kematian);
f) nilai-nilai dan keyakinan;
g) agama.
2) Data subsistem komunitas
Data subsistem komunitas yang perlu dikumpulkan dalam pengkajian
komunitas sebagai berikut.
a) Lingkungan fisik
Sama seperti pemeriksaan fisik klien individu, di komunitas juga
dilakukan pemeriksaan fisik lingkungan komunitas. Panca indera
yang digunakan dalam pengkajian fisik adalah inspeksi,
auskultasi, tanda-tanda vital, review sistem, dan pemeriksaan
laboratorium.
 Inspeksi
Pemeriksaan dengan menggunakan semua organ-organ indera
dan dilakukan secara survei yakni berjalan di masyarakat atau
mikro-pengkajian terhadap perumahan, ruang terbuka, batas-
batas, layanan transportasi pusat, pasar, tempat bertemu orang-
orang di jalan, tanda-tanda pembusukan, etnis, agama,
kesehatan dan morbiditas, serta media politik.
 Auskultasi
Mendengarkan warga masyarakat tentang lingkungan fisik.
Tanda-tanda vital dengan mengamati iklim, medan, serta batas
alam, seperti sungai dan bukit - bukit. Sumber daya
masyarakat dengan mencari tanda-tanda kehidupan, seperti
pengumuman, poster, perumahan dan bangunan baru. Sistem
review, arsitektur, bahan bangunan yang digunakan, air, pipa,
sanitasi, jendela, dan sebagainya. Juga fasilitas bisnis dan
rumah ibadah (masjid, gereja dan vihara, dan sebagainya).
 Pemeriksaan laboratorium
Data sensus atau studi perencanaan untuk proses mapping
masyarakat, yang berarti untuk mengumpulkan dan
mengevaluasi data atau informasi tentang status kesehatan
komunitas yang dibutuhkan sebagai dasar dalam perencanaan
b) Pelayanan kesehatan dan sosial
Pelayanan kesehatan dan sosial perlu dikaji di komunitas, yaitu
Puskesmas, klinik, rumah sakit, pengobatan tradisional, agen
pelayanan kesehatan di rumah, pusat emergensi, rumah
perawatan, fasilitas pelayanan sosial, pelayanan kesehatan mental,
apakah ada yang mengalami sakit akut atau kronis.
c) Ekonomi
Data yang perlu dikumpulkan terkait dengan ekonomi adalah,
karakteristik keuangan keluarga dan individu, status pekerja,
kategori pekerjaan dan jumlah penduduk yang tidak bekerja,
lokasi industri, pasar, dan pusat bisnis.
d) Transportasi dan keamanan
Data yang perlu dikumpulkan terkait dengan transportasi dan
keamanan adalah: alat transportasi penduduk datang dan ke luar
wilayah, transportasi umum (bus, taksi, angkot, dan sebagainya
serta transportasi privat (sumber transportasi atau transpor untuk
penyandang cacat). Layanan perlindungan kebakaran, polisi,
sanitasi, dan kualitas udara.
e) Politik dan pemerintahan
Data yang perlu dikumpulkan meliputi data pemerintahan (RT,
RW, desa/kelurahan, kecamatan, dan sebagainya), kelompok
pelayanan masyarakat (posyandu, PKK, karang taruna, posbindu,
poskesdes, panti, dan sebagainya) serta data politik, yaitu kegiatan
politik yang ada di wilayah tersebut serta peran peserta partai
politik dalam pelayanan kesehatan.
f) Komunikasi
Data yang dikumpulkan terkait dengan komunikasi dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu komunikasi formal yang
meliputi surat kabar, radio dan televisi, telepon, internet, dan
hotline, serta komunikasi informal yang meliputi papan
pengumuman, poster, brosur, halo-halo, dan sebagainya.
g) Pendidikan
Data yang terkait dengan pendidikan meliputi, sekolah yang ada
di komunitas, tipe pendidikan, perpustakaan, pendidikan khusus,
pelayanan kesehatan di sekolah, program makan siang di sekolah,
dan akses pendidikan yang lebih tinggi.
h) Rekreasi.
Data yang perlu dikumpulkan terkait dengan rekreasi yang
meliputi, taman, area bermain, perpustakaan, rekreasi umum dan
privat, serta fasilitas khusus.
3) Data persepsi
a) Tempat tinggal
Yang meliputi bagaimana perasaan masyarakat tentang
komunitasnya, apa yang menjadi kekuatan mereka, permasalahan,
tanyakan pada masyarakat dalam kelompok yang berbeda
(misalnya, lansia, remaja, pekerja, profesional, ibu rumah tangga,
dan sebagainya).
b) Persepsi umum yang meliputi pernyataan umum tentang
kesehatan dari komunitas, apa yang menjadi kekuatan, apa
masalahnya atau potensial masalah yang dapat diidentifikasi.

c. Validasi Data
Informasi yang dikumpulkan selama tahap pengkajian harus
lengkap, faktual dan akurat, sebab diagnosa keperawatan dan intervensi
keperawatan didasarkan informasi ini. Validasi merupakan verifikasi data
untuk mengkonfirmasi bahwa data tersebut akurat dan faktual. Validasi
data sangat membantu perawat dalam melaksanakan tugas, meyakinkan
bahwa informasi pengkajian sudah lengkap, serta data subjektif dan
objektif dapat diterima.

d. Analisis komunitas
Dalam melakukan analisis komunitas ada beberapa tahap yang perlu
dilakukan, yaitu kategorisasi, ringkasan, perbandingan, dan kesimpulan.
1) Kategorisasi
Data dapat dikategorikan dalam berbagai cara. Pengkategorian data
pengkajian komunitas secara tradisional adalah sebagai berikut.
a) Karakteristik demografi (ukuran keluarga, usia, jenis kelamin,
etnis, dan kelompok ras).
b) Karakteristik geografik (batas wilayah, jumlah dan besarnya
kepala keluarga, ruang publik, serta jalan).
c) Karakteristik sosialekonomi (pekerjaan dan kategori pekerjaan,
tingkat pendidikan, dan sewa atau pola kepemilikan rumah).
d) Sumber dan pelayanan kesehatan (Rumah Sakit, Puskesmas,
Klinik, Pusat Kesehatan Mental, dan sebagainya).
2) Ringkasan
Setelah melakukan kategorisasi data, maka tugas berikutnya adalah
meringkas data dalam setiap kategori. Pernyataan ringkasan disajikan
dalam bentuk ukuran, seperti jumlah, bagan, dan grafik.
3) Perbandingan
Tugas berikut adalah analisis data yang meliputi identifikasi
kesenjangan data, dan ketidaksesuaian. Data pembanding sangat
diperlukan untuk menetapkan pola atau kecenderungan yang ada atau
jika tidak benar dan perlu revalidasi yang membutuhkan data asli.
Perbedaan data dapat saja terjadi, karena kesalahan pencatatan data.
Membandingkan data hasil pengkajian komunitas dengan data lain
yang sama yang merupakan standar yang telah ditetapkan untuk suatu
wilayah kabupaten/kota, atau provinsi atau nasional. Misalnya, terkait
dengan angka kematian bayi/IMR di suatu wilayah dibandingkan
IMR standar pada tingkat kabupaten/kota.
4) Membuat kesimpulan
Setelah data yang dikumpulkan dibuat kategori, ringkasan, dan
dibandingkan, maka tahap akhir adalah membuat kesimpulan secara
logika dari peristiwa, yang kemudian dibuatkan pernyataan diagnosa
keperawatan komunitas.
e. Pendokumentasian Data
Untuk melengkapi tahap pengkajian, perawat perlu mencatat data klien.
Dokumentasi secara akurat sangat penting dan dapat meliputi semua data
yang dikumpulkan tentang status kesehatan klien (komunitas). Data yang
dikumpulkan merupakan kondisi yang benar- benar yang faktual bukan
interpretasi dari perawat.

2. Analisis Komunitas
Dalam melakukan analisis komunitas ada beberapa tahap yang perlu
dilakukan, yaitu kategorisasi, ringkasan, perbandingan, dan kesimpulan.
a. Kategorisasi
Data dapat dikategorikan dalam berbagai cara. Pengkategorian tradisional
data pengkajian komunitas adalah sebagai berikut.
1) Karakteristik demografi (ukuran keluarga, usia, jenis kelamin, etnis
dan kelompok ras).
2) Karakteristik geografik (batas wilayah, jumlah dan besarnya kepala
keluarga (KK), ruang publik, dan jalan).
3) Karakteristik sosialekonomi (pekerjaan dan kategori pekerjaan,
tingkat pendidikan, dan sewa atau pola kepemilikan rumah).
4) Sumber dan pelayanan kesehatan (Rumah Sakit, Puskesmas, Klinik,
Pusat Kesehatan Mental, dan sebagainya).
b. Ringkasan
Setelah melakukan kategorisasi data, maka tugas berikutnya adalah
meringkas data dalam setiap kategori. Pernyataan ringkasan disajikan
dalam bentuk ukuran, seperti jumlah, bagan, dan grafik.
c. Perbandingan
Tugas berikut adalah analisis data yang meliputi identifikasi kesenjangan
data dan ketidaksesuaian. Data pembanding sangat diperlukan untuk
menetapkan pola atau kecenderungan yang ada atau jika tidak benar dan
perlu revalidasi yang membutuhkan data asli. Perbedaan data dapat saja
terjadi karena kesalahan pencatatan data.
d. Membuat kesimpulan
Setelah data yang dikumpulkan dibuat kategori, ringkasan dan
dibandingkan, maka tahap akhir adalah membuat kesimpulan secara
logika dari peristiwa, yang kemudian dibuatkan pernyataan diagnosis
keperawatan komunitas.

3. Diagnosa Keperawatan Komunitas


Penulisan diagnosis keperawatan kelompok dan komunitas berbeda
dengan individu dan keluarga. Menurut Freeman (1970) dalam Ervin (2008),
upaya atau action pelayanan keperawatan komunitas haruslah berlandaskan
pengkajian yang akurat yang dilakukan oleh seluruh komponen yang ada di
dalam komunitas, sehingga diagnosis keperawatan komunitas adalah kunci
utama pelayanan keperawatan yang dilakukan di komunitas.
Diagnosis keperawatan kelompok dan komunitas juga memiliki
perbedaan secara umum dengan diagnosis individu dan keluarga, karena saat
melakukan pengkajian di komunitas atau kelompok/aggregates, maka
perawat yang bekerja di komunitas, berkolaborasi dengan komunitas, tokoh
komunitas, kepala kelurahan/desa serta aparatnya, pemuka agama serta
tenaga kesehatan lainnya, sehingga formulasi diagnosis keperawatan harus
mewakili semua pemangku kepentingan di komunitas (Ervin, 2008).

4. Perencanaan Keperawatan Komunitas


Perencanaan terdiri atas beberapa tahapan, yaitu:
a. memprioritaskan diagnosis komunitas;
b. menetapkan sasaran intervensi yang diharapkan;
c. menetapkan tujuan yang diharapkan; dan
d. menetapkan intervensi keperawatan.

5. Implementasi Keperawatan Komunitas


Strategi dalam implementasi keperawatan komunitas yang meliputi,
pemberdayaan komunitas, promosi kesehatan, menjalin kemitraan, advokasi,
dan supervisi.
6. Advokasi
Advokasi merupakan suatu cara perawat untuk meningkatkan partisipasi
secara aktif komunitas. Perawat membantu masyarakat dalam mengambil
keputusan secara mandiri. Advokasi merupakan suatu usaha sistematik dan
terorganisasi, untuk memengaruhi dan mendesak terjadinya perubahan dalam
kebijakan publik secara bertahap maju dan semakin baik, sehingga untuk
mencapai tujuan tersebut diperlukan advokasi yang efektif dan
berkesinambungan

7. Supervisi
Supervisi adalah suatu proses kemudahan untuk penyelesaian tugas-tugas
keperawatan (Swansburg & Swansburg, 1999). Supervisi adalah
merencanakan,mengarahkan, membimbing, mengajar, mengobservasi,
mendorong, memperbaiki, mempercayai, mengevaluasi secara terus menerus
pada setiap perawat dengan sabar, adil serta bijaksana (Kron, 1987).
Berdasarkan definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa supervisi merupakan
suatu cara yang efektif untuk mencapai tujuan organisasi
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TBC PARU
DALAM KOMUNITAS

1. Pengkajian umum komunitas


Pada tahap pengkajian ini terdapat beberapa kegiatan yaitu mulai dari
pengumpulan data, pengolahan data, analisis data, perumusan atau penentuan
masalah perioritas. Kumpulan individu/ keluarga di komunitas merupakan
“Core“ dari asuhan keperawatan komunitas. Demografi, populasi, nilai- nilai,
keyakinan dan riwayat individu termasuk riwayat kesehatannya, serta
dipengaruhi pula oleh delapan sub sistem: fisik dan lingkungan perumahan,
pendidikan , keselamatan dan transportasi, politik dan kebijakan pemerintah,
kesehatan dan pelayanan sosial, komunikasi, ekonomi dan rekreasi.

a. Data inti :
1) Usia yang berisiko
2) Pendidikan
3) Jenis kelamin
4) Pekerjaan
5) Agama
6) Keyakinan
7) Nilai – nilai
b. Riwayat komunitas, yang dapat merupakan stressor timbulnya
gangguan yang perlu dikaji pada kelompok atau komunitas adalah :
1) Core atau inti: data demografi kelompok atau komunitas yang
terdiri: umur, pendidikan, jenis kelamin, pekerjaan, agama,
nilai-nilai, keyakinan serta riwayat timbulnya kelompok
atau komunitas.
2) Delapan subsistem yang mempengaruhi komunitas (Betty Neuman)
:
 Perumahan: Rumah yang dihuni oleh penduduk, penerangan,
sirkulasi dan kepadatan. Pendidikan: Apakah ada sarana pendidikan
yang dapat digunakan untuk meningkatkan pengetahuan
 Keamanan dan keselamatan di lingkungan tempat tinggal: Apakah
tidak menimbulkan stress.
 Politik dan kebijakan pemerintah terkait dengan kesehatan:
Apakah cukup menunjang sehingga memudahkan komunitas
mendapat pelayanan di berbagai bidang termasuk kesehatan.
 Pelayanan kesehatan yang tersedia untuk melakukan deteksi dini
gangguan atau merawat atau memantau apabila gangguan sudah
terjadi.
 System komunikasi: Sarana komunikasi apa saja yang dapat
dimanfaatkan di komunitas tersebut untuk meningkatkan pengetahuan
terkait dengan gangguan nutrisi misalnya televisi, radio, Koran atau
leaflet yang diberikan kepada komunitas
 Ekonomi: Tingkat sosial ekonomi komunitas secara keseluruhan
apakah sesuai dengan UMR (Upah Minimum Regional), dibawah
UMR atau diatas UMR sehingga upaya pelayanan kesehatan
yang diberikan dapat terjangkau, misalnya anjuran untuk
konsumsi jenis makanan sesuai status ekonomi tersebut.
 Rekreasi: Apakah tersedia sarananya, kapan saja dibuka, dan
apakah biayanya terjangkau oleh komunitas. Rekreasi ini
hendaknya dapat digunakan komunitas untuk mengurangi stress.
3) Kebutuhan dalam kehidupan sehari hari
a) Kebutuhan nutrisi
b) Kebutuhan eliminasi
c) Kebutuhan istirahat dan tidur d. Personal hygiene
d) Rekreasi
4) Lingkungan
a) Karakteristik rumah
b) Karakteristik tetangga dan komunikasi RW
c) Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat
d) Sistem pendukung keluarga
e) Fungsi ekonomi
5) Stress dan koping keluarga
a) Stressor jangka pendek
b) Stressor jangka panjang
c) Kemampuan keluarga berespon terhadap situasi
d) Strategi dan koping yang digunakan
6) Derajat kesehatan
a) Kejadian sakit
b) Perilaku keluarga dalam penanggulangan penyakit.
2. Analisa data
Analisa data ini dapat berupa data subjektif maupun objektif. Analisis
dibutukan untuk menemukan kebutuhan kesehatan komunitas dan kekuatan
komunitas serta untuk mengidentifikasi pola respon kesehatan dan
kecenderungan dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan. Analisis dilakukan
pada data inti maupun subsistem. Dan kemudian penentuan diagnosis
keperawatan komunitas. Adapun fase-fase yang dapat digunakan dalam
proses analisis:
a. Kategorisasi
Yaitu mengkategorikan data yang dapat dikategorikan dalam berbagai
cara:
1) Karakteristik demografi (ukuran keluarga, usia, jenis kelamin, dan
kelompok etnikdan ras)
2) Karakteristik geografik (batas wilayah, jumlah dan ukuran lahan
tempat tinggal, ruang public dan jalan)
3) Karakteristik ekonomi-sosial (jenis penghasilan, jumlah penghasilan,
tingkat Pendidikan, pola penyewaan dan kepemilikan rumah)
4) Struktur pelayanan kesehatan (rumah sakit, klinika, pusat pelayanan
kesehatan mental dll)
b. Ringkasan
Proses selanjutnya yaitu membuat ringkasan data dalam kategori berupa
rates, diagram, dan grafik.
c. Perbandingan
Tugas selanjutnya yaitu mengidentifikasi kesenjangan, kejanggalan, dan
kehilangan data.
d. Penarikan kesimpulan
Kemudian langkah terakhir yaitu menarik kesimpulan yang logis dari
bukti yang ada untuk merumuskan diagnose. (Widyanto, 2014)
3. Perumusan Masalah
4. Prioritas Masalah
Dalam menentukan prioritas diagnosa keperawatan dapat dilakukan
penentuan dengan memperhatikan kriteria penapisan yaitu:
a. Sesuai dengan peran perawat komunitas
b. Jumlah yang berisiko
c. Besarnya risiko
d. Kemungkina untuk Pendidikan kesehatan
e. Minat masyarakat
f. Kemungkinan untuk diatasi
g. Sesuia program pemerintah
h. Sumber daya tempat
i. Sumber daya waktu
j. Sumber daya dana
k. Sumber daya peralatan
l. Sumber daya manusia
5. Diagnosa Keperawatan
Domain 1. Promosi Kesehatan,
Kelas 2 : Manajemen Kesehatan
Kode (00215) Defisiensi Kesehatan Komunitas
Definisi : Adanya satu atau lebih masalah kesehatan atau faktor yang
mengganggu kesejahteraan atau meningkatkan risiko masalah kesehatan yang
dialami oleh suatu kelompok.
Faktor yang berhubungan :
- Ketidak cukupan sumber daya ( pengetahuan )
- Ketidakcukupan data hasil program
- Program tidak seluruhnya mengatasi masalah kesehatan
Batasan karakteristik :
- Masalah kesehatan yang dialami oleh suatu kelompok atau populasi
- Resiko hospitalisasi yang dialami oleh kelompok atau populasi
- Resiko status fisiologis yang dialami kelompok atau populasi
- Resiko satus psikologis yang dialami oleh kelompok atau populasi
Intervensi:
Domain 7. Komunitas
Kelas C: Peningkatan Kesehatan Komunitas
Intervensi:
Kode (5510) Pendidikan Kesehatan
Definisi : Mengembangkan dan menyediakan instruksi dan pengalaman belajar
untuk memfasilitasi perilaku adaptasi yang disengaja yang kondusif bagi
kesehatan pada individu, keluarga, kelompok, atau komunitas.
Aktivitas :
1. Targetkan sasaran pada kelompok beresiko tinggi dan rentang usaia yang
akan mendapat manfaat besar dari pendidikan kesehatan
2. Identifikasi faktor internal atau eskternal yang dapat meningkatkan atau
mengurangi motivasi untuk berperilaku sehat.
3. Tentukan pengetahuan kesehatan dan gaya hidup perilaku saat ini pada
individu, keluarga, atau keompok sasaran
4. Bantu individu, keluarga dan masyarakat untuk memperjelas keyakinan
dan nilai – nilai kesehatan.
5. Identifikasi karakteristik populasi target yang mempengaruhi pemilihan
strategi belajar
6. Rumuskan tujuan dalam program pendidikan kesehatan
7. Identifikasi sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan program
8. Pertimbangkan kemudahan akses, hal –hal yang disukai konsumen, dan
biaya dalam perencanaan program
9. Tekankan manfaat kesehatan positif yang langsung manfaat jangka pendek
yang bisa diterima oleh perilaku gaya hidup positif dari pada manfaat
jangka panjang atau efek ketidak patuhan
10. Kembangkan materi pendidikan tertulis yang tersedia dan sesuai dengan
audiens yang menjadi sasaran
11. Gunakan pemimpin kelompok, guru, dan kelompok pendukung dan
mengimplementasikan program bagi kelompok kecil kemungkinannya
untuk mau mendengarkan profesional kesehatan atau orang dewasa
12. Berikan ceramah untuk menyampaikan informasi dalam jumlah besar saat
waktu yang tepat
13. Berikan diskusi kelompok untuk mempengaruhi keyakinan terhadap
kesehatan, sikap dan nilai-nilai
14. Libatkan individu, keluarga dan kelompok dalam perencanaan dan rencana
implementasi gaya hidup atau modifikasi perilaku kesehatan
15. Manfaatkan sistem dukungan sosial dan keluarga untuk meningkatkan
efektifitas gaya hidup atau modifikasi perilaku kesehatan
16. Tekankan pentingnya pola makan sehat, tidur, olahraga, dan lain-lain bagi
individu, keluarga, dan kelopok yang meneladani nilai dan perilaku dari
orang lain, terutama pada anak-anak
17. Rencanakan tindak lanjut jangka panjang untuk memperkuat perilaku
kesehatan atau adaptasi terhadap gaya hidup
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai