Blog tentang asuhan keperawatan dan laporan pendahuluan untuk membantu rekan-rekan dalam
mencari literatur tambahan
ALERGI
PEMBAHASAN
1. Definisi Alergi
· Menurut KBBI3, alergi merupakan perubahan reaksi tubuh thd kuman-kuman penyakit atau keadaan
sangat peka terhadap penyebab tertentu (zat, makanan, serbuk, keadaan udara, asap, dsb) yang dalam
kadar tertentu tidak membahayakan untuk sebagian besar orang
· Alergi adalah reaksi sistem kekebalan tubuh yang berlebihan terhadap benda asing tertentu yang
disebut alergen. Alergen sebenarnya adalah zat yang tidak berbahaya bagi tubuh. Alergen masuk ke
tubuh bisa melalui saluran pernapasan, dari makanan, melalui suntikan atau bisa juga timbul akibat
adanya kontak dengan kulit.
· Alergi adalah respon abnormal dari sistem kekebalan tubuh. Orang-orang yang memiliki alergi
memiliki sistem kekebalan tubuh yang bereaksi terhadap suatu zat biasanya tidak berbahaya di
lingkungan.
· Hipersensitifitas atau alergi dapat didefinisikan sebagai setiap reaksi imunologi yang menghasilkan
kerusakan jaringan dalam individu.
· Menurut Van Pirquet ( 1906 ) Hipersensitifitas atau alergi adalah suatu keadaan yang disebabkan
oleh reaksi imunologik spesifik yang ditimbulkan oleh alergen sehingga terjadi gejala – gejala patologis.
· Alergi atau hipersensitivitas adalah kegagalan kekebalan tubuh di mana tubuh seseorang menjadi
hipersensitif dalam bereaksi secara imunologi terhadap bahan-bahan yang umumnya nonimunogenik.
Dengan kata lain, tubuh manusia bereaksi berlebihan terhadap lingkungan atau bahan-bahan yang oleh
tubuh dianggap asing atau berbahaya. Bahan-bahan yang menyebabkan hipersensitivitas tersebut
disebut allergen.
· Alergi merupakan reaksi seseorang yang menyimpang terhadap kontak atau pajanan zat asing
(allergen), dengan akibat timbulnya gejala-gejala klinis. Allergen tersebut untuk kebanyakan orang
dengan kontak atau pajanan yang sama tidak menimbulkan reaksi dan tidak menimbulkan penyakit
· Penyakit alergi adalah golongan penyakit dengan ciri peradangan yang timbul akibat reaksi
imunologis terhadap lingkungan. Walaupun factor lingkungan merupakan factor penting, factor genetik
dalam manifestasi alergi tidak dapat di abaikan. Adanya alergi terhadap suatu allergen tertentu
menunjukan bahwa seseorang pernah terpajan dengan allergen tersebut sebelumnya.
· Kesimpulannya suatu alergi merujuk pada suatu reaksi berlebihan oleh sistim imun kita sebagai
tanggapan pada kontak badan dengan bahan-bahan asing tertentu. Berlebihan karena bahan-bahan
asing ini umumnya dipandang oleh tubuh sebagai sessuatu yang tidak membahayakan dan tidak terjadi
tanggapan pada orang-orang yang tidak alergi. Tubuh-tubuh dari orang-orang yang alergi mengenali
bahan asing itu dan sebagian dari sistim imun diaktifkan. Bahan-bahan alergi disebut "allergens".
2. Epidemiologi
Tidak, tidak semua orang memiliki alergi. Orang-orang mewarisi kecenderungan untuk menjadi alergi,
meskipun tidak ke alergen tertentu. Bila salah satu orangtua alergi, anak mereka memiliki kesempatan
50% memiliki alergi. Risiko itu melompat hingga 75% jika kedua orang tua memiliki alergi.
Epidemilogi penyakit alergi merupakan kumpulan penyakit yang sering di jumpai di masyarakat.
Diperkirakan 10-20% penduduk pernah atau sedang menderita penyakit tersebut alergi dapat
menyerang setiap organ tubuh tetapi organ yang sering terkena adalah saluran nafas,kulit,saluran
pencernaan (syamsuridjal,1994)
· Biaya dari alergi di Amerika adalah lebih dari US$ 10 milyar setiap tahunnya.
· Alergi rhinitis (alergi hidung) mempengaruhi sekitar 35 juta penduduk Amerika, 6 juta darinya adalah
anak-anak.
3. Etiologi
Alergi menunjuk pada reaksi berlebihan oleh sistem imun kita sebagai tanda penolakan dari bahan-
bahan asing tertentu. Tubuh dari orang-orang yang alergi mengenali bahan asing itu dan sebagian dari
sistem imun diaktifkan. Bahan-bahan alergi tersebut disebut allergens. Contoh allergens yaitu serbuk
sari, tungau, jamur-jamur, dan makanan-makanan.
Zat yang paling sering menyebabkan alergi adalah serbuk tanaman (jenis rumput tertentu, jenis pohon
yang berkulit halus dan tipis, serbuk spora, penisilin), seafood, telur, kacang (kacang panjang, kacang
tanah, kacang kedelai dan kacang-kacangan lainnya), susu, jagung dan tepung jagung, sengatan serangga
(bulu binatang kecoa dan kutu) dan debu dan kutu. Yang juga tidak kalah sering adalah zat aditif pada
makanan, penyedap, pewarna dan pengawet.
Selain bahan-bahan tersebut penyebab alergi yang sering dijumpai yaitu penggunaan obat-obatan dan
zat-zat kimia.
Secara umum penyebab dari terjadinya alergi belum dapat dijabarkan secara jelas namun adapun
beberapa factor yang menyebabkan adalah:
a. Jenis makanan tertentu, vaksin dan obat-obatan, bahan berbahan dasar karet, aspirin, debu, bulu
binatang, dan lain sebagainya.
b. Sengatan lebah, gigitan semut api, penisilin’ kacang-kacangan. Biasanya reaksi yang ditimbulkan akan
berlebihan dan bisa mengakibatkan rius di sekujur tubuh.
c. Penyebab minor; suhu udara panas ataupun dingin, dan kadar emosi yang berlebihan.
Sering kali, allergen secara spesifik sukar untuk diidentifikasi meskipun di masa lampau pernah
mengalami gejala serupa.
· Tungau
· Spora-spora jamur
· Makanan: Makanan yang paling umum yang menyebabkan reaksi-reaksi alergi adalah susu sapi, ikan,
kerang-kerangan, telur-telur, kacang-kacangan, kacang-kacang tumbuhan, kedele, dan gandum.
· Bahan-bahan kimia
· Logam-logam (nickel)
· Kosmetik-Kosmetik
· Racun serangga
· Obat-obatan
4. Klasifikasi
Terdapat empat jenis reaksi alergi atau yang biasa disebut dengan reaksi hipersensitifitas. Berikut jenis –
jenis Reaksi Hipersensitifitas :
Ini merupakan reaksi alergi yang diperantarai oleh antibodi IgE. Pada reaksi tipe I, antigen terikat ke
antibodi IgE. Kompleks IgE – Antigen menyebabkan degranulasi sel mast dan pelepasan histamin, serta
mediator peradangan lainnya. Mediator ini menyebabkan vasodilatasi perifer dan pembengkakan ruang
interstisium. Gejala – gejala bersifat spesifik bergantung pada dimana respon alergi tersebut
berlangsung. Pengikatan antigen di saluran hidung menyebabkan rinitis alergi disertai kongesti hidung
dan peradangan jaringan, sementara pengikatan antigen disaluran cerna mungkin menimbulkan diare
atau muntah.
Suatu reaksi hipersnsitivitas tipe I yang parah adalah reaksi anafilaktik. Anafilaktik melibatkan respon
cepat IgE. Sel mast setelah perjalanan ke suatu antigen dimana individu sangat peka terhadapnya. Dapat
terjadi dilatasi seluruh sistem pembuluh akibat histamin sehingga tekanan darah kolaps. Penurunan
hebat tekanan darah selama reaksi anafilaktik disebut syok anafilaktik. Karena histamin adalah
konstriktor kuat bagi otot polos bronkiolus, maka anafilaksisjuga merupakan penutupan saluran napas.
Anafilaksis sebagai respon terhadap obat misalnya penisilin atau sebagi respon terhadap sengatan lebah
dan bersifat fatal pada orang yang sangat peka.
Hal ini terjadi sewaktu antibodi IgG atau IgM menyerang antigen – antigen jaringan. Reaksi tipe II terjadi
akibat hilangnya toleransi diri dan dianggap suatu reaksi autoimun, sel – sel sasaran biasanya
dihancurkan. Pada reaksi tipe II, pengikatan antibodi – antigen menyebabkan pengaktifan komplemen,
degranulasi sel mast, oedema, kerusakan jaringan, dan lisis sel. Reaksi tipe II menyebabkan fagositosis sel
– sel penjamu oleh makrofag.
· Anemia hemolitik autoimun dimana antibodi dibentuk terhadap sel darah merah.
· Reaksi tranfusi yang melibatkan pembentukan antibodi terhadap sel darah kotor.
Terjadi sewaktu komplek antigen – antibodi yang bersirkulasi dalam darah mengendap di pembuluh
darah atau jaringan sebelah hilir. Antibodi disini biasanya jenis IgG. Antibodi tidak ditunjukan kepada
jaringan tersebut tetapi terperangkap di dalam jaringan kapilernya. Reaksi tipe III mengaktifkan
komplemen yang kemudian melepaskan macrophage chemotaktik factor. Macrophage yang dikerahkan
ke tempat tersebut akan merusak jaringan sekitar tempat tersebut. Neutrofil tertarik ke daerah tersebut
dan mulai memfagositosis sel – sel yang rusak sehingga terjadi pelepasan enzim – enzim sel serta
penimbunan sisa sel. Hal ini menyebabkan siklus peradangan berlanjut.
Antigen dapat berasal dari infeksi kuman patogen yang persisten ( malaria ), bahan yang terhirup ( spora
jamur yang menimbulkan alveolitis ekstrinsik alergi ) atau dari jaringan sendiri ( penyakit autoimun )
infeksi tersebut disertai dengan antigen dalam jumlah yang berlebihan tetapi tidak disertai dengan
respon antibodi yang efektif.
Pembentukan kompleks imun dalam pembuluh darah menjadikan antigen ( Ag ) dan antibodi ( Ab )
bersatu membentuk komplek imun mengaktifkan komplemen ( C ) dan melepas C3a dan C5a yang
merangsang leukosit basofil dan trombosit untuk melepas berbagai mediator antara lain histamin yang
menimbulkan pengerutan sel endotil sehingga permeabilitas vaskuler meninggi.
Dalam keadaan normal komplek imun dimusnahkan oleh sel fagosit mononuklear terutama dalam hati,
limpa, paru tanpa bantuan komplemen. Dalam proses tersebut ukuran kompleks merupakan faktor
penting. Pada umumnya kompleks yang besar, mudah dan cepat dimusnahkan dalam hati, kompleks kecil
sulit untuk dimusnahkan, oleh karena itu dapat lebih lama ada dalam sirkulasi. Diduga bahwa gangguan
fungsi fagosit merupakan sebab mengapa komleks sulit dimusnahkan. Kompleks imun yang ada dalam
sirkulasi meskipun untuk jangka waktu lama, biasanya tidak berbahaya. Permasalahan akan timbul bila
kompleks imun mengendap di jaringan.
· Glomerulonefritis dimana terbentuk kompleks antigen – antibodi sebagai respon terhadap suatu
infeksi, sering oleh bakteri streptokokus dan mengendap di kapiler glomerolus ginjal.
· Lupus Eritematosus Sistemik dimana terbentuk kompleks antigen – antibodi terhadap kolagen dan
DNA sel dan mengendap di berbagai tempat di seluruh tubuh.
Reaksi tipe IV yang juga disebut reaksi hipersensitifitas lambat, timbul lebih dari 24 jam setelah tubuh
terpapar oleh antigen. Reaksi terjadi karena respon sel T yang sudah disensitasi bereaksi spesifik dengan
suatu antigen tertentu sehingga menimbulkan reaksi makrofag. Serta membentuk indurasi jaringan pada
daerah tempat antigen tersebut. Reaksi ini sama sekali tidak memerlukan antibodi seperti pada ketiga
tipe terdahulu, bahkan tidak memerlukan aktivasi komplemen.
Oleh karena itu itu reaksi ini timbulnya agak lambat, sekitar 24 – 48 jam, maka secara klinis reaksi dikenal
dengan istilah hipersensitifitas tipe lambat. Ada dua macam mekanisme yang turut berperan di dalam
terbentuknya hipersensitifitas tipe lambat lambat ini, yakni mekanisme aferen dan eferen. Mekanisme
aferen merupakan mekanisme spesifik dan timbul pada waktu sensitized lymphocyte cells dengan
resptor yang spesifik ; bereaksi dengan antigen tertentu sehingga sel tersebut mengeluarkan mediator
limfokin. Kemudian zat tersebut akan bekerja secara non spesifik pada mekanisme aferen dan
mempengaruhi limfosit, makrofag, monosit.
· Tiroiditis autoimun dimana terbentuknya sel T terhadap jaringan, tiroid, penolakan tandur dan
tumor.
· Uji kulit tuberkulin, mengisyaratkan adanya imunitas selular terhadap hasil tuberkulosis.
5. Patofisiologi
Alergi merupakan suatu reaksi abnormal dalam tubuh yang disebabkan oleh zat-zat yang tidak
berbahaya, namun berbahaya bagi orang yang menderita alergi. Alergi timbul bila ada kontak terhadap
zat tertentu yang biasanya tidak menimbulkan reaksi pada orang normal.
Zat penyebab alergi ini disebut allergen. Allergen bisa berasal dari berbagai jenis dan masuk ke tubuh
dengan berbagai cara. Bisa melalui saluran pernapasan, berasal dari makanan, melalui suntikan atau bisa
juga timbul akibat adanya kontak dengan kulit seperti kosmetik, logam perhiasan dan jam tangan, dll.
Alergi merujuk pada reaksi berlebihan oleh sistim imun kita sebagai tanggapan pada kontak badan
dengan bahan-bahan asing tertentu. Berlebihan karena bahan-bahan asing ini umumnya dipandang oleh
tubuh sebagai sessuatu yang tidak membahayakan dan tidak terjadi tanggapan pada orang-orang yang
tidak alergi. Tubuh-tubuh dari orang-orang yang alergi mengenali bahan asing itu dan sebagian dari
sistim imun diaktifkan.
Terjadinya alergi:
1) Pada paparan awal, alergen dikenali oleh sel penyaji antigen untuk selanjutnya mengekspresikan
pada sel-T. Sel-T tersensitisasi dan akan merangsang sel-B menghasilkan antibodi dari berbagai subtipe.
2) Alergen yang intak diserap oleh usus dalam jumlah cukup banyak dan mencapai sel-sel pembentuk
antibodi di dalam mukosa usus dan organ limfoid usus,yang pada anak atopi cenderung terbentuk IgE
lebih banyak.Selanjutnya terjadi sensitisai sel mast pada saluran cerna, saluran nafas dan kulit.
Kombinasi alergen dengan IgE pada sel mast bisa terjadi pada IgE yang telah melekat pada sel mast atau
komplek IgE-Alergen terjadi ketika IgE masih belum melekat pada sel mast atau IgE yang telah melekat
pada sel mast diaktifasi oleh pasangan non spesifik, akan menimbulkan degranulasi mediator.
Pembuatan antibodi IgE dimulai sejak paparan awal dan berlanjut walaupun dilakukan diet eliminasi.
Komplemen akan mulai mengalami aktivasi oleh kompleks antigen antibodi.
3) Pada paparan selanjutnya mulai terjadi produksi sitokin oleh sel-T. Sitokin mempunyai berbagai efek
terhadap berbagai sel terutama dalam menarik sel-sel radang misalnya netrofil dan eosinofil, sehingga
menimbulkan reaksi peradangan. Aktifasi komplemen dan terjadinya komplek imun akan menarik
netrofil.
4) Gejala klinis yang timbul adalah hasil interaksi mediator, sitokin dan kerusakan jaringan yang
ditimbulkannya
· Imaturitas usus secara fungsional (misalnya dalam fungsi-fungsi : asam lambung, enzym-enzym
usus, glycocalyx) maupun fungsi-fungsi imunologis (misalnya : IgA sekretorik) memudahkan penetrasi
alergen makanan. Imaturitas juga mengurangi kemampuan usus mentoleransi makanan tertentu.
· Genetik berperan dalam alergi . Sensitisasi alergen dini mulai janin sampai masa bayi dan sensitisasi
ini dipengaruhi oleh kebiasaan dan norma kehidupan setempat.
· Faktor pencetus : faktor fisik (dingin, panas, hujan), faktor psikis (sedih, stress) atau beban latihan
(lari, olah raga).
6. Manifestasi klinis
Gejala klinis alergi biasanya mengenai berbagai organ sasaran seperti kulit, saluran nafas, saluran cerna,
mata, telinga, saluran vaskuler. Organ sasaran bisa berpindah-pindah, gejala sering kali sudah dijumpai
pada masa bayi. Makanan dan obat-obatan tertentu bisa menyebabkan gejala tertentu pada seseorang
anak, tetapi pada anak lain bisa menimbulkan gejala lain. Pada seseorang makanan atau obat yang satu
bisa mempunyai organ sasaran yang lain dengan factor yang lain, misalnya udang menyebabkan
urtikaria, sedangkan kacang tanah menyebabkan sesak nafas. Susu sapi bisa menimbulkan gejala alergi
pada saluran nafas, saluran cerna, kulit dan anafilaksis. Bischop (1990) mendapatkan pada penderita
yang alergi susu sapi : 40% dengan gejala asma, 21% eksema, 43% dengan rinitis. Peneliti lain
mendapatkan gejala alergi susu sapi berupa : urtikaria, angionerotik udema, pucat, muntah, diare,
eksema dan asma.
Berikut gejala umum dari suatu reaksi alergi terhadap alergen yang terhirup atau kulit meliputi:
· Gatal
· mata berair
· Bersin
· hidung beringus
· Ruam
· Alergi makanan : Reaksi alergi terhadap alergen makanan juga bisa menyebabkan kram perut,
muntah, atau diare.
· Sengatan serangga. Reaksi alergi terhadap sengatan dari lebah atau serangga lain menyebabkan
pembengkakan lokal, kemerahan, dan nyeri
· Gejala ringan mungkin tidak begitu kentara, hanya membuat Anda merasa sedikit,
· Sedang gejala dapat membuat Anda merasa sakit, seolah-olah Anda, mendapat flu atau bahkan
dingin.
Reaksi alergi yang paling parah disebut anafilaksis. Dalam anafilaksis, alergen menyebabkan reaksi alergi
seluruh tubuh yang dapat mencakup:
a. Alergi Rhinitis
Alergi Rhinitis ("hay fever") adalah yang paling umum dari penyakit-penyakit alergi dan merujuk pada
gejala-gejala hidung musiman yang disebabkan oleh serbuk sari. Alergi rhinitis sepanjang tahun atau
alergi rhinitis abadi (perennial) umumnya disebabkan oleh allergen-allergen didalam rumah/ruangan,
seperti tungau (dust mites), dander binatang, atau jamur-jamur. Juga dapat disebabkan oleh serbuk sari.
Gejala-gejala berasal dari peradangan dari jaringan yang melapisi bagian dalam hidung (mucus lining or
membranes) setelah allergens dihirup. Area-area yang berdekatan, seperti telinga-telinga, sinus-sinus,
dan tenggorokan dapat juga terlibat. Gejala-gejala yang paling umum termasuk:
· Hidung meler
· Hidung mampet
· Bersin
· Hidung gatal
Pada tahun 1819, seorang dokter inggris, John Bostock, pertama kali menggambarkan hay fever dengan
merinci gejala-gejala hidung musiman sendirinya, yang dia sebut "summer catarrh". Kondisi disebut hay
fever karena diperkirakan disebabkan oleh "new hay".
b. Asma
Asma adalah suatu persoalan pernapasan yang berasal dari peradangan dan kekejangan (spasm) dari
saluran udara paru-paru (bronchial tubes). Peradangan menyebabkan suatu penyempitan dari saluran-
saluran udara, yang mana membatasi aliran udara kedalam dan keluar dari paru-paru. Asma paling
sering, namun tidak selalu, dihubungkan dengan alergi-alergi. Gejala-gejala umum termasuk:
· Sesak Napas
· Mencuit-cuit (Wheezing)
· Batuk
· Sesak Dada
c. Alergi Mata-Mata
Alergi mata-mata (allergic conjunctivitis) adalah peradangan dari lapisan-lapisan jaringan (membranes)
yang menutupi permukaan dari bola mata dan permukaan bawah dari kelopak mata. Peradangan terjadi
sebagai hasil dari suatu reaksi alergi dan mungkin dapat menghasilkan gejala-gejala berikut:
d. Allergic Eczema
Allergic eczema (atopic dermatitis) adalah suatu alergi ruam yang umumnya tidak disebabkan oleh
kontak kulit dengan suatu allergen. Kondisi ini umumnya dihubungkan dengan alergi rhinitis atau asma
dan menonjolkan gejala-gejala berikut:
· Ruam sekeliling mata-mata, pada lipatan-lipatan sikut, dan dibelakang lutut-lutut, terutama pada
anak-anak yang lebih tua dan orang dewasa
e. HIVES
Hives (urticaria) adalah reaksi-reaksi kulit yang timbul sebagai pembengkakkan-pembengkakkan yang
gatal dan dapat terjadi pada bagian tubuh mana saja. Hives dapat disebabkan oleh suatu reaksi alergi,
seperti pada makanan atau obat-obatan, namun mereka juga dapat terjadi pada orang-orang yang tidak
alergi. Gejala-gejala hives yang khas adalah:
f. Allergic Shock
Allergic shock (anaphylaxis atau anaphylactic shock) adalah suatu reaksi alergi yang mengancam nyawa
yang dapat mempengaruhi sejumlah organ-organ pada waktu yang bersamaan. Tanggapan ini secara
khas terjadi ketika allergen dimakan (contohnya, makanan) atau disuntikakan (contohnya suatu sengatan
lebah). Beberapa atau seluruh dari gejala-gejala berikut dapat terjadi:
· Hidung mampet
Shock merujuk pada sirkulasi darah yang tidak mencukupi kepada jaringan-jaringan tubuh. Shock paling
umum disebabkan oleh kehilangan darah atau suatu infeksi. Allergic shock disebabkan oleh pembuluh-
pembuluh yang membesar dan "bocor", yang berakibat pada merosotnya tekanan darah.
8. Pemeriksaan fisik
9. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium dan secara akademis dipastikan dengan ”Double Blind Placebo Controlled
Food Challenge”. Secara klinis bisa dilakukan uji eliminasi dan provokasi terbuka ”Open Challenge”.
Pertama-tama dilakukan eliminasi dengan makanan yang dikemukakan sendiri oleh penderita atau
orangtuanya atau dari hasil uji kulit. Kalau tidak ada perbaikan maka dipakai regimem diet tertentu.
pemerikasaan penyaring (misalnya dengan alergen hirup seperti tungau, kapuk, debu rumah, bulu
kucing, tepung sari rumput, atau alergen makanan seperti susu, telur, kacang, ikan).
· Darah tepi : bila eosinofilia 5% atau 500/ml condong pada alergi. Hitung leukosit 5000/ml disertai
neutropenia 3% sering ditemukan pada alergi makanan.
· IgE total dan spesifik: harga normal IgE total adalah 1000u/l sampai umur 20 tahun. Kadar IgE lebih
dari 30u/ml pada umumnya menunjukkan bahwa penderita adalah atopi, atau mengalami infeksi parasit
atau keadaan depresi imun seluler.
· Tes IgE spesifik dengan RAST (radio immunosorbent test) atau ELISA (enzyme linked immuno
assay).
· Secara in vivo dengan uji intrakutan yang tunggal atau berseri, uji tusuk (prick test), uji provokasi
hidung/ uji inhalasi, dan uji gores. Dilakukan diet eliminasi dan provokasi untuk alergi makanan.
b. Reaksi karena kontaminan dan bahan-bahan aditif, misalnya : bahan pewarna dan pengawet, sodium
metabisulfite, monosodium glutamate, nitrit, tartrazine, toksin, fungi (aflatoxin), fish related (scombroid,
ciguatera), bakteri (Salmonella, Escherichia coli, Shigella), virus (rotavirus, enterovirus), parasit (Giardia,
Akis simplex), logam berat, pestisida, kafein, glycosidal alkaloid solanine, histamin (pada ikan), serotonin
(pisang, tomat), triptamin (tomat), tiramin (keju) dan sebagainya.
c. Reaksi psikologis.
11. Penatalaksanaan
· Terapi ideal adalah menghindari kontak dengan allergen penyebab dan eliminasi.
· Terapi simtomatis dilakukan melalui pemberian antihistamin dengan atau tanpa vasokonstriktor atau
kortikosteroid per oral atau local.
· Untuk gejala yang berat dan lama, bila terapi lain tidak memuaskan dilakukan imunoterapi melalui
desensitisasi dan hiposensitisasi atau netralisasi
Ada beberapa cara untuk mengobati reaksi alergi. Piliha tentang pengobatan dan bagaimana cara
pemberian disesuaikan dengan gejala yang dirasakan.
a. Untuk jenis alergi biasa, seperti reaksi terhadap debu atau bulu binatang, pengobatan yang di
lakukan dilakukan disarankan adalah:Prescription anthistamines, seperti cetirizine (Zyrtec), fexofenadine
(allerga), dan loratadine (Claritin), dapat mengurangi gejala tanpa menyebabkan rasa ngantuk.
Pengobatan ini dilakuan sesaat si penderita mengalami reaksi alergi. Jangka waktu pemakaian hanya
dalam satu hari, 24 jam. Nasal corticosteroid semprot. Cara pengobatan ini di masukan ke dalam mulut
melalui injeksi. Berkerja cukup ampuh dan aman dalam penggunaan, pengobatan ini tidak menyebabkan
efek samping. Alat semprot bias digunakan beberapa hari untuk meredakan reaksi alergi, dan harus
dipakai setiap hari. Contoh: fluticasone (Flonase), mometasone (Nasonex), dan triamcinolone (Nasacort).
b. Untuk reaksi alergi spesifik. Beberapa jenis pengobatan yang dapat dilakukan untuk menekan gejala
yang mengikuti : Epinephrine, Antihistamines, seperti diphenhydramine (Benadryl), Corticosteroids.
Pada orang tertentu, cromolyn sodium semprot mencegah alergi rhinitis, inflamasi di hidung.
Decongestan dapat menghilangkan ingus pada sinus. Tersedia dalam bentuk cairan yang dimasukan ke
mulut dan semprot. Digunakan hanya beberapa hari, namun terjadi efeksmping tekanan darah yang
meningkat, detang jantung yang menguat , dan gemetaran.
12. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat ditimbulkan dari reaksi alergi yaitu:
· Polip hidung
· Otitis media
· Sinusitis paranasal
· Anafilaksi
· Pruritus
· Mengi
· Edema
1. Pengkajian
a. Data Subjektif
· Riwayat psikososial ; factor pencetus ; stress, kebiasaan dan rutinitas, perawatan sebelumnya,
b. Data Objektif
· Kaji status neurology, perubahan kesadaran, meningkatnya fatigue, perubahan tingkah laku
· Kulit kemerahan
· Ada bentol-bentol
· Pasien muntah-muntah
· Pasien terlihat susah bernapas
2. Diagnosa
Masalah keperawatan :
· Kurang pengetahuan
· Gg.rasa nyaman
· Risiko infeksi
· PK Pruritus
· Risiko cedera
· Nyeri akut
DIAGNOSA
Intervensi
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama … X 24 jam, diharapkan tidak terdapat respon alergi pada
pasien dengan criteria hasil :
2. Tentukan dan kaji kondisi kulit pasien yang akan diberikan obat topical
5. Pantau dan ajarkan pada pasien cara penggunaan obat mandiri yang sesuai
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama .. x 24 jam diharapkan pasien dapat mengontrol factor
resiko alergi dengan kriteria hasil :
1. Kaji pasien tentang riwayat reaksi sistemik terhadap karet/ natural latex
2. Kaji pasien tentang riwayat alergi terhadap makanan yang mengandung getah seperti pisang, kiwi,
avocado, dan mangga
3. Catat resiko serta riwayat alergi pasien pada catatan medis pasien
7. Informasikan kepada pasien dan keluarha tentang factor resiko yang dapat menyebabkan alergi late
Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif b/d sekresi mukus, penyempitan jalan nafas dan edema saluran nafas
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama ...X 24 jam , diharapkan bersihan jalan nafas pasien
normal dengan kriteria hasil :
7. Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam setelah kateter dikeluarkan dari nasotrakeal
10. Hentikan suksion dan berikan oksigen apabila pasien menunjukkan bradikardi, peningkatan saturasi
O2, dll.
1. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau utter thrust bila perlu
NOC Label
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama …x24 jam, diharapkan pasien mengetahui proses
perjalanan penyakit dengan criteria hasil :
3. Mampu menyebutkan tanda dan gejala dari penyakit yang dialami (skala 4)
NIC Label
1. Identifikasi pengetahuan pasien terkait dengan proses perjalanan penyakit yang dialam
2. Jelaskan proses perjalanan penyakit yang berhubungan dengan fungsi dan anatomi tubuh pasien.
3. Jelaskan pada keluarga informasi yang behubungan dengan perkembangan kondisi pasien
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama...x 24 jam, diharapkan gangguan citra tubuh klien teratasi
dengan kriteria hasil:
4. Fasilitasi hubungan klien dengan individu yang mengalami perubahan citra tubuh yang serupa
6. Fasilitasi lingkungan dan aktifitas yang akan meningkatkan harga diri klien
7. Monitor tingkat harga diri klien dari waktu ke waktu dengan tepat
Kerusakan Integritas Kulit b/d lesi dan cedera mekanik ( luka akibat garukan )
Setelah dilakukan intervensi selama ...x24 jam diharapkan kondisi integritas kulit klien membaik dengan
KH:
1. Observasi ekstremitas, warna, suhu kulit, bengkak, nadi, tekstur, edema dan ulkus
2. Monitor karakteristik luka meliputi pengeringan luka, warna, ukuran dan bau
4. Ganti balutan
Kerusakan Integritas jaringan b/d lesi dan cedera mekanik ( tekanan, gesekan , dan luka akibat garukan )
4. Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cidera berulang
10. Observasi luka : lokasi, dimensi, kedalaman luka, karakteristik,warna cairan, granulasi, jaringan
nekrotik, tanda-tanda infeksi lokal, formasi traktus
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama x 24 jam diharapkan pasien merasa nyaman dengan
criteria hasil :
1. Instruksikan pada pasien dan keluarga pasien agar tidak menggaruk kulit dengan kuku.
2. Instruksikan jika menggaruk menggunakan ujung jari dan bukan menggunakan kuku.
4. Istrusikan pasien mandi sekali atau 2 kali dalam seminggu sesuai kebutuhan.
Gangguan Pola Tidur b/d reaksi fisiologis ( Pruritus yang Dialami Pasien )
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. gangguan pola tidur pasien teratasi dengan kriteria
hasil:
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama … X 24 jam diharapkan pasien memiliki pengetahuan
tentang pengendalian resiko infeksi dengan criteria hasil :
8. Memeriksa kulit dan membran mukosa jika muncul tanda-tanda kemerahan, akral hangat atau
drainase
12. Menginstruksikan pasien untuk minum antibiotik yang di anjurkan oleh dokter
13. Mengajarkan pasien dan keluarga tentang tanda dan gejala infeksi dan kapan harus melaporkannya
ke penyedia layanan kesehatan
14. Mengajarkan anggota keluarga bagaimana pasien dan untuk menghindari infeksi
Resiko Cedera b/d Pusing yang Disebabkan oleh Penekanan Serabut Saraf
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama .. x 24 jam diharapkan pasien dapat mengontrol factor
resiko dengan kriteria hasil :
a. Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai dengan kondisi fisik dan fungsi kognitif pasien dan
riwayat penyakit terdahulu pasien
2. Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga atau pengunjung adanya perubahan position
kesehatan dan penyebab penyakit.
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama … x … jam diharapkan pruritus tidak terjadi dengan
kriteria hasil:
2. kolaborasi pemberian Amoksisilin 4x500 mg dapat diberikan setelah makan. Dosis anak 25-
50mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis.
Resiko Defisit Volume Cairan b/d Muntah dan Diare yang Dialami Pasien
Setelah diberikan suhan keperawatan selama …X 24 jam diharapkan keseimbangan cairan pasien normal
dengan criteria hasil :
3. Tidak adanya tanda-tanda dehidrasi (Elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa lembab, tidak
ada rasa haus yang berlebihan )
Monitor position hidrasi ( kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik ), jika
diperlukan
Lakukan terapi IV
Berikan cairan
Nyeri Akut b/d Pelepasan mediator nyeri seperti prostaglandin dan leukotrin
Setelah diberikan asuhan keperawatan selama .. x 24 jam diharapkan persepsi subjektif pasien tentang
nyeri menurun, dengan kriteria hasil :
-Skala nyeri 5
1. Kaji dan catat kualitas, lokasi dan durasi nyeri. Gunakan skala nyeri dengan pasien dari 0 (tidak ada
nyeri) – 10 (nyeri paling buruk).
7. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau