Anda di halaman 1dari 12

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN

DENGAN DIAGNOSA MEDIS

RSUD DR M.M DUNDA LIMBOTO

DI SUSUN OLEH

KELOMPOK :

NURDIYANI ALIWU 751440119014

NURSANDI DUHENGO 75

NURUL IMAN N. ARSYAD 751440119019

RIFKI AGULI 751440119021

RIKA AYU MAYARIANTI 751440119022

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

JURUSAN KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES GORONTALO

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan kesempatan pada
kami untuk menyelesaikan laporan ini. Atas rahmat dan hidayah-Nya lah kami dapat
menyelesaikan laporan yang berjudul Asuhan Keperawatan Antenatal Care Pada Klien Ny.
F.R Dengan Hiperemesis Gravidarum (HEG), G3 P1 A1, Umur Kehamilan 6-7 Minggu Di
Ruangan Nifas RSUD Toto Kabila tepat waktu.

Laporan Asuhan Keperawatan Antenatal Care Pada Klien Ny. F.R Dengan Hiperemesis
Gravidarum (HEG), G3 P1 A1, Umur Kehamilan 6-7 Minggu Di Ruangan Nifas RSUD Toto
Kabila disusun guna memenuhi tugas sebagai laporan telah mengikuti praktik klinik
Keperawatan Maternitas pada mata kuliah Keperawatan Maternitas di Politeknik Kesehatan
Kemenkes Gorontalo. Selain itu, kami juga berharap agar laporan ini dapat menambah
wawasan bagi pembaca tentang Asuhan Keperawatan Dengan Hiperemesis Gravidarum.

Kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ibu Lisdiyanti Usman, S.ST,
M.Kes selaku Clinical Teaching dan Ibu Eka Fitriani, S.ST, M.Kes selaku Clinical Instruktur
kami. Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait
bidang yang ditekuni penulis. Kami juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang
telah membantu proses penyusunan laporan ini.

Kami menyadari laporan ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun akan kami terima demi kesempurnaan laporan ini.

Gorontalo, 21 April 2021

Kelompok
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Asfiksia neonatorum merupakan kegawatdaruratan bayi baru lahir berupa gagal nafas
secara spontan dan teratur beberapa saat setelah lahir yang ditandai dengan hipoksemia,
hiperkapnia, dan asidosis. Seorang neonatus disebut asfiksia bila terdapat nilai apgar menit
kelima 0-3, adanya asidosis pada darah tali pusat (pH<7), adanya gangguan neurologis
(misal:kejang, hipotonia, atau koma), dan adanya gangguan multiorgan misal: gangguan
kardiovaskular, ganstointestinal, pulmonal dan renal (DepKes RI, 2008).

Bayi yang asfiksia berarti mengalami hipoksia yang progresif, yang menyebabkan
penimbunan CO₂ dan asidosis, bila proses ini terus berlangsung dapat menyebabkan
kerusakan otak, kematian, dan juga mempengaruhi fungsi organ vital lainnya (Gilang dkk,
2010). Organisasi kesehatan dunia (WHO) menyatakan bahwa setiap tahunnya kira-kira 3%
(3,6 juta) dari 120 juta bayi lahir mengalami asfiksia, hampir 1 juta dari kelahiran bayi
asfiksia ini kemudian meninggal. WHO pun pada pada tahun 2003 menyebutkan bahwa
asfiksia menempati urutan ke-6 yaitu sebanyak 8% sebagai penyebab kematian anak
diseluruh dunia setelah pneumonia, malaria, sepsis neonatorum dan kelahiran prematur.

Diantara bayi yang masih bisa bertahan hidup setelah asfiksia setidaknya satu juta
diantaranya hidup dengan morbiditas jangka panjang seperti cerebral palsy, retardasi mental,
dan gangguan belajar (DepKes RI, 2008). Kejadian asfiksia neonatorum masih menjadi
masalah serius di Indonesia.Salah satu penyebab tingginya kematian bayi di Indonesia adalah
asfiksia neonatorum yaitu sebesar 33,6%. Angka kematian karena asfiksia di Rumah Sakit
Pusat Rujukan Propinsi di Indonesia sebesar 41,94%. Di Indonesia angka kejadian asfiksia
kurang lebih 40 per 1000 kelahiran hidup, secara keseluruhan 110.000 neonatus meninggal
setiap tahun karena asfiksia.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian di atas, kami merumuskan masalah “Bagaimana Asuhan


Keperawatan Pada anak umur Dengan Diagnosa medis afiksia neonatorum Yang Di Rawat
Di Rumah Sakit”.
C. TUJUAN

1. Tujuan umum

Mendapatkan pengalaman dalam melaksanakan Asuhan keperawatan Pada Klien Dengan


diagnose medis asfiksia neonatoru dengan Umur klien Di Ruangan NICU RSUD DR M.M
DUNDA LIMBOTO.

2. Tujuan khusus

Kami mendapatkan pengalaman dalam Melaksanakan Asuhan keperawatan Pada klien


Dengan diangonas medis asfiksia neonatorum dengan Umur klien Di Ruangan NICU RSUD
DR M.M DUNDA LIMBOTO. dengan menerapkan proses keperawatan meliputi pengkajian,
diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

D. MANFAAT

Hasil penulisan laporan ini diharapkan dapat membantu kami maupun teman - teman
lainnya untuk mengembangkan pengetahuan,wawasannya dan menambah pengalaman dalam
memberikan Asuhan Keperawatan Pada anak Dengan diagnose medis asfiksia neonatorum.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. PENGERTIAN

Suatu keadaan bayi baru lahir yang mengalami gangguan tidak bernapas secara
spontasn dan teratur setelah lahir. Asfiksia dapat terjadi selama kehamilan atau persalinan
(Sofian, 2012).

Asfiksia neonatarum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal bernafas secara
spontan dan teratur segera setelah lahir (Sarwono, 2011).

Asfiksia neonatarum adalah suatu keadaan dimana saat bayi lahir mengalami
gangguan pertukaran gas dan kesulitan mengeluarkan karbondioksida (Sarwono, 2010).

Asfiksia neonatorum dapat merupakan kelanjutan dari kegagalan janin (fetal distress)
intrauteri. Fetal distress adalah keadaan ketidakseimbangan antara kebutuhan O2 dan nutrisi
janin sehingga menimbulkan perubahan metabolism janin menuju metabolism anaerob, yang
menyebabkan hasil akhir metabolismenya bukan lagi CO2 (Manuaba, 2008).

B. PATOFISIOLOGI

Pada awal proses kelahiran setiap bayi akan mengalami hipoksia relatif dan akan
terjadi adaptasi akibat aktivitas bernapas dan menangis. Apabila proses adaptasi terganggu,
maka bayi bisa dikatakan mengalami asfiksia yang akan berefek pada gangguan sistem organ
vital seperti jantung, paru-paru, ginjal dan otak yang mengakibatkan kematian (Manuaba,
2008).

Asfiksia terjadi karena janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbul
rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika
kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Maka
timbul rangsangan dari nervus sispatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler
dan menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan intrauteri dan bila kita periksa kemudian
banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan dapat terjadi
atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang (Manuaba, 2008). Apabila asfiksia
berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti dan denyut jantung mulai menurun sedangkan tonus
neuromuskuler berkembang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apneu
primer. Jika berlanjut, bayi akan menunjukan pernafasan yang dalam, denyut jantung
menurun terus menerus, tekanan darah bayi juga mulai menurun, dan bayi akan terlihat
lemas.

C. PHATWAY

Menurut Manuaba (2008) :

Tali pusat
Plasenta (degenerasi (kompresi, lilitan
Maternal (hipotensi syok, vaskuler, solusio tali pusat, Janin
Uterus (aktivitas plasenta, pertumbuhan hilangnya jelly (infeksi,anemia
anemia maternal, penekanan kontraksi, gangguan
respirasi,malnutrisi, asidosis, hypoplasia primer) wharton) janin,
vaskuler)
supine hipotensi) sungsang)

ASFIKSIA (sedang, berat)

Janin kekurangan O2 Paru-paru terisi cairan ( misal : aspirasi


mekonium, air ketuban)
& kadar CO2 meningkat

Gangguan metabolism &


perubahan asam basa

Napas cepat Suplai O2 dalam darah ↓ Suplai O2 ke paru ↓ Asidosis respiratorik

Apneu Hipoksia organ (jantung, Gangguan perfusi-ventilasi


otak paru)
Kerusakan otak
DJJ & TD ↓
sianosis
Napas cuping hidung,
sianosis, hipoksia
Ketidakefektifan Kematian bayi
Ketidakefektifan perfusi jaringan
pola napas perifer
Gangguan
(00204) Proses keluarga terhenti pertukaran gas
(00032)
(00030)

Akral dingin

Resiko Cidera
(00035)
Resiko
ketidakseimbangan
suhu tubuh (00005)
D. MANINFESTASI KLINIS

Asfiksia neonatarum biasanya akibat dari hipoksia janin yang menimbulkan tanda-
tanda sebagai berikut (Nurarif & Kusuma, 2013) :
a. DJJ irreguler dan frekuensi >160 x/menit atau <100 x/menit. Pada keadaan umum normal
denyut janin berkisar antar 120-160 x/menit dan selama his frekuensi ini bisa turun
namun akan kembali normal setelah tidak ada his.
b. Terdapat mekonium pada air ketuban pada letak kepala. Kekurangan O 2 merangsang usus
sehingga mekonium keluar sebagai tanda janin asfiksia.
c. Pada pemeriksaan dengan amnioskopi didapatkan pH janin turun sampai <7,2 karena
asidosis menyebabkan turunnya pH.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang pada pasien afiksia yaitu pemeriksaan laboratorium
(pemeriksaan darah yang berguna untuk mengetahui kadar Hb,leukosit dan trhombosit)

F. PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Tindakan Keperawatan:
1) Bersihkan jalan nafas : kepala bayi diletakkan lebih rendah agar lendir mudah
mengalir, bila perlu digunakan laringioskop untuk membantu penghisapan lendir
dari saluran nafas yang lebih dalam.
2) Rangsang reflek pernafasan : dilakukan setelah 20 detik bayi tidak
memperlihatkan bernafas dengan cara memukul kedua telapak kaki menekan
tanda achiles.
3) Mempertahankan suhu tubuh.
b. Tindakan khusus
1) Asfiksia berat: Berikan oksigen dengan tekanan positif dan intermiten melalui
pipa endotrakeal. dapat dilakukan dengan tiupan udara yang telah diperkaya
dengan oksigen. Tekanan O2 yang diberikan tidak lebih dari 30 cmH2O. Bila
pernafasan spontan tidak timbul lakukan massage jantung dengan ibu jari yang
menekan pertengahan sternum 80 –100 x/menit.
2) Asfiksia sedang/ringan: Pasang relkiek pernafasan (hisap lendir, rangsang nyeri)
selama 30-60 detik. Bila gagal lakukan pernafasan kodok (Frog breathing) 1-2
menit yaitu : kepala bayi ektensi maksimal beri oksigen 1-2 l/mnt melalui kateter
dalam hidung, buka tutup mulut dan hidung serta gerakkan dagu ke atas-bawah
secara teratur 20x/menit. Penghisapan cairan lambung untuk mencegah
regurgitasi.

G. FOKUS PENGKAJIAN

1. Pengkajian
a. Sirkulasi
Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180 x/menit. Tekanan darah 60
sampai 80 mmHg (sistolik), 40 sampai 45 mmHg (diastolik).
1) Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik intensitas maksimal tepat
di kiri dari mediasternum pada ruang intercosta III/IV.
2) Murmur biasanya terjadi di selama beberapa jam pertama kehidupan.
3) Tali pusat putih dan bergelatin mengandung 2 arteri 1 vena.
b. Eliminasi
Dapat berkemih saat lahir.
c. Makanan/cairan
1) Berat badan: 2500-4000 gram.
2) Panjang badan: 44-45 cm.
3) Turgor kulit elastis (bervarias sesuai gestasi).
d. Neurosensori
1) Tonus otot: fleksi hipertonik dari semua ekstremitas.
2) Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks menghisap selama 30 menit
pertama setelah kelahiran (periode pertama reaktivitas). Penampilan asimetris
(molding, edema, hematoma).
3) Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada menangis tinggi menunjukan
abnormalitas genetik, hipoglikemia atau efek nerkotik yang memanjang).
e. Pernafasan
1) Skor APGAR: skor optimal antara 7-10.
2) Rentang dari 30-60 permenit, pola periodik dapat terlihat.
3) Bunyi nafas bilateral, kadang-kadang krekels umum awalnya silindrik thorak:
kertilago xifoid menonjol umum terjadi.
f. Keamanan
Suhu rentan dari 36,50C -37,5oC. Ada vermiks (jumlah dan distribusi tergantung
pada usia gestasi).
g. Kulit
Kulit lembut, fleksibel, pengelupasan tangan/kaki dapat terlihat, warna merah
muda atau kemerahan, mungkin belang-belang menunjukan memar minor (misal:
kelahiran dengan forseps), atau perubahan warna herliquin, petekie pada
kepala/wajah (dapat menunjukan peningkatan tekanan berkenaan dengan
kelahiran atau tanda nukhal), bercak portwine, nevi telengiektasis (kelopak mata,
antara alis dan mata atau pada nukhal), atau bercak mongolia (terutama punggung
bawah dan bokong) dapat terlihat. Abrasi kulit kepala mingkin ada (penempatan
elektroda internal). (Mansjoer, 2007)

H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan keridakseimbangan ventilasi perfusi
spontan
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan pusat pernapasan
3. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan secret yang tertahan
4. Resiko sedera berhubungan dengan terpapar pathogen

I. PERENCANAAN/INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan keridakseimbangan ventilasi perfusi
spontan
 SKLI
- Tingkat kesadaran meningkat
- Dispnea menurun
- PCO2 membaik
- PO2 membaik
- Takikardia membaik
- Ph arteri membaik
 SIKI
Gangguan pertukaran gas (pemantauan respirasi)
Tindakan
Observasi
- Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
- Monitor pola napas (seperti, bradipnea,takipnea,hiperventilasi,Kussmaul,
Cheyene – Stokes,Biot, ataksik)
- Monitor kemampuan batuk efektif
- Monitor adanya produksi sputum
- Monitor adanya sumbatan jalan napas
- Palpasi kesemitrisan ekspansi paru
- Auskultasi bunyi napas
- Monitor saturasi oksiegen
- Monitor nilai AGD
- Monitor hasil x-ray toraks

Terapeutik
- Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil pemantauan

Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

J. IMPLEMENTASI
Implementasi Implementasi adalah fase ketika perawat mengimplimentasikan
intervensi keperawatan. Implementasi merupakan langkah keempat dari proses keperawatan
yang telah direncanakan oleh perawat untuk dikerjakan dalam rangka membantu klien untuk
mencegah, mengurangi, dan menghilangkan dampak atau respons yang ditimbulkan oleh
masalah keperawatan dan kesehatan (Ali, 2014). Implementasi keperawatan direncanakan
dengan tujuan klien mampu melakukan perawatan diri secara mandiri (self care) dengan
penyakit yang ia alami sehingga klien mencapai derajat kesembuhan yang optimal dan
efektif. Sehingga kemandirian pada ibu hamil dengan hiperemesis gravidarum dapat
meningkat dengan dilakukan tindakan keperawatan untuk mengurangi penyebab terjadinya
mual muntah yang berlebih dan memberikan rasa nyaman dan aman pada ibu.
K. EVALUASI
Evaluasi merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk menilai apakah tindakan
keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau tidak untuk mengatasi suatu masalah. Pada
tahap evaluasi, perawat dapat mengetahui seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana
tindakan, dan pelaksanaan telah tercapai (Ali, 2014). Evaluasi dilakukan untuk mengetahui
perkembangan klien atas tindakan yang telah dilakukan sehingga dapat disimpulkan apakah
tujuan asuhan keperawatan tercapai atau belum. Hal ini terkait dengan kemampuan ibu hamil
dengan hiperemesis gravidarum dalam kemandiriannya dan mencegah timbulnya kembali
masalah yang pernah dialami. Pada ibu hamil dengan hiperemesis gravidarum dapat
mengevaluasi kemandiriannya dalam mengatasi masalah yang dialami, meliputi seluruh
aspek baik bio-psikososial dan spiritual.

Anda mungkin juga menyukai