Anda di halaman 1dari 48

1.

Jurnal Penelitian dan Pengembangan Sains & Humaniora 5(3), 259-270

JPPSH, Lembaga Penelitian Undiksha, Desember 2011

259

PERBAIKAN KONDISI KERJA BERBASIS KEARIFAN LOKAL

YANG RELEVAN DENGAN KONSEP ERGONOMI

UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS KESEHATAN

DAN PRODUKTIVITAS PEMATUNG

DI DESA PELIATAN UBUD GIANYAR

I Made Sutajaya & Ni Putu Ristiati

Jurusan Pendidikan Biologi, FMIPA Universitas Pendidikan Ganesha

Abstrak

Tujuan utama penelitian, mengetahui pengaruh penerapan ergonomik berbasis kearifan lokal terhadap
kualitas kesehatan dan produktivitas pekerja. Penelitian ini dilakukan di Desa Peliatan Kecamatan Ubud
Kabupaten Gianyar yang melibatkan 30 orang pekerja. Hasil yang diperoleh adalah: (1) 82% stasiun
kerjanya belum mengacu kepada konsep asta kosala-kosali yang sepadan dengan konsep antropometri;
(2) kearifan lokal yang relevan dengan prinsip ergonomi adalah konsep menyama-braya (kerjasama tim),
pantangan kerja malam hari/ siang hari, penerapan istirahat aktif melalui kegiatan mebongbong,
beternak itik/ ayam/ sapi, pemberian sarin pegae sebagai bonus kerja, melaksanakan upacara tumpek
landep sebagai spirit kerja, menggunakan ukuran tubuh seperti ajengkal, aguli, adepa, adepa agung saat
mengukur peralatan dan objek kerja (sepadan dengan konsep antropometri); (3) kualitas kesehatan
dilihat dari beban kerjanya ternyata terjadi peningkatan sebesar 37,5%; keluhan muskuloskeletal
meningkat sebesar 50,8%, dan kelelahan meningkat 31,5%, antara sebelum dan sesudah kerja, akan
berpengaruh terhadap produktivitas kerja. Dapat disimpulkan bahwa: (1) data antropometri yang
sepadan dengan konsep asta kosala-kosali sangat diperlukan dalam mendesain stasiun kerja; (2) kearifan
lokal yang ditemukan pada penelitian ini sangat relevan dengan konsep ergonomi dan ada yang bersifat
umum ada yang bersifat khas di masing-masing daerah; (3) kualitas kesehatan pekerja ternyata sangat
dipengaruhi oleh kondisi kerjanya, karena terbukti terjadi peningkatan beban kerja, kelelahan, dan
keluhan muskuloskeletal antara sebelum dan sesudah kerja secara bermakna (p < 0,05). Untuk itu
disarankan agar konsep kearifan lokal yang secara alami sudah teruji hendaknya dikembangkan kembali
dan diterapkan dalam mengatasi kondisi kerja yang tidak ergonomik.

Jurnal Penelitian dan Pengembangan Sains & Humaniora 5(3), 259-270

JPPSH, Lembaga Penelitian Undiksha, Desember 2011

260
Kata-kata kunci : antropometri, kearifan lokal, ergonomi, dan stasiun kerja

Abstract

The main purpose of this study was to know the influence of the ergonomic application based on the
local wisdom to health quality and productivity. This explorative research was done in Peliatan Village,
Gianyar Regency and involved is about 30 subjects. The result study was found: (1) 82% the working
station had not been designed based asta kosala-kosali concept which relevance to anthropometric
concept; (2) local wisdom which relevance to ergonomic principles are: menyama-braya concept (team
work), working in the night and afternoon are a taboo; the applied of active rest pauses through
mebongbong (cockfight exercises) activity, give the sarin pegae as a bonus to motivate the workers, look
after of the cattle such as duck/ chicken/ cow, tumpek landep ceremony as a working spirit, using the
body size such as ajengkal, aguli, adepa, adepa agung to the size of the hand grip and working object
(relevance to anthropometric concept); (3) the health quality with the indicators i.e. workload increase
about 37.5%, musculoskeletal complaints increase about 50.8%, and fatigue increase about 31.5%,
between before and after working. This condition was predicted to productivity. Therefore, it could be
concluded that: (1) anthropometric data similar to asta kosala-kosali concept is most needed in
designing the working station; (2) the local wisdom which was found in this study most relevance to
ergonomic concept and it had generally and specific characteristic in the each regency; (3) the workers
health quality is most influenced to working condition, because in this study was found that the
significantly increase of workload, fatigue, and musculoskeletal complaints between before and after
working (p < 0.05); (4) the productivity could be increased through the application of the local wisdom
which relevance to ergonomic principles. So, it could be recommended that the local wisdom which had
been tested naturally must be developed and applied in overcoming the un-ergonomic working
condition.

Keywords : anthropometric, local wisdom, ergonomic, work station

Jurnal Penelitian dan Pengembangan Sains & Humaniora 5(3), 259-270

JPPSH, Lembaga Penelitian Undiksha, Desember 2011

261

Pendahuluan

Di dalam mendesain stasiun dan proses kerja, sampai saat ini belum mengacu kepada data antropometri
pekerja yang ada di areal tempat mereka beraktivitas. Umumnya yang digunakan sebagai acuan adalah
data sekunder yang ada pada litetatur atau sumber bacaan yang relevan yang umumnya masih
menggunakan ukuran orang barat. Untuk mengatasi masalah tersebut perlu dilakukan eksplorasi data
dasar yang akan digunakan sebagai acuan di dalam membuat desain stasiun kerja yang ergonomis. Di
samping itu melalui pendekatan sistemik, holistik, interdisipliner dan partisipatori (SHIP) akan terwujud
desain stasiun dan proses kerja yang secara teknis sesuai dengan pekerjanya dan secara fisiologis tidak
menimbulkan keluhan muskuloskeletal, tidak mengakibatkan beban kerja yang terlalu berat dan dapat
memperlambat munculnya kelelahan (Manuaba, 2006 a; Azadeh, et al, 2007; Ercan, et al, 2006).

Antropometri merupakan ukuran dan proporsi tubuh manusia yang mempunyai manfaat praktis untuk
menentukan ukuran tempat duduk, meja kerja, jangkauan, genggaman, ruang gerak dan batas-batas
gerakan sendi (Grandjean, 2007). Jika dikaji mengenai hubungan antara alat, menusia dan pekerjaannya
masing-masing, maka data antropometri akan sangat dibutuhkan untuk memperoleh kesesuaian antara
ukuran diri mereka dengan alat-alat yang digunakan. Saat ini masih belum banyak dimanfaatkan ukuran-
ukuran antropometri di dalam mendesain alat-alat kerja dan tempat kerja, padahal sesungguhnya
antropometri ini sudah dimanfaatkan oleh orang Bali pada saat membangun rumah dan membuat
peralatan kerja yaitu dengan menggunakan asta kosala-kosali dan asta bumi yang pada prinsipnya
hampir sama dengan konsep antropometri. Di samping itu konsep yang tertuang pada Tri Hita Karana,
konsep pemali, dan Ayurveda Ilmu Kedokteran Hindu juga digunakan sebagai acuan di dalam
memperbaiki stasiun dan proses kerja di industri kecil yang dikaitkan dengan parameter kualitas
kesehatan dan produktivitas. Ini merupakan kearifan lokal yang dapat diterapkan di masyarakat dengan
mengacu kepada prinsip-prinsip ergonomi.

Penerapan ergonomi yang mengupayakan agar pekerja selalu dalam kondisi sehat, aman, dan nyaman
dalam proses kerja merupakan suatu yang penting untuk dilaksanakan dan sesegera mungkin harus
diimplementasikan (Manuaba, 2006 b; Azadeh, et al, 2007; Ercan, et al, 2006). Jika hal ini diabaikan,
maka kualitas kesehatan pekerja diyakini akan terganggu bahkan bisa menimbulkan deformitas pada
organ tubuhnya dan pada akhirnya akan

Jurnal Penelitian dan Pengembangan Sains & Humaniora 5(3), 259-270

JPPSH, Lembaga Penelitian Undiksha, Desember 2011

262

menurunkan produktivitas kerja. Salah satu cara yang bisa ditempuh agar para pekerja yang
berkecimpung di dalam kegiatan yang ada di industri kecil tetap dalam kondisi yang sehat, aman,
nyaman, efektif dan efisien serta produktivitasnya tinggi maka diperlukan kaidah-kaidah ergonomi yang
berbasis kearifan lokal di dalam melakukan kegiatan atau aktivitas di tempat kerja. Sebab seandainya hal
ini tidak dilakukan maka akan menimbulkan berbagai macam gangguan, kelainan dan penyakit yang
terkait dengan sistem otot dan rangka, misalnya; (1) terganggunya mekanika tubuh manusia secara
umum, (2) bisa terjadi luka atau cedera pada persendian, (3) epimisium dan perimisium otot bisa sobek,
(4) rasa sakit pada vertebrae (tulang belakang) dan (5) terjadi deformitas atau degenerasi pada diskus
intervertebralis (cakram atau piringan pada persendian tulang belakang)(Grandjean, 2007). Dengan
demikian kualitas kesehatan pekerja akan terancam yang pada akhirnya produktivitas kerja akan
menurun.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut. (1)
Bagaimanakah menyesuaikan antropometri pekerja dengan ukuran alat kerjanya?; (2) Bagaimanakah
mendesain stasiun kerja berbasis kearifan lokal yang relevan dengan konsep ergonomi agar tidak
menimbulkan efek negatif terhadap kualitas kesehatan pekerja? ; (3) Bagaimanakah menentukan
kriteria beban kerja yang menyertai pekerja di sektor industri kecil pada saat melakukan aktivitas di
tempat kerja ?; (4) Bagaimanakah menentukan lokasi keluhan muskuloskletal yang terjadi seandainya
ukuran alat kerja tidak sesuai dengan antropometri pekerja?; dan (5) Bagaimanakah menentukan
kelelahan pekerja pada saat beraktivitas?

Metode

Penelitian deskriptif-eksploratif ini dirancang berdasarkan pendekatan sistemik, holistik, interdisipliner


dan partisipatori (SHIP). Khusus mengenai kualitas kesehatan dan produktivitas pekerja sebelum dan
sesudah penerapan ergonomi berbasis kearifan lokal dilakukan penelitian eksperimental dengan
rancangan pre and post test group design (treatment by subjects design).

Populasi adalah pekerja di industri kecil yang ada di Desa Peliatan, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar
berjumlah 567 orang. Melalui pemilihan sampel secara multistage random sampling, terpilih 30 orang
pekerja yang tergabung dalam satu kelompok kerja. Data yang diperoleh dianalisis dengan uji t paired
pada taraf signifikansi 5%

Jurnal Penelitian dan Pengembangan Sains & Humaniora 5(3), 259-270

JPPSH, Lembaga Penelitian Undiksha, Desember 2011

263

Hasil Dan Pembahasan

Kearifan lokal yang relevan dengan konsep ergonomi adalah: (a) pemanfaatan ukuran tubuh pekerja
dalam mendesain alat kerja yang mengacu kepada konsep asta kosala-kosali sangat relevan dengan
konsep antropometri; (b) penentuan jarak antar tempat kerja yang menggunakan konsep asta bumi
sangat relevan dengan konsep geometri dalam ergonomi; (c) konsep pamali dalam bekerja di siang hari
(tengai tepet/ rikala tajeg Sang Hyang Surya) dan bekerja sandikala (menjelang malam) serta bekerja
malam hari sangat relevan dengan konsep istirahat panjang, istirahat pendek, dan kerja lembur; (d)
konsep sarin pegae sangat relevan dengan konsep bonus kerja dalam ergonomi; (e) penempatan
pelangkiran di setiap tempat kerja relevan dengan konsep spirit kerja dalam ergonomi; (f) rasa jengah
dalam berkarya relevan dengan konsep motivasi kerja dalam ergonomi; (g) konsep sagilik-saguluk,
salunglung-sabaya-antaka dan menyama-braya amat relevan dengan konsep kerjasama tim yang
kondusif dalam ergonomi; (h) upacara tumpek landep amat relevan dengan upaya maintenance
peralatan kerja dalam ergonomi.

Kualitas kesehatan yang didata adalah berupa keluhan muskuloskeletal pekerja, kelelahan, dan beban
kerja. Sedangkan produktivitas yang didata di dua pilot projek penelitian menunjukkan adanya
peningkatan setelah diterapkan istirahat aktif dan istirahat pendek serta pengaturan stasiun kerja yang
mengacu kepada potensi kearifan lokal yang ada di daerah tersebut yang relevan dengan konsep
ergonomi.
Tabel 1

Hasil Analisis Data Kualitas Kesehatan Pematung

No

Variabel

Sebelum kerja

Sesudah kerja

Nilai

Nilai p

Persentase Peningkat-an

Rerata

SB

Rerata

SB

Beban kerja pematung

74,67

8,24

102,70

7,87

14,629

0,0001

37,5%

Keluhan musculoskeletal pematung


29,50

1,64

44,47

3,37

19,645

0,0001

50,8%

Kelelahan pematung

31,47

1,41

41,37

2,25

20,117

0,0001

31,5%

Jurnal Penelitian dan Pengembangan Sains & Humaniora 5(3), 259-270

JPPSH, Lembaga Penelitian Undiksha, Desember 2011

264

Manfaat Praktis Antropometri dalam Mendesain Tempat kerja

Temuan pada penelitian ini menunjukkan bahwa sampai saat ini secara umum penggunaan ukuran
tubuh manusia yang dikenal dengan konsep asta kosala-kosali masih digunakan di masyarakat
khususnya dalam menentukan ukuran alat kerja (hand tools). Akan tetapi ada beberapa alat kerja di
beberapa industri kecil yang ada di Desa Peliatan, Ubud, Gianyar, Bali yang tidak sesuai dengan ukuran
tubuh pemakainya. Kondisi tersebut dapat memicu munculnya keluhan muskuloskeletal pekerja dilihat
dari peningkatan skor keluhan muskuloskeletal antara sebelum dan sesudah beraktivitas. Hasil analisis
data menunjukkan adanya peningkatan keluhan muskuloskeletal sebesar 50,8%. Ini menunjukkan
bahwa peningkatan keluhan muskuloskeletal tersebut memerlukan penanganan yang serius sehingga
tidak menganggu produktivitas kerjanya. Di samping itu juga terjadi peningkatan kelelahan pekerja
sebesar 31,5% yang diprediksi diakibatkan oleh stasiun kerja yang tidak ergonomik dan kurang
dimanfaatkannya potensi kearifan lokal yang sudah ada sejak leluhur mereka bekerja di tempat
tersebut. Beban kerja juga menunjukkan peningkatan yang bermakna yaitu sebesar 37,5% antara
sebelum dan sesudah beraktivitas. Ini menunjukkan bahwa beban kerja yang diakibatkan oleh kondisi
kerja yang tidak ergonomik perlu diperbaiki yang mengacu kepada potensi kearifan lokal yang relevan
dengan konsep-konsep ergonomi seperti konsep asta kosala-kosali, asta bumi, pamali, upakara dan
upacara, tabu, dan beberapa pantangan lainnya yang berkaitan dengan waktu kerja.

Beban Kerja Pematung

Perbaikan kondisi kerja yang dilakukan di industri kerajinan patung di Desa Peliatan, Kecamatan Ubud,
Kabupaten Gianyar sangat diperlukan sebagai upaya untuk mengurangi beban kerja perajin, karena
ternyata setelah bekerja pematung mengalami peningkatan beban kerja sebesar 37,5% (p < 0,05).
Persentase peningkatan beban kerja yang relatif besar tersebut mengindikasikan bahwa penerapan
istirahat aktif dan perbaikan sikap kerja sangat perlu untuk diimplementasikan sebagai upaya untuk
menurunkan beban kerja secara bermakna. Pernyataan ini didukung oleh peneliti lain yaitu: (a)
Arimbawa (2009) melaporkan bahwa redesain peralatan kerja secara ergonomis dapat mengurangi
beban kerja para pembuat minyak kelapa di Kecamatan Dawan Klungkung sebesar 14,69%; (b) Erawan
(2002)

Jurnal Penelitian dan Pengembangan Sains & Humaniora 5(3), 259-270

JPPSH, Lembaga Penelitian Undiksha, Desember 2011

265

melaporkan bahwa perbaikan rancang bangun traktor tangan dapat mengurangi beban kerja pekerja
sebesar 35,04%; (c) Hilda (2000) melaporkan bahwa perbaikan sikap kerja saat mengangkat dan
mengangkut kotak kemas dapat mengurangi beban kerja sebesar 18,02%; (d) Artayasa (2006)
melaporkan bahwa pendekatan ergonomi total pada proses angkat angkut kelapa dapat mengurangi
beban kerja sebesar 10,61%; dan (e) Purnomo (2007) melaporkan bahwa sistem kerja dengan
pendekatan ergonomi total dapat mengurangi beban kerja pekerja di industri gerabah Kasongan Bantul
sebesar 21,69%

Keluhan Muskuloskeletal Pematung

Perbaikan kondisi kerja yang dilakukan di industri kerajinan patung di Desa Peliatan, Kecamatan Ubud,
Kabupaten Gianyar sebagai upaya untuk mengurangi keluhan muskuloskeletal perajin sangat diperlukan,
karena ternyata setelah bekerja mengalami peningkatan keluhan muskuloskeletal sebesar 50,8% (p
<0,05). Persentase peningkatan keluhan muskuloskeletal yang relatif besar pada kerajinan patung
tersebut mengindikasikan bahwa kondisi kerja mereka belum ergonomis, sehingga penerapan istirahat
aktif dan perbaikan sikap kerja sangat diperlukan sebagai salah satu implementasi ergonomi yang
berbasis kearifan lokal. Hal ini didukung oleh: (a) Erlangga dan Sutalaksana (2001) yang menyatakan
bahwa gangguan muskuloskeletal merupakan fenomena kecelakaan kerja yang bersifat kumulatif yang
sering diakibatkan oleh posisi dan sikap kerja yang tidak alamiah karena tidak diperhatikannya antara
antropometri pekerja dengan tinggi bidang kerjanya; (b) Yassierli dan Sutalaksana (2000) menyatakan
bahwa dalam bekerja manusia akan memposisikan dirinya mengikuti rancangan sistem yang ada dan hal
ini sering menimbulkan posisi dan sikap kerja yang tidak alamiah yang pada akhirnya akan menimbulkan
gangguan atau rasa sakit pada tulang belakang, leher, bahu, lengan, pergelangan tangan, tangan, paha,
betis, dan kaki; dan (c) Diwyastra (2000) melaporkan bahwa perajin ukiran sanggah di Desa Semana,
80% mengeluh nyeri punggung dan 100% nyeri pinggang yang diakibatkan oleh sikap kerja membungkuk
dan duduk bersila yang dilakukan dalam waktu relatif lama.

Kelelahan Pematung

Perbaikan kondisi kerja yang dilakukan di industri kerajinan patung di Desa Peliatan, Kecamatan Ubud,
Kabupaten Gianyar sangat perlu dilakukan

Jurnal Penelitian dan Pengembangan Sains & Humaniora 5(3), 259-270

JPPSH, Lembaga Penelitian Undiksha, Desember 2011

266

sebagai upaya untuk mengurangi kelelahan perajin. Dapat dikatakan demikian, karena ternyata setelah
mereka bekerja mengalami peningkatan kelelahan sebesar 31,5% (p < 0,05). Persentase peningkatan
kelelahan yang relatif besar tersebut semakin meyakinkan bahwa penerapan istirahat aktif dan
perbaikan sikap kerja mutlak diperlukan untuk menurunkan kelelahan secara bermakna. Pernyataan
tersebut didukung oleh: (a) Sutjana & Adiputra (2006) melaporkan bahwa kelelahan pekerja antara
sebelum dan sesudah kerja pada proses angkat-angkut sebelum dilakukan perbaikan meningkat sebesar
44,09% (p < 0,05), akan tetapi setelah dilakukan perbaikan cara angkat dan angkut sesuai antropometri
ternyata dapat mengurangi kelelahan sebesar 41,18% ( p < 0,05); (b) Tunas & Sutajaya (2005)
menemukan bahwa kondisi kerja yang tidak ergonomik ternyata dapat meningkatkan kelelahan perajin
perak di Desa Poh Manis Penatih Denpasar sebesar 39,94% antara sebelum dan sesudah kerja (p < 0,05),
dan dari hasil perbaikan kondisi kerja yang mengupayakan agar para perajin tidak selalu berada di satu
tempat dan dapat melakukan istirahat aktif ternyata mampu mengurangi kelelahan sebesar 45,77%
antara sebelum dan sesudah perbaikan kondisi kerja (p < 0,05); (c) Sudiadjeng (2003) melaporkan bahwa
tempat kerja yang ergonomik pada proses pengadukan beton dapat mengurangi kelelahan pekerja
sebesar 30,76% (p < 0,05); dan (d) Wulanyani (2003) melaporkan bahwa pengaturan istirahat dan
penggunaan musik pengiring kerja dapat mengurangi kelelahan pelinting rokok sebesar 28,42% (p <
0,05).

Produktivitas Pematung

Perbaikan yang mengacu kepada kearifan lokal yang relevan dengan konsep ergonomi diharapkan
mampu untuk mengatasi penurunan kualitas kesehatan yang dinilai dari indikator beban kerja, keluhan
muskuloskeletal, dan kelelahan. Jika ini bisa dilakukan bukan hal yang mustahil jika terjadi peningkatan
produktivitas. Ini bisa terjadi karena beban kerja para perajin dapat diturunkan dan disertai dengan tidak
terjadinya akumulasi kelelahan. Hal serupa juga dilaporkan oleh beberapa peneliti yaitu: (a) Arimbawa
(2009) melaporkan bahwa redesain peralatan kerja secara ergonomis dapat meningkatkan produktivitas
kerja para pembuat minyak kelapa di Kecamatan Dawan Klungkung sebesar 35,71%; (b) Wulanyani
(2004) melaporkan bahwa penerapan istirahat aktif dan pemberian musik pengiring pada proses
pelintingan rokok di CV X Denpasar dapat meningkatkan produktivitas sebesar 121,89%; (c) Erawan
(2002) melaporkan bahwa perbaikan rancang

Jurnal Penelitian dan Pengembangan Sains & Humaniora 5(3), 259-270

JPPSH, Lembaga Penelitian Undiksha, Desember 2011

267

bangun traktor tangan meningkatkan produktivitas pekerja sebesar 23,25%; (d) Hilda (2000) melaporkan
bahwa perbaikan sikap kerja saat mengangkat dan mengangkut kotak kemas dapat meningkatkan
produktivitas sebesar 119,71%; (e) Adiatmika (2007) melaporkan bahwa perbaikan kondisi kerja dengan
pendekatan ergonomi total dapat meningkatkan produktivitas perajin pengecatan logam di Kediri
Tabanan sebesar 61,66%; (f) Artayasa (2006) melaporkan bahwa pendekatan ergonomi total pada
proses angkat angkut kelapa dapat meningkatkan produktivitas sebesar 48,84%; dan (g) Purnomo (2007)
melaporkan bahwa sistem kerja dengan pendekatan ergonomi total dapat meningkatkan produktivitas
pekerja di industri gerabah Kasongan Bantul sebesar 59,49%

Simpulan

Bertolak dari hasil analisis data dan pembahasan yang telah diuraikan dan dikaji di atas dapat dibuat
simpulan sebagai berikut. (1) Penyesuaian antropometri pekerja dengan ukuran alat kerja perajin
mengacu kepada konsep asta kosala-kosali sebagai salah satu kearifan lokal yang masih relevan
diterapkan dalam mendesain peralatan kerja; (2) Stasiun kerja dapat didesain melalui penerapan
kearifan lokal yang relevan dengan konsep ergonomi agar implementasinya dapat berkesinambungan;
(3) Kriteria beban kerja dapat ditentukan berdasarkan perubahan frekuensi denyut nadi, dan dalam
penelitian ini ditemukan bahwa kondisi kerja yang tidak ergonomis dapat meningkatkan beban kerja
pematung sebesar 37,5%; (4) Lokasi keluhan muskuloskeletal dapat ditelusuri melalui peta otot tubuh
manusia dan pada penelitian ini ditemukan bahwa kondisi kerja yang tidak ergonomis dapat
meningkatkan keluhan muskuloskeletal pematung sebesar 50,8%; dan (5) Kelelahan dapat ditentukan
berdasarkan kondisi tubuh seseorang yang diekpresikan melalui berbagai perasaan yang berkaitan
dengan indikator kelelahan dan pada penelitian ini ditemukan bahwa kondisi kerja yang tidak ergonomis
dapat meningkatkan kelelahan pematung sebesar 31,5%.

Saran

Saran yang tampaknya penting untuk disampaikan pada penelitian ini adalah sebagai berikut. (1) Agar
para pekerja di industri kecil mencermati kondisi kerjanya ditinjau dari pendekatan ergonomik dan
dipadukan dengan kearifan local yang relevan; (2) Penerapan kearifan lokal yang relevan dengan konsep
ergonomi hendaknya dimaksimalkan agar dicapai hasil yang
Jurnal Penelitian dan Pengembangan Sains & Humaniora 5(3), 259-270

JPPSH, Lembaga Penelitian Undiksha, Desember 2011

268

memuaskan terkait dengan upaya perbaikan stasiun kerja; dan (3) Penerapan konsep ergonomi berbasis
kearifan lokal sudah seharusnya dilakukan agar dicapai kondisi kerja yang sehat, aman, nyaman, efektif,
dan efisien serta tercapai produktivitas yang setinggi-tingginya.

Daftar Rujukan

Adiatmika, I P.G.2007. Perbaikan Kondisi Kerja dengan Pendekatan Ergonomi Total Menurunkan Keluhan
Muskuloskeletal dan Kelelahan serta Meningkatkan Produktivitas Perajin pengecatan Logam di Kediri
Tabanan. Disertasi. Program Pascasarjana S3 Ilmu Kedokteran Universitas Udayana.

Arimbawa, I M.G. 2009. Redesain Peralatan Kerja secara Ergonomis Meningkatkan Kinerja Pembuat
Minyak Kelapa Tradisional di Kecamatan Dawan Klungkung. Disertasi. Program Pascasarjana S3 Ilmu
Kedokteran Universitas Udayana.

Artayasa, N. 2006. Total Ergonomis Application of Women Coconut Handler. Proceeding Ergo Future,
International Symposium on Past, Present and Future Ergonomis, Occupational Safety and Health. Ed.
Adiatmika & Dewa Alit Putra. Denpasar: Department of Physiology, Udayana University.

Azadeh, A., Fam, M., Garakani,M.M. 2007. A Total Ergonomis Design Approach to Enhance the
Productivity in A Complicated Control System. Journal of Information Technology. 6 (7): 1036 1042.

Erawan, I.N. 2002. Perbaikan Rancang Bangun Handel Traktor Tangan yang Mengacu Aspek
Antropometri dapat Mengurangi Beban Kerja dan Meningkatkan Produktivitas Kerja Operator Traktor di
Desa Werdhi Agung Propinsi Sulut. Tesis. Program Pascasarjana S2 Ergonomi-Fisiologi Kerja. Universitas
Udayana

Ercan, S., & Erdinc, O. 2006. Challenges of Leardership in Industrial Ergonomis Projects. Journal Istanbul
Ticaret Universitesi Fen Bilimleri Dergisi. Vol.5 (9): 119 127.

Jurnal Penelitian dan Pengembangan Sains & Humaniora 5(3), 259-270

JPPSH, Lembaga Penelitian Undiksha, Desember 2011

269

Dwyastra. 2000. Keluhan Subjektif Tukang Ukir Sanggah pada Perajin MLS di Desa Semana Kecamatan
Abiansemal Kabupaten Badung, Bali. dalam Prosiding Seminar Nasional Ergonomi 2000 di Surabaya.

Erlangga, E. 2001 Gangguan Jaringan Muskuloskeletal Akibat Bekerja. Teknik Industri ITB. Bandung.
Grandjean, E. 2007. Fitting the task to the Man. A Textbook of Occupational Ergonomis. 4th Edition.
London: Taylor & Francis.

Hilda, S. 2000. Mengangkat dan Meletakkan Kotak Kemas dengan Menekukkan Lutut, Mengangkut
dengan Memakai Troley Menurunkan Beban Kerja dan Meningkatkan Produktivitas Tenaga Kerja Wanita
di Perusahaan Pengalengan Makanan. Tesis. Program Pascasarjana S2 Ergonomi-Fisiologi Kerja.
Universitas Udayana.

Manuaba, A. 2006 a. Aplikasi Ergonomi dengan Pendekatan Holistik Perlu, Demi Hasil yang Lebih Lestari
dan Mampu Bersaing. Jurnal Sosial dan Humaniora, Vol. 01 No. 03: 235-249.

Manuaba, A. 2006 b. Total Ergonomis Approach is a Must to Attain Humane, Competitive and
Sustainable Work System and Products. Proceeding Ergo Future. International Symposium on Past,
Present and Future Ergonomis, Occupational Safety and Health. Ed. Adiatmika & Dewa Alit Putra.
Denpasar: Department of Physiology, Udayana University.

Purnomo, H. 2007. Sistem Kerja dengan Pendekatan Ergonomi Total Mengurangi Keluhan
Muskuloskeletal, Kelelahan, dan Beban Kerja serta Meningkatkan Produktivitas Pekerja Industri Gerabah
di Kasongan Bantul. Disertasi. Program Pascasarjana S3 Ilmu Kedokteran Universitas Udayana.

Jurnal Penelitian dan Pengembangan Sains & Humaniora 5(3), 259-270

JPPSH, Lembaga Penelitian Undiksha, Desember 2011

270

Sudiadjeng, L. 2003. Peneduh di Areal Kerja Menekan Kelelahan dan Meningkatkan Produktivitas
Pengadukan Spesi Beton secara Konvensional. Prosiding Seminar Nasional Ergonomi. Yogyakarta.

Sutjana, I.D.P. & Adiputra, N. 2006. Change of Ergonomi Application in Bali Agricultural Tool Design-A
SHIP Approach Experience. Proceeding Ergo Future, International Symposium on Past, Present and
Future Ergonomis, Occupational Safety and Health. Ed. Adiatmika & Dewa Alit Putra.
Denpasar:Department of Physiology, Udayana University.

Tunas, K dan Sutajaya, I.M. 2005. Perbaikan Kondisi Kerja Mengurangi Beban Kerja, Gangguan
Muskuloskeletal dan Kelelahan serta Meningkatkan Produktivitas Perajin Perak Di Desa Poh Manis
Penatih Denpasar. Prosiding Seminar Nasional Ergonomi. Yogyakarta.

Wulanyani, N.M.S. 2003. Pengaturan Istirahat dan Musik Pengiring Kerja Menurunkan Kelelahan dan
Stress Kerja Pelinting Kertas Rokok di CV X Denpasar. Prosiding Seminar Nasional Ergonomi.
Yogyakarta.

Wulanyani, N.M.S. 2004. Pengaturan Istirahat dan Musik Pengiring Kerja Meningkatkan Produktivitas
Pelinting Kertas Rokok di CV X Denpasar. Tesis. Program Pascasarjana S2 Ergonomi-Fisiologi Kerja.
Universitas Udayana.
Yassierli dan Sutalaksana, I. Z. 2000. Evaluasi dan Analisis Postur Kerja dalam Sistem Kerja Permesinan
Konvensional Indonesia. Dalam Prosiding Seminar Nasional Ergonomi 2000 di Surabaya.

Kasus 2

40 Jurnal Penelitian Sains & Teknologi, Vol. 11, No. 1, April 2010: 40 - 58
PENGARUH PROGRAM LATIHAN KESEIMBANGAN DINAMIK TERHADAP
JANGKAUAN FUNGSIONAL KE DEPAN PADA WANITA USILA DI WREDA
RINEKSA KELURAHAN KELAPA DUA CIMANGGIS DEPOK
Yuli Arnita Pakpahan, Imam Waluyo,
Amin Singgih, dan Siswo Poerwanto
Fisioterapi STIKes Binawan
Jl. Raya Kalibata No. 25 - 30 Jakarta 13630
E-mail: stikes@binawan-ihs.ac.id
ABSTRAK

P enelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh program latihan keseimbangan


dinamik terhadap jangkauan fungsional kedepan (JFD) pada wanita usila di Wreda
Rineksa Kelurahan Kelapa Dua Cimanggis Depok tahun 2009, serta menjelaskan kaitan
JFD dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya seperti usia, tinggi badan, TAF, kecemasan
terhadap jatuh dan penggunaan hand support. Penelitian ini menggunakan desain kuasi
eksperimental pra-pasca LKDin terhadap Jangkauan Fungsional ke Depan menggunakan
satu kelompok yaitu 17 wanita usila sehat (61,24 4,98 tahun) yang mengikuti latihan
keseimbangan dinamik 2 kali seminggu dalam 5 minggu. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa rata-rata jangkauan fungsional ke depan (JFD) pasca latihan keseimbangan dinamik
meningkat secara bermakna (p<0,05) dibandingkan Jangkauan Fungsional ke Depan pra
latihan keseimbangan Dinamik. Dengan latihan keseimbangan dinamik 2 kali per mnggu
selama 5 mingigu di atas alat semi-compressible foam roller modified berhasil meningkatkan
keseimbangan yang diukur dengan tes Jangkauan Fungsional ke Depan (JFD) secara
bermakna pada wanita usila di Wreda Rineksa Kelurahan Kelapa Dua Cimanggis Depok
tahun 2009, Seiring dengan bertambahnya usia, maka jarak jangkauan pun menurun,
semakin tinggi badan seseorang belum tentu jangkauannya semakin panjang, usila yang
TAF nya tidak aktif dengan LKDin teratur selama 5 minggu akan meningkatkan tambahan
jangkauan, LKDin selama 5 minggu dapat menurunkan kecemasan terhadap jatuh sehingga
meningkatkan tambahan jangkauan dan penggunaan hand support menurun.
Kata kunci : Forward Functional Reach, balance training, elderly, postural control
ABSTRACT

P urposes of the research are to know effect of dynamic balance training program on For
ward Functional Reach (FFR) of elderly women of Wreda Rineksa elderly home of
Kelurahan Kelapa Dua Cimanggis of Depok of 2009, and to explain relationship of FFR and
factors affecting it such as age, height, TAF, anxiety of fall and use of hand support. The
research uses quasi-experimental pre-post LKDin on Forward Functional Reach by using one
group, namely 17 elderly, health women (61.24 4.98 years old) who are participating in
dynamic balance training program of 2 times a week for 5 weeks. Average Forward Functional
Reach of post-dynamic balance training program was improved significantly (p<0.05) compared
to Forward Functional Reach of pre-dynamic balance training program. With dynamic
balance training program of 2 times a week for 5 weeks by using semi-compressible foam roller
modified equipment could significantly improve postural control measured by Forward
FuncPengaruh
Program Latihan Keseimbangan ... (Yuli Arnita Pakpahan, dkk.) 41
PENDAHULUAN
Pada usia lanjut dapat terjadi penurunan
sistem-sistem seperti sistem visual,
neural, sensori, muskuloskeletal yang
mempengaruhi keseimbangan. Penurunan
ini mengakibatkan menurunnya kualitas
hidup dan meningkatnya resiko jatuh
(Huxham., et al, 2001). Covinsky et al.
(2001) memperjelas bahwa gangguan keseimbangan
merupakan penyebab utama dari
jatuh.
Telah ada beberapa penelitian eksperimen
yang menunjukkan penurunan
resiko jatuh menggunakan latihan keseimbangan
baik dalam waktu yang cepat
maupun yang lama dan memiliki dampak
positif untuk sistem-sistem tersebut. Studi
yang dilakukan sebelumnya oleh Bellew et
al. (2005) adalah salah satu latihan keseimbangan
yang memperbaiki performa
keseimbangan dinamik. Program latihan
keseimbangan dinamik yang dilakukan di
California itu, yang diklaim oleh Bellew et
al. (2005) tidak rumit, singkat waktunya,
murah, terkemuka, dan bermanfaat ini
sayangnya belum pernah dilakukan di Indonesia
walaupun usila Indonesia seperti
yang dikatakan oleh Ju & Jones (1989) dan
Lamb (1999) lebih aktif dibandingkan
dengan usila di negara-negara berkembang
lainnya (seperti dikutip oleh Yi & Vaupel,
2002).
Tes Jangkauan Fungsional ke Depan
(JFD) adalah salah satu pengukuran klinik
baru yang dapat dapat dipercaya dan sering
digunakan untuk mengukur kemampuan
keseimbangan dinamik pada usila (C. Liao
& Lin, 2007; Wernick-Robinson., et al,
1999). Pada studi Liao (2007) yang mengatakan
bahwa bila menggunakan strategi
ankle maka jarak jangkauannya kecil. JFD
seseorang dipengaruhi oleh usia dan tinggi
badan (Duncan,.et al, 1990), TAF (Weiner,.
Et al 1992).
Pada penelitian ini menjawab apakah
program latihan keseimbangan dinamik 2
kali per minggu selama 5 minggu yang
dilakukan pada wanita usila di Wreda
Rineksa Kelurahan Kelapa Dua Cimanggis
Depok ini dapat meningkatkan JFD dan
apakah usia, tinggi badan, TAF, kecemasan
terhadap jatuh dan penggunaan hand support
mempengaruhi JFD.
Penuaan dan Keseimbangan
Keseimbangan dapat diartikan sebagai
suatu proses mempertahankan Center
of Gravity (CoG) tubuh pada Base of Support
(BoS) dan memerlukan penyesuaian
diri terus-menerus oleh kerja otot dan posisi
sendi (Jonsson, 2006).
Pada sistem-sistem yang mempengaruhi
keseimbangan seperti sistem visual
(Salive, et al., 1994) terjadi degenerasi
retina, pelencengan optikal secara progresif
dan kehilangan reaksi dari pupilari dimana
mengubah jalan sinyal visual yang ditransmisikan
ke retina (Bonnel., et al, 2003)
penurunan pada ketajaman penglihatan
dan sensitivitas kontras menyebabkan
masalah-masalah pada persepsi bentuk dan
tional Reach (FFR) of elderly women of Wreda Rineksa of Kelurahan Kelapa Dua Cimanggis
of Depok of 2009. Reach range will be reduced with age, greater height is not meaning a longer
range of reach. Elderly women with inactive TAF and regular LKDin for 5 weeks will have
improved range of reach. LKDin for 5 weeks can lower anxiety of fall and also it increase
range of reach and the use of hand support will decrease.
Keywords: Forward Functional Reach, balance training, elderly, postural control
42 Jurnal Penelitian Sains & Teknologi, Vol. 11, No. 1, April 2010: 40 - 58
kedalaman dari apa yang dilihat sehingga
usila tidak mampu melakukan kegiatan
fisik (Owsley.,et al, 2001).
Secara struktural, penuaan dihubungkan
dengan menurunnya organ-organ
vestibular seperti penurunan jumlah
sel-sel rambut baik pada kanal-kanal
maupun organ-organ otolith, dan pada
jumlah serabut saraf yang menyebabkan
fungsi vestibular berubah (Rosenhall, 1973;
Rosenhall & Rubin, 1975). Peran utama
dari sistem vestibular adalah menstabilisasi
kepala (Pollock.,et al, 2000). Kehilangan
fungsi vestibular seiring dengan peningkatan
usia dapat menyebabkan terjadi
masalah penyaluran dengan konflik
informasi yang berasal dari sistem-sistem
sensori lain sehingga keterangan ini tidak
dapat dipercaya (Manchester.,et al 1989;
Teasdale., et al, 1991).
Pengaturan keseimbangan postural
juga bergantung pada informasi dari
proprioseptif dan organ-organ mekanoreseptor.
Akibat penuaan, beberapa
aspek dari proprioseptif ditemukan memburuk
seperti deteksi posisi dan ambang
batas gerakan (Horak., et al, 1989;
Robbins., et al, 1995; Skinner.,et al, 1984).
Gangguan proprioseptif yang berhubungan
dengan masalah keseimbangan menyebabkan
tingginya resiko jatuh pada lansia
(Horak., et al, 1989; Lord & Clark, 1996;
Lord & Ward, 1994; Manchester et al.,
1989; Teasdale et al., 1991; M Woollacott.,
et al, 1986). Hal ini karena memburuknya
fungsi dari reseptor proprioseptif yang
terdapat di otot, tendon, dan sendi sehingga
mempengaruhi kontrol postural dan
karena berkurangnya informasi mengenai
posisi anggota gerak dan batang tubuh ke
yang lainnya dan dari distensi otot-otot
(Quaniam., et al, 1995). Ini akan meningkatkan
ambang batas dari deteksi gerak dan
penurunan ketelitian dalam menghasilkan
sudut sendi dan memicu kontrol keseimbangan
yang rendah (Hay., et al, 1996;
McChesney & Woollacott, 2000; Thelen
.,et al, 1998). Hal ini akibat penuaan,
sehingga reseptor di kutaneus dan jaringan
subkutan, terutama reseptor tekan di
telapak kaki menerima informasi yang
bersifat eksteroseptif sehingga mendapat
input yang kurang akurat dan menyebabkan
kesulitan dalam mengontrol keseimbangan
(Pyykko, et al., 1988).
Kontrol Postural
Horak (1997) mengatakan bahwa
pada saat memulai program motorik pusat,
kontrol postural bergantung pada informasi
vestibular, optikal dan proprioseptif. Program
pemilihan dari kontrol postural hanya
berdasar pada sebagian dari informasi
sensori daripada total informasi dari semua
sumber sensori. Ada beberapa komponen
penting yang dibutuhkan dalam kontrol
postural diantaranya modalitas sensorik
sebagai dasar utama dalam kontrol postural
yaitu sekitar 70% masukan somatosensorik,
20% masukan vestibular dan 10% masukan
dari visual (Lin, Soon, & Lee). Interaksi
yang tidak normal pada ketiga sistem
keseimbangan ini dapat mengakibatkan
reaksi postural yang tidak normal (Podsiadlo
& Richardson, 1991), hambatan biomekanik
dimana satu sistem stabilitas
postur yang paling penting dalam
keseimbangan yaitu kualitas dan besar BoS
dan berbagai macam neuron serta faktor
biomekanik yang saling berinteraksi untuk
mencapai tujuan yaitu keseimbangan,
dalam mempertahankan pusat gravitasi
melalui BoS selama posisi statis, dinamik,
disamping itu diperlukan strategi gerakan
dimana tubuh mempunyai strategi postural
yaitu sensorimotor untuk kontrol postural
yang terdiri atas strategi ankle, hip dan
melangkah dan memerlukan proses kognitif
Pengaruh Program Latihan Keseimbangan ... (Yuli Arnita Pakpahan, dkk.) 43
yaitu respon gerak dan pengaktifan otototot
secara sinergis yang dipengaruhi oleh
umpan balik sensorik, harapan, atensi,
pengalamanan, lingkungan dan tujuan.
Program Latihan Keseimbangan Dinamik
Banyak usaha-usaha pada studi-studi
sebelumnya yang merangsang berbagai
sistem organ untuk turut memperbaiki
fungsi keseimbangan dan mencegah
terjadinya insiden jatuh pada usila dan
melibatkan intervensi fisioterapi diantaranya
latihan beban, Tai Chi (Komagata &
Newton, 2003), ballates (Clary., et al,
2006), biofeedback (Nichols, 1997), yoga,
terapi estrogen (Naessen., et al, 1997),
latihan fleksibilitas (Skelton & Dinan,
1999). Program latihan yang dilakukan
sebelumnya pada wanita usila yang direkrut
dari gereja setempat (Los Angeles, California,
USA) oleh Bellew et al. (2005)
menemukan bahwa dengan melakukan
latihan keseimbangan dinamik di atas alat
semi-compressible foam roller dapat
meningkatkan keseimbangan dinamik.
Pada latihan keseimbangan dinamik ini
menggunakan orientasi anteroposterior
dan mediolateral, sehingga menggunakan
strategi gerakan selama cara berdiri diganggu
yaitu pada strategi ankle. Di Indonesia
sudah pernah dilakukan penelitian dengan
senam otak dan senam usila yang berpengaruh
pada perbaikan keseimbangan
(Herawati & Wahyuni, 2004).
Squat adalah salah satu latihan yang
mempengaruhi keseimbangan dinamik dan
daya tahan (Skelton & Dinan, 1999). Otot
penggerak utama squat adalah otot gluteal,
dengan otot sinergis adalah otot hamstring.
Squat merupakan latihan yang sangat baik
dilakukan untuk kekuatan, kecepatan dan
power atau ukuran ini sangat baik untuk
sistem muskuloskeletal, khususnya otot-otot
gluteal dan quadriceps dan dapat merangsang
peningkatan hormon pertumbuhan.
Squat dapat membantu perkembangan
kinestetik karena koordinasi dari multi
sendi (Bell, 2008).
Pada penelitian ini menggunakan
frekuensi 2 kali per minggu. Frekuensi
mengikuti frekuensi latihan yang dipakai
Bellew et al. (2005) dan atas pertimbangan
literatur studi, yang pertama, untuk program
latihan umum pada usila, seperti yang
dianjurkan ACSM 1995 bahwa frekuensi
latihan adalah 3-5 hari per minggu. Jika
mereka latihan dengan intensitas sangat
rendah dengan durasi pendek maka usila
perlu ditekankan lebih sering melakukan
aktivitas sehari-harinya (5-7 hari per
minggu). Peningkatan yang direkomendasikan
ini mempunyai relevansi fisiologi pada
pemeliharaan kapasitas daya tahan
maupun fleksibilitas. Disamping itu seperti
dikutip oleh Lim, 1999, frekuensi yang
panjang dapat meningkatkan kerelaan dan
memicu kemungkinan yang lebih besar dari
subjek dalam mengasimilasi aktivitas fisik
pada aktivitas rutin. Yang kedua untuk program
latihan khusus keseimbangan pada
usila, jumlah sesi per minggu ditentukan
oleh jenis latihan dan kemampuan
individu (Bell, 2008, p. 368). Intensitas dari
program latihan harus mulai dari yang
rendah karena usila lebih cenderung
mudah cidera, maka latihan intensitas
rendah ini dianjurkan untuk populasi usila.
Intensitas latihan cukup untuk memberi
muatan sistem-sistem kardiovaskuler,
pulmonal, dan muskuloskeletal tanpa overstrain.
Intensitas yang dianjurkan untuk
usila adalah 50-70 % dari Heart Rate Reserve
(HRR). Tingkat intensitas dari
latihan harus dilihat secara teratur dengan
denyut nadi atau RPE (Diafas, et al., 2007)
Jangkauan Fungsional ke Depan (JFD)
sebagai Indikator Keseimbangan
Tes jangkauan fungsional ke Depan
44 Jurnal Penelitian Sains & Teknologi, Vol. 11, No. 1, April 2010: 40 - 58
merupakan pengukuran jarak JFD
seseorang tanpa mengambil langkah atau
kehilangan keseimbangan. Dari waktu ke
waktu pengukuran klinis ini digunakan
untuk mendeteksi gangguan keseimbangan
dan perubahan kinerja keseimbangan (P.
W. Duncan, et al., 1990) Selain itu,
dilaporkan bahwa jangkauan fungsional
berguna untuk memprediksi terjadinya
risiko jatuh (Duncan., et al, 1992) Tes yang
dikembangkan oleh Duncan et al (1990)
ini menjadi pengukuran kontrol postural
dinamik. Tes ini memiliki reliabilitas dan
validitas yang tinggi dan dapat digunakan
pada orang tua yang ringkih (D. K. Weiner,
et al., 1993), usila (Sousa & Sampaio,
2005), Parkinson (Behrman., et al, 2002),
stroke (Bernhardt., et al, 1998), hipofungsi
vestibular (Wernick-Robinson, et al.,
1999), SCI (Lynch., et al, 1998) dan
intervensi dalam penelitian. Pada JFD
mengukurnya dalam posisi berdiri tanpa
menggerakkan kaki seperti menjangkau
dan membungkuk, sehingga CoM tetap
pada LoS. Jika CoM bergerak keluar dari
batas, seseorang tersebut akan jatuh jika
tidak mampu menyesuaikan postural yang
dibuat. Pada studi Jonsson (2006) menemukan
bahwa gerakan trunk mempengaruhi
jangkauan seseorang.
Strategi gerakan (C.F Liao, 2006)
dan penurunan fleksibilitas spinal (Wernick-
Robinson, et al., 1999) adalah faktorfaktor
khusus lain yang mempengaruhi JFD.
Pada studi Liao (2007) menunjukkan bahwa
hubungan antara jarak jangkauan dan
perpindahan CoM dipengaruhi oleh
strategi gerakan.Selama Jangkauan Fungsional
ke Depan dapat menggunakan strategi
yang berbeda, dalam penelitian ini menggunakan
restriksi strategi ankle dimana
tumitnya tidak boleh terangkat atau jangan
jinjit. Perbandingan ke strategi lainnya atau
kondisi kontrol, bila menggunakan strategi
ankle maka jarak jangkauan yang diamati,
secara signifikan lebih pendek. Penemuan
ini menyediakan dasar yang jernih untuk
mendukung dugaan bahwa jarak jangkauan
mempengaruhi pola gerak gerakan.
Dengan tambahan, luasnya jarak jangkauan
menggambarkan kontrol keseimbangan
dinamik yang berbeda bergantung pada
strategi gerakan yang dipakai.
Lokasi dari pusat massa tubuh atau
CoM ditentukan oleh lokasi-lokasi dari
semua segmen tubuh. Perbedaan penjajaran
segmen tubuh dapat mengarahkan
lokasi CoM yang sama. Jadi, mengukur satu
set gerakan secara khusus dari segmen
tubuh seperti jarak dari jangkauan lengan
ke depan pada JFD saat gerakan trunk ke
depan bersamaan dengan gerakan sendi
hip pada arah yang berlawanan, tidak selalu
menggambarkan gerakan dari CoM (C. F.
Liao & Lin, 2008).
Seperti yang dikatakan Duncan et al
(1990) bahwa pria memiliki kemampuan
menjangkau yang lebih panjang dibandingkan
wanita, hal ini dikarenakan tinggi
badan wanita lebih pendek dibanding pria
dan ini salah satunya mempengaruhi JFD
begitu pula dengan usia, dimana studi
sebelumnya mengatakan bahwa seiring
bertambahnya usia maka jarak jangkauan
pun semakin kecil (P. W. Duncan, et al.,
1990). Pada studi Weiner menunjukkan
bahwa terdapat hubungan yang sangat kuat
antara tingkat aktifitas fisik dengan
jangkauan fungsional (D. Weiner, et al.,
1992).
JFD tidak dapat digunakan pada orang
dengan gangguan mental dan pikiran
sehingga dalam penelitian ini mengukur
nilai kognitif dengan MMSE dimana status
kognitif yang rendah juga berhubungan
dengan resiko kegagalan yang tinggi terhadap
indikator keseimbangan salah
satunya JFD (Manckoundia, et al., 2008).
Pengaruh Program Latihan Keseimbangan ... (Yuli Arnita Pakpahan, dkk.) 45
METODE PENELITIAN
Bahan
Penelitian ini merupakan bagian
penelitian besar yang terdiri dari cross-sectional
untuk melihat gambaran indikator
keseimbangan dan faktor-faktor yang
mempengaruhi pada kelompok wanita usia
20-35 tahun, 35-55 tahun, dan 55-74
tahun dan penelitian kuasi eksperimental
untuk mengetahui pengaruh program
latihan keseimbangan dinamik 2 kali per
minggu selama 5 minggu yang dilakukan
pada satu kelompok yaitu wanita usila 55-
74 tahun terhadap indikator keseimbangan
yaitu Jangkauan Fungsional ke Depan
dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya
seperti usia, tinggi badan, TAF,
kecemasan terhadap jatuh, dan penggunaan
hand support . Penelitian ini dilakukan
di Klub lansia Wreda Rineksa Kelurahan
Kelapa Dua Kecamatan Cimanggis Kota
Depok Provinsi Jawa Barat pada bulan Juli
2009.
Populasi target dalam penelitian ini
adalah semua wanita usila berusia 55-74
tahun di Wreda Rineksa Kelurahan Kelapa
Dua Kecamatan Cimanggis Kota Depok
Provinsi Jawa Barat. Populasi terjangkau
dalam penelitian ini adalah wanita yang
menjadi peserta senam di Wreda Rineksa
Kelurahan Kelapa Dua yang berusia 55-74
tahun. Sampel diambil sebesar 17 orang
dengan derajat kepercayaan 90 % dan
presisi (d) = 0,2.
Pengambilan sampel dengan menggunakan
kriteria :
a. Kriteria Inklusi
Wanita berusia 55-74 tahun
Bersedia ikut dalam penelitian dari
awal sampai akhir
Mampu fleksi bahu 900
Nilai total Katz 6, artinya mampu
mandiri dalam beraktivitas seharihari
Hasil pemeriksaan kognitif dengan
MMSE e 24, artinya kelompok
usila yang tidak mengalami
gangguan kognitif
b. Kriteria Eksklusi
Tidak menyelesaikan seluruh
kegiatan dalam penelitian ini
Mengkonsumsi obat psikotropika,
kardiovaskular atau polifarmasi
Ada riwayat penyakit dahulu atau
sekarang seperti stroke, Parkinson,
masalah jantung, diabetes neuropathy,
nyeri pinggang, dan
kontraktur lengan.
Alat dan instrument
Lembar-lembar kuesioner yaitu
MMSE, riwayat penyakit (dahulu dan
sekarang), riwayat jatuh, komsumsi obat,
aktifitas hidup sehari-hari yang menggunakan
KATz Index of Activity of Daily
Living (KATz Index of ADL), the General
Practice Physical Activity Questionnaire
(GPPAQ) dan takut jatuh yang
menggunakan kuesioner Visual Analogue
Score (VAS) dan lembar observasi serta
formulir progresifitas latihan. Peralatan
seperti midline, meteran, goniometer, timbangan,
sfigmomanometer dan stetoskop.
Dalam kegiatan LKDin menggunakan 6
pasang alat replikasi Ankle ArcTM dimana
merupakan nama produk pasar dari alat
semi-compressible foam roller dan
dimodifikasi komposisi bahannya dan
dinamakan perahu ankle HYRRIN oleh
tim peneliti beranggotakan 6 orang yaitu
Harumi, Yuli, Rivo, Rini, Iin, Nur atau semicompressible
foam roller modified (Gambar 2)
yang dirancang ulang menggunakan
Google Sketchup7 dan dibuat oleh
pengrajin Jepara, Bumi Kartini yang
berbahan kayu Damar (untuk roller nya)
46 Jurnal Penelitian Sains & Teknologi, Vol. 11, No. 1, April 2010: 40 - 58
dan foam karet dengan ketebalan 2 cm
(untuk bagian semi-compressible foam nya)
dengan panjang kira-kira 13 inci dengan
lebar 6 inci dan tinggi 3 inci (jari-jari di
kedua ujung = 1 inci dan pada bagian
tengah = 3 inci ) yang menyerupai belahan
sama rata dari sebuah American Football.
Prosedur Tes JFD
Dalam pemeriksaan tes keseimbangan
dinamik dengan satu jarak maksimal
yang dapat dicapai melebihi panjang
lengan ke arah depan atau JFD yang diukur
pra dan pasca LKDin, diulang tiga kali
kemudian dirata-ratakan, dapat dilihat
sebagai berikut:
Meteran ditempelkan horizontal ke
dinding setinggi akromion subjek.
Petunjuk: penguji mencontohkan
terlebih dahulu dengan instruksi lisan.
Posisi Awal: Observan I memberi instruksi
ke subjek dengan komando Lancang
depan gerak. Observan I dan II mencatat
posisi awal MCP III (lihat gambar 2.)
Instruksi terhadap subjek: Jangkau
sejauh mungkin yang anda mampu ke
depan dengan menjaga kedua bahu tetap
simetris dan lengan jangan menyentuh
meteran dinding, tumit jangan terangkat
(tidak boleh jinjit), boleh sedikit
menunduk, dan kaki tetap pada posisi
awal. Observan I dan II mencatat posisi
akhir MCP III (lihat gambar 2).
Subjek akan mengulangi percobaan
ini (sekali, dua kali, batas sampai tiga kali)
jika salah satu dari kesalahan di bawah ini
terjadi:
1) Mengambil langkah
Gambar 1. Sketsa Semi-Compressible Foam Roller Modified (kiri) dan
Hasil Cetakannya (kanan) (Suoth et al., 2009)
Posisi awal JFD Posisi akhir JFD
Gambar 2. Prosedur Tes JFD
Pengaruh Program Latihan Keseimbangan ... (Yuli Arnita Pakpahan, dkk.) 47
2) Kehilangan keseimbangan
3) Lengan menyentuh meteran dinding
Prosedur intervensi
Pada penelitian ini,sebelum melakukan
LKDin, terlebih dahulu diukur pengukuran
takut jatuh dengan memakai Visual
Analogue Score (VAS) yang dinilai sebelum
melihat alat dan setelah melihat alat.
Penggunaan VAS ini bertujuan untuk
mengukur rasa takut jatuh seperti pada studi
Hadjistavropoulos et al. (2007) yang menemukan
bahwa usila yang memiliki ketakutan
jatuh tinggi mengalami kesulitan dalam
mempertahankan keseimbangan mereka.
Saat sedang menggunakan alat dan setelah
menggunakan alat, ditanyakan nilai takut
jatuhnya untuk mengetahui perkembangan
takut jatuh usila yang ditanyakan pada
minggu pertama, ketiga dan kelima.
Prosedur pelaksanaan Latihan Keseimbangan
Dinamik adalah seperti yang
dilakukan oleh Bellew et al. (2005) dengan
sedikit modifikasi yakni pada awal-awal
latihan (minggu-minggu pertama) ditambahkan
spotting (pengawasan ketat),
dipergunakan skala RPE untuk mengontrol
toleransi latihan. Diperhatikan agar selama
Pemanasan
Durasi Aktivitas
1 menit Plantar-/dorsifleksi ankle kanan menit (unilateral) kemudian ganti sebelah kiri
menit orientasi anteroposterior
1 menit Pronasi/supinasi ankle kanan menit (unilateral) kemudian ganti sebelah kiri
menit orientasi anteroposterior
1 menit Plantar-/dorsifleksi ankle kanan menit (unilateral) kemudian ganti sebelah kiri
menit orientasi mediolateral
1 menit Pronasi/supinasi ankle kanan menit (unilateral) kemudian ganti sebelah kiri
menit orientasi mediolateral
1 menit Plantar-/dorsifleksi ankle kanan bilateral orientasi anteroposterior
1 set x 10 repetisi
( 1 menit)
Squat I partial ( 450) bilateral orientasi anteroposterior
30 detik Istirahat
1 menit Pronasi/supinasi ankle kanan bilateral (dengan dua kaki) orientasi anteroposterior
1 set x 10 repetisi
( 1 menit)
Squat II partial bilateral orientasi anteroposterior
30 detik Istirahat
1 menit Plantar-/dorsifleksi ankle kanan bilateral orientasi mediolateral
1 set x 10 repetisi
( 1 menit)
Squat III partial bilateral orientasi mediolateral
30 detik Istirahat
1 menit Pronasi/supinasi ankle kanan bilateral orientasi mediolateral
1 set x 10 repetisi
( 1 menit)
Squat IV partial bilateral orientasi mediolateral
30 detik Istirahat
1 menit Jalan ditempat
Total 15 menit
Tabel 1. Prosedur Intervensi
48 Jurnal Penelitian Sains & Teknologi, Vol. 11, No. 1, April 2010: 40 - 58
latihan berlangsung RPE klien tidak
melebihi 12 dengan tetap memperhatikan
tanda-tanda seperti kelelahan yang sangat,
kehilangan keseimbangan yang berarti,
pusing tiba-tiba, rasa mau muntah.
Pencapaian RPE bisa ditingkatkan dimulai
pada minggu keempat dan tidak melebihi
14. Pengawasan ketat ini dilakukan pada
awal pemberian intervensi, apabila subjek
sudah merasa nyaman. Kegiatan LKDin ini
dilakukan berhadapan dengan dinding
karena apabila mereka takut jatuh dan
merasa kehilangan keseimbangan, mereka
dapat memegang dinding tersebut, tetapi
dianjurkan untuk menghentikan topangan
tangan ketika mereka merasa nyaman. Pada
saat squat di atas semi-compressible foam
roller modified, peneliti memperhatikan dan
mencatat berapa banyak subjek
menggunakan hand support selama 10
repetisi dalam 4 set. Seluruh subjek
diwajibkan melepaskan sepatu nya selama
sesi latihan.
Pengolahan dan Analisis data
Peneliti mengecek kembali yang ada
dalam lembar kuesioner dan observasi
dengan melihat kebenaran isi identitas
responden dan informasi lainnya yang
dibutuhkan dalam penelitian ini, kemudian
memindahkannya ke perangkat piranti
lunak komputer Census and Survey
Processing System versi 4.002 (CSPro 4) atau
kuesioner elektronik agar database tidak
tercecer dan apabila menggunakan penghitungan
maka datanya dapat teruji kebenarannya
dibandingkan dengan manual.
Pada tehnik analisis data menggunakan
analisis univariat dimana menjelaskan
karakteristik subjek menurut JFD, usia,
tinggi badan,TAF, kecemasan terhadap
jatuh dan penggunaan hand support. Untuk
data yang bersifat numerik kontinu maka
dijelaskan dengan nilai rata-rata, standar
deviasi, nilai maksimum, minimum dan 90
% Confidence Interval yaitu variabel JFD,
usia, tinggi badan, dan penggunaan hand
support. Sedangkan data yang bersifat ordinal
dan nominal dijelaskan dengan nilai
persen (%) atau distribusi frekuensi yaitu
variabel kecemasan terhadap jatuh dan
TAF. Pada analisis bivariat dimana untuk
mengetahui kaitan antara JFD dan faktorfaktor
yang mempengaruhi (usia, tinggi
badan, dan penggunaan hand support).
Variabel-variabel tersebut kemudian
dikategorikan menjadi 2 kategori dengan
satu nilai cut off point berdasarkan nilai rataratanya.
Selanjutnya, dilakukan
crosstabulasi antara JFD dan faktor-faktor
yang mempengaruhinya. Dari hasil
crosstabulasi dilakukan analisis untuk
melihat apakah ada pola kecendrungan
keterkaitan JFD dengan faktor-faktor yang
mempengaruhinya dalam bentuk proporsi
ataupun nilai rata-rata.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Univariat JFD dan faktor-faktor
yang mempengaruhi
Secara univariat dari tabel 2 menunjukkan
bahwa JFD pasca-LKDin lebih baik
atau mengalami peningkatan dibandingkan
dengan JFD pra-LKDin.
Dari hasil penggunaan hand support
menunjukkan bahwa terjadi peningkatan
tingkat kepercayaan diri dan adaptasi pada
wanita usila sehingga minggu-minggu
latihan berikutnya takut jatuh menurun
dan penggunaan hand support berkurang.
TAF usila dengan melihat nilai General
Practice Physical Activity Questionnaire
(GPPAQ) di klub usila ini. Hasil yang
dapat disimpulkan bahwa pada klub usila
ini, walaupun tiga kali dalam seminggu rutin
berolahraga tetapi dalam keseharian
Pengaruh Program Latihan Keseimbangan ... (Yuli Arnita Pakpahan, dkk.) 49
juga kurang beraktifitas.
Analisis Bivariat JFD dan faktor -faktor
yang mempengaruhi
Pada faktor usia menunjukkan bahwa
kelompok usia muda peningkatannya JFD
nya lebih besar dibanding usia tua pasca
LKDin ini dapat dilihat dari rata-rata dan
standar deviasi JFD pra-LKDin pada usia d
61 tahun mengalami peningkatan pada JFD
pasca LKDin, Secara proporsi pada
kelompok usia > 61 tahun, JFD pra LKDin
yang > 20 cm lebih banyak yaitu 4 orang (
44,4%) dibandingkan kelompok usia d 61
tahun yaitu 3 orang (37,5 %) dan JFD pasca
LKDin yang >25 cm pada kelompok usia
d 61 tahun mengalami peningkatan sebesar
62,5 % atau sebanyak 5 orang dibanding usia
kelompok tua yaitu 55,6 % (tabel 4).
Tinggi badan pada setiap kelompok
yaitu d 150 cm dan > 150 cm sama-sama
mengalami peningkatan pasca LKDin,
Tabel 2.Univariat JFD dan faktor faktor yang mempengaruhi(Usia, tinggi badan, dan
penggunaan hand support ) pada Wanita Usila di Wreda Rineksa Kelurahan Kelapa Dua
Cimanggis Depok Tahun 2009 (N=17) CI= 90%
JFD dan Faktor risiko Min Maks. Rata-rata SD
90 % CI dari rata-rata
Batas bawah Batas atas
JFD Pra-LKDin 14,00 31,00 20,24 5,01 18,12 22,36
JFD Pasca-LKDin 15,00 31,67 25,22 4,93 23,13 27,30
Usia 55 67 61,24 4,98 59,13 63,34
Tinggi Badan 143 160 150,00 5,24 147,78 152,22
Penggunaan Hand support
Minggu I hari ke-1 14 39 25,88 7,42 22,74 29,03
Minggu I hari ke-2 12 36 24,65 6,36 21,95 27,34
Minggu II hari ke-3 13 35 23,94 6,85 21,04 26,84
Minggu II hari ke-4 8 32 22,35 5,95 19,83 24,87
Minggu III hari ke-5 13 29 21,29 6,13 18,70 23,89
Minggu III hari ke-6 10 31 20,41 6,90 17,49 23,33
Minggu IV hari ke-7 3 27 15,71 7,30 12,62 18,79
Minggu IV hari ke-8 6 26 15,94 6,61 13,14 18,74
Minggu V hari ke-9 3 31 13,53 7,22 10,47 16,59
Minggu V hari ke-10 2 31 12,00 6,80 9,12 14,88
N%
Tingkat Aktivitas Fisik (TAF) Tidak Aktif 5 29,4
Tidak Aktif Sedang 6 35,3
Aktif Sedang 2 11,8
Aktif 4 23,5
Tabel 3. Distribusi Frekuensi Subjek berdasarkan TAF pada Wanita Usila di Wreda
Rineksa Kelurahan Kelapa Dua Cimanggis Depok Tahun 2009 (N=17)
50 Jurnal Penelitian Sains & Teknologi, Vol. 11, No. 1, April 2010: 40 - 58
tetapi pada kelompok tinggi badan d150
cm nilai JFD pra-pasca lebih panjang
dibandingkan kelompok tinggi badan
>150 cm. Secara proporsi (tabel 4) jumlah
lansia yang tinggi badannya d 150 cm, pada
pra-LKDin nilai JFD >20 cm sebanyak 5
orang ( 50%) dibandingkan dengan
kelompok tinggi badan > 150 cm sebanyak
2 orang (28,6%) dan pasca-LKDin JFD >
25 cm pada kelompok tinggi badan d 150
cm naik sebesar 60 % atau 6 orang.
Dari proporsi awal atau pra LKDin
pada kelompok tidak aktif JFD d 20 cm
sebanyak 8 orang (72,7%) sedangkan pada
Tabel 4.Gambaran JFD dan faktor faktor yang mempengaruhi (Usia, tinggi badan,
dan penggunaan hand support ) pra-pasca LKDin pada Wanita Usila di Wreda Rineksa
Kelurahan Kelapa Dua Cimanggis Depok Tahun 2009
U
T
P
M
M
M
M
M
U
T
P
M
M
M
M
M
Pengaruh Program Latihan Keseimbangan ... (Yuli Arnita Pakpahan, dkk.) 51
Tabel 4.Distribusi faktor -faktor yang mempengaruhi (Usia, tinggi badan, TAF,
kecemasan terhadap jatuh dan penggunaan hand support ) terhadap JFD pada Wanita
Usila di Wreda Rineksa Kelurahan Kelapa Dua Cimanggis Depok Tahun 2009
JFD Pra LKDIN JFD Pasca LKDin
JFD 20 cm JFD >20 cm JFD 25 cm JFD >25 cm Total
Kelompok umur
61 tahun 5 (62,5%) 3 (37,5%) 3(37,5%) 5(62,5%) 8 (100%)
> 61 tahun 5 (55,6%) 4 (44,4%) 4(44,4%) 5(55,6%) 9 (100%)
Tinggi Badan
150 cm 5 (50%) 5 (50%) 4 (40%) 6 (60%) 10 (100%)
>150 cm 5 (71,4%) 2 (28,6%) 3(42,9%) 4(57,1%) 7 (100 %)
Tingkat Aktifitas fisik Tidak aktif 8 (72,7%) 3 (27,3%) 4(36,4%) 7(63,6%) 11 (100%)
Aktif 2 (33,3%) 4 (66,7%) 3(50%) 3 (50%) 6 (100%)
Kecemasan Terhadap Jatuh
Sebelum melihat alat Tidak cemas 5(62,5%) 3(37,5%) 3(37,5%) 5(62,5%) 8 (100%)
Cemas 5 (55,6%) 4(44,4%) 4(44,4%) 5(55,6%) 9(100%)
Setelah melihat alat Tidak cemas 10 (66,7%) 5(33,3%) 6(40%) 9(60%) 15(100%)
Cemas 0(0%) 2 (100%) 1 (50%) 1(50%) 2(100%)
Sedang menggunakan alat
minggu I
Tidak cemas 6 (54,5%) 5 (45,5%) 5(45,5%) 6(54,5%) 11(100%)
Cemas
4(66,7%) 2(33,3%) 2(33,3%) 4(66,7%) 6(100%)
Sedang menggunakan alat
minggu 3
Tidak cemas 9(60%) 6(40%) 6 (40%) 9(60%) 15(100%)
Cemas 1(50%) 1(50%) 1(50%) 1(50%) 2 (100%)
Sedang menggunakan alat
minggu 5
Tidak cemas 9(60%) 6 (40%) 6 (40%) 9 (60%) 15 (100%)
Cemas
1 (50%) 1(50%) 1(50%) 1(50%) 2 (100%)
Setelah menggunakan alat
minggu I
Tidak cemas 10 (58,8%) 7( 41,2%) 7(41,2%) 10(58,%) 17(100%)
Setelah menggunakan alat
minggu 3
Tidak cemas
10(58,8%) 7 (41,2%) 7(41,2%) 10(58 %) 17(100 %)
Setelah menggunakan alat
minggu 5
Tidak cemas 10 (58,8%) 7 (41,2%) 7(41,2%) 10(58%) 17(100%)
Penggunaan Hand support
Minggu I > 26 kali 10 (58,8%) 7(41,2%) 7(41,2%) 10(58,%) 17 (100%)
Minggu II
26 kali 1(100%) 0(0%) 0(0%) 1(100%) 1(100%)
> 26 kali 9(56,3%) 7(43,8%) 7(43,8%) 9(56,3%) 16 (100%)
Minggu III > 26 kali 10(58,8%) 7 (41,2%) 7(41,2%) 10(58,%) 17(100%)
Minggu IV
26 kali 4 (66,7%) 2 (33,3%) 3(50%) 3(50%) 6 (100%)
> 26 kali 6(54,5%) 5(45,5%) 4(36,4%) 7(63,6%) 11(100%)
Minggu V
26 kali 5 (55,6%) 4 (44,4%) 4(44,4%) 5(55,6%) 9 (100%)
> 26 kali 5 (62,5%) 3(37,5%) 3(37,5%) 5(62,5%) 8 (100%)
Total 10 (58,8%) 7(41,2%) 7(41,2%) 10(58,8%) 17(100%)
N Rata-rata
Std.
Deviasi
Rata-rata
perbedaan
90 % CI dari
perbedaan p. (2-
ekor)
Ket
Batas
bawah
Batas
atas
JFD Pra-
LKDin
17
20,24
6,93 -4,98 -7,92 - 2,05 0,009 < 0,05 S
JFD Pasca-
LKDin
17
25,21
Tabel 5. Perbedaan skor rata-rata JFD pra-LKDin dan JFD pasca-LKDin pada Wanita
Usila di Wreda Rineksa Kelurahan Kelapa Dua Cimanggis Depok Tahun 2009 alpha=0,1
52 Jurnal Penelitian Sains & Teknologi, Vol. 11, No. 1, April 2010: 40 - 58
kelompok yang aktif kebanyakan JFD >
20 cm yaitu 4 orang (66,7%) dan pada
kelompok tidak aktif pasca LKDin, JFD >
25 cm, lebih banyak dibandingkan dengan
kelompok yang aktif yaitu sebanyak 7 orang
(63,6%), ini menunjukkan dengan
LKDin selama 5 minggu baik kelompok
yang tidak aktif maupun kelompok yang
aktif sama-sama mengalami peningkatan
indikator keseimbangan dengan JFD, tetapi
lebih kelihatan pengaruhnya pada
kelompok tidak aktif.
Pada faktor risiko kecemasan tehadap
jatuh, saat sebelum melihat alat, setelah
melihat alat dan sedang menggunakan alat
pada minggu pertama dan minggu ketiga
pada kelompok cemas nilai rata-rata JFD
pra-pasca nya lebih tinggi dibandingkan
kelompok tidak cemas (tabel 3) dan pada
saat sedang menggunakan alat minggu
kelima, kelompok yang tidak cemas
memiliki nilai rata-rata JFD yang tinggi
dibandingkan kelompok cemas, dan
setelah menggunakan alat pada minggu
pertama, ketiga dan kelima. Secara proporsi
dari tabel 4 menunjukkan bahwa setelah 5
minggu, proporsi usila yang tidak cemas
nilai JFD pra LKDin d 20 cm sebanyak
10 orang (58,8 %), relatif tetap pada pasca
LKDin yaitu 58,8%, tetapi dengan nilai
JFD >25 cm. Ini menunjukkan bahwa
terjadi penurunan kecemasan dan semakin
tidak cemas maka semakin panjang nilai
JFD usila. Hal ini juga mempengaruhi
penggunaan hand support, dengan
penurunan kecemasan terhadap jatuh
maka terjadi penurunan penggunaan hand
support saat latihan di atas alat semi compressible
foam roller yaitu dari penggunaan
hand support >26 kali menjadi d 26 kali
pada minggu kelima (tabel 3 dan 4).
Pada tabel 5 menunjukkan bahwa
terjadi peningkatan yang signifikan pada
JFD pasca-LKDin dibanding rata-rata JFD
pra-LKDin pada 17 usila Wreda Rineksa.
Perbedaan hasil rata-rata JFD pra-pasca
LKDin
Pada hasil JFD Pasca-LKDin menunjukkan
perbedaan pada studi Bellew sebelumnya
dimana studi Bellew menemukan
tidak ada peningkatan yang bermakna pada
JFD sedangkan dalam penelitian ini
terdapat perbedaan secara bermakna JFD
pra-pasca LKDin (p<0,05). Pada saat
pengukuran keseimbangan dengan tes JFD,
di mana peneliti memberi instruksi jangan
atau tidak boleh jinjit atau menggunakan
restriksi strategi ankle, didukung dengan
studi Liao (2007) yang menemukan bahwa
jarak jangkauan ke depan lebih rendah saat
memakai strategi ankle dibandingkan
dengan strategi lainnya. Dalam penelitian
ini, LKDin diatas alat semi-compressible
foam roller modified yang menggunakan
strategi ankle ini maka dapat meningkatkan
JFD dengan restriksi strategi ankle. Hal ini
mungkin karena LKDin atau gerakan di
atas alat ini merangsang reseptor
proprioseptif yang terdapat di tendon, otot
dan sendi kaki akan mempengaruhi kontrol
postural dimaka sistem-sistem sensori
seperti yang dikatakan Hay., et al (1998)
dan Pykko., et al (1988) bahwa pada sistem
proprioseptif reseptor di kutaneus dan
jaringan subkutan terutama reseptor tekan
di telapak kaki yang menerima informasi
yang bersifat eksteroseptif sehingga pada
otot-otot ankle menjadi kuat dan terjadi
fleksibilitas apalagi dilakukan secara teratur
dalam 2 kali seminggu selama 5 minggu
sehingga mengontrol keseimbangan.
Disamping merangsang proprioseptif, pada
protokol LKDin yang dalam pelaksanaan
squat nya, peneliti memberi instruksi yaitu
kepala harus netral atau memandang ke
depan, hal ini mengikutsertakan faktor
yang sangat signifikan dalam merealisasikan
Pengaruh Program Latihan Keseimbangan ... (Yuli Arnita Pakpahan, dkk.) 53
gerakan adalah posisi kepala dan karena
alasan ini, sehingga posisi kepala yang
mempengaruhi informasi yang diterima
dari sistem visual dan vestibular terlatih dan
terangsang, dan dalam hal ini sistem vestibular
yang dominan bekerja adalah
utrikulus dan sakulus.
Kaitan JFD dengan faktor-faktor yang
mempengaruhi
Secara kualitatif dari pengelompokan
umur, ditemukan perbedaan usia
yang mengikuti LKDin yaitu pada studi
Bellew., et al (2005) memakai rata-rata usia
75,6 6,4 tahun dan pada penelitian ini
rata-rata usianya lebih muda yaitu 61,24
4,98 (terlampir) didukung dengan desain
studi cross-sectional yang melihat gambaran
indikator keseimbangan pada kelompok
wanita usia 20-35 tahun, 35-55 tahun, dan
55-74 tahun. Ini mendukung studi
sebelumnya dengan studi Duncan.,et al
(1990) yang menyatakan bahwa seiring
dengan bertambahnya usia, maka jarak
jangkauan pun menurun. Hal ini mungkin
karena seiring bertambahnya usia, terjadi
proses penuaan yang mengakibatkan
penurunan sistem-sistem yang bekerja di
tubuh sehingga berkurangnya kekuatan
otot, kelenturan dan fleksibilitas. Perbandingan
dari kelompok usia ini menunjukkan
bahwa nilai JFD berbeda pada
setiap kelompok umur. Bila dilakukan
intervensi pun, seperti pada penelitian ini,
menunjukkan bahwa kelompok usia muda
mengalami peningkatan dibandingkan
dengan usia tua.
Bila dilihat dari hasil tinggi badan,
menunjukkan bahwa semakin tinggi badan
seseorang belum tentu jangkauannya
semakin panjang, dapat dilihat dari JFD
pasca-LKDin lebih panjang pada
kelompok yang memiliki tinggi badannya
lebih tinggi. Ini bertolak belakang dengan
pernyataan Duncan et al (1990) yang
mengatakan bahwa pria memiliki
jangkauan atau tambahan jangkauan lebih
panjang dibandingkan wanita, hal ini
dikarenakan tinggi badan wanita lebih
pendek dibanding pria. Walaupun menjadi
keterbatasan dalam penelitian ini karena
tidak mengikutsertakan usila pria. Dari hasil
ini, peneliti berasumsi bahwa ini mungkin
berkaitan dengan fleksibilitas yang dimiliki
oleh setiap orang berbeda, mungkin pada
kelompok yang termasuk tinggi badannya
pendek pada usila dalam penelitian ini
memiliki fleksibilitas yang baik. Pada studistudi
sebelumnya yang menyatakan bahwa
dengan aktivitas fisik yang salah satunya
dengan latihan keseimbangan dinamik
akan mempertahankan keseimbangan, hal
ini mendukung pedoman IFPA yang
mengatakan bahwa latihan yang lazim dan
cocok digunakan untuk usila adalah
latihan keseimbangan dengan menggunakan
latihan penguatan yang salah satunya
adalah squat dan menurut ACSM (1995)
bahwa latihan dengan intensitas sangat
rendah dan durasi pendek memiliki
Min. Maks. Rata-rata SD
90 % CI dari rata-rata
Batas bawah Batas atas
JFD usia 20-35 tahun 26 42 33,30 4,520 31,39 35,22
JFD usia 35-55 tahun 24,67 40,67 31,35 4,91 29,28 33,43
Tabel 6. Jangkauan Fungsional ke Depan tanpa LKDin pada wanita usia 20-35 tahun di
STIKes Binawan dan 35-55 tahun di Klub Jantung Rumah Pintar Depok (N=17)
54 Jurnal Penelitian Sains & Teknologi, Vol. 11, No. 1, April 2010: 40 - 58
dampak yang positif bila dilakukan rutin
dan teratur pada usila sehingga mempunyai
relevansi fisiologi pada pemeliharaan
kapasitas daya tahan maupun fleksibilitas.
Ini terbukti dari hasil JFD yang membuktikan
bahwa dengan LKDin pada TAF yang
aktif maupun tidak aktif sama-sama mengalami
peningkatan indikator keseimbangan
dan pada penelitian ini menunjukkan
lebih besar peningkatannya pada
usila yang TAF nya tidak aktif.
LKDin di atas alat semi-compressible
foam roller modified ini juga dapat
menurunkan resiko jatuh dan kecemasan
terhadap jatuh pada usila yang dapat dilihat
pada hasil penggunaan hand support.
Peneliti mengambil kesimpulan ini sesuai
teori dari studi Duncan dan Weiner
sebelumnya yang menyatakan usila yang
beresiko besar jatuh adalah usila yang tidak
mampu menjangkau lebih dari 15 cm, pada
studi ini menggunakan angka yang lebih
tinggi berdasarkan nilai rata-rata yang
didapat pada wanita usila Wreda Rineksa,
dan terjadi penurunan kecemasan terhadap
jatuh dan penggunaan hand support setelah
5 minggu. Dari hasil juga menunjukkan
bahwa semakin tidak cemas usila tersebut
maka semakin panjang nilai JFD usila yang
dapat dia jangkau. Hal ini diasumsikan
bahwa terjadi self-confidence dan adaptasi
dari fungsi kognitif yaitu persepsi terhadap
suatu task dan lingkungan setelah beberapa
kali menggunakan alat semi-compressible
foam roller modified ini.
SIMPULAN
Dari hasil penelitian pada wanita
usila di Wreda Rineksa Kelurahan Kelapa
Dua Cimanggis Depok tahun 2009, dapat
disimpulkan bahwa:
1. LKDin 2 kali per minggu selama 5
minggu di atas alat semi-compressible
foam roller modified berhasil meningkatkan
JFD secara bermakna.
2. Kaitan antara JFD dan faktor-faktor
risiko seperti usia, tinggi badan, TAF,
kecemasan terhadap jatuh, penggunaan
hand support menunjukkan bahwa
:
a. Seiring dengan bertambahnya
usia, maka jarak jangkauan pun
menurun.
b. Semakin tinggi badan seseorang
belum tentu jangkauannya
semakin panjang.
c. Usila yang TAF nya tidak aktif
dengan LKDin teratur selama 5
minggu akan meningkatkan
tambahan jangkauan.
d. LKDin selama 5 minggu dapat
menurunkan kecemasan terhadap
jatuh sehingga meningkatkan
tambahan jangkauan dan penggunaan
hand support menurun.
DAFTAR PUSTAKA
Pengaruh Program Latihan Keseimbangan ... (Yuli Arnita Pakpahan, dkk.) 55
Bell, J. T. (2008). The Book On Personal Training (Gold Ed.). United States: International
Fitness Professionals Association (IFPA).
Bellew, J. W., Fenter, P. C., Chelette, B., Moore, R., & Loreno, D. (2005). Effects Of A
Short-Term Dynamic Balance Training Program In Healthy Older Women. J Geriatr
Phys Ther, 28(1), 4-8, 27.
Clary, S., Barnes, C., Bemben, D., Knehans, A., & Bemben, M. (2006). Step Aerobics,
And Walking On Balance In Women Aged 50-75 Years. Journal Of Sports Science
And Medicine, 5, 390-399.
Diafas, V., Chrysikopoulos, K., Diamanti, V., Bachev, V., Kaloupsis, S., Polykratis, M., Et Al.
(2007). Rating Of Perceived Exertion In Kayaking Ergometry. Kinesiology, 39(1),
21-27.
Duncan, P., Studenski, S., Chandler, J., & Prescott, B. (1992). Functional Reach:Predictive
Validity In A Sample Of Elderly Male Veterans. Journal Of Gerontology, 47, M93-98.
Duncan, P. W., Weiner, D. K., Chandler, J., & Studenski, S. (1990). Functional Reach: A
New Clinical Measure Of Balance. J Gerontol, 45(6), M192-197.
Hadjistavropoulos, T., Martin, R. R., Sharpe, D., Lints, A. C., Mccreary, D. R., & Asmundson,
G. J. (2007). A Longitudinal Investigation Of Fear Of Falling, Fear Of Pain, And
Activity Avoidance In Community-Dwelling Older Adults. J Aging Health, 19(6),
965-984.
Herawati, I., & Wahyuni, W. (2004). Perbedaan Pengaruh Senam Otak Dan Senam Lansia
Terhadap Keseimbangan Pada Orang Lanjut Usia. Infokes, 8(1), 38-43.
Liao, C., & Lin, S. (2007). Effects Of Different Movement Strategies On Forward Reach
Distance. Gait & Posture. National Cheng Kung, Tainan.
Liao, C. F., & Lin, S. I. (2008). Effects Of Different Movement Strategies On Forward
Reach Distance. Gait Posture, 28(1), 16-23.
Nichols, D. S. (1997). Balance Retraining After Stroke Using Force Platform Biofeedback.
Phys Ther, 77(5), 553-558.
Pyykko, L., Aalto, H., Hytonen, M., Starck, J., Jantti, P., & Ramsay, H. (1988). Effect Of
Age On Postural Control Posture And Gait: Development, Adaptation And Modulation
(Pp. 95-104). Marseille: Proccedings 9th International Symposium On Postural
And Gait Research.
Skelton, D. A., & Dinan, S. M. (1999). Exercise For Falls Management: Rationale For An
Exercise Programme Aimed At Reducing Postural Instability. Physiotherapy Theory
And Practice 15(2), 105-120.
Suoth, R., Pakpahan, Y. A., Cipta, N. C., Kartika, H., Habibie, I. B., & Yanti, R. P. (2009).
Sketsa
Hinyrr Ankle Arc, Google Sketchup 7 ( Google Inc. 2008). Jakarta: Hinyrr Group.
Weiner, D., Duncan, P., Chandler, J., & Studenski, S. (1992). Functional Reach: A Marker
Of Physical Frailty. Journal Of The American Geriatrics Society, 40(3), 203.
56 Jurnal Penelitian Sains & Teknologi, Vol. 11, No. 1, April 2010: 40 - 58
Weiner, D. K., Bongiorni, D. R., Studenski, S. A., Duncan, P. W., & Kochersberger, G. G.
(1993). Does Functional Reach Improve With Rehabilitation? Arch Phys Med
Rehabil, 74(8), 796-800.

Kasus 3

STUDI POSTUR DAN GERAK DINAMIS MENGGUNAKAN

PERMODELAN DAN SIMULASI GERAK 3D BERBASIS SKELETAL SYSTEM

Widya Ramadhan Bhaskara dan Arief Rahman

Jurusan Teknik Industri

Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya

Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111 Email: widya.ramadhan@gmail.com ; rahmanarief@gmail.com

Abstrak

Pemindahan barang secara manual (manual material handling) melibatkan kekuatan fisik dan otot
manusia dan gerakan manual tersebut dapat menimbulkan bahaya Ergonomis. Pemilihan postur dan
gerak yang sesuai dengan prinsip-prinsip Ergonomi dapat mengurangi munculnya Musculoskeletal
Disorder (MSD) khususnya keluhan pada bagian tulang belakang. Studi dan simulasi gerakan kerja
manual sangat diperlukan untuk mengetahui dan mengevaluasi postur kerja pada aktivitas mengangkat
(lifting), membawa (carrying), dan menurunkan (lowering). Studi postur kerja dapat dilakukan dengan
menampilkan postur kerja amatan dalam bentuk model 3D yang berbasis skeletal system dan
melakukan simulasi gerak 3D. Perhitungan beban kerja dilakukan dengan pendekatan biomekanika yang
dapat menunjukkan gaya tekan maksimal yang mampu ditahan oleh tiap segmen tubuh manusia.
Permasalahan yang dapat muncul ketika melakukan analisis biomekanika pada aktivitas manual material
handling antara lain proses deteksi sudut segmen tubuh yang kurang fleksibel dan efektif karena
dilakukan oleh manusia, lain halnya jika dilakukan dengan melakukan permodelan 3D. Hasil akhir dari
penelitian ini adalah mampu menampilkan grafik total beban kerja pada segmen tubuh manusia
terhadap fungsi waktu, yang menunjukkan bahwa pada beberapa titik dari salah satu aktivitas manual
material handling yang diamati melebihi batas aman gaya tekan yang direkomendasikan oleh NIOSH.
Setelah dilakukan skenario perbaikan dengan mengubah sudut dari postur kerja tersebut terjadi
penurunan beban kerja sebesar 23,39% dari kondisi eksisting.

Kata kunci : Biomekanika, Skeletal System, Studi Postur Kerja, Studi Gerak Kerja

ABSTRACT

Manual material handling involves human muscle and physical strength, where those manual
movements could triggers so called ergonomic danger. Choosing the posture and movement which
suitable to ergonomic principles could reduces the possibility of musculoskeletal disorder (MSD),
especially on back bone area. A study and simulation of manual working movement is severely needed
to acknowledge and evaluate working posture on lifting, carrying and lowering activity. Working posture
study can be conducted by displaying the object working posture in a 3D model based on skeletal
system and by simulate 3D movement. The calculation of the working load is conducted using
biomechanics approach which is capable to show a maximum pressure force that can be sustained by
each segment of the human body. There are some problems that can be occurs when conducting
biomechanics analysis, such as ineffective and inflexible human segment angle detection process, which
could be reduced by the implementation of 3D modeling. The result of this research is the capability of
showing the total working load graphs on each human body segment towards time function, which
shows that on several point in one of the manual material handling activity exceeds the pressure force
safety zone recommended by NIOSH. After conducting improvement scenario by changing the angle of
the working posture, the working load is reduced as much as 23,39% compared to existing condition.

Keywords : Biomechanics, Skeletal System, Working Posture Study, Working Motion Study

1. Pendahuluan

Aktivitas memindah barang yang sering dilakukan oleh manusia dari satu tempat ke tempat yang lain
berkaitan erat dengan postur tubuh manusia pada saat melakukan gerakan tersebut. Gerakan
memindah bahan melibatkan kekuatan fisik dan otot manusia secara langsung. Aktivitas manual
material handling sendiri dapat dijabarkan ke dalam beberapa aktivitas seperti mengangkat,
mendorong, dan menarik beban. Permasalahan yang timbul ketika aktivitas tersebut dilakukan secara
repetitive atau

berulang-ulang adalah sering munculnya keluhan rasa sakit pada bagian tubuh yaitu khususnya tulang
belakang (back pain injury). National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) menyatakan
bahwa 60% penderita cedera tulang belakang disebabkan oleh pengeluaran tenaga yang berlebihan.
NIOSH menguraikan bahwa 60% tenaga dikeluarkan untuk mengangkat beban, 20% untuk mendorong
dan menarik beban, dan 20% untuk membawa beban.

Di Amerika Serikat, nyeri punggung bawah (low back pain) selanjutnya disebut NPB berada pada
peringkat ke-5 dalam daftar penyebab seorang pasien berkunjung ke dokter yaitu 12 juta kunjungan per
tahun. Namun, untuk angka pasti kejadian NPB di Indonesia belum diketahui, namun diperkirakan
angkanya berkisar antara 7,6% hingga 37% (Prodia, 2010).

Permodelan postur tubuh dalam melakukan aktivitas mengangkat beban dapat dilakukan dengan
bantuan perangkat lunak HumanCAD. Pada perangkat lunak HumanCAD ini, masih terdapat beberapa
kekurangan yaitu tidak terdapat menu atau tools yang memungkinkan mannequin tersebut untuk
digerakkan secara dinamis dan 3D, kemudian masih terdapat keterbatasan postur kerja yang jumlahnya
hanya 37 postur, dan tidak terdapat konsep skeletal system dalam software tersebut.

Melihat banyaknya kasus mengenai NPB di Indonesia dalam kegiatan sehari-hari masyarakat, maka
dalam penelitian ini akan mempelajari serta membuat postur dan gerak tubuh yang nyaman dan
ergonomis dengan simulasi gerak 3D menggunakan perangkat lunak 3ds Max. Sehingga, ketika
seseorang melakukan aktivitas yang membutuhkan kekuatan fisik dan otot manusia secara langsung
dapat digambarkan dengan bentuk 3D berbasis skeletal system (sistem rangka) pada manusia.

Pada penelitian ini diharapkan dapat melakukan perbaikan dengan cara mengubah setiap sudut, postur,
dan gerak dari skeletal system pada manusia dengan menggunakan perangkat lunak 3ds Max, sehingga
dapat diketahui perubahan postur dan gerak dimana beban kerja yang terjadi seharusnya lebih kecil
nilainya dibandingkan dengan sebelumnya. Proses perhitungan beban kerja pada masing-masing posisi
menggunakan pendekatan biomekanika. Maka dapat diketahui perbedaan beban kerja yang terjadi
antara kondisi eksisting dengan perubahan postur dan gerak menggunakan simulasi gerak 3D berbasis
skeletal system, kemudian digambarkan dengan grafik yang menunjukkan perbedaan total beban kerja
tersebut terhadap fungsi waktu. Sehingga, kasus terjadinya NPB di Indonesia dapat diminimalisir karena
masyarakat dapat mengetahui postur kerja seperti apa yang paling baik itu dalam penelitian ini.

2. Penelitian Terdahulu

Dalam melakukan penelitian ini penulis melakukan review terhadap penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya dalam bentuk tugas akhir, prosiding yang dimuat dalam seminar nasional, jurnal
internasional, dan buku-buku mengenai materi terkait. Penelitian mengenai postur tubuh manusia telah
dilakukan oleh Menegaldo, et al (2003) yang membahas tentang permodelan biomekanik pada postur
tubuh manusia serta mendapatkan posisi optimal ketika mulai berjongkok hingga posisi berdiri dengan
memperhatikan multi-body system. Multi-body system sendiri dapat dikatakan sebagai prinsip dalam
gerakan tubuh manusia, yaitu gerakan yang dibatasi untuk rotasi murni dari segmen sekitar lutut,
pergelangan kaki dan pinggul pada bidang sagital. Pada penelitian lain, Azmi, Cuanda, & Cholis (2006)
melakukan analisis ergonomi dan perbaikan postur tubuh pekerja menggunakan Simulated Annealing
Algorithm khususnya untuk pekerjaan pengelasan dan pengecatan. Perbaikan yang dilakukan dengan
Simulated Annealign Algorithm menghasilkan perubahan-perubahan postur tubuh operator dengan
sudut tertentu yang dapat mengurangi momen awal tubuh. Penelitian tersebut juga menghasilkan
usulan perbaikan pada stasiun kerja pengelasan dan pengecatan, yaitu perubahan tinggi meja
pengelasan agar posisi pekerja tidak terlalu membungkuk dan perubahan tinggi gantungan yang ada
pada konveyor di departemen pengecatan agar posisi pekerja tidak mengangkat benda kerja yang berat
terlalu tinggi.

Sedangkan penelitian mengenai postur dan gerakan kerja yang bersinggungan dengan kegiatan
repetitive dilakukan oleh Perdana (2010) yang menggunakan metode Occupational Repetitive Action
(OCRA)

dengan studi kasus pada PT. Samidi Glass and Craft, Baki, Sukoharjo. Penelitian tersebut membahas
tentang pekerjaan berulang yang tidak dilakukan dengan nyaman, sehat, dan ergonomis, sehingga dapat
menyebabkan gangguan muskoloskeletal dan semua pekerjaan tidak berjalan dengan efektif dan efisien.
Metode OCRA sendiri merupakan metode kuantitatif untuk mengidentifikasi cara kerja yang digunakan
dalam pekerjaan berulang khusus alat gerak tubuh bagian atas.

Penelitian-penelitian di atas memberikan pengetahuan bagi peneliti dalam membuat sebuah penelitian
yang mempelajari tentang postur dan gerak tubuh seorang manusia dalam melakukan sebuah aktivitas
pekerjaan dengan memperhatikan aspek ergonomis serta pendekatan biomekanika untuk mengetahui
beban kerja yang terjadi pada saat melakukan aktivitas tersebut. Penelitian-penelitian di atas membawa
pengaruh signifikan pada penelitian ini karena bersinggungan langsung secara parsial dengan topik yang
akan diteliti. Diharapkan penelitian-penelitian di atas dapat menjadi referensi yang berharga dalam
menyelesaikan penelitian ini.

3. Metodologi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan melakukan beberapa metode sebagai berikut, yang pertama adalah
studi literatur yaitu kegiatan mencari teori-teori pendukung yang berkaitan dengan topik penelitian
yaitu tentang konsep biomekanika, manual material handling, studi postur dan gerak, dan skeletal
system (sistem rangka) pada manusia. Teori-teori tersebut bisa didapatkan dari tugas akhir, jurnal,
artikel, dan buku yang dinilai relevan dengan permasalahan yang akan diteliti dan masih relevan untuk
digunakan sebagai referensi. Identifikasi kondisi eksisting pada saat obyek amatan (personil) tersebut
melakukan aktivitas yang diamati. Postur dan gerak dari kondisi eksisting didokumentasikan dalam
bentuk gambar dan video. Mendokumentasikan postur dari aktivitas manual material handling dengan
tiga buah skenario, yaitu aktivitas manual material handling pada bidang datar, aktivitas manual
material handling pada bidang datar dengan kemiringan sudut tertentu, dan aktivitas manual material
handling pada saat naik dan turun anak tangga.

Tahap awal dari pengolahan data adalah menggunakan hasil dari tahap pengumpulan data sebagai input
awal berupa video gerakan pada saat melakukan kerja amatan. Seluruh postur dan gerak pada video
tersebut divirtualisasikan menjadi model 3D menggunakan perangkat lunak 3ds Max. Proses mendeteksi
besarnya sudut pada tiap segmen tubuh yang ada dengan menggunakan perangkat lunak AutoCAD
2004. Setelah didapatkan besarnya sudut pada tiap segmen tubuh manusia, maka dapat dihitung beban
kerja yang terjadi dengan menggunakan pendekatan biomekanika. Analisis biomekanika yang dilakukan
terhadap batas angkat dari gaya anggota gerak atas dengan melihat tubuh manusia sebagai suatu sistem
joint dan link, dimana tiap link memiliki beberapa segmen tubuh tertentu dan joint yang
menggambarkan sistem persendian yang ada pada tubuh. Perancangan dan pengembangan aplikasi
untuk menghitung beban secara dinamis dilakukan pada tahap ini oleh peneliti menggunakan Visual
Basic Application for Excel untuk memudahkan perhitungan beban kerja dan melakukan skenario
perbaikan, kemudian digambarkan dalam bentuk grafik hubungan antara beban kerja yang terjadi
terhadap fungsi waktu.

4. Perancangan dan Pengujian Sistem

4.1 Identifikasi Kerja Amatan Eksisting

Hasil identifikasi kerja amatan eksisting untuk tahapan awal dari penelitian ini adalah tiga buah video
kerja amatan seseorang melakukan aktivitas manual material handling dengan membawa beban seberat
20 kg dalam tiga kondisi yang berbeda. Pada aktivitas kerja amatan yang pertama, seorang manusia
melakukan aktivitas manual material handling dengan membawa beban seberat 20 kg pada bidang
datar. Hasil identifikasi untuk kerja amatan eksisting aktivitas 1 selama 79 detik dapat dilihat pada
Gambar 1 sebagai berikut :

Gambar 1 Cuplikan Video Kerja Amatan Aktivitas 1

Pada aktivitas kerja amatan yang kedua, seorang manusia melakukan aktivitas manual material handling
dengan membawa beban seberat 20 kg pada bidang datar dengan kemiringan sudut sebesar 16 seperti
gambar di bawah ini. Hasil identifikasi untuk kerja amatan eksisting aktivitas 2 selama 138 detik dapat
dilihat pada Gambar 2 dan 3 sebagai berikut :

Gambar 2 Bidang Datar dengan Kemiringan Sudut 16

Gambar 3 Cuplikan Video Kerja Amatan Aktivitas 2

Pada aktivitas kerja amatan yang ketiga, seorang manusia melakukan aktivitas manual material handling
dengan membawa beban seberat 20 kg pada saat naik dan turun anak tangga. Hasil identifikasi untuk
kerja amatan eksisting aktivitas 3 selama 144 detik dapat dilihat pada Gambar 4 sebagai berikut :
Gambar 4 Cuplikan Video Kerja Amatan Aktivitas 3

4.2 Permodelan 3D Postur dan Gerak

Proses pembuatan model 3D ini sendiri dirancang berdasarkan skeletal system menggunakan perangkat
lunak 3ds Max, agar menyerupai kondisi asli manusia pada saat melakukan aktivitas manual material
handling. Hasil visualisasi 3D dilakukan terhadap masing-masing aktivitas dengan kondisi yang berbeda-
beda. Hasil dokumentasi untuk proses dan gerak kerja amatan yang telah didapatkan sebelumnya,
kemudian dilakukan visualisasi 3D sesuai dengan hasil dokumentasi video amatan. Dapat dilihat pada
Gambar 5 berikut ini adalah permodelan 3D hasil visualisasi proses dan gerak kerja amatan ketika
melakukan aktivitas manual material handling.

Gambar 5 Visualiasi 3D untuk Masing-masing Aktivitas Manual Material Handling

4.3 Simulasi Gerak 3D

Simulasi gerak 3D berbasis skeletal system untuk masing-masing aktivitas, seluruh postur dan
gerakannya dibuat semirip mungkin dengan video kerja amatan eksisting. Perangkat lunak 3ds Max yang
digunakan sebagai tools untuk menghasilkan sebuah render file berupa video animasi dalam format AVI
file (.avi) dengan durasi waktu sesuai dengan video kerja amatan eksisting. Pada Gambar 6, 7, dan 8 ini
berikut adalah video animasi untuk masing-masing aktivitas :

Gambar 6 Simulasi Gerak 3D untuk Aktivitas 1

Gambar 7 Simulasi Gerak 3D untuk Aktivitas 2

16

Gambar 8 Simulasi Gerak 3D untuk Aktivitas 3

4.4 Proses Deteksi Sudut Postur Tubuh Model 3D

Proses deteksi sudut dilakukan setiap satuan waktu yang telah ditentukan, yaitu per 5 detik dari video
animasi. Simulasi gerak 3D dalam bentuk video kemudian di-capture tiap 5 detik untuk mendapatkan
dokumen gambar yang akan dikenai proses deteksi atau menghitung besarnya sudut dari masing-masing
segmen tubuh. Adapun salah satu proses deteksi sudut pada saat melakukan aktivitas manual material
handling menggunakan bantuan perangkat lunak AutoCAD 2004, seperti yang ditunjukkan pada Gambar
9 sebagai berikut :

Gambar 9 Proses Deteksi Sudut menggunakan Perangkat Lunak AutoCAD 2004

Contoh hasil proses deteksi besarnya sudut pada segmen tubuh tersebut adalah sebagai berikut :

1
(sudut pada segmen lengan bawah terhadap sb. y) = 10

(sudut pada segmen lengan atas terhadap sb. y) = 11

(sudut pada segmen punggung terhadap sb. y) = 68

(sudut pada segmen paha terhadap sb. y) = 50

(sudut pada segmen betis terhadap sb. y) = 23

6 (sudut pada segmen telapak kaki terhadap sb. y) = 53

4.5 Perancangan Aplikasi

Pada bagian ini akan dirancang flowchart yang berguna untuk menjelaskan desain alur kerja aplikasi
Biodynamic Posture, adapun penjelasan langkah-langkah kerja dalam menggunakan aplikasi Biodynamic
Posture ini adalah sebagai berikut :

1. Memasukkan data dari obyek amatan. Data yang diinputkan adalah tinggi badan (cm), berat badan
(kg), dan berat beban angkat (kg).

2. Melakukan perhitungan untuk panjang segmen, berat segmen, dan pusat massa segmen berdasarkan
inputan data sebelumnya yaitu tinggi badan, berat badan, dan berat beban angkat.

3. Memilih gambar hasil capture tiap 5 detik dari video simulasi gerak 3D pada masing-masing aktivitas.

4. Memasukkan besarnya sudut dari capture image yang sudah dipilih sebelumnya. Sudut yang
diinputkan sudah diukur sebelumnya menggunakan bantuan perangkat lunak AutoCAD 2004.

5. Menghitung total beban kerja yang terjadi setiap 5 detik. Perhitungan total beban kerja menggunakan
pendekatan Biomekanika.

6. Menampilkan hasil perhitungan total beban kerja dalam bentuk grafik. Grafik yang ditampilkan adalah
grafik beban kerja eksisting terhadap fungsi waktu.

7. Menentukan apakah beban kerja melebihi batas aman yang ditentukan oleh NIOSH, yaitu sebesar
3.400 N atau masih aman. Batas aman dapat dilihat pada grafik, jika beban kerja melebihi garis pada
angka 3.400 N, maka posisi tersebut dapat dikatakan tidak aman.
8. Menampilkan gambar yang menunjukkan posisi atau postur tubuh yang akan dihitung kembali beban
kerjanya, karena melebihi batas aman 3.400 N.

9. Memasukkan kembali besarnya sudut dari posisi skenario perbaikan. Besar sudut yang diinputkan,
dihitung

terlebih dahulu menggunakan bantuan perangkat lunak AutoCAD 2004.

10. Menghitung total beban kerja skenario perbaikan setiap 5 detik, termasuk perubahan sudut yang
sudah dilakukan sebelumnya. Perhitungan total beban kerja menggunakan pendekatan Biomekanika.

11. Menampilkan hasil perhitungan total beban kerja dalam bentuk grafik. Grafik yang ditampilkan
adalah grafik beban kerja skenario perbaikan terhadap fungsi waktu.

4.6 Implementasi Aplikasi

Pada bagian ini akan dibahas mengenai proses perancangan aplikasi Biodynamic Posture untuk
menghitung total beban kerja pada seorang manusia ketika melakukan aktivitas manual material
handling. Terdapat tampilan utama pada aplikasi Biodynamic Posture berikut ini, yaitu tercantum judul
tugas akhir yang berkaitan dengan aplikasi Biodynamic Posture dan perancang dari aplikasi Biodynamic
Posture tersebut. Seperti yang dapat dilihat pada Gambar 10 berikut ini:

Gambar 10 Tampilan Utama Aplikasi

Biodynamic Posture

Langkah pertama yang dilakukan dalam proses pengoperasian aplikasi Biodynamic Posture adalah
memasukkan tinggi badan dan berat badan obyek amatan, serta berat beban angkat yang digunakan
pada saat melakukan aktivitas manual material handling. Satuan data yang diinputkan ke dalam form
input data adalah centimeter (cm) untuk tinggi badan dan kilogram (kg) untuk berat badan dan berat
beban angkat. Tampilan form input data dapat dilihat pada Gambar 11 berikut ini :

Gambar 11 Tampilan Form Input Data

Tahapan selanjutnya adalah menghitung berat dari masing-masing segmen tubuh manusia. Pada
tahapan ini, data berat badan digunakan sebagai dasar perhitungan. Hasil dari perhitungan ini nantinya
akan digunakan untuk menghitung beban kerja yang terjadi pada masing-masing segmen tubuh. Adapun
dasar perhitungan dalam penentuan berat segmen tubuh dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Dasar Perhitungan Berat Segmen Tubuh

Segmen Tubuh

Berat Segmen
Lengan bawah (fore arm)

2,3% dari berat badan

Lengan atas (upper arm)

2,8% dari berat badan

Punggung (trunk)

58,4% dari berat badan

Paha (thigh)

10% dari berat badan

Betis (shank)

4,3% dari berat badan

Telapak kaki

1,4% dari berat badan

Tampilan form perhitungan berat segmen tubuh dapat dilihat pada Gambar 12 sebagai berikut :

Gambar 12 Tampilan Form Hasil Perhitungan Berat Segmen Tubuh

Setelah itu dilakukan proses input besarnya sudut pada masing-masing segmen tubuh manusia terhadap
sumbu y. Sudut pada masing-masing segmen dapat diketahui jika sudah memilih gambar postur dan
posisi tubuh manusia yang akan dihitung beban kerjanya. Proses pemilihan capture image yang telah
disimpan sebelumnya, dapat dilakukan dengan menggunakan fitur Pilih Gambar pada form tersebut,
seperti ditunjukkan pada Gambar 13.

Gambar 13 Tampilan Fitur Pilih Gambar pada Aplikasi Biodynamic Posture

4.7 Perhitungan Beban Kerja

Perhitungan beban kerja pada tahapan ini menggunakan pendekatan Biomekanika. Inputan data yang
telah didapatkan sebelumnya digunakan sebagai dasar dalam perhitungan beban kerja pada masing-
masing segmen tubuh. Terdapat beban kerja atau gaya yang terjadi pada saat seorang manusia
melakukan aktivitas manual material handling. Maka dari itu, perhitungan beban kerja dilakukan pada
masing-masing segmen tubuh, yaitu segmen lengan bawah, segmen lengan atas, segmen punggung,
segmen paha, segmen betis, dan segmen telapak kaki. Menurut hukum kesetimbangan, Hukum Newton
I dimana :
Fx

F = 0 (1)

M = 0 (2)

A = 0 (3)

Berikut ini adalah free body diagram untuk beberapa segmen tubuh manusia :

Segmen Lengan Bawah

Gambar 14. Free Body Diagram untuk Segmen Lengan Bawah

Segmen Lengan Atas

Gambar 15 Free Body Diagram untuk Segmen Lengan Atas

Segmen Punggung

Gambar 16 Free Body Diagram untuk Segmen Punggung

4.8 Grafik Total Beban Kerja

Perhitungan total beban kerja yang telah didapatkan sebelumnya dengan menggunakan pendekatan
Biomekanika kemudian diolah oleh aplikasi Biodynamic Posture untuk mendapatkan grafik total beban
kerja terhadap fungsi waktu. Batas aman gaya tekan yang direkomendasikan oleh NIOSH (1989) sebesar
3.400 N juga disertakan pada grafik beban kerja guna mengetahui apakah beban kerja yang terjadi
melebihi batas atau tidak. Output yang ditampilkan dalam grafik berupa resultan gaya atau gaya aksial
pada punggung khususnya pada bagian L5/S1 setiap 5 detik.

Gambar 17 Tampilan Form Grafik Beban Kerja pada Punggung terhadap Fungsi Waktu

4.9 Input Skenario Perbaikan

Proses pertama pada tahap skenario perbaikan ini adalah menentukan segmen dari tubuh yang ingin
diperbaiki atau diubah besar sudutnya pada aplikasi Biodynamic Posture. Kedua, memasukkan pilihan
pada waktu tertentu untuk menentukan pada saat kapan harus dihitung beban kerja dari segmen tubuh
tersebut. seperti yang ditunjukkan pada Gambar 18 dan 19.

Gambar 18 Tampilan Form untuk Skenario Perbaikan

Gambar 19 Tampilan Form Input Data Skenario Perbaikan


Berdasarkan hasil perhitungan beban kerja pada masing-masing segmen tubuh, kemudian didapatkan
grafik total beban kerja yang terjadi pada punggung, lutut, dan telapak kaki. Berikut ini adalah ada grafik
hasil perhitungan beban kerja pada ketiga segmen tubuh untuk aktivitas 1 :

Aktivitas 1

Aktivitas manual material handling pada bidang datar.

Gambar 20 Grafik Beban Kerja pada Punggung terhadap Fungsi Waktu untuk Aktivitas 1

Gambar 21 Grafik Beban Kerja pada Lutut terhadap Fungsi Waktu untuk Aktivitas 1

Gambar 22 Grafik Beban Kerja pada Telapak Kaki terhadap Fungsi Waktu untuk Aktivitas 1

5. Interpretasi dan Analisis

5.1 Skenario Perbaikan

Berdasarkan hasil dari perhitungan beban kerja pada segmen tubuh manusia yang dilihat pada aktivitas
manual material handling dan hasil analisis terhadap aktivitas tersebut, terdapat beberapa posisi atau
postur tubuh manusia yang memiliki risiko cukup tinggi akan terjadi cedera pada tulang belakang (low
back pain). Maka dari itu, pada penelitian kali ini perlu dilakukan skenario perbaikan untuk mengetahui
seperti apa postur kerja yang baik dan aman ketika melakukan aktivitas manual material handling.

Pada aktivitas 1 dan 3 dilakukan skenario perbaikan dengan mengubah sudut dari segmen punggung
menjadi 40 dan menurunkan berat beban angkat menjadi 10 kg. Sedangkan untuk aktivitas 2 dilakukan
skenario perbaikan dengan mengubah sudut dari segmen punggung menjadi 45 dan menurunkan berat
beban angkat menjadi 10 kg. Berikut ini adalah postur kerja skenario perbaikan pertama untuk ketiga
aktivitas :

Gambar 23 Postur Kerja Skenario Perbaikan untuk Aktivitas 1, 2, dan 3

Hasil dari skenario perbaikan tersebut dapat dilihat pada grafik total beban kerja skenario perbaikan
terhadap fungsi waktu, sebagai berikut :

Gambar 24 Grafik Beban Kerja Skenario I untuk Aktivitas 1

Gambar 25 Grafik Beban Kerja Skenario II untuk Aktivitas 1

5.2 Analisis Perbedaan Kondisi Kerja Amatan Eksisting dengan Skenario Perbaikan

Berdasarkan hasil pengolahan data atau perhitungan beban kerja pada masing-masing segmen tubuh
yang telah dilakukan, aplikasi Biodynamic Posture yang telah dirancang telah dapat menghasilkan hasil
perhitungan yang cukup akurat dan praktis. Dengan menggunakan aplikasi yang telah dirancang untuk
melakukan studi postur dan gerak dalam aktivitas manual material handling, khususnya kegiatan
mengangkat (lifting), membawa (carrying), dan menurunkan (lowering), maka dalam perhitungan beban
kerja tidak akan lagi terjadi kesalahan dalam pengukuran sudut yang biasanya dilakukan secara manual
oleh manusia. Selain itu, untuk melakukan analisis biomekanika untuk aktivitas manual material
handling secara konvensional, dalam hal ini seorang manusia langsung dijadikan sebagai obyek amatan
yang diuji coba. Hal tersebut dapat mengakibatkan kelelahan pada obyek amatan, karena harus berkali-
kali mencoba melakukan aktivitas manual material handling yang baik dengan posisi yang benar dan
aman.

Tabel 2. Kelebihan dan Kekurangan Aplikasi

10

5. Kesimpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan, maka didapatkan beberapa kesimpulan antara lain :

1. Aktivitas kerja yang diamati dalam hal ini adalah aktivitas manual material handling. Postur dan gerak
tubuh yang kurang nyaman dari hasil perhitungan beban kerja yang dikeluarkan pada segmen punggung
adalah postur kerja yang posisi punggungnya tegak lurus atau memiliki sudut untuk segmen punggung
yang kecil. Hal tersebut dikarenakan, hanya sudut dari segmen punggung saja yang merupakan salah
satu faktor penting dalam perhitungan beban kerja yang dikeluarkan oleh punggung.

2. Skenario perbaikan dilakukan sebanyak dua kali, untuk mendapatkan hasil perhitungan beban kerja
pada segmen punggung. Skenario perbaikan I yaitu melakukan perubahan sudut dari model 3D yang
telah dibuat Skenario perbaikan II, yaitu menurunkan berat beban yang diangkat pada aplikasi
Biodynamic Posture agar beban kerja yang ada pada punggung lebih kecil dari sebelumnya.

3. Postur kerja yang baik dari aktivitas manual material handling yang diamati dalam penelitian ini,
setelah dilakukannya skenario perbaikan adalah posisi punggung yang sebaiknya agak membungkuk
atau merunduk ketika mengangkat beban yang cukup berat dan pada bidang datar yang naik atau
menaiki anak tangga. Berbeda, ketika akan melakukan kegiatan lifting dan lowering posisi yang
direkomendasikan adalah jongkok dengan posisi punggung yang membungkuk karena lebih nyaman
untuk menggapai beban tersebut. Dibandingkan dengan posisi jongkok dan posisi punggung yang tegak,
dimana beban kerjanya pada punggung akan jauh lebih besar nilainya.

4. Berdasarkan hasil perhitungan beban kerja dari ketiga aktivitas manual material handling yang
diamati, didapatkan grafik total beban kerja pada punggung terhadap fungsi waktu, grafik total beban
kerja pada lutut terhadap fungsi waktu, grafik total beban kerja pada telapak kaki terhadap fungsi
waktu, serta grafik total beban kerja untuk skenario perbaikan.

5. Perhitungan total beban kerja pada setiap segmen tubuh dapat dihitung dengan menggunakan
aplikasi Biodynamic Posture (Biomechanics for Dynamic Posture) yang telah dirancang berbasis Visual
Basic Application for Excel. Perancangan aplikasi Biodynamic Posture ini berfungsi untuk memudahkan
perhitungan beban kerja secara dinamis, sehingga mendapatkan grafik total beban kerja yang
dikeluarkan terhadap fungsi waktu.
Daftar Pustaka

Andrian, M., & Cooper, J. (1989). The Biomechanics of Human Movement. Indianapolis, Indiana, USA:
Benchmark Press.

Azmi, N., Cuanda, H., & Cholis, B. (2006). Analisa Ergonomi dan Perbaikan Postur Tubuh Pekerja
Menggunakan Simulated Annealing Algorithm. Seminar Nasional Ergonomi - K3 (hal. D 12 - 2). Surabaya:
PT. Guna Widya.

Chaffin, D B; Andersson, G B J. (1991). Occupational Biomechanics, Second Edition. New York: John
Wiley & Sons, Inc.

Fatmawati, V. (2009). Pengaruh Terapi Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation dan Ultrasound Pada
Low Back Pain Kinetik. Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.

Menegaldo, L. L., Fleury, A. d., & Weber, H. I. (2003). Biomechanical modeling and optimal control of
human posture. Journal of Biomechanics .

Nurmianto, E. (2004). Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya (Edisi Kedua ed.). Jakarta: PT. Guna
Widya.

Perdana, N. A. (2010). Analisis Postur dan Gerakan Kerja dengan Menggunakan Metode Occupational
Repetitive Action (OCRA). Universitas Muhammadiyah Surakarta, Jurusan Teknik Industri, Surabaya.

Phillips, C. A. (2000). Human Factors Engineering. New York: John Wiley & Sons, Inc.

11

Prodia. (2010, Agustus 3). Nyeri Punggung Bawah. Dipetik Maret 1, 2011, dari Prodia Occupational
Health Institute: http://prodiaohi.co.id/en/articles/8-nyeri-punggung-bawah.html

Sistem Rangka. (2006). Dipetik Februari 28, 2011, dari ScumDoctor.com:


http://www.scumdoctor.com/Indonesian/anatomy/skeletal-system/What-Are-The-Major-Components-
Of-The-Skeletal-System.html

Suhartono. (2006). Analisis Biomekanika pada Aktivitas Pelintingan Rokok Kretek. Seminar Nasional
Ergonomi dan K3 (hal. D 10 - 1). Surabaya: PT. Guna Widya.

Wignjosoebroto, S. (2008). Ergonomi Studi Gerak dan Waktu. Jakarta: PT. Guna Widya.

Anda mungkin juga menyukai