Anda di halaman 1dari 20

DEMAM THYPOID

Disusun oleh :

 Marsha Novianita Dzulhi

 Rika Ayu Maya Rianti

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES GORONTALO


PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN
TA. 2020-2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah membantu penulis
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu dengan judul “Demam Thypoid“ yang
merupakan tugas mata kuliah Keperawatan Anak.
Kami menyadari betul bahwa baik isi maupun penyajian makalah ini masih jauh dari
sempurna, untuk itu penulis sangat mengharapkan adanya kritik dan saran sebagai
penyempurnaan makalah ini, sehingga di kemudian hari makalah ini dapat bermanfaat bagi
semua mahasiswa di Poltekkes Kemenkes Gorontalo. Kiranya isi dari Makalah memberikan
manfaat dan dapat menjadi masukan dan acuan yang berguna bagi pembaca yang
membutuhkannya.

Gorontalo, 12 Februari 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
A. Latar Belakang..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................ 1
C. Tujuan Pembahasan............................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN................................................................................. 3
A. Konsep Medis Penyakit Demam Thypoid........................................... 3
B. Konsep Asuhan Keperawatan Demam Thypoid Pada Anak............... 6
BAB III PENUTUP......................................................................................... 16
A. Kesimpulan.......................................................................................... 16
B. Saran.................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Demam Tifoid adalah salah satu penyakit sistemik yang ditandai dengan
gejala seperti demam dan nyeri abdomen serta penyakit ini disebabkan oleh
penyebaran bakteri salmonella typhi atau salmonella paratyphi. Demam Tifoid
juga merupakan infeksi sistemik yang disebabkan oleh salmonella enterica
serovar typhi (S thypi).salmonella enterica serovar parathypi A,B,C juga dapat
menyebabkan infeksi yang disebut paratifoid. Demam dan paratifoid termasuk
kedalam enteric. Pada daerah endemik, sekitar 90% dari demam enterik adalah
demam Tifoid.(Nelwan, 2012).
Penyakit Tifoid disebabkan oleh bakteri salmonella Typhi yang di awali
dengan infeksi pada saluran pencernaan. Gejala demam pada pasien Tifoid
disebabkan oleh endotoksin. Pada kasus yang khas demam berlangsung tiga
minggu, bersifat febris remiten dan suhu tidak terlalu tinggi. Selama minggu
pertama, Suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap hari, Biasanya menurun pada
pagi hari dan meningkat pada sore dan malam hari. Dalam minggu kedua, pasien
terus berada dalam keadaan demam. Pada minggu ketiga suhu berangsur turun
dan normal kembali pada akhir minggu ketiga (Susilaningrum, 2013)
Demam Tifoid masih menjadi topik yang sering diperbincangkan. Demam
Tifoid adalah penyakit yang sering menyerang sistem pencernaan. Penyakit ini
berhubungan erat dengan kebersihan diri perorangan yang kurang baik. misalnya
karena sanitasi lingkungan yang tidak baik, contoh tentang penyediaan air bersih
yang kurang memadai, lingkungan yang kotor, pembuangan sampah,
pengawasan makanan dan minuman yang kurang baik. Di Indonesia kasus
demam Tifoid telah tercantum dalam undang-undang nomor 6 Tahun 1962
tentang wabah kelompok penyakit menular ini merupakan penyakit yang mudah
menular dan dapat menyerang banyak orang sehingga dapat menimbulkan
wabah. Di Indonesia insidens penyakit Tifoid tersebut tergolong masih tinggi.
(Henry, 2009)

B. Rumusan Masalah
 Bagaimana konsep medis penyakit demam thypoid?

1
 Bagaimana konsep asuhan keperawatan penyakit demam thypoid?

C. Tujuan Pembahasan
 Menyelesaikan tugas yang diberikan oleh dosen mata kuliah Keperawatan Anak
 Mengetahui konsep medis penyakit demam thypoid
 Mengetahui konsep asuhan keperawatan penyakit demam thypoid

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Medis Penyakit Demam Thypoid
1. Pengertian
Demam Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus, yang disebabkan
oleh salmonella typhi, salmonella paratyphi A, salmonella paratyphi B,
salmonella paratyphi C, paratifoid biasanya lebih ringan, dengan gambaran klinis
sama. ( Widodo Djoko, 2009)
Demam typhoid atau Typhoid Fever ialah suatu sindrom sistemik terutama
disebabkan oleh Salmonella typhi. Demam merupakan jenis terbanyak dari
salmonelosis. Jenis lain dari demam enterik adalah demam paratifoid yang
disebabkan oleh S. paratyphi A, S. schottmuelleri (semula S. paratyphi B), dan S.
hirschfeldii (semula S. paratyphi C). Thypoid Abdominalis memperlihatkan gejala
lebih berat dibandingkan demam enterik yang lain (Widagdo, 2011).
2. Etiologi
Menurut Widagdo (2011) Etiologi dari demam tifoid adalah Salmonella typhi,
termasuk genus Salmonella yang tergolong dalam family Enterobacteriaceae.
Salmonella bersifat bergerak, berbentuk spora, tidak berkapsul, gram (-). Tahan
terhadap berbagai bahan kimia, tahan beberapa hari/minggu pada suhu kamar, bahan
limbah, bahan makanan kering, bahan farmasi, dan tinja. Salmonella mati pada suhu
54,4º C dalam 1 jam atau 60º C dalam 15 menit. Salmonella mempunyai antigen O
(somatik) adalah komponen dinding sel dari lipopolisakarida yang stabil pada panas
dan antigen H (flagelum) adalah protein yang labil terhadap panas. Pada S. typhi, juga
pada S. Dublin dan S. hirschfeldii terdapat antigen Vi yaitu polisakarida kapsul.
Demam Typhoid merupakan penyakit yang ditularkan melalui makanan
dan minuman yang tercemar oleh bakteri Salmonella typhosa. Seseorang yang
sering menderita penyakit demam typhoid menandakan bahwa ia mengonsumsi
makanan dan minuman yang terkontaminasi bakteri ini.
3. Patofisiologi
Penularan bakteri salmonella typhi dan salmonella paratyphi terjadi melalui
makanan dan minuman yang tercemar serta tertelan melalui mulut. Sebagian
bakteri dimusnahkan oleh asam lambung. Bakteri yang dapat melewati
lambung akan masuk ke dalam usus, kemudian berkembang. Apabila respon
imunitas humoral mukosa (immunoglobulin A) usus kurang baik maka bakteri

3
akan menembus sel-sel epitel (terutama sel M) dan selanjutnya ke lamina propia.
Didalam lamina propia bakteri berkembang biak dan ditelan oleh sel-sel
makrofag kemudian dibawa ke plaques payeri di ilium distal. Selanjutnya
Kelenjar getah bening mesenterika melalui duktus torsikus, bakteri yang terdapat
di dalam makrofag ini masuk kedalam sirkulasi darah mengakibatkan bakteremia
pertama yang asimtomatik atau tidak menimbulkan gejala. Selanjutnya menyebar
keseluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa diorgan-organ
ini bakteri meninggalkan sel-sel fagosit dan berkembang biak di luar sel atau
ruang sinusoid, kemudian masuk lagi kedalam sirkulasi darah dan menyebabkan
bakteremia kedua yang simtomatik, menimbulkan gejala dan tanda penyakit
infeksi sistemik.
4. Pathway

5.

Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis Demam Tifoid adalah sebagai berikut:

4
a. Demam tinggi kurang lebih satu minggu disertai nyeri kepala hebat dan
gangguan saluran pencernaan, bahkan ada yang sampai mengalami gangguan
kesadaran. Pada anak yang mengalami demam tinggi dapat terjadi kejang
demam.
b. Gangguan pencernaan yang terjadi pada pasien demam tifoid yaitu mual,
muntah, nyeri ulu hati, perut kembung, anoreksia, lidah tifoid (kotor, bagian
belakang tampak putih pucat dan tebal, serta bagian ujung dan tepi kemerahan)..
c. Dapat terjadi diare dan konstipasi.
d. Gangguan kesadaran juga dapat terjadi pada pasien demam tifoid yaitu apatis
dan somnolen
e. Pada minggu kedua dapat terjadi roseola. Roseola merupakan bintik kecil
kemerahan yang hilang dengan penekanan. Roseola ini terdapat pada daerah
perut, dada, dan kadang bokong.
f. Pembesaran limpa terjadi pada akhir minggu pertama, tidak progresif dengan
konsistensi yang lebih lunak.
g. Pada anak berusia di bawah 2 tahun, tanda dan gejala yaitu demam tinggi
mendadak, disertai muntah, kejang, dan tanda rangsangan meningeal (Marni,
20l6).
6. Pemeriksaan Penunjang
Sarana laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis Demam Thypoid
secara garis besar digolongkan dalam tiga kelompok yaitu :
a. Isolasi kuman penyebab Demam Thypoid, Salmonella Typhi melalui biakan
kuman dari spesimen seperti darah, sumsum tulang, urine, tinja, dan cairan
duodenum.
b. Pemeriksaan pelacak DNA kuman S. Typhi
c. Tes serologis untuk mendeteksi antibodi terhadap antigen Samonella Typhi dan
menentukan terdapatnya antigen spesifik Salmonella Typhi. (Herry Garna, 2012)
7. Penatalaksanan Medis
Menurut pendapat (Marni, 2016), penatalaksanaan yang dapat diberikan pada
anak dengan demam thypoid adalah sebagai berikut :
a. Terapi suportif,simptomatis, dan pemberian antibiotik jika sudah ditegakkan
diagnosis pasien harus istirahat selama 5-7 hari. Selain itu pengawasan ketat
perlu dilakukan agar tidak terjadi komplikasi yang berbahaya. Pasien boleh
bergerak sewajarnya, misalnya ke kamar mandi, duduk di teras, mandi sendiri,
5
dan makan sendiri, yang prinsipnya adalah tidak melakukan aktivitas berat yang
membutuhkan banyak energi.
b. Pengaturan pola makan sangat penting pada penyakit ini mengingat organ yang
terganggu yaitu sistem pencernaan, khususnya usus halus. Jika pasien tidak
sadar maka dapat diberikan makanan cair dengan menggunakan sonde lambung,
jika pasien sadar, maka pemberian makanan bisa dimulai dari bubur saring.
Jika kondisi pasien sudah membaik, maka ditingkatkan makanannya menjadi
bubur kasar, dan jika sudah normal, maka dapat diberikan nasi biasa. Susu
diberikan 2 gelas sehari.
c. Obat diberikan secara simptomatis, misalnya pada pasien yang mual dapat
diberikan antiemetik, pada pasien yang demam dapat diberikan antipiretik, dan
boleh ditambahkan vitamin. Obat yang paling efektif mengatasi infeksi ini yaitu
kloramfenikol yang diberikan dengan dosis 50-00 mg/kg/BB/hari. Selain itu
juga dapat dilakukan kompres air dingin biasa tanpa es di daerah ketiak, leher,
maupun selakangan.
d. Pemberian antibiotik jika diagnosis sudah ditegakkan. Antibiotik yang dapat
mengatasi penyakit demam thypoid yang sering kali digunakan yaitu
kloramfenikol, kotrimoksazol, ampisilin, amoksilin, dan seftriaxon.
e. Untuk mencegah terjadinya demam thypoid, perlu diberikan kombinasi vaksin.
Vaksin yang sering diberikan yaitu vaksin Salmonella typhosa yang dimatikan
dan vaksin dari strain Salmonella yang dilemahkan. Pemberian vaksin ini
diulang setiap 3 tahun.
f. Penyediaan air bersih yang adekuat, sanitasi lingkungan, dan personal hygiene
yang memadai, Pemberian penyuluhan tentang perilaku hidup bersih dan sehat
dapat meningkatkan kesadaran masyarkat untuk berperilaku bersih dan sehat.

B. Konsep Asuhan Keperawatan Demam Thypoid Pada Anak


1. Fokus Pengkajian
Fokus pengkajian pada anak dengan Demam tifoid menurut (Marni, 2016)
meliputi:
a. Pengkajian
1) Idenditas pasien/biodata
Meliputi nama lengkap, jenis kelamin, tempat tinggal, tanggal lahir,
umur dan asal.
6
2) Keluhan utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien dengan demam
thypoid untuk meminta pertolongan kesehatan adalah lemas, tidak nafsu
makan. Tidak bergairah untuk beraktifitas dan peningkatan suhu
tubuh/demam.
3) Riwayat penyakit sekarang
Sejak kapan mulai demam, mulai merasakan tidak berselera makan,
mual, muntah, lemas, apakah terdapat pembesaran hati dan limpa, apakah
ada gangguan kesadaran, apakah terdapat komplikasi misalnya
perdarahan, perforasi, peritonitis, dan sebagainya.
4) Riwayat kesehatan masa lalu
Pengkajian diarahkan pada waktu sebelumnya apakah sebelumnya
pernah menderita penyakit yang sama, apakah anggota keluarga juga
pernah sakit yang sama, apakah sebelumnya si anak/klient pernah sakit,
apakah sampai dirawat dan sakit apa.
5) Riwayat nutrisi
Anak dengan demam thypoid sering lemas, mual/muntah, dan tidak
nafsu makan
6) Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum : Baik, sadar (apatis, somnolen)
b. Penyakit berat : (stupor, koma, gelisah)
c. Berat badan : Anak yang mengalami demam dengan dehidrasi
biasanya mengalami penurunan berat badan.
d. Kulit
- Warna : Biasanya pucat sampai sianosis.
- Suhu : Pada hipertermi kulit terbakar panas akan tetapi setelah
hipertermi teratasi kulit anak teraba dingin.
- Turgor: Menurun pada dehidrasi
e. Mata
Anak yang demam tanpa dehidrasi bentuk kepala normal. Bila
dehidrasi ringan/sedang kelopak mata cekung. Sedangkan dehidrasi
berat kelopak mata sangat cekung.
f. Mulut dan lidah
Terdapat napas yang berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah pecah,
7
lidah tertutup selaput putih kotor, sementara ujung dan tepinya
berwarna kemerahan.
g. Abdomen
Dapat ditemukan keadaan perut kembung, bisa terjadi konstipasi, diare
atau normal
h. Hati dan limfe
Biasanya membesar disertai dengan nyeri pada perabaan.

2. Diagnosa Keperawatan

a. Hipertermia
Definisi : Suhu tubuh meningkat di atas rentang normal tubuh.
Penyebab
1. Dehidrasi
2. Terpapar lingkungan panas
3. Proses penyakit (mis, infeksi, kanker)
4. Ketidaksesuaian pakaian dengan suhu lingkungan
5. Peningkatan laju metabolism
6. Respon trauma
7. Aktivitas berlebihan
8. Penggunaan incubator
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
(tidak tersedia)
Objektif
1. Suhu tubuh diatas nilai normal

Gejala dan Tanda Minor


Subjektif
(tidak tersedia)
Objektif
1. Kulit merah
2. Kejang
3. Takikardi

8
4. Takipnea
5. Kulit terasa hangat
Kondisi Klinis Terkait
1. Proses infeksi
2. Hipertiroid
3. Stroke
4. Dehidrasi
5. Trauma
6. Prematuritas (SDKI, 2017, hal. 284)

b. Defisit Nutrisi
Definisi : Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme.
Penyebab
1. Ketidakmampuan menelan makanan
2. Ketidakmampuan mencerna makanan
3. Ketidakampuan mengabsorbsi nutrien
4. Peningkatan kebutuhan metabolisme
5. Faktor ekonomi (mis,financial tidak mencukupi)
6. Faktor psikologis (mis, stress,keengganan untuk makan)

Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif
(tidak tersedia)
Objektif
1. Berat badan menurun minimal 10% di bawah rentang ideal

Gejala dan Tanda Minor

Subjektif

1. Cepat kenyang setelah makan


2. Kram/nyeri haid abdomen
3. Nafsu makan menurun

Objektif

9
1. Bising usus hiperaktif
2. Otot pengunyah lemah
3. Otot menelan lmah
4. Membrane mukosa pucat
5. Sariawan
6. Serum albumin
7. Rambut rontok berlebihan
8. Diare

Kondisi Klinis Terkait

1. Stroke
2. Prakinson
3. Mobius syndrome
4. Cerebral palsy
5. Cieft lip
6. Cleft palate
7. Amyotropic lateral sclerosis
8. Kerusakan neuromuscular
9. Luka bakar
10. Kanker
11. Infeksi
12. AIDS
13. Penyakit crohn’s
14. Enterokolitis
15. Fibrosis kistik (SDKI, 2017, hal. 56)

c. Intoleransi Aktivitas
Definisi : Ketidakcukupan energi untuk melakukan aktifitas sehari-hari
Penyebab
1. Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan energi
2. Tirah baring
3. Kelemahan
4. Imobilitas

10
5. Gaya hidup monoton
Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
1. Mengeluh lelah
Objektif
1. Frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
1. Dispenea saat/setelah aktifitas
2. Merasa tidak nyaman setelah beraktifitas
3. Merasa lelah
Objektif
1. Tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat
2. Gambaran EKG menunjukkan aritmia saat/setelah aktifitas
3. Gambaran EKG
4. Sianosis
Kondisi Klinis Terkait
1. Anemia
2. Gagal ginjal konestif
3. Penyakit jantung koroner
4. Penyakit katup jantung
5. Aritmia
6. Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)
7. Gangguan metabolic
8. Gangguan musculoskeletal (SDKI, 2017, hal. 128)

3. Intervensi Keperawatan
a. Diagnosa Keperawatan : Hipertermia
Intervensi Keperawatan : Manajemen Hipertermia
Definisi : Mengidentifikasi dan mengelola peningkatan suhu tubuh akibat disfungsi
termoregulasi.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan, diharapkan suhu tubuh membaik atau berada pada
rentang normal dengan kriteria hasil :
- Pucat menurun
11
- Dasar kuku sianolik menurun
- Suhu tubuh membaik (SLKI, 2019, hal. 129)

Tindakan :
Observasi
- Identifikasi penyebab hipertermia (mis. dehidrasi, terpapar
lingkungan panas, penggunaan inkubator)
- Monitor suhu tubuh
- Monitor kadar elektrolit
- Monitor haluaran urine
- Monitor komplikasi akibat hipertermia
Terapeutik
- Sediakan lingkungan yang dingin
- Longgarkan atau lepaskan pakaian
- Basahi dan kipasi permukaan tubuh
- Berikan cairan oral
- Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami hiperhidrosis
(keringan berlebih)
- Lakukan pendinginan eksternal (mis. selimut hipotermia atau
kompres dingin pada dahi, leher, dada, abdomen, aksila)
- Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
- Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
- Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu
(SIKI, 2018, hal. 181)

b. Diagnosa Keperawatan : Defisit Nutrisi


Intervensi Keperawatan : Manajemen Nutrisi
Definisi : Mengidentifikasi dan mengelola asupan nutrisi yang seimbang.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan, diharapkan asupan nutrisi membaik dengan
kriteria hasil :
- Berat badan membaik
12
- Frekuensi makan membaik
- Nafsu makan membaik (SLKI, 2019, hal. 121)

Tindakan :
Observasi
- Identifikasi status nutrisi
- Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
- Identifikasi makanan yang disukai
- Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
- Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
- Monitor asupan makanan
- Monitor berat badan
- Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Terapeutik
- Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
- Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. piramida makanan)
- Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
- Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
- Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
- Berikan suplemen makanan, jika perlu
- Hentikan pemberian makan melalui selang nasogastrik jika asupan
oral dapat ditoleransi
Edukasi
- Anjurkan posisi duduk, jika mampu
- Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. pereda nyeri,
antiemetik), jika perlu
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
jenis nutrient yang dibutuhkan, jika perlu (SIKI, 2018, hal. 200)

c. Diagnosa Keperawatan : Intoleransi Aktivitas


Intervensi Keperawatan : Manajemen Energi

13
Definisi : Mengidentifikasi dan mengelolah penggunaan energi untuk mengatasi
atau mencegah kelelahan dan mengoptimalkan proses pemulihan.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan, diharapkan energi meningkat dengan criteria
hasil :
- Keluhan lelah menurun
- Perasaan lemah menurun
- Kemudahan dalam melakukan aktivitas sehari-hari meningkat
(SLKI, 2019, hal. 148)

Tindakan
Observasi
- Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
- Monitor kelelahan fisik dan emosional
- Monitor pola dan jam tidur
- Monitor lokasi dan ketidaknya selama melakukan aktivitas
Terapeutik
- Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis. cahaya, suara,
kunjungan)
- Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau aktif
- Berikan aktifitas distraksi yang menenangkan
- Fasilitasi duduk disisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau
berjalan
Edukasi
- Anjurkan tirah baring
- Anjurkan melakukan aktifitas secara bertahap
- Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak
berkurang
- Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan
(SIKI, 2018, hal. 176)

4. Implementasi

14
Pada tahap implementasi, tindakan keperawatan dilaksanakan sesuai dengan
rencana keperawatan yang timbul dan disesuaikan dengan kondisi pasien. Tetapi pada
tahap implementasi tidak seluruhnya intervensi dapat direalisasikan karena
menyesuaikan kondisi pasien.

5. Evaluasi
Evaluasi merupakan hasil perkembangan dengan berpedoman kepada hasil dan
tujuan yang hendak dicapai. Semua tindakan yang dilakukan diharapkan memberikan
hasil. Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara
melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana tindakan keperawatan
tercapai atau tidaak. Sesuai dengan rencana tindakan yang diberikan, dilakukan
penilaian untuk melihat keberhasilan. Bila tidak/belum berhasil perlu disusun rencana
rencana baru yang sesuai.
Evaluasi disusun dengan menggunakan SOAP secara operasional :
S (Subjective) : adalah informasi berupa ungkapan yang didapat dari pasien setelah
tindakan diberikan.
O (Objective) : adalah informasi yang didapat berupa hasil pengamatan, penilaian,
pengukuran yang dilakukan oleh perawat setalah tindakan
dilakukan.
A (Analisis) : adalah membandingkan antara informasi subjective dan objective
dengan tujuan dan criteria hasil, kemudian diambil kesimpulan
bahwa masalah teratasi , teratasi sebagian, atau tidak teratasi.
P (Planning) : adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan berdasarkan
hasil analisa.

15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Umumnya klien thypoid mengalami keluhan : demam tinggi biasanya suhu tubuh
meningkat pada malam hari dan menurun pagi hari, nyeri kepala, lemah, lesu, nyeri otot
pada minggu pertama, gangguan pada saluran cerna : halitosis (bau nafas yang
menusuk), bibir kering dan pecah-pecah lidah di tutupi selaput putih kotor (coated
tongue), metorismus, mual, tidak nafsu makan, hepatomegali, splenomegali yang disertai
nyeri perabaan.

B. Saran
Pendidikan/penyuluhan kesehatan perlu ditingkatkan dan dilaksanakan secara intensif
kepada; individu, keluarga, kelompok, masyarakat, tentang cara penularan dan cara
pencegahan, pemberantasan, penanggulangan, pengobatan penyakit thypoid, agar
masyarakat dapat berperan serta aktif untuk memelihara dan meningkatkan derajat
kesehatannya serta dapat segera memeriksakan kesehatannya.

16
DAFTAR PUSTAKA

Muttaqin, A., & Sari, K. (2011). Gangguan Gastrointestinal. Jakarta: Salemba medika

Wijaya, A. S. (2013). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta : Nuha Medika

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperwatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA JILID 1. Yogyakarta: Medi Action
Ridha, H. Nabiel. (2014). Buku Ajar Keperawatan Anak. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Lubis, (2009). Prinsip Perawatan Demam Pada Anak. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Zulkoni Akhsin. 2011. Parasitologi. Yogyakarta : Nuha Medika.

PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta : Dewan Pengurus


Pusat PPNI

PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta : Dewan Pengurus


Pusat PPNI

PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat
PPNI

Anda mungkin juga menyukai