Anda di halaman 1dari 16

Asuhan Keperawatan

dan LP
Saturday, April 1, 2017

ALERGI
PEMBAHASAN
A. Konsep Dasar Penyakit Alergi
1. Definisi Alergi
 Menurut KBBI3, alergi merupakan perubahan reaksi tubuh thd kuman-kuman penyakit atau keadaan sangat
peka terhadap penyebab tertentu (zat, makanan, serbuk, keadaan udara, asap, dsb) yang dalam kadar tertentu
tidak membahayakan untuk sebagian besar orang
 Alergi adalah reaksi sistem kekebalan tubuh yang berlebihan terhadap benda asing tertentu yang disebut
alergen. Alergen sebenarnya adalah zat yang tidak berbahaya bagi tubuh. Alergen masuk ke tubuh bisa melalui
saluran pernapasan, dari makanan, melalui suntikan atau bisa juga timbul akibat adanya kontak dengan kulit.
 Alergi adalah respon abnormal dari sistem kekebalan tubuh. Orang-orang yang memiliki alergi memiliki sistem
kekebalan tubuh yang bereaksi terhadap suatu zat biasanya tidak berbahaya di lingkungan.
 Hipersensitifitas atau alergi dapat didefinisikan sebagai setiap reaksi imunologi yang menghasilkan kerusakan
jaringan dalam individu.
 Menurut Van Pirquet ( 1906 ) Hipersensitifitas atau alergi adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh reaksi
imunologik spesifik yang ditimbulkan oleh alergen sehingga terjadi gejala – gejala patologis.
 Alergi atau hipersensitivitas adalah kegagalan kekebalan tubuh di mana tubuh seseorang menjadi hipersensitif
dalam bereaksi secara imunologi terhadap bahan-bahan yang umumnya nonimunogenik. Dengan kata lain,
tubuh manusia bereaksi berlebihan terhadap lingkungan atau bahan-bahan yang oleh tubuh dianggap asing atau
berbahaya. Bahan-bahan yang menyebabkan hipersensitivitas tersebut disebut allergen.
 Alergi merupakan reaksi seseorang yang menyimpang terhadap kontak atau pajanan zat asing (allergen),
dengan akibat timbulnya gejala-gejala klinis. Allergen tersebut untuk kebanyakan orang dengan kontak atau
pajanan yang sama tidak menimbulkan reaksi dan tidak menimbulkan penyakit
 Penyakit alergi adalah golongan penyakit dengan ciri peradangan yang timbul akibat reaksi imunologis terhadap
lingkungan. Walaupun factor lingkungan merupakan factor penting, factor genetik dalam manifestasi alergi tidak
dapat di abaikan. Adanya alergi terhadap suatu allergen tertentu menunjukan bahwa seseorang pernah terpajan
dengan allergen tersebut sebelumnya.
 Kesimpulannya suatu alergi merujuk pada suatu reaksi berlebihan oleh sistim imun kita sebagai tanggapan pada
kontak badan dengan bahan-bahan asing tertentu. Berlebihan karena bahan-bahan asing ini
umumnya dipandang oleh tubuh sebagai sessuatu yang tidak membahayakan dan tidak terjadi tanggapan
pada orang-orang yang tidak alergi. Tubuh-tubuh dari orang-orang yang alergi mengenali bahan asing itu dan
sebagian dari sistim imun diaktifkan. Bahan-bahan alergi disebut "allergens".
2. Epidemiologi
Tidak, tidak semua orang memiliki alergi. Orang-orang mewarisi kecenderungan untuk menjadi alergi, meskipun
tidak ke alergen tertentu. Bila salah satu orangtua alergi, anak mereka memiliki kesempatan 50% memiliki
alergi. Risiko itu melompat hingga 75% jika kedua orang tua memiliki alergi.
Epidemilogi penyakit alergi merupakan kumpulan penyakit yang sering di jumpai di masyarakat. Diperkirakan 10-
20% penduduk pernah atau sedang menderita penyakit tersebut alergi dapat menyerang setiap organ tubuh
tetapi organ yang sering terkena adalah saluran nafas,kulit,saluran pencernaan (syamsuridjal,1994)
 Diperkirakan sekitar 50 juta penduduk Amerika dipengaruhi oleh kondisi-kondisi alergi.
 Biaya dari alergi di Amerika adalah lebih dari US$ 10 milyar setiap tahunnya.
 Alergi rhinitis (alergi hidung) mempengaruhi sekitar 35 juta penduduk Amerika, 6 juta darinya adalah anak-anak.
 Asma mempengaruhi 15 juta penduduk Amerika, 5 juta darinya adalah anak-anak.
 Angka dari kasus-kasus asma berlipat ganda selama 20 tahun terakhir.
3. Etiologi
Alergi menunjuk pada reaksi berlebihan oleh sistem imun kita sebagai tanda penolakan dari
bahan-bahan asing tertentu. Tubuh dari orang-orang yang alergi mengenali bahan asing itu
dan sebagian dari sistem imun diaktifkan. Bahan-bahan alergi tersebut disebut allergens.
Contoh allergens yaitu serbuk sari, tungau, jamur-jamur, dan makanan-makanan.
Zat yang paling sering menyebabkan alergi adalah serbuk tanaman (jenis rumput tertentu, jenis pohon yang
berkulit halus dan tipis, serbuk spora, penisilin), seafood, telur, kacang (kacang panjang, kacang tanah, kacang
kedelai dan kacang-kacangan lainnya), susu, jagung dan tepung jagung, sengatan serangga (bulu binatang
kecoa dan kutu) dan debu dan kutu. Yang juga tidak kalah sering adalah zat aditif pada makanan, penyedap,
pewarna dan pengawet.
Selain bahan-bahan tersebut penyebab alergi yang sering dijumpai yaitu penggunaanobat-obatan dan zat-zat
kimia.
Secara umum penyebab dari terjadinya alergi belum dapat dijabarkan secara jelas namun adapun beberapa
factor yang menyebabkan adalah:
a. Jenis makanan tertentu, vaksin dan obat-obatan, bahan berbahan dasar karet, aspirin, debu, bulu binatang, dan
lain sebagainya.
b. Sengatan lebah, gigitan semut api, penisilin’ kacang-kacangan. Biasanya reaksi yang ditimbulkan akan
berlebihan dan bisa mengakibatkan rius di sekujur tubuh.
c. Penyebab minor; suhu udara panas ataupun dingin, dan kadar emosi yang berlebihan.
Sering kali, allergen secara spesifik sukar untuk diidentifikasi meskipun di masa lampau pernah mengalami
gejala serupa.
Cara lain pengelompokan jenis allergen dapat sebagai berikut:
a. Didalam Udara Yang Kita Napas
 Serbuk sari: pohon-pohon, rumput-rumput, dan/atau rumput-rumput liar
 Tungau
 Protein-protein binatang: dander, kulit, dan/atau urin
 Spora-spora jamur
 Bagian-bagian serangga: kacoa-kacoa
b. Didalam Apa Yang Kita Makan
 Makanan: Makanan yang paling umum yang menyebabkan reaksi-reaksi alergi adalah susu sapi, ikan, kerang-
kerangan, telur-telur, kacang-kacangan, kacang-kacang tumbuhan, kedele, dan gandum.
 Obat-obatan (ketika diminum): contohnya, antibiotik-antibiotik dan aspirin
c. Menyentuh kulit Kita
 Latex (menyebabkan reaksi-reaksi IgE dan non-IgE)
 Tumbuh-tumbuhan (poison ivy and oak)
 Zat pewarna (Dyes)
 Bahan-bahan kimia
 Logam-logam (nickel)
 Kosmetik-Kosmetik
d. Yang Disuntikkan Kedalam Tubuh
 Racun serangga
 Obat-obatan
 Vaksin-vaksin (termasuk suntikan alergi)
 Hormon-hormon (contohnya, insulin)
4. Klasifikasi
Terdapat empat jenis reaksi alergi atau yang biasa disebut dengan reaksi hipersensitifitas. Berikut jenis – jenis
Reaksi Hipersensitifitas :
a. Reaksi Hipersensitifitas tipe I ( reaksi atopik atau anafilatik )
Ini merupakan reaksi alergi yang diperantarai oleh antibodi IgE. Pada reaksi tipe I, antigen terikat ke antibodi IgE.
Kompleks IgE – Antigen menyebabkan degranulasi sel mast dan pelepasan histamin, serta mediator peradangan
lainnya. Mediator ini menyebabkan vasodilatasi perifer dan pembengkakan ruang interstisium. Gejala – gejala
bersifat spesifik bergantung pada dimana respon alergi tersebut berlangsung. Pengikatan antigen di saluran
hidung menyebabkan rinitis alergi disertai kongesti hidung dan peradangan jaringan, sementara pengikatan
antigen disaluran cerna mungkin menimbulkan diare atau muntah.
Suatu reaksi hipersnsitivitas tipe I yang parah adalah reaksi anafilaktik. Anafilaktik melibatkan respon cepat IgE.
Sel mast setelah perjalanan ke suatu antigen dimana individu sangat peka terhadapnya. Dapat terjadi dilatasi
seluruh sistem pembuluh akibat histamin sehingga tekanan darah kolaps. Penurunan hebat tekanan darah
selama reaksi anafilaktik disebut syok anafilaktik. Karena histamin adalah konstriktor kuat bagi otot polos
bronkiolus, maka anafilaksisjuga merupakan penutupan saluran napas. Anafilaksis sebagai respon terhadap obat
misalnya penisilin atau sebagi respon terhadap sengatan lebah dan bersifat fatal pada orang yang sangat peka.
b. Reaksi Hipersensitifitas tipe II ( reaksi sitotoksik atau sitolitik )
Hal ini terjadi sewaktu antibodi IgG atau IgM menyerang antigen – antigen jaringan. Reaksi tipe II terjadi akibat
hilangnya toleransi diri dan dianggap suatu reaksi autoimun, sel – sel sasaran biasanya dihancurkan. Pada
reaksi tipe II, pengikatan antibodi – antigen menyebabkan pengaktifan komplemen, degranulasi sel mast,
oedema, kerusakan jaringan, dan lisis sel. Reaksi tipe II menyebabkan fagositosis sel – sel penjamu oleh
makrofag.
Contoh – contoh penyakit autoimun tipe II :
 Penyakit grave dimana terjadi pembentukan antibodi terhadap kelenjar tiroid.
 Anemia hemolitik autoimun dimana antibodi dibentuk terhadap sel darah merah.
 Reaksi tranfusi yang melibatkan pembentukan antibodi terhadap sel darah kotor.
 Purpura trombositopenik autoimun dimana terjadi pembentukan antibodi terhadap trombosit.
c. Reaksi Hipersensitifitas tipe III ( reaksi Arthus atau komplek toksik )
Terjadi sewaktu komplek antigen – antibodi yang bersirkulasi dalam darah mengendap di pembuluh darah atau
jaringan sebelah hilir. Antibodi disini biasanya jenis IgG. Antibodi tidak ditunjukan kepada jaringan tersebut tetapi
terperangkap di dalam jaringan kapilernya. Reaksi tipe III mengaktifkan komplemen yang kemudian melepaskan
macrophage chemotaktik factor. Macrophage yang dikerahkan ke tempat tersebut akan merusak jaringan sekitar
tempat tersebut. Neutrofil tertarik ke daerah tersebut dan mulai memfagositosis sel – sel yang rusak sehingga
terjadi pelepasan enzim – enzim sel serta penimbunan sisa sel. Hal ini menyebabkan siklus peradangan
berlanjut.
Antigen dapat berasal dari infeksi kuman patogen yang persisten ( malaria ), bahan yang terhirup ( spora jamur
yang menimbulkan alveolitis ekstrinsik alergi ) atau dari jaringan sendiri ( penyakit autoimun ) infeksi tersebut
disertai dengan antigen dalam jumlah yang berlebihan tetapi tidak disertai dengan respon antibodi yang efektif.
Pembentukan kompleks imun dalam pembuluh darah menjadikan antigen ( Ag ) dan antibodi ( Ab ) bersatu
membentuk komplek imun mengaktifkan komplemen ( C ) dan melepas C3a dan C5a yang merangsang leukosit
basofil dan trombosit untuk melepas berbagai mediator antara lain histamin yang menimbulkan pengerutan sel
endotil sehingga permeabilitas vaskuler meninggi.
Dalam keadaan normal komplek imun dimusnahkan oleh sel fagosit mononuklear terutama dalam hati, limpa,
paru tanpa bantuan komplemen. Dalam proses tersebut ukuran kompleks merupakan faktor penting. Pada
umumnya kompleks yang besar, mudah dan cepat dimusnahkan dalam hati, kompleks kecil sulit untuk
dimusnahkan, oleh karena itu dapat lebih lama ada dalam sirkulasi. Diduga bahwa gangguan fungsi fagosit
merupakan sebab mengapa komleks sulit dimusnahkan. Kompleks imun yang ada dalam sirkulasi meskipun
untuk jangka waktu lama, biasanya tidak berbahaya. Permasalahan akan timbul bila kompleks imun mengendap
di jaringan.
Contoh – contoh reajsi hipersensitifitas tipe III :
 Penyakit Serum dimana terbentuknya antibodi terhadap darah asing, seiring sebagai respon terhadap
penggunaan obat IV, kompleks antigen – antibodi mengendap di sistem pembuluh, sendi, ginjal, dan lain – lain.
 Glomerulonefritis dimana terbentuk kompleks antigen – antibodi sebagai respon terhadap suatu infeksi, sering
oleh bakteri streptokokus dan mengendap di kapiler glomerolus ginjal.
 Lupus Eritematosus Sistemik dimana terbentuk kompleks antigen – antibodi terhadap kolagen dan DNA sel dan
mengendap di berbagai tempat di seluruh tubuh.
d. Reaksi Hipersensitifitas tipe IV ( reaksi seluler atau hipersensitifitas tipe lambat )
Reaksi tipe IV yang juga disebut reaksi hipersensitifitas lambat, timbul lebih dari 24 jam setelah tubuh terpapar
oleh antigen. Reaksi terjadi karena respon sel T yang sudah disensitasi bereaksi spesifik dengan suatu antigen
tertentu sehingga menimbulkan reaksi makrofag. Serta membentuk indurasi jaringan pada daerah tempat
antigen tersebut. Reaksi ini sama sekali tidak memerlukan antibodi seperti pada ketiga tipe terdahulu, bahkan
tidak memerlukan aktivasi komplemen.
Oleh karena itu itu reaksi ini timbulnya agak lambat, sekitar 24 – 48 jam, maka secara klinis reaksi dikenal
dengan istilah hipersensitifitas tipe lambat. Ada dua macam mekanisme yang turut berperan di dalam
terbentuknya hipersensitifitas tipe lambat lambat ini, yakni mekanisme aferen dan eferen. Mekanisme aferen
merupakan mekanisme spesifik dan timbul pada waktu sensitized lymphocyte cells dengan resptor yang spesifik
; bereaksi dengan antigen tertentu sehingga sel tersebut mengeluarkan mediator limfokin. Kemudian zat tersebut
akan bekerja secara non spesifik pada mekanisme aferen dan mempengaruhi limfosit, makrofag, monosit.
Contoh – contoh reaksi hipersensitifitas tipe IV :
 Tiroiditis autoimun dimana terbentuknya sel T terhadap jaringan, tiroid, penolakan tandur dan tumor.
 Reaksi alergi tipe lambat, misal alergi terhadap poison IVX.
 Uji kulit tuberkulin, mengisyaratkan adanya imunitas selular terhadap hasil tuberkulosis.
5. Patofisiologi
Alergi merupakan suatu reaksi abnormal dalam tubuh yang disebabkan oleh zat-zat yang tidak berbahaya,
namun berbahaya bagi orang yang menderita alergi. Alergi timbul bila ada kontak terhadap zat tertentu yang
biasanya tidak menimbulkan reaksi pada orang normal.
Zat penyebab alergi ini disebut allergen. Allergen bisa berasal dari berbagai jenis dan masuk ke tubuh dengan
berbagai cara. Bisa melalui saluran pernapasan, berasal dari makanan, melalui suntikan atau bisa juga timbul
akibat adanya kontak dengan kulit seperti kosmetik, logam perhiasan dan jam tangan, dll.
Alergi merujuk pada reaksi berlebihan oleh sistim imun kita sebagai tanggapan pada kontak badan dengan
bahan-bahan asing tertentu. Berlebihan karena bahan-bahan asing ini umumnya dipandang oleh tubuh sebagai
sessuatu yang tidak membahayakan dan tidak terjadi tanggapan pada orang-orang yang tidak alergi. Tubuh-
tubuh dari orang-orang yang alergi mengenali bahan asing itu dan sebagian dari sistim imun diaktifkan.
Terjadinya alergi:
1) Pada paparan awal, alergen dikenali oleh sel penyaji antigen untuk selanjutnya
mengekspresikan pada sel-T. Sel-T tersensitisasi dan akan merangsang sel-B
menghasilkan antibodi dari berbagai subtipe.
2) Alergen yang intak diserap oleh usus dalam jumlah cukup banyak dan mencapai sel-sel
pembentuk antibodi di dalam mukosa usus dan organ limfoid usus,yang pada anak atopi
cenderung terbentuk IgE lebih banyak.Selanjutnya terjadi sensitisai sel mast pada saluran
cerna, saluran nafas dan kulit. Kombinasi alergen dengan IgE pada sel mast bisa terjadi
pada IgE yang telah melekat pada sel mast atau komplek IgE-Alergen terjadi ketika IgE
masih belum melekat pada sel mast atau IgE yang telah melekat pada sel mast diaktifasi
oleh pasangan non spesifik, akan menimbulkan degranulasi mediator. Pembuatan antibodi
IgE dimulai sejak paparan awal dan berlanjut walaupun dilakukan diet eliminasi. Komplemen
akan mulai mengalami aktivasi oleh kompleks antigen antibodi.
3) Pada paparan selanjutnya mulai terjadi produksi sitokin oleh sel-T. Sitokin mempunyai
berbagai efek terhadap berbagai sel terutama dalam menarik sel-sel radang misalnya
netrofil dan eosinofil, sehingga menimbulkan reaksi peradangan. Aktifasi komplemen dan
terjadinya komplek imun akan menarik netrofil.
4) Gejala klinis yang timbul adalah hasil interaksi mediator, sitokin dan kerusakan jaringan
yang ditimbulkannya
Faktor yang berperan dalam alergi :
 Imaturitas usus secara fungsional (misalnya dalam fungsi-fungsi : asam lambung, enzym-
enzym usus, glycocalyx) maupun fungsi-fungsi imunologis (misalnya : IgA sekretorik)
memudahkan penetrasi alergen makanan. Imaturitas juga mengurangi kemampuan usus
mentoleransi makanan tertentu.
 Genetik berperan dalam alergi . Sensitisasi alergen dini mulai janin sampai masa bayi dan
sensitisasi ini dipengaruhi oleh kebiasaan dan norma kehidupan setempat.
 Faktor pencetus : faktor fisik (dingin, panas, hujan), faktor psikis (sedih, stress) atau beban
latihan (lari, olah raga).
6. Manifestasi klinis
Gejala klinis alergi biasanya mengenai berbagai organ sasaran seperti kulit, saluran nafas, saluran cerna, mata,
telinga, saluran vaskuler. Organ sasaran bisa berpindah-pindah, gejala sering kali sudah dijumpai pada masa
bayi. Makanan dan obat-obatan tertentu bisa menyebabkan gejala tertentu pada seseorang anak, tetapi pada
anak lain bisa menimbulkan gejala lain. Pada seseorang makanan atau obat yang satu bisa mempunyai organ
sasaran yang lain dengan factor yang lain, misalnya udang menyebabkan urtikaria, sedangkan kacang tanah
menyebabkan sesak nafas. Susu sapi bisa menimbulkan gejala alergi pada saluran nafas, saluran cerna, kulit
dan anafilaksis. Bischop (1990) mendapatkan pada penderita yang alergi susu sapi : 40% dengan gejala asma,
21% eksema, 43% dengan rinitis. Peneliti lain mendapatkan gejala alergi susu sapi berupa : urtikaria,
angionerotik udema, pucat, muntah, diare, eksema dan asma.
Berikut gejala umum dari suatu reaksi alergi terhadap alergen yang terhirup atau kulit meliputi:
 Gatal
 mata berair
 Bersin
 hidung beringus
 Ruam
 Merasa lelah atau sakit
 Hives (gatal-gatal dengan bercak merah dibangkitkan)
Eksposur lainnya dapat menyebabkan reaksi alergi yang berbeda:
 Alergi makanan : Reaksi alergi terhadap alergen makanan juga bisa menyebabkan kram perut, muntah, atau
diare.
 Sengatan serangga. Reaksi alergi terhadap sengatan dari lebah atau serangga lain menyebabkan
pembengkakan lokal, kemerahan, dan nyeri
Kerasnya reaksi alergi, gejala dapat sangat bervariasi:
 Gejala ringan mungkin tidak begitu kentara, hanya membuat Anda merasa sedikit,
 Sedang gejala dapat membuat Anda merasa sakit, seolah-olah Anda, mendapat flu atau bahkan dingin.
 Parah reaksi alergi sangat tidak nyaman, bahkan melumpuhkan.
Reaksi alergi yang paling parah disebut anafilaksis. Dalam anafilaksis, alergen menyebabkan reaksi alergi
seluruh tubuh yang dapat mencakup:
 Gatal-gatal dan gatal-gatal di seluruh (bukan hanya di daerah terbuka)
 Mengi atau sesak napas
 Suara serak atau sesak di tenggorokan
 Kesemutan di tangan, kaki, bibir, atau kulit kepala
7. Kelainan – kelainan umum alergi
a. Alergi Rhinitis
Alergi Rhinitis ("hay fever") adalah yang paling umum dari penyakit-penyakit alergi dan merujuk pada gejala-
gejala hidung musiman yang disebabkan oleh serbuk sari. Alergi rhinitis sepanjang tahun atau alergi rhinitis
abadi (perennial) umumnya disebabkan oleh allergen-allergen didalam rumah/ruangan, seperti tungau (dust
mites), dander binatang, atau jamur-jamur. Juga dapat disebabkanoleh serbuk sari. Gejala-gejala berasal dari
peradangan dari jaringan yang melapisi bagian dalam hidung (mucus lining or membranes) setelah allergens
dihirup. Area-area yang berdekatan, seperti telinga-telinga, sinus-sinus, dan tenggorokan dapat juga terlibat.
Gejala-gejala yang paling umum termasuk:
 Hidung meler
 Hidung mampet
 Bersin
 Hidung gatal
 Telinga-telinga dan tenggorokan yang gatal
 Post nasal drip (throat clearing)
Pada tahun 1819, seorang dokter inggris, John Bostock, pertama kali menggambarkan hay fever dengan merinci
gejala-gejala hidung musiman sendirinya, yang dia sebut "summer catarrh". Kondisi disebut hay fever karena
diperkirakan disebabkan oleh "new hay".
b. Asma
Asma adalah suatu persoalan pernapasan yang berasal dari peradangan dan kekejangan (spasm) dari saluran
udara paru-paru (bronchial tubes). Peradangan menyebabkan suatu penyempitan dari saluran-saluran udara,
yang mana membatasi aliran udara kedalam dan keluar dari paru-paru. Asma paling sering, namun tidak selalu,
dihubungkan dengan alergi-alergi. Gejala-gejala umum termasuk:
 Sesak Napas
 Mencuit-cuit (Wheezing)
 Batuk
 Sesak Dada
c. Alergi Mata-Mata
Alergi mata-mata (allergic conjunctivitis) adalah peradangan dari lapisan-lapisan jaringan (membranes) yang
menutupi permukaan dari bola mata dan permukaan bawah dari kelopak mata. Peradangan terjadi sebagai hasil
dari suatu reaksi alergi dan mungkin dapat menghasilkan gejala-gejala berikut:
 Kemerahan dibawah kelopak dan mata keseluruhannya
 Mata-mata yang berair dan gatal
 Pembengkakkan dari membran-membran
d. Allergic Eczema
Allergic eczema (atopic dermatitis) adalah suatu alergi ruam yang umumnya tidak disebabkan oleh kontak kulit
dengan suatu allergen. Kondisi ini umumnya dihubungkan dengan alergi rhinitis atau asma dan menonjolkan
gejala-gejala berikut:
 Gatal, kemerahan, dan atau kekeringan dari kulit
 Ruam (Rash) pada muka, terutama anak-anak
 Ruam sekeliling mata-mata, pada lipatan-lipatan sikut, dan dibelakang lutut-lutut, terutama pada anak-anak yang
lebih tua dan orang dewasa
e. HIVES
Hives (urticaria) adalah reaksi-reaksi kulit yang timbul sebagai pembengkakkan-pembengkakkan yang gatal dan
dapat terjadi pada bagian tubuh mana saja. Hives dapat disebabkan oleh suatu reaksi alergi, seperti pada
makanan atau obat-obatan, namun mereka juga dapat terjadi pada orang-orang yang tidakalergi. Gejala-gejala
hives yang khas adalah:
 Raised red welts
 Gatal yang hebat
f. Allergic Shock
Allergic shock (anaphylaxis atau anaphylactic shock) adalah suatu reaksi alergi yang mengancam nyawa yang
dapat mempengaruhi sejumlah organ-organ pada waktu yang bersamaan. Tanggapan ini secara khas terjadi
ketika allergen dimakan (contohnya, makanan) atau disuntikakan (contohnya suatu sengatan lebah). Beberapa
atau seluruh dari gejala-gejala berikut dapat terjadi:
 Hives atau perubahan warna kemerahan dari kulit
 Hidung mampet
 Pembengkakkan dari tenggorokan
 Sakit perut, mual, muntah
 Napas pendek, mencuit-cuit (wheezing)
 Tekanan darah rendah atau shock
Shock merujuk pada sirkulasi darah yang tidak mencukupi kepada jaringan-jaringan tubuh. Shock paling umum
disebabkan oleh kehilangan darah atau suatu infeksi. Allergic shock disebabkan oleh pembuluh-pembuluh yang
membesar dan "bocor", yang berakibat pada merosotnya tekanan darah.
8. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang biasa dilakukan pada kasus alergi yaitu:
 Inspeksi : liha adanya kemerahan, terdapat bentol-bentol
 Palpasi : ada nyeri pada kemerahan
 Perkusi : mengetahui apakah diperut terdapat udara atau cairan
 Auskultasi : mendengarkan suara napas, bunyi jantung, bunyi usus.
9. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium dan secara akademis dipastikan dengan ”Double Blind Placebo
Controlled Food Challenge”. Secara klinis bisa dilakukan uji eliminasi dan provokasi
terbuka ”Open Challenge”. Pertama-tama dilakukan eliminasi dengan makanan yang
dikemukakan sendiri oleh penderita atau orangtuanya atau dari hasil uji kulit. Kalau tidak
ada perbaikan maka dipakai regimem diet tertentu.
pemerikasaan penyaring (misalnya dengan alergen hirup seperti tungau, kapuk, debu
rumah, bulu kucing, tepung sari rumput, atau alergen makanan seperti susu, telur, kacang,
ikan).
 Darah tepi : bila eosinofilia 5% atau 500/ml condong pada alergi. Hitung leukosit 5000/ml
disertai neutropenia 3% sering ditemukan pada alergi makanan.
 IgE total dan spesifik: harga normal IgE total adalah 1000u/l sampai umur 20 tahun. Kadar
IgE lebih dari 30u/ml pada umumnya menunjukkan bahwa penderita adalah atopi, atau
mengalami infeksi parasit atau keadaan depresi imun seluler.
 Tes IgE spesifik dengan RAST (radio immunosorbent test) atau ELISA(enzyme linked
immuno assay).
 Secara in vivo dengan uji intrakutan yang tunggal atau berseri, uji tusuk (prick test), uji
provokasi hidung/ uji inhalasi, dan uji gores. Dilakukan diet eliminasi dan provokasi untuk
alergi makanan.
10. Diagnosa banding
Berikut beberapa diagnose yang dapat menjadi pembanding kasus alergi:
a. Gangguan saluran cerna dengan diare dan atau mual muntah, misalnya : stenosis pilorik, Hirschsprung,
defisiensi enzim, galaktosemia, keganasan dengan obstruksi, cystic fibrosis, peptic disease dan sebagainya.
b. Reaksi karena kontaminan dan bahan-bahan aditif, misalnya : bahan pewarna dan pengawet, sodium
metabisulfite, monosodium glutamate, nitrit, tartrazine, toksin, fungi (aflatoxin), fish related (scombroid,
ciguatera), bakteri (Salmonella, Escherichia coli, Shigella), virus (rotavirus, enterovirus), parasit (Giardia, Akis
simplex), logam berat, pestisida, kafein, glycosidal alkaloid solanine, histamin (pada ikan), serotonin (pisang,
tomat), triptamin (tomat), tiramin (keju) dan sebagainya.
c. Reaksi psikologis.
11. Penatalaksanaan
 Terapi ideal adalah menghindari kontak dengan allergen penyebab dan eliminasi.
 Terapi simtomatis dilakukan melalui pemberian antihistamin dengan atau tanpa vasokonstriktor atau
kortikosteroid per oral atau local.
 Untuk gejala yang berat dan lama, bila terapi lain tidak memuaskan dilakukan imunoterapi melalui desensitisasi
dan hiposensitisasi atau netralisasi
Ada beberapa cara untuk mengobati reaksi alergi. Piliha tentang pengobatan dan bagaimana cara pemberian
disesuaikan dengan gejala yang dirasakan.
a. Untuk jenis alergi biasa, seperti reaksi terhadap debu atau bulu binatang, pengobatan yang di lakukan dilakukan
disarankan adalah:Prescription anthistamines, seperti cetirizine (Zyrtec), fexofenadine (allerga), dan loratadine
(Claritin), dapat mengurangi gejala tanpa menyebabkan rasa ngantuk. Pengobatan ini dilakuan sesaat si
penderita mengalami reaksi alergi. Jangka waktu pemakaian hanya dalam satu hari, 24 jam. Nasal corticosteroid
semprot. Cara pengobatan ini di masukan ke dalam mulut melalui injeksi. Berkerja cukup ampuh dan aman
dalam penggunaan, pengobatan ini tidak menyebabkan efek samping. Alat semprot bias digunakan beberapa
hari untuk meredakan reaksi alergi, dan harus dipakai setiap hari. Contoh: fluticasone (Flonase), mometasone
(Nasonex), dan triamcinolone (Nasacort).
b. Untuk reaksi alergi spesifik. Beberapa jenis pengobatan yang dapat dilakukan untuk menekan gejala yang
mengikuti : Epinephrine, Antihistamines, seperti diphenhydramine (Benadryl), Corticosteroids.
c. Pengobatan lain yang bisa diberikan jika dibutuhkan :
Pada orang tertentu, cromolyn sodium semprot mencegah alergi rhinitis, inflamasi di hidung. Decongestan dapat
menghilangkan ingus pada sinus. Tersedia dalam bentuk cairan yang dimasukan ke mulut dan semprot.
Digunakan hanya beberapa hari, namun terjadi efeksmping tekanan darah yang meningkat, detang jantung yang
menguat , dan gemetaran.
12. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat ditimbulkan dari reaksi alergi yaitu:
 Polip hidung
 Otitis media
 Sinusitis paranasal
 Anafilaksi
 Pruritus
 Mengi
 Edema

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Alergi


1. Pengkajian
a. Data Subjektif
 Riwayat psikososial ; factor pencetus ; stress, kebiasaan dan rutinitas, perawatan sebelumnya,
 Kaji riwayat alergi terdahulu, dan alergi sekarang
 Kaji riwayat alergi keluarga
 Kaji keluhan pasien:
o Pasien mengatakan merasa gatal
o Pasien mengatakan merasa sesak dan susah untuk bernafas
o Pasien mengatakan merasa mual-mual
b. Data Objektif
 Kaji tanda-tanda vital
 Kaji status neurology, perubahan kesadaran, meningkatnya fatigue, perubahan tingkah laku
 Kulit kemerahan
 Ada bentol-bentol
 Pasien muntah-muntah
 Pasien terlihat susah bernapas
 Pasien terlihat pucat
2. Diagnosa
Masalah keperawatan :
 Respon alergi terhadap latex
 Risiko respon alergi terhadap latex
 Bersihan jalan nafas tidak efektif
 Kurang pengetahuan
 Gangguan citra tubuh
 Kerusakan integritas kulit
 Gg.rasa nyaman
 Kerusakan integritas jaringan
 Gangguan pola tidur
 Risiko infeksi
 PK Pruritus
 Risiko cedera
 Risiko deficit volume cairan
 Nyeri akut

DIAGNOSA Tujuan /Kriteria Hasil Intervensi


Respon Alergi NOC : Immune Hypersensitivity NIC : Medical Administration
Terhadap Latex Response 1. Periksa catatan medis dan riwayat alergi
Setelah diberikan asuhan pasien
keperawatan selama … X 24 jam,
2. Tentukan dan kaji kondisi kulit pasien yang
diharapkan tidak terdapat respon akan diberikan obat topical
alergi pada pasien dengan criteria
3. Oleskan agen topical yang telah ditentukan
hasil : 4. Monitor efek lokal, sistemik serta efek
1. Tidak ada perubahan pada kulit ( samping dari pengobatan
skala 5) 5. Pantau dan ajarkan pada pasien cara
2. Tidak ada perubahan pada mukosa ( penggunaan obat mandiri yang sesuai
skala 5 ) 6. Dokumentasikan tindakan yang telah
3. Tidak ada reaksi alergi ( skala 5 ) dilakukan
4. Tidak ada rasa gatal ( skala 5 )
Resiko Respon NOC : Risk Kontrol NIC : Latex Precaution
Alergi Terhadap Setelah diberikan asuhan
1. Kaji pasien tentang riwayat reaksi sistemik
Latex keperawatan selama .. x 24 terhadap karet/ natural latex
jam diharapkan pasien dapat
2. Kaji pasien tentang riwayat alergi terhadap
mengontrol factor resiko makanan yang mengandung getah seperti
alergi dengan kriteria hasil : pisang, kiwi, avocado, dan mangga
1. Pasien mampu menjelaskan 3. Catat resiko serta riwayat alergi pasien pada
cara/metode untuk mencegah alergi ( catatan medis pasien
skala 5 ) 4. Mengkaji lingkungan serta menjauhkan
2. Pasien mampu menjelaskan factor pasien dari produk-produk latex
resiko dari lingkungan/perilaku 5. Fasilitasi pasien dengan pengobatan yang
personal ( skala 5 ) sesuai
3. Mampu memodifikasi gaya hidup 6. Monitor pasien mengenai tanda-tanda serta
untuk mencegah alergi ( skala 5 ) gejala sistemik
4. Mampu mengenali perubahan 7. Informasikan kepada pasien dan keluarha
position kesehatan ( skala 5 ) tentang factor resiko yang dapat
menyebabkan alergi late
Bersihan Jalan NOC : Respiratory status : Airway NIC : Airway suction
Nafas Tidak
Efektif b/d sekresi Patency 1. Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning
mukus, Setelah diberikan asuhan 2. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah
penyempitan keperawatan selama ...X 24 jam , suctioning.
jalan nafas dan
edema saluran diharapkan bersihan jalan nafas 3. Informasikan pada klien dan keluarga tentang
nafas pasien normal dengan kriteria hasil : suctioning
1. Frekuensi respirasi normal ( Skala 5 4.
) Minta klien nafas dalam sebelum suction
2. Irama respirasi normal ( skala 5 ) dilakukan.
3. Kemampuan menarik nafas dalam 5. Berikan O2 dengan menggunakan nasal
normal ( skala 5 ) untuk memfasilitasi suksion nasotrakeal
4. Kemampuan untuk mengeluarkan 6. Gunakan alat yang steril sitiap melakukan
sekret/ sputum normal ( skala 5 ) tindakan
7. Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas
dalam setelah kateter dikeluarkan dari
nasotrakeal
8. Monitor position oksigen pasien
9. Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan
suksion
10. Hentikan suksion dan berikan oksigen
apabila pasien menunjukkan bradikardi,
peningkatan saturasi O2, dll.
NIC : Airway Management
1. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift
atau utter thrust bila perlu
2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
ventilasi
3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat
jalan nafas buatan
4. Pasang mayo bila perlu
5. Lakukan fisioterapi pappa jika perlu
6. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
7. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara
tambahan
8. Lakukan suction pada mayo
9. Berikan bronkodilator bila perlu
10. Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl
Lembab
11. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
12. Monitor respirasi dan position O2

Kurang NOC Label NIC Label


Pengetahuan Knowledge : Disease Process Teaching Disease Process :
Tentang Proses Setelah diberikan asuhan 1. Identifikasi pengetahuan pasien terkait
Penyakit b/d keperawatan selama …x24 jam, dengan proses perjalanan penyakit yang
Kurangnya diharapkan pasien mengetahui dialam
Informasi proses perjalanan penyakit dengan 2. Jelaskan proses perjalanan penyakit yang
criteria hasil : berhubungan dengan fungsi dan anatomi
1. Mengetahui proses perjalanan tubuh pasien.
penyakit secara spesifik (skala 4) 3. Jelaskan pada keluarga informasi yang
2. Mampu menyebutkan penyebab dan behubungan dengan perkembangan kondisi
factor yang berhubungan dengan pasien
timbulnya penyakit (skala 5) 4. Diskusikan pilihan terapi atau latihan yang
3. Mampu menyebutkan tanda dan akan dijalani pasien.
gejala dari penyakit yang
dialami (skala 4)
4. Mampu menyebutkan efek dari
penyakit yang dialami pasien. (skala
4)
Gangguan Citra Setelah dilakukan asuhan NIC: Body Image Enhancement
Tubuh b/d keperawatan selama...x 24 jam, 1. Tentukan harapan citra tubuh klien
Perubahan diharapkan gangguan citra tubuh berdasarkan tingakat perkembangan
Penampilan Diri klien teratasi dengan kriteria hasil: 2. Monitor frekuensi kalimat yang mengkritik diri
NOC: Body Image sendiri
 Puas dengan penampilan tubuh
3. Bantu klien untuk mengenali tindakan yang
(skala 4 dari 1 – 5) akan meningkatkan penampilannya
 Mampu menyesuaikan dengan
4. Fasilitasi hubungan klien dengan individu
perubahan fungsi tubuh (skala 4 dari yang mengalami perubahan citra tubuh yang
1 – 5) serupa
NOC: Self Esteem 5. Identifikasi dukungan kelompok yang tersedia
 Menerima keterbatasan diri (skala 4 untuk klien
dari 1 – 5) NIC: Self Esteem Enhancement
 Merasa dirinya berharga (skala 1.
4 Anjurkan klien untik menilai kekuatan
dari 1 – 5) pribadinya
2. Anjurkan kontak mata dalam berkomunikasi
dengan orang lain
3. Bantu klien menerima ketergantungan
terhadap orang lain dengan tepat
4. Anjurkan klien untuk mengevaluasi
kebiasaannya
5. Bantu klien menerima perubahan baru
tersebut
6. Fasilitasi lingkungan dan aktifitas yang akan
meningkatkan harga diri klien
7. Monitor tingkat harga diri klien dari waktu ke
waktu dengan tepat
8. Buat pernyataan positif tentang klien
Kerusakan NOC : Tissue Integrity: Skin and NIC : Skin Surveillance
Integritas Kulit b/d Mucous Membranes 1. Observasi ekstremitas, warna, suhu kulit,
lesi dan cedera Setelah dilakukan intervensi selama bengkak, nadi, tekstur, edema dan ulkus
mekanik ( luka ...x24 jam diharapkan kondisi 2. monitor area kulit yang mengalami
akibat garukan ) integritas kulit klien membaik dengan kemerahan dan kerusakan
KH: 3. monitor adanya ruam dan abrasi kulit
1. Temperatur kulit normal (skala 5) NIC : Wound Care
2. Tidak ada lesi pada kulit (skala 5) 1. Lepaskan balutan dan plester perekat secara
3. Tidak nampak jaringan nekrosis berkala
(skala 5) 2. Monitor karakteristik luka meliputi
pengeringan luka, warna, ukuran dan bau
3. Bersihkan menggunakan NS/NaCl atau
larutan nontoksik
4. Ganti balutan
5. Dokumentasi letak, ukuran dan penampakan
luka
Kerusakan NOC:Tissue integrity : skin and NIC :Pressure ulcer prevention Wound care
Integritas jaringan mucous membranes 1. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian
b/d lesi dan Setelah dilakukan tindakan yang longgar
cedera mekanik ( keperawatan selama …. X 24 2. Jaga kulit agar tetap bersih dan kering
tekanan, gesekan jam kerusakan integritas jaringan 3. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap
, dan luka akibat pasien teratasi dengan kriteria hasil: dua jam sekali
garukan ) 1. Perfusi jaringan normal 4. Monitor kulit akan adanya kemerahan
2. Tidak ada tanda-tanda infeksi 5. Oleskan lotion atau minyak/baby oil pada
3. Ketebalan dan tekstur jaringan normal daerah yang tertekan
4. Menunjukkan pemahaman dalam 6. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
7. Monitor status nutrisi pasien
proses perbaikan kulit dan mencegah
terjadinya cidera berulang 8. Memandikan pasien dengan sabun dan air
5. Menunjukkan terjadinya proses hangat
penyembuhan luka 9. Kaji lingkungan dan peralatan yang
menyebabkan tekanan
10. Observasi luka : lokasi, dimensi, kedalaman
luka, karakteristik,warna cairan, granulasi,
jaringan nekrotik, tanda-tanda infeksi lokal,
formasi traktus
11. Ajarkan pada keluarga tentang luka dan
perawatan luka
12. Kolaborasi ahli gizi pemberian diet TKTP,
vitamin
13. Cegah kontaminasi feses dan urin
14. Lakukan tehnik perawatan luka dengan steril
15. Berikan posisi yang mengurangi tekanan
pada luka
16. Hindari kerutan pada tempat tidur
Gangguan Rasa Setelah dilakukan asuhan 1. Instruksikan pada pasien dan keluarga
Nyaman b/d keperawatan selama x 24 jam pasien agar tidak menggaruk kulit dengan
reaksi fisiologis ( diharapkan pasien merasa nyaman kuku.
Pruritus yang dengan criteria hasil : 2. Instruksikan jika menggaruk menggunakan
Dialami Pasien ) Pasien melaporkan merasa nyaman ujung jari dan bukan menggunakan kuku.
 Rasa gatal pada kulit pasien dapat
3. Instruksikan agar pasien tetap memiliki kuku
berkurang yang pendek.
 Klien tidak gelisah serta meringis. 4. Istrusikan pasien mandi sekali atau 2 kali
dalam seminggu sesuai kebutuhan.
5. Kolaborasi antihistamin topical atau oral
sesuai kebutuhan.

Gangguan Pola NOC :Sleep : Extent ang Pattern NIC :Sleep Enhancement
Tidur b/d reaksi Setelah dilakukan tindakan 1. Determinasi efek-efek medikasi terhadap
fisiologis ( keperawatan selama …. gangguan pola tidur
Pruritus yang pola tidur pasien teratasi dengan 2. Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat
Dialami Pasien ) kriteria hasil: 3. Fasilitasi untuk mempertahankan aktivitas
1. Jumlah jam tidur dalam batas normal sebelum tidur (membaca)
2. Pola tidur,kualitas dalam batas normal 4. Ciptakan lingkungan yang nyaman
3. Perasaan fresh sesudah tidur/istirahat 5. Kolaburasi pemberian obat tidur
4. Mampu mengidentifikasi hal-hal yang
meningkatkan tidur

Resiko Infeksi b/d NOC : Knowledge : Infection NIC Label : Infection Protection
Berkurangnya Management 1. Monitor untuk tanda sistemik dan lokal dan
Fungsi Barrier Setelah diberikan asuhan gejala infeksi
pada kulit keperawatan selama … X 24 jam 2. Memonitor kerentanan infeksi
diharapkan pasien memiliki 3. Memantau hasil granulosit, danhasil WBC
pengetahuan tentang pengendalian 4. Mengikuti tindakan pencegahanyang sesuai
resiko infeksi dengan criteria hasil : 5. Membatasi jumlah pengunjung
1. Mengetahui faktor yang berkontribusi6. Mempertahankan asepsis untuk
untuk transmisiinfeksi pasien berisiko
2. Cara yang mengurangi 7. Memberikan perawatan kulityang sesuai
penularaninfeksi untuk daerahedema
3. Mengetahui tanda dan gejala infeksi 8. Memeriksa kulit dan membranmukosa jika
4. Mengetahui tindakan untuk muncul tanda-tanda kemerahan, akral
meningkatkan ketahanan terhadap hangatatau drainase
infeksi 9. Memeriksa kondisi setiap luka
10. Memantau perubahan tingkat
energi / malaise
11. Mendorong peningkatan
mobilitas dan exercise
12. Menginstruksikan pasien untukminum
antibiotik yang di anjurkan oleh dokter
13. Mengajarkan pasien dankeluarga
tentang tanda dangejala infeksi dan kapan
harusmelaporkannya ke penyedialayanan
kesehatan
14. Mengajarkan anggota keluarga
bagaimana pasien dan untuk menghindari
infeksi
15. Laporkan infeksi kepada
personil pengendalian infeksi

Resiko Cedera NOC : Risk Kontrol NIC : Environment Management


b/d Pusing yang Setelah diberikan asuhan
1. Sediakan lingkungan yang aman untuk
Disebabkan oleh keperawatan selama .. x 24 pasien
Penekanan jam diharapkan pasien dapat
a. Identifikasi kebutuhan keamanan pasien,
Serabut Saraf mengontrol factor resiko dengan sesuai dengan kondisi fisik dan fungsi
kriteria hasil : kognitif pasien dan
5. Pasien mampu menjelaskan riwayat penyakit terdahulu pasien
cara/metode untuk mencegah b. Menghindarkan lingkungan yang berbahaya
injury/cedera ( skala 5 ) (misalnya memindahkan perabotan)
6. Klien mampu menjelaskan factor c. Menganjurkan keluarga untuk menemani
resiko dari lingkungan/perilaku pasien.
personal ( skala 5 ) d. Memindahkan barang-barang yang dapat
7. Mampu memodifikasi gaya hidup membahayakan
untuk mencegah injury ( skala 5 ) 2. Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga
8. Mampu mengenali perubahan atau pengunjung adanya perubahan position
position kesehatan ( skala 5 ) kesehatan dan penyebab penyakit.

PK : Pruritus b/d Setelah diberikan asuhan


1. observasi kondisi kulit pasien pasca
agen cedera fisik keperawatan selama … x … jam pemberian terapi
( lesi dan garukan diharapkan pruritus tidak terjadi
2. kolaborasi pemberian Amoksisilin 4x500 mg
) dengan kriteria hasil: dapat diberikan setelah makan. Dosis anak
1. Gatal pasien berkurang di daerah 25-50mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis.
wajah, leher, kaki dan tangannya. 3. Kolaborasi pemberian Garam fusidat 2%
2. Tidak adanya luka terbuka 4. Pantau reaksi alergi pasien setelah
3. Pasien tampak nyaman pemberian terapi
Resiko Defisit NOC Label : Fluid Balance NIC : Fluid Management
Volume Cairan Setelah diberikan suhan keperawatan 1. Pertahankan catatan
b/d Muntah dan selama …X 24 jam diharapkan intake dan output yang akurat
Diare yang keseimbangan cairan pasien normal 2. Monitor position hidrasi (
Dialami Pasien dengan criteria hasil : kelembaban membran mukosa,
1. Urine output normal sesuai dengan nadi adekuat, tekanan darah
BB ortostatik ), jika diperlukan
2. Vital sign dalam rentang normal
3. Monitor vital sign
3. Tidak adanya tanda-tanda dehidrasi
(Elastisitas turgor kulit baik, membran
4. Monitor masukan makanan
/ cairan dan hitung intake kalori
mukosa lembab, tidak ada rasa haus
harian
yang berlebihan )
5. Lakukan terapi IV
6. Monitor position nutrisi
7. Berikan cairan
8. Berikan cairan IV pada
suhu ruangan
9. Dorong intake cairan oral
10. Berikan penggantian
nesogatrik sesuai output
11. Dorong keluarga untuk
membantu pasien makan
12. Tawarkan snack ( jus
buah, buah segar )
13. Kolaborasi dokter jika
tanda cairan berlebih muncul
meburuk

Nyeri Akut b/d NOC: Pain Control NIC: Pain Management


Setelah diberikan asuhan 1. Kaji dan catat kualitas, lokasi dan durasi
Pelepasan keperawatan selama .. x 24 nyeri. Gunakan skala nyeri dengan pasien
mediator nyeri jam diharapkan persepsi subjektif dari 0 (tidak ada nyeri) – 10 (nyeri paling
seperti pasien tentang nyeri buruk).
menurun,dengan kriteria hasil : 2. Observasi tanda-tanda vital
prostaglandin dan - Pasien tidak meringis 3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
leukotrin -Skala nyeri 5 mengetahui pengalaman nyeri pasien
4. Ajarkan dan bantu pasien
5. teknik relaksasi dan distraksi
6. Bantu posisi pasien untuk kenyamanan
optimal
7. Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan
lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri
masa lampau
8. Kolaborasi : pemberian analgetik

DAFTAR PUSTAKA
Smith, Kelly. 2010. Nanda Diagnosa Keperawatan. Yogyakarta: Digna Pustaka.
Dochterman, Joanne Mccloskey. 2000. Nursing Intervention Classification. America :
Mosby.
Swanson, Elizabeth. 2004. Nursing Outcome Classification. America: Mosby
Williams, Lipincott & Wilkins.2011.Nursing: Memahami Berbagai Macam
Penyakit.Jakarta:Indeks
Brunner & Suddarth.2

Posted by gamer amatir at 9:38 PM


Email ThisBlogThis!Share to TwitterShare to FacebookShare to Pinterest

No comments:
Post a Comment
Newer PostOlder PostHome

Subscribe to: Post Comments (Atom)


check

About Me
gamer amatir
View my complete profile

Blog Archive

 ▼ 2017 (8)
o ▼ April (4)
 POLISITEMIA
 LIMFOMA NON HODGKIN
 ANEMIA SEL SABIT
 ALERGI
o ► March (4)
Simple theme. Powered by Blogger.

Anda mungkin juga menyukai